Upload
ngotruc
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS
MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI
MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT
SKRIPSI
RAMAZA RIZKA
1113102000076
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MEI 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS
MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI
MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RAMAZA RIZKA
1113102000076
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
MEI 2017
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Ramaza Rizka
Program Studi : Strata-1 Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah
dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa dan Asam Stearat
Sabun padat kaolin merupakan salah satu sediaan yang digunakan untuk menyucikan
najis mughalladzah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan sabun
yang mengandung tanah kaolin sebagai penyuci najis mughalladzah dengan variasi
konsentrasi minyak kelapa dan asam stearat. Formulasi sabun tanah ini dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dibuat tiga formula dengan variasi konsentrasi
minyak kelapa, yaitu FM1 (20%); FM2 (25%); FM3 (30%) untuk menurunkan kadar
air pada sabun padat kaolin. Tahap kedua dibuat tiga formula dengan variasi
konsentrasi asam stearat, yaitu FA1 (10%); FA2 (12%); FA3 (14%) untuk
mendapatkan kekerasan sabun yang paling optimal. Sabun dievaluasi sifat fisiknya
yaitu pH, kekerasan, kadar air, daya bersih, tinggi dan stabillitas busa serta uji
aktivitas antibakteri dan evaluasi menurut SNI, yaitu kandungan asam lemak dan
minyak mineral. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui semakin meningkat
konsentrasi minyak kelapa, maka semakin rendah kadar air sabun tersebut sehingga
konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa yang
memberikan kadar air paling rendah pada sabun padat kaolin. Hasil sabun variasi
asam stearat menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh
signifikan terhadap kekerasan, kadar air, daya bersih, tinggi dan stabilitas busa.
Formula A3 menunjukkan sifat fisika kimia paling optimal pada sabun padat kaolin.
Hasil uji aktivitas antibakteri dengan uji swab pada formula A3 menunjukkan sabun
tanah dapat menghilangkan bakteri dari air liur anjing. Hasil uji mutu sabun menurut
SNI menunjukkan formula A3 memenuhi persyaratan mutu sabun mandi menurut
SNI.
Kata Kunci: Najis mughalladzah, sabun padat, kaolin, minyak kelapa, asam stearat
vii
ABSTRACT
Name : Ramaza Rizka
Study Program : Pharmacy
Title : Formulation of Kaolin Solid Soap for Cleansing Najis
Mughalladzah by Varying Coconut Oil and Stearic Acid
Concentration
Kaolin soap is one of alternative Islamic cleansing method of najis al-mughalladzah.
The aim of this study is to get a formula kaolin soap as Islamic cleansing method of
najis al-mughalladzah by varying coconut oil and stearic acid concentration. The
study was divided into two steps. The first step, soap were prepared in three formula
by varying coconut oil as follows: FM1 (20%); FM2 (25%); FM3 (30%) to obtain a
concentration of coconut oil that produces the lowest water content in kaolin soap.
The second step, soap were prepared in three formulas by varying the concentration
of stearic acid as follows: FA1 (10%); FA2 (12%); FA3 (14%) to obtain a
concentration of stearic acid that produces the highest hardness in kaolin soap. The
soap evaluation including organoleptic test, pH, hardness, water content, ability of
cleansing, height and stability of foam, also activity antibacterial, and evaluation of
SNI standard including total fatty acids, free fatty acid and mineral oil for selected
formula. The result showed that increase of coconut oil concentrations causing the
lowest water content. The lowest water content was obtained with 30% of coconut oil
consentration. The result showed that increase of stearic acid concentraions have
significant effect on hardness, water content, ability of cleansing, height and stability
of foam. The result showed activity antibacterial of swab test indicate kaolin soap was
evaporated bacterial saliva of canines. Formula A3 is qualified the SNI standard.
Keywords: Najis al-mughalladzah, solid soap, kaolin, coconut oil, stearic acid
viii
KATA PENGANTAR
بسم ميحرلا نمحرلا هللا
Alhamdulillahirabbal’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul
“Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah dengan Variasi Konsentrasi
Minyak Kelapa dan Asam Stearat” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada Kesempatan ini Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Yuni Anggraeni, M.Farm, Apt dan Dr. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc., selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran,
dan dukungan dalam penelitian ini.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan banyak motivasi dan bantuan.
4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang
telah diberikan kepada saya.
5. Kedua orang tua, ayahanda tersayang H. Zainuddin dan ibunda tercinta Hj. Yuslina
yang selalu memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan
baik moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas
semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu,
semoga Allah selalu memberikan keberkahan, kesehatan, keselamatan, perlindungan,
cinta, dan kasih sayang kepada kedua orang tua hamba tercinta.
ix
6. Adik dan kakakku tersayang Muhammad Luthfi Rizki, Noviza Rizkia S.Pd, Ferawati
Amd. Kep yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan lancar.
7. Seluruh keluarga besar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan
yang amat besar.
8. Kakak-kakak laboran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, kak eris, kak lisna, kak walid, kak zainab, kak
rahmadi atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian.
9. Aulia, Luthfia, Berliana, Marissa, Asyraq, Tri wahyuni, Amalia serta teman-teman
laboratorium yang telah banyak memberi semangat dan kebersamaannya, terima
kasih atas kerjasamanya dalam penelitian ini.
10. Kakak yang begitu baik hatinya, yaitu Mauliana yang telah banyak membantu penulis
selama penelitian berlangsung hingga skripsi ini selesai.
11. Sahabat sekaligus my roommate, Zakiyatul Munawaroh, Elok Faikoh, Fifi Nur
Hidayah Ningseh yang telah memberi kebersamaan kepada penulis sampai
penyusunan skripsi ini selesai.
12. Maria Ulfa, Nurul Husna, Ariyati Ariska, dan seluruh personil 50 mania yang nan
jauh di Pulau Sumatera yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman seperantauan, Putri Andira, Rauzatul Mulia, Mayu Zamzahira yang
selalu memberi dukungan dan semangat dalam penulisan skripsi ini.
14. Saudara-saudaraku CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta wa bil khusus
angkatan CSSMoRA 2013 yang telah memberikan kecerian, ilmu dan pengalaman
tak terhingga.
15. Teman seperjuangan farmasi 2013 yang selalu menemani keseharian penulis di
bangku perkuliahan dan menyisakan banyak suka duka, keluh kesah selama berada di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas kebersamaan dan ilmu yang kalian
berikan selama ini dan semoga kita dapat sukses dalam kehidupan kedepannya.
x
16. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis
berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi khususnya. Akhir kata, penulis berharap
Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya
dalam penelitian ini.
