Upload
wendi-irawan-dediarta
View
69
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
%&$ !# #03.,3,07,903!034,,/,3!02,8,7,3 ,8!079,3,3%,:3 8:8:3 004254 03/7,,3 07,,/,38, #, $7:74/, !# #$%$$ &%$!#% &'#$%$!# !&& ,9,70,,3 #03.,3, 07, 70947,903/07, !034,,3 /,3 !02,8,7,3 ,8
Citation preview
TUGAS 2
PERENCANAAN WILAYAH
“Rencana Kerja Ditjen Pengolaha dan Pemasaran
Hasil Pertanian Tahun 2007”
Disusun Oleh Kelompok 5:
Wendi Irawan D 150310080137
Deria Hadianisa 150310080147
Rijal Aziz 150310080159
Sri Nur Cholidah 150310080170
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rencana Kerja Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Tahun
2007 merupakan kelanjutan Rencana Kerja Tahun 2006. Rencana Kerja ini disusun sebagai
penjabaran dari:
a) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009.
b) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2007.
c) Rencana Kerja Departemen Pertanian Tahun 2007.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian yakni “merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian“, serta mengacu pada kebijakan
perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di atas maka kegiatan utama yang akan
dilakukan pada tahun 2007 adalah:
a) Pengembangan pasca panen dan peningkatan mutu hasil pertanian.
b) Pengembangan agroindustri pedesaan.
c) Pengembangan pemasaran hasil pertanian.
Kegiatan prioritas yang akan dilakukan pada tahun 2007 tersebut di atas disusun
dengan pertimbangan sebagai berikut:
a) Memiliki dampak yang besar terhadap sasaran-sasaran pembangunan sehingga dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat;
b) Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan;
c) Merupakan tugas pemerintah sebagai pelaku utama;
d) Realistis untuk dilaksanakan.
Dokumen Rencana Kerja ini akan menjadi acuan bagi penyusunan usulan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian Tahun 2007.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mempelajari, membahas, kemudian menganalisis
mengenai perencanaan dan perancangan yang dibuat oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian pada tahun 2006.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONDISI UMUM PENGOLAHAN & PEMASARAN
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat
dimaksudkan untuk memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian
dalam pembangunan nasional. Revitalisasi juga dimaksudkan untuk menggalang
komitmen dan kerjasama seluruh stakeholders dan mengubah paradigma pola pikir
masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam, namun mempunyai
multi fungsi yaitu way of life; sumber kehidupan; pemasok sandang, pangan, papan;
konservasi alam; penghasil biofarmaka; dan penghasil bio energi. Oleh karena itu usaha
pertanian harus terintegrasi dengan pengembangan industrinya baik industri hulu
maupun industri hilir.
Sebagian besar dari rencana dan program revitalisasi pertanian terkait erat dengan
pengembangan subsistem pengolahan pemasaran hasil pertanian. Hal ini antara lain
disebabkan setelah sekian lama pembangunan pertanian berjalan, pengembangan
subsistem ini relatif tertinggal dibandingkan subsistem lainnya. Implikasi secara nyata
adalah rendahnya mutu produk yang dihasilkan, hilangnya perolehan nilai tambah yang
seharusnya dapat diraih dan melemahnya daya saing produk di pasar internasional. Pada
akhirnya, lemahnya dukungan subsistem hilir ini akan berdampak pada sulitnya
peningkatan pendapatan petani. Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mendapat mandat untuk mengembangkan
program penanganan pasca panen, peningkatan mutu, penumbuhan agroindustri di
perdesaan, serta pemasaran hasil pertanian. Salah satu kegiatan yang diperlukan untuk
mendukung program tersebut adalah upaya membangun budaya industri di perdesaan
serta melakukan introduksi teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah dan
daya saing produk pertanian di perdesaan. Untuk itu, ada sejumlah permasalahan yang
perlu ditangani , mulai dari penanganan pasca panen dan mutu, pengembangan
agroindustri pedesaan dan pemasaran hasil pertanian.
