7
Judul buku : Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban) Penulis : Mochtar Lubis Penerbit : CV. Haji Masagung Kota terbit : Jakarta Tahun terbit : Cetakan kedelapan, 1988 Jumlah halaman : 134 halaman Manusia Indonesia Bila melihat dari tahun penerbitan buku ini (1988), penulis memang mengedepankan permasalahan yang mungkin sedang hits di masa itu. Namun sebenarnya tidak jauh berbeda keadaannya dengan masa sekarang. Pembahasan tentang bagaimana manusia Indonesia itu dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari suku, daerah, budaya atau tradisi zaman dahulu, nenek moyang, agama, bahkan persoalan sex pun dibahas dalam buku ini. Keadaan manusia Indonesia pada saat itu masih terpancang diantara budaya animisme dan budaya modern. Saat manusia Indonesia telah mengenal agama, namun mereka tetap menyembah atau melakukan ritual-ritual yang beraliran mistik. Sebenarnya hal ini juga masih terjadi pada saat sekarang. Menurut Mochtar Lubis, hal ini dikarenakan adanya satu kelemahan orang Indonesia, yaitu tidak bisa menentukan pilihan. Dalam buku ini pun dibahas mengenai manusia ideal. Manusia yang ideal adalah manusia yang bekerja keras dalam hidupnya tanpa mencari keuntungan. Ada pula manusia ideal yang sering dikemukakan adalah manusia Pancasila, yaitu manusia yang menghayati dan menjadikan pancasila sebagai pedoman hidupnya. Dan pertanyaannya, bila manusia ideal dikatakan demikian, maka adakah manusia ideal itu di sekeliling kita saat ini? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

tugas resume Manusia Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Judul buku: Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)Penulis: Mochtar LubisPenerbit: CV. Haji MasagungKota terbit: JakartaTahun terbit: Cetakan kedelapan, 1988Jumlah halaman: 134 halaman