Jakarta, 1 Mei 2017
Penulis
xi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ramaza Rizka
NIM : 1113102000076
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah saya
dengan judul:
FORMULASI SABUN PADAT KAOLIN PENYUCI NAJIS
MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI KONSENTRASI
MINYAK KELAPA DAN ASAM STEARAT
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademis sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tangggal : 6 Juni 2017
Yang Menyatakan
(Ramaza Rizka)
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................... xi
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1.. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2 . Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
1.3 . Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 5
1.4 . Manfaat Penelitian ................................................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................. 8
2.1 . Pengertian Thaharah ............................................................................................................. 8
2.2 . Macam-Macam Thaharah ..................................................................................................... 8
2.3 . Najis dan Cara Menghilangkannya ...................................................................................... 9
2.4 . Sabun ............................................................................................................................... 11
2.4.1 Pengertian Sabun ..................................................................................................... 11
2.4.2 Metode Pembuatan Sabun ....................................................................................... 12
2.4.3 Komponen Pembentuk Sabun ................................................................................. 13
2.4.4 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ................................................................. 18
2.5 . Kaolin 19
2.6 . Sifat Fisika Kimia Sabun .................................................................................................... 20
2.7 . Uji Statistik ANOVA ......................................................................................................... 22
2.8 . Antimikroba ........................................................................................................................ 23
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.1 Air Liur Anjing ........................................................................................................ 23
2.8.2 Bakteri ..................................................................................................................... 25
2.8.3 Metode Pengujian Antibakteri ................................................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................................... 27
3.1 . Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................................ 27
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................................... 27
3.2.1 Alat .......................................................................................................................... 27
3.2.2 Bahan ....................................................................................................................... 27
3.2.3 Hewan Penelitian ..................................................................................................... 28
3.3 . Prosedur Kerja .................................................................................................................... 28
3.3.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin ................................................................................ 28
3.3.2 Pembuatan Sabun Kaolin. ........................................................................................ 29
3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sabun ................................................................... 30
3.3.4 Evaluasi Daya Bersih Sabun .................................................................................... 32
3.3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................................... 32
3.3.6 Evaluasi Sabun Menurut SNI .................................................................................. 32
3.3.7 Uji Aktifitas Antimikroba ....................................................................................... 33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 35
4.1 .. Formulasi Sabun Padat Kaolin ........................................................................................... 35
4.2 .. Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa .................... 38
4.2.1 Pengamatan Organoleptis ........................................................................................ 38
4.2.2 Pengujian pH ........................................................................................................... 39
4.2.3 Pengujian Kekerasan ............................................................................................... 40
4.2.4 Pengujian Kadar air ................................................................................................. 42
4.3 . Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Stearat ........................ 43
4.3.1 Pengamatan Organoleptis ....................................................................................... 44
4.3.2 Pengujian pH ........................................................................................................... 44
... 4.3.3 Pengujian Kekerasan ............................................................................................... 45
... 4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa ..................................................................... 47
... 4.3.5 Pengujian Kadar Air ................................................................................................ 49
... 4.3.6 Daya Bersih Sabun .................................................................................................. 49
... 4.3.7 Pengujian Asam Lemak Bebas ................................................................................ 50
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 .. Pengujian Aktivitas Antibakteri ......................................................................................... 51
4.4.1 Uji Swab dengan Sabun yang Mengandung Tanah ................................................. 51
4.4.2 Uji Swab dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah ...................................... 52
4.4.3 Uji Swab dengan Akuades Steril ............................................................................. 53
4.5 .. Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi .................................................... 54
4.6 .. Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ........................ 55
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................................................... . 57
5.1 Kesimpulan ..........................................................................................................................57
5.1 .. Saran………………………………………………………………………………………58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 59
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………….. 66
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa ...................................................................... 13
Tabel 2.2 Perbandingan Komponen dan Jumlah Asam Lemak Minyak Kelapa dan
Minyak Kelapa Sawit ........................................................................................... 14
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi .................................................................................. 18
Tabel 2.4 Komponen Air Liur Anjing ................................................................................ 24
Tabel 2.5 Klasifikasi Respon Hambatan ............................................................................. 26
Tabel 3.1 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa ............................... 29
Tabel 3.2 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat .................................. 30
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa .................... 38
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa ................................................................................................................. 38
Tabel 4.3 pH Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa ............................................................ 40
Tabel 4.4 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa ................................................ 41
Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ......................... 43
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ... 44
Tabel 4.7 pH Sabun Tanah Variasi Asam Stearat ............................................................... 45
Tabel 4.8 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Asam Stearat ................................................... 46
Tabel 4.9 Tinggi Busa Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat ............................ 47
Tabel 4.10 Stabilitas Busa Sabun Tanah Konsentrasi Asam Stearat .................................... 48
Tabel 4.11 Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap Kotoran Minyak
Kelapa .................................................................................................................. 50
Tabel 4.12 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Mengandung
Tanah.................................................................................................................... 51
Tabel 4.13 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Tidak Mengandung
Tanah.................................................................................................................... 52
Tabel 4.14 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Akuades Steril ........................... 53
Tabel 4.15 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sabun dengan Metode Difusi ............................ 54
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI ............................................. 55
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sabun sebagai Pembersih .................................................................................. 11
Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi trigliserida ......................................................................... 12
Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Asam Lemak ........................................................................ 12
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat Bahan Minyak Kelapa .................................................................... 66
Lampiran 2. Sertifikat Bahan Natrium Hidroksida .............................................................. 67
Lampiran 3. Sertifikat Bahan Asam Stearat ....................................................................... 68
Lampiran 4. Sertifikat Bahan Cocamidopropyl Betaine ..................................................... 69
Lampiran 5. Sertifikat Bahan Kaolin ................................................................................... 70
Lampiran 6. Sertifikat Bahan Triklosan ............................................................................... 71
Lampiran 7. Hasil Uji Statistik pH Sabun Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) .. 72
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) .. 74
Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Kadar Air Sabun Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa) ............................................................................................................ 76
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Asam Stearat) ................ 77
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) ...... 79
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) ... 81
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin .................................. 83
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Padat Kaolin ...................................... 86
Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin ............................................ 87
Lampiran 17. Perhitungan Kadar Air Sabun Padat Kaolin .................................................... 87
Lampiran 18. Hasil Pengujian Mutu Sabun Menurut SNI .................................................... 88
Lampiran 19. Alur Penelitian ................................................................................................ 90
Lampiran 20. Gambar Sabun ................................................................................................. 91
Lampiran 21. Hasil Uji Swab Sabun yang Mengandung Tanah ........................................... 92
Lampiran 22. Hasil Uji Swab Sabun yang Tidak Mengandung Tanah ................................. 94
Lampiran 23. Hasil Uji Swab dengan Akuades Steril ........................................................... 96
Lampiran 24. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi .................................. 98
Lampiran 25. Gambar Penetrometer ..................................................................................... 99
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebersihan dan kesucian adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan
guna menjalin hubungan yang baik kepada Allah SWT dan manusia. Dalam
beribadah, umat islam dituntut untuk menjaga kebersihan dan kesucian (Thaharah).
Dalam kitab fiqih, thaharah selalu berada pada bab awal yang dibahas oleh para
fuqaha. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya thaharah dalam islam. Rasulullah
SAW bersabda “At-Thahuur (suci) adalah sebagian dari iman” (HR. Muslim).
Dengan demikian, thaharah memiliki tingkatan yang tinggi mengenai persoalan
iman dan shalat. Persoalan iman dan shalat berhubungan erat dengan persoalan batin.
Jika seseorang baik dalam segi iman dan shalatnya, maka baik pula batinnya. Oleh
karena itu, thaharah adalah salah satu syarat untuk mencapai kesempurnaan iman dan
shalat. Dalam pemahaman syariah (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari hadas
dan najis. Adapun alat yang digunakan untuk bersuci adalah menggunakan air dan
tanah (Abu, 2015).
Pada zaman sekarang ini, tuntutan adanya label halal pada berbagai produk obat
dan makanan berkembang pesat. Hal ini seiring dengan bertambah pula berbagai
produk obat dan makanan dari berbagai industri obat dan pangan. Segala bahan dasar
yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut perlu dilakukan penelitian
mengenai adanya bahan dasar non-halal atau bahan yang berasal dari babi dan
derivatnya seperti (daging, lemak, ataupun gelatin babi). Dengan demikian, para
peneliti pasti akan bersentuhan langsung dengan babi dan derivatnya. Selain peneliti
bidang halal, babi dan anjing juga menjadi hewan yang akrab digunakan dalam dunia
kedokteran, kedokteran hewan, farmasi, dan pemelihara anjing yang beragama islam.
Dalam al-Qur’an Surat al-An’am ayat 145 Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Daging babi adalah rijsun”. Dalam Kamus Besar Bahasa Arab-Melayu, rijsun
adalah kotoran, benda-benda yang kotor, perlakuan yang buruk, dan perkara yang
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
haram (najis). Semua yang berasal dari sentuhan babi dan anjing merupakan najis
mughalladzah. Menurut Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa
Halal, menyatakan bahwa bekas babi atau anjing dilakukan dengan cara di-sertu
(dicuci dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan tanah/debu atau
penggantinya yang memiliki daya pembersih yang sama). Kemudiaan Pada tahun
2008, MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa debu atau tanah yang
digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah dapat diganti dengan sabun
(Zurinal, 2008).
Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat dan kesibukan
masyarakat yang semakin padat, maka timbullah kecenderungan masyarakat untuk
memilih segala sesuatu yang praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Hal
ini mendorong para peneliti untuk terus berinovasi menciptakan produk yang dapat
memenuhi keinginan masayarakat tersebut. Oleh karena itu, salah satu produk yang
dapat dikembangkan oleh peneliti adalah sabun tanah atau sabun antinajis untuk
memudahkan masyarakat islam untuk bersuci dari najis mughalladzah. Sabun yang
mengandung tanah ini juga telah banyak dipasarkan di Thailand dan Malaysia,
dimana penjualannya mencapai 6-7 kali lipat dibandingkan sabun yang tidak
mengandung tanah. Menurut Fatwa dari Komite Islam Bangkok, konsentrasi tanah
(clay) yang digunakan dalam pembuatan sabun yang telah dipasarkan di Thailand
adalah 0,05-95%. Konsentrasi ini dapat digunakan sebagai penyuci najis
mughalladzah sesuai dengan peraturan islam (Dahlan, 2010). Hal ini dapat
memotivasi negara lain khususnya yang mayoritas penduduknya adalah umat islam
untuk mengembangkan formula sabun tanah yang optimal agar dapat diproduksi
dalam skala industri. Oleh Karena itu, diharapkan industri Indonesia juga dapat
mengembangkan formula sabun tanah ini dengan hasil yang optimal sehingga tidak
perlu mengimpor dari negara lain bahkan dapat mengekspor produk sabun ini ke
negara lain.
Terdapat 2 jenis sabun yang dikenal, yaitu sabun padat dan sabun cair (Hambali
dkk, 2005). Sabun padat/batang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari (Qisti,
2009). Keunggulan sabun padat yaitu lebih ekonomis dan memiliki kestabilan fisik
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang lebih baik dibandingkan dengan sabun cair, dimana sabun cair yang
mengandung tanah akan cenderung mengalami pengendapan selama penyimpanan.
Sabun padat sering mengandung asam lemak bebas untuk memperbaiki kekerasan
sabun dan meningkatkan penampilan fisik produk. Pemilihan minyak yang digunakan
dalam pembuatan sabun padat sangat menentukan kinerja produk. Salah satu contoh
minyak dilihat dari segi kinerja produk adalah Minyak kelapa. Minyak kelapa sebagai
salah satu bahan dasar sabun padat dapat memberikan daya dan stabilitas busa yang
baik, dan warna yang lebih menarik (Anggraeni, 2014). Selain itu, Indonesia
merupakan salah satu negara pengekspor minyak kelapa terbesar di dunia sehingga
ketersediaan bahan baku pembuatan sabun bukan merupakan suatu kendala.
