Upload
fauzi-siie-oblo
View
53
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas akhir filsafat ilmu
Citation preview
TUGAS AKHIR
FILSAFAT ILMU
Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dibimbing oleh : DR. Waspodo Tjipto S., M.Pd
Disusun oleh :
Anik Mauliana
PE 13 B / 13080554086
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
S1 PENDIDIKAN EKONOMI
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada sang Kholiq yang tak pernah letih
ataupun tidur dalam mengurus semua makhluk-Nya yang berada di langit maupun di bumi.
Dialah Allah SWT, tuhan semesta alam dengan kekuasaan yang meliputi langit beserta isinya
dan bumi beserta isinya pula. Dengan rahmat dan kasih sayang-Nya, maka penulis dapat
menyelesaikan makalah mengenai Ringkasan buku Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer karangan Jujun S. Suriasumantri yang tentunya masih jauh dari kata sempurna ini.
Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada makhluk paling mulia di muka bumi
ini. Makhluk yang diutus untuk menyempurnakan akhlak seluruh manusia di bumi. Dialah
baginda besar, rasul agung, Rasulullah SAW. Semoga syafaat beliau senantiasa tercurah
kepada para umatnya yang setia mengikuti jejaknya sampai akhir hayat nanti. Serta shalawat
untuk keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu
yaitu DR. Waspodo yang telah sabar membimbing penulis dalam memperoleh materi serta
penulis juga harapkan agar kiranya bapak dosen dapat memberikan masukan-masukan bagi
kurangnya kelengkapan dalam makalah yang penulis buat ini.
Penulis juga berharap bahwa apa yang sudah penulis tulis dapat bermanfaat bagi
teman-teman pembaca dalam memperoleh pengetahuan tentang Filsafat Ilmu. Dan jika ada
masukan, sekiranya tak segan untuk menambahkan supaya penulis dapat memperbaiki
kesalahan dan kekurang dalam makalah ini.
Penulis
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Identitas Buku ..................................................................................................... 4
1.2. Identitas Pengarang ...................................................................................... 4
BAB II RINGKASAN BUKU
2.1. Bab I ...........................................................................................................6
2.2. Bab II ...........................................................................................................11
2.3. Bab III ...........................................................................................................15
2.4. Bab IV ...........................................................................................................18
2.5. Bab V ...........................................................................................................24
2.6. Bab VI ...........................................................................................................31
2.7. Bab VII ...........................................................................................................34
2.8. Bab VIII...........................................................................................................39
2.9. Bab IX ...........................................................................................................42
2.10. Bab X ...........................................................................................................46
BAB III ANALISIS ISI BUKU
3.1. Kesimpulan ................................................................................................47
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. IDENTITAS BUKU
Judul Buku : FILSAFAT ILMU “SEBUAH PENGANTAR POPULER”
Pengarang : Jujun S. Suriasumantri
Tebal Buku : 384 halaman
Jumlah Bab : 10 bab
Desain Sampul : Natasa T.
Dicetak oleh : PT. Penebar Swadaya
Diterbitkan oleh : Pustaka Sinar Harapan, Anggota Ikapi, Jakarta
Tahun Cetak : 2010
1.2. IDENTITAS PENGARANG
Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu dan Berpikir Sistem (System Thinking) pada
Fakultas Pasca-Sarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), ini dikenal juga sebagai ahli
perencanaan pendidikan. Mantan Pembantu Rektor I IKlP Jakarta (UNJ) ini terbilang
kreatif menulis. Bukunya, Ilmu dalam Perspektif, dan System Thinking sangat
diminati banyak pembaca. Buku yang telah diterbitkan adalah ilmu dalam perspektif
(Jakarta: Gramedia, 1978), System Thinking (Bandung: Binacipta, 1981) dan A
Lesson from Experience (Bandung : Binacipta, 1984).
Pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 9 April 1940, ini akrab dipanggil
Yuyun. Suami dari Nina Dachliana dan ayah dari Donni Iqbal, ini memperoleh gelar
doktor bidang perencanaan pendidikannya dari Universitas Harvard, AS, dengan
disertasi: The Utilities of PPBS and Organization Development for Educational
Development Planning (1975). Gelar doktor itu diraihnya enam tahun setelah
menyelesaikan pendidikan S1 dari IPB Bogor (1969). Putera sulung dari tujuh
bersaudara ini menikmati masa kecil dan remajanya di Bandung. Di kota Kembang ini
dia menyelesaikan pendidikan SD (1952), SMP (1955) dan SMA (1958).
Saat mahasiswa, dia aktif sebagai seorang aktivis kampus. Ketika Bung Karno
meraih gelar Honons Causa dari UI, awal 1960-an, Jujun tampil sebagai dirigen Orkes
Simfoni IPB membawakan Barcarolle ciptaan J. Offenbach. Namun beberapa tahun
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 4
kemudian, ia turut memimpin mahasiswa ke DPRGR menuntut turunnya Soekarno
dari kursi kepresidenan.
Mantan Pembantu Rektor I IKIP Jakarta (1984), Ketua Program Doktor IKIP
Jakarta (1983) dan Pembantu Dekan I Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta (1980), ini
juga mengajar di Dosen Seskoal (1981) dan Lemhanas (1982).
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 5
BAB II
RINGKASAN BUKU
2.1. BAB I “KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT”
2.1.1. Ilmu dan Fisafat.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat
berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam
kesemestaan yang seakan tak terbatas ini.
Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus
terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri:
apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang
hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang
bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang
benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah?
Mengapa kita mempelajari ilmu? Apakah kegunaannya sebenarnya?
Berfilsafat juga berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan
yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang
seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan
di batas manakah dia berhenti? Kemanakah saya harus berpaling di batas
ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kegunaan ilmu?
Apakah Filsafat ?
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi
sedang tengadah ke bintang-bintang. Adapun karakteristik berpikir filsafat adalah
menyeluruh, mendasar, dan spekulatif.
Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Apakah yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut
sahih? Apakah alam ini teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya atau
absurd? Adakah hukum yang mengatur alam dan segenap satwa 2 kehidupan?
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 6
Sekarang kita sadar bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada dimulai
dengan spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran
yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan.
Filsafat : Peneratas Pengetahuan
Filsafat dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak
bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu
sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Nama asal fisika adalah filsafat alam dan nama asal ekonomi adalah filsafat
moral. Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu maka terdapat taraf peralihan.
Dalam taraf peralihan ini maka bidang penjelajahan filsafat menjadi lebih sempit,
tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Walaupun demikian dalam taraf ini
secara konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Pada
tahap peralihan ilmu masih mendasarkan kepada norma yang seharusnya,
sedangkan dalam tahap terakhir ini, ilmu mendasarkan kepada penemuan alamiah
sebagaimana adanya. Auguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan
pengetahuan tersebut di atas kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Dalam
tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu
merupakan deduksi atau penjabatan dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai
berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek
penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem
pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Tahap ketiga adalah tahap
pengetahuan ilmiah, (ilmu) dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara
positif dalam proses verifikasi yang obyektif.
Bidang Telaah Filsafat
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala
masalah yang dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya
menjawab sebagai pionir dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok: terjawab
masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja setiap
kurun zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu.
Dalam masa-masa mendatang maka yang akan menjadi perhatian kemungkinan
besar filsafat moral yang berkaitan dengan ilmu.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 7
Pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu :
Halo, siapa kau? Kadang kurang disadari bahwa tiap-tipa ilmu mempunyai
asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian
keilmuannya. Manusia adalah Homo oeconomicus bagi manajemen yang
tujuannya menelaah kerja sama antarmanusia? Apakah motif ekonomis yang
mendorong seseorang untuk ikut menjadi sukarelawan memberantas kemiskinan
dan kebodohan? Mengkaji permasalahan manajemen dengan asumsi dalam
manusia dalam kegiatan ekonomis akan mnyebabkan kekacauan dalam analisis
yang bersifat akademik. Demikian pula mengkaji permasalahan ekonomi
dengan asumsi manusia yang lain di luar makhluk ekonomi, akan menjadikan
ilmu ekonomi menjadi moral terapan, mundur, sekian ratus tahun ke abad
pertengahan.
Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada: tentang
hidup dan eksistensi manusia. Apakah hidup ini sebenarnya? Apakah hidup itu
sekadar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak? Dan nasib adalah
bagaikan sibernetik dengan umpan balik pilihan probabilistik. Ataukah hidup ini
sama sekali absurd, tanpa arah tanpa bentuk, bagaikan amuba yang berzigzag?
Tahap yang ketiga, skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah
tingkat “tinggi”, dimana seorang ilmuwan bicara panjang lebar tentang suatu
penemuan ilmiah dalam risetnya. Tugas utama filsafat, kata Wittgenstein
bukanlah mengahasilkan sesusun pertanyaan filsafati, melainkan menyatakan
sebuah pernyataan sejelas mungkin. Dengan demikian maka epistemologi dan
bahasa merupakan gumulan utama para filsuf dalam tahap ini.
Cabang-cabang Filsafat
Cabang-cabang filsafat antara lain:
1) Epistemologi (Filsafat pengetahuan);
2) Etika (Fisalfat moral);
3) Estetika (Filsafat seni);
4) Metafisika;
5) Politik (Filsafat pemerintahan);
6) Filsafat Agama;
7) Filsafat ilmu;
8) Filsafat pendidikan;
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 8
9) Filsafat Hukum;
10) Filsafat sejarah;
11) Filsafat matematika.
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu
merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun
secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang
bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam
dan filsafat ilmu-ilmu sosial.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan
agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran
itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/professional?
Semua pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan apa saja pada
dasarnya mempunyai ketiga landasan itu. Yang berbeda adalah materi
perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek ini
diperkembangkan dan dilaksanakan. Pengertian ilmu sebagai disiplin yakni
pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainannya
dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 9
Jadi untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan-
pengetahuan lainnya maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang
dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan
pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud
dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui jawaban dari ketiga pertanyaan
ini maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan
yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia. Ilmu dikacaukan dengan
seni, ilmu dikonfrontasikan dengan agama, bukankah tak ada anarki yang lebih
menyedihkan dari itu?
Kerangka Pengkajian Buku
Pembahasan buku ini ditunjukan kepada orang awam yang ingin
mengetahui aspek kefilsafatan dari bidang keilmuan dan bukan ditujukan
kepada mereka yang menjadikan filsafat ilmu sebagai bidang keahlian. Pada
dasarnya buku ini mencoba membahas aspek ontologis, epistimologis dan
aksiologis keilmuan sambil membandingkan dengan beberapa pengetahuan lain.
Dalam kaitan-kaitan ini akan dikaji hakikat beberapa saran berpikir ilmiah
yakni, bahasa, logika, matematika dan statistika. Setelah itu dibahas beberapa
aspek yang berkaitan erat dengan kegiatan keilmuan seperti aspek moral, sosial,
pendidikan dan kebudayaan. Akhirnya buku ini ditutup dengan pembahasan
mengenai struktur penelitian dan penulisan ilmiah dengan harapan agar dapat
membantu mereka yang berkarya dalam bidang keilmuan.
Tujuan utama dari buku ini adalah pengenalan secara menyeluruh. Salah
satu tujuan yang ingin dicapai dengan penerbitan buku ini ialah agar masyarakat
tergerak hatinya untuk mencintai filsafat. Materi filsafat ilmu yang terkandung
dalam buku ini merupakan kompromi ekletik dari berbagai aliran yang hidup
dalam pemikiran filsafat.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 10
2.2. BAB II “DASAR-DASAR PENGETAHUAN”
2.2.1. Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik
manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan setelah itu
manusia harus hidup berbekal pengetahuan ini.
Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan
kelangsungan hidup ini. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia dua
hal untama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Sebab kedua, adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur
kerangka berpikir tertentu.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan
pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang
mampu menalar. Tentu saja tidak semua pengetahuan berasal dari proses
penalaran; sebab berpikir pun tidak semuanya berdasarkan penalaran
2.2.2. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan
yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, tetapi
tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran.
Jadi penalaran adalah kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik
tertentu dalam menemukan kebenaran. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka
penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu :
1) Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu
proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu, atau dengan perkataan lain,
menurut logika tertentu.
2) Proses berfikirnya bersifat analitik.
Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan
diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk
analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 11
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar
kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Perasaan
adalah suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Intuisi
adalah suatu kegiatan berpikir yang nonanalitik yang tidak mendasarkan diri
pada pola pikir tertentu. Jadi secara luas dapat kita katakan bahwa cara berpikir
masyarakat dapat dikategorikan kepada cara berpikir analitik yang berupa
penalaran dan cara berpikir yang nonanalitik yang berupa intuisi dan perasaan.
2.2.3. Logika
Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses
penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas logika didefinisikan sebagai
“pengkajian untuk berpikir sacara sahih”. Cara penarikan kesimpulan
berdasarkan penalaran ilmiah, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika
induktif merupakan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata
(khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum, sedangkan logika deduktif
merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus
yang bersifat individual (khusus). Penarikan kesimpulan secara deduktif
menggunakan pola berpikir silogisme. Disusun dari dua buah pertanyaan dan
sebuah kesimpulan.
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik dari suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara
induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi
yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat
umum ini penting yang artinya sebab mempunyai dua keuntungan. Keuntungan
yang pertama ialah bersifat ekonomis. Yang kedua adalah dimungkinkan proses
penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif.
Secara Induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat
disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Deduktif adalah cara
berpikir dimana dari pernyataan yang umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 12
pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus
disebut premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis
minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran
deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
2.2.4. Sumber Pengetahuan
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri
kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum
rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme
sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan
paham yang disebut dengan empirisme.
Kaum rasionalis beranggapan bahwa pengetahuan didapatkan lewat
penalaran rasional yang abstrak. Masalah yang timbul dari cara berpikir ini
adalah mengenai kriteria untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu ide yang
menurut seorang adalah jelas dan dapat dipercaya.
Kaum empirisme pengetahuan manusia didapatkan lewat bukti konkret.
Masalah utama yang timbul ialah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu
cenderung untuk menjadi kumpulan suatu fakta-fakta. Masalah yang kedua
adalah mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan
pengetahuan dan pancaindera sebagai alat yang menangkapnya.
Selain rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan
pengetahuan yaitu intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang
didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Suatu masalah dalam
pikiran namun menemui jalan buntu, tiba-tiba saja muncul di benak kita yang
lengkap dengan jawabannya dan kita merasa yakin bahwa itulah jawabannya
namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya kita sampai ke sana.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Wahyu merupakan
pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada para nabi dan rasul-rasulnya.
2.2.5. Kriteria Kebenaran
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 13
1) Paham Koherensi.
Sesuatu yang dianggap benar apabila pernyataan dan kesimpulan
konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang terdahulu yang telah
dianggap benar. Teori ini disebut teori koherensi. Atau dapat
disimpulkan bahwa teori koherensi adalah suatu pernyataan dianggap
benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Ahli filsafat
yang mengembangkan teori koherensi, diantaranya Plato (427- 347 SM)
dan Aristoteles (384- 322 SM).
2) Paham Korespondensi ( Bertrand Russell ( 1872-1970 )
Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan benar adalah
benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi ( berhubungan ) dengan obyek yang dituju oleh
pernyataan tersebut.
3) Paham Pragmatisme ( Charles S. Peirce 1839-1914 ).
Bagi kaum pragmatisme kebenaran adalah suatu pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam
kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan adalah benar, jika
pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
2.3. BAB III “ONTOLOGI: HAKIKAT APA YANG DIKAJI”
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 14
2.3.1. Metafisika
Metafisika dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki apa hakikat di
balik alam nyata ini. Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini
merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran
ilmiah.
Beberapa Tafsiran Metafisika
Supernaturalisasi adalah paham yang menyatakan bahwa terdapat ujud-ujud
bersifat gaib (supernatural) dan ujud-ujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih
kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata.
Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa gjala-gejala alam
tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh
kekuatan yang tedapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan
demikian dapat kita ketahui. Dikembangkan oleh Democritos (460-370 S.M.)
Disini kaum mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik. Kaum mekanistik
melihat gejala alam hanya merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan
bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara
subtantif dengan proses tersebut diatas.
Aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara
pikiran dan zat: mereka hanya berbeda dalam gejala yang disebabkan proses
yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Pendapat ini ditolak
oleh penganut paham dualistik. Dipelopori oleh Thomas Hyde (1700)
sedangkan monisme dipelopori oleh Christian Wolf (1679-1754). Dalam
metafisika maka penafsiran dualistik membedakan antara zat dan kesadaran
yang bagi mereka berbeda sui generis secara substantif.
Jadi pada dasarnya tiap ilmuwan boleh mempunyai filsafat individual yang
berbeda-beda. Titik pertemuan kaum ilmuwan dari semua ini adalah sifat
pragmatis dari ilmu.
2.3.2. Asumsi
Asumsi merupakan dugaan-dugaan sementara yang belum jelas
kebenarannya, karena belum ada fakta pendukung yang valid. Ilmu sebagai
pengetahuan yang berfungsi membantu dalam memecahkan masalah praktis
sehari-hari, tidaklah perlu memiliki kemutlakan seperti halnya agam. Walaupun
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 15
demikian sampai tahap tertentu ilmu memiliki keabsahan dalam melakukan
generalisasi.
Determinisme, probabilistik dan pilihan bebas merupakan permasalahan
filsafati yang rumit namun menarik. Tanpa mengenal ketiga aspek ini akan sulit
bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton ( 1788-1856 )
dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang
bersifat universal. Aliran ini merupakan lawan dari fatalisme yang menyatakn
bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang ditetapkan lebih dahulu.
2.3.3. Peluang
Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan
pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
bagi saudara untuk mengambil keputusan, dimana keputusan saudara harus
didasarkan kepada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Berdasarkan teori keilmuan tidak akan pernah mendapatkan hal yang pasti
mengenai suatu kejadian. Yang ada adalah kesimpulan yang probabilistik.
2.3.4. Beberapa Asumsi dalam Ilmu
Suatu permasalahan kehidupan tidak bisa dianalisis secara cermat dan
saksama hanya oleh satu disiplin keilmuan saja. Dalam mengembangkan asumsi
kita harus perhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi ini harus relevan dengan
bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi harus operasional dan
merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan
dari keadaan sebagaimana adanya bukan bagaimana keaadaan yang seharusnya.
Asumsi yang pertama adalah mendasari telaah ilmiah sedangkan asumsi yang
kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral.
2.3.4. Batas-batas Penjelajahan Ilmu
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti
dibatas pengalaman manusia. Hal ini dikarenakan berbagai hal yang terjadi
sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi sesudah kematian kita,
kesemuanya merupakan di luar penjelajahan dari ilmu. Fungsi dari ilmu sendiri
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 16
dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat bantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia
juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun sesuatu harus
teruji kebenarannya secara empiris. Dalam batas manusia ilmu ini hanya
berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Untuk itu
pahamilah salah satu dari cabang-cabang ilmu supaya profesional dan mencoba
untuk menginterdisiplinkan ilmu-ilmu lain agar lebih paham tentang dimana
disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin seseorang dimulai.
Cabang-Cabang Ilmu
Terdapat sekitar 650 cabang keilmuan di masa sekarang dan pada dasarnya
cabang keilmuan tersebut berkembang dari cabang utama yaitu filsafat alam
yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural science ) serta
filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang ilmu sosial (the
social science). Dari cabang ilmu sosial ini terdapat cabang lagi yaitu
antropologi (mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat),
psikologi (mempelajari proses mental dan kelakuan manusia), ekonomi
(mempelajari manusia dalam memenuhi kehidupannya), soiologi (mempelajari
struktur organisasi sosial manusia), dan ilmu politik (mempelajari sistem dan
proses kehidupan manusia dalam pemerintahan dan bernegara). Kemudian
contohnya dari cabang ilmu antropologi bisa terbagi menjadi lima yakni
arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi, dan antropologi sosial.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 17
2.4. BAB IV “EPISTEMOLOGI : CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN
YANG BENAR”
2.4.1 Jarum Sejarah Pengetahuan
Pada paktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep dasar. Semua
meyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidk
terdapat jarak antara objek yang satu dengan objek yang lain, antara ujud yang
satu dengan ujud yang lain. Konsep dasar ini baru mengalami perubahan
fundamental dengan berkembangnya abad.
Konsep dasar pengetahuan waktu dulu adalah kriteria kesamaan bukan
perbedaan. Tetapi setelah berkembangnya abad penalaran pada pertengahan
abad ke 17 konsep dasarnya berubah dari kesamaan kepada perbedaan berbagai
pengetahuan yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan
konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai
dibeda-bedakan berdasarkan apa yang diketahuai, bagaimana cara mengetahui
dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan.
2.4.2. Pengetahuan
Pengetahuan pada hakekatmya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping
berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni dan agama. Pengetahuan
merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung
turut memperkaya kehidupan kita.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai cirri-ciri spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ilmu mempelajari alam sebagaimana adanya dan
terbatas pada lingkup pengalaman kita. Usaha untuk mengetahui gejala ualam
sudah dimulai sejak dulu kala melalui mitos. Tahap selanjutnya yaitu dengan
mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis dan berakar
pada pengalaman berdasarkan akal sehat yang didukung oleh metode mencoba-
coba. Perkembangan ini menyebabkan tumbuhnya pengetahan yang disebut seni
terapan. Akal sehat dan coba-coba mempunyai peranan penting dalam usaha
manusia untuk menemukan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 18
Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara
kritis mempertanyakan dasar-dasar pikiran yang bersifat mitos. Lalu
berkembang lagi kearah empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang
benar itu didasarkan kepada kenyataan pengalaman.Jika ilmu mencoba
mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia empiris dengan
mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat dalam sebuah
hubungan yang bersifat rasional, maka seni (paling tidak seni sastra), mencoba
mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi bermakna bagi
pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia
untuk menangkapnya, seperti pikiran emosi dan pancaindra.
2.4.3. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan
disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya
harus memenuhi syarat tertentu. Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan
dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah.
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran, sehingga
pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta
oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan
tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat
diandalkan.
Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Proses
kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses
berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan yang
bereksistensi dalam dunia empiris pula.
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari
jawaban pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri
dengan fakta pula, apapun juga teori yang menjembataninya (Einstein).
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara
secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 19
merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang
dijelaskannya. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu:
1) Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyek
empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-
faktor yang terkait didalamnya.
2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang
merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin
terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk
kontelasi permasalahan.
3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan
kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk meperlihatkan apakah
terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Keseluruhan langkah ini harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat
disebut ilmiah. Langkah-langkah yang telah kita sebutkan diatas harus dianggap
sebagai patokan utama dimana dalam penelitian yang sesungguhnya mungkin
saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang
diteliti.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
disusun secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Jadi pad
hakikatnya suatu hipotesis dapat diterima kebenarannya selama tidak didapatkan
fakta yang menolak hipotesis tersebut. Hal ini membawa dimensi baru kepada
hakikat ilmu yakni sifat pragmatis dari ilmu. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari
kebenaran absolut melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam
tahap perkembangan tertentu.
Metode ilmiah pada dasarnya adalah sama bagi semua disiplin keilmuan.
Bila pun terdapat perbedaan maka perbedaan tersebut sekadar terletak pada
aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek
metodologisnya.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 20
Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak
termasuk kedalam kelompok ilmu. Meskipun demikian beberapa aspek dari
pengetahuan tersebut dapat menerapkan metode ilmiah dalam pengkajiannya.
Penelitian yang lebih bersifat kualitatif ini biasanya diikuti oleh penelitian yang
bersifat kuantitatif dengan penerapan metode ilmiah sepenuhnya.
Penelitian merupakan pencerminan secara kongkret kegiatan ilmu dalam
memproses pengetahuannya. Struktur berpikir yang melatarbelakangi langkah-
langkah dalam penelitian ilmiah adalah metode keilmuan. Langkah-langkah
penelitian yang mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan
serta untuk apa hasil penelitian digunakan adalah koheren dengan landasan
ontologis, epistemologis, dan aksiologis keilmuan. Dengan demikian maka
pengetahuan filsafati yang bersifat potensial secara kongkret memperkuat
kemampuan ilmuwan dalam melakukan kegiatan ilmiah secara operasional.
Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dapat dibandingkan
dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan
cepat. Salah satu faktor yang mendorong adalah faktor sosial dari komunikasi
ilmiah dimana penemuan individual segera dapat ditemui dan dikaji oleh
anggota masyarakat ilmuwan lainnya.
