Upload
oliz-adityaraka
View
33
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
klmjk
Citation preview
TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MAKALAH NIKAH MUT’AH
(KAWIN KONTRAK)
OLEH :
OLIS MISARKO
111.130.050
KELAS B
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA2013
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kehendak-
Nya maka saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Nikah
Mut’ah. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam kelas bersama Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan makalah ini, saya banyak mengalami hambatan-hambatan,
terutama disebabkan oleh ketidaktahuan ilmu pengetahuan. Namun berkat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih
banyak dengan kekurangan. Karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen Pembimbing, yang tidak bosan-bosannya memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada saya.
2. Keluarga tercinta yang banyak memberikan dorongan dan bantuan, baik
secara moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta yang ikut membantu.
4. Dan semua pihak yang banyak memberikan dorongan dan bantuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Dalam penulisan makalah ini saya menyadari bahawa masih jauh dari
sempurna bahkan banyak kekurangannya mengingat akan kemampuan yang saya
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan Indonesia dan pembaca sekalian pada umumnya dan rekan-rekan
mahasiswa.
Yogyakarta, 15 Oktober 2013
Olis Misarko
2
DAFTAR ISI
Sampul .................................................................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................................4
Rumusan Masalah........................................................................................................5
Tujuan Penulisan...........................................................................................................5
Metode Penulisan..........................................................................................................5
Sistematika Penulisan...................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Nikah Mut’ah……………………......................................................................7
Sejarah Nikah Mut’ah……............................................................................................9
.............................................................................................
Nikah Mut’ah Dalam Pandangan Hukum Islam...........................................................11
Ketentuan Anak yang dilahirkan Dalam Muth’ah…………………………………...14
Perbedaan Nikah Mut’ah dan Nikah Sunni..................................................................14
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
3
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................
Nikah Mut’ah di Zaman Rasulullah SAW....................................................................15
Pendapat Para Ulama Tentang Nikah Mut’ah ………………………………………15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ..................................................................................................................13
Daftar Pustaka.....................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hidup bersama antara seorang pria dan wanita mempunyai akibat yang sangat
penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun terhadap
keturunannya serta anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu
4
peraturan yang mengatur tentang hidup bersama tersebut.Dengan demikian sejak dulu
kala hubungan pria dan wanita dalam perkawinan telah dikenal, walaupun dalam
sistem yang beraneka ragam, mulai dari yang bersifat sederhana sampai kepada
masyarakat yang berbudaya tinggi, baik yang pengaturannya melalui lembaga-
lembaga masyarakat adat maupun denganperaturan perundangan yang dibentuk
melalui lembaga kenegaraan serta ketentuan-ketentuan yang digariskan agama.
Allah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan
aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya
seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semaunya atau seperti tumbuh-tumbuhan
yang kawin dengan perantara angin. Allah telah memberikan batas dengan peraturan-
peraturannya,yaitu dengan syare’at yang terdapat dalam Kitab-Nya dan Hadist Rasul-
Nya dengan hukum-hukum perkawinan. Namun kenyataannya dalam perkembangan
masyarakat sekarang ini ada yang menyalahgunakan perkawinan dengan melakukan
nikah mut’ah seperti yang terjadi pada bangsa ini. Istilah nikah mut’ah
menggambarkan suatu perkawinan yang dilakukan berdasarkan kontrak yang berisi
perjanjian untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam jangka waktu tertentu
dengan adanya imbalan.. Tujuan dari nikah mut’ah adalah untuk menyalurkan nafsu
birahi tanpa adanya keinginan untuk hidup bersama dan membentuk rumah tangga
yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan terkadang juga tidak
mengharapkan adanya keturunan, hal ini tentu saja bertentangan dengan tujuan
perkawinan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan
dikaji dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian nikah mut’ah ?