Selain minyak, hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam formula
sabun untuk penyuci najis adalah jenis tanah yang digunakan. Tanah yang digunakan
untuk pembuatan produk farmasi seperti sabun sebaiknya memenuhi spesifikasi
pharmaceutical grade untuk mendapatkan formula sabun yang optimal (Anggraeni,
2014). Terdapat berbagai jenis tanah dengan berbagai kandungan mineral dan organik
serta ukuran partikel yang berbeda sehingga akan mempengaruhi sifat tanah tersebut.
Sifat tanah yang berbeda akan menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda.
Tekstur tanah ditentukan oleh komponen pembentuk tanah yaitu pasir, lanau, dan
lempung. Tanah lempung akan memberikan tekstur yang halus dan berukuran
koloidal sehingga jika diformulasi, tanah tersebut akan homogen dan stabil didalam
sediaan. Dalam penelitian ini, digunakann kaolin (clay) sebagai tanah yang suci.
Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk
melalui proses pelapukan. Kaolin mengandung mineral kaolinit (Al2Si2O5(OH)4)
sebagai bagian yang terbesar, sehingga kaolin biasanya disebut sebagai lempung
putih (Nidya, 2008).
Pembuatan sabun batang dari komponen tanah untuk menyucikan diri dari najis
mughalladzah ini telah diteliti sebelumnya oleh Mauliana, mahasiswa farmasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu membuat formulasi sabun padat bentonit dengan
variasi konsentrasi asam stearat dan natrium lauril sulfat. Dari hasil penelitian
tersebut didapatkan hasil bahwa kandungan kadar air pada sabun tersebut terlalu
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tinggi yaitu mencapai 24,82%, sedangkan syarat kadar air dalam sabun padat menurut
SNI maksimal 15%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya air yang ditambahkan
saat proses pembuatan sabun dan hasil samping proses penyabunan (Karo, 2011).
Apabila sabun terlalu lunak/tidak keras, maka akan menyebabkan sabun mudah larut
dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017). Selain itu, jumlah asam
lemak yang terdapat dalam sabun padat tersebut terlalu rendah yaitu 0,23%,
sedangkan syarat jumlah asam lemak dalam sabun padat tipe 1 menurut SNI adalah
>10%. Hal ini dapat disebabkan karena dalam formulasi sabun padat tersebut
ditambahkan beberapa bahan tambahan dengan jumlah yang tinggi sehingga sabun
padat tersebut memiliki lebih sedikit stok sabun. Stok sabun yang dihasilkan
merupakan hasil reaksi saponifikasi dari asam lemak. Asam lemak memiliki
kemampuan terbatas untuk larut dalam air sehingga sabun lebih tahan lama pada
kondisi setelah digunakan, sehingga jika jumlah asam lemak sabun rendah maka
sabun akan cepat habis ketika digunakan (Karo, 2011). Asam lemak yang terkandung
dalam sabun dapat berasal dari asam stearat dan minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku. Pada penelitian Mauliana (2016), tanah yang digunakan adalah
bentonit dengan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi tersebut sabun padat bentonit ini
tidak dapat lagi dinaikkan kekerasannya, karena ketika konsentrasi asam stearat
dinaikkan lagi maka proses pembuatan sabun tersebut tidak dapat dituangkan ke
dalam cetakan sehingga tidak menghasilkan sabun padat yang sempurna. Sabun tanah
bentonit juga memiliki warna yang coklat gelap, sehingga mengurangi minat
konsumen untuk menggunakan sabun ini. Menurut Asad dkk, 2013. Bentonit bersifat
sangat menyerap air dan memiliki susut tinggi sehingga dapat menyebabkan sabun
menjadi lebih lunak. Oleh karena itu, menurut penelitian Mauliana (2016) perlu
dilakukan reformulasi kembali sabun padat antinajis agar dapat memenuhi
persyaratan SNI terutama untuk menurunkan kadar air dan meningkatkan kandungan
jumlah asam lemak total.
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari penelitian Mauliana
(2016) yaitu dengan mengganti tanah bentonit menjadi tanah kaolin agar didapatkan
penampilan fisik sabun yang lebih menarik, lalu menurunkan konsentrasi tanah dari
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20% menjadi 12%. Penurunan konsentrasi ini diikuti dengan peningkatan konsentrasi
minyak dan asam stearat yang digunakan agar dapat menurunkan kadar air dan
meningkatkan jumlah asam lemak yang terdapat didalam sabun padat ini. Modifikasi
lainnya, yaitu dengan mengganti NaOH 30% menjadi NaOH 35%. Berdasarkan
Penelitian yang dilakukan oleh Langingi (2012) pada konsentrasi NaOH 35%, sabun
padat yang dihasilkan memiliki kadar air yang memenuhi syarat SNI. Langingi
(2012) juga telah membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH (25%, 30%,
35%) yang digunakan, maka kadar air dalam sabun semakin rendah, karena semakin
sedikit air yang digunakan. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh modifikasi tersebut terhadap penurunan kadar air dan peningkatan jumlah
asam lemak didalam sabun padat kaolin.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air
dan kekerasan pada sabun padat kaolin?
2. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap sifat fisika
kimia sabun padat kaolin?
3. Pada konsentrasi berapakah asam stearat dapat memberikan sifat fisika kimia
paling optimal pada sabun padat kaolin?
4. Apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memenuhi syarat mutu sabun
menurut SNI?
5. Apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memiliki aktivitas antimikroba
terhadap bakteri yang terdapat pada air liur anjing?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan solusi terbaik untuk menyucikan najis mughalladzah dengan
menggunakan sabun padat yang mengandung tanah kaolin.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air
dan kekerasan pada sabun padat kaolin
2. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat terhadap sifat fisika
kimia sabun padat kaolin
3. Mengetahui konsentrasi asam stearat yang dapat memberikan sifat fisika kimia
paling optimal pada sabun padat kaolin
4. Mengetahui apakah formula sabun padat kaolin yang dipilih memenuhi syarat
mutu sabun menurut SNI
5. Apakah formula sabun padat kaolin memiliki aktivitas antimikroba terhadap
bakteri yang terdapat pada air liur anjing
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengaruh peningkatan konsentrasi minyak kelapa terhadap kadar air dan
kekerasan pada sabun padat kolin dan mendapatkan konsentrasi minyak yang
memberikan kadar air dan kekerasan paling baik pada sabun padat kolin
2. Memberikan informasi mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi asam stearat
terhadap sifat fisika kimia pada sabun padat kaolin dan mendapatkan konsentrasi
terbaik dari asam stearat yang memberikan sifat fisika kimia paling optimal pada
sabun padat yang diharapkan dapat memenuhi persyaratan mutu sabun menurut
SNI
3. Meningkatkan efisiensi umat islam untuk menyucikan diri dari najis
mughalladzah dengan menggunakan produk sabun yang nyaman, aman, dan
praktis
4. Memberikan informasi aktivitas antimikroba sabun padat kaolin terhadap bakteri
yang terdapat dalam air liur anjing
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Memberikan peluang kepada industri produk kosmetik halal di Indonesia dan di
Dunia untuk mengembangkan produk sabun penyuci najis mughalladzah
6. Meningkatkan peran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang teknologi farmasi yaitu dapat memberi informasi
mengenai formula sabun penyuci najis mughalladzah yang ekonomis namun tetap
memberikan sifat fisika kimia sabun yang baik.
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Thaharah
Kata thaharah berasal dari kata bahasa Arab “at-thaharah” yang berarti
bersuci. Dalam pemahaman syariah (hukum) Islam, thaharah berarti bersuci dari
hadas dan najis dengan menggunakan sarana yang ditentukan oleh syariat islam
(Zurinal dan Amiruddin, 2008). Thaharah merupakan persyaratan untuk
melaksanakan ibadah kepada Allah Swt seperti shalat dan membaca al-Quran. Dalam
al-Quran ditegaskan bahwa Allah mencintai orang-orang yang selalu menjaga
kebersihan dan kesucian, seperti firman-Nya dalam surat al- Baqarah (2) ayat 222:
ريه اتيه ويحة المتطه إن هللا يحة التى
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang yang bertaubat dan
mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. al-Baqarah (2): 222).
Kebersihan juga merupakan bagian yang penting dalam kesempurnaan iman
seseorang Muslim. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Saw bersabda:
الىظفح مه اليمان
Artinya: “Kebersihan adalah sebagian dari iman.” (HR. Muslim).
2.2 Macam-macam Thaharah
Secara umum thaharah (bersuci) dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Bersuci dari hadas, yaitu mensucikan diri dari hadas, baik hadas kecil maupun
hadas besar dengan melakukan wudhu, mandi, atau tayammum.
b. Bersuci dari najis, yaitu mensucikan badan, pakaian, dan tempat dari najis dengan
air yang suci dan mensucikan, atau dengan benda-benda suci yang keras, seperti
batu, kayu, tisu, dan lain-lainnya.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Standar thaharah atau tolak ukur sesuatu dikatakan suci atau bersih arus
terhindar dari tiga sifat sebagai berikut:
1. Warna. Apabila wujud najis itu sudah tidak terlihat lagi oleh pancaindra.
2. Bau. Apabila aroma bau yang terdapat dalam najis sudah tidak tercium.
3. Bentuk atau wujudnya.
Maka dari itu, tiga sifat tersebut harus terpenuhi jika seseorang akan
membersihhkan najis yang merupakan suatu tolak ukur dikatakan suci/bersih
(Khoirunnisa’, 2010)
2.3 Najis dan Cara Menghilangkannya (Thaharah)
Najis menurut bahasa artinya sesuatu yang dianggap kotor. Sedang menurut
syara’ adalah sesuatu yang dianggap kotor yang menghalangi kesahihan sholat (Al-
Dimyathy dalam Hasanah 2011). Oleh karena itu, agar ibadah menjadi sah dan
diterima oleh Allah SWT maka umat islam harus terhindar dari sesuatu yang kotor
seperti najis.
