99
Tugas Tutorial Kelompok Module I “ORAL AND UPPER GASTROINTESTINAL TRACT” Disusun Oleh : Kelompok II Ketua : Bacharuddin Jusuf A. (G 501 08 038) Irwan Muhaemin (G 501 08 008) Nurfitriani Juraij (G 501 08 020) Furqan (G 501 08 009) Asti Mayang P. (G 501 08 025) Melkisedek (G 501 08 012) Victor William K. (G 501 08 031) Garti Hapsari K. (G 501 08 014) Irma Fitriani (G 501 08 033) Yuli Fitriana (G 501 08 015) Janet angriani K. (G 501 08 035) Reny Kurniaty (G 501 08 019) Dian Simon Liem (G 501 08 037) 1

Tugas Tutorial Kelompok 2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Tutorial Kelompok 2

Tugas Tutorial Kelompok

Module I

“ORAL AND UPPER GASTROINTESTINAL TRACT”

Disusun Oleh :

Kelompok II

Ketua : Bacharuddin Jusuf A. (G 501 08 038)

Irwan Muhaemin (G 501 08 008) Nurfitriani Juraij (G 501 08 020)Furqan (G 501 08 009) Asti Mayang P. (G 501 08 025)Melkisedek (G 501 08 012) Victor William K. (G 501 08 031)Garti Hapsari K. (G 501 08 014) Irma Fitriani (G 501 08 033)Yuli Fitriana (G 501 08 015) Janet angriani K. (G 501 08 035)Reny Kurniaty (G 501 08 019) Dian Simon Liem (G 501 08 037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2010 / 2011

1

Page 2: Tugas Tutorial Kelompok 2

BAB I

EsoPHagus

1.1 Anatomi Esophagus

A. Letak

Oesophagus merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan. Fungsi oesophagus

yaitu berkaitan dengan proses menelan atau deglutition. Oesophagus adalah saluran

berotot yang relatif lurus seperti tabung yang menghubungkan pharynx dan gaster.

Gambar 1.1. Oesophagus

Sebagian besar oesophagus terletak didalam rongga thorax dan menembus

diaphragma melalui foramen oesophagicum lalu masuk ke dalam cavitas abdominalis.

Selanjutnya, oesophagus menyatu dengan gaster beberapa sentimeter dibawah

diaphragma.

2

Page 3: Tugas Tutorial Kelompok 2

B. Hubungan dengan Organ Sekitar

Ditempat peralihan oesophagus dari rongga thorax ke cavitas abdominalis, disebelah

kanan oesophagus terdapat lobus hepatis sinister dan posteriornya terdapat cruss

sinistrum dari diaphragma. Disebelah anterior dan posteriornya terdapat nevus vagus

yang mempersarafi oesophagus.

C. Struktur

Gambar 1.2. Lapisan-lapisan dinding

Oesophagus :

Dinding oesophagus terdiri dari beberpa bagian, yaitu;

1. Lumen

2. Tunica mukosa

a. Membran mukosa

b. Lamina Propria

c. Muskularis mukosa

3. Tunica submukosa

4. Musulari eksterna

a. Otot sirkuler dalam

b. Otot longitudinal luar

5. Tunica serosa

3

Page 4: Tugas Tutorial Kelompok 2

D. Pembuluh darah

Suplai darah aretria untuk oeshophagus bagian atas, tengah, dan bawah berturut-turut

oleh cabang dari:

1. A. thyroidea inferior

2. A. oesophhagica

3. A. brochialis

4. A.gastrica sinistra

Sedangkan venanya mengikuti arterinya

E. Pembuluh Getah Bening

Pembuluh getah bening pada oesophagus mengikuti perjalanan pembuluh darah.

Catatan klinis: pembuluh getah bening juga dapat menjadi jalan untuk penyebarab

carcinoma oesophagus menuju nodi cervicales, nodi mediastinalis, dan nodi coeliaci.

F. Persarafan Oeshophagus

Untuk persarafan parasimpatis yaitu nervus vagus (plexus oesophageus). Sedangkan

untuk persarafan simpatis oleh rami oesophageales dari ganglia thoracica dan nervus

splanchinicus major.

Gambar 1.3. Persarafan Oesophagus

4

Page 5: Tugas Tutorial Kelompok 2

1.2 Fisiologi Esofagus

Esofagus adalah suatu saluran muscular yang akan menyalurkan makanan dari faring

menuju lambung ; proses pencernaan tidak terjadi pada tempat ini. Gerak peristaltik

esofagus akan mendorong makanan dalam satu arah dan memastikan makanan masuk

kelambung walaupun tubuh dalam posisi horizontal ataupun terbalik. Proses pengantaran

makanan dari mulut ke lambung di kenal dengan istilah deglutisi.

Proses deglutisi ini terbagi atas 3 tahap, yaitu :

1. Tahap volunter, tahap ini yang menimbulkan proses menelan. Bila makanan siap untuk di

relan, secara sadar makanan ditekan atau di dorong ke bagian belakang mulut oleh

tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum. Jadi, lidah memaksa bolus makanan

masuk ke dalam pharynx. Dari sini, proses menelan seluruhnya menjadi otomatis dan

biasanya tidak dapat dihentikan.

2. Tahap pharyngeal, merupakan tahap involunter serta jalan masuknya makanan dari faring

ke esophagus. Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang reseptor

menelan yang semuanya terletak disekitar pintu pharynx, khususnya tonsila pilaris, dan

impuls dari sini berjalan ke batang otak untuk menimbulkan serangkaian kontraksi otot

pharynx otomatis sebagai berikut : (1) Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup

nares posterior (untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung). (2) Lipatan

palatopharyngeal pada setiap sisi phatinx satu sama lain saling mendorong ke medial.

Dengan cara lipatan-lipatan ini membentuk celah sagital tempat untuk makanan lewat ke

pharynx posterior. (3) Pita suara larynx sangat berdekatan, dan epiglotis mengayun

melalui pintu posterior larynx. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam

trakea. (4) Perpindahan ke atas depan dari larynx membuat pintu esophagus merenggang

dan melebar. Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas esophagus (Sfingter esophagus atas/

sfingter faringoesofagus) melemas sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan

mudah dan bebas dari pharynx posterior ke dalam esophagus. Pergerakan ini juga

menggeser glottis dari arus aliran utama makanan sehingga makanan biasanya melewati

pinggir-pinggir epiglottis bukan melewati atasnya ; hal ini membantu perlindungan jalan

makanan agar tidak masuk ke trakea. (5) Pada saat larynx terangkat dan sfingter

5

Page 6: Tugas Tutorial Kelompok 2

faringeosophageal relaksasi, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi, menambah

timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot

pharynx dan masuk ke esophagus, yang juga mendorong makanan ke dalam esophagus.

Secara ringkas mekanismenya – trakea tertutup, esophagus terbuka, dan gelombang

peristaltic cepat yang berasal dalam pharynx kemudian memaksa bolus makanan masuk

ke esophagus bagian atas, kira-kira berlangsung kurang lebih selama 2 detik.

3. Tahap eshophageal, tahap yang mengantarkan makanan dari faring ke lambung. Tidak

seperti bagian esophagus lain, otot pada perbatasan lambung dengan esophagus (sfingter

eshophagus bawah) bersifat tonik aktif tetapi melemas sewaktu menelan. Sfingter ini

merupakan otot polos sirkular. Ketika sfingter esophagus bawah relaksasi makanan akan

memasuki lambung, dan ketika berkontraksi akan mencegah masuknya isi lambung ke

dalam esophagus. Jika SEB tidak menutup secara sempurna, adonan makanan dalam

lambung dapat terdorong ke atas ke dalam esophagus, keadaan ini sangat menyakitkan

dan disebut nyeri ulu hati (heart burn).

Gejala-gejala yang biasa terjadi pada gangguan esofagus, diantaranya:

a. Disfagia

Atau kesadaran subjektif akan adanya gangguan tansfor aktif zat yang dimakan

dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring / esofagus. Disfagia terjadi pada

gangguan non esofagus yang merupakan akibat penyakit otot atau neurologis

(gangguan peredaran darah otak, miatenia gravis : distropi otot dan polio bulbaris).

Sebab-sebab motorik disfagia dapat berupa ganguan peristaltik yang dapat berkurang,

tidak ada atau terganggu atau akibat difungsi sfingter atas atau bawah.

b. Pirosis (Nyeri ulu hati )

Adalah gejala penyakit esofagus lain yang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh

sensasi panas, terbakar yang biasanya terasa di epigastrium atas atau di belakang

prosesus xipoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks

asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya sangat

mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter

6

Page 7: Tugas Tutorial Kelompok 2

esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau

esofogitis.

c. Odinofagia

Merupakan nyeri menelan dan dapat terjadi bersama disfagia, dapat dirasakan

sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dengan nyeri ulu

hati di bagian tengah dada. Dapat disebabkan oleh spasme esofagus yang diakibatkan

oleh peragangan akut, atau peradangan mukosa esofagus.

d. Waterbrash

Merupakan regurgitasi isi lambung ke dalam rongga mulut, tanpa tenaga dan

diikuti oleh mukosa. Dirasakan pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas

yang pahit.

1.3 Kelainan Kongenital Esofagus pada Bayi

A. Atresia Esofagus

1. Pengertian

Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang

menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak

memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang

atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus

ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah

berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan

fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus.

Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,

kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang

(hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan

kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

7

Page 8: Tugas Tutorial Kelompok 2

2. Epidemiologi

Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak

dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang

14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari

traktus gastrointestinal.

Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari

kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum

diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu

1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali  lebih sering pada janin yang 

kembar.

3. Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan

terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika

salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan

dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.

4. Patofisiologi

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif.

Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir

menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak

air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila

terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga

dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini

dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga

dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea

seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini

menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau

trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi

kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus

ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah

8

Page 9: Tugas Tutorial Kelompok 2

manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke

kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

5. Manifestasi Klinik

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh

dari mulut bayi

Sianosis

Batuk dan sesak napas

Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan

regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas

Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam

lambung dan usus

Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk

Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,

atresia rectum atau anus.

6. Diagnosis

Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum

bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG

prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat

banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan

kemungkinan atresia esofagus.

Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan

gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah

kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %.

Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden

1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk

9

Page 10: Tugas Tutorial Kelompok 2

pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu”

kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI

7. Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya

ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru.

Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah

aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu,

fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi.

Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah

terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering

diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi

hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup

hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan.

Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut

Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal

Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.

Analgetik  diberi jika dibutuhkan

Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara

keseluruhan

10

Page 11: Tugas Tutorial Kelompok 2

Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus

Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung

(gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah

bisa menelan makanan sendiri.

Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan selang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada

terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi

dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi

esophagus.

8. Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia

esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

a. Dismotilitas esophagus.

