Upload
ludi-nugroho
View
32
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
abortus iminens
Citation preview
SMF/ Lab Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
ABORTUS IMMINENS
Disusun Oleh:
Ibnu Ludi Nugroho (0910015050)
M. Rozaqy Ishaq (0910015056)
Pembimbing:
dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Syahranie
Samarinda
2015
1.1 IDENTITAS
Nama Pasien : Nn. A
Umur : 31 tahun
Paritas : P2A0
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Soekarno Hatta, Samarinda.
Tanggal Masuk : 27 April 2015
1.2 ANAMNESA
Anamnesa dilakukan di ruang Mawar VK secara autoanamnesa, pada tanggal 27 April
2015.
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak kemarin malam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengaku darah yang keluar hanya berupa bercak-bercak saja,
pasien menyangkal pernah keluar gumpalan dari jalan lahir. Menurut pengakuan pasien,
pasien merasakan perut bagian bawah agak nyeri
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, asma, hipertensi dan diabetes mellitus pada pasien
disangkal.
Riwayat Pernikahan
Pernikahan pertama, menikah usia 21 tahun, lamanya pernikahan adalah 10
tahun
Riwayat Kontrasepsi
Menggunakan kontrasepsi pil selama 5 tahun
Riwayat Menstruasi
Umur Menarche : 12 tahun
Siklus : ±26 hari
Lama : ±7 hari
Banyak darah : dalam batas normal
Sakit waktu menstruasi : dalam batas normal
HPHT : 19 - 01 - 2015
TP : 26 - 10 - 2015
Riwayat Obstetri
1. Aterm; lahir di BPS; spontan; laki-laki; dibantu bidan; BBL = 3500 g; 9th
2. Aterm; lahir di BPS; spontan; laki-laki; dibantu bidan; BBL = 3550 g; 6th
3. Hamil ini
1.4 PEMERIKSAAN FISIK
Pasien masuk melalui IGD pada tanggal 27 April 2015 :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Vital Sign : TD : 120/80 mmHg Respirasi : 20x/menit
Nadi : 80x/menit Suhu : 36,50C
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 150 cm
BMI : 20 (normal)
Status Generalis
Kepala
Mata : Conjungtiva Anemis (-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-)
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada crepitasi, tidak ada sekret.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada deformitas.
Dada
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas, tidak ada ketinggalan
gerak
Palpasi : Vokal fremitus paru-paru kanan = paru-paru kiri
Perkusi : Sonor pada paru-paru kanan dan kiri
Auskultasi
Paru : Vesikuler, suara tambahan (-)
Jantung : S1 dan S2 murni, tungal, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, striae (-), sikatrik (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+)
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) pada regio hipogastrica, hepar dan lien
tak
teraba, massa tumor (-)
Perkusi : Tympani
Genitalia : Perempuan
Ekstremitas
Refleks fisiologis : +
Refleks patologis : -
Edema : -
Varises : -
Status Ginekologis
Inspeksi : vulva/uretra tenang, tak tampak tanda peradangan, tak tampak
benjolan, discharge, perdarahan pervaginal minimal.
