Upload
sidik-kaca-paiisan
View
146
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS PRESENTASI KASUS
“SKABIES”
Tutor :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK
Disusun Oleh :
Nama : Noviana
NIM : G1A009083
Kelompok : F
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terluar penyusun tubuh manusia yang
terletak paling luar dan menutupi seluruh permukaan tubuh. Karena
letaknya paling luar, maka kulit yang pertama kali menerima rangsangan
seperti rangsangan sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar.
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit hewani
dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit adalah
Skabies
(Handoko, 2005).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes
scabiei ini dapat ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada
tempat-tempat predileksi. Wabah scabies pernah terjadi pada zaman
penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian menghilang dan timbul lagi pada
tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak kunjung reda dan
insidensinya tetap tinggi. Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies
masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang padat penduduk,
status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas higienis
pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang
ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut
mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu
untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari
juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi
dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh
dunia terjangkit tungau skabies. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa
prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi.
Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di
daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan.
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit
dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies
yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi
pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan
kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis (Handoko,
2007). Penyakit ini disebut the itch, seven year itch, norwegian itch, gudikan,
kudis, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap, 2008). Tungau
bersifat mikroskopis, sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop
(Bruckner dan Gracia, 2007). Skabies menyebabkan rasa gatal hebat pada
kulit seperti disela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, siku, dan
selangkangan. Sedangkan untuk bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki (Boediardja, 2003).
B. Etiologi dan Predisposisi
a. Etiologi
Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang
lalu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei dan
Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei yang termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes.
Pada manusia disebut Sarcoptes Scabiei var.hominis. Selain itu terdapat
Sarcoptes Scabiei yang lain misalnya pada kambing dan babi. Secara
morfologi merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggunggnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 –
450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni
200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat
berakhir dengan alat perekat.
Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabiei
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi
kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang
digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina
selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul
dari telur setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong
atapnya. Larva kemudian menggali terowongan pendek (moulting
pockets) di mana mereka berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang
menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai
dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari.
Gambar 2. Siklus Hidup Skabies
b. Predisposisi dan Cara Penularan
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain: sosial elonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual
yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S.
(Penyakit Akibat Hubungan Seksual).
Cara penularan (transmisi).
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain-lain.
Penularan biasanya oleh Sarcoptes Scabiei betina yang sudah dibuahi
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes Scabiei
var. animalis yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada
mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.
C. Patofisiologi
Tungau bergerak menembus permukaan kulit dengan cara
mensekresikan protease yang mendegradasi stratum korneum. Mereka
memakan hasil degradasi jaringan tersebut. Skibala (feses) dihasilkan seiring
perjalanan mereka pada epidermis. Hasil keseluruhan perjalanan ini
menghasilkan suatu lesi yang berbentuk terowongan yang dikenal sebagai
burrow. Pada individu yang terinfeksi biasanya akan terdapat kurang dari 100
tungau pada tubuhnya. Pada hospes yang immunocompromised, sistem imun
yang lemah gagal untuk mengkontrol penyakit ini sehingga akan timbul suatu
hiperinfestasi fulminan yang dikenal sebagai Skabies Norwegia (skabies
berkrusta).
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya
memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap
timbulnya gatal S. Scabiei melepaskan substansi sebagai respon hubungan
antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan
penetrasi ke dalam kulit.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi
hipersensitivitas tipe IV dan tipe I. Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen
tungau dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di
epidermis menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi
peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan
memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan
memproduksi papul-papul dan nodul inflamasi yang dapat terlihat dari
perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T banyak pada infiltrat
kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis tersebut sering terjadi
lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi dapat berupa papul,
nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang dilakukan oleh
pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya infeksi
sekunder.
D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab
dan panas. Pada awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi
seringkali menjadi menyeluruh. Pada infeksi inisial, gatal timbul
setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa
gatal hanya dalam waktu beberapa jam. Namun studi lain
menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6
hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.
b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan melalui
kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian
atau handuk.
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu
ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam
kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Berikut
dipaparkan gambaran kelainan kulit pada skabies. Tempat predileksi
dari scabies :
Gambar 3. Predileksi Skabies
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut
merupakan gambaran mikroskopik tungau scabies.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum dalam keadaan baik. Terdapat efloresensi
kulit yang khas berupa kanalikuli, macula hiperpigmentasi, ekskoriasi
jika terdapat infeksi sekunder, pustule, papula. Kelainan kulit menyerupai
dermatitis, dengan disertai papula, vesikula, urtika, dan lain-lain.
Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi
sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan
atau papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada
kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca
penutup dan dengan pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau,
telur atau fecal pellet.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap
(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan
tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar.
c. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari
dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan scalpel
nomor yang 15 dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan dan
tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
d. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop,
setelah diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.
e. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera
dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai
garis yang karakteristik, berbelok-belok, karena ada tinta yang masuk.
Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita
yang non-kooperatif.
f. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.
Setelah dikeringkan selama 5 menit kemudian hapus larutan tersebut
dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam
melalui stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu wood, sebagai garis linier berwarna kuning
kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.
g. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada
lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan
di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas
objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
4. Gold Standart Diagnosis
Berbagai cara pemeriksaan diatas, kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Baku emas untuk menegakkan diagnosis dari scabies adalah dengan
kerokan kulit dan menemukan adanya tungau.
E. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa (Siregar, 2005)
a. Sulfur presipitatum 2-5% dalam bentuk salep atau krim. Obat ini lebih
efektif jika dicampur dengan asam salisilat 2%. Dioleskan di seluruh
tubuh sesudah mandi dan dipakai 3-4 hari berturut-turut
b. Emulsi benzil benzoate 20-25% selama 24 jam
c. Gama benzene heksaklorida 0,5-1% dalam salep atau krim dioleskan
selama 24 jam
d. Krim permetrin 5% dapat memberikan hasil yang baik
2. Non medikamentosa (Amiruddin, 2003)
a. Mandi dengan menggunakan air hangat dan keringkan badan
b. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan
pad malam hari sebelum tidur
c. Hindarii menyentuh mulut dan mata dengan tangan
d. Ganti pakaian, handuk, sprei yang digunakan dan selalu dicuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
e. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal masih timbul selama beberapa hari
f. Setiap anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah, sebaiknya
mendapatkan pengobatan yang sama dan ikut menjad kebersihan
F. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan factor predisposisi (antara lain hygiene),
maka penyakit ini dapat diberantas dan member prognosis baik.
G. Komplikasi
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan
anak kecil yang diserang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada
ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau
pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi 15% dapat
menyebabkan dermatitis bila digunakan terus menerus selama beberapa hari
pada kulit yang tipis. Benzil benzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila
digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama disekitar genetalia
pria.Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui menyebabkan dermatitis
iritan bila digunakan secara berlebihan (Harahap, 2000).
III. KESIMPULAN
1. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varian hominis.
2. Skabies merupakan masalah kesehatan di bidang kulit yang memiliki angka
kejadian yang cukup banyak.
3. Penegakan diagnosis dari scabies meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mengarah ke empat tanda cardinal. Sedangkan untuk baku emas
diagnosis scabies adalah dengan kerokan kulit sehingga dapat menemukan
tungau.
4. Terapi nonmedikomentosa lebih ditekankan untuk menjaga sanitasi dan
hygiene diri dan lingkungan. Sedangkan untuk medikomentosa
menggunakan obat seperti gamma benzene, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI