Upload
mustofa-khoyalim
View
275
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AL-RAHNDALAM ISLAM
Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas KelompokMata Hukum dan Lembaga Keuangan Syariah
Oleh :Mustofa Anwar
Pengampu :Muji, MM
KONSENTRASI HUKUM BISNIS DAN KEUANGAN SYARIAHPROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
PROGRAM PASCA SARJANAIAIN RADEN INTAN
LAMPUNG1432 H/ 2011
A. Pendahuluan
Perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini begitu pesat. Dalam tiga
dasawarsa ini mengalami kemajuan, baik dalam bentuk kajian akademis di
Perguruan Tinggi maupun secara praktik operasional. Dalam bentuk kajian,
ekonomi Islam telah di kembangkan di berbagai Universitas, baik di negara-
negara muslim juga negara barat.
Tidak hanya di dunia perbankan, geliat kebangkitan ekonomi Islam turut
merambah sektor non bank seperti pegadaian. Sejarah Pegadaian di Indonesia
dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan BANK VAN
LEENING yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem
gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus
1746. Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan
Negara (PN) sejak 1 Januari 1961 kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi
Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang
diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum.1
Tingginya kenaikan biaya kebutuhan hidup sehari-hari, mulai dari
kenaikan tarif listrik, kenaikan harga sembako, dan memasuki tahun ajaran baru,
serta kebutuhan menjelang dan setelah Lebaran. Membuat masyarakat yang
terdesak butuh uang biasanya enggan lari ke bank atau rentenir. Kalau meminjam
ke bank, pasti mereka menghadapi prosedur berbelit dari birokrasi perbankan.
Akibatnya, waktu yang dibutuhkan cukup lama. Padahal, mereka butuh uang
tunai segera.
1 Wikipedia Indonesia.com
Pegadaian merupakan satu-satunya jalan keluar dari masalah karena
prosedur untuk memperoleh pinjaman juga sangat mudah dengan proses yang
cepat. Tinggal datang ke kasir, serahkan barang, kemudian ditaksir, dan dana
tunai pun didapat. Semua proses itu hanya buruh waktu 15 menit.
Tradisi menggadaikan barang untuk ditukar dengan sejumlah uang sudah
menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia sejak lama. Tradisi ini sempat
menjadi ladang usaha bagi segelintir orang yang memanfaatkannya untuk
keuntungan pribadi. Kelompok rentenir yang membebankan bunga pinjaman
tinggi menjadi momok bagi masyarakat kelas bawah, yang pada akhirnya harus
kehilangan barang berharga yang mereka jaminkan kepada pemberi pinjaman.
Besarnya permintaan warga masyarakat terhadap jasa pegadaian
membuat lembaga-lembaga keuangan syari’ah juga melirik kepada sektor
pegadaian, sektor yang dapat dikatakan agak tertinggal dari sekian banyak
lembaga keuangan syari’ah lainya.2 Dalam ekonomi Islam gadai lebih dikenal
dengan istilah rahn, yang menurut etimologi berarti tetap, kekal dan jaminan,
akad rahn dalam hukum positif disebut dengan barang jaminan atau agunan. Al-
rahn merupakan sarana tolong menolong bagi umat manusia tanpa adanya
imbalan jasa.3
Prinsip tersebut bertolak belakang dengan gadai konvensional yang
menetapkan sewa modal dengan sistem bunga Oleh karenanya untuk memenuhi
kebutuhan akan gadai yang sesuai dengan prinsip Syariah, pemerintah
2 Zainudin Ali, Hukum Gadai Syari’ah , sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.153 Nasrun Harun, ., Fiqh Muamalah , Gema Persada, Jakarta, h. 182
seharusnya mampu menyediakan fasilitas / pelayanan publik termasuk pegadaian
yang dapat memberikan kepuasan kepada umat tidak hanya sebatas kepuasaan
secara ekonomis, akan tetapi juga kepuasaan batin- spirituil.