Palpasi : tidak dilakukan
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal Touche : tidak dilakukan
1.5 DIAGNOSIS BANDING
Abortus Imminens
Tumor adneksa
Kehamilan Ektopik
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah :
• Hb : 10.4 mg/dl
• WBC : 8000 μL
• HCT : 31 %
• PLT : 320.000 μL
• BT : 3’
• CT : 9’
Urin Lengkap :
Berat jenis : 1,010
Hemoglobin : -
Warna : kuning
Kejernihan : agak keruh
pH : 7,0
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Keton : Negatif
Sel epitel : +
Leukosit : 1-2/lpb
Eritrosit : 5-8/lpb
Tes kehamilan : Positif
Kimia Darah :
GDS : 276 mg/dL
Ureum : 22,7
Creatinin : 0,7
Natrium : 138
Kalium : 3,6
Chloride : 98
Serologi :
HbSAg : Non reaktif
Ab-HIV : Non reaktif
1.7 DIAGNOSIS
Abortus imminens
1.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
1.9 TERAPI
- Drip duvadillan 4 amp dalam RL à 12 tpm
WAKTU OBSERVASI
27 – 03 –
2015
18.20
19.30
Menerima pasien baru dari IGD dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik :
S: keluar darah dari jalan lahir
O:
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36°C
Pernapasan : 20 x/menit
TFU : Teraba 2 jari di atas Simfisis Os Pubis
VT : tidak dilakukan VT
DJJ (-), HIS (-)
A : G3P2A0 gravid 15-16 minggu + Abortus Imminens
Lapor dr. Sp.OG
Advis:
- Drip duvadillan 4 amp dalam RL à 12 tpm
- Rencana USG
- Cek GDP, 2jam PP
- Rencana USG
- Cek GDP, 2jam PP
1.10 FOLLOW UP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum
viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian
dibatasi sebagai suatu berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang
didasarkan pada hari pertama haid terakhir. Menurut WHO, abortus didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat
janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim,
mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang
dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat
ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500
gram atau kurang dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk
mengosongkan uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus
provokatus adalah abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan
sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent
abortion).1,3
Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan sebagai
perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu, dengan atau
tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil kons
2.2. Insiden
Insiden abortus dipengaruhi oleh umur ibu saat konsepsi dan sejumlah faktor
yang berhubungan dengan kehamilan, termasuk diantaranya jumlah persalinan normal
yang pernah dialami, jumlah abortus spontan yang pernah dialami, pernah lahir mati,
lahir bayi dengan malformasi atau kelainan genetik. 3,4
Kejadian abortus klinis diperkirakan 15% dari semua kehamilan. Sementara
dengan pemeriksaan human chorionik gonadotropin (hCG) dapat mendeteksi abortus
subklinis maka kejadiannya meningkat sampai 30%. Insiden abortus hampir 50%
dimana sebagian besar disumbang oleh abortus yang tidak terdeteksi terutama pada usia
kehamilan 2-4 minggu setelah konsepsi. Sekitar 80% abortus spontan terjadi pada
trimester pertama, insidennya menurun seiring dengan bertambahnya umur kehamilan.
Dengan ultrasonografi dilaporkan bahwa pada trimester pertama 6-14,2 % abortus tanpa
pendarahan dan 12,5% dengan pendarahan. Kejadian abortus iminens antara 30-40%
dari seluruh kehamilan sedangkan abortus berulang adalah 1:300 kehamilan. Masalah
abortus diketahui oleh sebagian besar masyarakat akan tetapi mereka mencari
pertolongan apabila abortus berulang, usia ibu menginjak 35 th, dan pasangan sulit
mendapatkan hamil. 1
2.3 Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus. Secara garis besar,
dapat dibagi menjadi faktor fetal, maternal, dan paternal.1,4,5
Faktor fetus, Kebanyakan abortus disebabkan oleh defek intrinsik pada fetus
seperti germ cell abnormal, abnormalitas kromosom konseptus, defek implantasi, defek
plasenta atau embrio yang berkembang, trauma pada fetus, dan juga penyebab –
penyebab lain yang belum diketahui.3
Faktor maternal. Berbagai kelainan pada ibu dapat menyebabkan abortus,
antara lain infeksi, penyakit kronis seperti TBC, hipertensi kronis atau suatu karsinoma,
abnormalitas endokrin berupa hipotiroid, diabates melitus, maupun defisiensi
progesteron. Selain itu juga bisa disebabkan oleh faktor nutrisi, penggunaan obat
tertentu yang bersifat teratogenik dan faktor lingkungan (tembakau, alkohol, kafein,
radiasi, kontrasepsi, toksin deri lingkungan), kelainan imunologik, trombofilia, dan
defek pada uterus (kelainan pada uterus maupun serviks), serta infeksi TORCH.1
Faktor paternal. Hanya sedikit yang diketahui mengenai faktor paternal dalam
perkembangan abortus spontan. Sudah jelas bahwa translokasi pada sperma dapat
menyebabkan aborsi. Kulcsar et al menemukan adenovirus pada 40% sampel semen
dari pria steril. Virus juga ditemukan dalam bentuk laten pada 60% sel, dan virus yang
sama ditemukan pada abortus.1
2.4 Patofisiologi
Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam
desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang
mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau
seluruhnya dari tempat implantasinya. Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan
kurang dari 8 minggu pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus
kompletus oleh karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan
desidua. Pada keguguran yang lebih tua pelepasannya biasanya tidak sempurna oleh
karena villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal
sehingga ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadi abortus
inkompletus. Sisa abortus yang tertahan didalam rahim mengganggu kontraksinya hal
mana menyebabkan pengeluaran darah yang lebih banyak
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan benda asing di dalam
uterus dan merangsang rahim untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin
lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar. Apabila
kantong kehamilan yang keluar itu dibuka dan didapatkan cairan yang didalamnya
terdapat fetus yang telah mengalami maserasi. Pada kehamilan anembrionik didalam
cairan tidak terdapat fetus atau kalaupun ada fetusnya tidak berkembang sempurna.
