Upload
dyaksani
View
33
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PRESENTASI KASUS
TRAUMA KAPITIS
PEMBIMBING:
Dr. Yuniarti, Sp. S
PENYUSUN:
Runy Dyaksani (030.09.216)
KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 7 JULI 2014 – 8 AGUSTUS 2014
JAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan saya anugerah
dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan laporan ini. Adapun maksud dan tujuan pembuatan
tugas ini untuk berbagi pengalaman dan menambah wawasan serta pengetahuan lebih di dalam
bidang ilmu kedokteran, khususnya bidang ilmu penyakit saraf.
Saya mengucapkan terimakasih kepada dokter pembimbing saya, dr. yang telah bersedia
meluangkan waktu dan juga tenaga dalam membimbing saya, serta kepada seluruh dokter yang
telah membimbing selama di kepaniteraan klinik ilmu penyakit saraf di RSUP Fatmawati, dan
juga kepada teman-teman di kepaniteraan klinik ini, serta semua pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada saya.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari bagus mengingat terbatasnya ilmu dan
pengalaman yang saya miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat membangun saya.
Akhir kata, semoga tugas ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.
Jakarta, Juli 2014.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari kranium maupun cerebral.
Cedera kepala merupakan salah satu bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan
kerusakan jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non degenerative/ non
kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat menimbulkan
gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat
kesadaran.
Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua kecelakaan dan 33% kematian
terjadi karena trauma kapitis. Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1 hari, 35% meninggal dalam 1
minggu perawatan.
Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran darah dan kesadaran sehingga
tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan
secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di
rumah sakit. Penatalaksanaan pasien cedera kepala bergantung kepada derajat keparahan cedera
kepala tersebut.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. UN
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Status : Belum kawin
Alamat : Jl. Kramat Utara no. 10, Kampung Tengah, Jakarta Timur
Masuk RS : 5 Juli 2014
2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien di lantai 6
selatan kamar 622 pada tanggal 9 Juli 2014 pukul 13.00 WIB
a. Keluhan Utama
Pingsan setelah kecelakaan lalu lintas sejak 5 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Pusing berputar
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati diantar oleh keluarganya atas rujukan
dari RS Zahirah dengan keluhan pingsan post KLL sejak 5 jam SMRS. Pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas pada malam hari bersama temannya dengan mengendarai sepeda
4
motor. Pasien saat itu sedang dibonceng dan tidak menggunakan helm dengan kecepatan
sedang. Pasien terserempet motor dari arah belakang dan terjatuh dari motor. Pasien
terjatuh ke arah kiri dengan posisi kepala bagian depan membentur aspal. Setelah
kejadian pasien tidak sadar dan langsung dibawa ke RS Zahirah. Tidak lama setelah
sampai di RS Zahirah pasien sadar. Pasien mengeluh pusing berputar dan terasa lengan
kirinya nyeri saat digerakkan. Luka pada bagian dahi dan dagu pasien dijahit.
Pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk melakukan CT Scan kepala. Pasien
mengaku tidak ada muntah yang menyembur, pengelihatan ganda disangkal, keluar darah
dari telinga dan hidung disangkal, gangguan pendengaran disangkal, . Pasien tidak
mengingat kejadian setelah kecelakaan. Pasien juga menyangkal sebelum kejadian
mengantuk, meminum alkohol atau minum obat-obatan yang membuat ngatuk.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat tekanan darah
tinggi, kolesterol, kencing manis, penyakit jantung, asma, alergi, dan kejang disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi, kolesterol, kencing manis, penyakit jantung, asma,
alergi, kejang disangkal.
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok, 5-10 batang bperhari. Kebiasaan ini sudah
berlangsung selama 8 tahun. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan minum alcohol dan
mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 9 Juli 2014 )
A. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Sikap : Berbaring
Kooperatif : Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
5
Tanda Vital
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,4oC
Pernapasan : 20 x/menit
GCS : E4 V5 M6 (15)
B. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : hematoma di regio frontal sinistra
Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler, equal
Perdarahan Perifer : Capillary refill time < 2 detik
Columna Vertebralis : Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
Kulit : Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
Kepala : Normosefali, simetris, rambut hitam, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-), nyeri
tekan (-). Tidak ada kesan fraktur impresi.
Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, konjungtiva
anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor
3mm/3mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign)
+/-, perdarahan -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : Bibir edema (+), lidah kotor (-), perdarahan (-)
Tenggorok : Sulit dinilai
6
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus kordis teraba pada ICS V1 cm medial MCL sinistra
Perkusi : batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dekstra; batas
jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra;
Pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : S I dan S II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri
Palpasi : Vocal fremitus norma simetrisl, tidak ada benjolan.
Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema + / -, sianosis -/-, deformitas - / -
Bawah : akral hangat + / +, edema - / -
A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri
Kaku Kuduk : -
7
Lasegue : > 70O > 70O
Kernig : > 135O > 135O
Brudzinski I : -
Brudzinski II : - / -
B. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah proyektil : -
Sakit kepala hebat : -
Papil edema : tidak dilakukan pemeriksaan
C. Saraf-Saraf Kranialis
N. I (olfaktorius) : normosmia / normosmia
N. II (optikus)
Acies visus : baik / baik
Visus campus : baik / baik
Lihat warna : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N. III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukkan bola mata : ortopforia + / +
Pergerakkan bola mata : baik / baik
Exopthalmus : - / -
Nystagmus : - / -
Pupil
Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm
8
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tidak langsung : +/+
Reflek akomodasi : +/+
Reflek konvergensi : +/+
N. V (Trigeminus)
Cabang Motorik : baik / baik
Cabang sensorik
Ophtalmikus : baik / baik
Maksilaris : baik / baik
Mandibularis : baik / baik
N. VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis : baik / baik
Motorik orbikularis : baik / baik
Pengecapan lidah : baik / baik
N. VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Nistagmus : - / -
Koklearis : Tuli Konduktif : - / -
Tuli Perseptif : - / -
N. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : baik / baik
9
Sensorik : baik / baik
N. XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : baik / baik
Menoleh : baik / baik
N. XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah : baik, simetris
Atrofi : - / -
Fasikulasi : - / -
Tremor : - / -
D. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal – distal : 5555 / 5555
Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555 / 5555
E. Sistem Sensorik : Propioseptif : baik / baik
Eksteroseptif : baik / baik
F. Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Atetose : - / -
Miokloni : - / -
Tics : - / -
G. Trofi : eutrofi + / +
10
H. Tonus : normotonus + / +
I. Fungsi Serebelar
Ataxia : Tidak dilakukan
Tes Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia : baik
Jari-jari : baik / baik
Jari-hidung : baik / baik
Tumit-lutut : baik / baik
Hipotoni : - / -
J. Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraxia : -
Afasia : -
K. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
L. Refleks Fisiologis
Kornea : + / +
Biceps : ++ / ++
Triceps : ++ / ++
11
Patella : ++ / ++
Achilles : ++ / ++
Kremaster : (tidak dilakukan)
M. Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : - / -
Chaddok : - / -
Gordon : - / -
Schaefer : - / -
Klonus lutut : - / -
Klonus tumit : - / -
N. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensia : -
2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (5/7/14)
Pemeriksaan Hasil Satuan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.6 g/Dl 13.2 – 17.3
Hematokrit 44 % 33 – 45
12
Leukosit 10.6 ribu/uL 5.0 – 10.0
Trombosit 407 ribu/uL 150 – 440
Eritrosit 4.88 juta/uL 4.40 – 5.90
VER/HER/KHER/RDW
VER 90.5 Fl 80.0 – 100.0
HER 29.9 Pg 26.0 – 34.0
KHER 33.1 g/dL 32.0 – 36.0
RDW 14 % 11.5 – 14.5
FUNGSI HATI
SGOT 28 U/l 0-34
SGPT 16 U/l 0-40
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 32 Mg/dl 20-40
Kreatinin Darah 1 Mg/dl 0.6-1.5
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 67 Mg/dl 70-140
ELEKTROLIT DARAH
Natrium 141 Mmol/l 135-147
Kalium 3.48 Mmol/l 3.1-5.1
Klorida 108 Mmol/l 95-108
SERO-IMUNOLOGI
Golongan Darah A/Rh positif
2.5 PEMERIKSAAN RADIOLOGI ( 19 Juni 2014 )
13
Rontgen Thorax AP
Kesan :
- Jantung dan paru dalam batas normal
CT Scan Kepala Tanpa Kontras
14
Kesan :
- Tidak tampak kelainan pada CT scan kepala saat ini, khususnya tidak tampak
tanda-tanda perdarahan ekstraparenkimal, subarachnoid ataupun subdural dan
epidural hematom
- Sinusitis maksilaris kiri
- Subgaleal hematom region frontal kiri
Cervical AP/Lat
Kesan : straight cervical
15
2. 6 RESUME
Pasien laki-laki 26 tahun diantar ke RSUP Fatmawati dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan pingsan post KLL sejak 5 jam SMRS. Pasien terserempet motor dari arah
belakang dan terjatuh dari motor. Pasien terjatuh ke arah kiri dengan posisi kepala bagian
depan membentur aspal. Setelah kejadian pasien tidak sadar. Pasien mengeluh pusing
berputar (+) dan terasa lengan kirinya nyeri saat digerakkan. Luka pada bagian dahi dan
dagu pasien dijahit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5, hematom di regio frontal sinistra, vulnus
laseratum region frontal sinistra dan vulnus ekskoriasi di regio mandibula. Pada
pemeriksaan penunjang laboratorium leukositosis, CT scan kepala kesan subgaleal
hematom di regio frontal sinistra dan sinusitis maksilaris sinistra.
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : vertigo, amnesia retrograde, penurunan kesadaran
Diagnosis Etiologi : Contusio Cerebri
Diagnosis Topis : Regio frontal sinistra
2.7 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Elevasi kepala 30ᵒ
- O2 dengan nasal kanul 3L/jam
Medikamentosa :
- Neulin 2 x 500 mg
- Vitamin C 1 x 400
- Pranza 1 x 1 ampul
- Ceftriaxone 1 x 2 gr
- NaCl 0,9% 500cc per 12 jam
2.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
16
Ad Sanasionam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA KAPITIS
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang
terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder).
