Upload
anam-syah
View
19
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Infeksi candida pertama kali didapatkan di dalam mulut sebagai thrust yang di
laporkan oleh FRANCOIS VALLEIX (1836). LAN GERBACH (1839). Menemukan
jamur penyebab thrust, kemudian BERHOUT (1923) member nama organisme tersebut
sebagai candida 1
Kandidiasis adalah infeksi dengan manifestasi klinis yang bervariasi, bersifat akut
atau subakut yang di sebabkan oleh candida albicans atau kadang-kadang spesies candida
yang lain. Kandidiasis vulvovaginitis merupakan infeksi mukosa vagina atau vulva (epitel
yang tidak berkeratin) yang di sebabkan oleh jamur spesies candida yang dapat bersifat
akut, subakut dan kronis yang di dapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering
menimbulkan keluhan berupa duh tubuh pada vagina 2
Setelah prosentase wanita dengan HIV positif bertambah sejak 1980an, maka
Kandidosis vulvovaginalis ( Kandidiasis vulvovaginalis, Kandida vulvovaginitis, KVV)
dilaporkan semakin meningkat. Tanpa data yang mendukung, KVV rekurens (KVVR)
adalah KVV yang diderita > 4 kali dalam setahun merupakan penyakit yang berhubungan
dengan HIV/AIDS KVVR merupakan keluhan yang ada sebelum Kandidosis oral (KO).
Disimpulkan infeksi Kandida pada mukosa pada wanita HIV posistif punya pola tertentu,
yaitu pertama KVV kemudian KO dan akhirnya Kandidosis esophagus. 11
I.IITUJUAN
1. Untuk memahami dan mengerti tentang Candidiasis Vulvovaginitis
2. Untuk memahami dan mengerti pengobatan Candidiasis Vuvovaginitis
3. Untuk menambah wawasan tentang Candidiasis Vulvovaginits
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.IDEFINISI
Kandidosis vulvovaginitis atau disebut juga kandidiasis vulvovaginitis adalah
infeksi vagina dan atau vulva yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies
Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans (81%) atau kadang kadang T. Glabrata
(16%), spesies lain (C.tropicalis, C.stellatoidea, C.pseudotropicalis, C.krusei) sangat
jarang, hanya berkisar 3%. Candida albicans dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki, atau paru kadang-kadang dapat menyebabkan septikema, endokarditis, atau
meningitis 1,2,8,
II.II ETIOLOGI
Penyebab tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut,
selaput mukosa vagina dan feses orang normal. Candida tumbuh sebagai mikroorganisme
komensal pada 40-80% manusia sehat berupa blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan
bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang dan
dapat tunbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang aktif atau budding. 1
Candida merupakan organism yang di morfik (dua kutub) di mana organism ini
dapat ditemukan pada manusia pada fase fenotip yang berbeda. Kandida tumbuh sebagai
blostospora bentuk oval tanpa kapsul, dan berproduksi sebagai pembentukan tunas, hifa
yang pipih, memanjang tidak bercabang dapat tumbuh dalam biakan atau in vivo sebagai
tanda penyakit yang aktif 2
II.III EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, pada beberapa Negara candidiasis
vulvovaginitis tetap merupakan terbanyak di antara infeksi vagina terutama di daerah iklim
subtropics dan iklim tropis. Kandidiasis vulvovaginitis umumnya lebih banyak pada
perempuan dengan status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan 1,2,8,10
3
II.IV PATOFISIOLOGI
Candida terdapat 2 bentuk yaitu bentuk sel (spora) dan bentuk miselia (hifa) .
koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselia dan umumnya ditemukan dalam keadaan
patogenik. Jika kondisi memungkinkan, proses penyakit di duga di mulai dari perlekatan
sel candida pada epitel vagina dan selanjutnya menjadi bentuk miselia .Candida albicans
dapat memproduksi enzim protease yang bekerja optimal pada pH normal vagina.hal ini
dapat mendukung pertumbuhan jamur yang dapat menghasilkan beberapa factor yang
dapat merusak epitel vagina sehingga menyebabkan vaginitis.mekanisme lain termasuk
alergi terhadap jamur. 2
Proses infeksi dimulai dengan perlekatan Candida sp. pada sel epitel vagina.
Kemampuan melekat ini lebih baik pada C.albicans daripada spesies Candida lainnya.
