Trauma Abdomen Kepala Thorak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trauma, abdomen, anak-anak, liver, lien, traktus urinarius, buli-buli

Citation preview

PENANGGULANGAN TRAUMA HEPAR8.1. Introduksia. DefenisiPenanganan trauma hepar dengan tindakan non operatif atau operatif.b. Ruang lingkupTrauma pada abdomen yang mencederai hepar ,syok dan peritonitis memerlukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa serta tindakan yang cepat.Dalam kaitan penegakan diagnosa dan pengobatan diperlukan beberapa disiplin ilmu seperti anastesi , dan radiologi.c. Indikasi operasi - Trauma hepar dengan syok - Trauma hepar dengan peritonitis - Trauma hepar dengan hematom yang meluas - Trauma hepar dengan penanganan konservatif gagal - Trauma hepar dengan cedera lain intra abdominald. Diagnosis banding - Perdarahan intraabdominal disebabkan cedera organ selain hepar e. Pemeriksaan penunjang - USG Abdomen - CT Scan - DPL

TRAUMA ABDOMEN

Berdasarkan National Pediatric Trauma Registry (NPTR), sekitar 8% - 12% anak yang terkena trauma tumpul abdomen mengalami cidera organ solid dan saluran cerna. Hepar dan lien merupakan organ yang tersering terkena pada trauma tumpul abdomen, yaitu sekitar 33% untuk hepar dan 33% untuk lien. Manajemen non operatif pada trauma hepar dan lien yang tersembunyi telah berkembang dan telah digunakan di banyak center. Trauma saluran gastrointestinal lebih mudah didiagnosis dan dikelola dibandingkan dengan cidera organ solid intra abdomen. Trauma intestinal terbanyak pada organ yang terfiksasi diantaranya adalah duodenum, colon descendens dan colon ascendens.Trauma liver cedera liver : dari kontusio sampai dengan laserasi liver akibat suatu trauma tumpul abdomen.Ax : nyeri pada abdomen kanan atas akibat trauma tumpul abdomen. Fisik : jejas pada abdomen, nyeri pada abdomen kanan atas, tanda tanda perdarahan intra abdomen hingga syok.Penunjang : pemeriksaan darah rutin, USG FAST, dan CT Scan abdomen sebagai gold standar. Laparotomi eksplorasi dengan hepatorraphy dan atau reseksi non anatomical atau anatomical dilakukan bila kondisi hemodinamik pasien tidak stabil, Bila hemodinamik stabil observasi tanda perdarahan selama 48 jam sejak trauma terjadi.

Cedera lien mengenai mulai kapsular, parenkim dan hilus lien baik berupa kontusio, laserasi, devaskularisasi maupun avulsi pembuluh darah. Lien merupakan organ yang sering terkena pada trauma tumpul abdomen.Ax : nyeri pada kuadran kiri atas, fraktur tulang iga bawah kiri dan adanya bukti trauma maupun kontusio pada paru kiri. Indikasi operasi adalah Trauma Lien AAST grade III atau lebih dan pada pasien anak dengan hemodinamik tidak stabil dengan trauma multiple organ yang signifikan dan waktu tidak memungkinkan untuk splenorrhaphy.. Penderita yang dilakukan splenektomi atau reseksi lien lebih dari 50% akan mempunyai resiko sepsis postsplenektomi. Oleh karena itu haruslah diberikan imunisasi aktif berupa imunisasi untuk pneumokokkus, meningokokkus dan H influenza.

Trauma pankreas sedikit lebih sering dibandingkan dengan trauma duodenum yaitu berkisar antara 3%-12% dari anak yang terkena trauma tumpul abdomen. Curiga trauma pancreas apabila menemukan tanda-tanda 1. Adanya trauma abdominal bagian atas yang jelas/signifikan2. Adanya tanda-tanda peritoneal tanpa adanya bukti perdarahan abdominal3. Adanya kadar amylase yang tinggi pada cairan lavase peritonealTrauma pancreas seringnya akibat handlebars injuri, trauma tumpul pada kecelakaan bersepeda, atau kekerasan pada anak. Ax ; nyeri perut dan tanda-tanda iritasi peritoneal. kenaikan kadar amylase terdapat tiga perempat pasien. Jika pasien mengalami trauma pancreas dua hari atau lebih maka kadar amylase dapat normal. CT scan : gambaran perdarahan, edema retroperitoneal, gambaran lusen pada daerah transeksi. Hal ini akan terdapat pada sebagian besar kasus trauma pancreas. Tiga belas persen terdapat gambaran normal dari CT scan. MRCP digunakan pada injuri pada duktus pankreatikus.Trauma GI tergantung mekanisme trauma tumpul. Karena mobilitasnya intestinal lebih jarang terkena trauma dibandingkan organ padat. Trauma intestinal terbanyak pada organ yang terfiksasi diantaranya adalah duodenum, colon descendens dan colon ascendens. Berbeda dengan dewasa, pada anak-anak terbnyak oleh karena trauma tumpul abdomen dibandingkan dengan trauma penetrans. Patofisiologi trauma gastrointestinal adalah melalui tiga mekanisme yaitu hematoma, perforasi, dan devaskularisasi. Hematoma menyebabkan suatu obstruksi, jika suplai darah terjaga hematom akan berangsur-angsur diserap dan obstruksi akan hilang. Perforasi saluran cerna bagian atas, cairan bersifat kimiawi dan gejala akan cepat timbul. Sedangkan devaskularisasi pada mesenteric akan mnyebabkan infark segmental injuri. Foto polos melihat adanya udara bebas yang menandakan perforasi. CT Scan melihat hematom dan atau disruption of the intestine. Indikasi adanya perforasi, infark dan adanya obstruksi. Tindakan operasinya adalah reseksi anastomosis dan atau pembuatan stoma.

