Upload
vennyriandini
View
271
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH MARAKNYA PENIPUAN VIA INTERNET BANKING
TERHADAP KEPERCAYAAN NASABAH UNTUK MENGGUNAKAN
LAYANAN INTERNET BANKING
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Bank adalah bagian dari sistem keuangan suatu Negara. Bank merupakan
suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan
nasabahnya. Pesatnya perkembangan teknologi informasi juga berimbas pada
bergesernya sistem pelayanan bank. Berbagai layanan perbankan diberikan bank
kepada nasabahnya demi kepuasan pelanggan. Saat ini dalam melakukan kegiatan
usaha atau memberikan layanan kepada nasabah, bank tidak saja menggunakan
model-model konvensional face to face dan didasarkan pada paper document, tetapi
bank juga menggunakan model layanan dengan model non face to face dan paperless
document atau digital document. Salah satu sistem layanan berbasis teknologi yang
terkenal dalam dunia perbankan saat ini adalah layanan internet banking.
Dengan disediakannya fasilitas layanan internet banking, nasabah mendapat
keuntungan berupa fleksibilitas untuk melakukan kegiatannya setiap saat. Nasabah
juga dapat mengakses layanan internet melalui personal computer, ponsel atau media
wereless lainnya. Dengan layanan ini, nasabah dapat melakukan berbagai macam
transaksi perbankan dengan lebih mudah, hanya dengan koneksi internet semata. Hal
ini mempermudah para nasabah, terutama mereka yang selalu sibuk, dalam
mengelola keuangan mereka.
Di era ini, teknologi internet hampir mulai menjadi penggunaan yang wajib
bagi segala aspek kehidupan. Begitu juga di dunia perbankan, penggunaan teknologi
internet telah menjadi standar de facto. Dengan teknologi inilah bank dapat dengan
mudah mengelola segala kebutuhan nasabahnya dengan lebih baik.. Layanan ini lahir
dari tuntutan persaingan dunia perbankan dalam menjaring nasabah, selain itu juga
merupakan salah satu keinginan dari nasabah itu sendiri yang menginginkan layanan
perbankan yang mudah dan cepat, tersedia setiap saat, terjangkau, serta nyaman..
1
Pada dasarnya internet banking memiliki tiga tahap pelayanan yang
ditawarkan kepada nasabahnya, yaitu : Pertama, layanan informasi (informational),
dimana bank hanya menyediakan informasi jasa keuangan dalam websitenya; kedua,
komunikasi (communicational), dimana dalam website tersebut juga memungkinkan
nasabah dapat berkomunikasi dengan bank; ketiga, transaksi (transactional/advance)
dimana sudah memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi-transaksi
keuangan virtual seperti, transfer dana, pengecekan saldo ataupun berbagai jenis
pembayaran.
Dewasa ini ketiga jenis layanan tersebut telah ditawarkan oleh perbankan
Indonesia. Dari data yang ada tahun 2007, di Indonesia terdapat enam bank yang
telah menyelenggarakan internet banking pada tahap transaksi, sedangkan pada tahap
informasi dan komunikasi terdapat sekitar 40 bank yang memiliki website. Namun
tahun 2010, sudah lebih 10 bank di Indonesia telah menggunakan internet banking
untuk melayani nasabahnya.
Akan tetapi, dibalik segala kenyamanan dan kemudahan yang diberikan
layanan ini ada sebuah aspek yang harus sangat diperhatikan, yaitu aspek keamanan.
Ernst & Young dalam sebuah survey mengenai Information Security mengemukakan
bahwa 66% responden mengatakan security dan privacy merupakan aspek
penghambat lebih besarnya penggunaan layanan yang berbasis e-commerce (Budi
Rahardjo, 2001). Banyak para nasabah masih merasa ragu untuk bertransaksi dengan
menggunakan internet banking karena masih sangsi dengan keamanannya.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media dan komunikasi telah mengubah
baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa
batas (borderless) sehingga menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
secara signifikan dan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini
menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum.
Pemanfaatan teknologi informasi bagi industri perbankan dalam inovasi
produk jasa bank juga dibayang-bayangi oleh potensi risiko kegagalan sistem
dan/atau risiko kejahatan elektronik (cybercrime) yang dilakukan oleh orang-orang
2
yang tidak bertanggungjawab. Disatu sisi internet banking memiliki banyak manfaat
positif, namun disisi lain, transaksi internet banking juga berpotensi mengalami
kegagalan atau menjadi objek kejahatan elektronik. Kegagalan sistem dapat
disebabkan karena adanya kerusakan sistem (seperti misalnya server down), dan
dalam skala luas bisa disebabkan karena adanya bencana alam. Sementara itu,
cybercrime yang terjadi pada industri perbankan di Indonesia cenderung meningkat.
Berdasarkan data Bank Indonesia (http://bi.go.id), terdapat peningkatan yang
signifikan terkait penipuan E-Banking dalam 2 tahun terakhir. Pada tahun 2006
terdapat volume laporan 57,766 dengan nilai Rp. 36.500.000.000.000,- (tiga puluh
enam triliun lima ratus milyar rupiah), sedangkan pada tahun 2007 terdapat volume
laporan 532.533 dengan nilai Rp. 45.700.000.000.000,- (empat puluh lima triliun
tujuh ratus milyar rupiah) (Noviana Monalisa, 2011).