Kemudian, Candida sp. mensekresikan enzim proteolitik yang mengakibatkan kerusakan
ikatan-ikatan protein sel pejamu sehingga memudahkan proses invasi. Selain itu, Candida
sp. juga mengeluarkan mikotoksin, diantaranya gliotoksin– yang mampu menghambat ak-
tivitas fagositosis dan menekan sistem imun lokal. Terbentuknya kolonisasi Candida sp.
memudahkan proses invasi tersebut berlangsung sehingga menimbulkan gejala pada
pejamu.11
II.IV.I Interaksi Imunologi
Koloni Candida akan meningkatkan beban antigenik yang selanjutnya
menimbulkan peralihan dari tipe Th1 menjadi Th2. Transformasi yang dominan ke
Th2 justru menghambat proteksi dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas segera
(tipe 1). Lebih lanjut, reaksi proteksi lokal imunitas selular pada mukosa vagina
dapat berkurang atau hilang bersamaan dengan meningkatnya reaksi alergi.12
Interleukin(IL)-1 memicu Th1 untuk memproduksi IL-2. IL-2 akan
merangsang pembentukan Th1 lebih banyak. Th1 memproduksi IFN-gamma yang
berfungsi menghambat pembentukan germ tube. Reaksi hipersensitivitas tipe 1
berhubungan dengan reaktivitas Th2, yang menghasilkan IL-4 dan meningkatkan
produski IgE melalui sel B serta lepasnya PGE2. PGE2 selanjutnya menghambat
proliferasi dan produksi dari IL-2. Maka dari itu, adanya PGE2 akan menghambat
kemampuan proteksi mukosa vagina terhadap Candida. Selain itu, PGE2 juga
4
menghambat aktivitas makrofag. Dengan kata lain, PGE2 merupakan down
regulatory biological response modifier.12
Sekitar 71% sekret vagina penderita kandidiasis vulvovagina rekurens
(KVVR) dapat ditemukan IgE dan PGE2 sehingga reaksi hipersensitivitas tipe I
memberikan respons yang akan merangsang terbentuknya IgE dan meningkatkan
virulensi jamur melalui pembentukan germ tube atau melalui supresi pertahanan
lokal pejamu. Di samping itu, reaksi hipersensitivitas tipe I menimbulkan tanda dan
gejala kandidosis vaginal seperti kemerahan, gatal, terbakar dan bengkak.12
Dalam dinding sel Candida terdapat bahan polidispersi yang mempunyai
berat molekul tinggi yang menginduksi proliferasi limfosit, produksi IL-2 dan IFN-
gama, serta membangkitkan perlawanan sitotoksik sel NK. MP65 yang terdapat di
dalam dinding sel C. albicans merupakan antigen yang imunodominan untuk res-
pons imunitas selular pada manusia normal dan mampu menstimulir produksi IL-
1b, IFN-g, serta IL-6. 2,12
II.IV.II Kandidiasis Vulvovaginaitis Rekurens
Sekitar 30–40% dari pasien KVV akan mengalami infeksi ulang untuk
kedua kalinya dan kurang lebih 5% KVV akan menjadi kandidosis vulvovagina
rekurens (KVVR).Definisi KVVR adalah 4 atau lebih episode infeksi kandidiasis
selama 12 bulan/1 tahun. KVVR merupakan bentuk dari KVV komplikasi.
KVVR, menurut Sobel & Fidel, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Kelompok dengan jumlah mikroorganisme yang banyak (KOH+, kultur
kuantitatif tinggi) yang didominasi oleh bentuk hifa, disertai tanda dan
gejala yang khas, baik pada daerah vagina maupun vulva.
b. Kelompok yang jumlah organismenya cukup banyak (KOH +), tetapi gejala
dan tanda terbatas pada daerah vagina saja.
c. Kelompok dengan jumlah mikroorganisme sedikit, tetapi gejala dan tanda
cukup jelas.Perbedaan ketiga kelompok diatas juga terletak pada respon
imunitas selularnya.
