Upload
shahmila-serangan
View
871
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
TUMOR MEDULA SPINALIS + PARAPARESE INFERIOR
FLACCID TIPE SENTRAL + INKONTINENSIA URIN DAN
ALVI
Oleh:
Herka Pratama Putra S. Ked (04108705032)
Shahmila Serangan (04018705098)
Pembimbing : Dr. H. Hasnawi, SpS(K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF (NEUROLOGI)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSMHPALEMBANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
TumorMedula Spinalis + Paraparese Inferior Flaccid Tipe Sentral +
Inkontinensia Urin dan Alvi
Oleh:
Herka Pratama Putra S. Ked (04108705032)
Shahmila Serangan (04018705098)
Telah diterima sebagai salah satu syarat kepanitraan klinik senior periode13
Februari – 12 Maret 2012 di Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya / RSMH Palembang.
Palembang, Februari 2012
Pembimbing
Dr. H.Hasnawi, SpS(K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Kedokteran Saraf. Dengan
disusunnya laporan kasus ini, diharapkan bisa sedikit memberikan
gambaran Space occupying Lesion di Medula Spinalis, khususnya untuk
mengetahui cara penegakan diagnosis dan penatalaksaannya bagi dokter
umum.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. H. Hasnawi, Sp.
S (K), Selaku pembimbing penyusunan laporan kasus ini dengan
memberikan bimbingan dan nasehat dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga
kepada teman-teman, serta staf bagian saraf, dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Dengan menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan yang terdapat dalam penulisan
laporan kasus ini, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan
penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii
KATA PENGHANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULAUN................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS........................................................................... 2I. Identikasi............................................................................................. 2
II. Anamnesa............................................................................................. 2
III. Pemeriksaan Fisik...............................................................................
IV. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................
V. Pemeriksaan Khusus..........................................................................
VI. Diagnosis Banding...............................................................................
VII. Diagnosa...............................................................................................
VIII. Pengobatan..........................................................................................
IX. Rencana Pemeriksaan........................................................................
X. Prognosa...............................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................I. Tumor Medulla Spinalis.....................................................................
II. Paraparese...........................................................................................
III. Inkontinensia Urin dan Alvi..............................................................
BAB IV KESIMPULAN.................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang
jarang terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui
gejala-gejala serta bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang
datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium
lanjut) sehingga cara penanggulangannya hanya bersifat life-saving.1
Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari
total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan
insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita
pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.
Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan
20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada 2,3
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor
di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset
biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset
gejala. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui
karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan.1,3
BAB II
LAPORAN KASUS
I.IDENTIFIKASINama : Tn. RK
Umur : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : OKI
Agama : Islam
MRS Tanggal : 9 Desember 2011
II. ANAMNESA (Autoanamnesa)
Penderita dirawat di bagian syaraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang
disebabkan kelemahan pada kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-lahan.
± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami kelemahan
pada kedua tungkai setelah jatuh terduduk saat memindahkan motor.Penderita
mengeluh semakin lama semakin berat disertai dengan nyeri pinggang sebelah
kanan namun penderita masih bisa berjalan + 20m.Penderita merasa terdapat
benjolan di punggung kanan bawah, sebesar telur puyuh, nyeri tekan ada,
permukaan halus, konsistensi kenyal, immobile yang semakin
membesar.Penderita tidak merasa saat BAK dan BAB.
+ 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, kedua tungkai penderita tidak
dapat digerakkan, penderita sudah tidak dapat berjalan lagi. Sehari-hari hanya
berada di tempat-tidur.Gangguan sensibilitas berupa rasa kebas dan gangguan baal
mulai dirasakan dari kedua kaki hingga ke daerah perut.BAB dan BAK masih
tidak terasa.