2. Apa pandangam hukum islam terhadap pernikahan mut’ah ?
3. Mengapa nikah mut’ah diharamkan?
5
Tujuan
Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah, maka ada
beberapa hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini, yakni:
1. Untuk mengetahui pengertian nikah mut’ah.
2. Untuk mengetahui hukum nikah mut’ah.
3. Untuk mengetahui latar belakang dan tujuan wanita melakukan kawin
kontrak atau nikah mut’ah.
Metode Penulisan
Pada penyusunan makalah ini, saya menggunakan metode studi pustaka, selain
dengan menggunakan buku cetak sebagai referensi, saya juga melakukan studi
pustaka dengan menggunakan media internet.
Sistematika Penulisan
Dalam karya tulis ilmiah ini terdapat beberapa bab diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN
Bab I pada makalah ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan penelitian serta sistematika
penulisan makalah ini.Latar belakang masalah pada makalah ini memamparkan
6
alasan penulis mengapa dizaman sekarang pernikahan mut’ah(kawin kontrak ) tidak
diperbolehkan.
BAB II PEMBAHASAN
Pada bab II karya tulis makalah ini menjelaskan atau memaparkan tentang
pengertian dari nikah mut’ah, hukum nikah mut’ah,gambaran nikah mut’ah dizaman
Rasulullah dahulu.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran,dimana simpulan merupakan hasil dari
pembahasan yang dijelaskan secara ringkas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Nikah Mut’ah
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana
dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat,
dan masyarakat.Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan seperti yang telah di
Firmankan Allah SWT
7
والله جعل لكم من انفسكم ازواجا وجع��ل لكممن ازواجكم بنين وحفدة )النحل : (
Artinya :Allah telah menjadikan jodoh bagimu dari jenismu sendiri (laki-laki dan perempuan),
dan dari perjodohanmu itu anak-anakmu. (An-nahl : 76)
يايهاالناس اتقوا ربكم الذى خلقكم من نفس واحدة وخل��ق منه��ا زوجه��ا وبث منهارج��اال كث��يرا ونس��اء
(1)ألنساء :Artinya :Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-
nisa' : 1)
Begitu besarnya hikmah dari suatu pernikahan itu,namun akhir-akhir ini
fenomena menyedihkan juga memilukan begitu mewarnai wajah negeri ini,kerusakan
seakan semakin menggerogoti nilai nilai moral yang ada,kesalahpahaman tentang apa
yang benar dan apa yang salah telah menodai diri kita.Begitu gencarnya maksiat
dimana mana telah membutakan mata hati setiap orang,banyak orang yang terjatuh
dalam lembah hitam bahkan secara terang-terangan istilah pernikahan dijadikan
sebagi alat permainan hanya untuk memperoleh kenikmatan nafsu.Nikah Muth’ah
atau yang dikenal dengan istilah kawin kontrak menjadi hal yang disalah
artikan,bahkan oleh bangsa ini,bangsa Indonesia yang dikenal sebagai Negara islam
ini,kesalahpahaman tentang arti yang sebenarnya telah menyerang sebagian besar
kalangan terutama generasi muda,seperti halnya dalam dunia kampus yang sudah
kerasukan virus nikah muth’ah atau kawin kontrak.
8
Arti Mut’ah itu sendiri berasal dari kata tamattu’ yang berarti bersenang-
senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki
menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu
tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di
tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan
tanpa adanya saling mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa
nikah mu’ah itu.
secara istilah, yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang yang menikah
dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian
kepadanya berupa harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah
selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalaq dan tanpa
warisan.
Adapun nikah mut’ah di kalangan para ahli fikih (fuqaha’) disebut juga nikah
muaqqat (kawin sementara waktu) atau nikah inqitha’ (kawin terputus). Oleh karena
laki-laki yang mengawini wanita itu untuk jangka tertentu: sehari, seminggu, atau
sebulan sesuai dengan perjanjian. Disebut nikah mut’ah, karena laki-laki bermaksud
untuk bersenang-senang dengan wanita untuk sementara waktu sampai batas yang
ditentukan.