Penanganan Pasca Panen dan Mutu Hasil Pertanian
Pasca panen hasil pertanian adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak
proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk
setengah jadi (produk antara/ intermediate). Kegiatan pasca panen meliputi panen,
pengumpulan, perontokan/ pemipilan/ pengupasan, pencucian, pensortiran,
pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan atau
penepungan, pengemasan dan penyimpanan.
Belum berkembangnya penanganan pasca panen, disebabkan antara lain
karena : (a). kemampuan dan pengetahuan petani, pekerbun dan peternak dalam
kegiatan penanganan pascapanen masih terbatas, (b). Kelembagaan pasca panen
yang belum berkembang, (c). waktu panen yang kurang tepat dan terbatasnya alat
mesin pasca panen, (d). alat mesin yang tersedia di tingkat petani belum
dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan dan penggunaan alat mesin yang tidak
tepat guna, (f). belum mantapnya kemitraan usaha antara produsen dan industri.
Pengolahan Hasil Pertanian
Selama ini kontribusi sektor pertanian terhadap penerimaan devisa lebih
banyak diperoleh dari produk segar (primer) yang relatif memberi nilai tambah kecil
dan belum mengandalkan produk olahan (hilir) yang dapat memberikan nilai tambah
lebih besar, walaupun pada akhir-akhir ini ekspor produk olahan telah semakin
besar. Dengan mengespor produk primer, maka nilai tambah yang besar akan berada
di luar negeri, padahal sebaliknya bila Indonesia mampu mengekspor produk
olahannya, maka dilai tambah terbesarnya akan berada di dalam negeri.
Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan
(hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan
pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk, dan bukan lagi
pengembangan komoditas dan lebih difokuskan pada pengembangan nilai tambah
produk melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer
menjadi produk plahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi
akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang
berdayasaing.
Belum berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian disebabkan antara
lain oleh: (a) Belum intensifnya pengembangan kelembagaan layanan pengolahan;
(b) Terbatasnya akses petani/pelaku usaha terhadap teknologi, informasi, sarana, dan
modal; serta (c) Terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia.
Pemasaran Hasil Pertanian
Struktur usaha yang bersifat dispersal atau tersekat-sekat merupakan kondisi
umum yang terjadi pada usaha agribisnis yang melibatkan produsen sarana produksi,
produsen hasil pertanian atau petani, pedagang hasil pertanian dan pengolah hasil
pertanian. Masing-masing pelaku usaha menjalankan usahanya sendiri-sendiri dan
tidak ada kaitan institusional diantara mereka walaupun kegiatan yang mereka
lakukan sebenarnya saling terkait secara fungsional. Keterkaitan diantara pelaku
hanya terbentuk melalui harga dan pada kondisi yang bersifat dispersal maka pihak
yang kuat akan dominan dalam pembentukan harga. Struktur usaha demikian tidak
kondusif bagi pengembangan usaha agribisnis yang berkelanjutan akibat tidak
adanya kaitan fungsional yang serasi dan harmonis diantara pelaku usaha agribisnis
sehingga dinamika pasar tidak selalu dapat direspon secara efisien. Konsekuensi
lainnya adalah transmisi harga dan informasi pasar yang bersifat asimetris dan
terbentuknya marjin ganda tidak bisa dihindari disamping pemasaran hasil pertanian
yang tidak efisien.
Untuk meningkatkan pemasaran produk pertanian baik di pasar domestik
maupun internasional, ada sejumlah masalah yang perlu segera ditangani, yakni
antara lain: (a) Masih terbatasnya sarana sistem pemasaran yang ada; (b) Belum
berkembangnya sistem kelembagaan pemasaran oleh petani; (c) Lemahnya sistem
promosi dan proteksi hasil pertanian; (d) Kurang kuatnya kerjasama pemasaran
dengan negara lain; (e) Belum berkembangnya sistem informasi pemasaran yang
bisa diakses oleh petani; dan (f) Belum efektifnya market intelligence.