Riwayat trauma jatuh terduduk ada. Riwayat demam tidak ada.Riwayat
batuk lama tidak ada.Riwayat kontak dengan penderita TB tidak ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Internus Tanda Vital
Kesadaran: Compos mentis GCS = 15 (E:4, M:6, V:5)
Tekanan Darah: 120/ 80 mmHg
Nadi: 84 x/m
Pernapasan: 16 x/m
Suhu Badan: 36,5 ºC
Berat Badan: 45 kg
Tinggi Badan: 164 cm
Pemeriksaan SistemKepala & leher : JVP 5-2 cmH2O
Thoraks :
Jantung : HR : 84 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, timpani,
BU (+) normal
Genitalia : Tidak diperiksa
Ekstremitas : edema (-), deformitas (-)
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikis : ada
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : brachiocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normocephali Fraktur : ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah :pelebaran (-)
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kakukuduk : tidak ada Pembuluhdarah : pelebaran (-)
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia tidak ada tidak ada
Hyposmia tidak ada tidak ada
Parosmia tidak ada tidak ada
N.Opticus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S
Anopsia tidak ada tidak ada
Hemianopsia tidak ada tidak ada
Fundus Oculi
- Papil edema tidak ada tidak ada
- Papilatrofi tidak ada tidak ada
- Perdarahan retina tidak ada tidak ada
Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens
Kanan Kiri
Diplopia ada tidak ada
Celah mata tidak ada tidak ada
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak ada
- Exophtalmus tidak ada tidak ada
- Enophtalmus tidak ada tidak ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Reflekscahaya
- Langsung (+) (+)
- Konsensuil (+) (+)
- Akomodasi (-) (-)
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada
N.Trigeminus Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit tidakadakelainan
- Trismus tidakadakelainan
- Refleks kornea tidakadakelainan
Sensorik
- Dahi tidakadakelainan
- Pipi tidakadakelainan
- Dagu tidakadakelainan
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
Mengerutkandahi tidak berkerut tidakadakelainan
Menutupmata lagofthalmus tidakadakelainan
Menunjukkangigi tidakadakelainan
Lipatannasolabialis tidakadakelainan
BentukMuka
- Istirahat tidakadakelainan
- Berbicara/bersiul tidakadakelainan
Sensorik
2/3 depan lidah tidakadakelainan
Otonom
- Salivasi tidakadakelainan
- Lakrimasi tidakadakelainan
- Chvostek’s sign tidak ada tidak ada
N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Suara bisikan belum bisa dinilai
Detik arloji belum bisa dinilai
Tes Weber belum bisa dinilai
Tes Rinne belum bisa dinilai
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada
Vertigo tidak ada
N. Glossopharingeusdan N. Vagus
Arcuspharingeus tidakadakelainan
Uvula tidakadakelainan
Gangguan menelan tidakadakelainan
Suara serak/sengau tidak ada kelainan
Denyut jantung tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah tidakadakelainan
- Batuk tidakadakelainan
- Okulo kardiak tidakadakelainan
- Sinus karotikus tidakadakelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidakadakelainan
N. Accessorius
Mengangkatbahu simetris
Memutarkepala tidakadakelainan
N. Hypoglossus
Mengulur lidah tidak ada kelainan
Fasikulasi tidak ada
Atrofipapil tidak ada
Disartria tidak ada
MOTORIK LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulna Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner tidak ada tidak ada
- Leri tidak ada tidak ada.
- Meyer tidak ada tidak ada
Trofik tidak ada tidak ada
TUNGKAI Kanan Kiri
Gerakan Kurang Kurang
Kekuatan 1 4
Tonus Menurun Menurun
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- K P R Menurun Menurun
- A P R Menurun Menurun
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks Kulit Perut
- Atas : tidakadakelainan
- Tengah : tidakadakelainan
- Bawah : tidakadakelainan
- Reflekscremaster : tidakadakelainan
- Trofik : tidakadakelainan
SENSORIK
Belum bisa dinilai
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Inkontinensia Urin
Defekasi : Inkontinensia Alvi
Ereksi : tidakadakelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : belum bisa dinilai
Lordosis : belum bisa dinilai
Gibbus : belum bisa dinilai
Deformitas : belum bisa dinilai
Tumor : belum bisa dinilai
Meningocele : belum bisa dinilai
Hematoma : belum bisa dinilai
Nyeri ketok : belum bisa dinilai
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : tidak ada