Sementara menurut Syi’ah Imamiyah, nikah mut’ah adalah apabila seorang
wanita menikahkan dirinya dengan laki-laki dalam keadaan tidak ada hambatan
apapun (pada diri wanita) yang membuatnya haram dinikahi, sesuai dengan aturan
hukum Islam. Hambatan tersebut baik berupa nasab, periparan, persusuan, ikatan
perkawinan dengan orang lain, iddah atau sebab lain yang merupakan hambatan yang
ditetapkan dalam agama. Wanita yang bebas dari hambatan-hambatan tersebut dapat
menikahkan dirinya kepada seorang laki-laki dengan mahar tertentu sampai batas
waktu yang telah ditentukan dan disetujui bersama dan dengan cara akad nikah yang
memenuhi seluruh persyaratan keabsahannya menurut syariat.
Kemudian setelah tercipta kesepakatan dan kerelaan antara keduanya, wanita
itu mengucapkan, ”Engkau kukawinkan,” atau ”Engkau kunikahkan,”atau ”Engkau
kumut’ahkan atas diriku, dengan mas kawin sekian , selama sekian hari (bulan atau
9
tahun atau selama masa tertentu yang harus disebutkan dengan pasti),”. Kemudian
orang laki-laki tersebut harus segera berkata tanpa diselingi ucapan apapun, ”Aku
terima.”
B.Sejarah Nikah Mut’ah(Kawin Kontrak)B.Sejarah Nikah Mut’ah(Kawin Kontrak)
Nikah muth'ah pernah diperbolehkan oleh Rasulullah sebelum stabilitasnya
syari'at islam, yaitu diperbolehkannya pada waktu berpergian dan peperangan. Akan
tetapi kemudian diharamkan. Rahasia diperbolehkan nikah muth'ah waktu itu adalah
karena masyarakat islam pada waktu itu masih dalam transisi (masa peralihan dari
jahiliyah kepada islam). Sedang perzinaan pada masa jahiliyah suatu hal yang biasa.
Maka setelah islam datang dan menyeru pada pengikutnya untuk pergi berperang.
Karena jauhnya mereka dari istri mereka adalah suatu penderitaan yang berat.
Sebagian mereka ada yang kuat imannya dan adapula yang sebagian tidak kuat
imannya. Bagi yang lemah imannya akan mudah untuk berbuat zina yang merupakan
sebagai berbuatan yang keji dan terlarang. Dan bagi yang kuat imannya berkeinginan
untuk mengkebiri kemaluannya( menghilangkan fungsi kemaluan). Seperti apa yang
dikatakatan oleh Ibn Mas'ud :
صامعن بن مس��عود ق��ال : كن��ا نغ��زوا م��ع رس��ول الل��ه وليس معنا نساء فقلنا : أال نستخصى؟ فنهانا رسول الل��ه ص��ام عن ذال��ك. ورخص لن��ا ان ننكح الم��رأة الث��وب إلى
أجل.Artinya :Dari mas'ud berkata : waktu itu kami sedang perang bersama Rasulullah SAW dan
tidak bersama kami wanita, maka kami berkata : bolehkah kami mengkebiri
(kemaluan kami). Maka Raulullah SAW melarang kami melakukan itu. Dan
Rasulullah memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi perempuan dengan
mahar baju sampai satu waktu.