Kasus : Seorang anak datang dengan keluhan utama nyeri pada perut kanan atas. Beberapa jam sebelum rumah sakit ketika os sedang berjalan tiba-tiba tertabrak motor dari arah samping kanan. Riwayat pingsan , muntah tidak ada. Os langsung dibawa ke rumah sakit.Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda syok, pada abdomen kanan atas terdapat jejas, nyeri tekan (+). Pada laboratorium didapatkan Hb : 7,5g%, Ht: 23%. Pada USG FAST didapatkan koleksi cairan di hepatorenal.

Menegakkan diagnosa a. Riwayat penyakit adanya riwayat nyeri pada abdomen kanan atas akibat trauma tumpul abdomen. b. Pemeriksaan fisik ditemukan jejas pada abdomen, adanya nyeri pada abdomen kanan atas, tanda tanda perdarahan intra abdomen hingga syok.c. penunjang adalah pemeriksaan darah rutin, USG FAST, dan CT Scan abdomen sebagai gold standar.

Pengelolaan Penderita :Terapi conservative (bila hemodinamik stabil)1. Pasang NGT dan cateter2. Pasang infus, beri cairan standard (NaCl, RL) dengan tetesan sesuai kebutuhan. 3. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin.4. Observasi ketat dan monitoring di ICU

Terapi operative (bila hemodinamik tidak stabil)Tehnik operasiHepatorraphySetelah penderita narcose dengan endotracheal. Penderita diposisikan supine dilakukan insisi midline perdalam sampai membuka peritoneum. Identifikasi sumber perdarahan. Dilakukan resusitasi kompresi bimanual untuk menghentikan perdarahan. Kemudian dilakukan Pringle maneuver untuk melihat adanya perdarahan yang berasal dari vena porta dan arteri hepatika. Apabila perdarahan berhenti dilanjutkan dengan finger fracture pada parenkim liver dan individual ligation. Dilakukan debridemen atau reseksi pada jaringan liver yang mengalami kerusakan. Dan selanjutnya dilakukan omental pack.

Splenektomi.Secara singkat tehnik operasi splenektomi dijelaskan sebagai berikut: setelah penderita narcose dengan endotracheal, posisi Supine . Lakukan irisan midline perdalam sampai membuka peritoneum. Lakukan pemasangan packing pada 4 kuadran abdomen untuk mengindentifikasi sumber perdarahan. Eksplorasi secara hati - hati setiap kuadran abdomen untuk menyingkirkan trauma lain yang signifikan. Eksplorasi di akhiri di kuadran kiri atas. Cara terbaik untuk mendapatkan akses ke pedikel vaskuler lien didapatkan dengan memotong omentum majus dari perlekatannya ke kolon dan dengan retraksi gaster dan omentum ke superior. Manuver tersebut dapat memudahkan mengontrol a & v Lienalis Inspeksi permukaan anterior dan anterolateral lien. Dilakukan mobilisasi dari lien dengan memotong 3 ligamen avaskuler yaitu ligamentum lateral pada lien, yaitu lig.splenophrenic dan lig.splenorenal diawali secara tajam lalu lanjutkan dengan diseksi tumpul. Diseksi yang dilakukan harus sedekat mungkin dengan hiatus esofagus sehingga dilakukan pemotongan lig.lateral dan superior. Setelah lien dan pankreas termobilisasi, kemudian identifikasi lakukan ligasi pada short gastric vessel lalu dipisahkan. Kemudian dilakukan pemotongan lig.splenocolica yang melekatkan lien ke kolon transversum. Ligasi arteri dan vena lienalis. Bagian yang rusak diangkat dengan memotong parenkim lien dengan menggunakan haemostat ( parsial splenektomi ) atau mengangkat keseluruhan dari parenkim lien (total splenektomi ).Kontrol perdarahan dengan cara menekan manual pada hilus atau melakukan pembungkusan dengan menggunakan mass. Luka operasi ditutup secara mass closure ( bila memungkinkan ). Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan penutupan secara primer, dapat dilakukan penutupan rongga abdomen sementara sampai keadaaan hemodinamik stabil dan edema viscera dapat diatasi.