Kerniq : tidak ada
Lasseque : tidak ada
Brudzinsky
- Neck : tidak ada
- Cheek :tidak ada
- Symphisis :tidak ada
- Leg I :tidak ada
- Leg II :tidak ada
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait KeseimbangandanKoordinasi
Ataxia : belum bisa dinilai Romberg : belum bisa dinilai
Hemiplegic : belum bisa dinilai Dysmetri : belum bisa dinilai
Scissor : belum bisa dinilai - jari-jari : belum bisa dinilai
Propulsion : belum bisa dinilai - jarihidung : belum bisa dinilai
Histeric : belum bisa dinilai - tumit-tumit : belum bisa dinilai
Limping : belum bisa dinilai Rebound phenomen : belum bisa dinilai
Steppage :belum bisa dinilai Dysdiadochokinesis : belum bisa dinilai
Astasia-Abasia: belum bisa dinilai Trunk Ataxia : belum bisa dinilai
Limb Ataxia : belum bisa dinilai
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasiamotorik : tidak ada
Afasiasensorik: tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (21 Februari 2012)
1) Hemoglobin : 11,7g/dl ( N: 12-16 g/dl )
2) Hematokrit : 36 vol% ( N: 37-43 vol% )
3) Eritrosit. : 4.100.000 ( N: 4,5-5,5 juta)
4) Trombosit : 398.000 / mm3 ( N: 200000-500000/ mm³ )
5) Leukosit : 7400/ mm3 ( N: 5000-10000/ mm³ )
6) Diff. Count :
- Basofil : 0 (N: 0-1)
- Eosinofil: 2 (N: 1-3)
- Batang : 0 (N: 2-6)
- Segmen : 72 (N: 50-70)
- Limfosit : 23 (N: 20-40)
- Monosit : 3 (N: 2-8)
Kimia Klinik:
1) BSS : 142 mg/dl
2) Ureum : 26 mg/dl (N: 15-39 mg/dl)
3) Creatinin : 0,9 mg/dl (N: 0,9-1,3 mg/dl)
4) Calsium : 2,26 mmol/l (N: 6,0-7,8 g/dl)
5) Natrium : 139 mmol/l (N: 135-155)
6) Kalium : 4,0 mmol/l (N: 3,5-5,5)
7) CK-MB : 20
8) CK-NAK : 44
9) Trigliseride : 125 mg/dl
10) SGOT : 18
11) SGPT : 15
12) HDL-Kol : 44 mg/dl
13) LDL-Kol : 76 mg/dl
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen foto thoraks PA : Radiologis tidak tampak kelainan ThoraxRontgen V.Thoracal AP/Lat : Tampak lesi litik pada corpus v.thoracal 12Ct-Scan Lumbar : Distruksi dari procesus spinous L3 dan
massa setinggi procesus spinous L3
dengan infiltrasi ke spinal cordMRI Lumbar :
RINGKASAN
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian syaraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang
disebabkan kelemahan pada kedua tungkai yang terjadi secara perlahan-lahan.
± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami kelemahan
pada kedua tungkai setelah jatuh terduduk saat memindahkan motor.Penderita
mengeluh semakin lama semakin berat disertai dengan nyeri pinggang sebelah
kanan namun penderita masih bisa berjalan + 20m.Penderita merasa terdapat
benjolan di punggung kanan bawah, sebesar……nyeri tekan, permukaan halus,
konsistensi kenyal, immobile yang semakin membesar.Penderita tidak merasa saat
BAK dan BAB.
+ 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, kedua tungkai penderita tidak
dapat digerakkan, penderita sudah tidak dapat berjalan lagi. Sehari-hari hanya
berada di tempat-tidur.Gangguan sensibilitas berupa rasa kebas dan gangguan baal
mulai dirasakan dari kedua kaki hingga ke daerah perut.BAB dan BAK masih
tidak terasa.
Riwayat trauma jatuh terduduk ada. Riwayat demam tidak ada.Riwayat
batuk lama tidak ada.Riwayat kontak dengan penderita TB tidak ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.
PEMERIKSAAN
Status Generalis
Kesadaran: Compos mentis; GCS = 15 (E:4, M:6, V:5)
Tekanan Darah: 120/ 80 mmHg
Pernapasan: 16 x/m
Nadi: 84 x/m
Suhu Badan: 36.5ºC
Status Neurologikus
Nn. Craniales
N. III : Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+
Gerakan bola mata: Kanan Kiri
Fungsi Motorik
Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri
Gerakan cukup cukup kurang kurang
Kekuatan 5 5 1 4
Tonus normal normal normal normal
Klonus tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis normal normal menurun menurun
Refleks patologis tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
Fungsi Sensorik : Hipestesia mulai ujung jari kaki sampai dengan lipatan
paha.
Fungsi Luhur : Tak ada kelainan
Fungsi Vegetatif :Inkontinensia Urine et alvi (+)
GRM : Tidak ada
Gerakan Abnormal : Tidak ada
Gait dan Keseimbangan : Belum dapat dinilai
VI. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa Banding Etiologi
1. Kontusio medullae Pada penderita ditemukan
gejala:
Gejala: Riwayat Trauma
Kelemahan bersifat akut dan
permanen
Riwayat trauma (+)
Kelemahan bersifat akut dan
permanen
Jadi kemungkinan kontusio medullae belum dapat disingkirkan.