Pada era global seperti sekarang ini, keamanan sistem informasi berbasis
internet menjadi suatu keharusan untuk diperhatikan, karena jaringan komputer
internet yang sifatnya publik dan global pada dasarnya tidak aman. Pada saat data
terkirim dari suatu komputer ke komputer yang lain di dalam internet, data itu akan
melewati sejumlah komputer yang lain yang berarti akan memberi kesempatan pada
user internet yang lain untuk menyadap atau mengubah data tersebut. Kecuali suatu
komputer terkunci di dalam ruangan yang mempunyai akses terbatas dan komputer
tersebut tidak terhubung ke luar dari ruangan itu, maka komputer tersebut tidak
aman. Pembobolan sistem keamanan di internet terjadi hampir setiap hari di seluruh
Dunia.
Seperti seorang hacker dapat masuk ke dalam suatu sistem jaringan
perbankan untuk mencuri informasi nasabah yang terdapat di dalam server mengenai
data base rekening bank tersebut, karena dengan adanya e-banking jaringan tersebut
dapat dikatakan terbuka serta dapat diakses oleh siapa saja. Kalaupun pencurian data
yang dilakukan sering tidak dapat dibuktikan secara kasat mata karena tidak ada data
yang hilang tetapi dapat diketahui telah diakses secara illegal dari sistem yang
dijalankan.
E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana
penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang
memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah - olah
3
menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga
menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan
tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya
untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Survey Nielsen (2001) menyatakan, Indonesia menempati posisi ke-enam
terbesar dunia atau keempat di Asia dalam tindak kejahatan internet. Salah satu kasus
tindak kejahatan internet dengan menggunakan fasilitas Internet Banking di
Indonesia adalah kasus pembobolan rekening nasabah Bank Central Asia dengan
menggunakan clickbca (Kompas 2002) yaitu ulah seseorang bernama Steven
Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal
Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking
Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip
www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-
bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs
plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan
adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs
BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh
Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN)
dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut
pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia,
www.webmaster.or.id, tujuan membuat situs plesetan adalah agar publik menjadi
lebih berhati – hati dan tidak ceroboh saat melakukan pengetikan alamat situs (typo
site), bukan untuk mengeruk keuntungan. Kasus seperti ini dianggap melunturkan
kepercayaan masyarakat akan amannya transaksi Internet Banking dan menyebabkan
layanan ini dihindari (Rahardjo, 2002).
Menurut perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, saat ini
Indonesia menduduki peringkat ke 2 setelah Ukraina dalam hal kejahatan Carding
dengan memanfaatkan teknologi informasi (Internet) yaitu menggunakan nomor
kartu kredit orang lain untuk melakukan pemesanan barang secara online.
Komunikasi awalnya dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan
melakukan transaksi. Setelah terjadi kesepakatan, pelaku memberikan nomor kartu
kreditnya dan penjual mengirimkan barangnya, cara ini relatif aman bagi pelaku
4
karena penjual biasanya membutuhkan 3 –5 hari untuk melakukan kliring atau
pencairan dana sehingga pada saat penjual mengetahui bahwa nomor kartu kredit
tersebut bukan milik pelaku barang sudah terlanjur terkirim.
Contoh lain adalah pelaku sengaja membuat situs jebakan yang alamat
maupun fiturnya mirip dengan aslinya untuk menjerat nasabah yang ceroboh untuk
memasukkan nomor rekening dan password. Bila terjebak, dalam sekejap seluruh
tabungan Anda berpindah nomor rekening, bahkan bisa jadi nomor rekening di
Cayman Island atau negeri antah berantah lainnya. Kasus ini pernah menimpa
nasabah mobile banking sebuah bank nasional terbesar Bank Central Asia yang
terjebak masuk ke situs palsu.
"Modus itu namanya type site, yakni kejahatan yang dilakukan pelakunya
dengan membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs aslinya. Kalau yang
mengganti halaman muka namanya web deface," ucap Kanit Cybercrime Bareskrim
Mabes Polri PetrusGolese. Kejahatan digital jenis baru yang cukup meresahkan
banyak orang adalah phising atau penipuan lewat e-mail. Phising merupakan teknik
untuk mencari personal information (alamat email, nomor rekening, dan data pribadi
lainnya) dengan mengirimkan e-mail yang seolah-olah datang dari bank yang
bersangkutan.
Sementara, kejahatan digital yang bertujuan pada peralatan IT antara lain
defacting dan hacking. Keduanya bertujuan mencuri data-data milik orang lain dalam
jaringan komunikasi data, maupun sekadar penetrasi jaringan sistem komputer untuk
mengganggu privasi maupun bertujuan membuat sistem gagal berfungsi (denial of
service/DoS). Bagi yang berupaya masuk ke sistem jaringan sekadar untuk
"mengadu ilmu", pelakunya disebut hacker. Sementara yang tujuannya merusak
jaringan kerap disebut cracker.
Bentuk kejahatan digital yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah
mencuri nomor dan password kartu kredit untuk transaksi di situs belanja, seperti E-
Bay maupun Amazon. Pelakunya kerap disebut carder. E-commerce menggolongkan
Indonesia sebagai surga carder. Pusat carder utama di Indonesia secara berurutan
adalah Semarang, Jogjakarta, Medan, Bandung, Jakarta, Denpasar, dan Surabaya.
