Upload
ricky-sunandar
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 1/13
Tuberculosis Paru yang Resisten terhadap Obat
Ricky Sunandar
10.2012.227
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
I. Pendahuluan
Penderita Tuberkulosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah
diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan
mengonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan tubuh terhadap obat tersebut. Akibatnya,
obat yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita.
Tetapi tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah
mencapai lebih dari 90 persen dan tingkat deteksi kasus baru TB jumlahnya di atas 70 persen.
Prestasi yang cukup membanggakan.
Pada tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per 100.000 penduduk,
sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk. Sedangkan
angka kematian TB pada tahun 2008 telah menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk
dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 per 100.000 penduduk.
Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus mencapai 71 persen dan angka
keberhasilan pengobatan mencapai 90 persen. TB ditemukan terjadi pada lebih dari 70 persen
penduduk usia produktif.
Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 persen dari total jumlah pasien TB
dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru di Indonesia dengan tingkat
kematian sekitar 91.000 orang namun bukan berarti tugas masyarakat Indonesia sudah selesai
dalam memerangi TB.
Kekebalan terhadap obat TB atau dikenal sebagai Multi-Drug Resistant TB (MDR-
TB) merupakan salah satu faktor penyebab masih ada sekitar 10 persen penderita TB di
Indonesia belum sembuh sempurna.
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 2/13
Pasien yang sudah terlanjur menderita MDR-TB tubuhnya akan jadi kebal terhadap
obat TB, misalnya Isoniazid (INH). Untuk pengobatannya diberikan obat lini kedua.
Pendeteksian terhadap MDR-TB yang memakan waktu dalam hitungan bulan membuat
pasien TB seringkali terlalu lama menunggu hasil tes, akibatnya pasien TB menjadi terlambat
diberi pengobatan.
II. Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Pada pasien yang datang dengan symptom tuberculosis, diagnosis kerja harus di
dukung dengan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi
atau dari daerah endemisnya. Gejala lokal: Batuk, sesak napas, hemoptisis, limfadenopati,
ruam (misalnya lupus vulgaris), kelainan rontgen toraks, atau gangguan GI. Efek
sistemik:Demam, keringat malam, anoreksia, atau penurunan berat badan.
Beberapa pertanyaan penting tentang rekam medis perjalanan penyakit juga
dianjurkan untuk ditanyakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit
sudah sejauh mana. Beberapa pertanyaan tersebut terbagi menjadi sebagai berikut :
Riwayat penyakit dahulu
-Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?
- Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?
- Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil
abnormal?
- Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes Mantoux?
- Adakah riwayat diagnosis TB?
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 3/13
Obat-obatan
- Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa
lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah
dilakukan pengawasan terapi?
Riwayat keluarga dan sosial
- Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial? Tanyakan konsumsi
alkohol, penggunaan obat intravena, dan riwayat bepergian ke luar negeri.1
Pemeriksaan Fisik
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal
adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati
37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya
120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,
frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.
Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal /
barrel chest / pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai
bagaimana cara dan pola bernapasnya, apakah normal atau tidak.
Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi area toraks, kesimetrisan toraks,
dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah pasien merasa nyeri saat
ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran yang terjadi pada dinding
toraks.
Hal yang diperiksa selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi
adalah sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Apabila terjadi
hipersonor, terjadi emfisema.3
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 4/13
Kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara
napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan sputum,tes tuberkulin, dan uji kepekaan obat.2
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif)
akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila
penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi.
Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambarannormokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; Kadar natrium darah menurun.
Pemerisaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.2
Hasil pemeriksaan darah pasien 7 bulan yang lalu adalah hemoglobin 10 g/dl,
hematokrit 30%, leukosit 9.900 l, trombosit 160.000 l, LED 70 mm/jam, dan jumlah
eritrosit yang menurun.
Pemeriksaan Radiologis
Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada:2,4
- Daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar
hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi.
- Daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh
lapangan paru.
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 5/13
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura
(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis
TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi
diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum.2
Pada pasien, didapatkan bahwa pada sputum tidak didapatkan adanya darah, sputum
berwarna hijau, dan terdapat BTA (+) 3 dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.
Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB
terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc
tuberkulin PPD ( Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate
strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU ( first
strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi
dengan 250TU ( second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif,
berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudahcukup berarti.
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 6/13
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan
kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak ( Mycobacterium tuberculose atau BCG)
tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya
akan menekankan antibodi seluler.
Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman
yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi
penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
selular dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler
dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh
antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral
paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity.
Disini peran antibodi selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif
(99.8%). Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau
terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif
palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni:
- Pasien baru 2-10 minggu terpajan TB
- Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)
- Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis
- Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
-
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya- Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 7/13
Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.2
Uji Kepekaan Obat
M. tuberculosis yang telah diasingkan harus diuji untuk kepekaan terhadap isoniazid
dan rifampin untuk mendeteksi MDR-TB, terlebih jika satu atau lebih faktor resik
teridentifikasi atau pasien pernah gagal dalam terapi atau terjadi kekambuhan setelah
pengobatan selesai. Dan lagi, uji kepekaan lebih luas untuk obat anti-TB lini kedua wajibdilakukan ketika MDR-TB ditemukan. Uji kepekaan dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung pada media padat maupun cair. Hasil didapatkan dengan cepat pada uji
kepekaan secara langsung pada media cair, dengan rata-rata waktu laporan sekitar 3 minggu.