5
Pada kelompok pertama, respon selular lokal berkurang (reaktivitas Th1 berku-
rang), sedangkan reaksi hipersensitivitas tipe 1 meningkat (reaktivitas Th2 me-
ningkat). Sementara itu, pada kelompok kedua, reaktivitas Th1 menurun, tetapi
reaktivitas Th2 tidak ada atau hanya sedikit. Kelompok terakhir, respon selular be-
rupa Th0 (T helper naïf) yang merupakan bentuk awal respon sebelum berubah
menjadi Th1 atau Th2. 7
II.V FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi terjadinya KVV diantaranya adalah kehamilan
(trimester ketiga), kontrasepsi, diabetes melitus, antibiotik (terutama spektrum luas seperti
tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin oral), menggunakan pakaian ketat dan terbuat dari
nilon.2
Selama kehamilan, vagina menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi
Candida sehingga prevalensi kolonisasi vagina dan vaginitis simtomatik meningkat,
khusunya trimester ketiga. Diduga estrogen meningkatkan perlekatan Candida pada sel
epitel vagina dan secara langsung meningkatkan virulensi ragi.2
Timbulnya kandidiasis sering terjadi selama pemakaian antibiotik oral sistemik
khususnya spektrum lebar seperti tetrasiklin, ampisilin, dan sefalosporin karena flora
bakteri vagina normal yang bersifat protektif seperti Lactobacillus juga tereliminasi.2
6
Pakaian ketat ditambah dengan celana dalam nilon meningkatkan kelembaban dan
suhu di daerah perineal sehingga mempermudah tumbuh kembang jamur. C.albicans dapat
tumbuh pada variasi pH yang luas. Pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5-6,5, suhu
28-37 ºC.
Kandidosis vulvovaginitis banyak menyerang wanita dalam masa subur,
kebanyakan dengan faktor resiko yang menyebabkan perubahan dari pembawa
asimtomatik menjadi simtomatik. Faktor-faktor tersebut adalah :2
Faktor endogen, yang meliputi :
1. Perubahan fisiologik :
a Kehamilan
b Kegemukan
c Debilitas
d Premenstrual
e Keadaan imunodepresi
f Iatrogenik
g Diabetes Mellitus
2. Medikasi :
a Penggunaan obat antibiotik dan kortikosteroid jangka lama.
b Alat-alat kontrasepsi (IUD, kondom, diafragma, spons) dan kotrasepsi oral.
Faktor eksogen, yang meliputi :
a Iklim, panas, kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
b Keadaan higenitas.
c Pemakaian pakaian yang berbahan panas, tidak menyerap keringat, terlalu
ketat seperti bahan nylon.2
II.VI GEJALA KLINIS
1. Gatal dan rasa panas pada vulva dan vagina,
2. keluar cairan tebal dan putih seperti susu
3. plak putih melekat pada vulva, vagina atau serviks
7
4. Disuria dan dispareunia sering pada satu minggu pada menstruasi dan
kehamilan 3
Candidiasis vulvovaginitis biasanya sering terdapat pada pasien diabetes melitus karena
kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen
dalam epitel vagina.Keluhan utama:
1. gatal di daerah vulva.
2. Pada yang berat terdapat pula rasa panas ,
3. nyeri sesudah miksi dan dispaneuria,10,1
Pada pemeriksaan ringan terdapat:
1. hyperemia pada labia minor,
2. introitis vagina dan vagina terutama sepertiga bagian bawah,
3. sering pula terdapat kelainan yang khas ialah bercak-bercak putih
kekuningan.
Pada kelainan yang berat juga terdapat:
1. edema pada labium minora
2. ulkus ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina. 10
Flor albus pada kandidosis vagina berwarna kekuningan . tanda yang khas adalah di
sertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan, gumpalan
tersebut berasal dari masa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas
nekrotik, sel-sel epitel dan jamur 1
II.VII DIAGNOSIS
Tidak ada gejala dan tanda klinis yang spesifik untuk menegakkan diagnosis KVV.
Gejala yang sering terjadi adalah gatal (pruritus) dan duh vagina. Karakteristik duh vagina
seperti keju lunak berwarna putih susu, mungkin bergumpal, dan tidak berbau. Rasa nyeri
pada vagina, iritasi dan sensasi terbakar pada vulva, dispareuni, serta disuria juga dapat di-
keluhkan. 3
8
Pada inspeksi, dapat dilihat labia dan vulva eritem dan membengkak disertai lesi
pustulopapular di sekret di bagian tepi. Melalui spekulum, serviks terlihat normal
sedangkan epitel vagina tampak eritem disertai duh keputihan dan terdapat lesi satelit.
Infeksi dapat menjalar ke daerah inguinal dan perianal.
Balanopostitis terjadi pada pria yang berhubungan seksual dengan wanita yang terinfeksi.