2. Myelitis Pada penderita ditemukan gejala:
Gejala: Riwayat Demam
Kaku kuduk dan tubuh bagian
belakang nyeri
Kelainan motorik asimetris
Riwayat demam (-)
Tidak terdapat kaku kuduk dan
tubuh bagian belakang nyeri
Paraparese inferior flaksid (asimetris)
Jadi kemungkinan myelitis dapat disingkirkan.
3. Subdural Hematom spinalis Pada penderita ditemukan gejala:
Gejala: Riwayat Trauma
Kelemahan bersifat kronik progresif
Riwayat trauma (+)
Kelemahan bersifat akut dan
permanen
Jadi kemungkinan subdural hematom spinalis belum dapat disingkirkan.
VII. DIAGNOSA
Diagnosis Klinik : Paraparese Inferior flaccid + Hipestesia mulai
ujung jari kaki sampai dengan lipatan paha +
Inkontinensia Urine et alvi
Diagnosa Topik : Lesi transversal parsial Medulla spinalis setinggi
segmen L3-4
Diagnosa Etiologi : Tumor Medula Spinallis
VIII. PENGOBATAN
IVFD NaCl 0,9 % gtt xx/m
Vit B1 B6 B12 3 x 1 tab
Na didofenac 2 x 50mg
Diet TKTP
Fisioterapi
IX. RENCANA PEMERIKSAAN
Konsul Bedah Saraf
X. PROGNOSA
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Tumor medula spinalisadalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas tumor primer
dan sekunder. Tumor primer adalah tumor yang jinak yang berasal dari
tulang ,serabut saraf, selaput otak dan jaringan otak dan tumor yang ganas yang
berasal dari jaringan saraf dan sel muda seperti Kordoma. Tumor sekunder
merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut ,
pelvis dan tumor payudara.1
3.2 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui
secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai
15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan
perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga
50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen
thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.2,3
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan(30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.6
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat
tumbuh pada medula spinalis.Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi
yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor
spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari
tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada
remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal
dan servikotorakal.Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral
atau pada conus medularis.Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang
tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular
medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan
von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan
mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1.4,5
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma.Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal.Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor.Meningioma menempati kira-kira 25%
dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum.4,5
3.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-
ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg
Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya
Ekstra dural Intradural ekstramedular Intradural intramedular
Chondroblastoma
Chondroma
Hemangioma
Lipoma
Lymphoma
Meningioma
Metastasis
Neuroblastoma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Osteochondroma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral hemangioma
Ependymoma, tipe myxopapillary
Epidermoid
Lipoma
Meningioma
Neurofibroma
Paraganglioma
Schwanoma
Astrocytoma
Ependymoma
Ganglioglioma
Hemangioblastoma
Hemangioma
Lipoma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Oligodendroglioma
Teratoma
3.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-
sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut.Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis.Astrositoma
dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya,yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3.6
3.5 MANISFESTASI KLINIS
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi
dalam tiga tahapan3, yaitu:
Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
Sindroma Brown Sequard
Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai
disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:
Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.3
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga
diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor
di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh
yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada
tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri
yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat
batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical
dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan
tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri
punggung atau nyeri pada tungkai.7
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi Tanda dan Gejala
Foramen
Magnum
Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan
muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX
hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi
radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga
menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian
atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai
darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada
umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan.
Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat
menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,
brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,
melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan
pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri
akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal
bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor
(umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang
mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak
segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf
desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi.
Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi
refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan
mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas
tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks
pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya
dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian
bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta
kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah
perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan
kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah
sakral bagian bawah.
Kauda
Ekuina
Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-
tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau
perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis
flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan
terkadang asimetris.
3.5.1 Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi
pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat
merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,
minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,
yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin
menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat
gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,
nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural5
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis
keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,
tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.
Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral.
Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level
torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1
cm).
Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang
tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada
penekanan atau palpasi.
3.5.2 Tumor Intradural-Ekstramedular3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik
progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak
adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada
satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan
gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
39% lokasinya disegmen thorakal
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia
pertengahan
Pertumbuhan lambat
Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan
gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler
biasanya bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek
3.5.3 Tumor Intradural-Intramedular3,6
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa
terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan
seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).
a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
Wanita lebih dominan
Nyeri terlokalisir di tulang belakang
Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
Menunjukkan gejala kronis
Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan
b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Prevalensi pria sama dengan wanita
Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
Nyeri bertambah saat malam hari
Parestesia (sensasi abnormal)
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak
pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.
