Upload
mifta-dwi-imaniah
View
51
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
NAMA : Mifta Dwi Imaniah
NIM : 082310101040
DOSEN : Ns.Nurfika Asmaningrum, M.kp
MATKUL : KDM II
TUGAS…!!!
1. Jelaskan mekanisme cara kerja masing-masing obat topikal!!
Jawab :
Penggunaan obat topikal :
a. Penggunaan obat pada kulit
Karena banyak obat topikal lokal, misalnya lotion, pasta, patches (koyo),
dan salep dapat menimbulkan efek sistemik dan lokal, perawat harus
memberikan obat-obatan ini dengan menggunakan sarung tangan dan
aplikator. Sebelum memberi obat, perawat harus membersihkan kulit
dengan mencucinya perlahan menggunakan sabun dan air, merendam
daerah bersangkutan, atau membersihkan jaringan sekitarnya. Pada saat
memberi salep atau pasta, perawat mengoleskan obat merata pada
permukaan bersangkutan dan menutup daerah tersebut dengan baik tanpa
membungkusnya dengan lapisan tebal yang terlalu tebal. Salep buram
mencegah terlihatnya dasar kulit. Setiap tipe obat-salep, lotion, bedak, dan
patches (koyo) harus diberikan dengan cara tertentu untuk menjamin
penetrasi dan absorpsi yang baik. Perawat menggunakan losion dan krim
dengan secara ringan mengapusnya pada permukaan kulit. Menggosok kulit
dengan obat tersebut dapat menyebabkan iritasi. Suatu obat gosok diberikan
dengan menggosoknya pada kulit secara perlahan, tetapi kuat. Bedak
ditabur dengan ringan untuk menutupi daerah yang diobati dengan lapisan
yang tipis. Perawat menggunakan obat transdermal (patches) pada daerah
tubuh yang bersih, kering, dan tidak berambut dengan pengecualian daerah
ekstremitas dibawah lutut dan siku. Perawat menjamin bahwa patch
tersebut menempel kuat pada kulit. Selama memgoleskan obat kulit,
perawat harus mengkaji kulit secara keseluruhan. (Perry & Potter.2005.
hal.1062)
b. Penggunaan obat pada mata
Obat yang biasa digunakan oleh klien adalah tetes mata dan salep, meliputi
preparat yang dibeli bebas, misalnya air mata buatan dan vasokonstriktor
(misal Visine dan Murine). Namun, banyak klien menerima resep obat-
obatan oftalmik untuk kondisi mata seperti glaucoma dan untuk terapi
setelah suatu prosedur, misalnya ekstraksi katarak. Persentase besar klien
yang menerima obat mata ialah klien lajut usia. Prinsip berikut dapat diikuti
saat memberikan obat mata:
1) Kornea mata banyak disuplai serabut nyeri sehingga dapat sensitif
terhadap apapun yang diberikan ke kornea. Oleh karena itu, perawat
menghindari memasukkan bentuk obat mata apapun secara langsung
ke kornea.
2) Resiko penularan infeksi dari suatu mata ke mata lain sangatlah
tinggi. Perawat menghindari menyentuh kelopak mata atau strukur
mata yang lain dengan alat tetes mata atau tube salep.
3) Perawat mengguanakan obat mata hanya untuk mata yang terinfeksi.
4) Perawat tidak pernah boleh membiarkan seseorang menggunakan
obat mata orang lain.
Beberapa obat diberikan secara intraokuler. Obat-obatan yang diberikan
dengan cara ini menyerupai lensa kontak. Perawat menempatkan obat ke
kantong konjungtiva. Di sini obat akan tetap di tempat selama satu minggu.
Dewasa ini, obat-obatan, misalnya piloparin, diberikan dengan vara ini.
Eksperimen sedang dilakukan untuk mengevaluasi obat-obatan lain yang
dapat diberikan dengan cara ini. Klien yang menerima obat dengan cara ini
perlu diajarkan untuk memantau adanya reaksi yang tidak menguntungkan
terhadap penggunaan cakram ini. Klien juga perlu diajarkan tentang cara
menginsersi mengeluarkan cakram. (Perry & Potter.2005. hal.1062, 1068)
c. Penggunaan obat tetes telinga
Struktur telinga dalam sangat sensitif terhadap suhu yang ekstrem. Apabila
tetes telinga atau cairan irigasi tidak diberikan pada suhu ruangan,
dapattimbul vertigo (pusing berat) atau mual. Walaupun struktur telinga
luar tidak steril, adalah bijak untuk menggunakan tetesan dan larutan steril,
jika gendang telinga ruptur. Masuknya larutan tidak steril ke dalam struktur
telinga tengah dapat menyebabkan infeksi. Dengan mendrainase telinga,
perawat bersama dokter mengecek untuk meyakinkan bahwa gwndang
telinga klien tidak rupture. Perawat tidak pernah boleh menyumbat saluran
telinga dengan alat tetes atau spuit irigasi. Memaksa obat masuk ke dalam
telinga yang tersumbat dapat menciptakan tekanan yang menimbulkan
cedera pada gendang telinga.