Gejalanya berupa kemerahan, gatal, dan sensasi terbakar pada penis. Gejala pada pria
tersebut biasanya bersifat sembuh sendiri (self-limiting).
II.VIII PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan mikroskopik Pada pemeriksaan mikroskopik sekret vagina dengan
sediaan basah KOH 10% dapat terlihat adanya bentuk ragi (yeast form):
blastospora dan pseudohifa (seperti sosis panjang tersambung). Dengan
pewarnaan Gram dapat ditemukan pseudohifa yang bersifat Gram positif dan
blastospora.
2. Kultur fungal positif Jarang dilakukan, tetapi berguna dalam mengidentifikasi
penyebab kandidosis vulvovaginitis kambuhan atau rekuren.
3. pengecatan gram
4. Histopatologi
5. Glucose darah dan reduksi urine untuk melihat diabetes mellitus 2,3,1
II.IX DIAGNOSIS BANDINGa. Penyebab vaginitis lainnya seperti:
Vaginosis bakterial
Trikomoniasis
b. Infeksi servisitis
c. Vaginitis alergi
d. Liken planus 2,3,11
II.X KOMPLIKASI
a. Kandidiasis Vulvovaginitis Rekuren: Bila terjadi serangan berulang selama 4
kali atau lebih selama setahun
b. Infeksi sekunder
c. Candida id reaction
9
II.XI PENATALAKSANAAN
Terapi kandidiasis vulvovaginitis
Nystatin suppositoria vagina, 1 tablet(100.000 LU)/malam selama 12 hari
indikasi obat topical
1. Pada wanita hamil / sudah menikah
2. KVV akut (ringan - sedang)
Tablet oral indikasi
1. Wanita belum menikah
2. KVV berat / KVVR perlu jangka lama 10 – 14 hari
Tablet ketoconazole (200 mg) sehari 2 kali 1 tablet selama 5 hari
Kapasul intrakonazole (100mg)
Sehari 2 kali 1 kapsul selama 2 -3 hari
Sehari 2 kali 2 kapsul selama 1 hari setiap 8 jam
Profilaksis pada KVVR
Sesudah KVVR di obati sembuh teruskan tablet ketokonazole 100 mg ½ tablet
per hari selama 6 bulan, ini yang terbaik selama gajala tidak yampak dalam 3 -6
bulan pengobatan profilaksis dapat di hentikan 1,2,3
II.XI.I KVV pada HIV
KVV/ KVVR pada pasien infeksi HIV termasuk KVV sulit (complicated) Sukar
diobati karena beberapa kemungkinan :
Status kekebalan yang menurun
Absorbsi obat yang kurang baik/ jelek oleh karena akhlorhidria dan
sekresi asam
lambung yang berkurang akibat infeksi HIV
Meningkatnya resistensi Candida (pada KVV jarang terjadi)
Interaksi obat anti jamur oral dengan banyak obat-obat lain, oleh karena
obat
golongan azol menghambat enzim CYP 3A4. 3,11
10
kandidiasis mukosa biasanya memberikan respon yang cepat terhadap
pengobatan walaupun mempunyai kecenderungan untuk relas bila pengobatan di
hentikan. Kandidiasis oral sering efektif dengan pengobatan:
1. Flukonazole 200 mg tiap minggu hingga gejala klinis menghilang
2. Nistatin 400.000 U atau klotrimazole troches 6 x /hari
3. Ketokonazole 2x200 mg / hari selama 5 – 6 hari
4. Amphoterisin B 0,3 – 0,6 mg/kg BB/hari selama 5 – 7 hari 3,11
Terapi KVV untuk penderita HIV menurut Sunarso Suyoso
KVV akut/ tidak sulit (uncomplicated) : pasien HIV positif
Topikal :
Klotrimazol tablet vagina
1 tablet (100 mg)/ malam selama 6 hari atau, 2 tablet (@ 100 mg)/
malam selama 3 hari atau 1 tablet (500 mg) dosis tunggal (1 kali) pada
malam hari
Mikonazol 2% krim vagina sekali/ malam selama 7 hari
Butokonazol nitrat 2% krim vagina dosis tunggal. Dapat diulang
pada hari ke 4-5 bila diperlukan
Oral :
Flukonazol (150 mg) dosis sekali
Itrakonazol (100 mg) 3 dd 200 mg selang 8 jam saat makan
KVVR/ sulit (complicated) : pasien AIDS (CD4 < 200 sel/ ml Sama seperti KVV
akut, tapi perlu jangka lama 10-14 hari untuk obat topical
Obat oral :
Flukonazol (200 mg) 2 kali selang 3 hari setelah dosis pertama
KVV non-albicans :
Itrakonazole 2 dd 1 kapsul (100 mg) selama 7-14 hari
KVV non-albicans yang resisten atau kambuh-kambuh
Asam borak 600 mg dalam kapsul gelatin dimasukkan vagina 1 kali/ hari
selama 1 bulan – iritasi.