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai

tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat

bayi sudah mulai makan dan minum.

b. Gastroesofagus refluk

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami

gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung

naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical)

atau pembedahan.

c. Trakeo esogfagus fistula berulang

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.

d. Disfagia atau kesulitan menelan

11

Page 12: Tugas Tutorial Kelompok 2

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang

diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya

makanan dan mencegah terjadinya ulkus.

e. Kesulitan bernafas dan tersedak

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya

makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.

f. Batuk kronis

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia

esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.

g. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang

yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi

vitamin dan suplemen.

1.4 Kelainan dan Gangguan Esofagus pada Orang Dewasa

A. Akalasia

1. Pengertian

Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan

tidak teratur, atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan sfingter esofagus bawah

untuk berelaksi secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan

tertimbun dalam esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat

bila tekanan hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat

sangat melebar. Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak

dan sering pada individu usia 40 tahun atau lebih tua. (Chudahman Manan, 1990)

2. Etilogi

12

Page 13: Tugas Tutorial Kelompok 2

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui, para ahli menganggap

penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan lesi primer mungkin

terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau batang otak. Secara histoligik,

ditemukan kelainan berupa degenarasi sel ganglian plexus averbach sepanjang

torakal esofagus. Hal ini juga diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik

esofagus. Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal

esofagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu juga dapat disebabakan oleh karsinoma

lambung yang menginvasi esofagus, penyinaran serta toksin atau obat tertentu.

Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi :

a. Akalasia primer

Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus

dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor

keturunan juga cukup berpengaruh.

b. Akalasia sekunder

Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor

caralia atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti

koligergik / pasca vagotomi.

3. Patofisiologi

Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah dua pertiga bagia

bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses

relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah

mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbum di bagian bawah esofagus.

4. Manifestasi Klinik

Gangguan Motilitas

13

Page 14: Tugas Tutorial Kelompok 2

Gejala utamanya adalah kesulitan menelan, baik cairan maupun padat,

regurgitasi pada malam hari, batuk pada malam hari atau adanya pneumonia, nyeri

dada.

• Spasme esofagus difus

Biasanya tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus yang dapat menimbulkan

gejala, gejala yang paling sering timbul adalah dispagia intermiten dan odinofagia,

yang diperberat oleh menelan makanan yang dingin, bolus yang besar dan

ketegangan saraf.

• Skleroderma

Disfagia menjadi gejala yang menyolok bila esofagitis mengakibatkan

perubahan struktur.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologik

Gambaran radiologik memperlihatkan gelombang peristaltik yang hanya

terlihat pada daerah sepertiga proksimal esofagus, tampak dilatasi pada daerah

dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal atau

hilang sama sekali, serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus

menyerupai ekor tikus (mouse tall appearance).

Pemeriksaan Esofagoskopi

Tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit,

terdapat sisa-sisa makanan dan cairan ini di bagian proksimal dari daerah

penyempitan. Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang

terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan.

Pemeriksaan Manometrik

14

Page 15: Tugas Tutorial Kelompok 2

Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus

meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi

proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi

dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.

6. Penatalaksanaan

Sifat terapi akalasia banyak paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak

dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,

medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofago kardiomiotomi

(operasi heller).

B. Esofagitis

1. Pengertian

Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi

secara akut maupun kronik. (Widaryati Sudiarto, 1994)

2. Etiologi

Etiologinya yaitu menelan air panas, refluks asam lambung, infeksi virus

herves, menelan basa atau asam kuat. Esofagitis dapat dibedakan menjadi :

i. Esofagitis Peptik (Refluks)

Inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan lambung

atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam, pepsinatau cairan

empedu.

ii. Esofagitis Refluks basa

Terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus, misalnya

pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi atau

esofagojejenostomi. Disebabkan oleh adanya enzim proteolitik dari pankreas,

15

Page 16: Tugas Tutorial Kelompok 2

garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam

hidroklorid yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus.

iii. Esofagitis karena infeksi

· Esofagitis Candida (monialisis)

Terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus, metabolisme

hidrat arang terutama pada proses menua.

· Esofagitis herpes

Disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks.

iv. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia

· Esofagitis korosif

Masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam esofagus. Hal ini biasanya

terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri. Disebabkan oleh luka

bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat

dan zat organik (cair, pasta, bubuk dan zat padat), juga bahan alkali (detergent /

NaOH murni).

· Esofagitis karena obat (pil esofagitis)

Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditekan karena tertahan di esofagus

dan kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi. Contohnya :

tetrasiklin, klindamisin, deoksitetrasiklin, quinidine, glukonat, empronium

bromid, sulfas ferosus, asam askorbat (Vit E) dan KCl.

v. Esofagitis karena radiasi, akibat terkena penyinaran 2500 - 6000 Rad.

3. Patofisiologi

Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik)

Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh

kontak berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang

16

Page 17: Tugas Tutorial Kelompok 2

mengandung pepsin ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat

ringan, sehingga tidak menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah

berdarah, pada kelainan yang lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna

merah terang. Hal ini menunjukkan esofagitis peptik.

Esofagitis refluks basa

Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-

garam empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam

hidroklond yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi

esofagitis basa.

Esofagitis Kandida

Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada

keadaan lebih berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila

infestasi jamur masuk ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah,

tukak yang kecil makin besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel,

sehingga terjadi esofagitis Kandida (Moniliasis).

Esofagitis Herpes

Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang

lama dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan

penyakit stadium terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada

mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang

klasik berupa popula atau vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan

mukosa di sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih

kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya

menjadi tukak yang besar.

17

Page 18: Tugas Tutorial Kelompok 2

Esofagitis Korosif

Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik

dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang

tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding

esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol)

menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan

kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus.

Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada

lambung.

Esofagitis Karena Obat

RL atau kapsul yang ditelan kemungkinan tertahan di esofagus

mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan

lumen esofagus oleh desakan organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena

peradangan, tumor atau akalasia, menelan pil dalam posisi tidaur dapat

menyebabkan esofagitis karena obat.

Esofagitis Radiasi

Pengobatan dengan radiasi di daerah toraksm dengan dosis penyinaran

22500 - 6000 Rad, dapat mengakibatkan peradangan pada mukosa esofagus.

4. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam, keracunan

dan kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian.

Esofagitis Peptik (Refluks)

Gejala klinik yangnyata misalnya rasa terbakar di dada (heart burn) nyeri di

daerah ulu hati, rasa mual, dll.

18

Page 19: Tugas Tutorial Kelompok 2

Esofagitis refluks basa

Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa

sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi kadang-kadang

terjadi hematemesis berat.

Esofagitis Kandida

Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa penderita

mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan ke

lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau

terasa disepanjang vertebra torakalis, sinistra.

Esofagitis Herpes

Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak

membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain.

Esofagitis Korosif

Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan

adanya rasa sakit retrosternal.

Esofagitis karena obat

Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus,

disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Esofagitis Peptik (Refluks)

19

Page 20: Tugas Tutorial Kelompok 2

Pemeriksaan esofagoskopi : tidak didapatkan kelainan yang jelas

(blackstone), ciri khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai dari daerah

perbatasan esofagus gaster (garisz) ke proksimal daerah esofagus.

b. Esofagitis Refluks basa

- Pemeriksaan radiologic

Dengan kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada keadaan

pasca operasi.

- Pemeriksaan endoskopi

Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif, eksudat dan

pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis.

c. Esofagitis kandida

- Pemeriksaan endoskopi

Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan selaput tebal

dan berwarna putih seperti susu kental tersebar di seluruh esofagus, terutama

pada 2/3 distal.

- Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160

d. Esofagitis Herpes

- Pemeriksaan klinik

Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit.

- Pemeriksaan endoskopi

Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat.

- Pemeriksaan radiologik

Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik.

e. Esofagitis korosif

- Pemeriksaan esofagogram

Adanya perforasi atau mediastinitis.

20

Page 21: Tugas Tutorial Kelompok 2

- Pemeriksaan endoskopi

Kerusakan mukosa :

Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa

lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik.

Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, dengan mukosa yang pariable, erosif,

banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di

mukosa esofagus.

Derajat III : derajat II + perforasi

f. Esofagitis karena obat

- Pemeriksaan esofagoskopi

Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan pseudomembran atau

eksudat.

g. Esofagitis Radiasi

- Pemeriksaan endoskopi

Ditemukan jamur kandida.

6. Penatalaksanaan

Esofagitis Peptik

Pengobatan untuk esofagitis refluks antasida dengan atau tanpa antagonis H2,

receptor. Tindakan pembedahan untuk menghilangkan refluks hnya dilakukan

pada mereka dengan gejala refluks menetap walaupun telah memberikan

pengobatan optimal.

Esofagitis refluks basa

Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian

antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan,

apabila penyakit ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya.

21

Page 22: Tugas Tutorial Kelompok 2

Esofagitis kandida

Nystatin diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang dimakan setiap

2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan standar, cukup

efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten terhadap

Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap hari

dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obat-

obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole,

Amphotericine dan Miconazole.

Esofagitis Herpes

Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi

lokaldiberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.

Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan

dan Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah

kejadian atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang.

Esofagitis karena obat

Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi esofagus dapat

sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk minum obat dalam posisi tegak

(tidak berbaring) dan disertai air yang cukup banyak.

Esofagitis radiasi

Pada keadaan akut, pengobatan dilakukan dengan memodifikasi jenis penyinaran,

diit cair dan pemberian analgesik dan anastetik lokal sebelum tidur atau sebelum

makan. Striktur yang terjadi diatasi dengan dilatasi peroral.

C. Karsinoma Esofagus

1. Pengertian

22

Page 23: Tugas Tutorial Kelompok 2

Merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitel yang

cenderung menginfiltrasi jaringan sekitar esofagus dan menimbulkan metastafe pada

saluran esofagus. (Dorland : 349, 2002)

2. Etiologi

Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya

alkohol dan tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor

makanan memegang peranan penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin.

3. Patofisilogi

Karsinoma sel skuamosa biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan

menyebabkan nyeri, metastasi dini menuju ke nodus lempatikus servikalis dan seng

mula-mula timbul sebagai tumor di leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang

tidak nyata dan tampak menyertai pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan

ini dengan sensitifitas bila menelan cairan asam dapat menyebabkan karsinoma

esofagus.

4. Manifestasi Klinik

- Disfagi

- Sakit dada bagian depan maupun belakang yang menetap walaupun tidak makan

- Berat badan merosot

- Suara serak

- Hematemesis

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologik

Esofagogram : kanker pdipoid dapat membentuk gambaran seperti

cendawan, bentuk ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan lumen

menjadi sempit. Bentuk kanker berinfiltrasi biasanya menunjukkan gambaran

kontruksi, mukosa pada daerah kontriksi menjadi hilang.

Pemeriksaan Sineradiografi

23

Page 24: Tugas Tutorial Kelompok 2

Menunjukkan kekakuan esofagus dan hilangnya peristaltik yang normal.

Pemeriksaan USG dan CT Scan

Metastosis ke hati, paru-paru, kelenjar mediastinum menunjukkan tumor

tidak resektabel.

Pemeriksaan endoskopi

Gambarannya dapat berupa "massa" polipoid atau ulserasi ± 60-70 % adalah

bentuk polipoid, bentuknya ireguler, keras dan rapuh serta menonjol ke lumen,

terdapat juga ulserasi, warnanya keabu-abuan, cokelat, merah muda, atau merah

rapuh.

6. Penatalaksanaan

Terapi umum

1. Istirahat

2. Diet

3. Medikamentosa

4. Pemasangan pipa plastic (Celestine tube) : makanan cair

5. Operasi

Terapi komplikasi

1. Kemoterapi

2. Radiasi

D. Gastroesofagus Refluks (GER)

1. Pengertian

24

Page 25: Tugas Tutorial Kelompok 2

Merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam esofagus adalah

normal, baik pada orang dewasa dan anak-anak, refluks berlebihan dapat terjadi

karena sfingter esofagus tidak kompeten, stenosis, pilorik atau gangguan motilitas

kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai penambahan usia.

2. Etiologi

Disebabkan oleh proses yang multifaktor, maka untuk melakukan evaluasi

terhadap penderita yang diduga GER patologik, perlu dinilai faktor-faktor yang

berperan dalam patogenesis GER.

Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus

bawah, sehingga terjadi GER antara lain cokelat, obat-obatan, rokok, alkohol dan

kehamilan. Faktor anatomi, seperti niatus hernia, tindakan bedah, obesitas dapat

menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah dan pengosongan lambung yang

terlambat, sehingga menimbulkan GER. faktor asam, pepsin, garam empedu, tripsin

yang meningkat akan menimbulkan perubahan materi refluks fisiologik.

3. Patofisiologi

a. Tekanan sfingter esofagus bawah yang lebih rendah dari 6 mmHg → GER.

b. Isi lambung yang penuh terutama setelah makan → refluks

c. Pengosongan lambung yang terlambat → GER

d. Bahan refluks yang mengandung asam, pepsin, garam empedu, tripsin → merusak

mukosa esofagus.

4. Manifestasi Klinik

Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus),

dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri

saat menelan), hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai

serangan jantung.

25

Page 26: Tugas Tutorial Kelompok 2

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi

Menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi.

Pemeriksaan manometri

Tekanan sfingter esofagus bagian bawah > 20 mmHg. Penyakit GER dapat

disingkirkan.

Pemeriksaan endoskopi

Untuk melihat kelainan mukosa esofagus

Pemeriksaan provokatif

Jika timbul gejala heart burn setelah pemberian asam yang dirasakan sama dengan

gejala menghilang setelah pemberian garam (NaCl) atau antasida, maka tes ini

positif.

Pengukuran pH dan tekanan esofagus

Bila pH ≤ 4, dianggap ada penyakit GER

6. Penatalaksanaan

a. Terapi medik fase I :

Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inchi.

Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak,

berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol).

Menurunkan BB bagi yang gemuk.

Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.

Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.

Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat.

b. Terapi medik fase II :

26

Page 27: Tugas Tutorial Kelompok 2

Obat prokinetik : Betanekol 0,1 mg / kg / dosis 2x sehari sebelum makan dan

tidur.

Obat anti sekrotik : Simetidin 10-15 mg/kg/dosis 2x sehari ½ jam sebelum

makan.

Antasida dan As. Algnik dimakan secara teratur.

c. Terapi medik fase III :

Pembedahan antara refluks dengan indikasi GER per sistem, malnutrisi serat, ISP

berulang, striktur esofagus.

E. Komplikasi Pada Gangguan Esofagus

Syok

Koma

Edema laring

Perforasi esophagus

Aspirasi pneumonia

Peradangan

Pembentukan tukak

Perdarahan

Pembentukan jaringan parut.

1.5 Kelainan Vaskularisasi Esofagus

27

Page 28: Tugas Tutorial Kelompok 2

Permasalahan mengenai pembuluh darah yang sering terjadi pada esophagus ialah

varises esophageal. Pendarahan varises merupakan komplikasi hipertensi portal. Hipertensi

portal ialah peningkatan tekanan vena portal (vena yang membawa darah dari organ

pencernaan ke hati) karena penyumbatan aliran darah ke seluruh hati. Varises esophagus

merupakan komplikasi dari penyakit hati serius seperti serosis. Varises esophageal

berkembang ketika aliran darah normal di hati di blokir.

Sekitar sepertiga orang dengan varises esofagus akan mengembangkan pendarahan.

Tanda-tanda dan gejala dari jangkauan perdarahan esophageal dari ringan sampai parah dan

mencakup:

Muntah darah

Hitam, tinggal atau tinja berdarah

Penurunan buang air kecil dari tekanan darah sangat rendah

Haus yang berlebihan

Ringan

Shock, dalam kasus-kasus yang parah

Biasanya darah dari usus, limpa dan pancreas memasuki hati melalui pembuluh darah

besar yang disebut vena portal. Tapi jika bekas luka jaringan memblokir sirkulasi ini

sehingga terjadi hipertensi portal. Serosis merupakan penyebab utama adanya varises

esophagus. Namun hal-hal di bawah ini dapat menyebabkan varises eshophagus pula :

Schistosomiasis, Sindrom Budd-Chiari dll.

1.6 Persarafan Motorik Esofagus

Normalnya esophagus memperlihatkan 2 tipe gerakan peristaltic : peristaltic primer

dan sekunder. Peristaltik perimer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltic

yang dimulai di faring dan menyebar ke esophagus selama tahap pharyngeal dari proses

menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik.

28

Page 29: Tugas Tutorial Kelompok 2

Makanan yag ditelan seseorang pada posisi tegak biasanya diantarkan ke ujung bawah

esophagus bahkan lebih cepat daripada gelombang peristaltic itu sendiri, sekitar 5-8 detik

akibat adanya efek grafitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah.

Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang telah

nasuk ke esophagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltic sekunder yang

dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan. Gelombang ini terus

berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltic

sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsic dalam system saraf mieterikus dan

sebagian oleh reflex-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui

serabut-serabut aferen vagus ke medulla dan kembali lagi ke esophagus melalui serabut-

serabut saraf eferen glossofaringeal dan vagus.

Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esophagus adalah otot lurik.

Karena itu gelombang peristaltic di daerah ini diatur oleh sinyal saraf rangka dari saraf

glossofaringeal dan saraf vagus. Pada dua per tiga bagian bawah esophagus, susunan ototnya

merupakan otot polos namun bagian esophagus ini juga secara kuat di atur oleh saraf vagus

yang bekerja melalui perhubungan dengan system saraf mienterikus esophageal. Sewaktu

saraf vagus dipotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esophagus menjadi

cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltic sekunder yang kuat bahkan

tanpa bantuan dari reflex vagal. Karena itu bahkan sesudah paralisis reflex penelanan batang

otak, makanan yang dimasukkan melalui selang atau dengan cara lain ke dalam esophagus

tetap siap memasuki lambung. ( Guyton and Hall, 2007 )

29

Page 30: Tugas Tutorial Kelompok 2

Proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan yang teratur oleh daerah-daerah

neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medulla dan

bagian bawah pons. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas

yang menyebabkan penelanan dijalarkan oleh sarah cranial ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-12

serta bahkan beberapa saraf servikal superior.

Sewaktu gelombang peristaltic esophagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu

gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului

peristaltik, selanjutnya seluruh lambung dan sedikit lebih luas, bahkan duodenum menjadi

terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esophagus dan dengan demikian

mempersiapkan lebih awal mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang

didorong ke bawah esophagus selama proses menelan. ( Almaycano Ginting, 2008 )

1.7 GER dan GERD

A. Perbedaan GER dan GERD

Refluks gastroesofagus (GER) merupakan fenomena fisiologis yang dapat terjadi

pada setiap bayi dan anak. Prevalens GER sulit ditentukan, karena selain merupakan

fenomena normal, keadaan ini sulit diidentifikasikan dengan alat diagnostik non-invasif.

Tetapi GER fisiologis ini dapat menjadi GER patologis jika muncul dengan intensitas

dan frekuensi yang berlebihan sehingga timbul gejala atau gangguan (GER disease).

Gejala ini dapat berupa mual, muntah, regurgitasi, sakit ulu hati, gangguan pada saluran

pernafasan dan lain–lain.

Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis GER dan GERD pada bayi dan anak.

30

Page 31: Tugas Tutorial Kelompok 2

GER GERD

1. Regurgitasi dengan BB normal

2. Gejala dan tanda esofagitis tidak ada

3. Gejala gangguan pernafasan tidak ada

4. Gejala gangguan neurologis tidak ada

1. Regurgitasi dengan penurunan BB

Gelisah persiste, bayi terlihat kesakitan,

sakit dada bawah, sakit menelan, pirosis

pada anak, hematemesis, anemia

defisiensi besi

2. Apneu, sianosis pada bayi, mengi,

pneumonia aspirasi dan berulang, batuk

kronis, stridor, Posisi leher menjadi

miring

* GER = gastroeophageal reflux * GERD=gastroesophageal reflux disease

1.8 Prosedur Penegakan Diagnosis GERDA. Gejala Penyakit Asam reflux

Orang dengan penyakit asam surutnya sering memiliki beberapa atau semua gejala

berikut:

- Nyeri saat menelan

- Buruk napas dan / atau rasa tidak enak di mulut

- Burping

- Dada sakit

- Mulas

- Suara serak

- Regurgitasi

- Sakit tenggorokan

Untuk mendiagnosa penyakit asam surutnya, gejala harus ada sedikitnya dua kali

seminggu secara teratur.

B. Penegakkan Diagnosis GERD :

Mendiagnosis reflux esofageal Asam Dengan Endoscopy

Umumnya pada bayi dan anak dilakukan dengan anestesi sehingga bayi/anak

akan tertidur. Dari mulut akan dimasukkan alat endoskopi berupa pipa yang

mempunyai kamera di ujungnya.  Dokter yang melakukan endoskopi dapat melihat

31

Page 32: Tugas Tutorial Kelompok 2

permukaan esofagus, lambung, dan usus halus melalui gambaran yang ditampilkan di

monitor tv. Selain itu dokter dapat mengambil conthoh jaringan untuk dilihat lebih

lanjut menggunakan mikroskop, sehingga dapat diketahui  beratnya kerusakan yang

ditimbulkan oleh asam lambung.

Mendiagnosis reflux esofageal Asam Dengan manometri

Dokter Anda mungkin menjalankan manometri kerongkongan untuk

mendiagnosis refluks asam. Ini adalah tes untuk menilai fungsi kerongkongan Anda.

Hal ini juga memeriksa untuk melihat apakah esophageal sphincter - katup antara

perut dan kerongkongan - juga bekerja sebagaimana mestinya.

Setelah menerapkan agen mati rasa ke bagian dalam hidung Anda, dokter akan

meminta Anda untuk tetap duduk. Kemudian tabung, sempit fleksibel akan

diteruskan melalui hidung, melalui kerongkongan Anda, dan masuk ke perut Anda.

Ketika tabung berada dalam posisi yang benar, dokter akan Anda berbaring di

sebelah kiri Anda. Bila Anda melakukannya, sensor pada tabung akan mengukur

tekanan yang diberikan di berbagai lokasi di dalam kerongkongan dan perut Anda.