Dari pemaparan diatas, dalam makalah ini Pemakalah akan mengulas
seputar pegadaian dalam perspektif Islam.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pegadaian Syari’ah
Dalam Fikih Muamalah, perjanjian gadai disebut “rahn”. Rahn
menurut bahasa berarti penahanan dan penetapan4
Adapun menurut istilah adalah perjanjian menahan sesuatu barang
sebagai tanggungan hutang.5 Dengan kata lain Ar-Rahn dapat diartikan
sebagai menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yangditerimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai.6
4 Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 6 (Damaskus: Dar al-Fikr , 1984) hal 42075 Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta: CV.Masagung, 1988) hal 153.6 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah (Bairut: Darul Kitab al-arabi, 1987), cetakan ke-8, vol. III, hal. 169
2. Landasan Syari’ah
a. Al-Qur’an
. . . Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, . . .” (al-Baqarah:283)
b. Al-Hadits
الل�ه� ل�ى ص� الل�ه ول� س� ر� ى ت�ر� اش� ال�ت� ق� ة� ع�ائش� ع�ن�ن� م ع�ا در� ن�ه� ه� ر� و� ا �ط�ع�ام ودي$ ي�ه� من� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه
. ديد* 7ح�
Artinya : “Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari
seorang Yahudi dan menggadaikannya dengan besi”.
Dan hadits dari Anas ra.
الن�بي- ل�ى إ ى م�ش� ن�ه�� أ ع�ن�ه� الل�ه� ي� ض ر� �ن�س* أ ع�ن�
ة* نخ� س� ال�ة* إه� و� عير* ش� ب�ز بخ� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الل�ه� ل�ى ص�ل�ه� ع�ا در� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه الل�ه� ل�ى ص� الن�بي8 ه�ن� ر� د� ل�ق� و�
له �ه� أل ا �عير ش� ن�ه� م ذ� خ�أ� و� ودي$ ي�ه� ن�د� ع دين�ة بال�م�
8
Artinya : “Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw
dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan
baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau
mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”.
7 Hadits riwayat Muslim, Lihat: Shahih Muslim, Juz 8, Bab Jaminan, hal 306.8 Hadits riwayat Muslim, Lihat: Shahih Bukhari, Juz 7, Bab Nabi Saw berjual beli, hal 231.
3. Gadai dalam Fiqh Islam
a. Rukun dan Syarat Gadai
1) Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin). Adapun sarat yang berakad, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
2) Barang yang diajadikan jaminan (borg) sarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar. Rasul bersabda yang artinya :“Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan borg gadai”
3) Akad ijab dan qabul seperti seseorang berkata “aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp.10.000, dan yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga Rp.10.000, atau bisa pula dilakukan selain dngan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat atau yang lainnya.
b. Pengambilan Manfaat Barang Gadai
Mengenai pemanfaatan terhadap barang Yang digadaikan,
sekalipun rahin mengijinkannya. Karena hal ini termasuk kepada uatang
yang dapat menarik manfaat, sehingga apabila dimanfaatkan termasuk
riba, Rasul bersabda “ Setiap utang yang menarik manfaat adalah riba”
(H.R. Harist bin Abi Usamah).
Menurut imam Ahmad, Ishaq, al laits dan al Hasan, jika barang
gadai berupa kendaraan yang dapat dipergunakan atau binatang yang
dapat diambil susunya maka penerima gadai dapat mengambil manfaat
dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya pemeliharaan
yang dikeluarkan selama kendaraan atau binatang itu ada padanya. Rasul
bersabdayang artinya : “Binatang tunggangan boleh ditunggangi karena
pembiayaan apabila digadaikan, binatang boleh diambil susunya untuk
diminum karena pembiayaanya bila digadaikan bagi orang yang
memegang dan meminumnya wajib membrikan biaya.”
Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai di atas ditekankan
kepada biaya atau tenaga untuk pemeliharaan, sehingga bagi yang
memegang barang-barang gadai seperti diatas punya kewajiban
tambahan.
c. Riba dalam Gadai
Perjanjian gadai pada dasarnya ialah perjanjian utang-piutang
hanya saja dalam gadai ada jaminannya. Riba akan terjadi dalam gadai
apabila dalam akad gadai ditentukan bahwa rabin harus memberikan
tambahan kepada murtabin ketika membayar utangnya atau ketika akad
gadai di tentukan syarat-syarat, kemudian syarat tersebut dilaksanakan.
Bila rabin tidak mampu membayar utangnya hingga pada waktu
yang telah ditentukan, kemudian marbin menjual marbun dengan tidak
memberikan kelebihan harga marbun kepada rabin maka disini juga telah
berlaku riba.9
4. Aplikasi Gadai dalam Perbankan
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal berikut :
a. Sebagai Produk Pelengkap
Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan
(jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’
al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi
akad tersebut.
b. Sebagai Produk Tersendiri
Di beberapa Negara Islam termasuk diantaranya adalah Malaysia, akad
rahn telah dipakai sebagai alternative dari pegadaian konvensional.
Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan
bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan serta penaksiran.
Perbedaan utama antara biaya rahn dengan bunga pegadaian adalah dari
sifat bunga yang bias berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya
rahn hanya sekali dan ditetapka di muka.10
5. Prospek Pegadaian Syari’ah9 Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, Pustaka Setia Bandung, 2001, hal. 109-111
10 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hal. 130
Prospek suatu peruasahaan secara relative dapat dilihat dari suatu
analisa yang disebut SWOT atau dengan meneliti kekuatan ( Strenght ),
kelemahan ( Weakness), peluang ( Opportunity ) dan ancamannya ( Threat )
sebagai berikut:
a. Kekuatan ( Strenght ) dari system gadai syariah
1. Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk
2. Dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia
3. Pemberian pinjaman lunak al-Qardhul Hasan dan pinjaman
Mudharabah dengan system bagi hasil pada pegadaian syariah sangat
sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
a. Penyediaan pinjaman murah bebas bunga disebut al-qardhul
hasan adalah jenis pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat
saat ini mengingat semakin tingginya tingkat bunga.
b. Penyediaan pinjaman Mudharabah mendorong terjalinnya
kebersamaan antara pegadaian dan nasabahnya dalam
menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan atau kerugian
secara adil.
c. Pada pinjaman mudharabah, pegadaian syariah dengan sendirinya
tidak akan membebani nasabahnya dengan biaya-biaya tetap yang
berada di luar jangkauannya. Nasabah hanya diwajibkan membagi
hasil usahanya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bagi hasil kecil kalau keuntungan usahanya kecil
dan sebaliknya.
d. Investasi yang dilakukan nasabah pinjaman mudharabah tidak
tergantung kepada tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak
ada biaya uang ( biaya bunga pinjaman ) yang harus
diperhitungkan.
e. Pegadaian syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara
langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun
internasional karena kegiatan operional bank ini tidak
menggunakan perangkat bunga.
b. Kelemahan dari System Mudharabah ( Weakness )
1. Berprasangka baik kepada seluruh nasabahnya dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil adalah jujur
dapat menjadi boomerang karena pegadaian syariah akan menjadi
sasaran empuk bagi mereka yang beri’tikad tidak baik. Contoh :
Pinjaman mudharabah yang diberikan dengan system bagi hasil akan
sangat bergantung kepada kejujuran dan i’tikad baik nasabahnya. Bisa
saja nasabah melaporkan keadaan usaha tidak sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Misalnya suatu usaha yang untung dilaporkan rugi
sehingga pegadaian tidak memperoleh bagian laba.
2. Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam
menghitung biaya yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang
kecil-kecil. Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat
dapat terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar.
3. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka pegadaian syari’ah
lebih banyak memerlukan tanaga-tenaga professional yang handal.
Kekeliruan dalam menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai
dengan system bagi hasil mungkin akan membawa akibat yang lebih
berat darupada yang dihadapi dengan cara konvensional yang hasil
pendapatannya sudah tetap dari bunga ( interest ).