Splenorraphy.Secara singkat tehnik operasi splenorrhaphy dijelaskan sebagai berikut: setelah penderita narcose dengan endotracheal, posisi Supine . Lakukan irisan midline perdalam sampai membuka peritoneum. Lakukan pemasangan packing pada 4 kuadran abdomen untuk mengindentifikasi sumber perdarahan. Eksplorasi secara hati hati setiap kuadran abdomen untuk menyingkirkan trauma lain yang signifikan. Eksplorasi di akhiri di kuadran kiri atas. Cara terbaik untuk mendapatkan akses ke pedikel vaskuler lien didapatkan dengan memotong omentum majus dari perlekatannya ke kolon dan dengan retraksi gaster dan omentum ke superior. Manuver tersebut dapat memudahkan mengontrol a & v Lienalis Inspeksi permukaan anterior dan anterolateral lien. Dilakukan mobilisasi dari lien dengan memotong 3 ligamen avaskuler yaitu ligamentum lateral pada lien, yaitu lig.splenophrenic dan lig.splenorenal diawali secara tajam lalu lanjutkan dengan diseksi tumpul. Diseksi yang dilakukan harus sedekat mungkin dengan hiatus esofagus sehingga dilakukan pemotongan lig.lateral dan superior. Laserasi pada kapsul dan parenkim lien dijahit dengan menggunakan benang absorbable dengan jarum atraumatik secara matras horizontal dengan menggunakan Teflon pledgets sebagai bantalan. Apabila kerusakan terletak di pool atas lien, maka area tersebut harus direseksi dan pinggir pinggirnya dijahit dengan metode matras horizontal. Omentum dan absorbable mesh dapat digunakan untuk menutup defek yang besar dengan tujuan untuk melindungi daerah luka dan menjadikannya sebagai tamponade. Apabila kerusakan terletak di pool bawah lien, maka daerah tersebut dilakukan penjahitan matras horizontal through- and- throughdengan benang absorbable besar dan jarum atraumatik. Laserasi ringan dan kecil dapat diatasi dengan penekanan atau pemberian agen hemostatik, misalkan selulosa oksida,kolagen mikro, trombin dan fibrin.

Kocher ManeuverMerupakan tindakan operasi dengan menyisihkan doudenum dan head pankreas dari retroperitonium kearah median/midline, sehingga percabangan arteri mesenterika superior yang berasal dari aorta dapat terlihat.

Pankreatektomi DistalLigamentum gastrokolika dan splenokolika dipisahkan, gaster ditarik ke atas dan kolon kebawah. Batas inferior dari pankreas dipisahkan dari jaringan retroperitoneal dengan melakukan diseksi mulai dari arteri mesenterika superior hingga ke hilus lien. Cabang-cabang pembuluh darah pankreatik dari arteri dan vena splenic diidentifikasi dan dipisahkan. Pankreas dipisahkan proksimal dari bagian yang trauma dan duktus pankreatikus utama diligasi dengan benang yang tidak dpt diserap. Parenkim ditutup dg jahitan matras dan drain eksterna dipasang.

Roux en y pancreaticojejunostomyProksimal dari duktus pankreatikus yang cedera diidentifikasi dan diikat dengan benang nonabsorbable. Proksimal dari parenkim dijahit oversewn dengan jahitan matras.A roux loop dari jejunum dibuat. Ujung bawah dari jejunum yang terbuka ditutup. Anastomosis end to side pankreatikojejunostomi dilakukan dengan benang silk 3-0 dengan mendekatkan kapsul pakreas dengan serosa jejunum. Dinding posterior duktus di anastomosiskan dengan mukosa jejunum secara interupted dengan benang prolene 5-0 dan dipasang stent dengan NGT no 5-french pada anastomosis, kemudian dijahitkan ke mukosa jejunum dengan menggunakan benang absorbable. Jahitan Lembert digunakan untuk menanam pankreas ke jejunum dan pembuatan loop Roux selesai.

Reseksi Anastomosis IntestinalPenderita narcose dengan endotracheal, posisi supine . Lakukan irisan midline perdalam sampai membuka peritoneum Sebelum melakukan reseksi anastomosis, pastikan bahwa kontraindikasi untuk anastomosis tidak ada. Setelah usus direseksi, dilakukan penilaian terhadap usus. Tanda usus yang sehat adalah tampak basah, warna merah segar, kontraksi masih ada, keluar darah dari tepi-tepi luka, tidak ada bagian seromuskuler yang terkelupas.Lakukan anastomosis antara usus bagian proximal dan distal dengan menggunakan benang multifilament sintetik long absorbable Setelah itu evaluasi kembali viabilitas saluran cerna, pastikan lumen tidak terlalu sempit dengan cara mempertemukan ujung jari dengan ibu jari operator pada lokasi anastomosis.

Pasca BedahObservasi ketat tanda vital, antibiotik dan analgetik.Komplikasi pasca operasi Perdarahan ulang Hemofilia Abses intraabdominal Leakage anastomosis