Dengan cara tidak langsung pada media padat, hasil dapat tidak ada untuk lebih dari 8
minggu. Metode molekuler untuk identifikasi cepat pada mutasi genetik diketahui terkait
dengan resistensi terhadap rifampin dan isoniazid telah berkembang dan secara luas
dijalankan untuk screening pasien dengan resiko TB resisten obat yang meningkat.
5
Diagnosis
MDR-TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis)
Multi drug resistance TB (MDR TB) disebabkan oleh organisme yang resisten
terhadap obat anti tuberkulosis yang paling efektif, yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR TB
merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang sudah resisten terhadap obat atau timbul
saat pasien sedang terapi, namun terhenti. Fluorokuinolon merupakan golongan paling kuat di
antara obat-obat lini kedua untuk terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai resistensi
terhadap golongan fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius
dibandingkan dengan yang tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk
menjadi XDR-TB, dan memungkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.5
XDR-TB (Extensive Drug Resistant Tuberculosis)
XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti antiTBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberkulosis yang paling efektif,
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 8/13
isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah dengan resistensi terhadap
golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap satu dari tiga
obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR TB dan XDR TB
membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak resisten, dan
membutuhkan kegunaan dari obat second-line therapy yang lebih mahal dan mempunyai efek
samping yang lebih banyak dari first-line therapy.5
TDR-TB (Total Drug Resistant Tuberculosis)
Istilah 'tahan’ benar -benar obat belum jelas untuk TB. Sementara konsep 'resistensi
obat total' mudah dimengerti secara umum, dalam prakteknya, in vitro tes kerentanan
terhadap obat secara teknis menantang. XDR-TB sangat mengurangi pilihan untuk
pengobatan meskipun mereka belum dipelajari dalam kohort besar. Pilihan pengobatan untuk
pasien TB-XDR yang memiliki ketahanan terhadap lini kedua obat anti-TB tambahan bahkan
lebih terbatas.5
Epidemiologi
Lebih dari 5,8 juta kasus TB baru (baik yang pulmonal maupun ekstrapulmonal)
dilaporkan kepada World Health Organization (WHO) pada 2009; 95% kasus dilaporkan dari
negara berkembang. Namun, karena deteksi kasus yang kurang dan pemberitahuan yang tidak
lengkap, kasus yang dilaporkan hanya mewakili 63% dari keseluruhan kasus. WHO
mengestimasi bahwa 9,4 juta kasus TB baru terjadi di seluruh dunia pada 2009, 95% darinya
pada negara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta), Timur Tengah (0,7 juta), dan
Amerika Latin (0,3 juta). Diestimasikan lebih jauh bahwa 1,7 juta meninggal karena TB,
termasuk 0,4 juta pasien dengan infeksi HIV, terjadi pada 2008, 96% terjadi di negara
berkembang.5
Etiologi
Mikobakteria adalah bakteri obligat aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk
spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan
warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil "tahan-asam".
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang sangat
penting bagi manusia.
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 9/13
Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira 0,4 x 3
pm. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram-negatif. Sekali
diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, mes-
kipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenar-nya ditandai oleh sifat "tahan-asam" —
misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam-alkohol) dengan
cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat tahan-asam ini
bergantung pada integritas struktur selubung berlilin.6
Patofisiologi
Tuberkulosis menyebar dari orang-ke-orang melalui rute aerosol. Paru merupakan
tempat infeksi pertama. Sebagian besar infeksi menghilang dan menyisakan jaringan parut
lokal (kompleks primer). Infeksi dapat menyebar dari fokus primer ke seluruh tubuh
(penyebaran rnilier). Infeksi ini dapat sembuh spontan atau berkembang menjadi infeksi lokal
(misalnya meningitis). Resistensi terhadap tuberkulosis bergantung pada fungsi sel T.
Penyakit dapat mengalami reaktivasi jika imunitas menurun (diperkirakan risiko reaktivasi
sepanjang hidup adalah 10%). Pada individu immunocompromised seperti pasien yang positif
HIV, infeksi cenderung berkembang menjadi penyakit yang bergejala.
Mycobacterium tuberculosis diingesti oleh makrofag, tetapi dapat lolos dari
fagolisosom untuk kemudian bermultiplikasi dalam sitoplasma. Respon imun yang hebat
menyebabkan destruksi jaringan setempat (kavitasi pada paru) dan efek sistemik yang
diperantarai oleh sitokin (demam dan penurunan berat badan). Bermacam-macam antigen
telah diidentifikasi sebagai kemungkinan penentu virulensi, termasuk lipoarabinomanan
(menstimulasi sitokin dan superoksida dismutase (memacu kelangsungan hidup
intramakrofag).7
Penatalaksanaan
Dua tujuan dari pengobatan TB adalah (1) untuk mengganggu transmisi dengan
menjadikan pasien noninfeksius dan (2) untuk mencegah morbiditas dan kematian dengan
menyembuhkan pasien dengan TB serta mencegah terjadinya resistensi obat. Kemoterapi
untuk TB menjadi memungkinkan dengan penemuan streptomycin pada 1943. Uji klinis acak
jelas mengindikasikan bahwa administrasi dari streptomycin pada pasien TB kronikmengurangi angka mortalitas dan dapat menyembuhkan kebanyakan kasus. Namun, terapi
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 10/13
tunggal dengan streptomycin sering diasosiasikan dengan perkembangan resistensi terhadap
obat ini dan kegagalan pengobatan.
