73
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU Makalah Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu Dibimbing oleh : DR. Waspodo Tjipto S., M.Pd Disusun oleh : Anik Mauliana PE 13 B / 13080554086 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas akhir filsafat ilmu

Citation preview

Page 1: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

TUGAS AKHIR

FILSAFAT ILMU

Makalah

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dibimbing oleh : DR. Waspodo Tjipto S., M.Pd

Disusun oleh :

Anik Mauliana

PE 13 B / 13080554086

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

S1 PENDIDIKAN EKONOMI

2014

Page 2: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada sang Kholiq yang tak pernah letih

ataupun tidur dalam mengurus semua makhluk-Nya yang berada di langit maupun di bumi.

Dialah Allah SWT, tuhan semesta alam dengan kekuasaan yang meliputi langit beserta isinya

dan bumi beserta isinya pula. Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, maka penulis dapat

menyelesaikan makalah mengenai Ringkasan buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar

Populer karangan Jujun S. Suriasumantri yang tentunya masih jauh dari kata sempurna ini.

Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada makhluk paling mulia di muka bumi

ini. Makhluk yang diutus untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia di bumi. Dialah

baginda besar, rasul agung, Rasulullah SAW. Semoga syafaat beliau senantiasa tercurah

kepada para umatnya yang setia mengikuti jejaknya sampai akhir hayat nanti. Serta shalawat

untuk keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau.

Penulis juga ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu

yaitu DR. Waspodo yang telah sabar membimbing penulis dalam memperoleh materi serta

penulis juga harapkan agar kiranya bapak dosen dapat memberikan masukan-masukan bagi

kurangnya kelengkapan dalam makalah yang penulis buat ini.

Penulis juga berharap bahwa apa yang sudah penulis tulis dapat bermanfaat bagi

teman-teman pembaca dalam memperoleh pengetahuan tentang Filsafat Ilmu. Dan jika ada

masukan, sekiranya tak segan untuk menambahkan supaya penulis dapat memperbaiki

kesalahan dan kekurang dalam makalah ini.

Penulis

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 2

Page 3: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... 2

Daftar Isi ................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Identitas Buku ..................................................................................................... 4

1.2. Identitas Pengarang ...................................................................................... 4

BAB II RINGKASAN BUKU

2.1. Bab I ...........................................................................................................6

2.2. Bab II ...........................................................................................................11

2.3. Bab III ...........................................................................................................15

2.4. Bab IV ...........................................................................................................18

2.5. Bab V ...........................................................................................................24

2.6. Bab VI ...........................................................................................................31

2.7. Bab VII ...........................................................................................................34

2.8. Bab VIII...........................................................................................................39

2.9. Bab IX ...........................................................................................................42

2.10. Bab X ...........................................................................................................46

BAB III ANALISIS ISI BUKU

3.1. Kesimpulan ................................................................................................47

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 3

Page 4: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. IDENTITAS BUKU

Judul Buku : FILSAFAT ILMU “SEBUAH PENGANTAR POPULER”

Pengarang : Jujun S. Suriasumantri

Tebal Buku : 384 halaman

Jumlah Bab : 10 bab

Desain Sampul : Natasa T.

Dicetak oleh : PT. Penebar Swadaya

Diterbitkan oleh : Pustaka Sinar Harapan, Anggota Ikapi, Jakarta

Tahun Cetak : 2010

1.2. IDENTITAS PENGARANG

Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu dan Berpikir Sistem (System Thinking) pada

Fakultas Pasca-Sarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), ini dikenal juga sebagai ahli

perencanaan pendidikan. Mantan Pembantu Rektor I IKlP Jakarta (UNJ) ini terbilang

kreatif menulis. Bukunya, Ilmu dalam Perspektif, dan System Thinking sangat

diminati banyak pembaca. Buku yang telah diterbitkan adalah ilmu dalam perspektif

(Jakarta: Gramedia, 1978), System Thinking (Bandung: Binacipta, 1981) dan A

Lesson from Experience (Bandung : Binacipta, 1984).

Pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 9 April 1940, ini akrab dipanggil

Yuyun. Suami dari Nina Dachliana dan ayah dari Donni Iqbal, ini memperoleh gelar

doktor bidang perencanaan pendidikannya dari Universitas Harvard, AS, dengan

disertasi: The Utilities of PPBS and Organization Development for Educational

Development Planning (1975). Gelar doktor itu diraihnya enam tahun setelah

menyelesaikan pendidikan S1 dari IPB Bogor (1969). Putera sulung dari tujuh

bersaudara ini menikmati masa kecil dan remajanya di Bandung. Di kota Kembang ini

dia menyelesaikan pendidikan SD (1952), SMP (1955) dan SMA (1958).

Saat mahasiswa, dia aktif sebagai seorang aktivis kampus. Ketika Bung Karno

meraih gelar Honons Causa dari UI, awal 1960-an, Jujun tampil sebagai dirigen Orkes

Simfoni IPB membawakan Barcarolle ciptaan J. Offenbach. Namun beberapa tahun

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 4

Page 5: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

kemudian, ia turut memimpin mahasiswa ke DPRGR menuntut turunnya Soekarno

dari kursi kepresidenan.

Mantan Pembantu Rektor I IKIP Jakarta (1984), Ketua Program Doktor IKIP

Jakarta (1983) dan Pembantu Dekan I Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta (1980), ini

juga mengajar di Dosen Seskoal (1981) dan Lemhanas (1982).

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 5

Page 6: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

BAB II

RINGKASAN BUKU

2.1. BAB I “KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT”

2.1.1. Ilmu dan Fisafat.

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa

ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk

mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat

berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam

kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.

Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus

terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.

Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri:

apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang

hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang

bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang

benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah?

Mengapa kita mempelajari ilmu? Apakah kegunaannya sebenarnya?

Berfilsafat juga berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan

yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang

seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan

di batas manakah dia berhenti? Kemanakah saya harus berpaling di batas

ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kegunaan ilmu?

Apakah Filsafat ?

Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi

sedang tengadah ke bintang-bintang. Adapun karakteristik berpikir filsafat adalah

menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.

Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.

Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut

sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya atau

absurd? Adakah hukum yang mengatur alam dan segenap satwa 2 kehidupan?

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 6

Page 7: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Sekarang kita sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai

dengan spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran

yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan.

Filsafat : Peneratas Pengetahuan

Filsafat dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk

pendaratan pasukan infanteri. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak

bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu

sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.

Nama asal fisika adalah filsafat alam dan nama asal ekonomi adalah filsafat

moral. Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu maka terdapat taraf peralihan.

Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit,

tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Walaupun demikian dalam taraf ini

secara konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Pada

tahap peralihan ilmu masih mendasarkan kepada norma yang seharusnya,

sedangkan dalam tahap terakhir ini, ilmu mendasarkan kepada penemuan alamiah

sebagaimana adanya. Auguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan

pengetahuan tersebut di atas kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Dalam

tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu

merupakan deduksi atau penjabatan dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai

berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek

penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem

pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Tahap ketiga adalah tahap

pengetahuan ilmiah, (ilmu) dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara

positif dalam proses verifikasi yang obyektif.

Bidang Telaah Filsafat

Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala

masalah yang dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya

menjawab sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab

masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja setiap

kurun zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu.

Dalam masa-masa mendatang maka yang akan menjadi perhatian kemungkinan

besar filsafat moral yang berkaitan dengan ilmu.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 7

Page 8: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu :

Halo, siapa kau? Kadang kurang disadari bahwa tiap-tipa ilmu mempunyai

asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian

keilmuannya. Manusia adalah Homo oeconomicus bagi manajemen yang

tujuannya menelaah kerja sama antarmanusia? Apakah motif ekonomis yang

mendorong seseorang untuk ikut menjadi sukarelawan memberantas kemiskinan

dan kebodohan? Mengkaji permasalahan manajemen dengan asumsi dalam

manusia dalam kegiatan ekonomis akan mnyebabkan kekacauan dalam analisis

yang bersifat akademik. Demikian pula mengkaji permasalahan ekonomi

dengan asumsi manusia yang lain di luar makhluk ekonomi, akan menjadikan

ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur, sekian ratus tahun ke abad

pertengahan.

Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada: tentang

hidup dan eksistensi manusia. Apakah hidup ini sebenarnya? Apakah hidup itu

sekadar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak? Dan nasib adalah

bagaikan sibernetik dengan umpan balik pilihan probabilistik. Ataukah hidup ini

sama sekali absurd, tanpa arah tanpa bentuk, bagaikan amuba yang berzigzag?

Tahap yang ketiga, skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah

tingkat “tinggi”, dimana seorang ilmuwan bicara panjang lebar tentang suatu

penemuan ilmiah dalam risetnya. Tugas utama filsafat, kata Wittgenstein

bukanlah mengahasilkan sesusun pertanyaan filsafati, melainkan menyatakan

sebuah pernyataan sejelas mungkin. Dengan demikian maka epistemologi dan

bahasa merupakan gumulan utama para filsuf dalam tahap ini.

Cabang-cabang Filsafat

Cabang-cabang filsafat antara lain:

1) Epistemologi (Filsafat pengetahuan);

2) Etika (Fisalfat moral);

3) Estetika (Filsafat seni);

4) Metafisika;

5) Politik (Filsafat pemerintahan);

6) Filsafat Agama;

7) Filsafat ilmu;

8) Filsafat pendidikan;

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 8

Page 9: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

9) Filsafat Hukum;

10) Filsafat sejarah;

11) Filsafat matematika.

Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan)

yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu

merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun

secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan

ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang

bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam

dan filsafat ilmu-ilmu sosial.

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab

beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:

Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek

tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia

(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang

berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan

agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran

itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita

dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana

kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?

Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi

metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional?

Semua pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan apa saja pada

dasarnya mempunyai ketiga landasan itu. Yang berbeda adalah materi

perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek ini

diperkembangkan dan dilaksanakan. Pengertian ilmu sebagai disiplin yakni

pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainannya

dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 9

Page 10: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-

pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang

dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan

pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud

dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan

ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan

yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Ilmu dikacaukan dengan

seni, ilmu dikonfrontasikan dengan agama, bukankah tak ada anarki yang lebih

menyedihkan dari itu?

Kerangka Pengkajian Buku

Pembahasan buku ini ditunjukan kepada orang awam yang ingin

mengetahui aspek kefilsafatan dari bidang keilmuan dan bukan ditujukan

kepada mereka yang menjadikan filsafat ilmu sebagai bidang keahlian. Pada

dasarnya buku ini mencoba membahas aspek ontologis, epistimologis dan

aksiologis keilmuan sambil membandingkan dengan beberapa pengetahuan lain.

Dalam kaitan-kaitan ini akan dikaji hakikat beberapa saran berpikir ilmiah

yakni, bahasa, logika, matematika dan statistika. Setelah itu dibahas beberapa

aspek yang berkaitan erat dengan kegiatan keilmuan seperti aspek moral, sosial,

pendidikan dan kebudayaan. Akhirnya buku ini ditutup dengan pembahasan

mengenai struktur penelitian dan penulisan ilmiah dengan harapan agar dapat

membantu mereka yang berkarya dalam bidang keilmuan.

Tujuan utama dari buku ini adalah pengenalan secara menyeluruh. Salah

satu tujuan yang ingin dicapai dengan penerbitan buku ini ialah agar masyarakat

tergerak hatinya untuk mencintai filsafat. Materi filsafat ilmu yang terkandung

dalam buku ini merupakan kompromi ekletik dari berbagai aliran yang hidup

dalam pemikiran filsafat.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 10

Page 11: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.2. BAB II “DASAR-DASAR PENGETAHUAN”

2.2.1. Penalaran

Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan

pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik

manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan setelah itu

manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini.

Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan

kelangsungan hidup ini. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia dua

hal untama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu

mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi

informasi tersebut. Sebab kedua, adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur

kerangka berpikir tertentu.

Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan

pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang

mampu menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses

penalaran; sebab berpikir pun tidak semuanya berdasarkan penalaran

2.2.2. Hakikat Penalaran

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu

kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan

yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, tetapi

tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.

Jadi penalaran adalah kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik

tertentu dalam menemukan kebenaran. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka

penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :

1) Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu

proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai

kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain,

menurut logika tertentu.

2) Proses berfikirnya bersifat analitik.

Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan

diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk

analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 11

Page 12: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan

pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar

kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Perasaan

adalah suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Intuisi

adalah suatu kegiatan berpikir yang nonanalitik yang tidak mendasarkan diri

pada pola pikir tertentu. Jadi secara luas dapat kita katakan bahwa cara berpikir

masyarakat dapat dikategorikan kepada cara berpikir analitik yang berupa

penalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang berupa intuisi dan perasaan.

2.2.3. Logika

Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses

penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan

kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas logika didefinisikan sebagai

“pengkajian untuk berpikir sacara sahih”. Cara penarikan kesimpulan

berdasarkan penalaran ilmiah, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika

induktif merupakan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata

(khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum, sedangkan logika deduktif

merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus

yang bersifat individual (khusus). Penarikan kesimpulan secara deduktif

menggunakan pola berpikir silogisme. Disusun dari dua buah pertanyaan dan

sebuah kesimpulan.

Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik dari suatu kesimpulan yang

bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara

induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang

mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi

yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat

umum ini penting yang artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan

yang pertama ialah bersifat ekonomis. Yang kedua adalah dimungkinkan proses

penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.

Secara Induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat

disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Deduktif adalah cara

berpikir dimana dari pernyataan yang umum ditarik kesimpulan yang bersifat

khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola

berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 12

Page 13: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus

disebut premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis

minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran

deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.

2.2.4. Sumber Pengetahuan

Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk

mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri

kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum

rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme

sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan

paham yang disebut dengan empirisme.

Kaum rasionalis beranggapan bahwa pengetahuan didapatkan lewat

penalaran rasional yang abstrak. Masalah yang timbul dari cara berpikir ini

adalah mengenai kriteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang

menurut seorang adalah jelas dan dapat dipercaya.

Kaum empirisme pengetahuan manusia didapatkan lewat bukti konkret.

Masalah utama yang timbul ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu

cenderung untuk menjadi kumpulan suatu fakta-fakta. Masalah yang kedua

adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan

pengetahuan dan pancaindera sebagai alat yang menangkapnya.

Selain rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan

pengetahuan yaitu intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang

didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Suatu masalah dalam

pikiran namun menemui jalan buntu, tiba-tiba saja muncul di benak kita yang

lengkap dengan jawabannya dan kita merasa yakin bahwa itulah jawabannya

namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya kita sampai ke sana.

Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Wahyu merupakan

pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada para nabi dan rasul-rasulnya.

2.2.5. Kriteria Kebenaran

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 13

Page 14: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

1) Paham Koherensi.

Sesuatu yang dianggap benar apabila pernyataan dan kesimpulan

konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang terdahulu yang telah

dianggap benar. Teori ini disebut teori koherensi. Atau dapat

disimpulkan bahwa teori koherensi adalah suatu pernyataan dianggap

benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan

pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Ahli filsafat

yang mengembangkan teori koherensi, diantaranya Plato (427- 347 SM)

dan Aristoteles (384- 322 SM).

2) Paham Korespondensi ( Bertrand Russell ( 1872-1970 )

Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan benar adalah

benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu

berkorespondensi ( berhubungan ) dengan obyek yang dituju oleh

pernyataan tersebut.