Najis dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni:
a. Najis mukhaffafah, yaitu najis ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang
umumnya kurang dari dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu
ibunya. Cara mensucikan benda yang terkena najis mukhaffafah ialah cukup
dengan memercikkan air pada tempat yang terkena najis itu, tidak perlu dibasahi
secara menyeluruh (Kassim, 2012).
b. Najis mughalladzah, yaitu najis berat, seperti najis anjing dan babi serta
keturunan dari keduanya. Cara menyucikannya yaitu wajib dibasuh 7 kali dan
salah satu di antaranya dengan air yang bercampur tanah (Kassim, 2006). Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
عه أتى هريرج قال قال رسىل هللا صلى هللا عليه و سلم طهىر اواء أحدكم
اخ أول هه تالتراب اذا ولغ فيه الكلة ان يغسله سثع مر
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah s.a.w: "Suci bejana salah
seorang di antara kamu bila dijilat anjing, hendaklah mencucinya tujuh kali,
permulaannya hendaklah dicampur dengan tanah/debu.” (H.R Muslim).
Hadist ini menunjukkan bahwa anjing adalah najis. Kenajisan anjing
dikategorikan oleh fuqaha sebagai najis mughalladzah (najis berat) karena cara
penyuciannya memerlukan proses samak atau sertu. Walaupun hadist di atas
menyebut tentang cara penyucian bekas jilatan anjing saja, namun sebagian fuqaha
menggunakan kaedah qiyas untuk menyamakan hukum dengan cara pembasuhan
tersebut untuk seluruh anggota tubuh anjing. Hukum menyentuh anjing atau babi
tanpa sebab yang mendesak adalah haram. (Bahagian Pengurusan Fatwa Malaysia,
2013).
Menurut Mazhab Syafi’i dan Hambali, bulu anjing adalah najis. Bulu anjing
yang kering tidak perlu disamak, melainkan dibasuh dengan air mutlak saja. Akan
tetapi, Jika bulu anjing tersebut basah maka perlu dibasuh sebanyak tujuh kali dan
basuhan yang pertama menggunakan tanah. Hal ini sesuai dengan Hadist shahih yang
telah disebutkan sebelumnya. Penyucian benda yang terkena badan anjing diqiyaskan
juga kepada benda yang terkena badan babi, yaitu perlu disucikan sebanyak tujuh
kali, di mana yang pertamanya adalah tanah (Bahagian Pengurusan Fatwa Malaysia,
2013). Menurut Mazhab Hanafi, najis anjing hanya air di sekitar mulut, hidung, dan
kotorannya. Sedangkan menurut Mazhab maliki, najis anjing hanya kotorannya saja
(Hakim, 2008)
c. Najis mutawassithah, yaitu najis sedang, seperti kotoran manusia atau binatang.
Najis sedang ini terbagi atas dua bagian:
1. Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak terlihat (tidak tampak). Cara mencuci
najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis
tersebut (Hasanah, 2011)
2. Najis „ainiyah, yaitu najis yang terlihat (masih ada zat, warna, dan baunya).
Cara mencuci najis ini hendaklah dengan dihilangkan zat, rasa, warna, dan
baunya, kecuali bila setelah dihilangkan dengan cara digosok, maka
dimaafkan (Hasanah, 2011).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Sabun
2.4.1 Pengertian Sabun
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia
antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak
nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambakan zat pewangi atau antiseptik
yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan
kesehatan (SNI, 1994). Didalam sabun terdapat surfaktan yang dapat mengikat
kotoran dari permukan kulit dan melarutkannya bersama air pada saat dibilas. Hal ini
dikarenakan sabun memiliki dua gugus yang berbeda kepolarannya. Gugus non polar
memiliki sifat hidrofobik dan dapat berikatan dengan kotoran, terutama lemak dan
minyak. Gugus polar bersifat hidrofilik dapat berikatan dengan air, sehingga pada
saat pembilasan kotoran dapat terbawa dalam air bilasan (Salam, 2003 dalam Handi,
2008)
Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air, sabun
berpenetrasi di antara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi dan
membuatnya lebih mudah dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya dapat
dihilangkan secara fisik dan kemudian terdispersi dalam larutan sabun sebagai hasil
emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa kotoran dapat dihilangkan dengan cara
tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh sabun (Mitsui, 1997)
[Sumber: Wilson, 2013]
Gambar 2.1. Sabun sebagai Pembersih
Sabun diproduksi dan diklasifikasi menjadi beberapa grade mutu. Sabun
dengan grade mutu A diproduksi dari bahan baku minyak atau lemak yang terbaik
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan mengandung sedikit alkali bebas. Sabun grade mutu A biasanya digunakan
sebagai sabun mandi, sabun dengan grade mutu B diperoleh dari bahan baku minyak
atau lemak dengan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali tetapi
kandungan alkali pada sabun tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sabun ini
biasanya digunakan untuk keperluan mencuci pakaian dan piring. Sedangkan sabun
grade C mengandung alkali bebas yang relatif tinggi yang berasal dari bahan baku
lemak atau minyak yang berwarna gelap (Kirk dkk, 1954 dalam Handi, 2008)
2.4.2 Metode Pembuatan Sabun
Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.
Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara minyak/lemak atau trigliserida dengan
alkali menghasilkan gliserol dan asam lemak (sabun), sedangkan proses netralisasi
terjadi karena minyak atau lemak masing-masing diubah menjadi asam lemak melalui
proses splitting/hydrolysis dan menghasilkan asam lemak yang dapat bereaksi dengan
soda kaustik (NaOH) mengahasilkan sabun dan air (SDA, 1994). Reaksi kimia pada
proses saponifikasi adalah sebagai berikut:
[Sumber: Mitsui, 1996]
Gambar 2.2 Reaksi Saponifikasi trigliserida
[Sumber: Mitsui, 1996]
Gambar 2.3 Reaksi Netralisasi Asam Lemak
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Minyak ataupun lemak yang digunakan hanya berbeda dalam segi bentuk saja,
Dimana minyak secara umum berbentuk cair, sedangkan lemak berbentuk padat.
Alkali yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun padat adalah natrium
hidroksida, sedangkan dalam pembuatan sabun cair atau shampoo adalah kalium
hidroksida (Mitsui, 1997)
2.4.3 Komponen Pembentuk Sabun
Secara umum, sabun dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali
(Anggraeni, 2014). Disamping itu juga digunakan bahan tambahan lain seperti
surfaktan, humektan, antioksidan, agen antimikroba, pewarna, parfum, dan bahan
tambahan khusus (seperti processing aids, binders (gum and resin), fillers, exfoliants,
antiacne, dan anti-irritants) (Barel dkk, 2009).
Berikut uraian bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi sabun tanah
penyuci najis mughalladzah:
1. Minyak kelapa
Minyak kelapa merupakan salah satu minyak nabati yang paling penting yang
digunakan dalam pembuatan sabun (Barel dkk, 2009). Keuntungan dari minyak
kelapa adalah memberikan sabun padat dengan warna yang terang dan busa
berlimpah. Sifat fisikokimia minyak kelapa dijelasan pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa
Jenis Uji Persyaratan
Bau Khas kelapa segar, tidak tengik
Rasa Khas minyak kelapa
Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat
Bilangan iod 4,1-11,0 g iod/100 g
Asam lemak bebas Maks. 0,2%
Bilangan peroksida Maks 2,0
Angka lempeng total Maks 0,1 mg/kg
[ Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2008]
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Minyak kelapa adalah salah satu jenis minyak dengan kandungan asam lemak
yang paling kompleks. Minyak kelapa mengandung 86% asam lemak jenuh dan 14%
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh lebih tahan terhadap kerusakan oksidatif
(Mursalin, 2015). Asam lemak yang paling dominan di dalam minyak kelapa adalah
asam laurat. Asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai
sedang yang tersusun dari 12 atom C (BM: 200,3 g.mol-1). Asam laurat memiliki
titik lebur 44°C dan titik didih 225°C sehingga pada suhu ruang berwujud padatan
berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan. Asam laurat sangat diperlukan
dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan
yang sangat baik untuk produk sabun serta vitamin A dan C yang berfungsi sebagai
antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang bisa merusak
kulit seperti kulit kering, noda hitam, kusam, dan keriput (Maripa, 2015). Berikut ini
merupakan perbandingan jumlah asam lemak minyak kelapa dan minyak kelapa
sawit:
Tabel 2.2 Perbandingan Komponen dan Jumlah Asam Lemak Minyak Kelapa
dan Minyak Kelapa Sawit
Asam Lemak Rumus Kimia Minyak Kelapa (%) Minyak Kelapa
Sawit (%)
Asam Lemak Jenuh
Asam kaprilat C7H17COOH 7,4 -
Asam kaprat C9H19COOH 6,3 -
Asam Laurat C11H23COOH 47,8 -
Asam miristat C13H27COOH 18,3 1,1
Asam palmitat C15H32COOH 9,0 43,5
Asam stearate C17H35COOH 2,8 4,2
Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam oleat C17H33COOH 6,3 40,8
Asam linoleat C17H31COOH 2 10,2
[Sumber: Paye dkk, 2006]
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida dikenal dengan sebutan sabun
keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan
sabun lunak (soft soap) (Mitsui, 1997). Pada penelitian ini akan dibuat sabun padat
sehingga alkali yang digunakan adalah NaOH. Natrium hidroksida memiliki berat
molekul 40 serta merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOH dapat
berbentuk pelet, serpihan, batang, atau bentuk lain, selain itu juga memiliki warna
yang putih dan bersifat higroskopis, bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO2
dan lembab (Departemen Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk, 2009)
3. Asam Stearat
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak,
sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan heksadekanoat
(C16H32O2). Berupa zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur, putih
atau kuning pucat, sedikit berbau, mirip lemak lilin; larut dalam 20 bagian etanol
(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P (Departemen
Kesehatan RI, 1995 dan Rowe dkk, 2009). Asam stearat tidak kompatibel dengan
kebanyakan logam hidroksida dan mungkin tidak kompatibel dengan agen pereduksi
dan agen pengoksidasi.Asam stearat berperan dalam memberikan konsistensi dan
kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997).