2.2 SASARAN TAHUN 2007 YANG INGIN DICAPAI (PERENCANAAN)
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2007 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2007, Rencana Kerja Departemen Pertanian Tahun 2007, serta
kemajuan yang telah dicapai dalam tahun 2005 dan perkiraan capaian tahun 2006, maka
sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tahun 2007 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.1. Sasaran Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Tahun 2007
No Kegiatan Utama Sasaran
1 Pengembangan Pasca Panen dan Peningkatan Mutu Hasil Pertanian
1. Berkembangnya kelembagaan pasca panen di sentra tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
2. Diterapkannya GMP pada 30 pelaku usaha tanaman pangan.3. Terbinanya 90 aparat pembina mutu daerah berkualifikasi auditor HACCP.4. Meningkatnya mutu produk pertanian sesuai standar internasional:
a. Diterapkannya GHP, GMP, pada 24 pelaku usahab. Diterapkannya SNI pada 60 pelaku usahac. Tersertifikasinya produk dan sistem jaminan mutu HACCP di 24 pelaku usaha
5. Berkembangnya kelembagaan pengujian alat dan mesin pertanian.6. Berkembangnya regulasi, standardisasi dan sertifikasi mutu produk pertanian:
a. Tersusunnya dan tersempurnakannya 40 SNIb. Berkembangnya diplomasi dan perumusan standar internasional
2 Pengembangan agroindustri pedesaan
1. Berkembangnya kelembagaan layanan pengolahan hasil pertanian di 33 provinsi.2. Berkembangnya kluster desa agroindustri komoditi strategis di 99 desa.:3. Berkembangnya industri ramah lingkungan di 5 kabupaten dan berkembangnya pangan organik di 10
kabupaten.4. Berkembangnya LM3 berbasis agroindustri.5. Berdirinya kelembagaan pengolahan minyak jarak di desa langka BBM di 4 provinsi
3 Pengembangan pemasaran hasil pertanian
1. Berkembangnya Sub Terminal Agribisnis termasuk pasar lelang dan outlet pemasaran di 37 Kab.2. Berkembangnya kelembagaan kemitraan komoditi strategis di 15 provinsi.3. Berkembangnya sistem informasi pemasaran di 33 provinsi.4. Berkembangnya kerjasama perdagangan internasional:
a. Kerjasama bilateralb. Kerjasama regional (ASEAN)c. Kerjasama sub-regional, IMT-GT, BIMP-EAGA, dll.)d. Kerjasama multilateral (WTO)
5. Berkembangnya promosi dan proteksi.6. Pengembangan infrastruktur pemasaran komoditas ekspor.
2.3 URAIAN KEGIATAN UTAMA (PERANCANGAN)
Mekanisasi Pascapanen dan Peningkatan Mutu Hasil Pertanian
Mutu produk hasil pertanian sangat terkait dengan aspek penerapan sarana dan
teknologi pasca panen. Penanganan pasca panen sebagian besar masih menggunakan
sarana dan teknologi yang sederhana (tradisional). Rendahnya pengguna sarana dan
teknologi ini diakibatkan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang masih
rendah dan kurang tersedianya sarana dan teknologi pasca panen di pedesaan.
Lemahnya pembinaan penanganan pasca panen mempunyai andil terhadap
rendahnya mutu produk yang dihasilkan. Rendahnya kesadaran akan hasil pertanian
yang bermutu dan aman bagi kalangan konsumen, sangat berpengaruh terhadap
upaya-upaya peningkatan mutu hasil pertanian.
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan mekanisasi pasca panen dan
peningkatan mutu hasil pertanian adalah berkembangnya kegiatan mekanisasi pasca
panen untuk menurunkan kehilangan hasil (losses), meningkatnya mutu produk
pertanian, serta berkembangnya standardisasi dan akreditasi untuk meningkatkan
daya saing dan nlai jual produk pertanian.