N. Algoritme

TRAUMA TRAKTUS URINARIUS

Trauma ginjal merupakan cedera ginjal yang dapat bermanifestasi mulai dari kontusio, laserasi parenkim sampai dengan avulsi ginjal akibat suatu trauma tumpul atau penetrans. Lebih sering oleh karena trauma tumpul. Ginjal pada anak dianggap lebih rentan terhadap trauma karena kurangnya mekanisme perlindungan fisik terhadap organ tersebut yaitu kurang dilindungi oleh lengkungan costa dan otot-otot abdomen. Kelainan congenital ginjal atau Wilms tumor akan lebih rentan terkena trauma. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, yang dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen , kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa.Ginjal pada anak dianggap lebih rentan terhadap trauma karena kurangnya mekanisme perlindungan fisik terhadap organ tersebut yaitu kurang dilindungi oleh lengkungan costa dan otot-otot abdomen. Kelainan congenital ginjal atau Wilms tumor akan lebih rentan terkena trauma. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, yang dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen , kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa. Kebanyakan trauma ginjal akibat langsung merusak parenkim yang mengakibatkan kontusio, hematom intrakapsuler, atau fracture. Deselerasi yang tiba-tiba akan membuat terputusnya dari pedikel vaskuler atau ureteropelvic junction. Gejala dari trauma ginjal adalah dapat terjadi gross hematuri dan mikroskopik hematuri. Ketika pasien akan dibawa ke kamar operasi oleh karena adanya perdarahan, baiknya dilakukan one shoot IVP untuk melihat fungsi ginjal kontralateral dari trauma. Ketika mempunyai waktu yang cukup, dilakukan pemeriksaan CT scan intravena dan enteral kontras. Tindakan pembedahan dilakukan apabila terdapat shattered kidney, trauma pedikel ginjal, perdarahan berlanjut atau adanya trauma tembus. Ruptur buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, yang dapat disebabkan oleh trauma tajam, tumpul maupun iatrogenik. Karena lokasinya di abdomen , kandung kencing pada anak-anak lebih sering terkena trauma dibandingkan dewasa. Kebanyakan trauma buli oleh karena fraktur pelvis yang berat. Indikasi untuk dilakukan sistografi pada fraktur pelvis diantaranya adalah kematuria yang signifikan, adanya darah pada meatus uretra dan ileus yang disertai dengan azotemia. Ketika CT scan dilakukan untuk mengevaluasi trauma abdomen, kateter uretra dipertahankan selama pemeriksaan, apabila adanya keterlambatan kontras dalam pelvis selama 5 menit setelah kontras di injeksikan menandakan adantrauma buliya intraperitonel dan ekstraperitoneal .Setelah repair buli sebaiknya kateter dipertahankan selama 7 sampai 10 hari. Dan pemeriksaan kontras dilakukan untuk menilai buli yang telah di repair. Komplikasi postoperative adalah batu, fistula, stenosis ureter atau uretra.

Kasus : Seorang anak laki-laki 12 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan. 2 jam sebelum masuk sakit anak tersebut ditabrak mator dengan kecepatan tinggi dari arah belakang dan stang motor menghantam pinggang kanan anak tersebut. Keluhan disertai dengan luka-luka lecet pada wajah, dada, dan kedua kaki serta tangan penderita. Penderita masih dapat berkomunikasi dengan baik walaupun terlihat agak pucat dan lemah. Riwayat pingsan, nyeri kepala, muntah, perdarahan hidung, mulut dan telinga disangkal penderita. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum yang compos mentis, GCS 15, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 kali permenit, respirasi 24 kali permenit, konjungtiva anemis, vulnus ekskoriasi dengan berbagai ukuran pada wajah, dada, kedua kaki dan tangan, jejas berukuran 5x3x2 cm pada ragio flank dextra disertai dg nyeri tekan. Pertanyaan: 1. Bagaimanakah penatalaksanaan awal pada pasien ini?2. Pemeriksaan penunjang apa lagi yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?3. Bila diagnosis telah ditegakkan bagaimanakah penanganan selanjutnya?

Materi BakuMenegakkan diagnosaa. Trauma Ginjal:1. Anamnesis: Nyeri pada daerah pinggang 2. Pemeriksaan Fisik: Jejas pada daerah pinggang dan abdomen3. Pemeriksaan Penunjang: Darah lengkap, tes fungsi ginjal, urine rutin, foto BNO, pyelografi intravena, USG, CT-Scan abdomenb. Trauma Buli:1. Anamnesis: Tidak keluar kencing atau tidak ingin kencing, kencing bercampur darah, nyeri didaerah supra pubis, dan nyeri tekan atau tegang di daerah abdomen bagian bawah (peritonismus) 2. Fisik: Pada test buli-buli cairan yang keluar lebih sedikit daripada cairan yang masuk ke buli3. Penunjang: DR, tes fungsi ginjal, urine rutin, foto BNO/Pelvis, pyelografi intravena, sistografi

Pengelolaan Penderita :Persiapan operasi1. Inform Consent 2. Puasa 3. Pasang infus, beri cairan standard (NaCl, RL) dengan tetesan sesuai kebutuhan. 4. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin.

Teknik operasi NefrektomiPosisi terlentang. Desinfeksi lapangan pembedahan dg larutan antiseptik. dipersempit dg linen steril. Insisi kulit di garis tengah dimulai dari prosesus xyphoideus ke arah simfisis pubis, diperdalam lapis demi lapis.Pada nefrektomi elektif: garis putih (white line) dari Told diinsisi untuk membebaskan kolon, kolon disibakkan ke medial sampai tampak vasa renalis. Ginjal yang masih diliputi lemak perinefrik dan fasia Gerota dimobilisasi secara tumpul di sisi posterior dan lateral pada daerah avaskuler antara fasia Gerota dan otot kuadratus lumborum dan psoas. Identifikasi ureter pada tepi inferior fasia Gerota saat menyilang vasa iliaka. Ureter diligasi dengan benang silk 1-0 dan dipotong. Identifikasi vena renalis dan diteugel. Vena spermatika dan vena adrenalis diligasi dengan benang silk 2-0 pada tempat keluarnya dari vena renalis dan dipotong. Sisihkan vena renalis ke anterior untuk menampakkan arteri renalis. Arteri renalis diligasi ganda dengan silk 2-0 di proksimal dan dipotong. Vana renalis diligasi ganda dengan silk 2-0 dan dipotong. Tepi superior fasia Gerota diatas kelenjar adrenal dibebaskan. Cabang vasa adrenalis dari aorta diidentifikasi dan diligasi dengan silk 2-0 dan dipotong. Ginjal dikeluarkan dari kavum abdomen. Pada nefrektomi darurat (trauma): kontrol terhadap pedikel ginjal dilakukan terlebih dahulu dg menyibakkan usus halus ke arah kanan dan peritoneum posterior dipotong mulai dari ligamentum Treitz ke arah sekum. Vasa renalis diidentifikasi dan diligasi. Eksposur dan pengangkatan ginjal selanjutnya sama dengan nefrektomi elektif.Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine. Pasang drain redon pada fosa renalis. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