3) Paham Pragmatisme ( Charles S. Peirce 1839-1914 ).

Bagi kaum pragmatisme kebenaran adalah suatu pernyataan diukur

dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam

kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan adalah benar, jika

pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai

kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

2.3. BAB III “ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI”

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 14

Page 15: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.3.1. Metafisika

Metafisika dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki apa hakikat di

balik alam nyata ini. Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini

merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran

ilmiah.

Beberapa Tafsiran Metafisika

Supernaturalisasi adalah paham yang menyatakan bahwa terdapat ujud-ujud

bersifat gaib (supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih

kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.

Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa gjala-gejala alam

tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh

kekuatan yang tedapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan

demikian dapat kita ketahui. Dikembangkan oleh Democritos (460-370 S.M.)

Disini kaum mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik. Kaum mekanistik

melihat gejala alam hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan

bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara

subtantif dengan proses tersebut diatas.

Aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara

pikiran dan zat: mereka hanya berbeda dalam gejala yang disebabkan proses

yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak

oleh penganut paham dualistik. Dipelopori oleh Thomas Hyde (1700)

sedangkan monisme dipelopori oleh Christian Wolf (1679-1754). Dalam

metafisika maka penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran

yang bagi mereka berbeda sui generis secara substantif.

Jadi pada dasarnya tiap ilmuwan boleh mempunyai filsafat individual yang

berbeda-beda. Titik pertemuan kaum ilmuwan dari semua ini adalah sifat

pragmatis dari ilmu.

2.3.2. Asumsi

Asumsi merupakan dugaan-dugaan sementara yang belum jelas

kebenarannya, karena belum ada fakta pendukung yang valid. Ilmu sebagai

pengetahuan yang berfungsi membantu dalam memecahkan masalah praktis

sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti halnya agam. Walaupun

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 15

Page 16: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

demikian sampai tahap tertentu ilmu memiliki keabsahan dalam melakukan

generalisasi.

Determinisme, probabilistik dan pilihan bebas merupakan permasalahan

filsafati yang rumit namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek ini akan sulit

bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik.

Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton ( 1788-1856 )

dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa

pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang

bersifat universal. Aliran ini merupakan lawan dari fatalisme yang menyatakn

bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang ditetapkan lebih dahulu.

2.3.3. Peluang

Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan

pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar

bagi saudara untuk mengambil keputusan, dimana keputusan saudara harus

didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.

Berdasarkan teori keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti

mengenai suatu kejadian. Yang ada adalah kesimpulan yang probabilistik.

2.3.4. Beberapa Asumsi dalam Ilmu

Suatu permasalahan kehidupan tidak bisa dianalisis secara cermat dan

saksama hanya oleh satu disiplin keilmuan saja. Dalam mengembangkan asumsi

kita harus perhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi ini harus relevan dengan

bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi harus operasional dan

merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan

dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keaadaan yang seharusnya.

Asumsi yang pertama adalah mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi yang

kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral.

2.3.4. Batas-batas Penjelajahan Ilmu

Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti

dibatas pengalaman manusia. Hal ini dikarenakan berbagai hal yang terjadi

sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi sesudah kematian kita,

kesemuanya merupakan di luar penjelajahan dari ilmu. Fungsi dari ilmu sendiri

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 16

Page 17: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat bantu manusia dalam

menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia

juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu harus

teruji kebenarannya secara empiris. Dalam batas manusia ilmu ini hanya

berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Untuk itu

pahamilah salah satu dari cabang-cabang ilmu supaya profesional dan mencoba

untuk menginterdisiplinkan ilmu-ilmu lain agar lebih paham tentang dimana

disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin seseorang dimulai. 

Cabang-Cabang Ilmu

Terdapat sekitar 650 cabang keilmuan di masa sekarang dan pada dasarnya

cabang keilmuan tersebut berkembang dari cabang utama yaitu filsafat alam

yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural science ) serta

filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu sosial (the

social science). Dari cabang ilmu sosial ini terdapat cabang lagi yaitu

antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat),

psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), ekonomi

(mempelajari manusia dalam memenuhi kehidupannya), soiologi (mempelajari

struktur organisasi sosial manusia), dan ilmu politik (mempelajari sistem dan

proses kehidupan manusia dalam pemerintahan dan bernegara). Kemudian

contohnya dari cabang ilmu antropologi bisa terbagi menjadi lima yakni

arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi, dan antropologi sosial.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 17

Page 18: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.4. BAB IV “EPISTEMOLOGI : CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN

YANG BENAR”

2.4.1 Jarum Sejarah Pengetahuan

Pada paktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep dasar. Semua

meyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidk

terdapat jarak antara objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang

satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan

fundamental dengan berkembangnya abad.

Konsep dasar pengetahuan waktu dulu adalah kriteria kesamaan bukan

perbedaan. Tetapi setelah berkembangnya abad penalaran pada pertengahan

abad ke 17 konsep dasarnya berubah dari kesamaan kepada perbedaan berbagai

pengetahuan yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan

konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai

dibeda-bedakan berdasarkan apa yang diketahuai, bagaimana cara mengetahui

dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan.

2.4.2. Pengetahuan

Pengetahuan pada hakekatmya merupakan segenap apa yang kita ketahui

tentang suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu

merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping

berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni dan agama. Pengetahuan

merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung

turut memperkaya kehidupan kita.

Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri spesifik

mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi) dan untuk apa (aksiologi)

pengetahuan tersebut disusun. Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan

terbatas pada lingkup pengalaman kita. Usaha untuk mengetahui gejala ualam

sudah dimulai sejak dulu kala melalui mitos. Tahap selanjutnya yaitu dengan

mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis dan berakar

pada pengalaman berdasarkan akal sehat yang didukung oleh metode mencoba-

coba. Perkembangan ini menyebabkan tumbuhnya pengetahan yang disebut seni

terapan. Akal sehat dan coba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha

manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 18

Page 19: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara

kritis mempertanyakan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Lalu

berkembang lagi kearah empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang

benar itu didasarkan kepada kenyataan pengalaman.Jika ilmu mencoba

mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan

mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah

hubungan yang bersifat rasional, maka seni (paling tidak seni sastra), mencoba

mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi bermakna bagi

pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia

untuk menangkapnya, seperti pikiran emosi dan pancaindra.

2.4.3. Metode Ilmiah

Metode Ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang

disebut ilmu. Jadi ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan

disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya

harus memenuhi syarat tertentu. Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan

dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.

Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran, sehingga

pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta

oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan

tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat

diandalkan.

Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir

deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Proses

kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika manusia mengamati

sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses

berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan yang

bereksistensi dalam dunia empiris pula.

Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari

jawaban pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri

dengan fakta pula, apapun juga teori yang menjembataninya (Einstein).

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara

secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 19

Page 20: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang

dijelaskannya. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu:

1) Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek

empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-

faktor yang terkait didalamnya.

2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang

merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin

terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk

kontelasi permasalahan.

3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan

terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan

kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang

relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk meperlihatkan apakah

terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.

5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah

hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.

Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat

disebut ilmiah. Langkah-langkah yang telah kita sebutkan diatas harus dianggap

sebagai patokan utama dimana dalam penelitian yang sesungguhnya mungkin

saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang

diteliti.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang

disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Jadi pad

hakikatnya suatu hipotesis dapat diterima kebenarannya selama tidak didapatkan

fakta yang menolak hipotesis tersebut. Hal ini membawa dimensi baru kepada

hakikat ilmu yakni sifat pragmatis dari ilmu. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari

kebenaran absolut melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam

tahap perkembangan tertentu.

Metode ilmiah pada dasarnya adalah sama bagi semua disiplin keilmuan.