Struktur telinga luar pada anak berbeda dari yang dimiliki orang dewasa.
Ketika memasukkan tetesan atau mengairi telinga, perawat harus
meluruskan saluran telinga. Pada bayi dan anak kecil perawat meluruskan
saluran kartilago telinga dengan memegang daun telinga dan menariknya
ke bawah dank e belakang dengan lembut. Pada orang dewasa saluran
telinga lebih panjang dan tersusun atas tulang dibawahnya dan diluruskan
dengan menarik daun telinga ke atas dan kebelakang. Apabila saluran
telinga tidak diluruskan dengan benar, larutan obat tidak akan mencapai
bagian dalam struktur telinga luar. (Perry & Potter.2005. hal.1068)
d. Penggunaan obat pada hidung
Klien yang mengalami perubahan sinus hidumg dapat diberi obat-obatan
dengan cara semprot (spray), tetes, atau tampon. Bentuk obat nasal yang
paling umum diberika ialah semprot atau tetes dekongestan, yang dapat
digunakan untuk gejala sumbatan (kongesti) sinus dan flu. Klien harus
diperingati untuk menghindari penggunaan obat yang berlebihan karena hal
tersebut dapat memicu efek berulang yang memperburuk hidung tersumbat.
Apabila larutan dekongestan yang ditelan berlebihan, efek sistematik yang
serius dapat timbul, khususnya pada anak-anak. Tetesan salin lebih aman
sebagai dekongestan untuk anak-anak daripada preparat nasal yang
mengandung simpatomimetik (missal Afrin atau Neo-Synephirin). Untuk
klien yang berulang kali menggunakan semprot nasal, perawat harus
memeriksa nares untuk mengetahui adanya iritasi.pada anak-anak, semprot
hidung harus diberikan pada saat kepala dalam posisi tegak, sehingga
kelebiahan semprot akan menetes ke depan dari nostril dan tidak akan
tertelan. Obat tetes nasal efektif untuk mengobati infeksi sinus.perawat
mempelajari cara yang tepat untuk memposisikan klien, sehingga obat
mencapai sinus yang sakit. Perdarahan hidung yang berat biasanya diatasi
dengan balutan atau tampon. Tampon di obati dengan epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi perifer, untuk mengurangi aliran darah. (Perry
& Potter.2005. hal.1068-1069)
e. Penggunaan obat pada vagina
Obat vagina tersedia dalam bentuk supositoria, sabun, jail, atau krim. Obat
supositoria tersedia dalam bungkus satuan dan dikemas dalam pembungkus
timah. Penyimpanan di lemari es mencgah obat supositoria padat berbentuk
oval meleleh. Setelah obat supositoria dimasukkan ked alam rongga vagina,
suhu tubuh akan membuat obat meleleh, didistribusikan, dan
diabsorbsi.obat supositoria diberikan dengan tangan yang dibungkus sarung
tangan. Setelah memasukkan obat, klien mungkin berharap untuk memakai
pembalut perineum untuk menampung drainase yang berlebihan. Karena
obat vagina sering kali diberikan untuk mengobati infeksi, setiap rabas
yang ke luar mungkin berbau busuk. Teknik aseptic yang benar harus
diikuti dank lien harus sering ditawari kesempatan untuk mempertahankan
hygiene perineum. (Perry & Potter.2005. hal.1069)
f. Penggunaan obat pada rektal
Bentuk obat supositoria rektal berbeda dari obat supositoria vagina. Bentuk
obat supositoria rektal lebih tipis dan bulat. Bentuk obat yang ujungnya
bulat (rounded end) mencegah trauma anal ketika obat dimasukkan. Obat
supositoria rektal mengandung obat yang memberikan efek lokal, misalnya
meningkatkan defekasi, atau efek sistemik, misalnya mengurangi rasa mual
dan menurunkan suhu tubuh. Obat ini khususnya bermanfaat ketika klien
tidak dapat menoleransi obat oral. Selam memberikan obat perawat harus
memasukkan obat supositoria melewati sfingter anal dalm dan menyentuh
mukosa rectal. Kalu tidak demikian, obat supositoria dapat keluar sebelum
obat tersebut larut dan diabsopsi mukosa. Obat supositoria tidak boleh
dipaksa masuk ke dalam massa atau materi feses. Adalah penting
membersihkan rektum dengan enema pembersih kecil sebelum supositoria
dapat dimasukkan. (Perry & Potter.2005. hal.1069)
g. Penggunaan inhaler dosis terukur
Klien yang sering menerima obat melalui inhalasi sering menderita
penyakit pernafasan kronis, misalnya asma kronis, emfisema, atau brokitis.