Repair Ruptur BuliPenderita diletakkan pada posisi terlentang. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril. Insisi kulit midline 10 cm infra umbilikalis, lapis demi lapis dan rawat perdarahan. M. rektum abdominis dipisahkan pada linea alba (tengah-tengah). Lemak prevesikal disisihkan kearah kranial sehingga buli-buli terlihat keseluruhannya dengan jelas. Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan bentuk robekannya bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada tepi-tepinya. Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans peritoneal. Pasang kateter per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan pastikan kateter masuk di dalam buli (balon kateter jangan dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus - kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter sistostomi. Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu jahit mukosa-muskulari buli dengan plain cutgut 3-0 secara jelujur biasa. Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

Pasca bedahPerawatan paska operasi : Perawatan Luka OperasiKomplikasi operasi : Perdarahan, Infeksi luka operasi.

626TRAUMA KEPALA

Penyebab kematian dan kecacatan terbanyak pada anak setelah cidera berat disebabkan oleh cidera kepala tertutup. Sekitar 50% kematian cidera kepala pada anak terjadi sebelum anak sampai ke rumah sakit. Penyebab cidera kepala terbanyak pada anak disebakan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh dari ketinggian, dan kekerasan pada anak. Cidera kepala dibagi kedalam 2 bentuk yaitu, 1) Cidera primer, yaitu cidera yang terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi dan belum dilakukan tindakan pengobatan, 2) Cidera sekunder, yaitu cidera yang terjadi setelah beberapa jam bahkan sampai bebrapa hari setelah trauma. Cidera sekunder bisa terjadi akibat trauma kepala itu sendiri atau cidera lain yang yang dapat menginisiasi cidera kepala. Cidera kepala dikalsifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi kalsifikasi yaitu berdasar :1. Mekanisme, cidera otak dibagi atas cidera tumpul dan cidera tembus. Cidera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cidera tembus disebabkan oleh luka tembak atau luka tusukan.2. Beratya cidera, Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cidera otak. Glasgow Coma Scale (GCS)

Jenis PemeriksaanNilai

Respon Buka Mata ( Eye opening, E) Spontan Terhadap suara Terhadapa nyeri Tidak ada4321

Respon motorik terbaik (M) Ikut perintah Melokalisisr nyeri Fleksi normal Fleksi abnormal Ekstensi abnormal Tidak ada (falsid)654321

Respon verbal (V) Berorientasi baik Berbicara mengacau Kata kata tidak teratur Suara tidak jelas Tidak ada54321

3. Morfologi, bentuk cidera kepala dapat dibagi sebagai berikut :a. Fraktur kraniumb. Lesi intrakanial : cidera otak difus, perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio dan perdarah intrakranial. Kasus : Anak umur 5 tahun datang dengan keadaan tidak sadarkan diri. Riwayat trauma (+), os ditabrak sepeda motor dari arah belakang. Riwayat muntah (+), perdarahan telinga, hidung, dan mulut (-). Dari pemeriksaan GCS didapatkan GCS : E2M3V2Pertanyaan:1. Apakah diagnosis pada penderita tersebut?2. Bagaimanakah penatalaksanaan pada penderita tersebut?

Materi BakuMenegakkan diagnosaa. Riwayat penyakit : trauma baik secara tumpul atau tembus di daerah kepala, muntah, nyeri kepala yang terus menerus, perdaraha telinga, hidung atau mulutb. Pemeriksaan fisik: didapatkan adanya jejas didaerah kepalac. Pemeriksaan penunjang: Schedel AP dan lateral, CT Scan kepala.

Pengelolaan Penderita :1. Cidera kepal ringan (GCS 14-15)Bila penderita asimptomatik, sadar, neurologis norma, maka dilakukan observasi selama 24 jam. Bial dalam perjalanan oebservasi ditemui adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, atau terdapat defisit neurologi fokal, sebaiknya dilakukan CT scan kepala dan dilakukan tindakan sesuai dengan hasil CT scan.2. Cidera kepa sedang ringan (GCS 9-13)Penderita harus dirawat di ruang perawatn intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial dilakukan selama 12-24 jam pertama. Pemeriksaan CT scan dilakukan dan apabila terdapat abnormalitas dari hasil Ct san, dilakukan tindakan sesuai gambaran tersebut.3. Cidera kepala berat ringan (GCS 3-8)Semua penderita cidera kepala berat harus segera diresusitasi (ABCDE) setibanya di unit gawat darurat.