Manusia IndonesiaBila melihat dari tahun penerbitan buku ini (1988), penulis memang mengedepankan permasalahan yang mungkin sedang hits di masa itu. Namun sebenarnya tidak jauh berbeda keadaannya dengan masa sekarang. Pembahasan tentang bagaimana manusia Indonesia itu dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari suku, daerah, budaya atau tradisi zaman dahulu, nenek moyang, agama, bahkan persoalan sex pun dibahas dalam buku ini.Keadaan manusia Indonesia pada saat itu masih terpancang diantara budaya animisme dan budaya modern. Saat manusia Indonesia telah mengenal agama, namun mereka tetap menyembah atau melakukan ritual-ritual yang beraliran mistik. Sebenarnya hal ini juga masih terjadi pada saat sekarang. Menurut Mochtar Lubis, hal ini dikarenakan adanya satu kelemahan orang Indonesia, yaitu tidak bisa menentukan pilihan.Dalam buku ini pun dibahas mengenai manusia ideal. Manusia yang ideal adalah manusia yang bekerja keras dalam hidupnya tanpa mencari keuntungan. Ada pula manusia ideal yang sering dikemukakan adalah manusia Pancasila, yaitu manusia yang menghayati dan menjadikan pancasila sebagai pedoman hidupnya. Dan pertanyaannya, bila manusia ideal dikatakan demikian, maka adakah manusia ideal itu di sekeliling kita saat ini? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab.Pada intinya, Mochtar Lubis menjelaskan bahwa agama, daerah, suku, budaya, dan nenek moyang pada zaman dahulu adalah faktor-faktor yang turut mempengaruhi terbentuknya manusia Indonesia dewasa ini. Menurutnya ada beberapa ciri yang khas dari manusia Indonesia, diantaranya :1. Hipokritis alias MunafikMenurut Mochtar Lubis, ini merupakan ciri utama dari manusia Indonesia yang sudah ada sejak lama. Berpura-pura lain di muka, lain di belakang, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya. Apa yang membuat manusia Indonesia seperti ini? Sistem feodal yang begitu menekan dan menindas segala inisiatif rakyat adalah sumber dari hipokritis ini. Munculnya agama-agama ke wilayah Indonesia ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah. Di beberapa daerah, adanya unsur pemaksaan untuk menganut agama tertentu yang membuat agama tersebut justru malah tidak dapat diterima dii kalangan masyarakat.Maraknya kasus korupsi yang tidak ada akhirnya (kasusnya tidak ditindak lanjuti) dan tidak adanya persamaan kedudukan dalam hukum merupakan contoh dari kemunafikan manusia Indonesia. Istilah ABS Asal Bapak Senang pun sudah tertanam sejak zaman penjajahan, dan berlanjut hingga saat ini. 2. Lepas TanganSegan dan tidak mau bertanggungjawab atas semua perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. Sikap tidak mau memikul tanggung jawab ini terlihat karena sepanjangg sejarah, dapat kita hitung dengan jari pemimpin-pemimpin yang memiliki keberanian untuk tampil ke depan memikul tanggungjawab terhadap suatu keburukan yang diakibatkan karena tanggunugjawabnya. Akhirnya para pemegang peran pun hanya dapat saling lempar tanggung jawab atas apa yang terjadi.3. Jiwa FeodalMeskipun tujuan revolusi Indonesia untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, namun feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri masyarakat manusia Indonesia. Adanya kesenjangan antara sang atasan dan bawahan semakin memperkuat jiwa feodalisme ini. Penunjukkan kelas-kelas dalam strata kehidupan sosial, misalnya dalam kedudukan menunjukkan menjadi salah satu ciri dari feodalisme yang ada saat ini.Sedikitnya komunikasi antara pusat-pusat kekuasaan dengan rakyatnya atau bahkan sampai putus komunikasi, juga terjalinnya hubungan yang hanya berupa hubungan satu arah, hubungan dari atas ke bawah, menjadi faktor yang mempersulit proses-proses perkembangan masyarakat dan manusia kita saat ini.4. Percaya TakhyulBanyaknya mitos-mitos yang masih diyakini oleh masyarakat kita, dan kebiasaan-kebiasaan yang diluar akal logika membuat manusia Indonesia dipandang sebagai manusia yang percaya takhyul. Percaya pada benda-benda mati yang harus diberi sesajen, pada tanda alam yang disebut-sebut memberi pertanda, juga pada hantu merupakan beberapa contohnya. Hal ini membuat manusia Indonesia mempercayai adanya lambang seperti jimatdan jampe.Manusia modern yang sudah dicekoki ilmu-ilmu modern juga masih ada saja yang mempercayai hal-hal seperti ini. Bahkan sekarang ini iita seolah-olah membuat takhyul itu adalah wujud dari modernisasi. Teknologi, modernisasi, planning, industrialisasi, ilmu modern, multi-national corporations, adalah mantera dan lambang kita saat ini.5. ArtistikKarena banyak manusia Indonesia yang percaya pada benda-benda di sekelilingnya yang dianggap memiliki roh, manusia Indonesia dekat dengan alam. Dia hidup dengan penuh naluri dan dengan perasaan-perasaannya. Semua ini mengembangkan daya artistik yang banyakl dituangkan ke dalam sebuah karya dan kerajinan yang artistik, indah, dan beraneka ragam macam dan variasinya. Musik, seni tari, folklore, menunjukkan daya imajinasi yang subur dan kaya, daya cipta yang amat besar. Menurut Mochtar Lubis, ciri ini adalah yang paling menarik dan mempesona, yang merupakan sumber dan tumpuan harapan bagi hari depan manusia Indonesia.6. Watak yang LemahKarakter manusia Indonesia yang kurang kuat dalam mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Hal ini sudah terlihat pada saat masa penjajahan oleh Jepang. Kegoyahan watak ini merupakan akibat dari ciri masyarakat yang feodal pula, dia merupakan segi lain dari sikap untuk menyenangkan atasan dan menyelamatkan diri. Tepa slira merupakan sikap yang pada hakekatnya merupakan sebuah kegoyahan watak di kedua belah pihak, yang berkuasa dan yang tidak berkuasa.7. Ciri-ciri LainnyaManusia Indonesia sekarang itu tidak hemat, mereka cenderung boros. Ingin hidup enak tapi kurang mau berusaha. Lebih menginginkan jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu, dan enggan berusaha lebih. Sebenarnya masyarakat Indonesia masa kini yang idealnya adalah penggabungan antara penguasa, pengusaha, dan pengetahuan. Ciri lain dari manusia Indonesia ini adalah tukang menggerutu, mudah cemburu dan iri, tukang tiru, mabuk akan kekuasaan, dan terlalu terinfluence oleh budaya-budaya dan produk dari luar negeri. Bila kita melihat beberapa ciri buruk yang mengarah kepada manusia Indonesia, maka sebenarnya itu tidak jauh berbeda dengan bangsa lain di dunia.