Tablet vagina nystatin 2 kali/ hari selama 1 bulan
11
Solusio gentian violet 1% dioleskan seminggu sekali selama 4-6 minggu –
iritasi dan lebih efektif
Flusitosin 14 kapsul 500 mg dicampur dalam 45 gram krim hidrofilik
Aplikator vagina 6,4 gram diisi krim dan dimasukkan kedalam vagina
setiap hari selama 1-2 minggu
Amphoterisin vagina supositoria sehari sekali selama 2-4 minggu
II.XI.II TERAPI PROTOKOL
Semua pasien menerima 200 mg flukonazol oral sebagai dosis induksi
selama 3 hari selama minggu pertama pengobatan. Pasien telah diperiksa dan
dievaluasi setelah 10-14 hari, dan bukti gejala resolusi (Sobel skor <4) dan negatif
dari tes Savvycheck membuat mereka memenuhi syarat untuk melanjutkan dengan
terapi pemeliharaan 200 mg flukonazol mengikuti protokol terapi ditunjukkan pada
Tabel 1 .
Table 1Therapeutic protocol with fluconazole 200 mg + special probiotic.
Fluconazole 200 mg: 1 tbl as an induction dose for 3 alternate
days during the first treatment week (total 3 tbls)
Probiotic: 1 tbl 3 times a
day for 1 week
Fluconazole 200 mg: 1 tbl a week for 4 weeks
Fluconazole 200 mg: 1 tbl after 10 days
Fluconazole 200 mg: 1 tbl after 15 daysProbiotic: 1 tbl 2 times a
day for 8 weeks
Fluconazole 200 mg: 1 tbl after 20 days
Fluconazole 200 mg: 1 tbl after 30 days then STOPArticles from ISRN Obstetrics and Gynecology are provided here courtesy of
Hindawi Publishing Corporation 7
Dalam kasus kandidiasis vulvovaginal berulang (Sobel skor ≥ 4) protokol
telah dipersonalisasi menangguhkan interval tumbuh dari dosis flukonazol,
mengulangi fase induksi (flukonazol 200 mg dosis 3 kali dalam 1 minggu) dan
restart dengan protokol asli di kemudian hari.7
Bersama dengan terapi antimycotic sistemik, persiapan probiotik, dengan
Beta Glucan dan Echinacea purpurea, telah dikaitkan. Pembuatan probiotik telah
12
diproduksi dengan hak paten "cepat-lambat pembubaran" internasional yang
memberikan sebuah gastroprotection efisien dan kedatangan aman dari kuantitas
tinggi pilihan tertentu milkenzymes dalam "reservoir" usus. Pasien diberi 3 tablet
sehari selama minggu pertama dan 2 tablet sehari selama 2 bulan berikutnya. 7
Pasien dievaluasi setelah 2 dan 6 bulan dari akhir protokol pemeliharaan.
Hasil klinis diklasifikasikan dan dicatat sebagai berikut:
1. "Optimal responden": semua wanita yang menyelesaikan program terapi
dan tidak pernah mengalami kekambuhan baru selama masa tindak lanjut;
2. "Optimal responden": pasien yang mengalami hingga 2 episode
kekambuhan Vulvovaginal syntomatologic selama pemeliharaan atau tindak
lanjut periode;
3. "Miskin responden": pasien yang mengalami 3 atau lebih episode
kandidiasis vulvovaginal selama pemeliharaan atau tindak lanjut periode. 7
II.XI.III PENGOBATAN KVV PADA KEHAMILAN
Insiden KVV Simptomatik maupun asimptomatik meningkat pada
masa kehamilan. Sebaiknya diberikan pengobatan antimikosis topical
dari pada sistemik. Kebanyakan obat antimikosis topical terbukti efektif
untuk pengobatan KVV selama masa kehamilan, dengan resiko
penyerapan yang minimal (3-10%) pada bulan-bulan pertama masa
kehamilan. Wanita hamil dapat diyakinkan tentang keamanan obat
topical selama trisemester kedua dan ketiga pada masa kehamilan. Dapat
direkomendasikan pemberiaan dosis tunggal klotrimazol maupun
derivate midazol yang lain ,misalnya mikonazole nitrat 2% vagina krim,
butokonazol atau terkonazole(belum ada di Indonesia) yang umum nya
di berikan selama 7 hari. Sejak terjadi perubahan hormonal pada mukosa
vagina pada masa kehamilan angka kekambuhan setelah pemberiaan
obat antimikosis menjadi lebih tinggi dan pennganannya menjadi lebih
sulit. Oleh karena dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan region
genital sebelum persalinan untuk meyakinkan bahwa jalan lahir tersebut
telah lahir dari jamur 2,8
II.XII PENCEGAHAN
13
1. Memaksimalkan terapi Antiretroviral (ARV) pada pasien HIV Efektifnya terapi
ARV mencegah kekambuhan dan usahakan memaksimalkan terapi ARV sebelum
memulai obat profilaksis
2. Profilaksis jangka lama tidak dianjurkan, karena efektifnya pengobatan fase akut
dan adanya obat ARV, rendahnya kematian, rendahnya insiden penyakit invasif,
meningkatnya resisten, interaksi dengan banyak obat, dan tingginya biaya
profilaksis. Profilaksis selama hidup diberikan pada pasien Kandidiasis esofagus
yang telah selesai pengobatannya atau pengobatan jangka lama dengan flukonazol
bila CD4 tetap rendah, KVVR berat dalam intensitas atau frekuensinya.
3. Kontrol ke dokter 11
II.XIIIPROGNOSIS
Prognosis pada umumnya baik, terutam factor presdiposisi dapat di minimalkan,
KVV tanpa komplikasi mempunyai prognosis baik karena pada umumnya infeksi ringan
hingga sedang dan mengenai penderita yang imnunokompeten. Pada KVV yang
komplikasi sering terjadi komplikasi yang berulang, di perlukan pengobatan yang tepat dan
pengobatan yang profilaksis serta mengoreksi fakto presdiposisi penyebab terjadinya
infeksi. 2
Prognosis juga tergantung dari beberapa factor misalnya lokasi infeksi, derajat
dantipe imunosupresan, kecepatan dan ketepatan penegakan diagnosis serta member terapi
yang tepat. Makin lama pemberian obat anti jamur, maka angka kesakitan dan kematian
makin tinggi 2
14
BAB III
PEMBAHASAN
Kandidiasis adalah infeksi dengan manifestasi klinis yang bervariasi, bersifat akut
atau subakut yang di sebabkan oleh candida albicans atau kadang-kadang spesies candida
yang lain. Kandidiasis vulvovaginitis merupakan infeksi mukosa vagina atau vulva (epitel
yang tidak berkeratin) yang di sebabkan oleh jamur spesies candida yang dapat bersifat
akut, subakut dan kronis yang di dapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering
menimbulkan keluhan berupa duh tubuh pada vagina 2
Penyebab terbanyak KVV adalah spesies candida albicans (80 – 90%) sedangkan
penyebab terbanyak kedua adalah Torulopis glabrata ( 10%) sedangkan 3% lainnya adalah
candida lainnya seperti candida tropicalis, candida pseudotropicalis, candida
kruseitropicalis dan candida stellatoidea 1,2,8,14
Hasil penelitian menunjukkan tingkat prevalensi tinggi (62,2%) dari Vulvovaginal
kandidiasis pada wanita hamil menghadiri klinik antenatal selama periode sepuluh . bulan
di komunitas pedesaan. Sekitar 70% memiliki klinis gejala VVC dan setinggi 62,2%
adalah mikrobiologis menurut Nikolov et al, (2006). prevalensi 88,3% dengan mikroskop
menurut Klufio et al, (1995). melaporkan infeksi 57% mikrobiologis. Itu tingginya sesuai
dengan fakta bahwa Candida albicans adalah keduanya penjajah paling sering dan
bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus vulvovaginitis 8,10
Karena keampuhan dan profil risiko rendah, nistatin tetap pengobatan pertama baris
untuk infeksi Candida di pertama kehamilan trimester . Meskipun lainnya ampuh
antimycotic agen telah dikembangkan selama bertahun-tahun, terapi nilai nistatin perlu
dipertanyakan. terakhir investigasi menunjukkan kerentanan yang sebanding atau lebih
tinggi dari Candida spesies untuk nistatin topikal dibandingkan dengan clotrimazole,
itraconazole, flukonazol, miconazole atau terbinafine .Sementara resistance azoles seperti
flukonazol dan econazole memainkan peran yang meningkat dalam pengobatan kandida
vulvovaginitis ini tampaknya tidak menjadi kasus untuk nistatin. Nistatin tetap menjadi
efisien, aman dan ekonomi pilihan dalam pengobatan infeksi VVC 6,8
15
C. albicans merupakan terdapat di saluran vagina. Pertumbuhan berlebih dapat
menyebabkan pruritus yang parah, panas, dan debit. Labia ada eritematosa, lembab, dan
dimaserasi, dan leher rahim hyperemic, bengkak, dan terkikis, menunjukkan vesikel kecil
pada permukaannya. Para keputihan biasanya tidak sebesar-besarnya dan bervariasi dari
berair, untuk tebal dan putih atau curdlike. 4,14
Jenis infeksi dapat berkembang selama kehamilan, dalam diabetes, atau sekunder
terhadap terapi dengan broadspectrum antibiotics. Kandidiasis vulvovaginal berulang juga
telah diasosiasikan diciptakan dengan pengobatan jangka panjang tamoxifen. candida
balanitis mungkin ada dalam pasangan seksual tidak disunat. 4,10
Diagnosa dibentuk oleh gejala klinis dan findings, serta sebagai demonstrasi dari
jamur mikroskopis dengan KOH pemeriksaan dan budaya. Oral fuconazole, 150 mg sekali,
mudah dan efektif. Pada beberapa pasien dengan faktor predisposisi, kursus yang lebih
lama fuconazole, 100-200 mg / hari, atau itrakonazol, 200 mg / hari selama 5-10 hari,
mungkin diperlukan. Pilihan topikal termasuk miconazole, nistatin, clotrimazole, dan
terconazole. Probiotik, antibakteri candida juga telah menganjurkan. Candida glabrata
vaginitis mungkin refrakter terhadap obat azol dan dapat diffcult untuk memberantas.
Topikal asam borat, amfotericin B, dan fucytosine mungkin dapat membantu dalam
pengaturan ini 4,7,11,
Kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR) yaitu penderita yang terkena gejala
simpatomatik KVV empat kali atau lebih dalam satu tahun
Kandida balnitis/kandida balanoposthitis: erosi merah superfisialis dan pustule
berdinding tipis di atas glans penis dan sulkus koronarium (balanitis) dan juga pada
preputium penis yang tidak di sirkumsisi (balanoposthitis) 3
C.albicans merupakan penghuni umum dari saluran vagina. Pertumbuhan berlebih
dapat menyebabkan pruritus yang parah, panas, dan debit. Labia mungkin eritematosa,
lembab, dan dimaserasi, dan leher rahim hyperemic, bengkak, dan terkikis, menunjukkan
vesikel kecil
pada permukaannya. keputihan biasanya tidak terlalu banyak dan bervariasi dari berair,
tebal dan putih atau curdlike 4
16
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kandidiasis vaginitis merupakan satu dari penyakit jamur terbanyak setelah
vaginitis bakterial. Diperkirakan 75% wanita didunia ini pernah mendrita kandidiasis
vagina selama hidupnya minimal sekali.
Kandidiasis vagina disebabkan oleh kandida albikan.Faktor predisposisi dari
kandidiasis vaginitis adalah kehamilan, imunosupresi, gangguan metabolik, pengobatan
antibiotika dan kontrasepsi oral.
Kandidiasis vaginitis mempunyai gejala utama adalah gatal pada vagina, vulva
seperti terbakar, disuri, dispareunia, adanya cairan vagina yang kental seperti keju.Untuk
menegakan diagnosis kandidiasis vaginitis perlu dilakukan pemeriksaan mikioskopis untuk
mencari adanya kandida albikan.penanganan kandidiasis vaginitis yang penting adalah
mengoreksi faktor lokal dan sistemik untuk mencegah rekurensi penyakit.
Beberapa obat anti jamur sangat efektif untuk mengurangi gejala kandidiasis, tapi
bila tidak diikuti dengan koreksi terhadap faktor predisposisi maka sering terjadi rekurensi
SARAN- SARAN
Dokter diharapkan untuk menguasai Teori dan skill Candidiasis Vulvovagintis
terlebih dahulu sebelum melakukan pengobatan penyakit tersebut
Diharapkan seorang dokter lebih teliti dalam mendiagnosa pasien
17
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah Mochtar, Aisyah Siti, Ilmu penyakit kulit dan kelamin.Jakarta :Universitas
Indonesia: 2009.