B.Sejarah Nikah Mut’ah(Kawin Kontrak)
10
Tetapi rukhshah yang diberikan nabi kepada para shabat hanya selama tiga
hari setelah itu Beliau melarangnya, seperti sabdanya :
وعن سلمة بن األكوع قال : رخص رسول الله صلى الل��ه عليه وسلم عام أوطاس فى المطعة, ثالث��ة أي��ام, ثم نهى
عنها )رواه مسلم (Artinya :Dari Salamah bin Akwa' berkata : Rasulullah SAW memberikan keringanan nikah
muth'ah pada tahun authas (penaklukan kota Makah) selama 3 hari kemudian beliau
melarangnya (HR Muslim)
Dari hadis Salamah ini memberikan keterangan bahwa Rasulullah pernah
memperbolehkan nikah muth'ah kemudian melarangnya . Menurut Nawawi dalam
perkataannya bahwa pelarangannya dan kebolehannya terjadi dua kali, kebolehannya
itu sebelum perang khaibar kemudian diharamkannya dalam perang khaibar
kemudian dibolehkan lagi pada tahun penaklukan Makah (tahun Authas), setelah itu
nikah muth'ah diharamkan selama-lamanya, sehingga terhapuslah rukhshah itu
selama-lamnya. Seperti dalam hadis Rasulullah SAW :
وعن علي رضي الله تع�الى عن��ه ق��ال : نهى رس�ول الل�ه عن المتعة عام خيبر )متفق عليه(صام
Artinya :Dari Ali ra. berkata : Rasulullah melarang nikah muth'ah pada tahun Khaibar.
وعن ربيع بن سبورة, عن أبيه رضي الله عن��ه, أن رس��ول ق���ال : إنى كنت أذنت لكم اإلس���تمناع منص���امالل���ه
النساء, وإن الله قد حرم ذل��ك إلى ي��وم القيام��ة )أخرج��همسلم وأبو داود والنساء وأحمد وابن حبان(
Artinya :Dari Rabi' bin Saburah, dari ayahnya ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
sesungguhnya aku telah memberikan izin kepadamu untuk memintak muth'ah dari
wanita, dan sesungguhnya Allah SAW telah mengharamkan itu sampai hari kiamat
(HR Muslim, Abu Daud, Nasai', Ahmad, dan Ibn Majah)
11
C.Nikah Mut’ah dalam Pandangan Hukum Islam
Kawin kontrak atau yang disebut Nikah Mut’ah sebenarnya istilah ini sudah
ada sejak dulu.Bahkan diawal islam telah ada praktik nikah mut’ah,dahulu
pernikahan ini memang diperbolehkan namun di zaman sekarang pernikahan ini tidak
diperbolehkan (diharamkan).Dulu pernikahan ini diperbolehkan karena adanya
beberapa alasan yaitu karena banyak orang-orang tidak berada dinegerinya atau
ditempat tinggalnya karena sedang dalam peperangan ditempat yang jauh dan dalam
perjalanan yang panjang,disamping itu hal ini diperbolehkan karena pada era itu
sedang dalam masa peralihan zama jahiliyah sehingga perlu perubahan bertahap
untuk mengilangkan sifat maksiat dan perilaku yang bersifat keji.
Menurut istilah fikih, nikah mut’ah atau kawin kontrak adalah seorang laki-
laki menikahi seorang perempuan, dengan memberikan sejumlah harta tertentu,
dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang
telah ditetapkan, tanpa talak, tanpa kewajiban memberi nafkah maupun tempat
tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya, jika salah satu dari
keduanya mati sebelum berakhirnya nikah mut’ah itu. Kawin ini di katakan mut’ah
atau bersenang-senang, karena akadnya semata-mata untuk senang-senang saja antara
laki-laki perempuan dan untuk memuaskan nafsu, bukan untuk bergaul untuk sebagai
suami istri, bukan untuk mendapatkan keturunan atau hidup sebagai suami istrui
dengan membina rumah tangga sejahtera.
, Pada pelaksanaan nikah mut’ah adanya saksi dalam akad nikah, hukumnya
mustahab/tidak mewajibkannya.