4. Karena pegadaian syari’ah belum dioperasikan di Indonesia, maka
kemungkinan disana sini masih diperlukan perangkat peraturan
pelaksana untuk pembinaan dan pengawasannya. Masalah adaptasi
system pembukuan dan akuntansi pegadaian syari’ah terhadap system
pembukuan dan akuntansi yang telah baku, termasuk hal-hal yang
perlu dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama.
Dengan mengenali kelemahan-kelemahan ini maka ada kewajiban kita
semua untuk memikirkan bagaimana mengatasinya dan menemukan
penangkalnya.
c. Peluang ( Oppurtunity ) dari Pegadaian Syaria’ah
Bagaimana peluang dapat didirikannya pegadaian syariah dan
kemungkinannya untuk tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat
dilihat dari pelbagai pertimbangan yang membentuk peluang-peluang di
bawah ini :
1. Peluang karena pertimbangan kepercayaan Agama
a. Adalah merupakan hal yang nyata di dalam masyarakat Indonesia
khususnya yang muslim, masih banyak yang menganggap bahwa
menerima atau membayar bunga adalah termasuk menghidup dan
menyuburkan riba’. Karena riba’ dalam Islam jelas dilarang, maka
masih banyak mayarakat Islam yang tidak mau memanfaatkan
jasa pegadaian yang telah ada sekarang.
b. Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan hasil
pembangunan di sector agama memperbanyak jumlah perorangan,
yayasan-yayasan, pondok-pondok pesantren, sekolah-sekolah
agama, masjid-masjid, baitul mal, dan sebagainya yang belum
memanfaatkan jasa pegadaian konvensional.
c. Sistem pengenaan biaya uang / sewa modal dalam system
pegadaian yang berlaku sekarang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsur yang tidak sejalan dengan syariat Islam, antara lain :
- Biaya ditetapkan di muka secara pasti ( fixed ), dianggap
mendahului takdir karena seolah-olah peminjaman uang
dipastikan akan memperoleh keuntungan sehingga mampu
membayar pokok pinjaman dan bunganya pada waktu yang
telah ditetapkan. ( lihat surah al-Luqman : 34 ).
- Biaya ditetapkan dalam prosentase (%) sehingga apabila
dipadukan dengan unsur ketidakpastian yang dihadapi manusia,
secara matematis dengan berjalannya waktu akan dapat
menjadikan hutang berlipat ganda ( lihat surah al-Imran : 130 ).
- Memperdagangkan / menyewakan barang yang sama dan sejenis
(misalnya rupiah dengan rupiah yang masih berlaku, dll)
dengan memperoleh keuntungan / kelebihan kualitas dan
kuantitas, hukumnya adalah riba’
- Membayar hutang dengan lebih baik (yaitu diberikan tambahan)
seperti yang dicontohkan dalam hadits, harus ada dasar
sukarela dan inisiatifnya harus datang dari orang yang
mempunyai hutang pada waktu jatuh tempo, bukan karena
ditetapkan dimuka dan dalam jumlah yang pasti (fixed)
Unsur–unsur di atas dikhawatirkan tidak sesuai dan sejalan dengan
syariat Islam yang ingin dihindari dalam pengelolaan Pegadaian
Syariah.
2. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian syariah
a. Selama Pronas (dulu, Repelita) diperlukan pembiayaan
pembangunan yang seluruhnya diperkirakan akan mencapai
jumlah yang sangat besar. Dari jumlah tersebut diharapkan
sebagian besar dapat disediakan dari tabungan dalam negeri dan
dari dana luar negeri sebagai pelengkap saja. Dari tabungan dalam
negeri diharapkan dapat dibentuk melalui tabungan pemerintah
yang kemampuannya semakin kecil dibandingkan melalui
tabungan masyarakat yang melalaui sektor perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.