Dengan demikian maka terlihat bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas
wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di
5
negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer
yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang lain/ saksi mata,
sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational Crime/ kejahatan antar negara
yang pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara.
Masalah keamanan dan kerahasiaan data-data pribadi maupun keuangan
dalam internet banking seringkali dipertanyakan oleh nasabah sebelum mereka
memutuskan untuk menggunakan internet banking. Internet banking yang mampu
meyakinkan nasabahnya akan keamanan dan kerahasiaan data-data nasabah akan
memperoleh kepercayaan dari nasabah.
Dari berbagai penipuan via internet banking yang telah diuraikan diatas,
maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh maraknya penipuan via internet
banking dengan kepercayaan nasabah untuk menggunakan layanan intenet banking
tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian maka permasalahan penelitian ini
adalah seberapa besar pengaruh maraknya penipuan via internet banking terhadap
kepercayaan nasabah untuk menggunakan layanan internet banking tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh maraknya penipuan
via internet banking terhadap kepercayaan nasabah untuk menggunakan layanan
internet banking.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini memberikan manfaat bagi perkembangan sistem informasi
akuntansi khususnya teknologi informasi pemakaian internet banking.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi nasabah agar lebih
berhati-hati dalam menggunakan layanan internet banking dan bagi bank
penyelenggara untuk bisa menyediakan jasa layanan internet banking yang lebih
6
aman dan terpercaya bagi nasabahnya. Temuan penelitian ini diharapkan dapat
membantu bank penyelenggara internet banking untuk lebih meningkatkan
pelayanan dan keamanan teknologi informasi kepada pemakai jasa atau nasabahnya.
2. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian E-Banking
E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk bank
secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif. E-
Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun
bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan
informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk
internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti
komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.
Saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri, ini adalah
saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti
mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional
ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan
tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang
memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening,
pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher
dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching
jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat
pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai
kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang,
belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang
dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM
disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan
kemudahan penggunaannya.
2. Phone Banking, ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk
melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses
7
melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon
genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif
panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone
Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan
informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO.
Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan
antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian
(a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh
Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis
ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan
telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi,
termasuk transfer ke bank lain.
3. Internet Banking, ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang
memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan
menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan
sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi
saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l.
kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan
transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan
bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang
di layar komputer/PC atau PDA.
4. SMS/M-Banking, saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone
Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan
perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo
rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit,
listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada
dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat
diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam
prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode
transaksi dalam pengetikan sms, kecuali pada bank yang melakukan
kerjasama dengan operator seluler, menyediakan akses banking menu – Sim
Tool Kit (STK) pada simcardnya.
8
2.2. Definisi Internet Banking
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/18/DPNP, yang dimaksud
dengan internet banking adalah : “Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa
Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan
komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan
merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet,
sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan (Noviana
Monalisa, 2011).
Definisi lain dari Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa bank
yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi
dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan
bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet
(Tampubolon, 2004).
Untuk dapat menggunakan layanan ini, seorang nasabah akan dibekali
dengan login dan kode akses ke situs web dimana terdapat fasilitas e-banking milik
bank bersangkutan. Selanjutnya, nasabah dapat melakukan login dan melakukan
aktifitas perbankan melalui situs web bank bersangkutan. Seperti halnya pada
fasilitas ATM, lewat sarana internet seorang nasabah dapat melakukan aktifitas
pengecekan rekening, transfer dana antar rekening, hingga pembayaran tagihan-
tagihan rutin bulanan (listrik, telepon, dsb.) melalui rekening banknya.
Pada dasarnya internet banking memiliki tiga tahap pelayanan yang
ditawarkan kepada nasabahnya, yaitu : Pertama, layanan informasi (informational),
dimana bank hanya menyediakan informasi jasa keuangan dalam websitenya; kedua,
komunikasi (communicational), dimana dalam website tersebut juga memungkinkan
nasabah dapat berkomunikasi dengan bank; ketiga, transaksi (transactional/advance)
dimana sudah memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi-transaksi
keuangan virtual seperti, transfer dana, pengecekan saldo ataupun berbagai jenis
pembayaran.
9
2.3. Manfaat Internet Banking
Manfaat yang dapat diperoleh baik nasabah maupun bank dari layanan
Internet Banking antara lain (Fata Mukhlish, 2007) :
1. Business expansion yaitu mempermudah perluasan daerah operasi bank.
Dengan Internet banking, bank, layanan perbankan dapat diakses dimana saja
dan kapan saja, tanpa perlu membuka kantor cabang baru.
2. Customer loyalty yaitu nasabah akan merasa lebih nyaman untuk melakukan
aktivitas perbankannya tanpa harus membuka akun di bank yang berbeda-
beda di berbagai tempat.
3. Revenue & cost improvement yaitu biaya untuk memberikan layanan ini dapa
lebih murah dibandingkan dengan membuka kantor cabang baru.
4. Competitive advantage yaitu dengan membuka layanan Internet Banking,
bank akan memiliki keuntungan lebih dibandingkan dengan kompetitor lain
dalam melayani nasabahnya.