Bila pun terdapat perbedaan maka perbedaan tersebut sekadar terletak pada

aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek

metodologisnya.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 20

Page 21: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak

termasuk kedalam kelompok ilmu. Meskipun demikian beberapa aspek dari

pengetahuan tersebut dapat menerapkan metode ilmiah dalam pengkajiannya.

Penelitian yang lebih bersifat kualitatif ini biasanya diikuti oleh penelitian yang

bersifat kuantitatif dengan penerapan metode ilmiah sepenuhnya.

Penelitian merupakan pencerminan secara kongkret kegiatan ilmu dalam

memproses pengetahuannya. Struktur berpikir yang melatarbelakangi langkah-

langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan. Langkah-langkah

penelitian yang mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan

serta untuk apa hasil penelitian digunakan adalah koheren dengan landasan

ontologis, epistemologis, dan aksiologis keilmuan. Dengan demikian maka

pengetahuan filsafati yang bersifat potensial secara kongkret memperkuat

kemampuan ilmuwan dalam melakukan kegiatan ilmiah secara operasional.

Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dapat dibandingkan

dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan

cepat. Salah satu faktor yang mendorong adalah faktor sosial dari komunikasi

ilmiah dimana penemuan individual segera dapat ditemui dan dikaji oleh

anggota masyarakat ilmuwan lainnya.

Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi ilmiah antarilmuwan

dilakukan secara korespondensi pribadi serta publikasi makalah atau pamflet

sewaktu-waktu. Laporan pertemuan ilmiah dari the Royal Society muncul

pertama kali pada tahun 1664. Setelah ini maka komunikasi dan kerja sama

antarilmuwan dalam bentuk kelembagaan, himpunan dan penerbitan juernal

berkembang dengan pesat.

Dengan demikian maka ilmu berkembang dengan cepat dalam dinamika

yang dipercepat karena penemuan yang satu akan menyebabkan penemuan-

penemuan yang lainnya. Diperkirakan ilmu berkembang dua kali lipat tiap

jangkah waktu sepuluh tahun. Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan

yang satu didasarkan kepada penemuan-penemuan sebelumnya.

2.4.4. Struktur Pengetahuan Ilmiah

Pengetahuan yang di proses menurut metode ilmiah merupakan

pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan dan dapat disebut

pengetahuan ilmiah atau ilmu. Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah mempunyai

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 21

Page 22: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

tiga fungsi yakni menjelaskan, merencanakan dan mengontrol. Sebuah teori

pada umumnya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya merupakan

pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam

suatu kaitan sebab akibat. Makin tinggi keumuman konsep maka makin tinggi

teoritis konsep tersebut. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum

harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi atau secara idealnya harus

bersifat universal. Dalam ilmu sosial untuk meramalkan menggunakan metode

proyeksi, pendekatan struktural, analisis kelembagaan atau tahap-tahap

perkembangan. Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru

yang sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan penelitan murni atau

penelitian dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan

pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidpan

yang bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.

Struktur Pengetahuan Ilmiah:

1) Teori yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan

mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Sebuah teori

biasanya terdiri dari hukum-hukum.

2) Hukum yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua

variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.

3) Prinsip yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum

bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian

yang terjadi.

4) Postulat yang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima

tanpa dituntut pembuktiannya. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui

prosedur metode keilmuan melainkan ditetapkan secara begitu saja.

Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang baru yang

sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan penelitian murni atau penelitian

dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan

ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang

bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 22

Page 23: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.5. BAB V “SARANA BERPIKIR ILMIAH”

2.5.1. Sarana Berpikir Ilmiah

Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.

Tersedianya sarana tersebut memungkinkan melakukan penelaahan ilmiah

secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan

suatu hal yang bersifat imperative bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai

sarana ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan

ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah-langkah

yang ditempuh perlulah juga dilakukan dengan sarana-sarana yang tertentu pula.

Oleh sebab itu sebelum kita mempelajari-sarana-sarana berpikir ilmiah alngkah

baiknya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut,

sarana ilmiah juaga memiliki fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah.

Dalam mempelajari sarana berpikir ilmiah seolah-olah kita mempelajari

berbagai cabang ilmu yang ada, Adapaun hal ini ada dua yang harus

diperhatikan. Pertama, sarana ilmiah merupakan kumpulan pengetahuan yang

didapatkan bersasarkan metode ilmiah. Seperti yang diketahui karakteristik dari

ilmu pada umumnya dalam penggunaan berpikir induktif dan deduktif dalam

mendapatkan pengetahuan. Dan yang kedua, tujuan mempelajari saerana ilmiah

adalah untuk menelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari

ilmu dimaksudkan agar kita mendapatkan pegetahuan yang memungkinkan kita

dapat menyelesaikan masalah-masalah kita sehari-hari. Sebab fungsi sarana

ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu

sendiri.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka

diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, statistika. Ditinjau

dari dari pola berpikirnya maka ilmu merupaka gabungan antara berpikir

induktif dan deduktif. Seperti halnya bahasa sangat diperlukan sekali dalam

berkembangnya suatu ilmu pengetahuan, sedangkan matematika mempunyai

peranan yang penting dalam berpikir deduktif. Dan statistika juga mempunyai

peranan sangat penting pula dalam berpikir induktif.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 23

Page 24: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.5.2. Bahasa

Bahasa merupakan ciri khas yang dimiliki oleh manusia, dengan berbahasa

manusia dapat mengembangkan pengetahuannya dan menyalurkan

pengetahuannya kepada manisia yang laian sehingga terjadi suatu interaksi yang

mendorong pengetahuan atau kebudayaan manusia dapat berkembang.

Sedangkan binatang tidak dapat berbahasa, oleh karena itu mengapa binatang

dari dulu sampai sekarang tidak dapat mengembankan kemampuannya dan juga

pada dasrnya binatang juga tidak dapat berpikir selayaknya seperti manusia.

Tanpa bahasa niscaya manusia dapat mengembangkan nilai-nilai kebudayaanya

dan pengetahuannya kepada generasi berikutnya.  Dengan behasa

memungkinkan menusia berikir secara abstrak di mana obyek-obyek yang

faktual ditrasformasikan menjadi simbol-simbol bahasa bersifat abstrak, serta

memungkinkan pula menusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. 

Apakah Sebenarnya Bahasa?

Bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu

arti tertentu. Sepeeti halnya perkataan gunung dan burung merpati, dari kata

tersebut menunjukan bahwa manusia dapat memberikan lambang untuk

menamai dari dua obyek tersebut, kiranya patut disadari bahwa manusia

memberikan lambang dari kedua obyek tadi secara begitu saja, di mana setiap

daerah, bangsa memeberikan bahasanya yang berbeda pula. Seperti dalam

bahasa inggris gunung diartikan sebagai mountain, dan gunung dalam bahasa

arab diartikan jaba.

Bahasa juga dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi untuk

berkomunikasi. Selain bunyi manusia juga dapat mengunakan alat-alat untuk

berkomunikasi, seperti yang terdapar pada orang bisu, ia berkomunikasi

mengunakan gerakan-gerakan atau simbol-simbol yang dapat menyampaikan

komunikasinya. Bahasa memiliki dua aspek informative dan emotif. Yang

artinya kalau kita berbicara maka hakikatnya informasi yang kita sampaikan

mengandung unsur-unsur emotif, sedangkan jika kita menyampaikan perasaan

maka ekspresi itnu mengandung unsur-unsur informative. Dan bahasa

mengkomunikasikan tiga hal, yaitu buah pikiran, perasaan, dan sikap.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 24

Page 25: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Beberapa Kekurangan Bahasa

Kekurangan ini pada hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri

yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan

simbolik. Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak

yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Definisi yang panjang

tetap tidak memberikan arti yang jelas dan eksak terhadap hakikat ilmu yang

sebenarnya.

Bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang sama. Sifat

majemuk bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan

semantik. Kelemahan tiga bahasa sering bersifat berputar-putar dalam

mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi.

Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari

para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein,

disebabkan karena “kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat

timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.

2.5.3. Matematika

Matematika sebagai Bahasa

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari

pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing-lambang metematika bersifat

“artifisial” yang baru mempunyai arti setelah  sebuah makna yang diberikan

kepadanya. Misalkan lambing x apabila kita tidak memberikan arti maka

lambing x tidak mempunyai makna, sedagkan apabila lambing x sudah

diberikan suatu arti. Umpamannya bila kita sedang mempelajari kecepatan jalan

kaki seorang anak, maka yang menjadi obyek yaitu “kecepatan jalan kaki

seorang anak” bisa kita lambangkan dengan x. jadi dalam hal ini x memiliki satu

arti yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Apabila kita hubungkan dengan

lambing yang lainnya seperti z, dan y maka suatu bahasa matematika akan

mempunyai makna yang lebih kogkrit. Secara ini maka pertanyaan matematika

mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan

konotasi yang bersifat emosional.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 25

Page 26: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Sifat Kuantitatif dari Matematika

Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita

untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu

mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Untuk mengatasi masalah

ini matematika mengembangkan konsep pengukuran.

Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan

kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan

dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlakukan oleh

semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol ilmu

tersebut.

Matematika: Sarana Berpikir Deduktif

Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan

kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan. Seperti halnya sudut

ABC apabila dengan ukuran tertentu maka kita hitung dengan mengukur dari

sudut A Ke B, B ke C, dan C ke A. maka kita akan ketahui hasil perhitungan

yang telah kita perhitungkan, maka dari hasil perhitungan tadi akan

menghasilkan sebuah kesimpulan yang yang jelas, spesifik dan informatif.

Pernyataan di atas secara deduktif matematika dapat digunakan sebagai

menjawab pertanyaan-pertanyaan deduktif dalam ilmiah. Meskipun tak terdapat

kejutan dalam logika, tetapi sarana berfikir deduktif dari matematika ini

sungguh sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenagkan.

Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang

memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Dengan

membuktikan kebenaran matematika tidak ditentukan oleh pembuktian empiris,

melainkan kepada proses penalaran deduktif.

Perkembangan Matematika

Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap

yakni tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematis maka

ilmu mulai menggolong-golongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori

tertentu. Dalam tahap yang kedua kita mulai melakukan perbandingan antara

obyek yang satu dengan yang lain. Tahap selanjutnya yakni tahap dimana kita

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 26

Page 27: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

mencari hubungan sebab akibat berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek

yang sedang kita selidiki.

Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika

semakin lama semakin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih

sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi

matematika. Matematika juga merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan

sehari-hari.

Griffits dan Howson (1974) membagi sejarah matematika menjadi empat

tahap. Tahap pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada

peradaban Mesir Kuno dan sekitarnya yang digunakan dalam perdagangan,

bangunan, dan usaha mengontrol alam seperti banjir. Perdaban Yunani

meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan

berbagai langkah dan definisi tertentu.

Babak perkembangan selanjutnya terjadi di Timur sekitar tahun 1000

bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Pada

zaman Renaissance ditemukan kalkulus diferensial yang memungkinkan

kemajuan ilmu yang cepat di abad ke-17 dan revolusi industri di abad ke-18.

Beberapa aliran dalam Filsafat Matematika

Ada beberapa aliran dalam Filsafat Matematika antara lain: Aliran Logistik

(Immanuel Kant), Aliran Intusionis (Jan Brouwer) dan Aliran Formalis (David

Hilbert).

Tesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan

cabang dari logika. Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frege

(1848-1925) yang menyatakan bahwa hukum bilangan dapat direduksikan ke

dalam proporsi-proporsi logika.

Kaum formalis berpendapat bahwa banyak masalah-masalah dalam bidang

logika yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan logika. Matematika

merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang. Mereka

menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa pelambang

dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa

lambang.

Kaum intusionis menyatakan bahwa intuisi murni dan berhitung merupakan

titik tolak tentang matematika bilangan. Kaum intusionis memberikan titik tolak

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 27

Page 28: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

dalam mempelajari matematika dalam prespektif kebudayaan suatu masyarakat

tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan

matematika yang sesuai.

Matematika dan Peradaban

Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia.

Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang

tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh. Bagi bidang

keilmuan modern, matematika adalah sesuatu yang imperatif : sebuah sarana

untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif.

2.5.4. Statistika

Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering

dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi.

Statistika dan cara berpikir induktif

Statistika dan berpikir induktif, yaitu suatu pengetahuan yang telah teruji

kebenarannya. Semua penyataan ilmiah adalah bersifat faktual. Suatu pengujian

merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang

diajukan. Statistika memberikan jawaban akan fakta-fakta yang terdapat pada

realitas kehidupan berasarkan data-data yang telah dikelola untuk dijadikan

sebuah kesimpulan. Adapun penarikan kesimpulan deduktif dengan induktif

hampir memiliki kesamaan, tetapi ada yang membedakan bahwa kesimpulan

berdasarkan cara menarik kesimpulan deduktif yang terdapat pada matematika

adalah benar dan penarikan kesimpulan adalah sah. Sedangkan dalam penalaran

induktif  yang terdapat dalam statistika adalah dalam penarikan kesimpulannya

adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Statistika merupakan

pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini

dengan eksak.

Karakteristik Berpikir Induktif

Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari

kesimpulan yang ditarik. Yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang

sederhana, yakni semakin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 28

Page 29: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan kemampuan

kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua

faktor atua lebih bersifat kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu

hubungan yang bersifat empiris. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah

maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan

karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan secara

kebetulan.Statistika juga memberikan kemudahan dalam memperoleh sebuah

kesimpulan dengan cara menguji sebuah populasi dengan pengambilan sampel.

Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untik menarik

kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 29

Page 30: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.6. BAB VI “AKSIOLOGI : NILAI KEGUNAAN ILMU”

2.6.1. Ilmu dan Moral

Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan

kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia

mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi

oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula

kita berdusta? Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka

dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan

pengetahuan ilmiah.

Untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dimana batas

wewenang penjelajahan keilmuan? Kearah mana perkembangan keilmuan harus

diarahkan? Sejak pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah

moral namun dalam perpektif yang berbeda. Sejak Copernicus (1473-1543)

mengajukan teori tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang

berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya seperti apa yang diajarkan

oleh ajaran agama maka disinilah timbul interaksi antara ilmu dan moral (yang

bersumber dari ajaran agama). Para ilmuwan berusaha untuk menegakkan ilmu

yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana semboyan : ilmu yang bebas

nilai.

Berbagai ideologi mencoba mempengaruhi metafisik keilmuan.

Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul

dengan penerapan konsep-konsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis.

Konsep ini menjelma dalam bentuk konkret yang berupa teknologi.

Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya

lebih merupakan masalah kebudayaan daripada masalah moral. Para ilmuwan

terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan

bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai. Golongan kedua

berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada

metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya kegiatan keilmuan harus

berlandaskan asas-asas moral.

Masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk

menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih lagi

untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Tanpa

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 30

Page 31: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan

prostitusi intelektual.

2.6.2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan

Secara historis fungsi sosial dari kaum ilmuwan telah lama dikenal dan

diakui. Raja Charles II dari Inggris mendirikan the Royal Society yang

bertindak selaku penawar bagi fanatisme di masyarakat waktu itu. Para ilmuwan

pada waktu itu bersuara mengenai toleransi beragama dan pembakaran tukang-

tukan sihir.

Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan

keilmuan yang dilakukan. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial

di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat yang

kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat yang yang lebih

penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan

hidup manusia. Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya

sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuwan

adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.