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki
helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak
terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh
kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan.
PATOFISIOLOGI
Berat atau ringannya suatu daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis
bergantung pada :
1. Besar dan kekuatan saat benturan
2. Arah dan tempat saat benturan
3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan
Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut, maka benturan atau trauma kepala dapat
mengakibatkan lesi otak berupa :
Lesi bentur (Coup)
Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan
otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)
Lesi kontra (counter Coup)
Lesi benturan otak dapat menimbulkan beberapa kejadian berupa :
1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS
(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari batang otak)
18
2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian
3. Peningkatan tekanan intra kranial (+ edema serebri)
4. Perdarahan berupa petechiae parenchymal sampai perdarahan besar
5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan
ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke
hemisfer sampai ke batang otak
6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi
sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis
Akibat adanya cedera otak, maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas
yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga
lebih permeabel, maka Blood Brain Barrier (sawar darah otak) pun akan terganggu, dan
terjadilah edema otak regional atau difus (vasogenik oedem serebri).
Edema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian
edema akan menyebar membesar. Edema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia, terutama
pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Bila edema serebri itu meluas
berturut-turut akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial, kemudian terjadi
kompresi dan hipoksia iskemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa
menimbulkan herniasi transtentorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.
Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakannya herniasi transtentorial dan
kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak.
Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas
mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demielinisasi difus, banyak neuron yang rusak
dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidak meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan
vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akinetic-
mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).
Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan
Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga adekuat
(TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak). Jika Tekanan
19
Intra Kranial (TIK) meninggi maka akan menekan kapiler serebral sehingga terjadi hipoksia
serebral yang difus dan mengakibatkan penurunan kesadaran.
Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi
(Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor,
sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah sistemik)
bradikardi, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.
TIK yang meninggi mengakibatkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik (PO2 menurun
dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh darah
tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2, maka CBF dan TPO akan tercukupi.
Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidak selalu terjadi. Demikian pula
jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi
tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral terganggu.
Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi
pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pons berubah cepat dan
lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan berubah
menjadi irreguler, melambat dan steatorous.
Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di
korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi serebellar
tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang minimal terhadap
sistem kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar
maka tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.
TIPE TRAUMA KEPALA
– Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater.
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal
sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan
tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga
diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga
dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak.
20
Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi
sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan
perdarahan.
– Trauma kepala tertutup
a. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang
dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata
dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,
setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang
nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan
kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala
yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang
tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa
mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan
total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,
kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya
berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa
hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca
konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini
biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat,
apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian
obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini.
21
Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-
gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang
beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa
mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis.
Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak
diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu
mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin
parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya
tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.
b. Kontusio serebri ( Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal
sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut.
Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya
adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini
dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel
endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak
karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut ekanan perfusi.
Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan
sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan
penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah
berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat
hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi
aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain
juga memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi
kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa
menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,
menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
22
Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa
menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan
atau bahkan koma.
c. Perdarahan intrakranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan
tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah
luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan
tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya
bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan
cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun
(hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara
perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma
yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya
menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak
bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial
bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan
kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia
lanjut.
HEMATOMA EPIDURAL
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens
dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat
memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul
23
beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul
lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan
dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan
sumber perdarahan.
HEMATOMA SUBDURAL
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa
terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah
terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara
perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada
kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali
diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala
neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran
perdarahan ini adalah:
1. Sakit kepala yang menetap
2. Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3. Linglung
4. Perubahan ingatan
5. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera
otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagi menjadi :
1. Minimal = simple head injury
24
- GCS = 15 (normal)
- Kesadaran baik
- Tidak ada amnesia
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
2. Cedera kepala ringan
- GCS = 13 - 15
- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit
- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
3. Cedera kepala sedang
- GCS = 9 – 12
- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam
- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis
- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam
- CT-Scan abnormal
4. Cedera kepala berat
- GCS = 5 – 8
- Penurunan kesadaran > 6 jam
- Terdapat defisit neurologi
- Amnesia pasca cedera > 24 hari
- CT-Scan abnormal
TATALAKSANA
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk
memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
25
Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala
ringan, sedang, atau berat.
1. Minimal
- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O
- Istirahat dirumah
- Kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural
2. Cedera otak ringan
- Tirah baring, kepala ditinggikan 30O
- Observasi di rumah sakit selama 2 hari
- Beri obat simptomatis
- Antibiotik (dengan indikasi)
3. Cedera otak sedang dan berat
- Terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah
- Terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK, simptomatis,antibiotik,
antiepilepsi, operasi (dengan indikasi)
- Rehabilitasi
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada
penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.
Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat
antara lain:
– Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)
– Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
– Penurunan tingkat kesadaran
– Nyeri kepala sedang hingga berat
– Intoksikasi alkohol atau obat
– Fraktura tengkorak
– Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
26
– Cedera penyerta yang jelas
– Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
– CT scan abnormal
PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu
sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh
beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer
kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih
fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak
dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika
kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.
EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme
Medical Publisher, New York,1996, 22
3. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams &
Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178
4. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
5. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
28