5. New Business Model yaitu bahwa layanan ini memungkinkan adanya model
bisnis yang baru.
2.4. Jenis-jenis transaksi internet banking
Umumnya, beberapa layanan yang bisa diakses nasabah melalui Internet
Banking adalah:
1. Informasi Saldo
2. Informasi Transaksi
3. Transaksi Overbooking
4. Transaksi Pembayaran:
• Telepon
• Kartu Kredit
• Selular Pascabayar
• Selular Prabayar
• Pinjaman
• Tagihan Pendidikan Sekolah / Universitas
• Tagihan Listrik
• TV Kabel / Satelit
• Internet
10
• Asuransi
5. Pembukaan Rekening
• Tabungan
• Giro
• Deposito
• Kartu Kredit
6. Pemesanan Buku Cek/BG
7. Perubahan Alamat Rekening atau Email
8. Informasi aktifitas nasabah di Internet Banking
9. Informasi Biaya
10. Informasi Kurs
11. Informasi Suku Bunga
12. Simulasi-simulasi produk
13. Perubahan Password
2.5. Kepercayaan dalam Internet Banking
Menurut Mukherjee dan Nath (2003) kepercayaan dapat diukur melalui
technology orientation, reputation dan perceived risk. Sehingga indicator yang
digunakan untuk mengukur kepercayaan adalah technology orientation, reputation
dan perceived risk.
Technology Orientation
Besarnya kepercayaan konsumen terhadap sistem elektronik berkaitan dengan
besarnya kepercayaan mereka terhadap online banking (Lee dan Turban 2001).
Ketika konsumen memperkirakan faktor kepercayaan, beberapa persoalan muncul
dalam pikiran mereka dan salah satu persoalan tersebut adalah kesesuaian
kemampuan dari sistem elektronik tersebut dengan harapan konsumen (Mukherjee
dan Nath 2003). Konsumen menggunakan beberapa ukuran seperti kecepatan akses,
apakah jaringannya dapat dipercaya, system navigasi untuk mengevaluasi transaksi-
transaksi elektronik (Lee dan Turban 2001). Orientasi konsumen terhadap teknologi
dari komunikasi elektronik dan internet seringkali mewakili kepercayaan mereka
dalam internet banking (Mukherjee dan Nath 2003) sehingga technology
orientation merupakan indikator dari kepercayaan
11
Reputation
Sebagai “keseluruhan kualitas atau karakter yang dapat dilihat atau dinilai secara
umum oleh masyarakat” (Malaga 2001). Ketika konsumen memproses informasi
dalam online banking, mereka akan mempertimbangkan reputasi bank tersebut
(Mukherjee dan Nath 2003) dimana reputasi adalah faktor yang sangat penting dari
kepercayaan. Ba (2001) menyatakan bahwa ketika konsumen merasa suatu online
bank memiliki reputasi yang jelek, mereka akan malas menggunakan website bank
tersebut. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa reputation dapat digunakan
untuk mengukur kepercayaan
Perceived Risk
Besarnya persepsi konsumen mengenai resiko mempengaruhi besarnya
kepercayaan mereka terhadap online bank dan sistem dari online bank tersebut
sehingga ketika memproses informasi online, konsumen sering menganggap bahwa
ada resiko yang tinggi walaupun resiko tersebut sebenarnya rendah (Mukherjee dan
Nath 2003). Konsumen online yang lebih berpengalaman mempunyai lebih banyak
informasi mengenai online banking sehingga mereka beranggapan resikonya rendah
dan karena itu mereka mempunyai kepercayaan yang lebih dalam transaksi online
(Ba 2001). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perceived risk dapat
digunakan untuk mengukur kepercayaan. Morgan dan Hunt (1994), Mukherjee dan
Nath (2003) mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value,
communication dan opportunistic behaviour.
Shergill dan Li (2005) juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh
shared value, communication dan opportunistic behaviour control. Dengan adanya
dukungan teori dari Shergill dan Li, Morgan dan Hunt serta Mukherjee dan Nath
maka penelitian ini juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared
value, communication dan opportunistic behaviour control.
Shared Value
Suatu tahap dimana mitra bisnis memiliki keyakinan mengenai tingkah laku,
tujuan dan peraturan yang penting atau tidak penting, tepat atau tidak tepat dan benar
atau salah (Morgan dan Hunt 1994). Di dalam konteks online banking, shared value
menyimbolkan keyakinan konsumen dan bank terhadap nilai-nilai seperti ethics,
security dan privacy (Mukherjee dan Nath 2003).
12
Menurut Mukherjee dan Nath (2003) dan Shergill dan Li (2005), shared value
dapat diukur dengan menggunakan indikator privacy, security dan ethics. a) Privacy.
Sudah banyak survei yang menemukan adanya kekhawatiran yang tinggi dari
konsumen tentang kerahasiaan data-data pribadi mereka di dalam aktivitas online
(Swaminathan et al. 1999). Dalam transaksi online, ada resiko hilangnya
kerahasiaan, yang merupakan faktor yang signifikan dalam membangun kepercayaan
(Culnan dan Armstrong 1999).
