Tugas wasbang

Embed Size (px)

Citation preview

aa1

123


Perbuatan Reno Coreng Pengacara Indonesia JAKARTA, JUMAT - Perbuatan pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Na sional (BPPN) Glenn Yusuf, Reno Iskandarsyah, mencoreng nama baik pengacara Indo nesia. Menurut keterangan Reno pada sidang kasus dugaan suap jaksa Kejaksaan Agung deng an terdakwa Urip Tri Gunawan, dia menjadi perantara antara Urip dan Glenn. Dia j ugalah yang memberikan uang Rp 1 miliar kepada jaksa teladan dari Bali itu. Seju mlah pengacara senior mengutuk perbuatan Reno. Mereka menilai Reno melupakan tug as pokoknya sebagai pengacara, yaitu menegakkan kebenaran di atas segalanya. Pengacara senior sekaligus pengurus Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Darwin Tam pubolon mengatakan, Reno lebih menganggap dirinya sebagai penjual jasa hukum. "K alau saya bilang, idealisme pengacara sekarang ini bukan sekadar keropos, tapi m ereka bahkan tidak sadar telah melupakan kewajiban utamanya. Reno itu lebih meng anggap dirinya sebagai penjual jasa hukum ketimbang sebagai penegak kebenaran. P adahal, itu mutlak di atas segala-galanya lho. Pengadilan itu kan untuk mencari ketenaran materiil sudah menjadi tugas pengacara untuk membantu," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (24/7). Pengacara senior lainnya, Luhut Pangaribuan, menuturkan perbuatan pengacara muda yang baru enam kali menangani kasus pidana itu tidak dibenarkan. Itu melanggar kode etik pengacara Indonesia. "Kalau alasannya karena klien takut, kenapa tidak melapor ke polisi saja. Kenapa mesti memberikan uang?" tukasnya. Sementara itu, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Leonard P Simorangk ir, juga mengatakan Reno telah melanggar kode etik pengacara Indonesia. Sayangny a, perbuatan Reno tersebut tidak dapat ditindak lebih lanjut, jika tidak ada lap oran masyarakat kepada Dewan Kehormatan Peradi. "Ini kan menyangkut kode etik. Mesti ada yang mengadukan dulu ke Dewan Kehormata n Peradi. Apabila tidak ada yang melapor, ya kami tidak bisa mengambil tindakan atas tindakannya itu. Laporan bisa berasal dari masyarakat, pemerintah, ataupun organisasi. Kalau sudah tahu dia melanggar kode etik, dia akan dieksekusi, lalu umumkan. Artinya, dia tidak bisa lagi jadi pengacara," jelasnya.

CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK SEORANG PENGACARA DI INDONESIA March 28th, 2011 Related Filed Under Filed Under: Umum Berikut ini adalah contoh kasus-kasus pelanggaran kode etik seorang pengacara be serta sanksi-sanksinya yang penulis temukan dari beberapa sumber, antara lain: 1.) Pada tahun 2002 Todung adalah salah seorang anggota Tim Bantuan Hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan (TBH KKSK) mewakili Badan Penyehatan Perbankan Nasion al (BPPN) cq Menteri Keuangan cq Pemerintah RI untuk melakukan legal audit terha dap Salim Group yang memiliki antara lain Sugar Group Companies. Namun pada 2006 , Todung malah menjadi kuasa hukum Salim Group dalam perkara Sugar Group di Lamp ung. Perbuatan Todung menjadi kuasa hukum Salim itu diadukan ke Dewan Kehormatan Peradi oleh Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum Sugar Group. Atas kasus tersebut,

Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DKI Jakarta memberhen tikan secara tetap Todung Mulya Lubis sebagai advokat karena terbukti telah mela nggar Kode Etik Advokat Indonesia dan membayar biaya perkara sebesar Rp 3,5 juta . (Sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=199899) 2.) Kasus dugaan pelanggaran kode etik ini terkait sebuah kasus di Pengadilan Ni aga Jakarta. Babbington Developments Limited mengajukan permohonan pembatalan pe rjanjian perdamaian antara PT Polysindo Eka Perkasa Tbk dan para krediturnya. Pe rjanjian perdamaian ini adalah tindaklanjut dari putusan Mahkamah Agung yang men yatakan Polysindo pailit. Pengadilan Niaga Jakarta akhirnya menolak permohonan p embatalan perjanjian perdamaian yang kemudian langsung dikasasi oleh Babbington. Dalam proses persidangan di Pengadilan Niaga, Polysindo memperoleh informasi ba hwa kedudukan Babington di Hongkong ternyata palsu. Lalu, Sengketa ini pun merem bet ke ranah pidana. Polysindo melalui Mehbob selaku kuasa hukum melaporkan Harr y Ponto, kuasa hukum Babington, ke pihak Kepolisian karena dituding mengajukan b ukti dokumen palsu. Harry yang juga Sekretaris Jenderal DPN Peradi berkelit. Ia beralasan ada salah ketik, seharusnya kedudukan Babington tertulis di British Vi rgin Island. Aksi lapor polisi disambut dengan aksi aduan dugaan pelanggaran kod e etik ke Peradi. Benny Ponto dan Duma Siagian, rekan kerja Harry di kantor huku m Kailimang and Ponto, mengadukan Mehbob (Teradu I) ke Dewan Kehormatan Peradi D KI Jakarta. Selain itu, Oscar Sagita (Teradu II), Dakila E Pattipeilohy (Teradu III), Peter Kurniawan (Teradu IV), dan Lalu Bayu (Teradu V), semuanya dari kanto r hukum Cakra and Co juga dijadikan Teradu. Majelis menjatuhkan sanksi berupa te guran tertulis atau sebagai peringatan keras kepada Terbanding I. Sementara, Ter banding II, III, IV, dan V dikenai sanksi teguran lisan atau sebagai peringatan ringan. Secara tanggung renteng, para terbanding juga diwajibkan membayar biaya perkara total sebesar Rp7 juta. (Sumber: http://pahamjkt.multiply.com/journal/item/12/Melaporkan_Advokat_Lain_ke _Polisi_adalah_Pelanggaran_Kode_Etik) 3.) Berita di beberapa media massa di Bali (6/11/2009), di depan persidangan yan g digelar di Pengadilan Negeri Denpasar salah satu saksi (I Nengah Mercadana) da lam perkara pembunuhan A.A. Prabangsa menyatakan bahwa saksi telah diarahkan ole h advokat untuk memberikan keterangan palsu. Tak tanggung-tanggung saksi berani menunjuk tangan ke arah Advokat bernama (I Made Suryadarma) yang disebut saksi s ebagai Advokat yang mengarahkannya untuk memberi keterangan palsu. Dengan lugas saksi (I Nengah Mercadana) mengungkapkan cara dari Advokat (I Made Suryadarma) m engarahkannya untuk memberikan keterangan palsu. Walhasil, berbagai komponen huk um terutama dari kalangan profesi advokat mengecam perilaku dari advokat tersebu t. Bahkan berbagai organisasi profesi jurnalis gerah dan mulai mengambil tindaka n atas peristiwa yang dianggap sebagai pencederaan hukum di Indonesia. (Sumber: http://alwalindonews.com/blog/2010/08/20/3/) 4.) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) segera mengumpulkan keterangan tentan g kemungkinan pelanggaran kode etik advokat oleh Kantor Hukum `Ihza and Ihza`, k antor advokat yang mengurus pencairan uang Tommy Soeharto dari Bank Paribas, Lon don. Peradi sudah mengagendakan untuk meminta keterangan pada advokat di Ihza and Ihza, kata Sekretaris Jenderal Peradi, Harry Ponto dalam sebuah diskusi yang dif asilitasi oleh Indonesian Coruption Watch (ICW) di Jakarta, Senin. Pemeriksaan i tu, kata Ponto, terkait dengan penggunaan nama mantan Menteri Hukum dan Ham Yusr il Ihza Mahendra dalam nama kantor hukum tersebut. Penggunaan nama orang yang bu kan advokat pada sebuah kantor advokat adalah sebuah bentuk pelanggaran kode eti k advokat, terutama pasal 3 ayat (1). Menurut Harry, apabila Dewan Kehomatan Per adi benar-benar menemukan pelanggaran kode etik, maka sejumlah advokat yang terg abung dalam kantor hukum `Ihza and Ihza` dapat dikenai hukuman. Hukuman yang dim aksud Harry bervariasi, mulai dari tingkat kesalahan yang dilakukan, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara selama tiga hingga 12 b ulan, serta pemberhentian sementara berupa pencabutan izin advokat. (Sumber: http://www.antaranews.com/view/?i=1177327427&c=NAS&s=)

5.) Sebuah kasus pelanggaran KEAI diajukan oleh Komite Aksi Solidaritas Untuk Mu nir (KASUM) kepada Dewan Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (DKD PE RADI) Jakarta. KASUM mengadukan M. Assegaf dan Wirawan Adnan yang tergabung dala m tim kuasa hukum Pollycarpus Budiharto atas dugaan pelanggaran KEAI. Keduanya d ianggap telah melanggar ketentuan Pasal 7 huruf (e) KEAI. Ketentuan dalam Pasal 7 huruf (e) KEAI mengatur bahwa advokat tidak dibenarkan mengajari dan/atau memp engaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau o leh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana. Dalam kasus ini, keduanya dianggap telah mempengaruhi saksi dengan mengirimkan surat klarifikasi kepada Badan Inte lijen Negara (BIN). Selain itu, mundurnya kedua pengacara senior tersebut dari t im penasihat hukum Indra Setiawan juga dianggap melanggar kode etik. Kemudian se telah melakukan pemeriksaan atas aduan tersebut, berjalan selama kurang lebih 6 bulan, pada hari Jumat 14 Maret 2007 DKD PERADI menjatuhkan putusan. Dalam putus an tersebut, Majelis Kehormatan yang dipimpin oleh Alex R. Wangge ini menghukum M. Assegaf dan Wirawan Adnan dengan pemberian peringatan keras karena sifat pela nggarannya berat. (Sumber: http://yanuaradityap.blogspot.com/2010/05/makalah-etika-profesi-hukum.html)