Dengan mikroskop villi terlihat kepenuhan cairan sehingga menggembung dan
ujungnya bercabang yang berakhir dengan gelembung-gelembung kecil. Dengan
masuknya cairan jaringan kedalamnya, villi yang demikian mengalami degenerasi mola.
Pada peristiwa yang tejadi perlahan darah yang keluar membeku mengelilingi konseptus
dan menjadikan darah beku sebagai kapsulnya dengan ketebalan bervariasi dan didalam
kapsul itu tersebar vili koriales yang telah mengalami degenerasi. Isi kapsul yang
terbuat dari bekuan darah itu adalah kantong yang berisi cairan. Oleh tekanan bekuan
darah yang mengelilinginya biasanya kantong tersebut menglami distorsi. Benda yang
demikian terbentuk ini dinamakan mola kruenta. Apabila pigmen darah telah diresorbsi
dan pada yang tersisa telah terjadi organisasi maka benda tersebut akan menyerupai
daging berwarna merah kehitaman dan disebut mola karnosa. Apabila perdarahan yang
tejadi masuk ke ruangan antara lapisan amnion dengan lapisan korion maka hematom-
hematom yang terjadi berbentuk noduler dan benda itu disebut mola tuberosa.
Pada keguguran yang terjadi setelah fetus agak besar dapat tebentuk fetus yang
mengalami maserasi, fetus kompresus atau fetus papiraseus. Pada fetus yang mengalami
proses maserasi, tengkorak kepala menjadi gepeng karena suturanya tidak utuh lagi,
perutnya kembung karena berisi cairan dan bercampur darah, fetus berwarna
kemerahan, kulit terkelupas selagi masih didalam rahim atau mudah sekali terkelupas
oleh sentuhan ringan di luar rahim dan terpisah dari koriumnya. Organ-organ dalam
mengalami degenerasi dan nekrosis dan menjadi rapuh serta kehilangan
kemampuannya untuk menyerap zat warna. Apabila cairan amnion diresorbsi maka
fetus akan kering dan terhimpit sehingga pipih di dalam rahim dan terbentuk fetus
kompresus. Kadang-kadang fetus demikian keringnya dan menjadi tipis karena
terkompres sehingga menyerupai kertas dan disebut fetus papiraseus. Fetus papiraseus
relatif lebih sering terdapat pada kehamilan ganda yang satu fetusnya mati jauh dini
sementara fetus yang satunya lagi tumbuh dan berkembang sampai lahir aterm.
2.5 Klasifikasi
Sampai saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan
disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan
klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa provokasi
dan intervensi.
2. Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena diprovokasi ,
yang dibedakan atas :
a. Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas
indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu
dan atau janin.
b. Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
indikasi medis.
b. Menurut klinis :
1. Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan
tanpa adanya dilatasi sevik.
2. Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum disusul dengan
kerokan.
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada
pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan
syok dan perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
4. Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus sudah
banyak mengecil.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-
turut
6. Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda
infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis.
7. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
2.6 ABORTUS IMINENS
2.6.1. Definisi
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa
adanya dilatasi sevik. 2
2.6.2 Etiologi
a. Abnormalitas embrionik
Didapatkan sekitar 80% pada trimester pertama dari abortus. Abnormalitas
kromosom paling sering sebagai penyebab. Autosom trisomi didapatkan lebih
dari setengah dari kariotipe abnormal, dan monosom adalah anomali tersering.
Lebih dari 90% dari kelainan selular dan morfologi akan menjadi abortus.
Kelainan kromosomal ditemukan lebih dari 75% dari abortus pada fetus pada
trimester pertama. Jumlah kelainan kromosom meningkat dengan meningkatnya
umur ibu. Wanita lebih muda dari umur 30 th rate terjadinya abortus sekitar
12%, kemudian meningkat 50% pada wanita diatas 45 th.
b. Faktor maternal
Didapatkan sebagian besar pada trimester kedua. Penyebabnya dapat berupa
faktor yang bersifat kronis pada ibu, diantaranya berupa:
Diabetes militus pada ibu(insulin-dependent diabetes militus): lebih dari
30% kehamilan pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol berakibat
terjadinya abortus spontan.