Novak et al. (1999) mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang utama mengenai
kerahasiaan data-data pribadi bagi pengguna online banking adalah pelanggaran
kebebasan pribadi dan kurangnya kerahasiaan, dimana ada penyalahgunaan dan
kurangnya pengendalian terhadap kerahasiaan informasi dalam transaksi. Dengan
adanya keyakinan pengguna dan bank terhadap nilai privacy maka privacy adalah
indikator untuk mengukur shared value, b) Security. Menurut Jones dan
Vijayasarathy (1998), konsumen percaya bahwa saluran pembayaran di internet tidak
aman. Hal ini mengurangi kepercayaan konsumen, sehingga mereka malas
melakukan transaksi online banking (Mukherjee dan Nath 2003).
Communication
Menurut Anderson dan Narus (1990) yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath
(2003), komunikasi dapat didefinisikan sebagai “pembagian informasi yang berarti
dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak resmi. Morgan dan Hunt (1994)
berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa komunikasi masa lalu dari pihak lain yang
relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya akan semakin meningkatkan kepercayaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gefen dan Straub (2001) menemukan bahwa
komunikasi manusia dengan mesin, atau setidaknya kepercayaan bahwa sistem
elektronik mempunyai karakteristik sosial, sangat penting untuk membangun
kepercayaan konsumen online.
Semakin tinggi tingkat komunikasi sosial yang ditampilkan oleh suatu
website bank, semakin besar pengaruhnya pada kepercayaan konsumen dan
meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan transaksi online (Mukherjee dan
Nath 2003). Pada tahap dimana suatu website dapat mempertinggi komunikasi
sosialnya yang meliputi keterbukaan (openness), kecepatan dalam merespon (speed
of response) dan kualitas informasi (quality of information) akan mempengaruhi
13
kemampuan situs tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet (Mukherjee
dan Nath 2003). Sehingga communication dapat diukur oleh indikator openness,
speed of response dan quality of information. 1) Openness. Kepercayaan didapatkan
melalui keterbukaan dalam komunikasi yang secara spesifik melibatkan konsumen
perseorangan dan hubungan mereka dengan bank (Mukherjee dan Nath 2003), 2)
Speed of Response.
Menurut Shergill dan Li (2005), tanpa menggunakan cara berkomunikasi
yang tepat, internet banking tidak dapat membangun hubungan yang baik dengan
penggunanya dan hasil penelitian yang dilakukan Shergill dan Li (2005)
menunjukkan bahwa konsumen mempertimbangkan speed of response dengan serius
ketika berkomunikasi dengan penyedia layanan internet banking dan 3) Quality of
Information. Industri internet banking juga harus terbuka dan menyediakan
informasi yang berkualitas tinggi untuk konsumennya (Shergill dan Li 2005).
Opportunistic Behaviour Control
Menurut Williamson (1975) yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath (2003),
opportunistic behavior didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang
termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Opportunistic Behaviour
Control berperan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan (Shergill
dan Li 2005). Shergill dan Li (2005) mengkonsepkan regulatory control dan
asymmetry information control sebagai indikator untuk mengukur opportunistic
behaviour control. 1) Regulatory Control Ketika konsumen menggunakan online
banking, mereka memperkirakan tingkat kepercayaan diri mereka atas mekanisme
regulatory control di dunia virtual (Mukherjee dan Nath 2003). Ada website yang
palsu dan identitas online dapat dilupakan dengan mudah (Ba 2001).
Karena perkembangan internet banking yang cepat menyebabkan timbulnya
resiko yang sama dengan keuntungan yang didapatkan, regulatory control
menampilkan fungsi identifikasi, pengukuran, pengawasan dan pengendalian resiko-
resiko dari pengoperasian internet banking untuk memperkuat keamanan lingkungan
saat melakukan aktivitas keuangan melalui internet (Shergill dan Li 2005), 2)
Asymmetry Information Control. Terdapat Information asymmetry pada kelengkapan
informasi suatu produk, yaitu informasi yang lengkap tentang kualitas produk yang
sulit didapatkan di dalam lingkungan virtual (Ba 2001). Konsumen yang tidak
14
mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali
kehilangan kepercayaaan untuk melakukan transaksi online (Ba 2001).
2.7. Pengembangan Hipotesis
Ketika bank memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai etika, kerahasiaan dan
keamanan dalam internet banking maka bank tersebut akan berusaha untuk
menjalankan nilai-nilai tersebut dalam internet banking. Di sisi lain, pengguna juga
memiliki keyakinan terhadap nilai-nilai etika, kerahasiaan dan keamanan yang sama
dengan bank, dan pengguna akan memilih internet banking yang mampu
menjalankan nilai-nilai yang diyakini oleh pengguna tersebut. Dengan adanya
persamaan keyakinan antara bank dengan pengguna mengenai nilai-nilai tersebut
menyebabkan pengguna merasakan kecocokan dengan internet banking dari bank
tersebut yang menimbulkan adanya suatu ikatan antara pengguna dengan internet
banking. Rasa keterikatan ini mendorong timbulnya kepercayaan pengguna terhadap
internet banking. Penelitian Shergill dan Li (2005), Mukherjee dan Nath (2003),
Morgan dan Hunt (1994) telah berhasil membuktikan bahwa shared value
mempengaruhi trust, sehingga hipotesis yang pertama dalam penelitian ini
adalah: H1: Diduga terdapat pengaruh positif antara shared value dan trust.