Penurunan sensasi kolumna posterior
Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi
3.6 Diagnosis7
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di
bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal.
Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung
hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan
osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya
Ca payudara.
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,
bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,
perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan
yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.
3.7 Diagnosis Banding6
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
Mechanical Back Pain
Brown-Sequard Syndrome
Infeksi Medula Spinalis
Cauda Equina Syndrome
3.8 Inkontinensia Urin dan Alvi
I.Definisi
Inkontinensia urin menurut International Continence
Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara
involunter yang menimbulkan masalah sosial dan hygiene
serta secara objektif tampak nyata
II. Klasifikasi
Inkontinensia urin diklasifikasikan kepada 3 tipe yaitu Transient
Incontinence, True Incontinence / Established Incontinence
dan Inkontinensia fungsional.
a. Transient Incontinence12,13,15,17
Inkontinensia transien sering terjadi pada usila.Jenis
inkontinesia ini mencakup sepertiga kejadian inkontinensia
pada masyarakat dan lebih dari setengah pasien
inkontinensia yang menjalani rawat inap.Penyebabnya
sering disingkat menjadi DIAPPERS (tabel 1.1).
Tabel 1.1 Penyebab-penyebab inkontinensia transien
(reversibel)
Delirium / confusional state
Infection –urinary (symptomatic)
Atrophic urethritis / vaginitis
Pharmaceuticals
Psychological
Excessive urine output (cardiac, DM)
Restricted mobility
Stool impaction
Diadaptasi dari After Du Beau, Resnick, N.M : Evaluation of
the causes and severity of geriatricincontinence. Urol Clin
Nort Am 1991; 18(2):243-256
b.True Incontinence / Established Incontinence
Jika kebocoran menetap setelah penyebab inkontinensia
transien dihilangkan, perlu dipertimbangkan penyebab
inkontinensia yang berasal dari traktus urinarius bagian
bawah.13,15,16
True incontinence dapat diklasifikasikan menjadi :
i. Stress incontinence15,17,18
Genuine stress incontinence (GSI) terjadi saat tekanan
intravesikal melebihi tekanan maksimum uretra tanpa
disertai aktivitas detrusor yang menyertai peningkatan
tekanan intra abdominal. Peningkatan tekanan intra
abdominal biasanya terjadi saat batuk, bersin, tertawa dan
aktivitas fisik tertentu (contoh : mengedan). GSI dapat
terjadi karena penurunan leher kandung kemih dan uretra
bagian proksimal, hilangnya tahanan uretra atau keduanya
(paling sering).
Tekanan uretra yang rendah didefinisikan sebagai suatu
kondisi dimana tekanan uretra maksimum kurang dari
20cmH2O atau Valsava leak pressure kurang dari 60cm
H2O.
ii. Overflow incontinence1,2,15
Terjadi karena kandung kemih mengalami distensi secara
berlebihan hingga ke titik dimana tekanan intravesikal
melebihi tahanan uretra (tahanan outlet), tetapi tanpa
disertai dengan adanya aktivitas detrusor atau relaksasi
outlet.
Kondisi ini bisa terjadi karena dua hal :
1. Obstruksi outlet kandung kemih contoh Benign Prostat
Hyperplasia pada pria, stenosis uretra pada wanita,
kontraktur leher kandung kemih, pasca operasi anti
inkontinen seperti pubovaginal sling atau bladder neck
suspension.
2. Kandung kemih atoni seperti pada diabetic
autoneuropathy, spinal cord trauma, herniated lumbar
disc, peripheral neuropathy.
iii. Urge incontinence15,17,18
Tipe inkontinensia ini ditandai dengan adanya keinginan
berkemih yang kuat secara mendadak tetapi disertai
dengan ketidakmampuan untuk menghambat reflex
miksi, sehingga pasien tidak mampu mencapai toilet
pada waktunya.
Riwayat kondisi ini khas dengan adanya gejala
overactive bladder (frekuensi, urgensi) serta faktor-
faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi, seperti cuaca
dingin, situasi yang menekan, suara air mengalir.