Hipertensi yang berat
Penyakit ginjal
Sindroma antifosfolipid
Lupus Eritromatus Sistemik
Penyakit tioroid
Penyakit Wilson
Faktor yang bersifat akut pada ibu, diantaranya:
Infeksi ( Cytomegalovirus, rubella, toksoplasmosis, listeria, ureaplasma,
Mycoplasma, dan sifilis)
Trauma
Abnormalitas sistem reproduksi
Fibroid
Inkopetensi servik
Perkembangan plasenta yan abnormal
faktor eksogen:
Kafein : minum kopi empat kali sehari meningkatkan terjadinya resiko
terjadinya abortus secara ringan.
alkohol
tembakau
kokain
radiasi
2.6.3 Diagnosis
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes
kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi
pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai
berhari-hari atau berminggu-minggu. Dari semua itu setengah dari kehamilan ini akan
mengalami abortus, walaupun resiko lebih rendah jika denyut jantung janin dapat
direkam. Meskipun tanpa terjadinya abortus fetus ini akan mengalami resiko tinggi
untuk terjadinya persalinan preterm, bayi lahir rendah, kematian perinatal. Pentingnya
resiko terjadinya malformasi tampak tidak meningkat.1
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang
semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan
fili korealis ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Pendarahan implantasi
biasanya sedikit, warnanya merah segar, dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules. 2
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosa suatu abortus
iminens adalah sebagai berikut:
a. Anamnesa
Dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk diantaranya:
Riwayat menstruasi : penyimpangan dari periode menstruasi normal
mungkin mencerminkan adanya pendarahan yang berasal dari implantasi
dari kehamilan yang normal maupun yang abnormal, yang dapat
mengacaukan perkiraan : hari pertama haid terakhir, periode menstruasi
sebelumnya, interval menstruasi, keteraturan menstruasi.
Tanggal terjadinya konsepsi(jika diketahui)
Obat-obatan yang digunakan sejak hari pertama haid terakhir seperti:
alkohol, tembakau dan obat-obatan yang lain.
Masalah kesehatan baik sekarang maupun yang terdahulu seperti :
diabetes militus, infeksi pendarahan, penyakit tiroid dan autoimun.
Riwayat operasi terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa.
Riwayat obstetri yang terdahulu, seperti: jumlah kelahiran aterm dan
preterm, jumlah terjadinya abortus baik yang spontan maupun yang
diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah komplikasi yang
berhubungan dengan persalinan tranfusi darah, perforasi uterus)
Riwayat ginekologi, termasuk tes pap smear abnormal, STD dan
kontrasepsi.
Pasien dengan abortus spontan biasanya dengan pendarahan pervaginam dan
atau dengan nyeri perut. Pendarahan pervaginam mungkin dapat berupa
pendarahan dalam bentuk flek-flek sampai pendarahan yang bermakna.
Menghitung jumlah pendarahan adalah sangat penting ( jumlah pembalut atau
tampon) untuk melihat pendarahan apakah meningkat atau memburuk.
Pendarahan dari abortus iminens ringan tetapi menetap sampai berhari hari
ataupun sampai berminggu-minggu. Adanya bekuan darah atau jaringan
mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus
spontan. Nyeri yang berhubungan atau kram seharusnya dicatat termasuk lokasi,
beratnya dan durasi dari nyeri. Gejala lain seperti demam ataupun menggigil
adalah lebih khas terhadap abortus septik
b. Pemeriksaan fisik
Membuat keputusan yang segera dari pasien dengan hemodinamik yang tidak
stabil atau pendarahan pervaginam yang berat termasuk tanda vital dan
pemeriksaan panggul. Jika terdapat ortostatik hipotensi merupakan suatu tanda
awal untuk dilakukannya resusitasi cairan ataupun tranfusi darah. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan:
Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri tumpul, bengkak,
tanda peritoneal merupakan suatu kemungkinan terjadinya pendarahan
intraperitoneal.
Identifikasi sumber pendarahan dengan spekulum dan pemeriksaan
digital dari servik. Pastikan apakah pendarahan berasal dari dinding
vagina, permukaan servik atau dari bagian dalam servik.