Ilmu terbebas dari nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwanlah yang

memberikan nilai. Dalam menghadapi masalah social, seorang ilmuwan yang

mempunyai latarbelakang pengetahuan yang cukup harus menempatkan

masalah tersebut pada proporsi ang sebenarnya dan menjelaskanya lepada

masyarakat dalam bahasa yang dapat dicerna. Dengan kemampuan yang

dimiliki oleh seorang ilmuwan maka harus dapat mempengaruhi opini

masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.

Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan bukan lagi memberikan

informasi tetapi memberikan contoh.

2.6.3. Nuklir dan Pilihan Moral

Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuanya

untuk menindas bangsa lain meskipun yang menggunakan itu adalah bangsanya

sendiri. Einstein waktu itu memihak sekutu karena anggapanya bahwa sekutu

mewakili aspirasi kemanusiaan. Jika sekutu kalah maka yang akan muncul

adalah rezim Nazi yang tidak berperikemanusiaan. Untuk itu seorang ilmuwan

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 31

Page 32: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

tidak boleh berpangku tangan. Dia harus memilih sikap: berpihak kepada

kemanusiaan atau tetap bungkam?

Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk

kemaslahatan kemanusiaan, atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan.

Kenetralan seorang ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya bahwa ilmu

pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan

selanjutnya. Bagaimana pahitnya hasil penemuan itu bagi obyek yang kita

junjung dalam sistem preferensi moral kita, kebenaran tak boleh

disembunyikan.

Seorang ilmuwan tak boleh memutarbalikan penemuwannya bila

hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran

yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena

bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Kenetralan dalam proses penemuan

kebenaran inilah yang mengharuskan ilmuwan untuk bersikap dalam

menghadapi bagaimana penemuan itu digunakan.

2.6.4. Revolusi Genetika

Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan

manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek

penelaah itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada

penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak

sekali, namun penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan

ilmu dan teknologi dan tidak membidik secara langsung secara langsung

manusia sebagai obyek penelaahan. Dengan penelitian genetika maka

masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia

dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi

kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan

menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan

teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.

Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset

genetika akan dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuran manusia.

Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan, maka moral hanya

mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya

kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 32

Page 33: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.7. BAB VII “ILMU DAN KEBUDAYAAN”

2.7.1. Manusia dan Kebudayaan

Kebudayaan didefenisikan pertama kali oleh EB. Taylor pada tahun 1871

dimana dalam bukunya Primitive Culture, kebudayaan diartikan sebagai

keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,

adat serta kemampuan dan kebiasaan lainya yang diperoleh manusia sebagai

anggota masyarakat.

Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan

namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Adanya kebutuhan hidup

inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang

memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow

mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusaia yakni kebutuhan

fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi.

Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan

tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.Pada dasarnya tata

hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat

abstrak: kegiatan manusia ini dapat ditangkap oleh pancaindera sedangkan nilai

budaya hanya tertangguk oleh budi manusia. Disamping itu nilai budaya dan

tata hidup manusia ditopang oleh sarana kebudayaan.

Kebudayaan dan Pendidikan

Allport, Venon dan lindzey (1951) mengidentifikasikan enm nilai dasar

dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan

agama .Yang dimaksud dengan nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran

lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metoda ilmiah. Nilai

ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan

manusia. Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik

yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada

hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai

politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan

bermasyarakat maupun dunia politik. Nilai agama merengkuh penghayatan yang

bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan

memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi. Setiap kebudayaan mempunyai

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 33

Page 34: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

skala hirarki mengenai mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting

dari nilai-nilai tersebut di atas serta mempunyai penilaian sendiri dari tiap-tiap

kategori.

Masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-

nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita. Hal yang

harus dilakukan pertama, nilai-nilai budaya yang harus dikembangkan dalm diri

anak kita haruslah relevan dengan kurun zaman. Kedua, usaha pendidikan yang

sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitif

tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut.

Secara bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi pada status akan

beralih menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi.

Hubungan antarmanusia akan lebih bersifat individual. Pengembangan

kebudayaan nasional kita ditujukan ke arah terwujudnya suatu peradaban yang

mencerminkan aspirasi dan cita-cita bangsa Indonesia.

2.7.2. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional

Ilmu merupakan pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari

kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan ilmu mempunyai

peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung

terlenggaranya pengembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan

sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa.

Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir

Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang memenuhi persyaratan-

persyaratan tertentu, yang memiliki dua kriteria utama, yaitu :

1) Pernyataan harus logis

2) Didukung fakta empiris (Empiris : berdasarkan pengalaman dan

pengetahuan)

Kedua kriteria tersebut saling mengikat, yang pertama setiap pernyataan

yang disampaikan harus logis dan diperolah dari fakta-fakta empiris, merupakan

hakikat berpikir ilmiah. Dari hakikat ini, kita dapat menyimpulakan beberapa

karakteristik ilmu. Pertama, ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk

mendapatkan pengetahuan yang benar. Kedua, alur jalan pikiran yang logis

yang konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Ketiga, pengujian secara

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 34

Page 35: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

empiris sebagai kriteria kebenaran objektif. Keempat, mekanisme yang terbuka

terhadap koreksi. Maka disimpulkan manfaat yang dapat diperoleh dari

karakteristik ilmu ialah rasional, logis, objektif dan terbuka serta kritis sebagai

landasannya.

Ilmu Sebagai Asas Moral

Artinya dalam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak

maka seorang ilmuwan akan menarik kesimpulannya kepada argumentasi yang

terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk

kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Hal ini sering

menempatkan ilmuwan pada tempat yang bertentangan dengan pihak yang

berkuasa yang mungkin mempunyai kriteria kebenaran yang lain.Kriteria

ilmuwan dan politikus dalam membuat pernyataan adalah berbeda menurut

Szilard : jika seorang ilmuwan mengatakan sesuatu, rekan rekannya pertama

kali akan bertanya apakah yang dinyatakan itu mengandung kebenaran.

Disamping itu kebenaran bagi ilmuwan mempunyai kegunaan yang

universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat ke manusiaanya.

Secara nasional kaum ilmuwan tidak mengabdi kepada golongan, klik politik

atau kelompok lain, secara internasional kaum ilmu wan tidak mengabdi kepada

ras,ideology, dan factor – faktor pembatas lainnya.

Dua karakteristik ini merupkan asas moral bagi ilmuwan yakni

meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal. Dalam kenyataannya

pelaksanaan asas moral ini tidak mudah sebab tahap perkembangan ilmu yang

sangat awal kegiatan ilmiah ini dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar.

Menurut Bachtiar Rifai, lebih menonjol lagi di negara-negara yang sedang

berkembang, karena sebagian besar kegiatan keilmuan merupakan kegiatan

aparatur negara.

Nilai-Nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional

Ada 7 nilai yang terkandung dalam dari hakikat keilmuan yaitu kritis,

rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian

universal. Ketujuh sifat ini sangat akan sangat konsisten untuk membentuk

bangsa yang modern. Karena bangsa yang modern akan menghadapi banyak

tantangan di segala bidang kehidupan.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 35

Page 36: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan

kebudayaan konvensional kearah yang lebih aspirasi. Semangat pionir dan

kepahlawanan masih diperlukan karena berkaitan erat dengan keberanian dan

sikap sosial. Semangat pionir dan kepahlawanan itu dapat didefinisikan sebagai

keberanian untuk memperjuangkan kepentingan umum.

Ke Arah Peningkatan Peranan Keilmuan

Jika bahwasanya ilmu bersifat mendukung budaya nasional, maka kita perlu

meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita. Beberapa langkah yang

dapat kita gunakan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran

sebagai berikut.