Kegiatan mekanisasi pasca panen dan peningkatan mutu hasil pertanian
dilakukan di Pusat, Privinsi (dengan Dana Dekonsentrasi), dan Kabupaten / Kota
(dengan dana Tugas Pembantuan) dengan rincian sebagai berikut:
Kegiatan di Pusat:
1. Penyusunan kebijakan pasca panen dan mutu.
2. Pengembangan kelembagaan jaminan mutu produk pertanian.
3. Pengembangan pengujian alat dan mesin pertanian.
4. Pembinaan dan sosialisasi
5. Pengawasan dan pengendalian
Kegiatan di Provinsi:
1. Pendampingan usaha kepada kelompok.
2. Sosialisasi & Pelatihan teknis
3. Koordinasi
4. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.
Kegiatan di Kabupaten / Kota:
1. Pengembangan kelembagaan pasca panen (GAPOKTAN) di tingkat
kecamatan ( dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Badan SDM).
2. Fasilitasi sarana pasca panen di GAPOKTAN.
3. Operasionalisasi kegiatan GAPOKTAN (operasionalisasi kegiatan
kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim Subsidi
bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen)
Pengembangan Agroindustri Pedesaan
Penumbuhan usaha industri pengolahan berbasis pedesaan umumnya berupa
unit usaha bersama yang menyerap, melibatkan dan dimiliki oleh warga pedesaan.
Usaha berlangsung melalui suatu pola kemitraan antara inti dan plasma (kelompok
tani). Industri pengolahan berbasis pedesaan (skala rumah tangga, kecil-menengah)
yang terdiri dari industri pengolahan makanan minuman, industri bio farmaka,
industri bio-energy dan industri pengolahan hasil ikutan/samping dikembangkan
dengan tujuan : (a) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk
konsumsi langsung, maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan; (b)
Memberikan jaminan mutu dan harga sehingga tercapai efisiensi agribisnis; (c)
Mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan
produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu; dan (d) Sebagai wahana
pengenalan, penguasaan, pemanfaatan teknologi tepat guna dan sekaligus sebagai
wahana peran serta masyarakat pedesaan dalam sistem agribisnis.
Kegiatan pengembangan agroindustri pedesaan akan dilakukan di Pusat,
Provinsi (dengan Dana Dekonsentrasi), dan Kabupaten / Kota (dengan dana Tugas
Pembantuan) dengan rincian sebagai berikut:
Kegiatan di Pusat:
1. Penyusunan kebijakan agroindustri pedesaan.
2. Pengembangan kelembagaan agroindustri pedesaan.
3. Pembinaan dan sosialisasi
4. Pengawasan dan pengendalian
Kegiatan di Provinsi:
1. Pendampingan usaha kepada kelompok.
2. Sosialisasi & Pelatihan teknis
3. Koordinasi
4. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.
Kegiatan di Kabupaten / Kota:
1. Pengembangan kelembagaan pengolahan hasil pertanian (semacam
GAPOKTAN) di tingkat kecamatan ( dikoordinasikan dan difasilitasi oleh
Badan SDM).
2. Fasilitasi sarana pengolahan hasil pertanian di kelompok usaha.
3. Operasionalisasi kegiatan GAPOKTAN (operasionalisasi kegiatan
kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim Subsidi
bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen).
Pengembangan Kegiatan Pemasaran dan Eksebisi Hasil Pertanian
Pengembangan pemasaran dalam negeri diarahkan bagi terciptanya
mekanisme pasar yang berkeadilan, sistem pemasaran yang efisien dan efektif,
meningkatnya posisi tawar petani, serta meningkatnya pangsa pasar produk lokal di
pasar domestik, dan meningkatnya konsumsi terhadap produk pertanian Indonesia,
serta terpantaunya harga komoditas hasil pertanian di seluruh provinsi. Untuk
mencapai hal ini, maka fokus kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a)
Pengembangan kelembagaan pasar dalam bentuk Sub Terminal Agribisnis (STA)
komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; (b) Pengembangan
kelembagaan kemitraan yang saling menguntungkan dan mampu mendistribusikan
nilai tambah secara adil terutama kemitraan antara kelompok petani dengan pelaku
usaha; (c) Pengembangan sistem informasi pemasaran, terutama untuk pemantauan
dan analisis harga pangan strategis (d) Peningkatan promosi dalam negeri; dan (e)
Pengembangan kebijakan pemasaran domestik hasil pertanian. Tujuan utama yang
ingin dicapai adalah berkembangnya kelembagaan pemasaran hasil pertanian adalah
meningkatnya daya saing dan pangsa pasar produk pertanian di pasar domestik dan
ekspor.