Pastikan intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-
bagian daging.
Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya
kehamilan ektopik.
Pastikan adanya pembukaan servik, jika ada pembukaan mencerminkan
suatu abortus insipien atau abortus inkomplit. Jika tertutup merupakan
suatu abortus iminens.
Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan
adneksa ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus
dilakukan dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya
ruptur pada kehamilan ektopik ataupun kista ovarium.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau cervik, perlu dibuat
preparat basah dan kultur cervik untuk organisme gonorhea dan
klamidia.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi :
Beta-human chorionik gonadotropin
Pertama dideteksi pada kebanyakan wanita sekitar 24 hari setelah hari
pertama haid terakhir. Jika pada tes kuantitatif didapat kadar hormon
lebih dari 1500 mlU/mL IRP (international reference preparation), suatu
kehamilan yang normal dan terletak intrauterin akan dapat dideteksi
dengan menggunakan transvaginal sonography (TVS) dan pada kadar
6500 mlU/mL dapat dilihat dengan sonogram transabdominal.
Kegagalan untuk mendeteksi kantong gestasi dari suatu kehamilan intra
uterin ketika kadar QhCG mengindikasikan suatu kehamilan ektopik.
Kadar QhCG secara umumharus telah ditentukan pada kasus
dimana terjadi pendarahan pada trimester pertama karena serial QhCG
dapat membantu dalam follow up.
Kadar QhCG meningkat kurang lebih 66% setiap 48 jam pada suatu
kehamilan intrauterin. Serial pemeriksaan QhCG yang didapatkan
menurun sebelum umur kehamilan 10 minggu mengindikasikan
terdapatnya suatu kehamilan abnormal. Kadar QhCG yang tinggi
mengindikasikan adanya suatu kehamilan yang multipel, penyakit
tropoblas, atau meskipun sangat jarang itu merupakan suatu tumor
ovarium.
Hemoglobin dan hematokrit
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya suatu anemia terutama
yang disebabkan oleh adanya suatu pendarahan.
Golongan darah dan skrining antibodi
Wanita dengan Rh negatif dan telah mengalami abortus (apakah karena
abortus spontan maupun abortus karena terapiutik sekitar 2-4% akan
menjadi peka terhadap Rh. Status dari faktor Rh harus diperiksa pada
setiap pasien hamil dengan pendarahan pervaginam. Jika didapatkan
wanita dengan Rh negatif, dianjurkan untuk pemberian Rho (D) immuno
globin (RhoGAM).
Kadar serum Progesteron
Kadar progesteron meningkat setelah ovulasi dan berlanjut untuk
meningkat sepanjang kehamilan.
Suatu penelitian yang telah dilakukan tentang keadaan serum
progesteron selama awal kehamilan untuk digunakan ciri terjadinya suatu
kehamilan yang abnormal. Dimana didapatkan hasil bahwa jika
didapatkan kadar kurang dari 5 ng/mL sering dihubungkan dengan suatu
kehamilan yang sehat, sedangkan jika kadar lebih dari 25 ng/mL sering
dihubungkan dengan kehamilan yang sehat. Secara klinik kadar serum
progesteron sekitar 5-15 ng/mL.
Di klinik kadar QhCG dan penemuan melalui TVS Akan tetapi
dari semuanya peranan evaluasi serum progesteron sangat terbatas dan
tidak efektif untuk biaya.
d. Pemeriksaan radiologi
Ultrasound adalah cara yang dipilih secara luas dan merupakan pemeriksaan
yang menjadi pilihan pertama. Keuntungannya adalah: aman, penggunaan di
tempat tidur, harga yang murah dan tidak invasif. Kelemahannya adalah
ketergantungan tehadap operator.
Gambaran dari TVS dapat menentukan adanya emboli atau fetus, adanya
gerakan janin, keutuhan koriodecidua, lokasi (intrauterin atau ekstrauterin) dan
umur kehamilan.
Pasien dengan riwayat pendarahan pervaginam pada trimester pertama
mungkin akan memberikan gambaran daerah berupa pendarahan rektokorionik
pada TVS dimana akan didapatkan daerah yang hipoekhoik dibalik lapisan
korionik. Jika pendarahan sedikit di daerah decidua basalis akan memiliki
kesempatan untuk bertahan dibandingkan jika pendarahan terdapat dibelakang
decidua basalis atau lebih dari 25% dari ukuran kantungan.
2.6.5. Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi
untuk abortus iminens terdiri atas :
a. Rawat jalan
b. Istirahat tirah baring
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik.
c. Untuk pemberian hormon progesteron pada abortus iminens belum ada
penyesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya, dan mereka yang
menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan
hormon progesteron. Apabila dipikirkan sebagian besar abortus didahului oleh
kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor,
maka pemberian hormon progesteron tidak banyak manfaatnya.
d. Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
e. Jika diperlukan untuk medika mentosa dapat diberikan:
Penenang : luminal, diazepam
Diazepam 3 kali 2 mg per oral selama 5 hari atau luminal 3 kali 30 mg
Tokolitik : papaverin, isoxsuprine
Isoxsuprine 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
f. Bila penyebab diketahui maka dilakukan terapi terhadap penyebabnya
g. Pada kasus tertentu seperti abortus habitualis dan riwayat infertilitas dilakukan
rawat inap.
2.6.5 Komplikasi
Perdarahan berat atau persisten saat atau sesudah abortus dapat mengancam
nyawa. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar kemungkinan perdarahan yang
banyak. Sepsis sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri oleh pasien. Infeksi,
sinekia intrauterin, dan infertilitas adalah komplikasi lain dari abortus. Perforasi dinding
uterus dapat terjadi saat dilatasi dan kuretase, dan dapat disertai cedera usus dan buli-
buli, perdarahan, infeksi, dan pembentukan fistula.2
Kehamilan ganda dengan kematian satu janin dan retensi janin yang lain tidak
hanya mungkin, tetapi telah didokumentasikan secara baik pada 20% kehamilan dini
yang dimonitor secara baik dengan USG. Biasanya fetus diserap, namun kematian satu
janin pada kehamilan ganda dapat menyebabkan perdarahan vaginal dan kram perut.2
Bahkan pada kehamilan dini, abortus dapat menyebabkan efek bermakna pada
pasien dan keluarganya. Fakta bahwa sebagian besar abortus adalah tidak diharapkan
memperberat kesedihan pasien dan keluarga. Tiap orang memberi respon yang berbeda
pada tragedi ini.2
2.6.6 Prognosis
Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami 1 kali abortus maka kemungkinan
untuk mengalami abortus pada kehamilan berikutnya adalah sebesar 20 %,
sedangkan jika mengalami 3 kai maka kemungkinannya adalah rata-rata 50%
Rate kelahiran hidup setelah aktivitas denyut jantung bayi didokumentasikan pada
minggu ke 5-6 dari kehamilan pada wanita dengan 2 atau abortus spontan yang
tidak dapat didefinisikan adalah sekitar 77% .
Bukti tentang hubungan antara terjadinya abortus iminens dengan terjadinya
kelainan pada saat lahir adalah terbatas dan tidak konsisten. Satu penelitian
epidemiologi menemukan bahwa peningkatan terjadinya kelainan pada saat lahir
(polidaktili, undesensus testis, dan hipospadi) pada folow up pada pasien dengan
abortus iminens ditemukan tidak terdapat perbedaan yang berarti.
Prognosis menjadi kurang baik bila pendarahan berlangsung lama, mules-mules
yang disertai dengan pendataran serta pembukaaan servik
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama
sekali, uterus membesar sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes
kehamilan positif, yang biasanya terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi
pendarahan ringan atau yang lebih berat pada awal gestasi yang menetap sampai
berhari-hari atau berminggu-minggu. Untuk dapat menegakkan diagnosa abortus
iminens dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari anamnesa
diharapkan diperoleh data tentang keluhan dan faktor resiko abortus iminens, dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan tanda spesifik
untuk abortus iminens.
Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa
didapatkan keluhan perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan, nyeri perut, muncul
tiba-tiba dan tidak ada keluar jaringan seperti daging, telat haid dengan hasil tes kencing
(+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien menjurus kearah abortus
iminens.
Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes
militus pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol, tembakau,
kokain dan riwayat penggunaan radiasi.
Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini
adalah suatu abnormalitas kromosom dan adanya beberapa penyakit pada ibu seperti
penyakit ginjal, ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu.
Untuk mengetahui terdapatnya kelainan kromosom dapat dilakukan pemeriksaan
kromosom, namun biaya yang dikeluarkan akan sangat tinggi, selain itu pemeriksaan ini
tidak rutin dilakukan pada praktek klinik sehari-hari. Untuk mengetahui terdapatnya
penyakit ginjal dapat dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal terutama dari pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan serum kreatinin dan Blood Urea Nitrogen. Untuk
mengetahui adanya infeksi yang bersifat akut pada ibu dapat dilakukan swab pada
vagina ibu dan dapat dilakukan tes serologis untuk mengetahui apakah terdapat infeksi
virus maupun bakteri yang diduga terhadap terjadinya abortus iminens. Pada kasus ini
pemeriksaan fungsi ginjal dan swab maupun tes serologi tidak dilakukan.
Pada pasien ini melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan adanya
pendarahan melalui ostium uteri eksternum. Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan
tes kehamilan positif yang menandakan ibu dalam keadaan hamil. Dengan data yang
diperoleh gejala klinis yang didapat pada pasien mengarah terhadap terjadinya aborus
iminens. Pemeriksaan penunjang yang lain yang diusulkan adalah USG.
Penatalaksanaan
Tidak terdapat terapi yang efektif yang tersedia untuk abortus iminens. Terapi
untuk abortus iminens yang diberikan pada pasien dalam kasus ini adalah sebagai
berikut :
Pasien di rawat dirumah dianjurkan untuk istirahat tirah baring. Tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan rangsang mekanik. Untuk medika mentosa
diberikan:
Tokolitik : Isoxsuprine(Duvadilan) 3 kali 10 mg per oral selama 5 hari
Plasentotrofik: allylesterenol 10 mg, 3 kali 1 tablet
Pemberian tokolitik isoxsuprine pada kasus kali ini dilakukan dengan melihat
cara kerja isoxsuprine adalah sebagai berikut :
Isoxsuprine merupakan golongan pheniletilamin yang merupakan suatu derivat
adrenalin. Senyawa ini merupakan antagonis α adrenoseptor terhadapzat-zat stimulan
βadrenoseptor. Isoxsuprine menyebabkan dilatasi sirkulasi perifer dan dilatasi terhadap
sirkulasi serebral. Efek dilatasi yang terjadi lebih besar terjadi pada arteri yang
memberikan suplai terhadap otot dibandingkan dengan dilatasi pada arteri otak dan
kulit.
Penurunan tekanan darah yang tejadi tidak disertai dengan kompensasi
sepenuhnya oleh penurunan tahanan pembuluh darah otak. Ini menyebabkan terjadinya
relaksasi uterus. Dengan penurunan kontraksi uterus diharapkan kehamilan dapat
dipertahankan dan tidak terlepas dari tempat insersinya.
Pemberian allylesterenol pada kasus ini dilakukan dengan melihat cara kerja
allylesterenol adalah sebagai berikut:
Allylesterenol mempunyai potensi untuk meningkatkan hormon-hormon
plasenta (human korionik gonadotropin, human plasenta laktogen, estrogen dan
progesteron) dan ini menjadikan lapisan tropoblastik dari plasenta memperlihatkan
tanda-tanda aktivitas histilogik. Dengan pemberian obat ini dapat menghilangkan atau
mencegah ancaman abortus pada awal kehamilan.
Dari terapi yang diberikan diharapkan keluhan dapat berkurang dan kehamilan
dapat dipertahankan. Untuk selanjutnya dilihat kemungkinan yang terjadi yaitu apakah
terapi dapat berhasil yang ditandai dengan dapat dipertahankannya hasil konsepsi
hingga viabel, dan kemungkinan yang lain berupa gagalnya terapi yang dilakukan. Jika
terapi yang dilakukan tidak berhasil maka terapi dilakukan sesuai kasus yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Abortion in Williams Obstetrics, 21th ed. Mc Graw Hill; 2001, p.688-1132.
2. Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:
Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 3.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002, p. 302-322.
3. Garmel SH. Early Pregnancy Risk. In: DeCherney AH, Nathan L, editors. Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. New York, NY: McGraw
Hill; 2003.
4 Morton A, Stenchever MD, William, Droegemueller MD, Herbst Arthur L MD,
Daniel R Mishell.MD, Arthur L. H. Spontaneous and Recurrent Abortion, Etiology,
Diagnosis, Treatment in Comprehensive Gynecology 4th eds. Mosby: 2002, p.157-
164
5. Mochtar R. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam: Lutan D, editor.
Sinopsis Obstetri ed 2. Jakarta: EGC, 1998.