6
Kisah Pengusaha Sukses dari Modal Nol Oleh : Ika Ningrum PAP 12 A / 128 314 030 Pernahkah anda membayangkan seorang tukang sapu yang bekerja membersihkan jalanan dari sampah dan dedaunan. Atau pernahkah anda membayangkan seorang tukang kuli bangunan yang harus bekerja banting tulang menghadapi panasnya terik sinar matahari demi menafkahi keluarga. Tentu saja anda tidak pernah melirik orang seperti ini. Tapi pernahkah anda berpikir orang seperti yang tersebut di atas kini menjadi seorang pengusaha sukses yang memiliki omset hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya. Mungkin anda akan terkagum-kagum atau cuma bisa melohok melihatnya. Begitulah yang terjadi pada Tri Sumono yang kini lewat perusahaan CV 3 Jaya, ia mengelola banyak cabang usaha, antara lain, produksi kopi jahe sachet merek Hootri, toko sembako, peternakan burung, serta pertanian padi dan jahe. Bisnis lainnya, penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina. Dari berbagai lini usahanya itu, ia bisa meraup omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Pria kelahiran Gunung Kidul, 7 Mei 1973, ini mengaku tak pernah berpikir hidupnya bakal enak seperti sekarang. Terlebih ketika ia mengenang masa-masa awal kedatangannya ke Jakarta. Mulai merantau ke Jakarta pada 1993, pria yang hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA) ini sama sekali tidak memiliki keahlian. Ia nekat mengadu nasib ke Ibu Kota dengan hanya membawa tas berisi kaus dan ijazah SMA. Untuk bertahan hidup di Jakarta, ia pun tidak memilih-milih pekerjaan. Bahkan, pertama bekerja di Jakarta, Tri menjadi buruh bangunan di Ciledug, Jakarta Selatan. Namun, pekerjaan kasar itu tak lama dijalaninya. Tak lama menjadi kuli bangunan, Tri mendapat tawaran menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia di Palmerah, Jakarta Barat. Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung diambilnya. “Pekerjaan sebagai tukang sapu

Tugas 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas 1

Kisah Pengusaha Sukses dari Modal NolOleh : Ika Ningrum

PAP 12 A / 128 314 030

Pernahkah anda membayangkan seorang tukang sapu yang bekerja membersihkan jalanan dari sampah dan dedaunan. Atau pernahkah anda membayangkan seorang tukang kuli bangunan yang harus bekerja banting tulang menghadapi panasnya terik sinar matahari demi menafkahi keluarga. Tentu saja anda tidak pernah melirik orang seperti ini. Tapi pernahkah anda berpikir orang seperti yang tersebut di atas kini menjadi seorang pengusaha sukses yang memiliki omset hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya. Mungkin anda akan terkagum-kagum atau cuma bisa melohok melihatnya.

Begitulah yang terjadi pada Tri Sumono yang kini lewat perusahaan CV 3 Jaya, ia mengelola banyak cabang usaha, antara lain, produksi kopi jahe sachet merek Hootri, toko sembako, peternakan burung, serta pertanian padi dan jahe. Bisnis lainnya, penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina.

Dari berbagai lini usahanya itu, ia bisa meraup omzet hingga Rp 500 juta per bulan. Pria kelahiran Gunung Kidul, 7 Mei 1973, ini mengaku tak pernah berpikir hidupnya bakal enak seperti sekarang. Terlebih ketika ia mengenang masa-masa awal kedatangannya ke Jakarta. Mulai merantau ke Jakarta pada 1993, pria yang hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA) ini sama sekali tidak memiliki keahlian.

Ia nekat mengadu nasib ke Ibu Kota dengan hanya membawa tas berisi kaus dan ijazah SMA. Untuk bertahan hidup di Jakarta, ia pun tidak memilih-milih pekerjaan. Bahkan, pertama bekerja di Jakarta, Tri menjadi buruh bangunan di Ciledug, Jakarta Selatan. Namun, pekerjaan kasar itu tak lama dijalaninya. Tak lama menjadi kuli bangunan, Tri mendapat tawaran menjadi tukang sapu di kantor Kompas Gramedia di Palmerah, Jakarta Barat. Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung diambilnya. “Pekerjaan sebagai tukang sapu lebih mudah ketimbang jadi buruh bangunan,” jelasnya.Lantaran kinerjanya memuaskan, kariernya pun naik dari tukang sapu menjadi office boy. Dari situ, kariernya kembali menanjak menjadi tenaga pemasar dan juga penanggung jawab gudang.

Pada tahun 1995, ia mencoba mencari tambahan pendapatan dengan berjualan aksesori di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu, Tri sudah berkeluarga dengan dua orang anak. Selama empat tahun Tri Sumono berjualan produk-produk aksesori, seperti jepit rambut, kalung, dan gelang di Jakarta. Berbekal pengalaman dagang itu, tekadnya untuk terjun ke dunia bisnis semakin kuat. “Saya dagang aksesori seperti jepit rambut, kalung, dan gelang dengan modal Rp 100.000,” jelasnya. Setiap Sabtu-Minggu, Tri rutin menggelar lapak di Stadion Gelora Bung Karno. Dua tahun berjualan, modal dagangannya mulai terkumpul lumayan banyak. Dari sanalah ia kemudian berpikir bahwa berdagang ternyata lebih menjanjikan ketimbang menjadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Makanya, pada tahun 1997, ia memutuskan mundur dari pekerjaannya dan fokus untuk berjualan.

Page 2: Tugas 1

Berbekal uang hasil jualan selama dua tahun di Gelora Bung Karno, Tri berhasil membeli sebuah kios di Mal Graha Cijantung. Tahun 1999, ada seseorang yang menawar kios beserta usahanya dengan harga mahal. Mendapat tawaran menarik, Tri kemudian menjual kiosnya itu. Dari hasil penjualan kios ditambah tabungan selama ia berdagang, ia kemudian membeli sebuah rumah di Pondok Ungu, Bekasi Utara. Di tempat baru inilah, perjalanan bisnis Tri dimulai.

Pengalaman berjualan aksesori sangat berbekas bagi Tri Sumono. Ia pun merintis usaha toko sembako dan kontrakan. Sejak itu, naluri bisnisnya semakin kuat. Saat itu, ia langsung membidik usaha toko sembako. Ia melihat, peluang bisnis ini lumayan menjanjikan karena, ke depan, daerah tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan ramai. “Tapi tahun 1999, waktu saya buka toko sembako itu masih sepi,” ujarnya.

Namun, Tri tak kehabisan akal. Supaya kawasan tempatnya tinggal kian ramai, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini diperuntukkan bagi pedagang keliling, seperti penjual bakso, siomai, dan gorengan. Selain mendapat pemasukan baru dari usaha kontrakan, para pedagang itu juga menjadi pelanggan tetap toko sembakonya

Seiring berjalannya waktu, naluri bisnisnya semakin kuat. Tahun 2006, Tri melihat peluang bisnis sari kelapa. Tertarik dengan peluang itu, ia memutuskan untuk mendalami proses pembuatan sari kelapa. Dari informasi yang didapatnya diketahui bahwa sari kelapa merupakan hasil fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylium. Untuk keperluan produksi sari kelapa ini, ia membeli bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. “Tahap awal saya membuat 200 nampan sari kelapa,” ujarnya. Sari kelapa buatannya itu dipasarkan ke sejumlah perusahaan minuman. Beberapa perusahaan mau menampung sari kelapanya. Tetapi, itu tidak lama. Lantaran kualitas sari kelapa produksinya menurun, beberapa perusahaan tidak mau lagi membeli. Ia pun berhenti memproduksi dan memutuskan untuk belajar lagi.

Setelah melalui serangkaian uji coba dengan hasil yang bagus, Tri pun melanjutkan kembali produksi sari kelapanya. Saat itu, ia langsung memproduksi 10.000 nampan atau senilai Rp 70 juta. Hasilnya lumayan memuaskan. Beberapa perusahaan bersedia menyerap produk sari kelapanya. Sejak itu, perjalanan bisnisnya terus berkembang dan maju.

Demikian kisah motivatif tentang Tri Sumono yang membuktikan bahwa dengan ketekunan dan kerja keras pasti bisa meraih setiap apa yang di impikan dan cita-citakan. Semoga kisah di atas bisa menjadi sebuah isnpirasi bagi kita semua. (WS/PP)

Sumber : http://majalahinovasi.com/kisah-pengusaha-sukses-dari-modal-nol/

Page 3: Tugas 1

Analisis

1. Apa yang dimaksud dengan wirausaha ?

Jawab : Menurut saya pengertian wirausaha adalah orang yang mampu melihat peluang-

peluang bisnis yang ada di sekitarnya sehingga bisa menciptakan lapangan kerja sendiri

2. Bagaimanakah ciri-ciri seorang wirausaha ?

Jawab :

1) Mempunyai keberanian untuk mengambil resiko dalam menjalankan usahanya, untuk

mengejar keuntungan yang merupakan imbalan dari hasil kerja kerasnya.

2)   Mempunyai daya kreasi yang tinggi, imajinasi dan kemampuan yang sangat tinggi

untuk menyesuaikan diri dengan keadaaan.

3)   Mempunyai semangat dan kemauan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi

4)   Selalu mengutamakan efisiensi dan penghematan biaya

5)   Mempunyai kemampuan untuk menarik bawahan dan partner usaha yang mempunyai

kemampuan tinggi

6)    Mempunyai cara analisis yang tepat, sistematis dan metodologis

7)    Tidak konsumtif, selalu menanamkan kembali keuntungan yang diperoleh, baik untuk

Memperluas usaha yang sudah ada dan menanamkannya pada usaha-usaha yang baru

8)    Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menilai kesempatan yang ada, dalam membawa

Teknik-teknik baru yang mengorganisasi usaha-usahanya secara efektif dan efisien

3. Dimana letak inspiratif untuk menjadi wirausaha sukses dari kisah yang saudara angkat?

Jawab : Letak inspiratif dari cerita diatas adalah bahwa bekerja di perusahaan tidak menjamin

seseorang itu sukses, maka berwirausahalah pilihan yang tepat untuk membawa

seseorang itu menuju kesuksesan. Disamping itu saya juga mengagumi sikap Pak Tri

Sumono yang gigih, ulet dan tidak pernah putus asa untuk mencoba berbagai hal

untuk meraih kesuksesan, mulai dari menjadi tukang sapu,berjualan aksesoris, hingga

Page 4: Tugas 1

berwirausaha memproduksi sari kelapa yang omsetnya bisa mencapai

ratusan juta rupiah per bulan. Dengan semangatnya yang luar biasa yang pantang

menyerah dan tidak pernah takut untuk mencoba hal-hal barulah yang membuat hati

saya tergerak untuk Mencoba berwirausaha seperti Pak Tri Sumono.