Untuk menilai fungsi kerongkongan Anda lebih jauh, Anda mungkin akan diminta

untuk mengambil beberapa teguk air. Sensor di tabung akan mencatat kontraksi otot

di kerongkongan Anda sebagai air melewati ke dalam perut Anda. Ujian ini biasanya

membutuhkan waktu 20 sampai 30 menit.

Mendiagnosis Asam Reflux Esofageal Dengan Monitoring Impedansi

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang bagaimana fungsi

kerongkongan Anda, pencernaan dapat merekomendasikan pemantauan impedansi

kerongkongan. Jika demikian, hal ini akan dilakukan bersama dengan manometri.

Tes ini menggunakan tabung manometri dengan elektroda ditempatkan pada

berbagai titik di sepanjang panjangnya. Mengukur tingkat di mana cairan dan gas

melewati kerongkongan Anda. Bila hasil analisis dibandingkan dengan temuan

manometri Anda, dokter Anda akan dapat menilai seberapa efektif kontraksi

kerongkongan Anda bergerak zat melalui kerongkongan Anda ke dalam perut Anda.

32

Page 33: Tugas Tutorial Kelompok 2

Mendiagnosis reflux Asam Dengan pH Metri

pH metri, dengan pemeriksaan ini akan dipasang kabel yang halus dan ringan

masuk melalui lubang hidung ke esofagus bagian bawah. Pada ujung kabel terdapat

sensor. Sensor ini akan mendeteksi dan mencatat jumlah cairan lambung yang naik

ke esophagus dan menunjukkan apakah kembalinya asam lambung ini berhubungan

dengan bayi / anak menangis, batuk, atau gerakan melengkungkan tulang

belakangnya.

33

Page 34: Tugas Tutorial Kelompok 2

BAB II

GASTER DAN DUODENUM

2.1 Anatomi Dan Fisiologi

A. Lambung / Gaster

Secara anatomis, lambung terbagi menjadi dua bagian besar, yakni :

1. Kardia

2. Fundus

3. Korpus

4. Lekukan angular

5. Rugae

6. Antrum

7. Sfingter pilorus

8. Pilorus

Akan tetapi secara fisiologis, lebih tepat dibagi menjadi dua, yakni :

1. Bagian “oral” yang merupakan sekitar dua pertiga pertama dari korpus, dan

2. Bagian “caudal” yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum ( Guyton & Hall ;

2007).

Kardia :

o Bagian lambung yang langsung menempel pada dan mengelilingi ostium cardiacum

oesophagus.

Fundus :

o Bagian lambung disebelah kiri dan atas hiatus esofagus.

34

Page 35: Tugas Tutorial Kelompok 2

Korpus :

o Bagian dari perut antara fundus dan bagian pilorik.

Rugae :

o Lipatan-lipatan selaput lendir lambung yang besar, terutama terdapat pada korpus,

yang tampak pada waktu lambung kosong dan tidak teregang.

Antrum :

o Bagian yang melebar pada bagian pilorus lambung, terlrtak antara corpus lambung

dan canalis pilorus

Sfingter Pilorus :

o Penebalan otot sirkular lambung disekitar muaranya ke dalam duodenum.

Pilorus :

o Apertura distal lambung yang dikelilingi oleh pita otot sirkular yang kuat ( Dorland;

2002 ).

Secara fisiologi, fungsi motorik dari lambung ada tiga, yaitu :

1. Penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam

lambung, duodenum, dan traktus intestinal bawah.

2. Pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai membentuk cairan

setengah cair yang disebut kimus.

3. Pengosongan kimus dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan

yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus.

B. DUODENUM

Duodenum merupakan bagian awal atau bagian proksimal usus halus yang

memanjangdari pilorus ke jejunum ( Dorland; 2002 ).

Secara anatomi usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang

membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus halus dibagi menjadi duodenum,

jejunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai

jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum Treitz, yaitu suatu

35

Page 36: Tugas Tutorial Kelompok 2

pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan

berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejunum.

Secara fisiologi usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu :

Pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya

mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan dimulai

dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan

yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim

pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang

sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam

dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim. Sekresi empedu dari hati membantu

proses pencernaan dengan mengemulsi lemak sehingga memberikan permukaan yang

lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat detergen asam-asam empedu yang dapat

melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel yang merupakan agregat asam-

asam empedu dan molekul-molekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik,

sementara asam empedu merupakan molekul polar sehingga membentuk permukaan

misel dengan ujung hidrofobik yang mengarah ke dalam dan ke ujung hidrofilik

menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan

vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol sehingga asam-asam lemak bebas,

gliserida, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan

sampai dapat diabsorbsi oleh permukaan sel epitel.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim usus atau sulkus enterikus.

Pada umumnya, enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-

zat makanan sambil diabsorpsi.

Lemak yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi

kantong empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan

protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi

getah pankreas yang kayak akan enzim. Hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin dan

kolesistokinin dengan efek berbeda, yang menyatu atau CCK. Beberapa buku menyebut

hormon ini CCK-PZ yang dihasilkan oleh mukosa duodenum.

36

Page 37: Tugas Tutorial Kelompok 2

Asam yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya

sekretin dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah asam yang mengalir di

duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari

pankreas dan empedu dari hati serta memperbesar kerja CCK.

Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret

pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus serta gerakan peristaltik mendorong isi dari salah

satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai

kontinyu isi lambung ( Price, A. Sylvia ; 1995 ).

2.2 Sekresi Pada lambung, Mekanisme, dan Fungsinya

Zat-zat yang disekresi oleh lambung adalah:

A. Sekresi kelenjar oksintik (Gastrik)

Kelenjar ini terdiri dari 3 tipe sel, yaitu sel leher mukus yang menyekresi mukus,

sel peptik yang menyekresi sejumlah besar pepsinogen, dan sel parietal atau sel oksintik

yang menyekresi asam hidroklorida dan faktor intrinsik.

Mekanisme dasar sekresi asam hidroklorida terdiri atas beberapa pendapat. Salah satunya

yaitu:

1. Ion klorida ditranspor secara aktif dari sitoplasma sel parietal ke dalam lumen

kanalikulus, dan ion-ion natrium ditranpor secara aktif keluar dari kanalikulus ke

dalam sitoplasma sel parietal. Kedua efek ini bersama-sama menciptakan suatu

potensial negatif -40 sampai -70 milivolt di dalam kanalikulus yang kemudian

mengakibatkan difusi ion-ion kalium bermuatan positif dan sejumlah kecil ion-ion

natrium dari sitoplasma sel ke dalam kanalikulus. Jadi akibatnya, terutama kalium

klorida dan natrium klorida dalam jumlah lebih kecil akan masuk ke dalam

kanalikulus.

2. Air berdisasosiasi menjadi ion-ion hidrogen dan hidroksil di dalam sitoplasma sel.

Ion-ion hidrogen kemudian secara aktif disekresi ke dalam kanalikulus sebagai

pertukaran terhadap ion-ion kalium: proses pertukaran aktif ini dikatalisis oleh H+,

K+-ATPase. Selain itu, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi oleh pompa natrium

yang terpisah. Jadi, kebanyakan ion kalium dan natrium yang terlah berdifusi ke

dalam kanalikulus akan direabsorbsi ke dalam sitoplasma sel dan ion-ion hidrogen

37

Page 38: Tugas Tutorial Kelompok 2

menempati kanalikulus, memberi suatu larutan asam hidroklorida yang kuat di dalam

kanalikulus. Asam hidroklorida tersebut kemudian disekresikan ke dalam lumen-

lumen kelenjar melalui ujung kanalikulus yang terbuka.

3. Air masuk ke dalam kanalikulus secara osmosis akibat sekresi ion-ion tambahan ke

dalam kanalikulus. Jadi, sekresi akhir dari kanalikulus mengandung air, asam

hidroklorida pada konsentrasi sekitar 150-160 mEq/L, kalium klorida pada

konsentrasi 15 mEq/L, dan sejumlah kecil natrium klorida.

4. Akhirnya, karbon dioksida, baik yang terbentuk selama metabolisme sel ataupun yang

memasuki sel dari darah bergabung dengan ion-ion hidroksil di bawah pengaruh

karbonik anhidrase untuk membentuk ion bikarbonat (dari langkah kedua). Ion

bikarbonat kemudian berdifusi keluar dari sitolasma sel masuk ke dalam cairan ekstra

sel sebagai pertukaran dengan ion klorida yang masuk ke dalam sel dari cairan ekstra

sel yang kemudian nantinya disekresi ke dalam kanalikulus. (Guyton & Hall, 2007

hal.838)

Fungsi dari asam hidroklorida adalah:

a. Membunuh bakteri dan kuman yang sensitif terhadap lingkungan asam.

b. Merangsang pengeluaran pepsinogen dan mengubahnya menjadi bentuk aktif yaitu

pepsin.

B. Mekanisme sekresi pepsinogen oleh sel peptik

Ketika pepsinogen pertama kali disekresi, pepsinogen ini tidak memiliki aktivitas

pencernaan, namun segera setelah berkontak dengan HCl, pepsinogen akan segera

diaktifkan dan membentuk pepsin yang aktif. Pepsin berfungsi sebagai enzim proteolitik

aktif dalam medium yang sangat asam (pH optimal 1,8-3,5), namun di atas pH 5 pepsin

hampir tidak memiliki aktivitas proteolitik dan menjadi tidak aktif dalam waktu yang

singkat.

Pengaturan sekresi pepsinogen oleh sel peptik terjadi sebagai respon terhadap dua jenis

sinyal yaitu :

1. Perangsangan sel-sel peptik oleh asetilkolin yang dilepaskan oleh nervus vagus atau

oleh plexus saraf enterik gastrik, dan

38

Page 39: Tugas Tutorial Kelompok 2

2. Perangsangan sekresi sel peptik sebagai respon terhadap adanya asam di dalam

lambung. Asam kemungkinan tidak merangsang sel-sel peptik secara langsung tetapi

justru menimbulkan refleks-refleks saraf enterik tambahan yang mendukung saraf asli

pemberi sinyal ke sel-sel peptik. Oleh karena itu, kecepatan sekresi pepsinogen,

prekursor enzim pepsin yang menyebabkan pencernaan protein dipengaruhi kuat oleh

jumlah asam di dalam lambung.

Faktor intrinsik merupakan salah satu hasil sekresi dari sel parietal. Subtansi faktor

intrinsik yang sangat penting untuk absorbsi vitamin B12 di dalam ileum, disekresi oleh

sel parietal bersama dengan sekresi asam hidroklorida. Oleh karena itu, jika sel parietal

lambung pembentuk asam rusak, yang sering terjadi pada gastritis kronis, orang tersebut

tidak hanya mengalami aklorhidria tetapi juga sering mengalami anemia penisiosa akibat

kegagalan maturasi sel-sel darah merah pada keadaan tidak adanya rangsangan vitamin

B12 dari sum-sum tulang.