Demikian pula izin wali tidaklah merupakan suatu keharusan hanya saja hal
itu merupakan suatu kehati-hatian jika wanita masih gadis. Dalam kawin mut’ah tidak
aturan tentang talak karena perkawinan itu akan berakhir dengan habisnya waktu
yang telah ditentukan. Setelah masa nikah berakhir, masa iddah bagi istri adalah 2
kali haid. Jika tidak datang bulan, maka masa iddahnya 45 hari, tapi jika suami
meninggal dunia masa iddahnya 4 bulan 10 hari, dan tidak ada hak waris-mewarisi
12
suami istri tersebut. Nikah mut’ah dilarang dalam islam, berdasarkan firman Allah
dalam Al Quran surat Al Mukminun ayat 7 yang artinya
“Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang
yang melampai batas”. Sedang Hadist Rasulullah yang mengharamkan nikah mut’ah
seperti diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Ibnu Hibban adalah “Wahai sekalian
manusia, sungguh saya pernah mengizinkan kalian untuk kawin mut’ah, ingatlah
bahwa sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kaimat”.
Nikah mut’ah termasuk menyimpang dari ketentuan yang digariskan Allah,
karena wanita yang di akad/ diikat kontrak tersebut tidak termasuk budak wanita yang
dimilikinya dan tidak pula termasuk istrinya. Adapun akad perkawinan selalu diikuti
oleh sahnya talak, saling mewarisi, iddah dan kewajiban memberi nafkah, yang mana
semua itu tidak ada praktisi hukumnya dalam nikah mut’ah. Di dalam nikah mut’ah
tidak terdapat persyaratan sebagaimana yang ada pada nikah biasa kecuali akad dalam
bentuk perjanjian biasa. Selain itu tujuan luhur yang terkandung dalam perkawinan
tidak ada dalam nikah mut’ah. Seseorang yang melakukan nikah mut’ah tidak
bertujuan mempunyai anak, bahkan nikah mut’ah bisa berakibat tidak menentunya
garis keturunan. Dan sya’riat menganjurkan supaya akad nikah didasarkan atas dasar
kasih sayang, cinta dan rasa kebersamaan dalam hidup.
Pada praktiknya kawin kontrak hanya bertujuan untuk melampiaskan nafsu
syahwat dalam jangka waktu terbatas, bukankah pernikahan seperti itu sama dengan
praktik zina. Dan bukankah zina itu bukan terjadi atas dasar suka sama suka antara
keduanya sekedar untuk mengumbar nafsu dan itulah yang menjadi dasar terjadinya
nikah mut’ah. Maka apabila nikah mut’ah dibolehkan, maka hal ini akan dijadikan
kesempatan bagi orang-orang yang suka berbuat maksiat untuk menghindari ikatan
perkawinan yang sah.
Bahkan diIndonesia sendiri praktik nikah mut’ah dilarang dan tidak
diperbolehkan hal ini ditegaskannya dengan diberlakukan fatwa dai Majelis Ulama
Indonesia(MUI) No. Kep-B-679/MUI/XI/1997.
13
Suatu pernikahan dikatakan sebagai pernikahan mut’ah apabila pernikahan itu
dalam aqad perkawinannya memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Lafadz sighat ijabnya menggunakan lafadz-lafadz mut’ah atau yang sama artinya
dengan mut’ah yang berarti bersenang-senang.
2. Dalam nikah mut’ah tidak ada wali, perkawinan mut’ah tanpa wali.
3. Dalam nikah mut’ah tidak dihadirkan saksi, perkawinan mut’ah tanpa wali.
4. Dalam aqad nikah mut’ah terdapat ketentuan pembatasan waktu, misalnya untuk
satu minggu, satu bulan atau satu tahun dan sebagainya.
5. Mahar atau mas kawin wajib disebutkan dalam proses aqad ijab qabul.
6. Kedudukan anak dalam nikah mut’ah seperti kedudukan anak dalam nikah biasa.
7. Bila tidak disyaratkan maka antara suami istri tidak bisa saling mewarisi.
8. Talak tidak berlaku sebelum masa yang disepakati berakhir.
9. Dalam nikah mut’ah masa iddah dihitung dua kali suci/haid.
10. Tidak dikenal dengan nafkah iddah.
D.Ketentuan Anak yang dilahirkan Dalam Muth’ah
Ketentuan anak yang dilahirkan sewaktu Muth’ah belum dilarang, ulama’ banyak yang berpendapat bahwa;
1. Anak yang dilahirkan punya intisab dengan laki-laki yang Muth’ah (al—Mustamti’).
2. Muatamti’ wajib memberi nafkah kepada anak yang dilahirkan.3. Wajib Istibra’ rahi perempuan (‘Iddah) dengan dua kali masa haid.