TRAUMA THORAX

Trauma thorax merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang sginifikan pada anak.Kejadiannya skitar 4-25% trauma pediatric.Cedera thorax tunggal umumnya meiliki prognostic yang lebih baik. Trauma thorax haris dicurigai pada anak dengan nadi ang cepat tekanan darah rendah, respirasi yg meninberbeda dengan dewasa. .Anatomi dinding thorax anak berbeda dengan dewasa.Trakea anak umumnya lebih pendek, terletak lebih anterior, lebih sempit dan lebih mudah terkompresi dibanding dengan dewasa.Daerah subglotis merupakan tempat paling sempit dan karenanya paling rentan terhadap sumbatan mucus maupun edema. Dinding thorax pada anak juga lebih lentur pada anak, dengan massa otot yang lebih sedikit, sehingga perlindungan soft tissue minimal. Dengan demikian, transmisi energi dari trauma akan lebih banyak ke intra torakal. Anak juga memiliki konsumsi oksigen per unit body mass yang lebih tinggi dibanding dewasa, sehingga mereke lebih mudah menjadi hipoksik jika terkena cedera.Trauma thorax secara umum dibagi atas trauma tajam dan trauma tumpul.Trauma tersering disebabkan oleh kontusio paru, pneumothorax, fraktuk iga, sternum ataupun scapula.Cedera yang segera mengancam nyawa pada trauma thorax adalah obstruksi jalan nafas, tension pneumothorax, hemotothorax massif dan tamponade jantung. Open pneumotorals dan flail chest massif tidak begitu sering ditemukan. Cedera yang potensial mengancam nyawa adalah kontusio miokardium, disrupsi aorta, disrupsi tracheobronchial dan ruptur esophagus.Trauma tumpul thorax mencakup sekitar 81% pada anak kurang dari 12 tahun dan trauma penetrans mencakup sekitar 58% remaja. Mortalitas menignkat jika terdapat associated injury yang berat. Kasus : Seorang anak laki-laki usia 4 tahun datang dengan nafas tersengal-sengal, bynyi nafas di paru kiri menghilang, dan tensi tak teraba. Didapati jejas pada thorax sin. Pertanyaan:Apa kemungkinan diagnosis pada pasien ini?Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?

Materi BakuMenegakkan diagnosa Riwayat penyakit : trauma baik secara tumpul atau tembus di daerah dada, muntah, sesak napas, nyeri Pemeriksaan fisik: didapatkan adanya jejas didaerah kepala, takipnea Pemeriksaan penunjang: ro thorax datar dan tegak

Pengelolaan Penderita :Persiapan operasi1. Inform Consent 2. Padakeadaan darurat pasien tidak perlu dipuasakan3. Pasang infus, beri cairan standard RL dengan tetesan sesuai kebutuhan. 4. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin.

Tehnik OperasiInsersi chest tubePasien diposisikan setengah duduk. Ukur panjang CTT yang diharapkan masuk ke dalam rongga thorax. Masukkan analgetik intravena. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Persempit lapangan operasi dengan doek steril. Lakukan anasetesi infiltrasi di daerah ICS V, dengan tetap menginfiltrasi tulang. Lakukan insisi, tembuskan dengan klem sampai ke pleura kemudian masukkan selang CTT. Sambungkan selang CTT dengan WSD yang telah dipersipkan lalu fiksasi selang chest tube ke kulit dengan jahitan matras horizontal.

Pasca bedahPerawatan paska operasi :Pemebrian antibiotika intra venaPerawatan luka operasi laparoskopiKomplikasi operasi : Pneumothorax, Infeksi

122

9

8.3. Algoritma dan Prosedur

BLUNT ABDOMINAL TRAUMAAlgoritma

No- Continue Resuscitation- Evaluate other potential source of shock- Repeat US- Continue Resuscitation- Evaluate other potential source of shock- Repeat US- DPL- BileExpl. LapNoYesYesNo- Iration of gross Blood- RBC > 100 K/ mm3- WBC > 500/ mm3- Particulate matter- BileNoConsiderExpl. LapSolid VisceralInjury?YesConsiderNon Operative ManagemenFree FluidIdentified ?DPLUSHemodinamically UnstableSuggesting HemorrhageYesConsiderExpl. LapNoSolid VisceralInjury?CT ScanUSFree FluidIdentified ?YesAdmid SerialPENoYesDPLUSDPLAbdomen TendernessMulti rib Fract.Abd. Wall ContusionEquivocal Findings?NoYesReriable PE?Hemodinamically stableExpl. LapYesPeritonitis/ Overt HaemoperitoneumRuptured Diaphragm, Evisceration

Teknik OperasiPenanggulangan Trauma hepar Non Operatif:Trauma hepar dengan hemodinamik stabil dan tidak ada tanda pendarahan serta defans muscular dilakukan perawatan non-operatif dengan observasi ketat selama minimal 3 x 24 jam.Harus dilakukan pemeriksaan CT Scan serial, USG maupun Hb serial. Penanggulangan Trauma hepar secara operatif:Secara singkat tehnik operasi pada trauma hepar dapat dijelaskan sebagai berikut.Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal lapangan operasi didesinfeksi dengan larutan desinfektan dan dipersempit dengan linen steril.Dilakukan incisi midline, darah dan bekuan darah segera dievacuasi.Lakukan packing pada masing masing quadrant abdomen untuk hemostasis dan memberikan kesempatan kepada anastesi untuk melakukan resusitasi intra operatif. Pada trauma hepar yang berat lakukan kontrol perdarahan dengan menekan secara langsung pada hepar dan packing dapat ditinggalkan dalam abdomen dan diangkat sesudah 48 sampai 72 jam.Perdarahan yang sudah berhenti begitu cavum abdomen dibuka tidak perlu dilakukan tindakan penjahitan

Memobilisasi heparPada trauma hepar yang tidak jelas sumber perdarahan hepar dapat dimobilisasi dengan memotong ligamentum inferior dan anterior dilanjutkan dengan memotong ligamentum falciforme.Untuk mobilisasi lebih luas dapat dipotong ligamentum triangular sinistra dan dekstra.