Sampai pertengahan abad ketujuh belas komunikasi ilmiah antarilmuwan
dilakukan secara korespondensi pribadi serta publikasi makalah atau pamflet
sewaktu-waktu. Laporan pertemuan ilmiah dari the Royal Society muncul
pertama kali pada tahun 1664. Setelah ini maka komunikasi dan kerja sama
antarilmuwan dalam bentuk kelembagaan, himpunan dan penerbitan juernal
berkembang dengan pesat.
Dengan demikian maka ilmu berkembang dengan cepat dalam dinamika
yang dipercepat karena penemuan yang satu akan menyebabkan penemuan-
penemuan yang lainnya. Diperkirakan ilmu berkembang dua kali lipat tiap
jangkah waktu sepuluh tahun. Ilmu juga bersifat konsisten karena penemuan
yang satu didasarkan kepada penemuan-penemuan sebelumnya.
2.4.4. Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang di proses menurut metode ilmiah merupakan
pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan dan dapat disebut
pengetahuan ilmiah atau ilmu. Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah mempunyai
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 21
tiga fungsi yakni menjelaskan, merencanakan dan mengontrol. Sebuah teori
pada umumnya terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya merupakan
pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam
suatu kaitan sebab akibat. Makin tinggi keumuman konsep maka makin tinggi
teoritis konsep tersebut. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum
harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi atau secara idealnya harus
bersifat universal. Dalam ilmu sosial untuk meramalkan menggunakan metode
proyeksi, pendekatan struktural, analisis kelembagaan atau tahap-tahap
perkembangan. Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru
yang sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan penelitan murni atau
penelitian dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan
pengetahuan ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidpan
yang bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.
Struktur Pengetahuan Ilmiah:
1) Teori yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan
mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Sebuah teori
biasanya terdiri dari hukum-hukum.
2) Hukum yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
3) Prinsip yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum
bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian
yang terjadi.
4) Postulat yang merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima
tanpa dituntut pembuktiannya. Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui
prosedur metode keilmuan melainkan ditetapkan secara begitu saja.
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang baru yang
sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan penelitian murni atau penelitian
dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan
ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah kehidupan yang
bersifat praktis dinamakan penelitian terapan.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 22
2.5. BAB V “SARANA BERPIKIR ILMIAH”
2.5.1. Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan melakukan penelaahan ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan
suatu hal yang bersifat imperative bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai
sarana ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah-langkah
yang ditempuh perlulah juga dilakukan dengan sarana-sarana yang tertentu pula.
Oleh sebab itu sebelum kita mempelajari-sarana-sarana berpikir ilmiah alngkah
baiknya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut,
sarana ilmiah juaga memiliki fungsi-fungsi yang khas dalam kegiatan ilmiah.
Dalam mempelajari sarana berpikir ilmiah seolah-olah kita mempelajari
berbagai cabang ilmu yang ada, Adapaun hal ini ada dua yang harus
diperhatikan. Pertama, sarana ilmiah merupakan kumpulan pengetahuan yang
didapatkan bersasarkan metode ilmiah. Seperti yang diketahui karakteristik dari
ilmu pada umumnya dalam penggunaan berpikir induktif dan deduktif dalam
mendapatkan pengetahuan. Dan yang kedua, tujuan mempelajari saerana ilmiah
adalah untuk menelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari
ilmu dimaksudkan agar kita mendapatkan pegetahuan yang memungkinkan kita
dapat menyelesaikan masalah-masalah kita sehari-hari. Sebab fungsi sarana
ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu
sendiri.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, statistika. Ditinjau
dari dari pola berpikirnya maka ilmu merupaka gabungan antara berpikir
induktif dan deduktif. Seperti halnya bahasa sangat diperlukan sekali dalam
berkembangnya suatu ilmu pengetahuan, sedangkan matematika mempunyai
peranan yang penting dalam berpikir deduktif. Dan statistika juga mempunyai
peranan sangat penting pula dalam berpikir induktif.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 23
2.5.2. Bahasa
Bahasa merupakan ciri khas yang dimiliki oleh manusia, dengan berbahasa
manusia dapat mengembangkan pengetahuannya dan menyalurkan
pengetahuannya kepada manisia yang laian sehingga terjadi suatu interaksi yang
mendorong pengetahuan atau kebudayaan manusia dapat berkembang.
Sedangkan binatang tidak dapat berbahasa, oleh karena itu mengapa binatang
dari dulu sampai sekarang tidak dapat mengembankan kemampuannya dan juga
pada dasrnya binatang juga tidak dapat berpikir selayaknya seperti manusia.
Tanpa bahasa niscaya manusia dapat mengembangkan nilai-nilai kebudayaanya
dan pengetahuannya kepada generasi berikutnya. Dengan behasa
memungkinkan menusia berikir secara abstrak di mana obyek-obyek yang
faktual ditrasformasikan menjadi simbol-simbol bahasa bersifat abstrak, serta
memungkinkan pula menusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut.
Apakah Sebenarnya Bahasa?
Bahasa merupakan lambang di mana rangkaian bunyi ini membentuk suatu
arti tertentu. Sepeeti halnya perkataan gunung dan burung merpati, dari kata
tersebut menunjukan bahwa manusia dapat memberikan lambang untuk
menamai dari dua obyek tersebut, kiranya patut disadari bahwa manusia
memberikan lambang dari kedua obyek tadi secara begitu saja, di mana setiap
daerah, bangsa memeberikan bahasanya yang berbeda pula. Seperti dalam
bahasa inggris gunung diartikan sebagai mountain, dan gunung dalam bahasa
arab diartikan jaba.
Bahasa juga dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi untuk
berkomunikasi. Selain bunyi manusia juga dapat mengunakan alat-alat untuk
berkomunikasi, seperti yang terdapar pada orang bisu, ia berkomunikasi
mengunakan gerakan-gerakan atau simbol-simbol yang dapat menyampaikan
komunikasinya. Bahasa memiliki dua aspek informative dan emotif. Yang
artinya kalau kita berbicara maka hakikatnya informasi yang kita sampaikan
mengandung unsur-unsur emotif, sedangkan jika kita menyampaikan perasaan
maka ekspresi itnu mengandung unsur-unsur informative. Dan bahasa
mengkomunikasikan tiga hal, yaitu buah pikiran, perasaan, dan sikap.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 24
Beberapa Kekurangan Bahasa
Kekurangan ini pada hakekatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri
yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan
simbolik. Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak
yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Definisi yang panjang
tetap tidak memberikan arti yang jelas dan eksak terhadap hakikat ilmu yang
sebenarnya.
Bahasa mempunyai beberapa kata yang memberikan arti yang sama. Sifat
majemuk bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan
semantik. Kelemahan tiga bahasa sering bersifat berputar-putar dalam
mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi.
Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh dari
para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein,
disebabkan karena “kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat
timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.
2.5.3. Matematika
Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing-lambang metematika bersifat
“artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna yang diberikan
kepadanya. Misalkan lambing x apabila kita tidak memberikan arti maka
lambing x tidak mempunyai makna, sedagkan apabila lambing x sudah
diberikan suatu arti. Umpamannya bila kita sedang mempelajari kecepatan jalan
kaki seorang anak, maka yang menjadi obyek yaitu “kecepatan jalan kaki
seorang anak” bisa kita lambangkan dengan x. jadi dalam hal ini x memiliki satu
arti yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Apabila kita hubungkan dengan
lambing yang lainnya seperti z, dan y maka suatu bahasa matematika akan
mempunyai makna yang lebih kogkrit. Secara ini maka pertanyaan matematika
mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan
konotasi yang bersifat emosional.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 25
Sifat Kuantitatif dari Matematika
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita
untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu
mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Untuk mengatasi masalah
ini matematika mengembangkan konsep pengukuran.
Sifat kuantitatif dari matematika ini meningkatkan daya prediktif dan
kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangan
dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlakukan oleh
semua disiplin keilmuan untuk meningkatkan daya prediksi dan kontrol ilmu
tersebut.