Dengan adanya komunikasi antara internet banking dengan pengguna
internet banking yang diwujudkan dengan diterimanya kritikan maupun ide baru
pengguna mengenai internet banking, kecepatan respon internet banking untuk
memberikan informasi yang diinginkan pengguna dan adanya informasi yang terbaru
mengenai produk maupun jasa yang ditawarkan maka akan meningkatkan
kepercayaan pengguna terhadap internet banking karena pengguna dapat dengan
mudah memperoleh informasi yang mereka inginkan. Selain itu dengan seringnya
berkomunikasi maka akan menciptakan hubungan yang lebih erat antara pengguna
dengan internet banking yang berdampak pada tingkat kepercayaan pengguna
terhadap internet banking. Penelitian Shergill dan Li (2005), Mukherjee dan Nath
(2003), Morgan dan Hunt (1994) telah membuktikan bahwa communication
mempengaruhi trust, sehingga hipotesis yang kedua dalam penelitian ini
adalah: H2: Diduga terdapat pengaruh positif antara communication dan trust.
15
Menurut John (1984) yang dikutip oleh Morgan dan Hunt (1994), inti dari
opportunistic behaviour adalah kebohongan atau penipuan yang terjadi akibat dari
pelanggaran janji mengenai tugas yang seharusnya dilakukan. Tiap organisasi
maupun individu cenderung untuk memaksimalkan kepentingan mereka dengan
berbagai macam cara, begitu juga dengan bank selaku penyedia layanan internet
banking. Ketika suatu pihak percaya bahwa mitra mereka melakukan opportunistic
behaviour, maka persepsi ini akan mengurangi kepercayaan (Morgan dan Hunt 1994)
dan hal ini telah dibuktikan oleh Morgan dan Hunt (1994), Mukherjee dan Nath
(2002).
Karena adanya kecenderungan suatu organisasi atau individu melakukan
opportunistic behaviour untuk memaksimalkan kepentingan mereka maka harus ada
pengawasan untuk mencegah opportunistic behaviour. Dengan adanya opportunistic
behavior control dalam internet banking melalui konsistensi bank dalam
menjalankan peraturan internet banking dan adanya sistem pengawasan dari bank
untuk menyediakan informasi internet banking yang akurat maka akan meningkatkan
kepercayaan pengguna terhadap internet banking yangtelah dibuktikan oleh Shergill
dan Li (2005) dalam penelitian mereka sehingga hipotesis ketiga yang diajukan
dalam penelitian ini adalah: H3: Diduga terdapat pengaruh positif antara
opportunistic behaviour control dan trust.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath (2003) serta penelitian Shergill
dan Li (2005). Mukherjee dan Nath (2003) meneliti 510 pengguna online banking di
India tentang pengaruh shared value, communication dan opportunistic behaviour
terhadap trust dan pengaruh trust terhadap relationship commitment. Sedangkan
Shergill dan Li (2005) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan dan
loyalitas pengguna IBanking di New Zealand yang terdiri dari shared value,
communication, opportunistic behavior control mempengaruhi trust dan trust,
satisfaction, brand reputation, switching cost mempengaruhi loyalty.
Penelitian Mukherjee dan Nath (2003) dikembangkan berdasarkan teori
commitment-trust yang sangat terkenal dari Morgan dan Hunt (1994). Penelitian
16
yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath (2003) menemukan bahwa shared value
adalah faktor yang paling mempengaruhi kepercayaan konsumen dan berpengaruh
positif terhadap trust yang diikuti oleh opportunistic behaviour yang berhubungan
negatif dengan trust dan communication yang berhubungan positif terhadap trust.
Shared value juga faktor yang paling mempengaruhi commitment yang diikuti oleh
trust. Privacy, speed of response, regulatory control, reputation, degree and length
of association merupakan faktor yang paling tinggi pengaruhnya dalam konstruk
shared value, communication, opportunistic behaviour, trust dan commitment.
Sementara untuk penelitian di Indonesia, penulis menambahkan penelitian
dari Sri Maharsi dan Fenny (2007) dengan judul ”Analisa Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepercayaan dan Pengaruh Kepercayaan Terhadap Loyalitas
Pengguna Internet Banking di Surabaya” serta penelitian dari Sri Maharsi dan
Yuliani Mulyadi (2007) dengan judul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Menggunakan Internet Banking dengan Menggunakan kerangka Technology
Acceptance Model (TAM) dan penelitian Gilang Rizky Amijaya (2010) mengenai
“ Pengaruh Persepsi Teknologi Informasi, Kemudahan, Resiko dan Fitur Layanan
terhadap Minat Ulang Nasabah Bank dalam Menggunakan Internet Banking (Studi
Kasus Pada Nasabah Bank BCA)”.
Gambar pertama dibawah ini merupakan model penelitian Shergill and Li
(2005) yaitu hubungan antara kepercayaan dan loyalitas pengguna serta variabel-
variabel terkait. Gambar kedua merupakan model penelitian Mukherjee and Nath
(2003) yang hanya menjelaskan model penelitian mengenai kepercayaan dan variabel
penyertanya. Gambar ketiga merupakan model penelitian gabungan antara model
Shergill and Li sera Mukherjee and Nath yang dipakai oleh Sri Maharsi dan Fenny
(2007) sebagai model penelitian mereka mengenai faktor-faktor pengaruh
kepercayaan terhadap loyalitas pengguna internet banking di Surabaya.