C. Sekresi kelenjar pilorus

Kelenjar pilorus banyak mengandung sel-sel mukus yang identik dengan sel-sel

leher mukus pada kelenjar opsintik. Kelenjar pilorus mensekresi sejumlah kecil

pepsinogen dan terutama sejumlah besar mukus encer. Mukus berfungsi untuk membantu

melumasi pergerakan makanan dan melindungi dinding lambung dari kerja enzim-enzim

lambung. Selain itu, kelenjar pilorus juga menghasilkan hormon gastrin yang berperan

penting dalam mengatur sekresi gastrik.

1. Sel-sel mukus permukaan menyekresi sejumlah besar mukus yang kental yang

melapisi mukosa lambung dengan suatu lapisan gel mukus hingga lebih dari 1

milimeter. Lapisan ini membentuk suatu cangkang proteksi utama bagi dinding

lambung dan juga untuk melumaskan transpor makanan. Ciri lain dari mukus adalah

alkalis sehingga dinding lambung tidak langsung terpapar oleh sekresi lambung yang

sangat asam dan proteolitik.

2. Sekresi asam lambung dilakukan oleh sel parietal. Sel parietal berhubungan dengan sel

jenis lain yang disebut sel mirip enterokromafin untuk mensekresi histamin atau sel

ECL. Sel ECL berada dalam bagian resesus kelenjar opsintik yang selanjutnya

39

Page 40: Tugas Tutorial Kelompok 2

melepaskan histamin kemudian secara langsung berhubungan dengan sel parietal

kelenjar opsintik.

3. Sekresi asam oleh gastrin dilakukan oleh sel-sel gastrin atau sel-sel G yang berada di

dalam kelenjar pilorik ujung distal lambung. Gastrin terbagi atas satu bentuk besar

yang disebut G-34 dengan 34 asam amino dan 1 bentuk yang lebih kecil yaitu G-17

dengan 17 asam amino. Walaupun keduanya penting yang dalam bentuk lebih kecil

disekresi lebih banyak. Ketika makanan berprotein mencapai ujung antrum lambung

makanan tersebut merangsang sel gastrin di dalam kelenjar pilorus untuk melepaskan

gastrin ke dalam getah pencernaan lambung. Pencampuran ini membawa gastrin

dengan cepat ke sel ECL yang berada dalam korpus lambung sehingga menyebabkan

pelepasan histamin. Histamin ini kemudian merangsang sekresi asam hidroklorida

lambung.

Secara umum fase sekresi lambung dibagi dalam tiga fase yaitu :

a. Fase sefalik dari sekresi lambung berlangsung bahkan sebelum makanan masuk ke

lambung. Fase ini timbul akibat melihat, membaui, membayangkan atau mencicipi

makanan. Semakin besar nafsu makan semakin kuat rangsangan itu timbul. Sinyal

neurogenik yang menyebabkan fase ini berasal dari korteks serebri dan pada pusat

nafsu makan yaitu amigdala dan hipothalamus. Sinyal melalui nukleus motorik

dorsalis nervus vagus dan dari tempat sebelumnya melalui saraf vagus ke lambung.

Fase sefalik menghasilkan sekitar 20% sekresi lambung yang berkaitan dengan

konsumsi makanan.

b. Fase gastrik. Setiap makanan masuk ke lambung makanan akan :

1. Refleks vagovagal yang panjang dari lambung ke otak dan kembali ke lambung

2. Refleks enterik setempat

3. Mekanisme gastrin

40

Page 41: Tugas Tutorial Kelompok 2

Semua ini menyebabkan terjadinya sekresi getah lambung selama beberapa jam

ketika makanan mencapai lambung dan merupakan 70% total sekresi getah lambung

sebanyak 1500 ml.

c. Fase intestinal khususnya bekerja pada duodenum yang masih mengakibatkan

lambung menyekresi sejumlah kecil enzim pencernaan. Hal ini mungkin

diakibatkan sejumlah kecil gastrin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum

(Guyton & Hall ; 2007).

2.3 Ulcer Peptikum

Ulser peptikum ialah ulserasi selaput lendir esofagus, lambung, dan duodenum yang

disebabkan oleh kerja oleh kerja getah lambung yang bersifat asam ( Dorland; 2002 ).

Ulser peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus

dan meluas sampai ke bawah epitel. Menurut definisinya Ulser peptikum dapat ditemukan

pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung , seperti ; esofagus,

lambung, duodenum, juga jejunum. Akan tetapi infeksi juga merupakan salah satu faktor

pencetus Ulser peptikum.

Gambaran klinis ulcer peptikum adalah kronik, nyeri epigastrium intermiten yang

secara khas akan mereda setelah menelan makanan atau antasid. Nyeri biasanya timbul

sampai 2 hingga 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong.

Biasanya penderita mengalami penurunan berat badan jika terjadi pada lambung akan tetapi

pada ulcer peptikum di duodenum berat badan penderita akan relatif tetap.

Diagnosis : kriteria terpenting pada diagnosis ulcer peptikum duodenum adalah nyri

yang khas yang hilang setelah makan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti penderita

tukak lambung, sebab gejala tidak enak pada epigastrium lebih sering timbul. Biasanya tidak

mungkin untuk membedakan antara ulcer peptikum duodenum dan ulcer peptikum lambung

dari anamnesis saja.

41

Page 42: Tugas Tutorial Kelompok 2

Patognesis Ulser peptikum ialah sebagai berikut :

Asam dalam lumen + empedu + ASA + Alkohol + infeksi + dll

penghancuran epitel sawar

asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel mukosa

naiknya pepsinogen pepsin Peningkatan asam peningkatan histamin

perangsangan kolinergik

fungsi sawar menurun peningkatan motilitas vasodilatasi meningkat peningkatan pepsinogen permeabilitas terhadap protein

plasma bocor ke interstisium edema penghancuran kapiler dan vena kecil plasma bocor ke lumen lambung

perdarahan

ulcer peptikum

Diagnosis ulcer peptikum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium

radiogram. Bila barium radiogram tidak berhasil membuktikan adanya ulcer peptikum pada

lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala masih ada, maka ada indikasi untuk melakukan

pemeriksaan endoskopi. Perhitungan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada

karsinoma lambung atau sindrom Zollinger-Ellison.

Sasaran utama pengobatan ulcer peptikum atau penghambatannya atau pengobatan

simtomatiknya adalah dengan:

1. Pemberian antasida

2. Penatalaksanaan diet

42

Page 43: Tugas Tutorial Kelompok 2

3. Antikolinergik

4. Penghambat H2 seperti simetidin, ranitidin dan famotidin

5. Istirahat secara fisik dan emosi

Komplikasi ulcer peptikum adalah tukak yang membandel atau intraktibilitas,

perdarahan, perforasi, dan obstruksi pilorus. Setiap komplikasi yang terjadi membutuhkan

peninjauan lebih lanjut ( Price, A. Sylvia ; 1995 ).

2.4 Vomitus

Vomitus atau vomiting yaitu semburan dengan paksa isi lambung melalui mulut,

disebut juga emesis atau regurgitasi ( Dorland; 2002 ).

Dalam bahasa indonesia vomitus disebut juga muntah. Muntah merupakan suatu cara

traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian

atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan sangat

terangsang. Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus,

lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian ditransmisikan baik oleh

serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di

batang otak yang semuanya bersama-sama disebut “pusat muntah”. Dari sini, impuls-impuls

motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui

jalur saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui

saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke

diafragma dan otot abdomen.

Muntah dapat juga bermakna adanya gangguan metabolisme seperti, kelainan

metabolisme karbohidrat (galaktosemia), kelainan metabolisme asam amino (gangguan

siklus urea), gangguan pada sistem saraf yang bisa terjadi karena gangguan pada struktur

(hidrosefalus, infeksi meningitis, dan ensefalitis), ataupun karena keracunan (asidosis

ataupun hasil samping metabolisme lainnya).

Muntah juga bisa bermakna fisiologis pada anak-anak yang sering mengkorek-korek

kerongkongannya.

Penyakit gasrtoenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering terjadi

pada anak-anak yang biasanya terjadi bersama dengan diare disertai denga rasa sakit pada

perut.

43

Page 44: Tugas Tutorial Kelompok 2

Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus sementara bakteri patogen muntah

adalah salmonella dan shigella kadang-kadang juga campylobacter dan E. Coli.

Pusat-pusat koordinasi muntah dapat diaktifkan melalui berbagai cara. Muntah dapat

terjadi karena stres fisiologis dan berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan melalui

lapisan otak luar dan sistem limbik ke pusat muntah yaitu kemoreseptor atau chemoreceptor

trigger zone (CTZ) yang berada di sistem saraf pusat. Muntah juga dapat terjadi akibat

gerakan apabila pusat muntah di stimulasi melaui sistem pengaturan otot dari labirin yang

terdapat pada telinga dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan serebrospinal dapat di

deteksi oleh CTZ. Ujung saraf dan saraf-saraf di dalam saluran pencernaan merupakan

penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung, dan tertundanya proses

pengosongan lambung.

44

Page 45: Tugas Tutorial Kelompok 2

BAB III

USUS HALUS

3.1 Anatomi Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara, saluran usus

halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua

belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).Usus halus

memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (±

25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan

secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta

senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong

(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

45

Page 46: Tugas Tutorial Kelompok 2

A. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua

belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan

berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus

seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada

derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas

dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,

yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang

merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui

sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum

akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan

B. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua

dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah

46

Page 47: Tugas Tutorial Kelompok 2

bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh

dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus

(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan

usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat

dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit

sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris

modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".

C. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum

dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral

atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

3.2 Fisiologi Dari Dasar Mekanisme Absorpsi

Absorpsi melalui mukosa gastrointestinal terjadi melalui transport aktif, melalui difusi

dan kemungkinan melalui solvent drag. Secara singkat, transport aktif memberikan tenaga

terhadap zat sewaktu zat dihantarkan untuk kepentingan pemekatan pada sisi lain membrane

47

Page 48: Tugas Tutorial Kelompok 2

atau menggerakkan zat berlawanan dengan potensial listriknya. Sebaliknya, transport

melalui “difusi” berarti transport zat secara sederhana melalui membrane sebagai suatu hasil

pergerakan molekul bersama, dan bukan melawan, suatu gradient elektrokimia. Transport

melalui solvent drug berarti bahwa kapan pun suatu zat pelarut diserap akibat tenaga fisik

penyerapan, pergerakan pelarut akan “menarik” zat-zat yang terlarut pada saat bersamaan.

Absopsi dari usus halus setiap hari terdiri atas beberapa ratus gram karnohidrat, 100

gram atau lebih lemak, 50 – 100 gram asam amino, 50-100 gram ion, 7 – 8 liter air.

Kapasitas absorpsi normal usus halus jauh lebih besar dari nilai ini : sebanyak beberapa

kilogram karbohidrat per hari, 500 gram lemak per hari, 500-700 gram asam amino per hari,

dan 20 liter air atau lebih per hari. Usus besar masih dapat mengabsorpsi lebih banyak air

dan ion, walaupun hampir tidak mengandung nutrient.

Sekresi Yang Dihasilkan Oleh Usus Halus (Intestinum Tenue) Dan Fungsinya Untuk

Digesti Serta Absorpsi

Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :

• Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida

• Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin. Erepsin

mengubah pepton menjadi asam amino.

• Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang

dihasilkan ke usus halus

• Hormon CCK (Kolesistokinin) Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu

ke dalam usus halus.

3.3 Kelainan Kongenital Pada Anak

Kelainan kongenital sistem gastrointestinal yang termasuk dalam kelainan

kelompok ini adalah atresia ant, diafragmatika, omfalokel, megacolon kongenital,

hepatomegali. Dari 16 yang termasuk dalam kelompok ini, 8 diantaranya lahir melalui

bedah (43,7% ). Dilihat dari keadaan Iahirnya 3 kasus lahir mati, 6 kasus mati dalai

minggu perawatan, Kematian perinatal untuk kelompok kelainan ini < (56,3%).

48

Page 49: Tugas Tutorial Kelompok 2

A. Omfalokel

Merupakan kelainan berupa protusi isi rongga perut keluar dinding perul

disekitar umbilikus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Protusi ini dilapisi kantong

transparan yang terdiri atas lapisan bagian dalam peritonium dan lapisan luar

amnion. Angka kejadiannya I per 5000-10000 persalinan. Kelainan lain dalam

kelompok ini adalah megakolon kongenital atau disebut "Hirschsprung's

Disease" adalah kelainan yang disebabkan oleh atresi atau agenesis dari kolon bagian

bawah, tidak terdapat saraf parasimpatik pada dinding usus. Pada kelainan ini 80%

mengenai kolon sigmoid. Angka kejadian pada penelitian ini adalah 3 per 10000

persalinan.

B. Atresia ani.

Pada penelitian ini didapatkan 6kasus (37,5%) dengan angka kejadian 0,3

perseribu persalinan. Pada kepustakaan didapatkan angka 1 setiap 5000

persalinan. Nawir mendapatkan angka kejadian sebesar 0,29 per seribu

persalinan.

C Hernia diafragmatika kongenital,

Suatu kelainan dimana adanya lubang pada diafragma yang hanya ditutupi

noleh pleura dan peritoneum sehingga memungkinkan sebagian isi rongga perut

masuk kedalam rongga dada. Pada penelitian ini didapatkan 2 kasus (12,5%)

dengan angka kejadian sebesar 0,1 per 1000 persalinan. Pada kepustakaan

didapatkan angka kejadian 1 per 4000 kelahiran hidup

D. Atresia atau stenosis

Atresia adalah kegagalan total terbentuknya lumen usus dan stenosis

hanya mencerminkan penyempitan. Kedua defek biasanya hanya mengenai

satu segmen usus

E. Duplikasi biasanya mengambil bentuk struktur kistik tubular atau sakular yang

terbentuk sempurna, yang mungkin berkomunikasi dengan lumen usus halus

mungkin juga tidak

49

Page 50: Tugas Tutorial Kelompok 2

F. Divertikulum meckel

Adalah anomaly yang tersering dan tidak berbahaya. Kelainan ini terjadi

akibat kegagalan involusi duktus omfalomesenterikus sehingga terbentuk

penonjolan tubular buntu yang menetap dengan panjang hingga 5-6 cm.

diameter bervariasi, kadang-kadang mendekati garis tengahusus halus itu

sendiri. Divertikulum ini biasanya terletak di ileum sekitar 2 kaki dari sekum

dan terdiri ats ketiga lapisan usus halus normal. Kelainan ini umumnya tidak

menimbulkan gejala, kecuali bila terjadi pertumbuhan berlebihan bakteri yang

menyebabkan berkurangnya vitamin B12 dan sindrom yang mirip dengan

anemia pernisiosa. Ulkus peptic di mukosa usus di dekatnya kadang-kadang

menjadi penyebab perdarahan usus misterius atau gejala mirip apejdiksistis

3.4 Kelainan Malabsorpsi Pada Intestinum Tenue

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat

dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa

terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal. Diare terbagi menjadi diare

Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis

lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis.

Diare menetap selama beberapa minggu atau bulan,baik yang menetap atau

intermitten, memerlukan evaluasi.Meskipun pada umumnya sebagian besar kasus

disebabkan oleh Iritable Bowel Syndrome (IBS), diare dapat mewakili manifestasi dari

penyakit serius yang mendasarinya. Pencarian yang seksama terhadap penyakit ini harus

dilakukan.

3.5 Patofisiologi

Beberapa hal yang dapat menebabkan diare adalah :

(1) Menurunnya absorbs normal larutan dalam air,

(2) Meningkatnya sekresi elektrolit kedalam lumen intestinal,

(3) Adanya absorbsi yang buruk secara osmosis larutan aktif di lumen usus,

(4) Meningkatnya motilitas intestinal,

50

Page 51: Tugas Tutorial Kelompok 2

(5) Penyakit Inflamasi yang menghasilkan darah,pus dan mucus.2-3

Diare sekretori biasanya disebabkan abnormalitas baik absorbsi maupun sekresi

elektrolit. Diare Sekretori secara normal berhubungan dengan meningkatnya camp

inttraselular. Meningkatnya camp disebabkan oleh rangkaian kejadian yang dimulai dengan

adanya molekukl penanda. Sesudah molekul penanda mengkomplekskan permukaan

reseptor sel, suatu G-protein diaktivasi kedalam membran sel dan menstimulasi

produksicAMP.

Meningkatnya camp menghambatabsorbsi NaCL dan menstimulasi sekresi klorida

tanpa merubah mekanisme transport lainnya. Hal ini membuat toksin yang labil dalam

keadaan panas seperti basil kolera, menyebabkan diare dengan meningkatnya camp

intraseluler tanpa merusak permukaan mukosa. Jalur penanda melalui protein spesifik

sangatlan spesifik sehingga hidrasi dapat dipertahankan dengan pemberian larutan Natrium

Glukosa, dimana melalui jalan lain hal ini tidak dipengaruhi. Diare sekretori mempunyai

penyebablain, tetapi sebagian besar sedikit dimengerti. Meningkatnya cGNP atau kalsium

intrasel juga menyebabkan sekresi. Kelainan Usus Halus yang menyebabkan atrofi villi

seperti celiacsprue sering dihubungkan dengan sekresi yang abnormal dari elektrolit.

Agaknya hal ini disebabkan tidak memadainya permukaan absortif dari sekresi kripta

normal.

Kelainan yang berhubungan dengan malabsorbsi pada diare osmotic dapat berkaitan

dengan komponen sekretori, tetapi mekanismenya sampai saat ini kurang dipahami. Asam

empedu yang tidak diabsorbsi dan asam-asam lemak dapat menstimulasi sekresi ion dalam

kolon, menyebabkan diare massif yang berlanjut walaupun dalam keadaan puasa. Pada

diare ini yang menoonjol adalah air dan elektrolit. Osmolalitas fecal secara keseluruhan

dapat dihitung dengan mengukur Na+,K+,CL, dan HCO 3- dengan ‘gap” larutan fecal

(osmolalitas plasma –2(Na+ + K+) mendekati nol.

Diare osmotic disebabkan oleh akumulasi larutan yang sulit diserap dalam lumen

intestinal. Terdapat tiga mekanisme utama yang menyebabkan hal ini. (1) Makan larutan

yang sulit diabsorbsi seperti laktulosa,SO4-2,PO4-3atau Mg2+, (2) Malabsorbsi secara

menyeluruh, (3) Kegagalan mengabsorbsi komponen diet yang spesifik seperti lactose.

Diare osmotic dapat dicegah secara sempurna melalui puasa dengan mengeliminasi

intake larutan yang menyebabkan diare. Kolon tidak dapat mempertahankan gradien air,

51

Page 52: Tugas Tutorial Kelompok 2

konsentrasi Natrium dan Kalium akan turun dengan adanya larutan aktif secara osmotic

abnormal. Pengukuran elektrolit feses [2(Na++ K+)] tidak dapat menilai osmolalitas cairan

faeces. Osmolalitas cairan feses diperkirakan sama dengan osmolalitas serum. Pada kasus

intake makanan yang sulit diabsorbsi, anion seperti SO4 2- dan PO4 -3, diare osmotic

mungkin akan memiliki gap larutan normal sebab perhitungan dengan kation lebih baik dari

pada anion.

Malabsorbsi Karbohidrat menyebabkan diare osmotic, menghasilan fases yang asam

karena fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Perubahan elektrolit yang cepat pada lumen

selama memproses makanan normal dan memproses makanan yang menyebabkan diare

osmotic diperlihatkan pada skema dibawah ini :

A. Klasifikasi Dan Gambaran Medis

Klasifikasi Diare Kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari : proses inflamasi, osmotic

(malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas.

Diare Inflamasi :

Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases yang berdarah

dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada beberapa kasus

terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing enterophaty. Mekanisme

inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi intestinal.

Pada pasien tanpa penyakitsistemik, adanya fases yang berisi cairan atau darah

tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare

kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.

Manisfestasi ekstraintestinal yang timbul arthritis, lesi pada kulit, uveitis atau vaskulitis.

Diare yang terjadi pada IBD penyebabnya adalah kerusakan absorbs permukaan

epitel dan pelepasan kedalam sirkulasi oleh sekretagogue seperti leukotriens,

prostaglandins, histamin dan sitoksin lain yang merangsang sekresi intestinal atau system

saraf enteric.

Diare inflamasi dapat dilihat pada pasien dengan enterokolitis radiasi kronik akibat

iradasi malignansi terhadap tractus urogenital wanita atau prostat pria. Sekmen yang

biasanya terlihat adalah ileum terminal, caecum dan rektosigmoid. Kolonoskopi dapat

52

Page 53: Tugas Tutorial Kelompok 2

melihat menyempitnya lumen, ulcerasi, perubahan inflamasi difus dan karakteristik

mukosa telengiektasi yang dapat menyebabkan perdarahan berat.

Diare juga terjadi sebagai hasil malabsorbsi asam empedu yang disebabkan oleh

inflamasi ileal atau pertumbuhan bakteri dari striktur instestinal atau stasis.

Gastroentroenteritis Eosinophilic ditandai oleh infiltrasi beberapa bagian traktus

gastrointestinal oleh eosinophil. Gambaran klinik berupa : diare, nyeri abdomen, neusea,

muntah, penurunan berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing

enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi edema ferofer, asites dan

anasaarka. Penyakit ini merupakan variasi penyakit termasuk infeksi,IBD, kondisi yang

berhubungan dengan abstruksi limfatik dan akhir-akhir ini terkait dengan infeksi yang

disebabkan oleh HIV/AIDS.

Diare Osmotik :

Diare osmotic terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya aiabsorbsi oleh usus

halus akibat tekanan osmotic yang mendesak cairan kedalam lumen intestinal.

Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi,

nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal dicerna dan diabsorbsi.

Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat.

Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui namun dapat menyebabkan malnutrisi

atau berakibat kepada defisiensi spesifik asam amino. Variasi kelainan ini dihubungkan

dengan malabsorbsi dan maldigesti. Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena

insufisiensi eksoktrin pancreas jika kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini

terjadi pada pankreatitis kronik, obstruksi duktus pancreas, somastostaninoma, kolestasis

dan bacterial overgrowth.

Diare osmotic dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap makanan

tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan diet dan pemanis obat berupa

karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa. Kelainan congenital

spesifik seperti tidak adanya hidrolase karbohidrat atau defisiensi lactase pada laktosa

intolerans dapat juga menyebabkan diare kronik. Malabsorbsi mukosa terjadi pada celiac

sprue atau enteropati sensitive glutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi

atipik yaitu gangguan pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi

dan anoreksia. Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan histologik

53

Page 54: Tugas Tutorial Kelompok 2

usus halus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel permukaan dan in

filtrasi mononuclear ke lamina propria.

Malabsorbsi Intestinal (Whipple’s Disease) disebabkan tropehyma whippeli,

umumnya terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia, demam, menggigil,

hipotensi, limfadenopati dan keterlibatan system saraf. A betalipoproteinemia disebabkan

karena tidak adanya Apo B akibat defek formasi kilomikron. Pada anak-anak dengan

kelainan ini ditandai dengan steatore, sel darah merah akantositik, ataksia, pigmentosa

retinitis. Steatore disebabkan juga oleh Giardia, Isospora, Strogyloides dan kompleks

mycobacterium avium. Steatore yang disebabkan oleh obat terjadi kerusakan pada

enterosit misalnya kolkisine, neomisin dan paraaminosalisilic acid. Limpangiektasia

menyebabkan protein losing enterophaty dengan steatorea, tetapi absorbsi karbohidrat

tetap baik misalnya pada post mukosal obstruction of lymphatic channels. Penyakit ini

dapat congenital atau didapat misalnya trauma, limfoma, karsinoma atau Penyakit

whipple.

Reseksi Intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome berupa

steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time, dan menurunnya pool

garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung diare dan short bowel syndrome

adalah efek osmotic cairan non absorbsi, hipersekresi gaster dan beberapa penyebab dari

pertumbuhan bakteri.

Diare Sekretori :

Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena abnormalita

cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan dengan makanan yang

dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa. Pada keadaan ini tidak ada

malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat diukur dengan unsure ion normal tanpa

adanya osmotic gap pada feses.

Diare sekretori terjadi pada Carcinoid tumor traktus gastrointestinal sebagai suatu :

Sndrom Carcinoid yaitu : episodic flushing, telangiectatic skin lesions, sianosis, pellagra

like skin lesions, bronchospasm dan cardiac murmur yang disebabkan right sided valvular

lesions. Sindrom ini terjadi akibat substans vasoaktif sebagai secretagogue poten

intestinal, misalnya seratonin, histamin, katekolamin, prostaglandin dan kinin.

54

Page 55: Tugas Tutorial Kelompok 2

Sepertiga kasus diare ini adalah Sindroma Zollinger Ellison dan simtom ini terjadi

10% kasus. Diare terjadi karena sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik,

maldigesti lemak akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu. Pada

adenoma pankreatik sel non beta, diare ini terjadi akibat sekresi vasoaktif intestinal

polypeptide(VIP) dihubungkan dengan Watery Diarrhea Hypoklemia Achlorhydria

(WDHA) yang sering terjadi diare massif, akhlohidria,

hipokalemia,hipomagnesemia,hiperkalsemia tanpa hiperparatiroidisme. Beberapa kasus

dijumpai adanya flushing, miopati atau nefropati.

Carcinoma Medular pada thyroid mungkin sekali menggambarkan sindrom

multiple neoplasia endokrin type II a dengan feokromositoma dan hiperparatiroidisme.

Diare ini dimediasi oleh kalsitonin yang dihasilkan oleh tumor. Adanya diare pada

medullari tumor menunjukkan suatu prognostic yang buruk.

Mastosiosis Sistemik diare terjadi akibat mediasi histamin atau amalabsorbsi yang

disebabkan oleh infiltrasi mukosa intestinal oleh sel mast. Diare yang disebabkan oleh

Adenoma Villous pada rectum atau rektosigmoid biasanya terjadi pada tumor yang besar

dengan diameter 3-4 cm. Sering juga disertai dengan hipokalemia. Kolitis limfositik dan

Kolitis kollagenous, karakteristik penyakit ini ditandai lesi histologik berupa infiltrasi sel

inflamasi dan limfosit intraepithelial ke lamina propria dan adanya subepitelial kolagen

band pada colitis kolagen.

Diare Sekretori berat dapat terjadi pada reseksi atau bypass dari ileum distal

sedikitnya 100 cm. Diare terjadi akibat stimulasi sekresi kolon oleh garam empedu

dihidroksi yang absorbsinya pada illeum terminal (diare kolerik). Dengan mencegah

kontraksi kandung empedu dan membawa sejumlah besar empedu ke intestine melalui

puasa dapat mengeliminasi diare ini. Jika lebih dari 100 cm direksesi, sintesis hepatic

tidak dapat mempertahankan pool asam empedu intraluminal secara memadai daan

steatore terjadi. Asam empedu yang menyebabkan diare dapat terjadi sesudah

kolisistektomi karena kehilangan kapasitas penyimpanan dari kandung empedu.

Kasus yang jarang adalah malabsorbsi primer asam empedu idiopatik (primer) dari

Illeium terminal. Terjadinya diare sekretorik ini dapat diterangkan. Transit usus halus

yang cepat meningkatkan asam empedu kolon. Kejadian ini dapat juga terjadi pada diare

55

Page 56: Tugas Tutorial Kelompok 2

post vogotomi pada 30% pasien yang menjalani prosedur drainase vagotomi trunkal

untuk ulkus peptikum. Diare ini berkurang pada vogotomi gaster proksimal.

B. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility)

Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan perubahan motilitas

intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable Bowel Syndrome. Diare ini ditandai

dengan adanya konstipasi, nyeri abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam

defaksi. Pada beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang berkurang

dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan motilitas intestinal. Diare terjadi akibat

pengaruh fekal atau obstruksi tumor dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses

atau obstruksi.

Penyakit Neurologi sering dihubungkan dengan diare, disebabkan perubahan

kontrol otonom dari fungsi defekasi. Diare yang banyak dan inkontinen sering terjadi

pada pasien Diabetes tipe I yang dihibungkan dengan neuropati berat, nefropati dan

ertinopati. Faktor tambahan termasuk pertumbuhan sekunder bakteri terhadap dismotilitas

intestinal, insufisiensi eksokrin pancreas, celiac sprue(jarang), traumatic neuriphaty, the

shy Drager Syndrome atau lesi pada cauda equina.

Diare Factitia (Factitious Diarrhea)

Diare ini terjadi pada pasien yang diduga memiliki riwayat penyakit psikiatrik

atau tanpa riwayat penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat berupa infeksi

intestinal, penggunaan yang salah terhadap laktsantia. Pasien ini umumnya wanita dengan

diare kronik berat, nyeri abdomen, berat badan menurun, oedem perifer dan hipokalemia.

Kejadian ini terjadi pada sekitar 15 % pasien diare kronik, 5,6,9

C. Pemeriksaan Laboratorium Dan Penunjang Lainnya

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai

berikut :

1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare

kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri

56

Page 57: Tugas Tutorial Kelompok 2

dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien

dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak

biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang

sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.

2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksienteric atau

imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus

dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day),

kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi

lemak.

3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses >

300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr

mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses

malabsorbstif.

4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,

lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang

pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien

diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya

dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan

malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.

5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau

diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas

feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali

konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion

organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan

butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap

karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal

mendegradasi yang terkumpul dalamsuatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam

sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau

osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic

gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.

57

Page 58: Tugas Tutorial Kelompok 2

6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E

Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi

dengan modifikasi noda asam.

7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat

dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein

losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,

kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat

dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk

defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari

obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun

tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa

primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.

8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa

seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin

(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA

(carcinoid syndrome).

9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses

dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses

terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.

Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti

MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

Biopsi Usus Halus

Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat

dijelaskan atau steatore, (b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang

mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)

Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs

kalsium.

Enteroskopi Usus Halus

58

Page 59: Tugas Tutorial Kelompok 2

Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi

pada usus halus.

Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa : Pemeriksaan ini dapat membantu

dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,melanosis coli dan indikasi

penggunaan kronis anthraguinone laksatif.

Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus

Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala

sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam

memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan

dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus

melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan

sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

Imaging

Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika

diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi

pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat

membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.

Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus

halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa.

Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien

AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal

dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.

Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi

Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa

1. The d-xylose absorption test : Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus

halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah

59

Page 60: Tugas Tutorial Kelompok 2

kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi

pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.

2. Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,

dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen

Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6

jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan

defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan

menurunkan Breath hydrogen.

Test Menilai Pertumbuhan Bakreri4

Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum

proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian

ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

D. Pengobatan

Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah agen

anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan

aman pada keadaan gejala stabil.

1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16

mg/hari.

2. Dhypenoxylat dengan atropin : diberikan 3-4 kali per hari.

3. Kodein, paregoric : Disebabkan memiliki potensi additif, obat ini sebaiknya dihindari.

Kecuali pada keadaan diare yang intractable. Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-

60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml.

4. Klonidin : 2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal.

Diberikan 0,1-0,2 mg/hariselama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare

sekretori, kriptospdidiosis dan diabetes.

5. Octreotide : Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal dan

absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptide gastrointestinal.

Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh VIPoma dan tumor

carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS. Dosis

efektif 50mg –250mg sub kutan tiga kali sehari.

60

Page 61: Tugas Tutorial Kelompok 2

6. Cholestiramin : Garam empedu yang mengikat resin, berguna pada pasien diare

sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4

gr 1 s/d 3 kali sehari.

3.4 Infeksi Yang Terjadi Pada Intestinum Tenue

A. Obstruksi

Obstruksi lumen intestinal sehingga aliran bahan makanan terganggu sering terjadi

pada anjing atau kucing. Obstruksi yang terjadi bisa bersifat parsial atau komplet. Pada

obstruksi yang bersifat parsial gejala yang ditimbulkan tidak begitu nyata dan sebaliknya

pada obstruksi komplet akan menimbulkan gejala-gejala yang nyata dan serius.

Penyebab

Kongenital

Stenosis, atresia, anomali ligamen pankreatikomesojejenunal

Kompresi ekstramural

Adesi, hernia, strangulasi, intususepsi, volvulus, tumor (Lymphoma,

adenocarcinoma, Leiomyosarcoma), Inflamasi granulomatus, Phycomycosis, Striktura,

Abses dan Hematoma.

Obstruksi intraluminal

Polyps (pada kucing), Benda asing

Obstruksi fungsional

Hambatan syaraf simpatik, infiltrasi, penyakir neuromuskular, peritonitis,

hipokalemia.

Patofisiologi

Obstruksi intestinal akan menyebabkan gangguan terutama adalah cairan,

elektrolit dan endotoksik shock atau septik shock. Distensi cairan dan gas akan segera

terbentuk pada daerah proksimal obstruksi. Perubahan aliran darah bagian proksimal

obstruksi intestinal akan menurunkan absorbsi cairan dan meningkatkan sekresi

intestinal, sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam lumen intestinal. Pertumbuhan

bakteri dengan toksin yang dilepaskan juga akan memicu terjadi akumulasi sekresi di

lumen intestinal. Akumulasi cairan sekresi ini akan hilang bila hewan mengalami

vomit. Selanjutnya akan memicu terjadi akumulasi cairan dan gas, sehingga terjadi

61

Page 62: Tugas Tutorial Kelompok 2

distensi yang lebih besar pada bagian proksimal daerah obstruksi. Gejala yang terjadi

bergantung tingkat dan durasi kehilangan cairan serta kerapatan dan letak obstruksi

obstruksi.

Gejala klinis

Gejala klinis berkaitan dengan obstruksi intestinal bergantung pada lokasi

obatruksi dan tipe obstruksi. Pada obstruksi akut atau obstruksi bagian distal intestinal,

gejala klinis tidak begitu tampak. Namun semakin lama hewan mengalami anoreksia

dan mengalami kondisi yang semakin buruk. Vomit yang terjadi semula intermiten

namun berkembang menjadi parah dengan semakin besarnya distensi akibat akumulasi

gas dan cairan. Sedangkan pada obstruksi intestinal yang lebih proksimal, hewan

umumnya mengalami anoreksia. Tapi gejala yang paling nyata adalah vomit. Hewan

akan mengalami dehidrasi dengan gejala endotoksik shock. Sedangkan pada obstruksi

akibat strangulasi, gejala yang muncul sangat hebat, cepat dan progresif. Hewan akan

mengalami gejala-gejala hipovolemik dan endotoksik shock.

Diagnosis

Palpasi daerah abdomen harus dilakukan dengan hati-hati. Dengan palpasi akan

ditemukan adanya massa pada usus halus, namun kadang terjadi vomit dan rasa sakit

akibat palpasi. Pada kasus intususepsi akan terasa massa tubular yang keras dengan

bentukan usus halus normal yang masih teraba. Pemeriksaan rektal pada pasien

obstruksi komplet akan ditemukan feses yang normal, namun umumnya ditemukan

feses kering dan keras dan mukosa rektal kering kesat.

Pemeriksaan radiografi sangat membantu untuk melihat adanya benda asing,

dugaan intususepsi, tampak adanya distensi dengan adanya akumulasi gas atau cairan

di depan daerah obstruksi

Pemeriksaan laboratorium tidak banyak berubah, kecuali adanya

hemokonsentrasi akibat dehidrasi, leukositosis akibat inflamasi dan gangguan

elektrolit. Namum leukopenia akan ditemukan bila mengalami strangulasi atau

nekrosis intestinal. Hewan kan mengalami hipokalemia, hiponatremia, hipokloremia

dan metabolic alkalosis. Peningkatan konsentrasi serum folat juga membantu

62

Page 63: Tugas Tutorial Kelompok 2

mengeakkan diagnosis obstruksi parsial karena berkaitan dengan bacterial overgrowth

pada usus halus.

Terapi

Terapi utama pada kondisi obstruksi intestinal adalah melakukan tindakan

operasi, dengan mengambil benda asing, atau memperbaiki intususepsi. Keputusan ini

harus segera dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sebelum tindakan operasi

perlu dilakukan terapi cairan, normal saline merupakan pilihan pada penderita yang

mengalami vomit. Pemberian antibiotika spektrum luas diperlukan untuk mengatasi

endotoksemia.

B. Bakteri Shigella

Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan : invasi ke aliran

darah sangat jarang. Shigela sangat menular, untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis

kurang 10 ribu organism. Proses patologik yang penting adalah invasi epitel mukosa,

mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang mengakibatkan nekrosis

selaput mukosa, ulserasi superficial, perdarahan dan pembentukan “pseudomembran”

pada daerah ulkus. Pseudomembran ini terdiri atas fibrin, leukosit, sisa sel, selaput

mukosa yang nekrotik dan bakteri. Bila proses mulai membaik, jaringan granulasi

mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.

C. Bakteri Aeromonas

Spesies ini merupakan batang gram-negatif yang hidup di air segar, spesies ini

menyebabkan diare dan kadang-kadang menginfeksi luka yang terkena air segar atai

menginfeksi penderita yang fungsi imunnya terganggu dan jarang menyebabkan infeksi

non-intestinal.

Secara khas, aeromonas menghasilkan hemolisisn. Beberapa strain menghasilkan

enterotoksin. Telah diketahui juga mengenai sitotoksin berikut kemampuannya dalam

menyerang sel pada pada biakan jaringan. Tetapi, tak satupun dari sifat-sifat ini yang

terbukti berhubungan dengan penyakit diare pada manusia. Postulat Koch tidak terpenuhi,

63

Page 64: Tugas Tutorial Kelompok 2

sebagian besar karena tidak adanya model hewan yang menimbulkan diare manusia yang

berhubungan dengan Aeoromonas.

D. Virus Sitomegalovirus

Infeksi sitomegalovirus primer pada inang dengan fungsi imun tertekan terrjadi

jauh lebih berat dibandingkan pada inang normal. Orang-orang yang berada pada resiko

tertinggi untuk penyakit sitomegalovirus aalah mereka yang menerima transplantasi

organ, mereka dengan tumor ganas yang menerima kemoterapi, dan terutama mereka

penderita AIDS. Eksresi virus meningkat dan lebih lama, dan infeksi lebih condong

menjadi tersebar. Pneumonia dan gangguan saluran pencernaan adalah komplikasi yang

paling terjadi.

Respon imun inang diduga mempertahankan sitomegalovirus dalam keadaan laten

pada orang dengan seopositif. Reaktivasi infeksi sehubungan dengan penyakit, terjadi

jauh lebih sering pada pasien dengan fungsi imun terganggu dibandingkan pada orang

normal. Walaupun biasanya lebih ringan, infeksi yang teraktivasi ulang mungkin menjadi

infeksi primer, bergantung pada lingkungan sekitar dari pasien dengan fungsi imun yang

tertekan tersebut.

Keterlibatan sitomegalovirus dapat dideteksi pada banyak system organ pada

penyeakit tersebar yang berat, berdasarkan pada penyebaran sel inklusi sitomegalik yang

khas. Namun sejumlah sel sitomegalik tidak mencerminkan luasnya gangguan fungsional

pada orang yang sakit. Sel epitel duktus biasanya lebih sering terinfeksi dari pada

fibroblast.

E. Parasit Candidiasis Usus

Penyebab penyakit ialah jamur Candida yang bersifat menyerupai ragi. Walaupun

ada 7 spesies yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia, namun spesies

utama ialah Candida albicans. Spesies ini, juga spesies-spesies lainnya, dapat ditemukan

di dalam berbagai alat tubuh manusia sehat sebagai saprofit tanpa menimbulkan suatu

kelainan. Alat tubuh terbanyak yang mengandung jamur ialah usus. Usus merupakan

sumber infeksi endogen untuk timbulnya candidiasis, karma candida telah terdapat

sebelumnya di dalamnya. Pada keadaan tertentu ialah bila ada faktor predisposisi, maka

64

Page 65: Tugas Tutorial Kelompok 2

jamur menimbulkan kelainan. Faktor ini diantaranya ialah kelemahan tubuh, misalnya

pada bayi barn lahir atau orang tua renta dan mereka yang menderita penyakit menahun.

Pada keadaan yang lemah jamur mudah menginvasi jaringan. Obat kortikosteroid dan

sitostatik mempunyai pengaruh yang sama. Obat antibiotik menekan kuman-kuman yang

semula hidup bersama dengan jamur di dalam usus, sehingga jamur dapat tumbuh dengan

subur. Jamur dapat berubah dari sifat saprofit menjadi patogen.

Gejala utama candidiasis usus akut ialah diare, tinja lembek hingga cair, biasanya

tanpa lendir dan darah. Gejala candidiasis usus menahun tidak menentu. Pada

kebanyakan keadaan, timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan adanya factor predisposisi

pada penderita yang mempermudah timbulnya penyakit tsb.

Penderita malnutrisi, biasanya anak-anak, mudah menderita candidiasis usus karena

tidak mempunyai daya tahan cukup terhadap jamur itu. Adanya candida di dalam usus

menghambat absorbsi zat-zat makanan, terutama hidrat arang, elektrolit serta cairan,

dengan demikian terjadi diare. Maka terjadilah lingkaran tanpa akhir.2 Fungsi vili usus

yang kurang baik juga dapat menjadi dasar timbulnya candidiasis, yang sebetunya

berdasarkan pada hambatan absorbsi bahan makanan sehingga menimbulkan malnutrisi

juga. Sebaliknya invasi candida pada vili mengakibatkan fungsi vili terganggu. Sebagai

telah disebut di atas maka sumber utama infeksi endogen ialah usus. Di samping infeksi

endogen dapat terjadi infeksi eksogen. Cara infeksi ini terjadi misalnya waktu bayi

dilahirkan. Bila vagina ibunya mengandung Candida, maka jamur dapat tertelan dan

masuk ke dalam usus. Cara lain ialah melalui alat minum dan makan yang tercemar,

misalnya di dalam tempat perawatan bayi yang baru lahir atau tempat-tempat perawatan

anak yang tidak memperhatikan kebersihan dengan baik.

65

Page 66: Tugas Tutorial Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

Almaycano Ginting, 2008, Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, Universitas

Sumatra Utara, Medan.

Brunner and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Dr . S. Dumilah Suprihatin (Alm). 1983. Cermin Dunia Kedokteran, Masalah Saluran Cerna. CDK. Jakarta.

Ester Monica. 2001. Keperawatab Medikal Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Guyton and Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran edisi 11, Bab Sistem Pencernaan. EGC. Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Jayve M. Black and Esther Matassarin Jacob. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Continuty of Care, fifth edition. WB. Sounders : Campani

Made Prabawa. 1998. Tesis: Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital. Undip. Semarang.

Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Nusdianto Triakoso. 2006. Bahan Ajar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner II. Unair. Surabaya.

66

Page 67: Tugas Tutorial Kelompok 2

Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku Kedokteran EGC . Jakarta.

Robbin, Kumar, dan Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7, Volume 2, Bab Sistem Pencernaan. EGC. Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.

Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia ed.2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sri Maryani Sutadi. 2003. Diare Kronik. USU. Medan

Sulaiman, Ali, dkk. 1990. Gastroentorologi Hepatologi. CV. Agung : Jakarta.

Suprianto, 2003, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Refluks Gastroesofagus Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Universitas Sumatera Utara, Medan.

S. Wibowo Daniel & Paryana Widjaya. 2007. Anatomi Tubuh Manusia. Elsevier, Bandung.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.

Website :

http://www.anatomi-sistem-pencernaan.html

http://www.baktiindonesia.net63.net/index.php?pilih=hal&id=10

http:// www.drhanifah.wordpress.com

http://www.fkunhas.co.cc

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-karsinoma-esofagus.html

67