4. Gliserin
Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirop, tidak berwarna, tidak berbau,
manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur dengan air dan dengan
etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak
lemak (Departemen Kesehatan RI, 1979). Gliserin digunakan sebagai humektan
dengan konsentrasi <30%. Gliserin berfungsi sebagai humektan, yaitu skin
conditioning agent yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Gliserin merupakan
bahan yang higroskopis. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen
glikol stabil secara kimia. Dapat terkristalisasi jika disimpan pada suhu rendah dan
kristal tersebut tidak meleleh hingga dipanaskan pada 20oC (Rowe dkk, 2009).
5. Butylated Hydroxy Toluene/ BHT
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dan lemah. BHT praktis tidak
larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali dan dilute aqueous
asam mineral; sangat larut dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter, metanol, dan
minyak mineral. Digunakan sebagai antioksidan untuk minyak dan lemak dengan
konsentrasi 0,02% (Rowe dkk, 2009). Basis sabun dengan proporsi asam lemak tak
jenuh yang tinggi (misalnya oleat, linoleat, dan linolenat) dan adanya aditif sabun
tertentu, seperti pengaroma, cenderung menjadi rentan terhadap perubahan oksidatif
atmosfer yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, preservatif (chelating agent dan
antioksidan) diperlukan untuk mencegah dari terjadinya oksidasi. Antioksidan yang
paling umum digunakan dalam hubungannya dengan chelating agent pada sabun
batang adalah butylated hydroxytoluene (BHT) (Barel dkk, 2009).
6. Triklosan
Triklosan berupa serbuk putih kristal halus, memiliki titik leleh pada suhu
57°C dan terlindung dari cahaya. Triklosan praktis tidak larut dalam air; larut dalam
alkohol, dalam aseton, dan metil alkohol; sedikit larut dalam minyak. Triklosan biasa
digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam produk sabun, krim dan larutan
dalam konsentrasi sampai 2% (Sweetman, 2009). Penambahan antimikroba pada
sabun batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang (Barel dkk, 2009).
Triklosan digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik dengan konsentrasi
maksimal 0,3% (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Penambahan
antimikroba pada sabun batang memberi manfaat untuk penggunaan jangka panjang,
terutama antara mencuci dan mandi. Sabun batang sangat efektif dalam
menghilangkan mikrobial flora. Antimikroba yang umum digunakan dalam bentuk
sabun batang adalah trichlorocarbanilide (TCC), trikloro difenil hidroksietil
(triclosan), dan para-chloro m-xylenol (PCMX). TCC efektif terhadap bakteri gram
positif, sedangkan triclosan dan PCMS efektif terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif (Barel dkk, 2009)
7. Natrium Lauril Sulfat
Natrium Lauril Sulfat (NLS) berbentuk serbuk putih, berbusa lembut, banyak
dan tebal, merupakan surfaktan yang larut dalam air, berkinerja baik dan kuat
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membersihkan kotoran dan minyak, menghasilkan sediaan dengan warna yang baik
tetapi memiliki kekurangan jika digunakan dalam konsentrasi tinggi, yaitu dapat
menyebabkan iritasi kulit (Hunting, 1983 dalam Wiradika). NLS merupakan tipe
surfaktan anionik (Paye dkk, 2006). Jenis surfaktan yang banyak digunakan pada
pembuatan sabun adalah tipe anionik karena lebih tidak mengiritasi dan dapat sebagai
pengontrol viskositas (Butler, 2000 dalam Wiradika).
Natrium Lauril Sulfat (NLS) memiliki panjang rantai karbon 12. Surfaktan ini
kurang ditoleransi oleh kulit. Ketika panjang rantai meningkat, yaitu antara C14
sampai C18, penetrasi melalui stratum korneum, potensi iritasi, dan kapasitas busa
menjadi menurun. Lauril sulfat tersedia dalam bentuk berbagai garam, diantaranya:
Natrium Lauril Sulfat (NLS), Amonium Lauril Sulfat (ALS), Magnesium Lauril
Sulfat [Mg (LS)2] dan Trietanolamin Lauril Sulfat (TEALS). Toleransi lauril sulfat
terhadap kulit berturut-turut sebagai berikut: Mg (LS)2 > TEALS > NLS > ALS (Paye
et al., 2006).
8. Kokamidoproil Betain
Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino ([R1R2R3]N+CH2COOH),
yang diklasifikasikan sebagai kationik karena menunjukkan muatan positif permanen.
Kokamidopropil disebut juga dengan surfaktan amfoterik. Muatan positif dari betain
berasal dari nitrogen kuartener sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat
(betaine), sulfat (sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine atau
phostaine) (Paye dkk, 2006). Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa,
pembasah dan pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan
anionik. Betain memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan dengan
adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik (Barel dkk, 2009).
9. Etanol
Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Berupa cairan tak berwarna,
jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Etanol sangat mudah larut dalam
air, dalam kloroform P dan dalam eter P. Etanol mudah menguap pada suhu rendah,
mendidih pada 78oC, dan mudah terbakar (Departemen Kesehatan RI, 1995).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Parfum
Parfum merupakan bahan tambahan pada produk kosmetik yang dapat
mempengaruhi penerimaan konsumen. Umumnya, penggunaan parfum untuk
menutupi bau dari asam lemak pada formulasi sabun padat. Parfum yang digunakan
tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan produk akhir. Jumlah
parfum yang digunakan pada sabun padat berkisar antara 0,3% sampai 1,7% (untuk
sabun deodorant) (Barel dkk, 2009)
11. Aquades
Aquades memiliki nama lain aqua purificata, air murni. Berbentuk cairan,
jernih, tidak berbau, dan tidak berasa. pH 5-7. Untuk meningkatkan stabilitas selama
penyimpanan maka aquades harus dilindungi dari kontaminasi partikel ion bahan
organik yang dapat menaikkan konduktivitas dan jumlah karbon organik. Fungsi
aquades adalah sebagai pelarut (Departemen Kesehatan RI, 1995)
2.4.4 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
untuk sabun yang beredar di pasaran mencakup dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Syarat Mutu Sabun Mandi
Karakteristik Tipe I Tipe II Superfat
Kadar air Maks. 15% Maks. 15% Maks. 15%
Total lemak >10% 64-70% >70%
Alkali bebas
(dihitung sebagai
NaOH)
Maks 0,1% Maks 0,1% Maks 0,1%
Asam lemak bebas < 2,5% < 2,5% 2,5-7,5%
Minyak Mineral Negatif Negatif Negatif
[Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1994]
Optimalisasi dalam formulasi sabun perlu dilakukan untuk menghasilkan
sabun yang berkualitas dan sesuai dengan harapan. Optimasi-optimasi yang dilakukan
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam pembuatan sabun, biasanya dalam hal prosedur pembuatan dan bahan yang
digunakan (Priani, 2010).
2.5 Kaolin
Tanah liat atau clay didefinisikan sebagai partikel yang kurang dari 1/265 mm
(0.004 mm) atau kurang dari 0.002 mm. Pada teknik difraksi x-ray ditemukan bahwa
sebagian besar sedimen clay-sized terdiri dari kumpulan lapisan mineral silikat,
sehingga istilah clay mineral berasal dari lapisan mineral silikat yang berbutir halus
(<0,002 mm). Terminologi yang digunakan di sini adalah sebagai berikut :
1. Clay merupakan sedimen atau batuan (claystone) yang berukuran kurang dari
0,002 mm.
2. Clay-sized merupakan patikel yang memiiki dimensi kurang dari 0,002 mm.
3. Clay mineral merupakan lapisan mineral silica terjadi pada fraksi clay-size,
sedimen, sedimen batuan, dan batuan yang lapuk.
4. Agillaceous merupakan batuan atau sedimen yang mengandung jumlah clay
mineral signifikan.