17
Gambar 1. Model Penelitian Shergill dan Li
Keterangan gambar:SAT : satisfactionBR : brand reputationSW : switching costPV : privacySC : securityET : ethicsOP : opennessSOR : speed of responseQOI : quality of informationRC : regulatory controlAIC : asymmetry information controlCC : contract control
18
Model Penelitian Mukherjee dan Nath
Keterangan gambar:X1: privacy X7: regulatory controlX2: security X8: information asymmetriX3: ethicsX4: opennessX5: speed of responseX6: quality of informationY1: technology orientation Y2: reputationY3: perceived riskY4: degree and length of associationY5: sense of belonging
19
Gambar 3 : Gabungan Model 1 dan Model 2
Keterangan gambar:SV : shared value.X1 : privacyX2 : securityX3 : ethicsCOM : communicationX4 : OpennessX5 : speed of responseX6 : quality of informationOBC : opportunistic behaviour controlX7 : regulatory controlX8 : asymmetry information controlTRU : trustY1 : technology orientationY2 : reputationY3 : perceived riskLYL : loyaltyY4 : intentionY5 : commitment
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua bank yang dibawahi oleh Bank
Indonesia. Metode pemilihan sampel penelitian ini adalah purposive sampling yang
merupakan metode pengambilan sampel dengan didasarkan pada kriteria tertentu
Sampelnya adalah bank-bank yang menggunakan sistem internet banking antara lain
20
Bank BCA, BNI, BRI, Mandiri, Lippo, BII, Mega, Bukopin, Permata, Panin, City
Bank, Niaga, dan Danamon.
Kriteria pemilihan sampel responden dalam penelitian ini yaitu nasabah pada
Bank Mandiri di Palembang karena merupakan bank terbesar di Indonesia dan
memiliki nasabah yang banyak serta survey pada Bank BCA sebagai bank pertama
penyelenggara internet banking dan juga memiliki nasabah yang banyak. Besarnya
sampel ditentukan berdasarkan jumlah responden yang mengembalikan daftar
pertanyaan. Periode penelitian ini adalah kurun waktu selama penyebaran kuesioner
sampai dengan ketika kuesioner yang terkumpul sudah memenuhi syarat untuk
diolah.
3.2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang berupa survey melalui
kuesioner yang dikirim kepada para nasabah pengguna internet banking pada Bank
Mandiri dan BCA yang ada di Palembang.
Data Penelitian ini menggunakan data primer yang merupakan data penelitian
yang diperoleh langsung dari sumber asli. Unit analisis dari penelitian ini adalah
semua responden yang menggunakan internet banking pada Bank Mandiri dan BCA
di Palembang.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei melalui kuesioner yang
dikirimkan kepada responden. Kuesioner dikirimkan secara langsung ke nasabah
melalui bantuan contact person yang ada di Bank tersebut dan juga melalui e-mail.
Kuesioner yang dikirimkan, disertai dengan surat pengantar yang berisi petunjuk
pengisian dan penjelasan tujuan penelitian.
3.3. Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan Analisis Regresi dan akan diolah menggunakan
SPSS. Sebagai alat bantu, digunakan perangkat lunak LISREL.
Dalam LISREL, model yang memenuhi asumsi normalitas akan
menghasilkan 2 jenis chi square, yaitu minimum fit function chi square (C1) dan
normal theory weighted least squares chi square (C2). (Ghozali dan Fuad 2005:30).
Model penelitian ini hanya menghasilkan C1 dan C2. Data dengan sample besar
21
(100), berdasarkan Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorm), yaitu bilamana n
(sample size) besar, maka statistik dari sampel tersebut akan mendekati distribusi
normal, walaupun populasi dari mana sampel tersebut diambil tidak berdistribusi
normal (Solimun 2003:79).
Model penelitian dibawah ini adalah model penelitian Mukherjee and Nath.
Untuk penelitian ini, penulis mengadopsi model penelitian dari Mukherjee and Nath
yaitu mengenai model kepercayaan serta variabel-variabel yang menyertai
kepercayaan tersebut.
Model Penelitian
Keterangan gambar:X1: privacy X7: regulatory controlX2: security X8: information asymmetriX3: ethicsX4: opennessX5: speed of responseX6: quality of informationY1: technology orientation Y2: reputationY3: perceived riskY4: degree and length of associationY5: sense of belonging
22
3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Terdapat 4 variabel laten dalam penelitian ini, yaitu shared value,
communication, opportunistic behaviour control, dan trust. Shared value,
communication dan opportunistic behavior control adalah variabel exogen yang
mempengaruhi trust secara langsung.
Definisi dari variabel laten yang digunakan dalam penelitian ini: 1) Shared
value adalah keyakinan pengguna internet banking dan bank terhadap nilai-nilai
seperti ethics, security dan privacy, 2) Communication adalah pembagian informasi
yang berarti dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak resmi antara bank
dengan pengguna internet banking, 3) Opportunistic Behaviour Control adalah
pengontrolan terhadap kemungkinan bank melakukan penipuan terhadap pengguna
internet banking, 4)Trust adalah keadaan dimana pengguna internet banking
mempunyai rasa percaya diri terhadap reliabilitas dan integritas I-Banking.