Pertama, ilmu merupakan bagian kebudayaan dan oleh sebab itu setiap

langkah dalam kegiatan peningkatan ilmu harus memperhatikan kebudayaan

kita. Kedua, ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran. Ketiga,

asumsi dasar dari setiap kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah percaya

dengan metode yang dipergunakan. Keempat pendidikan keilmuan harus

dikaitkan dengan moral. Kelima, pengembangan keilmuan harus seiring dengan

pengembangan filsafat. Keenam kegiatan ilmah harus otonom dan bebas dari

kekangan struktur kekuasaan. Keenam hal ini merupakan langkah-langkah

untuk memberi kontrol bagi masyarakat terhadap kegiatan ilmu dan teknologi.

2.7.4. Dua Pola Kebudayaan

Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah ilmu-ilmu

alam dan ilmu-ilmu social. Kenapa hal ini terjadi, ini terjadi karena besarnya

perbedaan antara ilmu social dan ilmu alam. Contohnya, jika kita belajar ilmu

alam dengan subjek batu, kira-kira saat lain di teliti lagi maka kemungkinan

besar akan berhasil dengan nilai yang sama,tetapi tidak demikin dalam ilmu

social,dalam ilmu social, ilmu social bergerak lebih fleksibel dan dapt berubah

sewaktu-waktu.

Raiso de’etre yang menjadi argumentasi pembagian jurusan ini adalah

asumsi yang pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang

berbeda dalam pendidikan matematika yang mengharuskan kita

mengembangakan pola pendidikan yang berbeda pula. Asumsi yang kedua

adalah yang menganggap bahwa ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 36

Page 37: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

matematika. Asumsi kedua ini sekarang ini tidak relevan lagi karena

pengembangan ilmu sosial membutuhkan bakat-bakat matematika yang baik

untuk menjadikanya pengetahuan yang bersifat kuantitatif.

Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah, kedua hal itu tidak

mengubah apa yang menjadai tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud

mengumpulkan fakta tapi untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ada,

yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran hakikat objek yang kita hadapi.

Ada dua factor yang menjadi landasan suatu analisis kuantitatif ilmu social

yaitu: sulitnya melakukan pengukuran,karena emosi dan aspirasi merupakan

unsure yang sulit dan yang kedua banyaknya variable yang mempengaruhi

tingkah laku manusia.

Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada ilmu

social. Itu dikarenakan ilmu social lebih terpaku pada tahap kualitatif,dan untuk

mengubah ini ilmu social harus lebih masuk ketahap kuantitatif.

Di Indonesia hal seperti ini masih berlaku,tebukti adanya dua penjurusan

dalam bidang kajian ilmu, yaitu ilmu social dan ilmu alam,dan dalam

pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di banding ilmu

social. Itu membuat sebagian masyarakat kita terobsesi untuk masuk jurusan

ilmu alam meski mungkin lebih berbakat dalam bidang social, sehingga secara

tidak langsung menghambat perkembangan ilmu social.

Pada akhirnya harus kita sadari bahwa adanya dua jurusan dalam bidang

ilmu ini memerlukan suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam

menghadapinya. Perlu dicari titik temu diantara kedua bidang ini sehingga satu

sama lain akan saling melengkapi,bukan saling terpisah. Karena bagaimanapun

ilmu social tidak dapat terpisah dan berdiri sendiri dan begitupun ilmu alam

tetap terikat secara social.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 37

Page 38: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

2.8. BAB VIII “ILMU DAN BAHASA”

2.8.1. Tetang Terminologi : Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan sains ?

Dua Jenis Ketahuan

Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiannya seperti perasaan,

pikiran, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu menangkap alam hidupnya

dan mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk

"ketahuan umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah, filsafat. Terminologi

ketahuan ini adalah termonologi artifisial yang bersifat sementara sebagai

analisis yang pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk

kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu . Apa yang kita

peroleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa memperhatikan obyek, cara dan

kegunaannya kita masukan kedalam kategori yang disebut ketahuan ini. Dalam

bahasa inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge.

Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang

mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni,

beladiri, cara menyulam dan biologi itu sendiri.

Seluruh bentuk dapat digolongkan dalam kategori ketahuan ( knowledge )

di mana masing-masing bentuk dapat di cirikan oleh karakter obyek ontologis,

landasan epistemologis dan landasan aksiologi masing-masing. Salah satu

bentuk knowledge ditandai dengan:

1) Obyek Ontologis yaitu pengalaman manusia yakni segenap ujud yang

dapat dijangkau lewat pancaindra atau alat yang membantu kemampuan

pancaindra

2) Landasan epistemologis yaitu metode ilmiah yang berupa gabungan

logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau

yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi

3) Landasan aksiologi yaitu kemaslahatan manusia artinya segenap ujud

ketahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.

Beberapa Alternatif

Alternatif pertama adalah menggunakan ilmu pengetahuan untuk science

dan pengetahuan untuk knowledge. Alternatif kedua didasarkan pada asumsi

bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah dua kata benda yakni ilmu dan

pengetahuan.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 38

Page 39: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Sains : Adopsi yang Kurang Dapat Dipertanggungjawabkan

Sains ini adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni

science. Keberatan kedua adalah terminologi science dalam bahasa asalnya

penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science. Kebanyakan dari

pernyataan dan pertanyaan dalam filsafat ditimbulkan oleh kegagalan kita untuk

memahami logika dari bahasa kita sendiri.

2.8.2. Quo Vadis?

Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge. Secara

defacto dalam kalangan dunia keilmuan terminology ilmu sudah sering

dipergunakan seperti dalam metode ilmiah dan ilmu-ilmu social atau ilmu-ilmu

alam. Adapun kelemahan dari pilihan ini ialah bahwa kita terpaksa

meninggalkan kata ilmu pengetahuan dan hanya menggunakan kata ilmu saja

untuk sinonim science dalam bahasa inggris. Alternatif pertama menggunakan

ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan untuk knowledge.

2.8.3. Politik Bahasa Nasional

Bahasa mempunyai dua fungsi yaitu; (1) sebagai sarana komunikasi dan (2)

sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang

mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi pertama dapat disebut sebagai fungsi

komunikatif dan fungsi kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia memilih bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional dengan alasan utama yaitu fungsi kohesif bahasa

Indonesia sebagai sarana yang mengintegrasikaan berbagai suku ke dalam satu

bangsa yakni Indonesia. Tentu saja terdapat juga evalusai yang berkonotasi

dengan ketentuan Bahasa Indonesia selaku fungsi komunikatif yakni fakta

bahwa Bahasa Indonesia merupakan lingua franca dari sebaian besar penduduk,

namun kalau dikaji lebih dalam , maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif

itulah yang merupakan kriteria yang menentukan.

Selaku alat komuniksi pada pokonya bahsa mencakup tiga unsur yakni,

pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang

berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga,

berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 39

Page 40: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif,

afektif dan penalaran.

Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor

lain yang juga tumbuh dan berkembang. Sekiranya bahasa berkembang

terisolasi dari perkembangan sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat

tidak berfungsi dan atau bahkan kontra produktif (counter-productive).

2.9. BAB IX “PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH”

2.9.1. Struktur Penelitian dan Penulisan Ilmiah

1) Pengajuan Masalah

Latar Belakang Masalah

Identifikasi Masalah

Pembatasan Masalah

Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

2) Penyusunan Kerangka Teoritis Dan Pengajuan Hipotesis

Pengkajian mengenai teori-teori yang akan dipergunakan dalam

analisa.

Pembahasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan;

Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis dengan

mempergunakan premis-premis sebagaimana tercantum dalam butir (1)

dan butir (2) dengan mennyatakan secara tersurat postulat, asumsi dan

prinsip yang dipergunakan (sekiranya dipergunakan);

Perumusan hipotesis

3) Metodologi Penelitian

Tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk

pernyataan yang mengidentifikasi variabel-variabel dan karakteristik

hubungan yang akan ditelit;

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 40

Page 41: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

Tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi

mengenai variabel-variabel yang diteliti;

Metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan

tingkat generalisai yang diharapkan;

Teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian,

tigkat keumuman dan metode penelitian.

Teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang

akan dikumpulkan, sumber, teknik pengukuran, instrumen dan teknik

mendapatkan data.

Teknik analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik

analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan pengajuan

hipotesis ( sekiranya mempergunakan statistika maka tulisan hipotesis

nol dan hipotesis tandingan; H0 / H1).

4) Hasil Penelitian

Menyatakan variabel-variabel yang diteliti;

Menyatakan teknik analisis data;

Mendeskripsikan hasil analisis data;

Memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data;

Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima

5) Ringkasan dan Kesimpulan

Deskripsi singkat mengenai masalah, krangka teoretis, hipotesis,

metodologi dan penemuan penelitian;

Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan

keseluruhan aspek tersebut di atas;

Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan

terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang relevan;

Mengkaji implikasi penelitian;

Mengajukan saran

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 41

Page 42: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

6) Abstrak

Seluruh laporan penelitian disarikan dalam sebuah ringkasan yang

disebut abstrak.

7) Daftar Pustaka

Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh

publikasi ilmiah maupun nonilmiah yang dipergunakan sebagai dasar bagi

pengkajian yang dilakukan.

8) Riwayat Hidup

Riwayat hidup merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan

pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan penulisan ilmiah yang

disampaikan. Riwayat hidup dicantumkan pada halaman terakhir sebuah

laporan tanpa diberi nomor halaman.

9) Usulan Penelitian

Usulan penelitian hanya mencakup langkah pengajuan masalah,

penyusunan kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis serta metodologi

penelitian. Biasanya juga dilengkapi dengan jadwal kegiatan, personalia

peneliti serta aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan penelitian

umpamanya pembiayaan.

10) Lain-lain

Yang termasuk lain-lain adalah halaman judul, lingkup laporan beserta

penghargaan, daftar isi dilengkapi daftar tabel dan daftar gambar, lembar

persetujuan serta abstrak.

2.9.2. Teknik Penulisan Ilmiah

Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni gaya penulisan serta

teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang

dipergunakan dalam penulisan. Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang

baik dan benar.

Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif artinya bahwa sipenerima

pesan mendapatkan kopi yang benar-benar sama dengan prototipe yang

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 42

Page 43: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

disampaikan sipemberi pesan. Komunikasi ilmiah harus bersifat impersonal

dimana berbeda dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa aku dan dia

atau doktor faust. Kata ganti perorangan hilang dan diganti universal yakni

ilmuwan. Bahasa yang dipergunakan harus jelas di mana pesan mengenai obyek

yang ingin dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan

sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul mengerti tentang isi pesan

yang disampaikan kepadanya.

Pembahasan secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada

pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam argumentasi kita.

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan harus mencatat beberapa hal yakni kita

identifikasi orang membuat pernyataan tersebut, media komunikasi ilmiah

dimana pernyataan tersebut di sampaikan, lembaga yang menerbitkan publikasi

ilmiah tersebut beserta tempat domisili dan waktu penerbitan dilakukan.

2.9.3. Teknik Notasi Ilmiah

Kalimat yang kita kutip harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam

catatan kaki. Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan dimulai langsung dari

pinggir atau dapat dimulai setelah beberapa ketukan tik dari pinggir asalkan

dilakukan secara konsisten. Nama pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang

dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang yang lebih dari tiga orang

hanya ditulis nama pertama ditambah kata et al.

Kutipan yang diambil dari halaman tertentu disebutkan halamanya dengan

singkatan p (pagina) atau hlm. (halaman). Jika kutipan itu disarikan dari

beberapa halaman maka dapat ditulis pp.1-5 atau hlm 1-5. jika nama

pengaranganya tidak ada langsung dituliskan nama bukunya atau Anom

(anoniymous) di depan nama buku tersebut. Sebuah buku yang ada

diterjemahkan harus ditulis baik pengarang maupun penterjemah buku tersebut

sedangkan kumpulan karangan cukup disebutkan nama editornya.

Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan memakai

notasi op.cit (opere citato: dalam karya yang telah dikutip), loc. cit (loco citato:

dalam tempat yang telah dikutip dan ibid (ibidem : dalam tempat yang sama).

Satu kalimat mungkin terdiri dari beberapa catatan kaki sekiranya kalimat itu

terdiri dari beberapa kutipan. Semua kutipan, baik yang dikutip secara langsung

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 43

Page 44: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

maupun secara tidak langsung, Sumbernya kemudian kita sertakan dalam daftar

pustaka.

2.10. BAB X “PENUTUP”

2.10.1. Hakikat dan Kegunaan Ilmu

Ilmu sekadar pengetahuan yang harus bisa dihafal, agar bisa dikemukakan

waktu berdebat: makin hafal lantas makin hebat! Pengetahuan yang dikuasai

harus mencakup bidang-bidang yang amat luas. Kemampuan mengutip teori-

teori ilmiah yang bersifat estetik ini lalu berkembang menjadi status sosial.

Ilmu tidak berfungsi sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam

memecahkan masalah kita sehari-hari. Sajak Sutardji atau lagu Ebiet

menyatakan bahwa ilmu memiliki fungsi yang bersifat estetik, yang kalau kita

konsumsikan dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan

jiwa. Jiwa kita tergetar, terharu, tersenyum oleh komunikasi aristik,

menyebabkan dunia makna yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah

kaya, persepsi kita bertambah dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap

dan kelakuan kita.

Jadi buku-buku tebal ilmuwan pada hakikatnya adalah sama saja dengan

buku-buku primbon tukang ramal yakni menjelaskan, meramal, dan mengontrol.

Tingkat kepercayaan seseorang memang berbeda: kepercayaan seseorang

tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung kepada

kebudayaan.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 44

Page 45: Tugas Akhir Filsafat Ilmu

BAB III

ANALISIS ISI BUKU

3.1. Kesimpulan

Pemaparan buku ini sangat menarik terlebih untuk mahasiswa baru yang notabene

tidak suka membaca, dengan mengilustrasikan dengan gambar-gambar lebih menarik

seseorang untuk membaca lebih dalam mengenai buku ini.Penulis mulai berbicara pada

hal-hal yang sederhana dan mendasar seperti yang ditemukan pada bab pertama dan

kedua tentang kaitan ilmu dan filsafat serta dasar-dasar pengetahuan. Setidaknya

sedikitnya informasi berhasil disusun penulis sebagai bekal untuk memahami apa yang

dibicarakan pada bab berikutnya. Struktur isi buku ini cukup baik mengakibatkan alur

buku ini terbangun dengan baik pula, membuat pembaca tidak cepat bosan dalam

membaca dan untuk mulai membaca.

Buku ini terbilang bagus dalam menyertakan rujukan-rujukan yang

digunakannya. Daftar pustaka, catatan kaki dan index turut melengkapi buku ini.

Banyaknya catatan kaki akan pembaca temukan bahkan pada hampir tiap lembarnya.

Tidak terkecuali untuk ilustrasi yang disertakan pada buku ini, Namun dibalik dari

penilain yang pe-resensi paparkan, kami sangat berharap akan manfaat dari hasil

resensi isi buku ini dan dapat menambah wawasan keilmuan kita khususnya dalam

bidang ”Filsafat Ilmu”. Secara keseluruhan, buku ini layak dibaca. Selebihnya, banyak

informasi dan pengetahuan yang menarik.

Dengan di desain seperti ini, buku ini sangat cocok dan sangat kompleks untuk

melengkapi seluruh ilmu filsafat yang diberikan. Bagian yang terkandung dalam buku

ini,sangat memacu untuk perkembangan di era modern seperti ini. Walauapun dengan

banyaknya pilihan buku “filsafat ilmu” buku ini cukup merangkum seluruh aspek ilmu

filsafat yang ada dari penemuan hingga sekarang ini.

Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 45