14
Sementara Muth’ah yang dilakukan setelah terjadinya larangan atau diharamkan maka terjadi perbedaan di kalangan ulama’. Apakah orang yang melakukan Muth’ah harus dicambuk dan anak yang dilahirkan nasabnya bertemu dengan laki-laki yang Muth’ah. Ada yang mengatakan bahwa pelaku Muth’ah dicambuk dan yang lain mengatakan diberi Ta’zir dan dihukum. Sedang anak yang dilahirkan sebagian ulama’ ada yang mengatakan nasabnya tetap bersambung dengan ayahnya dan ketentuan-ketentuan lainnya. Dan yang lain mengatakan putus dengan ayahnya karena nikahnya tidak sah dan dihukumi seperti anak zina yang nasabnya hanya terbatas pada ibunya saja.
E.Perbedaan Prinsip Antara Nikah Mut'ah dan Nikah Sunni (syar'i):
1. Nikah mut'ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
2. Nikah mut'ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau
fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia.
3. Nikah mut'ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni
menimbulkan pewarisan antara keduanya.
4. Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah
istri hingga maksimal 4 orang.
5. Nikah mut'ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus
dilaksanakan dengan wali dan saksi.
6. Nikah mut'ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah
sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
F.Gambaran Nikah Mut’ah di zaman Rasulullah SAW
Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi Muhammad SAW jelas sekali
gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu
‘anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang,
bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no.
1404)
15
Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR.
Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja. (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim
no. 1405)
Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut
sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging
babi untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406)
G.Pendapat Para Ulama Tentang Nikah Mut’ah
Para ulama berpendapat sebagai berikut:
• Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam
kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut
madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam
kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272) mengatakan, “Tidak boleh
nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah mut’ah”
• Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul
Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s.d 334) mengatakan, “hadits-hadits
yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir” Sementara itu
Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra
(II/130) mengatakan, “Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu,
maka nikahnya batil.”
• Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85)
mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi
dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan
seorang lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh
hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Al-
Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena
16
pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah
apabila dibatasi dengan waktu.”
• Dari Madzhab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-
Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.” Ibnu
Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang
menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada
kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya
mereka berkedok dengan nama “Wajib mengikuti madzhab Ahlul Bait”, sementara
pada hakikatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulah manipulasi mereka.
Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah :
17
1. Nikah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan
memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu atau kawin
kontrak
2. Tapi dalil yang paling kuat hukum nikah mut’ah adalah haram
3.Nikah mut’ah merupakan nikah yang waktunya dibatasi untuk memenuhi
hasrat nafsu atau bersenang-senang.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Abdul. 2007. Nikah Mut’ah dalam Syiah. Depok : Arya Duta
18
Basri, Hasan. 1997. “Fatwa Nikah Mut’ah”,(http://www.mui.co.id/fatwa, diakses
15oktober 2013)
Yusuf, Musytari. 2009. “Nikah Mut’ah, Zina Berkedok” ,(http://www.mediamuslim.info/nikah-mutah-zina-berkedok, diakses 15 oktober 2013)
Yulianto,Joko adi.”Nikah Mut’ah” Jumat, 18 Februari 2011.
(http://pandidikan.blogspot.com/2011/02/nikah-mutah.html, diakses 14 Oktober
2013)
Izzin,Abdullah.” NIKAH MUT'AH MENURUT ISLAM DAN HUkKUM POSITIF “Kamis, 14 Juni 2012,( http://ibnuhajary.blogspot.com/2012/06/nikah-mutah-menurut-islam-dan-hukum.html,diakses 14 oktober 2013)
19