Dengan dikenalkannya asam para-aminosalicylic (PAS) pada praktek klinis dan
isoniazid, ini menjadi jelas pada 1950 awal bahwa untuk menyembuhkan TB membutuhkan
administrasi kontaminan dari paling tidak dua agen yang mana organisme tersebut rentan.
Terlebih lagi, uji klinis awal mendemonstrasikan bahwa pengobatan jangka panjang,
contohnya 12-24 bulan, dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan. Pengenalan rifampin
(rifampicin) di awal 1970 menjanjikan era dari kemoterapi jangka pendek yang efektif,
dengan durasi pengobatan kurang dari 12 bulan. Penemuan dari pyrazinamide, yang mana
digunakan pertama kali pada 1950, menambah potensi regimen dari isoniazid/rifampin
mengarah pada penggunaan 6 bulan dari regimen obat sebagai terapi standar.5
Tabel 1. Regimen Pengobatan Antituberkulosis yang Dianjurkan5
Indikasi
Fase inisial Fase lanjut
Durasi, Bulan Obat Durasi, Bulan Obat
Olesan baru atau
kasus kultur positif
2 HRZEa,b 4 HR a,c,d
Olesan baru – kasus
negatif2 HRZEa 4 HR a
Kehamilan 2 HREa 7 HR
Kekambuhan dan
standar pengobatan3 HRZESf 5 HRE
Kegagalan ____ ____ ____ ____
Resistensi terhadap H Sepanjang (6) RZE
Resistensi terhadap R Sepanjang (12-18) HZEQi
Resistensi terhadap H
+ R
Sepanjang (paling
tidak 20 bulan)
ZEQ+S (atau agen injeksi
yang lain j)
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 11/13
Resistensi terhadap
semua obat lini
pertama
Sepanjang (paling
tidak 20 bulan)
1 agen injeksi j + 3 dari 4 ini:
ethionamide, cycloserine, Q,
PAS
Intoleransi terhadap Z 2 HRE 7 HR
Keterangan : E, ethambutol; H, isoniazid; PAS, para-aminosalicyclic acid; Q, antibiotik
quinolone; R, rifampin; S, streptomycin; Z, pyrazinamide
Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2
- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy
- Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkum berat
fibrosis paru, sindrom gagal napasdewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Pencegahan
Tidak memungkinkan untuk mencegah mutasi spontan mengenai resistansi yang
terjadi secara alami pada bacilli. Hal paling penting dalam mencegah seleksi pada
subpopulasi resisten dan perkembangan dari TB resisten saat terapi adalah : (1) regimen
terapi yang tepat, (2) kualitas obat yang telah teruji, (3) jaminan kepatuhan pada terapi, dan
(4) jangan menambah obat tunggal pada regimen pengobatan yang gagal.8
Vaksinasi BCG
Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Tetapi
BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat (meningitis, tuberkulosis milier dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.9
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 12/13
Prognosis
Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT,
angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB
yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena
kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan
setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda
prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita
immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.10
III.
Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Namun
karena hal itu, banyak pasien yang menjadi tidak patuh dalam menyelesaikan regimen
pengobatan karena harga obat yang dapat terbilang mahal dan karena pasien telah merasa
lebih membaik. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan yang berujung pada
tuberkulosis yang resisten terhadap obat. Pada kasus, dapat dilihat bahwa pasien sedang
menjalani pengobatan tuberkulosis untuk yang kedua kalinya. Resistensi tuberkulosis
terhadap obat dapat saja terjadi karena kegagalan pengobatan tuberkulosis yang pertama.
IV. Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2005. h.
175.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47,
2256-7.
3. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.
4. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.
5. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison’s principles
of internal medicine ed.18. USA: McGraw Hill Professional; 2011.h.1340-53.
6. Jawetz E,Melnick J,Adelberg E. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta :EGC; 2008. h.
302-9.
7/21/2019 Tuberculosis Paru Yang Resisten Terhadap Obat
http://slidepdf.com/reader/full/tuberculosis-paru-yang-resisten-terhadap-obat 13/13
7. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Jakarta:
Erlangga;2009.h. 40-1.
8. Kaufmann S.H.E, Hahn H. Mycobacteria and TB. Switzerland: Karger Medical and
Scientific Publisher; 2003.h. 89-90.
9. Soematri ES, Uyainah A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 3. Jakarta: FK UI.
2003.h.33-881.
10. Tuberculosis, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/230802-
overview#aw2aab6b2b6, 7 Juli 2014.