Obat yang diberikan melalui inhalasi ini membuat klien dapat mengontrol
obstruksi jalan nafas dank arena bergantung pada obat-obatan ini untuk
mengontrol penyakit, klien harus mempelajari obat tersebut dan cara
pemberian obat yang aman. Metered dose inhaler (MDI) menyalurkan obat
dalm dosis terukur setiap kali tromol (canister) didorong. Untuk
mengaktifkan aerosol, klien harus member tekanan sekitar 2,5 sampai 5 kg.
hal ini penting diketahui perawat karena kekuatan tangan menurun seriing
peningkatan usia dan juga akibat efek penyakit pernafasan kronis. Statz
(1984) menemukan bahwa MDI bekerja paling baik ketika klien
menggunakan posisi tiga titik atau posisi tangan lateral untuk mengaktifkan
tromol (canister). (Perry & Potter.2005. hal.1069)
2. Jelaskan dengan rinci indikasi dan tujuan pemakaian berbagai macam
sediaan obat topikal yang ada!!
Jawab :
a. Penggunaan obat pada kulit
Tujuan :
Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder
bila erosit diberikan kompres terbuka.
Membantu meredakan nyeri dan pegal-pegal otot dan sendi.
Membantu mengurangi nyeri imflamasi.
Mematikan bakteri yang menyebabkan pneumonia, sakit, infeksi
tenggorokan, lubang gigi.
Mengobati abrasi atau iritasi pada kulit
Mencegah infeksi atau memberi keuntungan terapeutik karena jaringan
yang mati menjadi tempat berkumpul mikroorganisme dan meghalangi
obat kontak dengan jaringan yang akan diobati
Menurunkan atau meningkatkan sekresi dari kulit
Mempertahankan kelembapan kulit
tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala
gangguan kulit yang terjadi
Indikasi : Untuk klien yang membutuhkan pengobatan pada kulit dan
mengalami gangguan pada kulit.
(Penuntun Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
b. Penggunaan obat pada mata
Tujuan :
Mendilatasikan pupil (saat pemeriksaan struktur bagian dalam mata)
Melemahkan otot lensa mata (saat pengukuran refraksi lensa)
Menghilangkan iritasi lokal
Mengobati gangguan mata
Melembabkan mata
Indikasi : Klien yang membutuhkan pengobatan mata akibat adanya
gangguan mata.
(Penuntun Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
c. Penggunaan obat tetes telinga
Tujuan :
Obat tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk
menghancurkan kotoran yang mengeras didalam liang telinga.
Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena
bila terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan vertigo, mual dan
nyeri pada klien.
Mengobati adanya infeksi dan inflamasi pada telinga
Memudahkan mengeluarkan serangga atau benda asing yang masuk ke
dalam telinga.
Sebagai anastesi lokal sebelum tindakan tertentu pada telinga.
Indikasi : Klien yang membutuhkan pengobatan langsung pada telinga.
(Penuntun Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
d. Penggunaan obat pada hidung
Tujuan :
Mengurangi kongesti (sumbatan) nasal
Mengeluarkan sekresi dan memfasilitasi drainase
Mengobati infeksi kavum nasal atau sinus
Menghentikan pendarahan (pada pemakaian tampon)
Memberikan anastesi lokal
Indikasi :
- Klien yang mengalami sinusitis, polip hidung, perdarahan hidung
- Klien yang akan dilakukan pemekrisaan rhinolaringologi, laringoskopi,
dan bronskopi, serta intubasi indotrakel. (Penuntun Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
e. Penggunaan obat pada vagina
Tujuan :
Mencegah atau mengobati infeksi lokal pada vagina
Menghilangkan rasa gatal pada vagina
Menghilangkan rasa nyeri pada vagina
Indikasi : Pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri
sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau infeksi yang terjadi pada
vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi. (Penuntun
Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
f. Penggunaan obat pada rectal
Tujuan : untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien
mengalami konstipasi.
