Upload
dentiko-mutou
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aai
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dokter spesialis dibidang kecantikan sering mendapati ada pasien yang meminta
dilakukannnya operasi plastik. Sebagai dokter muslim, hal ini sering menjadi kontroversi pribadi
karena dengan melakukn operasi plastik, seorang dokter itu bisa dianggap berusaha mengubah
ciptaan Allah. Dari situ muncul lah pertanyaan, bolehkah operasi plastik itu dilakukan? Untuk
menjawab lah tersebut, perlu kiranya seorang dokter menelaah lebih dalam hukum-hukum
operasi plastik menurut Al Qur'an, Al Hadist, dan dari ilmu kedokteran itu sendiri.
Skenario pada tutorial asistensi agama islam tentang operasi plastik membahas tentang
seorang ibu yang meminta seorang dokter spesialis kecantikan untuk melakukan operasi plastik
pada putrinya yang setengah wajahnya rusak karena terkena air keras secara tidak sengaja ketika
melaksanakan kegiatan praktikum di sekolahnya. Dari skenario tersebut, hal-hal yang perlu
ditinjau adalah boleh tidaknya operasi plastik dilakukan.
TUJUAN
1. Mengetahui boleh tidaknya operasi plastik menurut Al Qur'an.
2. Mengetahui boleh tidaknya operasi plastik menurut Al Hadist.
3. Mengetahui boleh tidaknya operasi plastik menurut ilmu kedokteran.
4. Mengetahui apa yag harus dilakukan seorang dokter muslim bila diminta melakukan
operasi plastik.
MANFAAT
Mahasiswa mampu mempertimbangkan dan megambil keputusan dalam melakukan
operasi plasti pada pasien sesuai Al Qur'an, Al Hadist, dan ilmu kedokteran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Operasi plastik atau dikenal dengan "Plastic Surgery" atau dalam bahasa arab "Jirahah
Tajmil" adalah bedah/operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian
di dalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau
dibuang, bertujuan untuk memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh.
Menurut ulama hadist, operasi plastik ada 2, yaitu:
1. Untuk mengobati aib yang ada dibadan, atau dikarenakan kejadian yang menimpanya
seperti kecelakaan, kebakaran atau yang lainya. Maka operasi ini dimaksudkan untuk
pengobatan.
2. Atau untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap
mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang, istilah yang kedua ini adalah untuk
kecantikan dan keindahan.
Jenis-jenis operasi plastik menurut kesengajaan dilakukan operasi juga dibagi 2, yaitu:
1. Operasi tanpa ada unsur kesengajaan, yaitu operasi plastik yang disarankan dokter untuk
menutup aib sejak lahir (bibir sumbing, polydactil, dll), untuk menghilangkan penyakit
(lepra, kusta), atau karena kecelakaan yang dapat mengakibatkan depresi yang berujung pada
berkurangnya kualitas hidup atau gila (luka bakar, luka penganiayaan, dll)
2. Operasi yang disengaja, yaitu operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan)
atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan
dan mempercantik diri. Termasuk operasi ini dalah operasi pada bgian-bagian badan dan
operasi mempermuda.
Ayat-ayat dari Al Qur'an yang bersesuaian dengan kasus ini antara lain:
“... dan janganlah kamu menjtuhkan dirimu sendiri kepada kebinasaan...”
(Q.S Al Baqarah :195)
“... dan janganlah kamu membunuh dirimu...”
(Q.S An Nisaa' : 29)
Kedua ayat Al Qur'an diatas menyatakan bahwa manusia dilarang mencelakakan diri
sendiri yang salah satu caranya adalah dengan menolak mengobati penyakitnya. Artinya, jika
memang suatu penyakit harus dihilangkan dengan operasi plastik maka seseorang itu
diperbolehkan melakukan operasi tersebut.
Sedangkan pada ayat laindisebutkan sebagai berikut:
“Yang dila'nati Allah dan syaitan itu mengatakan: sya akan mengambil dari hamba-hamba
Engkau bahagian yang sudah ditentukan. Dan aku akan benar-benar menyesatkan mereka, dan
akan membangkitkan angan-angan kosongpada mereka, dan akan menyuruh mereka
(memotong telinga-telinga ternak), lalu merek benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh
mereka (merobah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar merobahnya...”
(Q.S An Nisaa' : 118-119)
“Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan
tubuhmu) seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.”
(Q.S Al Infithaar : 7-8)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam benuk yang sebaik-baiknya”
(Q.S At Tiin : 4)
Ayat-aat diatas adalah ayat-ayat yang menyatakan betapa Allah telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang berbeda-beda namun sempurna.hal ini menegaskan bahwa
sesungguhnya manusia sudah tidak perlu lagi, bahkan dilarang menambah, mengurangi, atu
mengubah bagian-bagian tubuhnya untuk tampak lebih menarik.
Dari segi hadist, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah ibn
Mas'ud Ra.Rasulullah Saw bersabda "Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang
meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang
mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah." dari hadits ini, dapat
diambil sebuah dalil bahwa Allah Swt. melaknat mereka yang melakukan perkara mengubah
ciptaan Allah.
Hadist senada diriwayatkan oleh Ashabis Sunan sebagai berikut, dari Asmaa Ra., bahwa
ada seorang perempuan yang mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, " Wahai Rasululllah,
dua orang anak perempuan ku akan menjadi pengantin, akan tetapi ia mengadu kepadaku
bahwa rambutnya rontok, apakah berdosa jika aku sambung rambutnya?", maka Rasulullah
pun menjawab, "Sesungguhnya Allah melaknat perempuan yang menyambung atau minta
disambungkan (rambutnya)" Hadist ini dengan jelas mengatakan bahwa haram hukumnya
bagi orang yang menyambung rambutnya atau istilah sekrang dikenal dengan konde, wig atau
istilah-istilah lain, dan jauh dari rahmat Allah Swt.
Ada syarat diperbolehkannya bedah plastik dalam islam yaitu memiliki keperluan untuk
tujuan kesehatan semata. Kemudian untuk kometik, disyaratkan kandungannya halal (tidak
najis, mengandung kolagen, atau plasenta), dan tidak berlebihan. khusus berhias diri, bagi istri
yang ingin menyenangkan suami, sangat dianjurkan. (Fitri Firdausyah, 2007)
Dari segi hukum kedokteran yang melandasi ilmu kedokteran, terdapat undang-undang
sebagai berikut:
UU kesehatan no 23 tahun 1992 bab V tentang upaya kesehatan
Pasal 33 ayat 1
Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh, tranfusi darah, implan obat atau alat kesehatan, serta bedah plastik
dan rekonstruksi
Pasal 37 ayat 1
Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
Pasal 37 ayat 2
Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku
dimasyarakat.
Pasal 37 ayat 3
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan 2 ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario ini, mahasiswa dihadapkan pada kasus operasi plastik untuk pasien yang
tersiram air keras.
Seorang dokter muslim dituntut untuk dapat bekerja secara professional dengan
mempertimbangkan agama sesuai Al Qur'an dan Al Hadist, hukum, juga etika dalam menangani
pasien. Dari firman Allah dalam Al Qur'an surat An Nisaa' ayat 118-119, Al Infitar ayat 7-8, dan
At Tiin ayat 4, operasi plastik dilarang karena berarti mengubah ciptaan Allah dan menunjukkan
sikap tidak mensyukuri nikmat Allah kecuali jika operasi plastik itu bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan menghindarkan diri dari penganiayaan diri maupun kebinasaan
sesuai Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 195 dan An Nisaa' ayat 29. Dengan alasan pengobatan
ini, bisa saja pasien sebenarnya tidak ingin dioperasi namun ia menjalani operasi plastik atas
saran dokter. Artinya, operasi dilakukan tanpa unsur kesengajaan dari pasien. Hal senada juga
ditunjukkan dari segi Hadist. adapun dalil diantaranya sebagai berikut :Diriwayatkan dari Abu
Hurairah R.a, dari Nabi Saw. berliau pernah bersabda, "Tidak lah Allah Swt. Menurunkan
wabah/penyakit kecuali Allah Swt. juga menurunkan obat penawarnya"(H.R. Bukhari). Dengan
berlandaskan Hadist tersebut, jelaslah diperbolehkannya melakukan operasi plastik demi
menghilangkan penyakit jika memang cara pengobatannya hanya dengan operasi atau jika terapi
yng lain dirasa terlalu mahal. Jika operasi plastik dilakukan dengan sengaja yang bertujuan untuk
mempercantik diri, selain menunjukkan sikap mengkufuri nikmat, banyak sekali resiko yang
akan timbul antara lain, membuat penampilan menjadi lebih buruk, dipandang aneh oleh
masyarakat sekitar, hingga menimbulkan kecacatan (damage). Contohnya: seseorang yang
memotong kelopak mata, ketika meninggal maka matanya tidak dapat menutup, orang yang
melakukan operasi memancungkan hidung malah mendapati hidungnya sekedar membesar dan
tidak cocok dengan bagian wajah yang lain, dan sebagainya.
Dari segi hukum, sesuai pasal 33 ayat 1 dan pasal 37 ayat 1-3 undang-undang kesehatan
bab V tentang upaya kesehatan, operasi plastik diperbolehkan hanya untuk pengobatan dan
dengan syarat-syarat tertentu yaitu dilaksanakan oleh ahli kesehatan yang memilki wewenang
untuk itu, dilakukan hanya pada sarana kesehatan tertentu yang menunjang dilakukannya operasi
tersebut, dan tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Dari segi etika kedokteran tidak ada permasalahan karena itu merupakan hak pasien
menurut kaidah dasar bioetik autonomy, dan bila seorang dokter tidak mau melakukan operasi
plastik karena pertentangan keyakinan atau tidak sesuai hati nurani maka dokter tersebut arus
menjelaskan alasan penolakannya. Jika pasien tetap memaksa untuk diopersai plastik meskipun
telah di jelaskan mengapa dokter tersebut menolak operasi plastik, maka dokter tersebut dapat
merujuk pasien ke teman sejawat dengan maksud teman sejawat tersebut memiliki pertimbangan
yang lebih baik dan mampu menjelaskan dengan lebih baik pula karena salah satu tugas dokter
adalah mendidik masyarakat..
Pada kasus skenario, dokter dibenarkan untuk melakukan operasi. Kesimpulan ini
berdasarkan segi hukum dibenarkan karena dokter adalah seorang spesialis kecantikan, dalam
rangka pemulihan kesehatan, dan diasumsikan bersarana lengkap atau bila fasilitas tidak
lengkap, dokter dibenarkan merujuk kerumah sakit yang fasilitasnya lebih lengkap. Dari segi
agama, kesimpulan ini berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist yang menyatakan bahwa operasi
plastik diperbolehkan pada kasus kecelakaan, kebakaran, atau dalam rangka pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Menurut Al Qur'an, operasi plastik hanya diperbolehkan jika ditujukan untuk pengobatan
dan Allah melaknat operasi plastik yang bertujuan hanya untuk menambah kecantikan
atau daya tarik seseorang.
2. Menurut Al Hadist, operasi plastik selain untuk kesehatan tidak diperbolehkan, namun
disaran kan untuk berhias diri dengan kosmetik yang tidak najis bagi para istri yang ingin
menyenangkan suami.
3. Menurut ilmu kedokteran, oprasi plastikdiperbolehkan dalam upaya penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, dan harus dilakukan oleh dokter yang kompeten
dibidangnya, di sarana kesehatan tertentu, dan tidak bertentangn dengan norma
dimasyarakat.
4. Bila seorang dokter muslim mendapati seorang pasien yang meminta operasi plastik,
dokter tersebut perlu menelaah alasan pasien. Jika alasan pasien tidak bertentangan
dengan syarat-syarat diperbolehkannya operasi plastik, maka dokter tersebut
diperbolehkan melakukan operasi plastik. Sedangkan jika alasan pasien bertentangan
dengan syarat diperbolehkannya operasi plastik, maka sebagai dokter muslim perlu
menolak dan memberi penjelasan tentang mengapa permintaan pasien tersebut ditolak.
SARAN
Dokter selain bekerja berdasar hukum etika dan disiplin atau keilmuan juga harus
memperhatikan aspek agama karena dapat mendatangkan mudharat bila hal yang dilakukan
dokter bertentangan dengan agama / hati nuraninya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Bedah Plastik Sebuah Kontroversi.
http:// www.id88.com /html/.htm
Hanafiah, M. Jusuf. Amir, Amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC.
Firdausyah, Fitri. 2007. Operasi Plastik Menurut Islam. Azharku.wordpress.com
Wujoso, Hari. 2008. Kaidah Dasar Bioetik.
Zuhroni, H. Riani, Nur. Nazaruddin, Nirwan. 2003. Kesehatan dan Kedokteran 2 (Fiqih
Kontemporer). Jakarta : Departemen Agama RI.