Keadaan alam yang terlalu memanjakan kita, terkadang membuat manusia Indonesia lupa akan hari di masa depan. Sebenarnya manusia Indonesia bukan manusia yang lemah akan logika. Manusia Indonesia hanya masih dipengaruhi oleh sikap-sikap yang mengarah kepada animisme. Kelemahannya adalah mengaitkan antara sebab dan akibat, ditambah pada sikap yang sangat nrimo dan terlalu percaya takdir. Hal ini yang menyebabkan kendornya proses logika manusia Indonesia. Namun dibalik semua itu, manusia Indonesia masih memiliki keharmonisan antara sesamanya. Ikatan kekeluargaan yang begitu erat juga adalah sesuatu nilai yang harus dipertahankan. Manusia Indonesia juga pada dasarnya berhati lembut, suka damai, dan memiliki selera humor yang cukup baik, dan cukup terampil.Manusia dibentuk oleh lingkungannya, masyarakatnya, alam hidupnya, dan segala aspek yang ada dalam kehidupannya. Bila melihat kebelakang, manusia Indonesia telah terbentuk dari sejak lama dengan berbagai faktor. Itu artinya, kepribagian pun bisa dikatakan berkeping-keping. Hal ini sempat dikhawatirkan oleh Mochtar Lubis, yang dikhawatirkan adalah tercecernya bangsa kita dan menjadi korban dari perkembangan dunia dewasa ini.Untuk menghadapi perkembangan dunia sekarang-sekarang ini, jika dilihat manusia Indonesia yang pada dasarnya masih mempercayai hal-hal yang bersifat mistik, misalnya, maka harus diimbangi dengan adanya ilmu pengetahuan dan membuka pikiran kita atas semua kemungkinan dan perspektif baru yang bisa timbul dalam kehidupan. Sadar atau tidak sadar, kita harus mengakui bahwa sejak kedaulatan Indonesia mendapat pengakuan, telah muncul jurang pemisah antara pretensi-pretensi nasional kita dengan tingkah laku pribadi kita sebagai manusia Indonesia atau sebagai kelompok dalam masyarakat kita.

Dunia KiniDunia kita kini ditandai oleh adanya jurang pemisah antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Ukuran yang dipakai sepenuhnya adalah ukuran ekonomi. Karena rumusan yang demikian, hal tersebut menimbulkan yang salah. Seakan negara-negara maju adalah negara yang maju dalam segala hal. Padahal dalam beberapa hal, mungkin dalam bidang non-ekonomi, seperti nilai budaya dan kemanusiaan, negara berkembang memiliki nilai lebih dari negara berkembang.Dalam masyarakat berindustri maju dengan berbasis teknologi, manusia dianggap sebagai sub-sistem yang paling tidak efektif, dan paling cenderung melakukan berbagai kesalahan. Pada intinya, kedudukan manusia di sini telah turun dari tahta kedaulatannya. Hal ini dikarenakan, banyak orang yang percaya bahwa teknologi merupakan satu sisi dari modernisasi. Teknologi memang dapat memecahkan satu persoalan, akan tetapi dapat menimbulkan masalah sampingan, seperti dalam pencemaran lingkungan dan masalah sosial.Dalam bab ini, Mochtar Lubis mengemukakan bahwa kita harus amat peka terhadap teknologi apa yang hendak kita pakai. Seharusnya manusia Indonesia menerapkan perkembangan teknologi dalam kehidupan sehari-hari secara bertahap, hingga apa yang dinamakan keperluan minimal manusia Indonesia telah terpenuhi, barulah kita memikirkan perkembangan selanjutnya. Dengan begitu, sikap dan keadaan dasar dari manusia Indonesia tidak terlalu tergerus oleh adanya modernisasi.Sebuah ciri utama dalam masyarakat berindustri maju dan kaya adalah besarnya jumlah benda-benda yang dibuang. Mungkin terdengar aga ironi, bila dibandingkan dengan di belahan dunia lain masih ada yang sangat-sangat membutuhkan. Hal ini dipengaruhi oleh perilaku konsumtif yang dilakukan oleh manusia di negara berindustri maju. Menghadapi dunia yang seperti ini, sebagai manusia Indonesia kita harus bisa meningkatkan kemampuan untuk memahami, dan mengikuti sebaik-baiknya perkembangan dan perubahan yang terjadi di sekeliling kita.

KesimpulanAda empat kesimpulan umum yang dikemukakan oleh Mochtar Lubis dalam beberapa pembahasan dalam buku ini.Kesatu, di samping wajah buruk tentang manusia Indonesia, masih banyak ciri-ciri manusia Indonesia yang memberi harapan pada kita, asal kita selalu menyadarinya, dan mengurangi sifat-sifat buruk kita, dan mengembangkan yang baik-baik.Kedua, kita harus menciptakan kondisi masyarakat yang bisa mendewasakan diri dan melepaskan dirinya dari kungkungan masyarakat semi atau neo-feodalis.Ketiga, kita menyadari pentingnya belajar menggunakan bahasa Indonesia secara lebih murni, lebih tepat, yang mengandung pengertian kita harus menyesuaikan perbuatan dan perkataan kita.Keempat, kita jangan terus terbayangi oleh sumber-sumber artistik manusia pada masa lampau. Masih banyak kekayaan besar sebagai sumber inspirasi dan dapat mendorong daya imaginasi serta kekreatifan manusia Indonesia kini.