Pringle ManeuverUntuk mencegah perdarahan hebat pada trauma hepar dan memudahkan tindakan pada parenchym hepar, aliran darah ke hepar dapat dihentikan dengan melakukan manuver prengle yakni dengan menutup triad portal di ergumentur hepatoduodenale dengan vascular clamp dan dibuka setiap 15-20 menit pada foramen winslow. Dengan vascular clamp pada hepatoduodenale ligament dan dibuka setiap 15 sampai 20 menit.

Penjahitan HeparHepar dapat dijahit dengan chromic 2.0 dengan menggunakan jarum hepar yang panjang dan ini direkomendasikan pada cedera parenchym hepar yang berat.Jahitan secara matrass menyilang permukaan hepar yang cedera dan jangan terlalu tegang karena dapat merobek hepar.

Hepatoraphy dan finger fracture tehnikPerdarahan persisten dari trauma hepar dapat dilakukan hepatoraphy untuk mengkontrol perdarahan.Lakukan Pringle Maneuver dan parencym hepar diincisi dengan electrocauter.Pembuluh darah dan bile duct diligasi.Hindarkan cedera dari ductus hepaticus kanan dan kiri. Lepaskan klem perlahan lahan dan apabila masih ada perdarahan ligasi kembali.Permukaan luka dijahit tanpa meninggalkan dead space. Bila ada dead space biarkan luka terbuka dan dilakukan omental patch.Reseksi HeparReseksi Hepar pada trauma hepar sangat jarang dilakukan. Reseksi hepar diindikasikan pada trauma hepar dengan kerusakan parenchym hepar yang sangat berat,perdarahan yang sangat sulit diatasi dengan berbagai maneuver dan hpotensi.Kerusakan bilateral dari hepar dapat dilakukan total reseksi dan dilakukan hepar transplantasi.

Prehepatic PackingTehnik prehepatic packing diindikasikan pada trauma hepar dengan coagulopathy akibat tansfusi, trauma hepar bilobar dengan perdarahan yang tidak dapat dikontrol, subkapsular hematom yang meluas dan rupture dan hypothermia. Packing dapat berupa kasa tebal yang luas diletakkan langsung pada permukaan anterior dan posterior hepar dan cavum abdomen ditutup.Pengangkatan packing dilakukan 24 48 jam kemudian. Cavum abdomen dicuci dan dipasang drain intra peritonial.

8.5. Komplikasi operasiKomplikasi pada trauma hepar dapat berupa gangguan pembekuan darah hepar, terjadinya penurunan trombosit, perdarahan pasca operasi, hyperpyrexia , abses intra abdominal, fistula biliari fistula dan kegagalan fungsi hati. Dapat terjadi hemobilia atau bile duct stenosis.8.6. MortalitasMortalitas pada trauma hepar 10-15 %. Mortalitas rate pada kasus trauma tumpul adalah 31 %.8.7. Perawatan Pasca Bedah- Penderita dirawat di ICU atau ruang perawatan akut- Bedrest, pasang NGI dan kateter usus- Diet per oral diberikan bila saluran pencernaan telah berfungsi8.8. Follow-Up- Bila cedera hepar cukup signifikan dan dilakukan non operatif managemen: Bedrest 2-3 hari Follow-up CT-scan hari 5-7 pasca trauma, kemudian 1 bulan berikutnya8.

SPLENEKTOMI DAN SPLENORAFI PADA TRAUMA LIENYi Tindakan pembedahan dengan melakukan penjahit dan atau pemotongan pada lien maupun tandur alihTrauma tumpul lien dapat terjadi akibat kekuatan kompresi dan deselerasi seperti tabrakan sepeda motor, jatuh dari ketinggian dan pukulan langsung pada abdomen. Trauma tajam lien jarang terjadi. Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis yaitu tanda hipovolemia dengan takikardi atau hipotensi dan mengeluh nyeri pada kuadran atas kiri abdomen yang menjalar ke bahu kiri (Kerss sign) dan adanya tanda-tanda cairan bebas dalam rongga perut. Pemeriksaan fisik tidak spesifik dan sensitif pasien dengan fraktur kosta kiri bawah (9-12), 25% akan mengalami cedera lien.Indikasi operasi : ruptur lien grade III dengan hemodinamik tidak stabil, ruptur lien grade IV-VKontra indikasi (tidak ada)Diagnosis Banding : Perdarahan intraabdomen dengan penyebab diluar lienPenunjang :- USG atau DPL: dapat mendiagnosis adanya hemoperitoneum dengan cepat pada pasien yang hemodinaknya tidak stabil, sumber perdarahan tersering adalah dari lien.- CT Scan dilakukan pada pasien dengan hemodinamik stabil dapat juga sekaligus menentukan beratnya cedera- Angiografi digunakan sebagai metode penunjang pada pasien-pasien selektif, dengan embolisasi terapetik pada perdarahan arteri.