Indikasi : pemberian obat per rektal dapat di indikasikan pada klien yang
tidak dapat menoleransi obat oral, klien yang mengalami konstipasi, nyeri,
mual, dan peningkatan suhu tubuh. (Penuntun Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia II.PSIK UNEJ.2009)
g. Penggunaan inhaler dosis terukur
Tujuan :
Mengurangi kongesti (sumbatan) nasal
Mengeluarkan sekresi dan memfasilitasi drainase
Mengobati infeksi kavum nasal atau sinus
Menghentikan pendarahan (pada pemakaian tampon)
Memberikan anastesi lokal
Indikasi : Klien dengan penyakit paru kronik, asma, bronkokonstriksi,
penumpukan sekret. (Penuntun Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia
II.PSIK UNEJ.2009)
3. Jelaskan diagnosa keperawatan yang mungkin dapat muncul pada klien
dengan tiap-tiap macam pemberian obat topikal!!
a. Penggunaan obat pada kulit
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi
Intervensi :
- Ganti popok anak jika basah.
- Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol.
- Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit.
- Observasi bokong dan perineum dari infeksi.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai
indikasi.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit, prognosis dan pengobatan
Intervensi :
- Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan
keluarga tentang proses penyakit klien.
- Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan
kesehatan.
- Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya.
- Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi)
Intervensi :
- Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
- Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi,
ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
- Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan
seperti mendengarkan musik atau nonton TV
- Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
- Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
- Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
- Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik,
dll.
(http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/askep-herpes-
zoster.html+asuhan+keperawatan+pada+pemberian+obat+topical)
b. Penggunaan obat pada mata
Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :
- Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai
stabil
- Orientasikan pasien pada ruangan
- Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila
diperlukan
- Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
- Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata
Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi
intervensi bedah atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi :
- Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
- Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
- Kurangi tingkat pencahayaan
- Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan penglihatan
Intervensi :
- Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan
gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
- Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat
- Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
- Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Intervensi :
- Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
- Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak
mengalami gangguan
- Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan
menghilangkan ansietas
- Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
- Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
(http://askep-askeb.cz.cc/2010/01/askep-herpes-
zoster.html+asuhan+keperawatan+pada+pemberian+obat+topical)
c. Penggunaan obat tetes telinga
Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan
kerusakan pendengaran
Intervensi :
- Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan
gejala, komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
- Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti
mengenai teknik yang benar dalam memberikan obat
- Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
- Ajari pasien dan keluarga teknik panduan pengdengaran
Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan pendengaran
Intervensi :
- Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
- Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak
mengalami gangguan
- Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan
menghilangkan ansietas
- Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
- Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan
pendengaran
Intervensi :
- Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai
stabil
- Orientasikan pasien pada ruangan
- Bahas perlunya penggunaan alat pendengaran bila diperlukan
- Jangan memberikan suara keras pada telinga yang terkena gangguan
- Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat telinga
(http:// qittun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_02.html)
d. Penggunaan obat pada hidung
Nyeri yang berhubungan dengan trauma, inflamasi intervensi bedah atau
pemberian tetes hidung
Intervensi :
- Berikan obat untuk mengontrol nyeri
- Pertahankan posisi pasien saat pemberian obat
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain jika terjadi gangguan lain
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi,
prosedur invasive
Intervensi :
- Jaga personal hygine klien dengan baik.
- Monitor temperature.
- Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
- Kolaboratif.
- Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
- Berikan antibiotik bila diindikasikan
(http:// qittun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_02.html)
e. Penggunaan obat pada vagina
Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit
pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi
kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Intervensi :
- Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang proses seksualitas
dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya.
- Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitasnya.
- Berikan privacy kepada klien dan pasangannya.
- Ketuk pintu sebelum masuk.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi,
prosedur invasive
Intervensi :
- Jaga personal hygine klien dengan baik.
- Monitor temperature.
- Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
- Kolaboratif.
- Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
- Berikan antibiotik bila diindikasikan
(http:// qittun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_02.html)
f. Penggunaan obat pada rectal
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keterbatasan fisik
Intervensi :
- Berikan klien pengetahuan tentang personal hiegine
- Jaga personal hygine klien dengan baik.
- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi,
prosedur invasive
Intervensi :
- Jaga personal hygine klien dengan baik.
- Monitor temperature.
- Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
- Kolaboratif.
- Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
- Berikan antibiotik bila diindikasikan
(http:// qittun.blogspot.com/2008/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_02.html)
g. Penggunaan inhaler dosis terukur
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Intervensi :
- Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola
pernapasan.
- Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setiap jam.
- Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60
mmHg.
- Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan
kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam.
- Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30
sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan.
- Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam.
- Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau
bibir.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-
perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Intervensi :
- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia.
- Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam, laporkan
perubahan tingkat kesadaran pada dokter.
- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2.
- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji
perlunya CPAP atau PEEP.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam.
- Pantau irama jantung.
- Berikan cairan parenteral sesuai pesanan.
- Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
(http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_gagal_nafas)