Definisi clay mineral memiliki persyaratan ukuran, yang merupakan kriteria
nonmineralogikal. Berikut beberapa mineral yang termasuk sebagi clay mineral,
antara lain kaolinit, smektit, illit, vermikulit, dan klorit. Clay telah digunakan sejak
dahulu dan terus digunakan dalam berbagai produk industri dan komersial. Beberapa
kegunaan dari clay antara lain pelapis dan pengisi kertas, keramik, kosmetik, produk
tahan api, produk bangunan, semen porttland, absorben, makanan sebagai aditif
makanan, dan obat-obatan (Nesse, 2012). Bahan clay yang digunakan dalam
penilitian adalah kaolin.
Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan dengan
pencucian dan pengeringan. Kaolin berupa serbuk ringan, putih, bebas dari butiran
kasar, tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan licin (Departemen Kesehatan RI,
1995). Kaolin mengandung mineral kaolinit (Al2Si2O5(OH)4) sebagai bagian yang
terbesar, sehingga kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih (Nidya, 2008).
Kaolin secara alami mengandung mineral yang digunakan dalam formulasi oral dan
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
topikal di bidang farmasi. Dalam pengobatan oral, kaolin digunakan sebagai diluen
dalam formulasi tablet dan kapsul, juga biasa digunakan sebagai pembawa suspensi.
Kaolin dapat berfungsi sebagai adsorben, agen pensuspensi, diluen tablet dan kapsul
(Rowe dkk, 2006).
Kaolin praktis tidak larut dalam dietil eter, etanol (95%), air, pelarut organik
lainnya, asam encer dingin, dan larutan alkali hidroksida. Kaolin merupakan bahan
atau material yang stabil dan tidak beracun dan tidak toksik (Rowe dkk, 2006).
Kaolin terbentuk melalui proses pelapukan atau alterasi hidrotermal mineral
aluminosilikat. Untuk pembentukan kaolin, maka pada proses pelapukan atau alterasi
harus bersih dari ion-ion seperti ion Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Kaolin tidak dapat
menyerap air, sehingga tidak dapat mengembang ketika kontak dengan air (Nidya,
2008)
2.6 Sifat Fisika Kimia Sabun
Secara umum, sifat fisika dalam sabun terdiri dari kekerasan, stabilitas busa,
mudah dibilas, tegangan permukaan, tegangan antar muka, dan stabilitas emulsi.
Sedangkan sifat kimia pada sabun pada umumnya berupa pH, kadar air, jumlah asam
lemak total, alkali bebas, asam lemak bebas, dan minyak mineral (Girgis, 2003).
a. Kekerasan
Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran mekanis terhadap resistensi
batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat
kekerasan tertentu (Priani, 2010). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam lemak
jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak
yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh
biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang
lebih keras (Gusviputri dkk, 2013). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan
menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource,
2017).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. pH
Sabun pada umumnya mempunyai pH sekitar 9 - 10 (Tarun, 2014). Menurut
ASTM, 2001) pH sabun yang relatif aman adalah 9 - 11. pH merupakan indikator
potensi iritasi pada sabun. pH sabun yang relatif basa dapat membantu kulit untuk
membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sabun dan kotoran lain
yang menempel di kulit (Setyoningrum, 2010). pH yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kerusakan kulit apabila kontak berlangsung lama, misalnya pada
tukang cuci, atau pembilasan tidak sempurna. Apabila kulit terkena cairan sabun, pH
kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan
air. Pengasaman kembali terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga
puluh menit pH kulit menjadi normal kembali. (Wasitaatmaja, 1997).
c. Busa
Busa (foam) adalah suatu system disperse yang terdiri atas gelembung gas
yang dibungkus oleh lapisan cairan (Grace, 2010). Busa merupakan salah satu
parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu sabun. Metode laboratorium
untuk mengevaluasi busa yaitu tes tinggi pembusaan Ross-Miles (Ross-Miles foam
height test). Pada tes tersebut, sabun dilarutkan kemudian dituang dari ketinggian
yang telah ditentukan menuju permukaan larutan sabun yang sama. Tinggi busa dan
stabilitasnya diukur. (Paye dkk, 2006). Sabun dengan busa melimpah pada umumnya
lebih disukai oleh konsumen. Stabilitas busa merujuk kepada kemampuan busa untuk
mempertahankan parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu.
Parameter tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume
busa. “waktu hidup” busa (foam lifetime) merupakan ukuran paling sederhana untuk
menunjukkan stabilitas busa (Exerowa, 1998 dalam Grace, 2010)
d. Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.
Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang
dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak
mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti,
2009). Prinsip dari pengujian kadar air sabun adalah pengukuran kekurangan berat
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setelah pengeringan pada suhu 105°C. Tingkat kekerasan sabun sangat dipengaruhi
oleh kadar air sabun. Semakin tinggi kadar air maka sabun akan semakin lunak (SNI,
1994).
e. Jumlah Asam Lemak
Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun
yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik
mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%. hal ini berarti bahan-bahan
yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%.
Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak
atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah
madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan
bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan,
menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).
f. Minyak Mineral
Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat
penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan
kekeruhan (Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti
halnya asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan
dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan
terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 1994).
2.7 Uji Statistik ANOVA
Analisis varians (analysis of variance) atau ANOVA adalah suatu metode
analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Dalam praktik,
analisis varians dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun
pendugaan. ANOVA (Analysis of variances) digunakan untuk melakukan analisis
komparasi multivariabel. Anova digunakan untuk membandingkan rata-rata populasi,
bukan ragam populasi. Jenis data yang tepat untuk ANOVA adalah nominal dan
ordinal pada variabel bebasnya, jika data pada variabel bebasnya dalam bentuk
interval atau ratio maka harus diubah dulu dalam bentuk ordinal atau nominal.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ANOVA satu arah (one way anova) digunakan apabila yang akan dianalisis terdiri
dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas.
2.8 Antimikroba
Antimiroba adalah senyawa kimia yang khas dihasilkan oleh organisme hidup
termasuk stuktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi
rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih
mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995)
2.8.1 Air Liur Anjing
Air liur anjing yang dihasilkan oleh aksesoris sistem digestivus kelenjar saliva
(apparatus digestorius). Apparatus digestivus terdiri dari rongga mulut, pharynx,
alimentary canal dan kelenjar aksesorius. Kelenjar aksesorius terdiri dari gigi, lidah,
kelenjar ludah, hati, gallbladder, pankreas dan kantung anal (Evans, 1993). Saliva
terdiri dari 95% berupa cairan dan sisanya merupakan komponen – komponen yang
larut dibedakan atas komponen anorganik elektrolit dan bentuk ion, seperti Na⁺, K⁺,
Mg²⁺, Cl⁻, dan fosfat, dan komponen organik terutama protein, musin, lipida, asam
lemak, dan ureum (Vasudevan, 2011).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.4 Komponen Air Liur Anjing
[Sumber: Bailie, 1978]
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.2 Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganime bersel satu dan berkembang biak dengan
cara membelah diri (aseksual). Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun
panjangnya, tetapi pada umumnya penampan bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 μm dan
panjangnya sekitar 1-6 μm (Jawetz dkk, 2001). Bakteri dibagi dalam golongan gram
positif dan gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan
antara bakteri gram positif dan gram negatif dapat dilihat dari perbedaan dinding sel.
Dinding sel bakteri gram positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan
peptidoglikan yang membentuk struktur tebal dan kaku. Kekakuan pada dinding sel
bakteri yang disebabkan karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini
membuat bakteri gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz dkk, 2001).
Dinding sel bakteri gram positif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tebal. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis,
membran luar yang terdiri dari protein, lipoprotein, fosfolipid dan lipopolisakarida,
daerah periplasma dan membran dalam. Bakteri gram negatif terdiri atas satu atau
sedikit lapisan peptidoglikan pada dinding selnya. Selain itu dinding sel bakteri gram
negatif ini mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik
dan kimia. (Jawetz dkk, 2001).
2.8.3 Metode Pengujian Antibateri
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi. Metode difusi
dilakukan dengan mengukur diameter zona bening yang merupakan petunjuk adanya
respon penghambatan bakteri oleh suatu senyawa antibateri (Hermawan dkk., 2007).
Menurut Greenwood (1995) klasifikasi respon penghambatan dapat dilihat pada tabel
berikut:
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.5 Klasifikasi Respon Hambatan
Diameter zona bening Respon hambatan pertumbuhan
≤10 mm Tidak ada
11-15 mm Lemah
16-20 mm Sedang
>20 mm Kuat
[Sumber: Kining, 2015]
Salah satu cara uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi adalah metode
sumuran. Uji ini dilakukan dengan membuat suatu lubang yang berfungsi sebagai
tempat menampung zat antimikroba. Kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan
suhu tertentu sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji. Pada umumnya,
hasil yang diperoleh dapat diamati setelah inkubasi selama 18 - 24 jam dengan suhu
37°C. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening
yang terbentuk di sekeliling lubang yang menunjukkan zona hambat pada
pertumbuhan bakteri (Bonang, 1992).
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian II Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Laboratorium Formulasi Sediaan Semi Solid dan Liquid Fakultas Farmasi Universitas
Pancasila, Laboratorium Diagnostik Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Non-Pangan, Balai Pengujian Barang, Ciracas
Jakarta Timur.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Timbangan analitik, thermometer, penetrometer, penjepit kayu, magnetic
stirrer, hot plate, cawan petri, api bunsen, jarum ose, pinset, gelas ukur (Pyrex),
cakram disk kosong, tip, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cotton swab steril, vortex
mixer, aluminium foil, autoclave (ALP Ogawa Seiki), micropipette
(Thermoscientific), mikropipet, korek api, kertas label, bunsen, incubator (France
Etuves), batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, spatula, pot, cetakan sabun, pH
meter, oven, waterbath, dan alat-alat gelas kimia lainnya.
3.2.2 Bahan
Kaolin (KaMin Performance Minerals), gliserin, natrium hidroksida (Chengdu
Huarong Chemical Company Limited), asam stearat (Shadhong Biotechnologi),
natrium lauril sulfat, kokamidopropil betain (Evonik Industries), butylated
hydroxytoluen, minyak kelapa (24 Chatham Place), triklosan (DevImpex), etanol
96%, parfum strawberry, aquadest, NaCl fisiologis, air liur anjing, media Mueller
Heenton Agar (MHA), Plate Count Agar (PCA), Buffered pepton, dan aquadest steril.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.3 Hewan Penelitian
Hewan yang akan diteliti adalah 3 ekor anjing. Sampel yang digunakan yaitu
air liur anjing dari ketiga anjing tersebut. Ketiga anjing berasal dari Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin
Dilakukan formulasi sabun tanah dengan memvariasikan konsentrasi asam
stearat dan minyak kelapa. Sabun tanah dibuat dalam 6 formula seperti yang tertera
pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2
Tabel 3.1 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa
BAHAN FORMULA
FM1 FM2 FM3
Minyak kelapa 20 % 25 % 30 %
NaOH 35 % 10 % 10 % 10 %
Asam stearate 9 % 9 % 9 %
Kokamidopropilbetain 5 % 5 % 5 %
NLS 4 % 4 % 4 %
Kaolin 12 % 12 % 12 %
Gliserin 20 % 20 % 20 %
BHT 0,02 % 0,02 % 0,02 %
Triklosan 0,1 % 0,1 % 0,1 %
Etanol 96% 1 % 1 % 1 %
Parfum Qs Qs Qs
Aquadest Add 100 % Add 100 % Add 100 %
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.2 Formula Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat
BAHAN FORMULA
FA1 FA2 FA3
Minyak kelapa 30 % 30 % 30 %
NaOH 35 % 10 % 10 % 10 %
Asam stearate 10 % 12 % 14 %
Kokamidopropilbetain 5 % 5 % 5 %
NLS 4 % 4 % 4 %
Kaolin 12 % 12 % 12 %
Gliserin 20 % 20 % 20 %
BHT 0,02 % 0,02 % 0,02 %
Triklosan 0,1 % 0,1 % 0,1 %
Etanol 96% 1 % 1 % 1 %
Parfum Qs Qs Qs
Aquadest Add 100 % Add 100 % Add 100 %
[Sumber: Mauliana, 2016 dengan modifikasi]
3.3.2 Pembuatan Sabun Kaolin
Ditimbang masing-masing komponen formula sesuai kebutuhan. Asam
stearat, minyak kelapa, dan BHT dilebur hingga suhu 70°C di dalam cawan penguap
di atas penangas air. Lalu ditambahkan larutan NaOH 35% pada suhu 70%, diaduk
sampai terbentuk massa yang homogen. Ditambahkan secara berturut-turut gliserin,
natrium lauril sulfat, kokamidopropil betain, triklosan (yang telah dilarutkan dalam
etanol 96%), kaolin, dan sisa air yang telah dicampurkan dengan pewarna sedikit
demi sedikit pada suhu 70°C, diaduk hingga homogen. Kemudian dilakukan
pendinginan pada suhu 50°C-40°C, setelah itu ditambahkan parfum secukupnya.
Diaduk sampai terbentuk massa sabun padat. Campuran dituangkan kedalam cetakan
yang sebelumnya telah diolesi gliserin, didiamkan sampai mengeras pada lemari
pendingin. Kemudian sabun dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan evaluasi
(Mauliana, 2016 dengan modifikasi).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sabun
1 Pengamatan Organoleptik
Pengamatan oraganoleptis dilakukan secara visual dengan mengamati
bentuk, warna dan bau dari sabun padat yang dihasilkan (Tjitraresmi dkk,
2010)
2 Tingkat Busa dan Stabilitas Busa
Sebanyak 1 gram sabun dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi 10
ml aquades, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa yang
terbentuk diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi
busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir). Menurut Harry (1973)
syarat tinggi busa sabun yaitu 1,3 - 22 cm (Apgar, 2010). Stabilitas busa
dihitung dengan rumus (Piyeli dkk, 1999 dalam Jannah, 2009):
Stabilitas Busa (1 jam) = 100 % - % Busa yang hilang
% Busa yang hilang =
x 100 %
3 pH Sabun
Sampel dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dimasukkan
ke dalam gelas kimia. Akuades yang memiliki pH 7 ditambahkan sebanyak 10
mL dan diaduk sampai larut kemudian dilakukan pengukuran pH dengan cara
memasukkan pH meter yang telah dikalibrasi dengan pH 4, 7, dan 9.
Selanjutnya pH meter didiamkan beberapa saat hingga didapatkan pH yang
tetap (Laeha, 2015). Menurut ASTM (2001) pH sabun yang relatif aman
adalah 9 - 11.
4 Kekerasan Sabun
Pengukuran kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
penetrometer. Jarum pada penetrometer ditusukkan ke dalam sampel dan
dibiarkan untuk menembus bahan selama 5 detik pada temperature konstan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(27°C). Kedalaman penetrasi jarum ke dalam bahan dinyatakan dalam 1/10
mm dari angka yang ditunjukkan pada skala penetrometer (jannah, 2009)
5 Kadar air
Cawan petri yang telah dikeringkan ditimbang lalu dimasukkan dalam
oven pada suhu 105°C selama 30 menit (W0). Sampel ditimbang dan
dimasukkan dalam cawan petri yang telah dikeringkan (W1). Dipanaskan
dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Lalu didinginkan dalam desikator
sampai suhu ruang lalu ditimbang (W2). Kemudian dihitung dengan rumus
berikut: (Standar Nasional Indonesia, 2016)
Kadar air =
x 100
Keterangan:
Kadar air dalam satuan % fraksi massa
W0 = bobot cawan kosong (g)
W1 = bobot contoh uji dan cawan sebelum pemanasan (g)
W2 = bobot contoh uji dan cawan setelah pemanasan (g)
W = bobot sampel
6 Asam Lemak Bebas
Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alcohol dalam
labu Erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 0,5 indikator phenolphthalein 1 % dan
didinginkan sampai suhu 70°C kemudian dinetralkan dengan KOH 0,1 N
dalam alkohol. Selanjutnya ditimbang dengan teliti ± 5 g sampel dan
dimasukkan ke dalam alkohol netral diatas, ditambahkan batu didih, dan
dipanasi agar cepat larut di atas penangas air, dididihkan selama 30 menit.
Larutan didinginkan samapi 70°C dan dititar dengan larutan KOH 0,1 N
dalam alkohol sampai timbul warna merah yang tahan sampau 15 detik.
Kemudian dihitung dengan rumus berikut: (Standar Nasional Indonesia, 2016)
Asam Lemak Bebas =
x 100 %
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keterangan:
Asam lemak bebas dalam satuan % fraksi massa
V = volume KOH yang digunakan (mL)
N = normalitas KOH yang digunakan
B = bobot sampel (g)
282 = berat ekuivalen asam oleat (C18H34O2)
3.3.4 Evaluasi Daya Bersih Sabun
Evaluasi daya bersih sabun dilakukan terhadap 9 orang responden
(menggunakan rumus federer) sehat dengan usia kisaran 15 – 22 tahun. Setiap
responden diberikan 6 sampel sabun yang terdiri dari formula FA1, FA2, FA3.
Pengujian dilakukan dengan cara membersihkan tangan responden (yang sudah
dikotori dengan minyak kelapa sebanyak 250 mg dengan luas area 5 x 5 cm2) dengan
sampel sabun yang akan diuji. Kekesatan tangan responden dievaluasi secara
organoleptik dan dinilai dengan rentang nilai 1 - 5. Semakin tinggi nilainya
menunjukkan tingkat kekesatan yang semakin tinggi.
3.3.5 Teknik Analisis Data
Data dari beberapa formula hasil evaluasi berupa pH, tinggi busa, stabilitas
busa, dan kekerasan busa, diuji secara statistik dengan analisis varian satu arah (one
way ANOVA) kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan
95% (α = 0,05) untuk mengetahui perbedaan bermakna antara formula hasil
pengujian. Data yang tidak terdistribusi normal dan tidak homogeny, dilanjutkan
dengan analisis statistik nonparametrik yaitu uji Kruskal Wallis (Mauliana, 2016).