Urge incontinence dapat disebabkan oleh karena
detrusor myopathy, neuropathy atau kombinasi dari
keduanya. Bila penyebabnya tidak diketahui maka
disebutdengan idiopathic urge incontinence.
iv. Reflex incontinence15
Hilangnya inhibisi sentral dari jaras aferen atau eferen
antara otak dan sacralspinal cord.Kondisi ini terjadi
sebagai akibat kelainan neurologis susunan
syarafpusat.Merupakan suatu bentuk inkontinensia
dengan keluarnya urin (kontraksidetrusor involunter)
tanpa suatu bentuk peringatan atau rasa penuh (sensasi
urgensi).
Biasanya terjadi pada pasien stroke, Parkinson, tumor
otak, SCI atau multiple sclerosis.Adanya relaksasi uretra
yang tidak tepat atau beberapa bentuk abnormalitas
sfingter diduga merupakan penyebab terjadinya hal ini.
v. Mixed Incontinence18
Merupakan inkontinensia urin kombinasi antara stress
dan urge incontinence. Pada kondisi ini outlet kandung
kemih lemah dan detrusor bersifat overactive. Jadi
pasien akan mengeluhkan adanya keluarnya urin saat
terjadi peningkatan tekanan intra abdominal disertai
dengan keinginan kuat untuk berkemih. Penyebab yang
paling sering adalah kombinasi hipermobilitas uretra
dan intabilitas detrusor.Salah satu contoh klasik
keadaan ini tampak pada pasien meningomyelocele
disertai dengan leher kandung kemih yang inkompeten
dan detrusor hyperreflexic.
vi. Total incontinence15
Kondisi ini terjadi pada dua situasi :
1. Saat terdapat abnormalitas kongenital traktus
urinarius bagian bawah, contoh insersi ureter ektopik
dibawah sfingter eksternal. Pasien mengeluhkan adanya
dribbling urin secara terus menerus.
2. Pasca operasi (lebih sering) contoh vagino-vesical
fistula, pasca TURP, pasca prostactetomy radikal.
Terjadi kebocoran terus menerus dan kandung kemih
tidak lagi mampu untuk melakukan fungsi
penyimpanan.
3.2.3 Inkontinensia fungsional 1,2
Inkontinensia fungsional terutama terjadi pada usila dan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, mobilitas, deksteritas
manual, faktor medis serta motivasi sehingga seseorang
mengalami gangguan saat ingin berkemih. Faktor-faktor ini
penting untuk diingat, karena perbaikan kecil faktor
tersebut akan menyebabkan membaiknya inkontinensia
dan status fungsional. Kenyataannya, setelah dokter
mengesampingkan penyebab inkontinensia yang bersifat
sementara dan lesi yang serius pada traktus urinarius,
perhatian pada faktor-faktor ini sering diperlukan untuk
pemeriksaan selanjutnya. Terapi fisik dengan memperbaiki
kelainan mobilitas dan penyesuaian lingkungan dapat
memperbaiki fungsi berkemih dengan cukup baik
3.8 Penatalaksanaan10
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.1
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus,
mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis).
b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya
dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi
bertulang; analgesik untuk nyeri.
Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-
4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas
dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi
dengan komplikasi yang lebih sedikit.
c.Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan
derajatblok dan kecepatan deteriorasi
bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:
penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,
teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV
setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama
radiasi, selama 2 minggu.
bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan
deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama
perawatan sesuai toleransi.
d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang
tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
e. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya
dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop
digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi
bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat
terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan
sebagai metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,
kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya
terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal
atau melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
3.9 Komplikasi6,8
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
Paraplegia
Quadriplegia
Infeksi saluran kemih
Kerusakan jaringan lunak
Komplikasi pernapasan
Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:
Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi
pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang
belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat
terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan
hidrosefalus.
3.10 Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi.Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).8
BAB 3
KESIMPULAN
Tumor medula spinalisadalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama,
kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,
diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural.Selanjutnya,
tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang
tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta
tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer. Gejala umum
akibat adanya kompresi, antara lain nyeri, perubahan sensori dan gangguan
motorik.
Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI
spinalis merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien
dengan lesi pada medula spinalis. MRI merupakan modalitas pencitraan primer
untuk penyebaran ke medula, reduksi ruang CSF disekitar tumor. Cairan spinal
(CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan Santokhrom, dan kadang-
kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan
spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan
paralisis yang komplit.
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].
3. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar
%20japardi43.pdf. [1 April 2011].
4. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].
5. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New
York: Thieme. Page 146-147.
6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management
of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].
7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. [1 April 2011].
8. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama