35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai individu, manusia tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan kuantitatif dalam diri individu, misalnya dari kecil menjadi besar. Sedangkan perkembangan merupakan suatu proses perubahan kualitas dalam diri individu. Pertumbuhan maupun perkembangan seseorang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya permasalahan dalam setiap tahap perkembangan dan cara mengendalikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu tugas utama dari seorang pendidik adalah memberi fasilitas dan membantu anak dalam menghadapi masalah dalam setiap tahapan perkembangan. Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan 1

Tugas kelompok 2

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSebagai individu, manusia tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan merupakan suatu proses perubahan kuantitatif dalam diri individu, misalnya dari kecil menjadi besar. Sedangkan perkembangan merupakan suatu proses perubahan kualitas dalam diri individu. Pertumbuhan maupun perkembangan seseorang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya permasalahan dalam setiap tahap perkembangan dan cara mengendalikan permasalahan tersebut. Oleh karena itu tugas utama dari seorang pendidik adalah memberi fasilitas dan membantu anak dalam menghadapi masalah dalam setiap tahapan perkembangan.Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang diperlukan.Seperti dalam proses perkembangan yang lainnya, proses perkembangan sosial dan moral selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.Seorang pendidik harus bisa memahami dan mempelajari bagaimana perkembangan sosial dan moral dari peserta didik. Hal ini bertujuan untuk memberikan suatu pedoman bagi seorang guru untuk mampu mengembangkan model dan metode pembelajaran yang dapat diberikan kepada peserta didik sebab perkembangan sosial dan moral peserta didik sangat berbeda pada setiap tingkatan.Perkembangan sosial dan moral peserta didik berpegaruh dalam proses pembelajaran yang akan berimplikasi pada kehidupan bermasyarakat mereka. Hal ini dikarenakan peserta didik merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi sehingga apabila mereka dapat sersosialisasi dengan teman kelasnya maka dengan sendirinya dia juga akan dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya.Agar kita dapat memahami tahap perkembangan sosial dan moral peserta didik, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai perkembangan sosial dan emosional.

B. Rumusan MasalahAdapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut :1. Apakah faktor faktor pertumbuhan dan perkembangan manusia ?2. Bagaimanakah pandangan Erickson mengenai perkembangan sosial ?3. Bagaimanakah pandangan Kholberg mengenai perkembangan moral ?

C. TujuanAdapun tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut :1. Untuk mengetahui faktor faktor pertumbuhan dan perkembangan manusia2. Untuk mengetahui pandangan Erickson mengenai perkembangan sosial3. Untuk mengetahui pendangan Kholberg mengenai perkembangan moral

BAB IIPEMBAHASANA. Pertumbuhan dan Perkembangan1. Faktor Pertumbuhan dan PerkembanganPada hakikatnya, semua manusia mengalami proses pertumbuhan. Pertumbuhan terjadi setiap saat di tubuh manusia, baik pertumbuhan sel maupun pertumbuhan tubuh. Pertumbuhan sel merupakan dasar dari pertumbuhan manusia. Setiap sel dalam tubuh manusia membelah secara mitosis sehingga terjadilah pertumbuhan. Kozier dalam buku Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice. 7th Edition, 2000, menyebutkan bahwa pertumbuhan adalah perubahan fisik dan meningkatnya ukuran tubuh. Pertumbuhan dapat dinilai secara kuantitatif dengan indikasi antara lain, tinggi tubuh, berat badan, ukuran tulang, dan gigi. Secara umum, pertumbuhan fisik semua orang sama. Namun, pertumbuhan sangat bervariasi jika dibedakan dengan perkembangan. Pertumbuhan dialami pada usia 20 tahun pertama.Banyak orang menggunakan istilah pertumbuhan dan perkembangan dalam arti yang sama, padahal keduanya sangat berbeda. Pertumbuhan menjelaskan perubahan kuantitatif, bertambahnya ukuran dan struktur. Sedangkan, perkembangan adalah perubahan kualitatif terhadap lingkungan. Perkembangan sering disebut sebagi seri progresif dari penuaan atau perubahan koheren menuju kedewasaan. Term progresif disini berarti perubahan signifikan yang maju, bukan mundur. (Hurlock dalam Child Development 4th Edition, 1964) Perkembangan kehidupan individu berhubungan dengan banyak bidang psikolgi: psikologi biologis, psikologi kognitif, psikologi abnormal, psikologi sosial, dan bidang-bidang psikologi lain yang menjelaskan bagaimana individu berkembang. Dalam menghadapi perkembangan dikenal perspektif masa hidup.

Menurut William Stern, ada dua faktor yang mempenagruhi perkembangan manusia, yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan.a. Faktor HereditasFaktor hereditas adalah factor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga saat dilahirkan (faktor keturunan atau faktor bawaan). Faktor hereditas meliputi faktor faktor sebagai berikut: Faktor kejasmanian Faktor pembawaan yang berhubungan erat dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah begitu saja, dan meruoakan factor dasar dalam ciri fisik individu. Faktor pembawaan psikologisTemperamen merupakan sifat sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan fungsi fsiologik seperti darah, kelenjar kelenjar, cairan cairan lain yang terdapat dalam diri manusia. Faktor bakatBakat bukanlah sesuatu yang telah terjadi dan terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi potensi yang memungkinkan individu berkembang ke suatu arah. Supaya potensi tersebut teraktualisasikan dibutuhkan kesempatan untuk mengaktualisasikan bakat bakat tersebut. Disinilah dukungan lingkungan yang baik diperlukan dalam perkembangan individu.b. Faktor lingkunganFaktor lingkungan adalah faktor yang datang dari luar individu berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya. Ada beberapa hal pula yang merupakan faktor eksternal dalam pertumbuhan dan perkembangan, yaitu perkembangan kognitif dan bahasa serta perkembangan sosial dan moral yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan manusia.Teori perkembangan kognitif dan bahasa seperti yang dikemukakan oleh teori Piage, yang menyatakan bahwa ada 4 tahap dalam perkembangan kognitif dan bahasa, yaitu sensorimotorik yang terjadi pada usia 0 2 tahun, pra operasional yang terjadi pada usia 2 7 tahun, konkrit operasional yang terjadi pada usia 7 11 tahun, dan operasional formal yang terjadi pada usia 11 15 tahun.

B. Perkembangan Sosial1. Pengertian Perkembangan SosialMenurut Hurlock perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya.Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

2. Pandangan Erickson tentang Perkembangan MoralTeori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan, antara lain : pertama, teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan. Ketiga, menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan atau kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial.

a. Kepercayaan vs Ketidakpercayaah (Kelahiran 1 Tahun)Terjadi pada usia 0 s/d 1 tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup. Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh.Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.b. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu (Usia 1-3 Tahun)Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.c. Inisiatif vs Rasa bersalahan (Usia 3-6 Tahun)Terjadi pada usia 3 s/d 6 tahun. Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan.Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan. Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.d. Kerajinan vs Rasa Rendah Diri (Usia 6-12 Tahun)Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri.Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun perasaan kompeten dan percaya dengan keterampilan yang dimilikinya. Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.e. Identitas vs Kebingungan (Usia 12-18 Tahun)Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.f. Keintiman vs Isolasi (Usia 19-40 Tahun) Awal KedewasaanTerjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun). Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Mereka sudah mulai selektif untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu.Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepekaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang. Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan disini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.g. Generativitas vs Stagnasi (Usia 41-65 Tahun) Pertengahan KedewasaanTerjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun). Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi atau hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan. h. Integritas vs Keputusasaan (Usia > 65 Tahun) Usia TuaTerjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun). Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat.Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.Implikasi dalam Pembelajaran1. Membantu para siswa mencapai tingkat tertinggi dari suatu kesuksesan, khususnya pada sekolah dasar.2. Memberikan toleran dari kesalahan yang diakui dengan jujur saat berhadapan dengan para siswa disetiap tingkatan.3. Pada awal dan pertengahan sekolah menengah pertama, sediakan struktur keamanan saat mengizinkan siswa mengekspresikan kebebasan.4. Ingat emosional dibutuhkan untuk orang muda dan gunakanlah sebagai payung saat anda memimpin instruksi anda.5. Jadilan contoh peranan buat para siswa, baik secara profesional maupun personal. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial antara lain:Keluarga:Cara mendidik anak yang digunakan orang tua sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak.Sekolah:Di sekolah, guru memasukkan pengaruhnya terhadap sosialisasi anak.Masyarakat: Penerimaan dan penghargaan secara baik dari masyarakat terhadap diri anak mendasari perkembangan sosial yang sehat, citra diri yang positif dan rasa percaya diri yang mantap.

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Anak yang EfektifPengalaman manusia menunjukkan adanya tahapan perkembangan dan permasalahan akan dihadapi, kesiapan dalam merespon setiap permasalahan tergantung pada kualitas sosialisasi yang anak-anak peroleh, terutama kualitas orang tua di rumah. Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran anak yang efektif sehingga diperoleh perkembangan anak-anak yang optimal:1. Menerima anak sebagai individu2. Berkomunikasi dengan ramah dan menciptakan hubungan yang bersahabat/baik3. Metode yang digunakan dalam mengajarkan adalah perintah dengan memberi perhatian pada anak tidak hanya menerapkan disiplin saja.4. Menerapkan aturan dan batasan yang jelas dengan masukan dari anak dan luwes dalam menanggapi.5. Menunjukkan keinginan untuk memperhatikan anak yang melawan tanpa alasan menyerah pada hukum6. Menjelaskan dengan alasan yang dapat diterima dan dapat dipercaya.7. Penekanan utama pada aturan moral dan memberi perhatian pada dampak setiap tindakan.8. Melaksanakan sebaik berbicara tentang sistem nilai

Sosialisasi dalam KelasTeori Erickson tentang tahapan perkembangan individu sangat berguna bagi guru dalam menolong muridnyanya untuk dapat mengendalikan masalah di setiap tahapan perkembangan. Sebagai contoh murid pada tingkat awal biasanya bergulat dalam krisis inisiatif melawan rasa bersalah dan ketekunan melawan rasa rendah diri. Pada tahap ini, guru dapat membantu anak-anak dengan rasa malu dan rasa bersalah melalui usaha untuk meyakinkan mereka untuk menemukan,cara dalam memuaskan keingintahuan mereka dengan menjawab pertanyaan, memberikan saran dan mengambil inisiatif. Selanjutnya, guru dapat mendukung murid bahwa kesalahan dan kerugian akibat kerja yang buruk adalah normal dan sudah diperkirakan bukan disebabkan oleh rasa malu dan rasa salah.

Membangun Konsep Diri PositifGuru dapat menolong muridnya untuk membangun harga diri tinggi dan konsep diri positive dengan berkomunikasi positif dan memberi tanggapan yang positif. Terutama pada persepsi murid tentang kemampuan akademik mereka dan kecepatan perkembangannya. Konsep diri positif juga dapat dibangun pada kemampuan lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan perintah. Beberapa murid memerlukan arahan dalam menerima penampilan fisiknya atau membangun kepedulian kepada yang lain (apa yang kamu pikir tentang perasaan dia saat kamu mengatakan itu padanya?), kepedulian sosial (apa yang orang lain pikirkan tentang kamu saat kamu mengecewakan dia). Kemungkinan lain dalam menolong mereka untuk dapat mengendalikan dan membangun kekuatan/kemampuan mereka, menambah kepercayaan diri dan menutupi kelemahan, dan menerima keterbatasan.Guru tidak memiliki kesempatan yang sama dengan orang tua untuk mempengaruhi murid karena keterbatasan waktu dan interaksi mereka terbatas pada peran guru dan murid. Felker (1974) menyarankan beberapa prinsip bagi guru yang ingin meningkatkan konsep diri sehat pada muridnya yaitu:1. Menghargai dirimu sebagai contoh kekuatan diri untuk mencapai kesuksesan;2. Menolong murid untuk dapat mengevaluasi diri mereka secara realistik;3. Mengajarkan mereka untuk membuat tujuan yang dapat dicapai;4. Mengajarkan mereka untuk menghargai diri mereka; 5. Mengajarkan mereka untuk menghargai orang lain. Beberapa perlakuan akan menolong murid belajar untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengambil keputusan dalam mencapai kesuksesan. Felker menyarankan bagi guru yang mengajar remaja untuk: 1. Membiarkan mereka untuk membuat pilihan dan belajar untuk menerima semua konsekuensinya, tetapi dengan hubungan saling mendukung;2. Menolong mereka untuk dapat mengendalikan pubertasnya dengan menjelaskan apa yang terjadi pada perkembangan fisik, sosial, dan emosi mereka;3. Menolong mereka melihat dan menerima kenyataan bahwa beberapa keputusan merupakan pilihan yang mudah atau solusi yang sempurna, jadi negosiasi selalu terbaik.

C. Perkembangan Moral1. Pengertian Perkembangan MoralPerkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Istilah moral berasal dari kata latin mos (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Moralitas juga bisa didefinisikan dengan berbagai cara, diantaranya moralitas dikatakan sebagai kapasitas untuk membedakan yang benar dan yang salah bertindak.Perkembangan moral merupakan suatu kebutuhan yang penting bagi remaja dalam menemukan identitas dirinya, menghubungkan sikap personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang terjadi selama transisi, sehingga perkembangan moral dapat di artikan sebagai perkembangan yang berkaitan dengan aturaan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam interaksi dengan orang lain. 2. Pandangan Piagiet tentang Perkembangan MoralMeskipun kebanyakan orang berpikir bahwa tujuan utama Piagiet dalam konteks pengembangan kognitif, akan tetapi ia juga mempelajari perkembangan etika dan moral. Ia mempelajari kognitif dalam perkembangan moral dengan cara yang hampir keseluruhannya sama. Ia menemukan bahwa respon anak-anak terhadap masalah moral dapat dibagi kedalam tahapan besar dari perkembangan prinsip Internalisasi mengarah pada sumber kendali untuk pemikiran dan aksi anak-anak. Dalam tahapan pertama, yang disebut oleh Piagiet sebagai moral eksternal; anak-anak memandang aturan sebagai hal yang jadi dan permanen dan secara eksternal dipaksakan oleh wujud otoritas. Moral eksternal bertahan hingga umur 10 tahun. Pada tahapan kedua, disebut moral otonomis, anak-anak mengembangkan ide rasional terhadap kebenaran dan melihat keadilan sebagai proses timbal-balik dari memperlakukan orang lain ketika mereka ingin diperlakukan sesuai keinginan mereka. Anak-anak pada tahap ini mulai mempercayai diri mereka ketimbang orang lain untuk merespon perilaku moral. 3. Pandangan Kolhberg tentang Perkembangan MoralMenurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-anak.Kolhberg menyusun teori perkembangan moral terdiri dari 3 level utama dengan 2 tahap pada setiap levelnya. Konsep penting memahami perkembangan dari teori Kolhberg adalah internalisasi, artinya perubahan perkembangan dari perilaku yang dikontrol secara eksternal ke perilaku yang dikontrol secara internal.