b. Mengingat demikian besarnya peranan yang diharapkan dari
tabungan masyarakat melalaui sector perbankan maka perlu
dicarikan berbagai jalan dan peluang untuk mengerahkan dana
dari masyarakat. Pegadaian berfungsi mencairkan ( dishoarding )
simpanan-simpanan berupa perhiasan dan barang tidak produktif
yang kemudian diinvestasikan melalui mekanisme pinjaman
mudharabah.
c. Adanya pegadaian syariah yang telah disesuaikan agar tidak
menyimpang dari ketentuan yang berlaku akan memperkaya
khasanah lembaga keuangan di Indonesia.
d. Konsep pegadaian syariah yang lebih mengutamakan kegiatan
produksi dan perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi,
menghadapi resiko usaha dan membagi hasil usaha, akan
memberikan sumbangan yang besar kepada perekonomian
Indonesia khususnya dalam menggiatkan kegiatan investasi,
penyediaan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
Dari Uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mengingat
pegadaian syariah adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariat
Islam, maka perusahaan gadai dengan system ini akan mempunyai
segmentasi dan pangsa pasar yang baik sekali di Indonesia.
Dengan sedikit modifikasi dan penyesuaian dengan ketentuan
hukum yang berlaku, peluang untuk dapat dikembangkannya
pegadaian syariah cukup besar.
d. Ancaman ( Threat ) dari Pegadaian Syari’ah
Ancaman yang paling berbahaya ialah apabila keinginan akan
adanya pegadaian syari’ah itu di anggap berkaitan dengan fanatisme
agama. Akan ada pihak-pihak yang akan menghalangi berkembangnya
pegadaian syari’ah ini semeta – mata hanya karena tidak suka apabila
umat islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Ancaman
berikutnya adalah dari mereka yang merasa terusik kenikmatannya
mengeruk kekayaan rakyat Indonesia yang sebagian terbesar beragama
Islam melalui system bunga yang sudah ada.11
C. KESIMPULAN
Dari pemapar diatas dapat Pemakalah simpulkan bahwa :
1. Pegadaian syariah mempunyai landasan hukum syariat yang kuat dalam
ajaran Islam. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah unsur-unsur
gadai, rukun dan sahnya akad, barang yang boleh digadaikan, hak dan
kewajiban masing-masing pihak, dan pemilikan barang gadai.
2. Barang gadaian syariah adalah merupakan pelengkap belaka dari konsep
hutang piutang antara individu atau perorangan. Konsep hutang piutang
sesuai dengan syariat adalah merupakan salah satu konsep ekonomi Islam
dimana bentuknya yang lebih tepat adalah al-qardhul hassan.
3. Hutang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan dukungan gadai
(rahn), dapat dipergunakan untuk keperluan sosial maupun komersial.
Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau
11 http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/2009/07/rahn-pegadaian-islam.html
menerima pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-mal) sebagai
mitra usaha dalam perjanjian mudharabah.
4. Untuk nasabah yang memilih pinjaman gadai dalam bentuk mudharabah
maka fungsi gadai disini adalah mencairkan atau memproduktifkan
(dishoarding) harta beku (hoarding) yang tidak produktif. Lembaga gadai
syariah perusahaan bertindak sebagai penyandang dana atau rabb almal,
sedang nasabahnya bisa bertindak sebagai rahin atau bisa juga bertindak
sebagai mudharib tergantung alternatif yang dipilih.
5. Prospek pegadaian syariah cukup pesat dan cerah, minat masyarakat semakin
hari semakin meningkat. Apalagi pegadaian syariah tidak menekankan pada
pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian
syariah tetap memperoleh keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV.Masagung, 1988.
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001.
Rachmat Ayaf’I, Prof. Dr.H. MA. Fiqh Muamalah, Pustaka Setia Bandung, 2001
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Bairut: Darul Kitab al-arabi, 1987, cetakan ke-8, vol.III
Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 6, Damaskus: Dar al-Fikr , 1984.
http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/2009/07/rahn-pegadaian-islam.html