126

14

8.3. Algoritma dan Prosedur Algoritma

BLUNT ABDOMINAL TRAUMA

Expl. LapPeritonitis/ Overt HaemoperitoneumRuptured Diaphragm, Evisceration

Yes

No

Hemodinamically stableHemodinamically UnstableSuggesting Hemorrhage

DPLUSYesNoReliable PE?

DPLYesFree FluidIdentified?Iration of gross bloodRBC > 100K/ mm3WBC > 500/ mm3Particulate matterBileUSDPLAbdomen TendernessMulti rib FractAbd. Wall ContusionEquivocal Findings?

US

Free Fluid Identified?

No

Admid Series PEYesNoYesYesNo

Expl. Lap

CT Scan

Solid VisceralInjurySolid ViscealInjury?

Continue ResuscitationEvaluate other potential source of shockRepeat USContinue ResuscitationEvaluate other potential source of shockRepead USDPLNoYesNoYes

Consider Expl. LapConsider Non Operative ManagemenConsider Expl. Lap

8.4. Teknik OperasiSPLENEKTOMI DAN SPLENORAFI- Posisi pasien supinasi, dilakukan anestesi general- Dilakukan tindakan aseptik pada seluruh abdomen dan dada bagian bawah- Lapangan operasi dipersempit dengan linen steril- Dilakukan insisi dilinea mediana mulai dari proses xiphardern hingga subrapubis- Insisi diperdalam hingga mencapai cavum peritaneum- Darah yang ada dalam cavum peritoneum dihisap keluar sehingga lien tampak jelas- Pasang beberapa kasa tebal di postera lateral lien sehingga lien terdorong ke arah apevator- Identifikasi hilus lien, lakukan kompresi, sehingga perdarahan dapat dikontrol- Dilakukan evaluasi derajat cidera lien- Bila derajat ruptur grade I, II atau III dapat dilakkan penyakit dengan benang chronic git 2-0- Bila derajat ruptur gradr IV atau lebih, dilakukan pemasangan beberapa klem pada hilus lien. Vasa lienalis, vasugostrica brevis dan ligamentum gastrosplemik dipotong sedekat mungkin dengan lien- Selanjutnya ligamentum splenokolik, splenorektal, splenophonik diklem dan dipotong. Lien dibebaskan dari perekatannya dengan jaringan retroperitoneal- Evaluasi sumber-sumber perdarahan dan lakukan hemostasis secara cermat- Cavum peritoneum dibersihkan dari sisa-sisa perdarahan denganNael steril- Luka operasi ditutup lapis demi lapisKomplikasi Operasi ; Rebleeding, absess subphrenik kiri, pneumonia, trombositosis, infeksi post spleenektomiMortalitas : 50% bila terjadi OPSI ( Overwhelming Post Splenectomy Infection)Perawatan pasca Bedah : Hasil yang dicapai biasanya baik, perlunya diberikan vaksin H influenza dan meningococcal yang merupakan organisme yang sering menyebabkan OPSI. Vaksin diberikan 3-4 minggu postop.Follow-Up ; Vaksinasi pneumococcus diulangi 5 tahun kemudian.

HERNIA DIAFRAGMATICA TRAUMATIKASuatu tindakan pembedahan guna menutup defek difragma yang ruptur dengan cara jahitan simple interrupted pada kasus traumatic hernia.

Keadaan bayi atau anak didapati keluhan sulit bernafas dan terjadi karena peningkatan tekanan intraabdominal yang mendadak yang menyebabkan robekan diafragma terutama sisi posterolateral kiri ; dan terjadinya herniasi isi abdomen ke rongga toraks dapat segera atau delayed 1-2 hari, beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian, didapati suara peristaltik pada regio toraks dan pada USGatau radiologi dapat membedakan antara cairan dan organ berongga /gastrointestinal . Dalam kaitan penegakan diagnosis dan pengobatan, diperlukan beberapa disiplin ilmu yang terkait anatara lain: Bedah Anak, radiologi dan ahli kesehatan anak

Indikasi: distres pernafasan, sianosis USG atau radiologi didapat cairan dan organ berongga /gastrointestinal intratotakal KI : Ada kondisi lain/kelainan bawaaan lainnya yang tidak memungkinkan dilakukannya operasi, KUJelek

Tehnik OperasiSecara singkat tehnik operasi dengan pendekatan laparotomi pada keadaan akut dan terdapat trauma organ intraabdomen lainnya atau transtotakal pada herniasi yang delayed, dijelaskan sebagai berikut: setelah penderita narcose dengan endotracheal, posisi Supine lakukan irisan kocher atau subcostal kiri perdalam sampai membuka peritoneum identifikai diafragma kemudian lakukan reposisi organ , jahitan ruptur / robekan diafragmanya mulai dari posisi antero lateral samapi posteromedial sisi diafragma sampai diafragma intak.

Komplikasi : Saat operasi Perdarahan : kontrol perdarahan dengan meligasi pembuluh darah Komplikai pasca operasiKerusakan jahitan plikasi/repair : akan menyebabkan herniasiberulang sehingga memerlukan tindakan ulangPerawatan Pasca BedahAwal awal pasca operasi usahakan memakai ventilator untuk mengontrol pernafasan, sampai benar-benar pernafasan adekuat, umumnya dirawat selama 7 hari Follow up : menilai tanda kesulitan bernafas, infeksi pernafasan berulang dan apakah terjadi herniasi berulang