Tahapan Perkembangan Moral KohlbergLevel IEtika PrekonvensionalEtika egosentris. Jenis anak-anak yang berumur hingga 10 tahun. Disebut prekonvensional karena anak-anak secara tipikal tidak sepenuhnya mengerti peraturan yang diatur oleh orang lain

Tahap 1Hukuman-KepatuhanKonsekuensi dari perbuatan menentukan mereka benar atau salah. Individual membuat keputusan moral tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain.

Tahap 2Pertukaran PasarEtika Apa untungnya bagiku? mematuhi peraturan dan bertukar bantuan ditentukan dalam terminology keuntungan terhadap individual

Level IIEtika KonvensionalEtika orang lain. Tipe umur 10 hingga 20 tahun. Istilah berasal dari kenyamanan terhadap peraturan dan kesepakatan masyarakat.

Tahap 3Keharmonisan antarpersonalKeputusan etika berdasarkan pada pemahaman terhadap pendapat orang lain. Apa yang menyenangkan, membantu, atau disetujui oleh orang lain adalah karakteristik tahapan ini.

Tahap 4Hukum dan PerintahEtika peraturan, hukum, dan perintah social. Peraturan dan hukum tak dapat dibengkokkan dan harus dipatuhi demi kebaikan bersama.

Level IIIEtika PostkonvensionalEtika prinsip. Dapat dijangkau pada umur 20 tahun dan hanya porsi kecil dari keseluruhan populasi. Fokus terhadap prinsip yang mendasari masyarakat.

Tahap 5Kontrak SosialPeraturan dan hukum merepresentasikan kesepakatan antara orang-orang mengenai perilaku yang menguntungkan masyarakat. Peraturan dapat diubahketika tak lagi selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Tahap 6Prinsip UniversalJarang ditemui dalam hidup. Etika ditentukan oleh prisip abstrak dan general yang meng-transendensikan peraturan masyarakat.

Implikasi dalam PembelajaranUpaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan konsep diri yang positif di dalam kelas, yaitu :1. Mengupayakan agar peserta didik merasa diinginkan dan dihargai di dalam kelas2. Menyediakan pengalaman belajar untuk mengenalkan keberhasilan kepada siswa3. Mendiskusikan secara terbuka mengenai dilema etika kepada siswa di dalam kelas4. Membuat dan mengaawasi peraturan yang meliputi ancaman etis satu sama lain, agar siswa mampu memahami mana yang harus mereka laksanakan dan bernilai baik serta mana yang tidak harus mereka laksanakan karena akan berdampak buruk bagi perkembangan mereka selanjutnya5. Mengupayakan model perilaku etika bagi peserta didik

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanAdapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini, sebagai berikut :1. Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial.2. Menurut Erickson ada 8 tahap perkembangan anak ditinjau dari segi perkembangan sosial, yaitu kepercayaan vs ketidakpercayaan; otonomi vs keragu-raguan; inisiatif vs rasa bersalah; kompetensi vs rendah diri; identitas vs kebingungan peran; keintiman vs isolasi; kebangkitan vs stagnasi; integritas vs rasa putus asa3. Menurut Kholberg ada tiga level dalam perkembangan moral, yaitu prakonvensional tidak ada internalisasi, konvensional internalisasi pertengahan, dan postkonvensional internalisasi penuh.B. SaranAdapun beberapa saran dari pembahasan makalah ini, sebagai berikut :1. Seorang guru harus mampu memahami perkembangan sosial dan moral peserta didik2. Dalam pembelajaran sebaiknya seorang guru mengembangkan sikap positif dan kepercayaan diri siswa agar mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungannya3. Seorang guru sebaiknya menerapkan contoh moral dalam kegiatan pembelajaran agar siswa dapat memahami dan mematuhi nilai nilai atau aturan aturan di lingkungannya

DAFTAR PUSTAKA

Eggen, Paul & Donn Kauchak. 1997. Educational Psycology. Merrillan imprint offprectice hall upper sadle river: new jersey colombus ohioThalib, Syamsul Bachri. 2013. Psikologi Pandidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana Prenadamedia

20