2. Murtiastutik Dwi dkk. Buku ajar infeksi menular seksual.Surabaya:universitas
airlangga:2007. p (56-64)
3. Team penyusun PDT, Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit kulit dan
kelamin, Surabaya: Rumah sakit umum dr soetomo,2005.
4. William D.james, Timothy G.Berger, Dirk M. Elston. Andrew disease of the skin
clinical dermatology,British:2006.
5. Claudia Ana CC, Ruffo Freita J, Reis Cleomenes, Prevalence of vulvovaginitis and
bacterial vaginosis in patients with koilocytosis.Brazil:2008
www.scielo.br/pdf/spmj/v126n6/08.pdf (30 juni 2012 jam 15.00 WIB)
6. Dressen G, Kusche W, Neumeisster C,U Schwantes.Diagnosis of Vulvovaginal
Candidiasis and Effectiveness of Combined Topical Treatment with Nystatin:
Results of a Non-Interventional Study in 973 Patients.Gemany:2012
http://benthamscience.com/open/towhj/articles/V006/19TOWHJ.pdf (30 juni 2012
jam 15.00 WIB)
7. Maurina F,Graziottin A,R Felis.The Recurrent Vulvovaginal Candidiasis :
Proposalof a Personalized Therapeutic Protocol.Milan:2011
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3153925/ (30 juni 2012 jam 15.00
WIB)
8. Akah PA,Nnamani CE,Nnamani PO.Prevalence and treatment outcome of
vulvovaginal candidiasis in pregnancy in a rural ommunity in Enugu State,
Nigeria.Universitas of Nigeria:2010
http://interesjournals.org/JMMS/Pdf/2010/November/Akah%20et%20al.pdf (30
juni 2012 jam 15.00 WIB)
9. Jombo GTA,Opajobi SO,Banwat EB.Symptomatic vulvovaginal candidiasis and
genital colonization by Candida species in Nigeria.Makurdi.Benue State
University:2010
http://www.academicjournals.org/jphe/PDF/pdf2010/September/Jombo%20et
%20al.pdf (30 juni 2012 jam 15.00 WIB)
18
10. Malazy OT,Shariat Mamak,Heshmat Ramin.Vulvovaginal candidiasis and its
related factors in diabetic woman.Tehran.University of Tehran:2006
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1028455908600108 (30 juni
2012 jam 15.00 WIB)
11. Suyoso Sunarso.Kandidiasis vulvovaginalis pada HIV/AIDS dari biologi molekuler
sampai terapi.Surabaya.RSUD dr.Soetomo:2009 www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=kandidosis%20vulvovaginalis%20pada%20hiv%2Faids
%20%20dari%20biologi%20molekuler%20sampai%20terapi%2Bsunarso
%20suyoso%20&source=web&cd=1&ved=0CDUQFjAA&url=http%3A%2F
%2Frsudrsoetomo.jatimprov.go.id%2Fid%2Findex.php%3Foption
%3Dcom_docman%26task%3Ddoc_download%26gid%3D81%26Itemid
%3D118&ei=Wp3rT7jFI4efiAf0z4XfBQ&usg=AFQjCNEpfuwSOIP8AY_ApkZc
G453dKRGbg&cad=rja (30 juni 2012 jam 15.00 WIB)
12. Leblond A,M,Billaud S,N,Pilon Francoise.Efficient Diagnosis of Vulvovaginal
Candidiasis by Use of a New Rapid Immunochromatography Test.Lille:2009
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19794036 (30 juni 2012 jam 15.00 WIB)
13. Antonopoulou Stravoula,Aoun Michel,Alexopoulos Evangelos C.Fenticonazole
Activity Measured by the Methods of the European Committee on Antimicrobial
Susceptibility Testing and Vulvovaginitis Candida CLSI against 260 Isolates from
Two European Regions and Annotations on the Prevalent
Genotypes.Athens.University of Athens:2009
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2681495/ (30 juni 2012 jam 15.00
WIB)
14. Wolff Klaus, A Lowell, Stephen I Goldsmith Katz, Paller Amy s Gilchrest,
Leffell David J. Fitz Patricks, dermatology in general medicine.New York:2008.
(1822-1830)