Kegiatan pengembangan pemasaran akan dilakukan di Pusat, Privinsi (dengan
Dana Dekonsentrasi) dan Kabupaten / Kota (dengan dana Tugas Pembantuan)
dengan rincian sebagai berikut:
Kegiatan di Pusat:
1. Penyusunan kebijakan promosi dan proteksi hasil pertanian.
2. Pengembangan kelembagaan pemasaran hasil pertanian.
3. Penyelenggaraan eksebisi/ promosi produk pertanian di dalam negerii dan
luar negeri.
4. Pembinaan dan sosialisasi
5. Pengawasan dan pengendalian
Kegiatan di Provinsi:
1. Pendampingan usaha kepada kelompok pemasaran (STA, pasar ternak,
kemitraan usaha)
2. Fasilitasi eksebisi/promosi bagi produk unggulan Kabupaten/Kota.
3. Sosialisasi & Pelatihan teknis pemasaran
4. Koordinasi
5. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.
Kegiatan di Kabupaten / Kota:
1. Pengembangan kelembagaan pemasaran hasil pertanian di tingkat Farm-
gate (STA, pasar ternak) di tingkat kecamatan ( dikoordinasikan dan
difasilitasi oleh Badan SDM).
2. Fasilitasi sarana pemasaran di kelompok usaha. di tingkat farm-gate.
3. Operasionalisasi kegiatan di lembaga pemasaran petani (operasionalisasi
kegiatan kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim
Subsidi bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen).
Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani melalui LM3
Dewasa ini peran pemerintah dalam pembangunan pertanian berubah dari
pelaku/aktor menjadi fasilitator, akselerator dan regulator program pembangunan.
Perubahan manajemen pembangunan ini diikuti dengan perubahan sikap dan
perilaku aparat Pemerintah dalam menggerakkan partisipasi aktif masyarakat, dan
meningkatkan investasi swasta, serta memberdayakan pelaku usaha agribisnis.
Wujud perubahan peran pemerintah tersebut diimplementasikan melalui: (1)
fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana fisik yang difokuskan pada pemenuhan
kebutuhan publik untuk mendukung sektor pertanian serta lingkungan usaha secara
luas; (2) fasilitasi dalam rangka percepatan pembangunan wilayah; (3) fasilitasi bagi
terciptanya iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas dan kegiatan
ekonomi masyarakat serta merangsang tumbuhnya investasi masyarakat dan dunia
usaha; dan (4) penerapan berbagai pola pemberdayaan masyarakat pelaku
pembangunan agribisnis.
Khususnya dalam rangka pemberdayaan pelaku agribisnis, Departemen
Pertanian sejak tahun 1979 telah merintis berbagai model pemberdayaan masyarakat
antara lain Program Pengembangan Agribisnis Lembaga Mandiri Yang Mengakar di
Masyarakat (LM3). Pola pemberdayaan ini dilakukan guna mengatasi berbagai
masalah utama di tingkat usahatani antara lain belum berkembangnya usaha di hulu,
hilir dan jasa penunjang dalam sistem agribisnis, rendahnya penguasaan teknologi
serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani.