Matematika: Sarana Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan
kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan. Seperti halnya sudut
ABC apabila dengan ukuran tertentu maka kita hitung dengan mengukur dari
sudut A Ke B, B ke C, dan C ke A. maka kita akan ketahui hasil perhitungan
yang telah kita perhitungkan, maka dari hasil perhitungan tadi akan
menghasilkan sebuah kesimpulan yang yang jelas, spesifik dan informatif.
Pernyataan di atas secara deduktif matematika dapat digunakan sebagai
menjawab pertanyaan-pertanyaan deduktif dalam ilmiah. Meskipun tak terdapat
kejutan dalam logika, tetapi sarana berfikir deduktif dari matematika ini
sungguh sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenagkan.
Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebagai bahasa simbolik yang
memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat. Dengan
membuktikan kebenaran matematika tidak ditentukan oleh pembuktian empiris,
melainkan kepada proses penalaran deduktif.
Perkembangan Matematika
Ditinjau dari perkembangannya maka ilmu dapat dibagi dalam tiga tahap
yakni tahap sistematika, komparatif, dan kuantitatif. Pada tahap sistematis maka
ilmu mulai menggolong-golongkan obyek empiris ke dalam kategori-kategori
tertentu. Dalam tahap yang kedua kita mulai melakukan perbandingan antara
obyek yang satu dengan yang lain. Tahap selanjutnya yakni tahap dimana kita
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 26
mencari hubungan sebab akibat berdasarkan pengukuran yang eksak dari obyek
yang sedang kita selidiki.
Berdasarkan perkembangannya maka masalah yang dihadapi logika
semakin lama semakin rumit dan membutuhkan struktur analisis yang lebih
sempurna. Dalam perspektif inilah maka logika berkembang menjadi
matematika. Matematika juga merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan
sehari-hari.
Griffits dan Howson (1974) membagi sejarah matematika menjadi empat
tahap. Tahap pertama dimulai dengan matematika yang berkembang pada
peradaban Mesir Kuno dan sekitarnya yang digunakan dalam perdagangan,
bangunan, dan usaha mengontrol alam seperti banjir. Perdaban Yunani
meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan
berbagai langkah dan definisi tertentu.
Babak perkembangan selanjutnya terjadi di Timur sekitar tahun 1000
bangsa Arab, India, dan Cina mengembangkan ilmu hitung dan aljabar. Pada
zaman Renaissance ditemukan kalkulus diferensial yang memungkinkan
kemajuan ilmu yang cepat di abad ke-17 dan revolusi industri di abad ke-18.
Beberapa aliran dalam Filsafat Matematika
Ada beberapa aliran dalam Filsafat Matematika antara lain: Aliran Logistik
(Immanuel Kant), Aliran Intusionis (Jan Brouwer) dan Aliran Formalis (David
Hilbert).
Tesis utama kaum logistik adalah bahwa matematika murni merupakan
cabang dari logika. Tesis ini mula-mula dikembangkan oleh Gottlob Frege
(1848-1925) yang menyatakan bahwa hukum bilangan dapat direduksikan ke
dalam proporsi-proporsi logika.
Kaum formalis berpendapat bahwa banyak masalah-masalah dalam bidang
logika yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan logika. Matematika
merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang. Mereka
menekankan kepada aspek formal dari matematika sebagai bahasa pelambang
dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa
lambang.
Kaum intusionis menyatakan bahwa intuisi murni dan berhitung merupakan
titik tolak tentang matematika bilangan. Kaum intusionis memberikan titik tolak
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 27
dalam mempelajari matematika dalam prespektif kebudayaan suatu masyarakat
tertentu yang memungkinkan diperkembangkannya filsafat pendidikan
matematika yang sesuai.
Matematika dan Peradaban
Matematika tidak dapat dilepaskan dari perkembangan peradaban manusia.
Tanpa matematika maka pengetahuan akan berhenti pada tahap kualitatif yang
tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh. Bagi bidang
keilmuan modern, matematika adalah sesuatu yang imperatif : sebuah sarana
untuk meningkatkan kemampuan penalaran deduktif.
2.5.4. Statistika
Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering
dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi.
Statistika dan cara berpikir induktif
Statistika dan berpikir induktif, yaitu suatu pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Semua penyataan ilmiah adalah bersifat faktual. Suatu pengujian
merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan. Statistika memberikan jawaban akan fakta-fakta yang terdapat pada
realitas kehidupan berasarkan data-data yang telah dikelola untuk dijadikan
sebuah kesimpulan. Adapun penarikan kesimpulan deduktif dengan induktif
hampir memiliki kesamaan, tetapi ada yang membedakan bahwa kesimpulan
berdasarkan cara menarik kesimpulan deduktif yang terdapat pada matematika
adalah benar dan penarikan kesimpulan adalah sah. Sedangkan dalam penalaran
induktif yang terdapat dalam statistika adalah dalam penarikan kesimpulannya
adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Statistika merupakan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini
dengan eksak.
Karakteristik Berpikir Induktif
Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari
kesimpulan yang ditarik. Yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang
sederhana, yakni semakin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 28
tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan kemampuan
kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua
faktor atua lebih bersifat kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu
hubungan yang bersifat empiris. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah
maka statistika membantu kita untuk melakukan generalisasi dan menyimpulkan
karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan secara
kebetulan.Statistika juga memberikan kemudahan dalam memperoleh sebuah
kesimpulan dengan cara menguji sebuah populasi dengan pengambilan sampel.
Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untik menarik
kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 29
2.6. BAB VI “AKSIOLOGI : NILAI KEGUNAAN ILMU”
2.6.1. Ilmu dan Moral
Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan
kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia
mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi
oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula
kita berdusta? Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka
dalam tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan
pengetahuan ilmiah.
Untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dimana batas
wewenang penjelajahan keilmuan? Kearah mana perkembangan keilmuan harus
diarahkan? Sejak pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah
moral namun dalam perpektif yang berbeda. Sejak Copernicus (1473-1543)
mengajukan teori tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang
berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya seperti apa yang diajarkan
oleh ajaran agama maka disinilah timbul interaksi antara ilmu dan moral (yang
bersumber dari ajaran agama). Para ilmuwan berusaha untuk menegakkan ilmu
yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana semboyan : ilmu yang bebas
nilai.
Berbagai ideologi mencoba mempengaruhi metafisik keilmuan.
Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul
dengan penerapan konsep-konsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis.
Konsep ini menjelma dalam bentuk konkret yang berupa teknologi.
Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya
lebih merupakan masalah kebudayaan daripada masalah moral. Para ilmuwan
terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan
bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai. Golongan kedua
berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada
metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya kegiatan keilmuan harus
berlandaskan asas-asas moral.
Masalah moral tak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk
menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih lagi
untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Tanpa
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 30
landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan
prostitusi intelektual.
2.6.2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Secara historis fungsi sosial dari kaum ilmuwan telah lama dikenal dan
diakui. Raja Charles II dari Inggris mendirikan the Royal Society yang
bertindak selaku penawar bagi fanatisme di masyarakat waktu itu. Para ilmuwan
pada waktu itu bersuara mengenai toleransi beragama dan pembakaran tukang-
tukan sihir.
Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan
keilmuan yang dilakukan. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial
di bahunya. Bukan saja karena ia adalah warga masyarakat yang
kepentingannya terlibat secara langsung dengan di masyarakat yang yang lebih
penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan
hidup manusia. Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya
sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuwan
adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.
Ilmu terbebas dari nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwanlah yang
memberikan nilai. Dalam menghadapi masalah social, seorang ilmuwan yang
mempunyai latarbelakang pengetahuan yang cukup harus menempatkan
masalah tersebut pada proporsi ang sebenarnya dan menjelaskanya lepada
masyarakat dalam bahasa yang dapat dicerna. Dengan kemampuan yang
dimiliki oleh seorang ilmuwan maka harus dapat mempengaruhi opini
masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.
Dibidang etika, tanggungjawab seorang ilmuwan bukan lagi memberikan
informasi tetapi memberikan contoh.
2.6.3. Nuklir dan Pilihan Moral
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuanya
untuk menindas bangsa lain meskipun yang menggunakan itu adalah bangsanya
sendiri. Einstein waktu itu memihak sekutu karena anggapanya bahwa sekutu
mewakili aspirasi kemanusiaan. Jika sekutu kalah maka yang akan muncul
adalah rezim Nazi yang tidak berperikemanusiaan. Untuk itu seorang ilmuwan
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 31
tidak boleh berpangku tangan. Dia harus memilih sikap: berpihak kepada
kemanusiaan atau tetap bungkam?
Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk
kemaslahatan kemanusiaan, atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan.
Kenetralan seorang ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya bahwa ilmu
pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan
selanjutnya. Bagaimana pahitnya hasil penemuan itu bagi obyek yang kita
junjung dalam sistem preferensi moral kita, kebenaran tak boleh
disembunyikan.
Seorang ilmuwan tak boleh memutarbalikan penemuwannya bila
hipotesisnya yang dijunjung tinggi yang disusun di atas kerangka pemikiran
yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena
bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Kenetralan dalam proses penemuan
kebenaran inilah yang mengharuskan ilmuwan untuk bersikap dalam
menghadapi bagaimana penemuan itu digunakan.
2.6.4. Revolusi Genetika
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan
manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek
penelaah itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada
penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak
sekali, namun penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan
ilmu dan teknologi dan tidak membidik secara langsung secara langsung
manusia sebagai obyek penelaahan. Dengan penelitian genetika maka
masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia
dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi
kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan
menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan
teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset
genetika akan dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuran manusia.
Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan, maka moral hanya
mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya
kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 32
2.7. BAB VII “ILMU DAN KEBUDAYAAN”
2.7.1. Manusia dan Kebudayaan
Kebudayaan didefenisikan pertama kali oleh EB. Taylor pada tahun 1871
dimana dalam bukunya Primitive Culture, kebudayaan diartikan sebagai
keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat serta kemampuan dan kebiasaan lainya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan
namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Adanya kebutuhan hidup
inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang
memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow
mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusaia yakni kebutuhan
fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi.
Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan
tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.Pada dasarnya tata
hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat
abstrak: kegiatan manusia ini dapat ditangkap oleh pancaindera sedangkan nilai
budaya hanya tertangguk oleh budi manusia. Disamping itu nilai budaya dan
tata hidup manusia ditopang oleh sarana kebudayaan.
Kebudayaan dan Pendidikan
Allport, Venon dan lindzey (1951) mengidentifikasikan enm nilai dasar
dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik, dan
agama .Yang dimaksud dengan nilai teori adalah hakikat penemuan kebenaran
lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metoda ilmiah. Nilai
ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi kebutuhan
manusia. Nilai estetika berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistik
yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada
hubungan antarmanusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yang luhur. Nilai
politik berpusat kepada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun dunia politik. Nilai agama merengkuh penghayatan yang
bersifat mistik dan transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan
memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi. Setiap kebudayaan mempunyai
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 33
skala hirarki mengenai mana yang lebih penting dan mana yang kurang penting
dari nilai-nilai tersebut di atas serta mempunyai penilaian sendiri dari tiap-tiap
kategori.
Masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-
nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita. Hal yang
harus dilakukan pertama, nilai-nilai budaya yang harus dikembangkan dalm diri
anak kita haruslah relevan dengan kurun zaman. Kedua, usaha pendidikan yang
sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitif
tentang hakikat nilai-nilai budaya tersebut.
Secara bertahap masyarakat tradisional yang berorientasi pada status akan
beralih menjadi masyarakat modern yang berorientasi kepada prestasi.
Hubungan antarmanusia akan lebih bersifat individual. Pengembangan
kebudayaan nasional kita ditujukan ke arah terwujudnya suatu peradaban yang
mencerminkan aspirasi dan cita-cita bangsa Indonesia.
2.7.2. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Ilmu merupakan pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari
kebudayaan. Dalam rangka pengembangan kebudayaan ilmu mempunyai
peranan ganda. Pertama, ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung
terlenggaranya pengembangan kebudayaan nasional. Kedua, ilmu merupakan
sumber nilai yang mengisi pembentukan watak suatu bangsa.
Ilmu Sebagai Suatu Cara Berpikir
Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, yang memiliki dua kriteria utama, yaitu :
1) Pernyataan harus logis
2) Didukung fakta empiris (Empiris : berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan)
Kedua kriteria tersebut saling mengikat, yang pertama setiap pernyataan
yang disampaikan harus logis dan diperolah dari fakta-fakta empiris, merupakan
hakikat berpikir ilmiah. Dari hakikat ini, kita dapat menyimpulakan beberapa
karakteristik ilmu. Pertama, ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar. Kedua, alur jalan pikiran yang logis
yang konsisten dengan pengetahuan yang telah ada. Ketiga, pengujian secara
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 34
empiris sebagai kriteria kebenaran objektif. Keempat, mekanisme yang terbuka
terhadap koreksi. Maka disimpulkan manfaat yang dapat diperoleh dari
karakteristik ilmu ialah rasional, logis, objektif dan terbuka serta kritis sebagai
landasannya.
Ilmu Sebagai Asas Moral
Artinya dalam menetapkan suatu pernyataan apakah itu benar atau tidak
maka seorang ilmuwan akan menarik kesimpulannya kepada argumentasi yang
terkandung dalam pernyataan itu dan bukan kepada pengaruh yang berbentuk
kekuasaan dari kelembagaan yang mengeluarkan pernyataan itu. Hal ini sering
menempatkan ilmuwan pada tempat yang bertentangan dengan pihak yang
berkuasa yang mungkin mempunyai kriteria kebenaran yang lain.Kriteria
ilmuwan dan politikus dalam membuat pernyataan adalah berbeda menurut
Szilard : jika seorang ilmuwan mengatakan sesuatu, rekan rekannya pertama
kali akan bertanya apakah yang dinyatakan itu mengandung kebenaran.
Disamping itu kebenaran bagi ilmuwan mempunyai kegunaan yang
universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat ke manusiaanya.
Secara nasional kaum ilmuwan tidak mengabdi kepada golongan, klik politik
atau kelompok lain, secara internasional kaum ilmu wan tidak mengabdi kepada
ras,ideology, dan factor – faktor pembatas lainnya.
Dua karakteristik ini merupkan asas moral bagi ilmuwan yakni
meninggikan kebenaran dan pengabdian secara universal. Dalam kenyataannya
pelaksanaan asas moral ini tidak mudah sebab tahap perkembangan ilmu yang
sangat awal kegiatan ilmiah ini dipengaruhi oleh struktur kekuasaan dari luar.
Menurut Bachtiar Rifai, lebih menonjol lagi di negara-negara yang sedang
berkembang, karena sebagian besar kegiatan keilmuan merupakan kegiatan
aparatur negara.
Nilai-Nilai Ilmiah dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
Ada 7 nilai yang terkandung dalam dari hakikat keilmuan yaitu kritis,
rasional, logis, objektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian
universal. Ketujuh sifat ini sangat akan sangat konsisten untuk membentuk
bangsa yang modern. Karena bangsa yang modern akan menghadapi banyak
tantangan di segala bidang kehidupan.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 35
Pengembangan kebudayaan nasional pada hakikatnya adalah perubahan
kebudayaan konvensional kearah yang lebih aspirasi. Semangat pionir dan
kepahlawanan masih diperlukan karena berkaitan erat dengan keberanian dan
sikap sosial. Semangat pionir dan kepahlawanan itu dapat didefinisikan sebagai
keberanian untuk memperjuangkan kepentingan umum.
Ke Arah Peningkatan Peranan Keilmuan
Jika bahwasanya ilmu bersifat mendukung budaya nasional, maka kita perlu
meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita. Beberapa langkah yang
dapat kita gunakan yang pada pokoknya mengandung beberapa pemikiran
sebagai berikut.
Pertama, ilmu merupakan bagian kebudayaan dan oleh sebab itu setiap
langkah dalam kegiatan peningkatan ilmu harus memperhatikan kebudayaan
kita. Kedua, ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran. Ketiga,
asumsi dasar dari setiap kegiatan dalam menemukan kebenaran adalah percaya
dengan metode yang dipergunakan. Keempat pendidikan keilmuan harus
dikaitkan dengan moral. Kelima, pengembangan keilmuan harus seiring dengan
pengembangan filsafat. Keenam kegiatan ilmah harus otonom dan bebas dari
kekangan struktur kekuasaan. Keenam hal ini merupakan langkah-langkah
untuk memberi kontrol bagi masyarakat terhadap kegiatan ilmu dan teknologi.
2.7.4. Dua Pola Kebudayaan
Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu social. Kenapa hal ini terjadi, ini terjadi karena besarnya
perbedaan antara ilmu social dan ilmu alam. Contohnya, jika kita belajar ilmu
alam dengan subjek batu, kira-kira saat lain di teliti lagi maka kemungkinan
besar akan berhasil dengan nilai yang sama,tetapi tidak demikin dalam ilmu
social,dalam ilmu social, ilmu social bergerak lebih fleksibel dan dapt berubah
sewaktu-waktu.
Raiso de’etre yang menjadi argumentasi pembagian jurusan ini adalah
asumsi yang pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang
berbeda dalam pendidikan matematika yang mengharuskan kita
mengembangakan pola pendidikan yang berbeda pula. Asumsi yang kedua
adalah yang menganggap bahwa ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 36
matematika. Asumsi kedua ini sekarang ini tidak relevan lagi karena
pengembangan ilmu sosial membutuhkan bakat-bakat matematika yang baik
untuk menjadikanya pengetahuan yang bersifat kuantitatif.
Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah, kedua hal itu tidak
mengubah apa yang menjadai tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud
mengumpulkan fakta tapi untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ada,
yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran hakikat objek yang kita hadapi.
Ada dua factor yang menjadi landasan suatu analisis kuantitatif ilmu social
yaitu: sulitnya melakukan pengukuran,karena emosi dan aspirasi merupakan
unsure yang sulit dan yang kedua banyaknya variable yang mempengaruhi
tingkah laku manusia.
Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju dari pada ilmu
social. Itu dikarenakan ilmu social lebih terpaku pada tahap kualitatif,dan untuk
mengubah ini ilmu social harus lebih masuk ketahap kuantitatif.
Di Indonesia hal seperti ini masih berlaku,tebukti adanya dua penjurusan
dalam bidang kajian ilmu, yaitu ilmu social dan ilmu alam,dan dalam
pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di banding ilmu
social. Itu membuat sebagian masyarakat kita terobsesi untuk masuk jurusan
ilmu alam meski mungkin lebih berbakat dalam bidang social, sehingga secara
tidak langsung menghambat perkembangan ilmu social.
Pada akhirnya harus kita sadari bahwa adanya dua jurusan dalam bidang
ilmu ini memerlukan suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam
menghadapinya. Perlu dicari titik temu diantara kedua bidang ini sehingga satu
sama lain akan saling melengkapi,bukan saling terpisah. Karena bagaimanapun
ilmu social tidak dapat terpisah dan berdiri sendiri dan begitupun ilmu alam
tetap terikat secara social.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 37
2.8. BAB VIII “ILMU DAN BAHASA”
2.8.1. Tetang Terminologi : Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan sains ?
Dua Jenis Ketahuan
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiannya seperti perasaan,
pikiran, pengalaman, pancaindra dan intuisi mampu menangkap alam hidupnya
dan mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk
"ketahuan umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah, filsafat. Terminologi
ketahuan ini adalah termonologi artifisial yang bersifat sementara sebagai
analisis yang pokoknya diartikan sebagai keseluruhan bentuk dari produk
kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu . Apa yang kita
peroleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa memperhatikan obyek, cara dan
kegunaannya kita masukan kedalam kategori yang disebut ketahuan ini. Dalam
bahasa inggris sinonim dari ketahuan ini adalah knowledge.
Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang
mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni,
beladiri, cara menyulam dan biologi itu sendiri.
Seluruh bentuk dapat digolongkan dalam kategori ketahuan ( knowledge )
di mana masing-masing bentuk dapat di cirikan oleh karakter obyek ontologis,
landasan epistemologis dan landasan aksiologi masing-masing. Salah satu
bentuk knowledge ditandai dengan:
1) Obyek Ontologis yaitu pengalaman manusia yakni segenap ujud yang
dapat dijangkau lewat pancaindra atau alat yang membantu kemampuan
pancaindra
2) Landasan epistemologis yaitu metode ilmiah yang berupa gabungan
logika deduktif dan logika induktif dengan pengajuan hipotesis atau
yang disebut logico-hyphotetico-verifikasi
3) Landasan aksiologi yaitu kemaslahatan manusia artinya segenap ujud
ketahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia.
Beberapa Alternatif
Alternatif pertama adalah menggunakan ilmu pengetahuan untuk science
dan pengetahuan untuk knowledge. Alternatif kedua didasarkan pada asumsi
bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah dua kata benda yakni ilmu dan
pengetahuan.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 38
Sains : Adopsi yang Kurang Dapat Dipertanggungjawabkan
Sains ini adalah terminologi yang dipinjam dari bahasa Inggris yakni
science. Keberatan kedua adalah terminologi science dalam bahasa asalnya
penggunaannya sering dikaitkan dengan natural science. Kebanyakan dari
pernyataan dan pertanyaan dalam filsafat ditimbulkan oleh kegagalan kita untuk
memahami logika dari bahasa kita sendiri.
2.8.2. Quo Vadis?
Terminologi Ilmu untuk science dan pengetahuan untuk knowledge. Secara
defacto dalam kalangan dunia keilmuan terminology ilmu sudah sering
dipergunakan seperti dalam metode ilmiah dan ilmu-ilmu social atau ilmu-ilmu
alam. Adapun kelemahan dari pilihan ini ialah bahwa kita terpaksa
meninggalkan kata ilmu pengetahuan dan hanya menggunakan kata ilmu saja
untuk sinonim science dalam bahasa inggris. Alternatif pertama menggunakan
ilmu pengetahuan untuk science dan pengetahuan untuk knowledge.
2.8.3. Politik Bahasa Nasional
Bahasa mempunyai dua fungsi yaitu; (1) sebagai sarana komunikasi dan (2)
sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang
mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi pertama dapat disebut sebagai fungsi
komunikatif dan fungsi kedua sebagai fungsi kohesif atau integratif.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia memilih bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dengan alasan utama yaitu fungsi kohesif bahasa
Indonesia sebagai sarana yang mengintegrasikaan berbagai suku ke dalam satu
bangsa yakni Indonesia. Tentu saja terdapat juga evalusai yang berkonotasi
dengan ketentuan Bahasa Indonesia selaku fungsi komunikatif yakni fakta
bahwa Bahasa Indonesia merupakan lingua franca dari sebaian besar penduduk,
namun kalau dikaji lebih dalam , maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif
itulah yang merupakan kriteria yang menentukan.
Selaku alat komuniksi pada pokonya bahsa mencakup tiga unsur yakni,
pertama, bahasa selaku alat komunikasi untuk menyampaikan pesan yang
berkonotasi perasaan (emotif), kedua, berkonotasi sikap (afektif) dan, ketiga,
berkonotasi pikiran (penalaran). Atau secara umum dapat dikatakan bahwa
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 39
fungsi komunikasi bahasa dapat diperinci lebih lanjut menjadi fungsi emotif,
afektif dan penalaran.
Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sektor-sektor
lain yang juga tumbuh dan berkembang. Sekiranya bahasa berkembang
terisolasi dari perkembangan sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat
tidak berfungsi dan atau bahkan kontra produktif (counter-productive).
2.9. BAB IX “PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH”
2.9.1. Struktur Penelitian dan Penulisan Ilmiah
1) Pengajuan Masalah
Latar Belakang Masalah
Identifikasi Masalah
Pembatasan Masalah
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
2) Penyusunan Kerangka Teoritis Dan Pengajuan Hipotesis
Pengkajian mengenai teori-teori yang akan dipergunakan dalam
analisa.
Pembahasan mengenai penelitian-penelitian lain yang relevan;
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis dengan
mempergunakan premis-premis sebagaimana tercantum dalam butir (1)
dan butir (2) dengan mennyatakan secara tersurat postulat, asumsi dan
prinsip yang dipergunakan (sekiranya dipergunakan);
Perumusan hipotesis
3) Metodologi Penelitian
Tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk
pernyataan yang mengidentifikasi variabel-variabel dan karakteristik
hubungan yang akan ditelit;
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 40
Tempat dan waktu penelitian dimana akan dilakukan generalisasi
mengenai variabel-variabel yang diteliti;
Metode penelitian yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan
tingkat generalisai yang diharapkan;
Teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan penelitian,
tigkat keumuman dan metode penelitian.
Teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang
akan dikumpulkan, sumber, teknik pengukuran, instrumen dan teknik
mendapatkan data.