Definisi dari variabel manifest yang digunakan untuk mengukur shared
value: 1) Ethics adalah kode-kode etika internet banking yang ditetapkan oleh bank
yang menjelaskan kesempatan bank memberikan informasi I-Banking yang tidak
lengkap atau membocorkan informasi yang pribadi dari pengguna internet banking
dan menjual informasi itu kepada pihak lain, 2) Privacy adalah kerahasiaan data
pribadi pengguna I-Banking, 3) Security adalah keamanan dalam menggunakan
internet banking.
Definisi dari variabel manifest yang digunakan untuk mengukur
communication adalah: 1) Openness adalah kesediaan I-Banking untuk
mendengarkan pendapat dan ide baru dari penggunanya, 2) Speed of Response adalah
kecepatan I-Banking untuk memberikan informasi yang diinginkan pengguna
internet banking, 3) Quality of Information adalah kemampuan IBanking untuk
menyediakan informasi yang terbaru mengenai produk maupun jasa terbaru yang
ditawarkan.
Definisi dari variabel manifest yang digunakan untuk mengukur opportunistic
behavior control 1) Regulatory Control adalah pengawasan terhadap konsistensi
bank dalam menjalankan peraturan-peraturan I-Banking, 2) Asymmetry Information
Control adalah sistem pengawasan dari bank supaya tidak memberikan informasi
23
yang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena bank mempunyai
informasi I-Banking yang lebih banyak dari pengguna.
Definisi dari variabel manifest yang digunakan untuk mengukur trust: 1)
Technology Orientation adalah harapan pengguna internet banking bahwa
kemampuan dari teknologi internet banking misalnya kecepatan akses, apakah
jaringannya dapat dipercaya, sistem navigasi yang digunakan sesuai dengan harapan
mereka, 2) Reputation adalah keseluruhan kualitas atau karakter yang dapat dilihat
atau dinilai secara umum oleh masyarakat, 3) Perceived risk adalah besarnya resiko
dalam menggunakan internet banking yang diperkirakan oleh pengguna internet
banking.
Dari variabel Shared value, Communication dan Trust membentuk pula
variabel Relationship Comitment yaitu keinginan pengguna untuk menjaga hubungan
yang bernilai. Definisi dari variabel manifest yang digunakan untuk mengukur
Relationship Comitment adalah: 1) degree and lenght of association yaitu ukuran
derajat dan panjangnya suatu asosiasi atau hubungan pengguna internet banking
dan bank terkait serta 2) sense of belonging yaitu rasa memiliki dalam penggunaan
internet banking.
3.5. Metode Pengujian Instrumen dan Data
1. Uji Validitas
Uji validitas menggunakan pendekatan contruct validity karena dapat
mengukur gejala sesuai yang didefinisikan dengan alat analisis corrected item-total
correlation. Validitas instrumen ditentukan dengan mengkorelasikan antara skor
masing-masing item, selanjutnya nilai masing-masing corrected item-total
correlation pada item total statistics dibandingkan dengan nilai r tabel untuk uji dua
sisi pada taraf kepercayaan 95% atau signifikansi 5% (p=0,05), kesimpulannya
apabila nilai r corrected item-total correlation lebih besar dari nilai r tabel maka
pertanyaan tersebut valid (Triton, 2006:260-261).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas diukur menggunakan pendekatan konsistensi internal yang
dilakukan dengan mencoba instrumen sekali saja kemudian data yang diperoleh
24
dianalisis dengan teknik tertentu. Teknik analisis yang digunakan correlated item-
total correlation, selanjutnya nilai Cronbach’s Alpha dibandingkan dengan r tabel
untuk uji dua sisi pada taraf kepercayaan 95% atau signifikansi 5% (p=0,05), apabila
nilai r Cronbach’s Alpha lebih besar dari r tabel maka dapat disimpulkan pertanyaan
tersebut reliabel (Triton, 2006:260).
3. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas Kolmogorof-Smirnov dengan persyaratan bahwa
data dikatakan terdistribusi normal jika probabilitas atau p lebih besar dari 0,05 pada
uji normalitas Kolmogorof-Smirnov (Triton, 2006:79).
4. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji multikolinieritas
digunakan nilai tolerance atau VIF (Variance Inflation Factor), apabila nilai
tolerance menjauhi 1 atau VIF menjauhi 1 pada output coefficient maka terdeteksi
multikolinieritas (Triton, 2006:156).
5. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah
satu uji yang dipakai untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam suatu model
adalah dengan Uji Park, yaitu meregresikan nilai residual (Lnei2) dengan masing-
masing variabel independen (LnX).
6. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time
series) atau ruang (cross section). Uji yang dipakai untuk mendeteksi adanya
autokorelasi dalam model adalah uji Durbin Wilson (DW).
25
3.6. Uji Hipotesis
Data yang berasal dari kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan oleh
responden, dan memenuhi syarat untuk diolah lebih lanjut, akan diolah dengan
menggunakan Structural Equation Model (SEM). Untuk melakukan pengujian
terhadap model dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan software
Linear Structural Relationship (LISREL) 8.72 full version. Proses analisa terhadap
data dan model dilakukan dengan menguji model secara keseluruhan, menguji
kecocokan model pengukuran dan menguji kecocokan model struktural.
26