Selain melaksanakan pola-pola pemberdayaan di atas, Departemen Pertanian
juga melakukan usaha usaha peningkatan kemandirian masyarakat melalui Lembaga
Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3). Sejak tahun 1995 Departemen
Pertanian telah membina dan mengembangkan sekitar 2.000 LM3. Sebagian besar
LM3 tersebut berbasis keagamaan: pondok pesantren, seminari, paroki, pasraman,
vihara, subak dan lainnya. Sebagian LM3 bergerak di bidang agribisnis.
Kegiatan penguatan kelembagaan petani melalui pemberdayaan LM3 akan
dilakukan di Pusat dan Privinsi dengan rincian sebagai berikut:
Kegiatan di Pusat:
1. Penyusunan kebijakan pengembangan kelembagaan petani
2. Sosialisasi dan seleksi LM3 yang akan menerima bantuan.
3. Menyediakan blok grant (melalui Bantuan Langsung Masyarakat) kepada
LM3 terpilih
4. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Kegiatan di Provinsi:
1. Pendampingan kepada LM3 penerima bantuan
2. Sosialisasi & Koordinasi
3. Monitoring dan Evaluasi kegiatan LM3 di Kabupaten / Kota
Revitalisasi Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian
Kebijakan pengujian alsintan mempunyai dasar hukum yang lebih mantap
setelah terbitnya Peraturan Pemerintan Nomor 81 tahun 2001 tentang Alat dan
Mesin Budidaya Tanaman. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah
menetapkan jenis dan standar alsintan yang diproduksi, mengawasi peredarannya,
dan melakukan pengujian alsintan sebelum diedarkan. Selanjutnya dengan
dilakukannya lagi reorganisasi Departemen Pertanian melalui SK Mentan Nomor
384/Kpts/Kp.330/10/2005 maka Direktorat Alat dan Mesin, Direktorat Jenderal Bina
Sarana Pertanian dilikuidasi, demikian juga tugas pokok dan fungsinya
dikembalikan ke dalam eselon I teknis masing-masing komoditi. Oleh karena itu
maka balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian (BPM Alsintan) yang
merupakan unit pelaksana teknis Departemen Pertanian yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur Alat dan Mesin, Direktorat Jenderal Bina Sarana
Pertanian juga ikut dilikuidasi.
Mengingat pentingnya fungsi pengujian mutu alsintan sebagai sarana
pengawasan peredaran seperti tujuan yang ingin dicapai dari PP nomor 81 tahun
2001, maka BPM Alsintan berdasarkan surat persetujuan Sekretaris Jenderal
Departemen Pertanian Nomor 924/SR.160/A/12/05 tanggal 27 Desember 2005,
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Mutu dan Standarisasi,
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
BPM Alsintan mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan
pengujian mutu dalam rangka standarisasi dan sertifikasi alsintan berdasarkan SK
Mentan Nomor 402/Kpts/OT.210/6/2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai
Pengujian Mutu Alsintan dan dilengkapi dengan SK Mentan Nomor
205/Kpts/OT.210/3/2003 tentang Syarat dan Tata Cara Pengujian dan Pemberian
Sertifikat Alsintan. Inilah yang menjadi tantangan bagi Direktorat Mutu dan
Standarisasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian untuk
menciptakan iklim yang kondusif guna mendorong penggunaan dan pemanfaatan
alsintan yang kualitasnya sesuai dengan prsyarat standar agar lebih berdaya guna
dan berhasil guna dengan menyediakan saran dan prasarana pendukung
pengembangan pengujian alsintan yang handal dan serba cukup.
Kegiatan revitalisasi balai pengujian mutu dan alat mesin pertanian akan
dilakukan di Pusat dengan rincian sebagai berikut:
1. Pengelolaan institusi.
2. Penyusunan rencana Teknis
3. Pengembangan kelembagaan
a. Pengembangan pengujian dan sertifikasi
b. Analisa dan evaluasi metoda pengujian mutu alsin
c. Operasional Pengujian mutu alsin.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://deptan.go.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)
http://ritno.wordpress.com (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)
http://andriakbar.blogspot.com (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)
http://bapeda-jabar.go.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)
http://wikipedia.co.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)