Teknik analisis data yang mencakup langkah-langkah dan teknik
analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan pengajuan
hipotesis ( sekiranya mempergunakan statistika maka tulisan hipotesis
nol dan hipotesis tandingan; H0 / H1).
4) Hasil Penelitian
Menyatakan variabel-variabel yang diteliti;
Menyatakan teknik analisis data;
Mendeskripsikan hasil analisis data;
Memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data;
Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima
5) Ringkasan dan Kesimpulan
Deskripsi singkat mengenai masalah, krangka teoretis, hipotesis,
metodologi dan penemuan penelitian;
Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan
keseluruhan aspek tersebut di atas;
Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan
terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang relevan;
Mengkaji implikasi penelitian;
Mengajukan saran
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 41
6) Abstrak
Seluruh laporan penelitian disarikan dalam sebuah ringkasan yang
disebut abstrak.
7) Daftar Pustaka
Pada hakikatnya daftar pustaka merupakan inventarisasi dari seluruh
publikasi ilmiah maupun nonilmiah yang dipergunakan sebagai dasar bagi
pengkajian yang dilakukan.
8) Riwayat Hidup
Riwayat hidup merupakan deskripsi dari latar belakang pendidikan dan
pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan penulisan ilmiah yang
disampaikan. Riwayat hidup dicantumkan pada halaman terakhir sebuah
laporan tanpa diberi nomor halaman.
9) Usulan Penelitian
Usulan penelitian hanya mencakup langkah pengajuan masalah,
penyusunan kerangka teoritis dan pengajuan hipotesis serta metodologi
penelitian. Biasanya juga dilengkapi dengan jadwal kegiatan, personalia
peneliti serta aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan penelitian
umpamanya pembiayaan.
10) Lain-lain
Yang termasuk lain-lain adalah halaman judul, lingkup laporan beserta
penghargaan, daftar isi dilengkapi daftar tabel dan daftar gambar, lembar
persetujuan serta abstrak.
2.9.2. Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yakni gaya penulisan serta
teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari pengetahuan ilmiah yang
dipergunakan dalam penulisan. Penulis ilmiah harus menggunakan bahasa yang
baik dan benar.
Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif artinya bahwa sipenerima
pesan mendapatkan kopi yang benar-benar sama dengan prototipe yang
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 42
disampaikan sipemberi pesan. Komunikasi ilmiah harus bersifat impersonal
dimana berbeda dengan tokoh dalam sebuah novel yang bisa berupa aku dan dia
atau doktor faust. Kata ganti perorangan hilang dan diganti universal yakni
ilmuwan. Bahasa yang dipergunakan harus jelas di mana pesan mengenai obyek
yang ingin dikomunikasikan mengandung informasi yang disampaikan
sedemikian rupa sehingga si penerima betul-betul mengerti tentang isi pesan
yang disampaikan kepadanya.
Pembahasan secara ilmiah mengharuskan kita berpaling kepada
pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebagai premis dalam argumentasi kita.
Pernyataan ilmiah yang kita gunakan harus mencatat beberapa hal yakni kita
identifikasi orang membuat pernyataan tersebut, media komunikasi ilmiah
dimana pernyataan tersebut di sampaikan, lembaga yang menerbitkan publikasi
ilmiah tersebut beserta tempat domisili dan waktu penerbitan dilakukan.
2.9.3. Teknik Notasi Ilmiah
Kalimat yang kita kutip harus dituliskan sumbernya secara tersurat dalam
catatan kaki. Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan dimulai langsung dari
pinggir atau dapat dimulai setelah beberapa ketukan tik dari pinggir asalkan
dilakukan secara konsisten. Nama pengarang yang jumlahnya sampai tiga orang
dituliskan lengkap sedangkan jumlah pengarang yang lebih dari tiga orang
hanya ditulis nama pertama ditambah kata et al.
Kutipan yang diambil dari halaman tertentu disebutkan halamanya dengan
singkatan p (pagina) atau hlm. (halaman). Jika kutipan itu disarikan dari
beberapa halaman maka dapat ditulis pp.1-5 atau hlm 1-5. jika nama
pengaranganya tidak ada langsung dituliskan nama bukunya atau Anom
(anoniymous) di depan nama buku tersebut. Sebuah buku yang ada
diterjemahkan harus ditulis baik pengarang maupun penterjemah buku tersebut
sedangkan kumpulan karangan cukup disebutkan nama editornya.
Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama dilakukan dengan memakai
notasi op.cit (opere citato: dalam karya yang telah dikutip), loc. cit (loco citato:
dalam tempat yang telah dikutip dan ibid (ibidem : dalam tempat yang sama).
Satu kalimat mungkin terdiri dari beberapa catatan kaki sekiranya kalimat itu
terdiri dari beberapa kutipan. Semua kutipan, baik yang dikutip secara langsung
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 43
maupun secara tidak langsung, Sumbernya kemudian kita sertakan dalam daftar
pustaka.
2.10. BAB X “PENUTUP”
2.10.1. Hakikat dan Kegunaan Ilmu
Ilmu sekadar pengetahuan yang harus bisa dihafal, agar bisa dikemukakan
waktu berdebat: makin hafal lantas makin hebat! Pengetahuan yang dikuasai
harus mencakup bidang-bidang yang amat luas. Kemampuan mengutip teori-
teori ilmiah yang bersifat estetik ini lalu berkembang menjadi status sosial.
Ilmu tidak berfungsi sebagai pengetahuan yang diterapkan dalam
memecahkan masalah kita sehari-hari. Sajak Sutardji atau lagu Ebiet
menyatakan bahwa ilmu memiliki fungsi yang bersifat estetik, yang kalau kita
konsumsikan dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan
jiwa. Jiwa kita tergetar, terharu, tersenyum oleh komunikasi aristik,
menyebabkan dunia makna yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah
kaya, persepsi kita bertambah dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap
dan kelakuan kita.
Jadi buku-buku tebal ilmuwan pada hakikatnya adalah sama saja dengan
buku-buku primbon tukang ramal yakni menjelaskan, meramal, dan mengontrol.
Tingkat kepercayaan seseorang memang berbeda: kepercayaan seseorang
tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung kepada
kebudayaan.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 44
BAB III
ANALISIS ISI BUKU
3.1. Kesimpulan
Pemaparan buku ini sangat menarik terlebih untuk mahasiswa baru yang notabene
tidak suka membaca, dengan mengilustrasikan dengan gambar-gambar lebih menarik
seseorang untuk membaca lebih dalam mengenai buku ini.Penulis mulai berbicara pada
hal-hal yang sederhana dan mendasar seperti yang ditemukan pada bab pertama dan
kedua tentang kaitan ilmu dan filsafat serta dasar-dasar pengetahuan. Setidaknya
sedikitnya informasi berhasil disusun penulis sebagai bekal untuk memahami apa yang
dibicarakan pada bab berikutnya. Struktur isi buku ini cukup baik mengakibatkan alur
buku ini terbangun dengan baik pula, membuat pembaca tidak cepat bosan dalam
membaca dan untuk mulai membaca.
Buku ini terbilang bagus dalam menyertakan rujukan-rujukan yang
digunakannya. Daftar pustaka, catatan kaki dan index turut melengkapi buku ini.
Banyaknya catatan kaki akan pembaca temukan bahkan pada hampir tiap lembarnya.
Tidak terkecuali untuk ilustrasi yang disertakan pada buku ini, Namun dibalik dari
penilain yang pe-resensi paparkan, kami sangat berharap akan manfaat dari hasil
resensi isi buku ini dan dapat menambah wawasan keilmuan kita khususnya dalam
bidang ”Filsafat Ilmu”. Secara keseluruhan, buku ini layak dibaca. Selebihnya, banyak
informasi dan pengetahuan yang menarik.
Dengan di desain seperti ini, buku ini sangat cocok dan sangat kompleks untuk
melengkapi seluruh ilmu filsafat yang diberikan. Bagian yang terkandung dalam buku
ini,sangat memacu untuk perkembangan di era modern seperti ini. Walauapun dengan
banyaknya pilihan buku “filsafat ilmu” buku ini cukup merangkum seluruh aspek ilmu
filsafat yang ada dari penemuan hingga sekarang ini.
Filsafat Ilmu “Sebuah Pengantar Populer” 45