3.3.6 Evaluasi Sabun Menurut SNI
Pengujian mutu sabun menurut SNI meliputi jumlah asam lemak, dan minyak
mineral dilakukan di Laboratorium Non Pangan, Balai Pengujian Mutu Barang,
Direktorat Pengembangan Mutu Barang, Ciracas, Jakarta Timur.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.7 Uji Aktifitas Antimikroba
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang terbuat dari besi dan kaca, swab serta media kultur
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Alat-alat yang
terbuat dari kaca atau gelas diutamakan sterilisasi menggunakan oven pada
suhu 160°C - 170°C selama 2 jam. Sedangkan alat-alat seperti spatula besi,
dan alat yang sama digunakan pada laboratorium bakteriologi disterilkan
dengan dipanaskan diatas bunsen (Sarles dkk, 1956; Harley, 2005; Ryan and
Ray, 2004).
2. Persiapan Air Liur Anjing
Air liur anjing sebanyak 0,5 ml dilarutkan dengan 4,5 ml NaCl
Fisiologis (1:9). Campuran tersebut dihomogenkan dengan mengggunakan
vortex.
3. Uji Swab Sabun Tanah Kaolin terhadap Air Liur Anjing
Suspensi bakteri sampel sebanyak 100 µl dituangkan ke tangan
kemudian digosokkan pada kedua tangan. Tangan dicuci menggunakan sabun
kaolin sebanyak 1 kali pada bilasan pertama dan diswab, kemudian dicuci
menggunakan aquadest steril dan diswab kembali menggunakan cotton swab
(bilasan kedua hingga ketujuh). Cotton swab dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi 10 ml larutan 0,1% buffered pepton water dan
dihomogen. Larutan yang berisi cotton swab diambil sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam 9 ml 0,1% buffered pepton water, kemudian didapatkan
hasil pengenceran 10-1
. Hasil pengenceran 10-1
sebanyak 1 ml dimasukkan ke
dalam media PCA dengan suhu 40°-50°C dan diinkubasi selama 24 jam
(37°C), kemudian dihitung jumlah bakteri yang bertahan (Hakim, 2008
dengan modifikasi).
4. Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Tanah Kaolin terhadap Bakteri Air Liur
Anjing Menggunakan Uji Difusi
Suspensi bakteri sampel dimasukkan ke dalam media Mueller Heenton
Agar (MHA) sebanyak 1 ml kemudian diamkan hingga memadat. Lubang
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibuat pada media yang sudah memadat dan dimasukkan sabun tanah yang
sudah dilarutkan ke dalam NaCl fisiologis (1:1) sebanyak 50 µl, kemudian
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan
mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri pada masing-masing kertas
cakram (Hakim, 2008; Nurainy dkk, 2008 dengan modifikasi).
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Formulasi Sabun Padat Kaolin
Dalam penelitian ini sabun padat yang mengandung tanah kaolin dibuat
dengan menggunakan variasi konsentrasi minyak kelapa dan variasi konsentrasi asam
stearat. Formula dasar sabun ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Mauliana, mahasiswa farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mauliana (2016)
membuat formulasi sabun padat bentonit dengan variasi konsentrasi asam stearat dan
natrium lauril sulfat. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa kandungan
kadar air pada sabun tersebut terlalu tinggi yaitu mencapai 24,82%, sedangkan syarat
kadar air dalam sabun padat menurut SNI maksimal 15%. Selain itu, jumlah asam
lemak yang terdapat dalam sabun padat tersebut terlalu rendah yaitu 0,23%,
sedangkan syarat jumlah asam lemak dalam sabun padat tipe 1 menurut SNI adalah
>10%.
Pada penelitian Mauliana (2016), Tanah yang digunakan adalah bentonit
dengan konsentrasi 20%. Pada konsentrasi tersebut sabun padat bentonit ini tidak
dapat lagi dinaikkan kekerasannya, karena ketika konsentrasi asam stearat dinaikkan
lagi maka proses pembuatan sabun tersebut tidak dapat dituangkan ke dalam cetakan
sehingga tidak menghasilkan sabun padat yang sempurna. Sabun tanah bentonit juga
memiliki warna yang coklat gelap, sehingga mengurangi minat konsumen untuk
menggunakan sabun ini. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula dari
penelitian Mauliana (2016) yaitu dengan mengganti tanah bentonit menjadi tanah
kaolin agar didapatkan penampilan fisik sabun yang lebih menarik, lalu menurunkan
konsentrasi tanah menjadi 12%. Penurunan konsentrasi ini diikuti dengan
peningkatan konsentrasi minyak dan asam stearat. Penggunaan variasi konsentrasi
minyak bertujuan untuk mendapatkan jumlah asam lemak yang paling tinggi pada
sabun padat kaolin, sedangkan variasi konsentrasi asam stearat bertujuan untuk
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mendapatkan konsentrasi asam stearat yang dapat memberikan kekerasan paling
tinggi pada sabun padat kaolin.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun padat kaolin meliputi
minyak kelapa, natrium hidroksida, asam stearat, kokamidopropil betain, Natrium
lauril sulfat (NLS), kokamidopropil betain, kaolin, gliserin, BHT, triklosan, etanol
96%, parfum, dan akuades. Pada proses pembuatan sabun, asam stearat, BHT, dan
minyak kelapa terlebih dahulu dilebur di atas penangas air hingga suhu 70°C sampai
melebur sempurna. Setelah itu, ditambahkan larutan NaOH 35% pada suhu yang
sama yaitu 70°C ke dalam fase minyak tersebut sehingga terbentuk stok sabun.
Setelah terbentuk stok sabun, selanjutnya ditambahkan secara berturut-turut gliserin,
Natrium lauril sulfat (NLS), triklosan (yang telah dilarutkan dalam etanol 96%), lalu
ditambahkan kaolin dan sisa air sedikit demi sedikit ke dalam campuran massa sabun.
Setelah itu, massa sabun dimasukkan ke dalam cetakan sabun, dan dibiarkan
mengeras selama ± 24 jam di dalam lemari pendingin untuk mempercepat proses
pemadatan sabun. Sabun yang telah mengeras, dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan
selama ± 24 jam pada suhu ruang, lalu dievaluasi sifat fisika kimia sabun.
Fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam formula sabun tetsebut,
antara lain adalah: minyak kelapa dan natrium hidroksida berfungsi sebagai bahan
pembentuk sabun padat melalui proses saponifikasi, stok sabun yang dihasilkan harus
merupakan reaksi sempurna antara asam lemak dengan alkali, untuk menghindari
adanya asam lemak bebas atau alkali bebas yang tertinggal dalam sabun (Karo,
2011). Asam stearat berfungsi sebagai pengeras (Mitsui, 1997). Asam stearat
merupakan kristal padat yang meleleh pada suhu 69-70°C (Rowe dkk, 2009) sehingga
perlu dilelehkan terlebih dahulu. BHT berfungsi sebagai antioksidan. Dalam
pembuatan sabun diperlukan penggunaan antioksidan karena sabun tersusun dari
asam lemak yang sebagian mengandung ikatan tak jenuh yang mudah teroksidasi
sehingga menimbulkan ketengikan (Setyoningrum, 2010). Gliserin berfungsi sebagai
humektan, yaitu skin conditioning agent yang dapat meningkatkan kelembaban kulit
(Mitsui, 1997). NLS dan Kokamidopropil betain berfungsi sebagai pembentuk busa.
Natrium lauril sulfat (NLS) adalah surfaktan anionik, sedangkan kokamidopropil
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
betain adalah surfaktan amfoterik. Kombinasi NLS dengan kokamidopropil betain
bertujuan untuk meningkatkan kompatibilitas NLS terhadap kulit dan menghasilkan
busa yang lebih baik serta buasa yang lebih stabil (Paye dkk, 2006). Triklosan
berfungsi sebagai pengawet (antimikroba). Penambahan antimikroba pada sabun
padat bermanfaat untuk penggunaan jangka panjang, terutama pada saat pencucian
(Barel dkk, 2009). Etanol 96% berfungsi sebagai pelarut terhadap triklosan,
dikarenakan triklosan praktis tidak larut dalam air, namun larut dalam alkohol
(Sweetman, 2009). Kaolin adalah golongan tanah liat (clay) yang digunakan sebagai
agen penyuci najis mughalladzah. Nabi Muhammad SAW dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Muslim tidak memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang
boleh digunakan untuk menyucikan najis mughalladzah. Hal ini menunjukkan semua
jenis tanah yang ada di atas muka bumi ini boleh digunakan untuk menyucikan najis
mughalladzah. Berdasarkan kitab Mughni al-Muhtaj, Juzu’ 1, Hal 137 menyebutkan
semua jenis tanah termasuk debu pasir dapat digunakan untuk membersihkan najis
mugalladzah. Pengharum yang digunakan adalah pengaharum strawberi yang
memberikan efek harum pada sabun yang dihasilkan.
Terdapat tiga formula dengan komposisi minyak kelapa yang berbeda, yaitu:
formula M1 dengan konsentrasi minyak kelapa 20%; formula M2 dengan konsentrasi
minyak kelapa 25%; dan formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. Dari
ketiga formula tersebut dilakukan evaluasi organoleptis, pH, kadar air, dan kekerasan
sabun untuk mendapatkan sabun yang paling keras dan tidak berminyak. Pada
formula M3 didapatkan sabun yang lebih keras dibandingkan formula M1 dan M2.
Apabila konsentrasi minyak ditingkatkan lagi >30% dihasilkan sabun yang
berminyak yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika digunakan. Oleh karena
itu, formula M3 dimodifikasi kembali dengan membuat tiga formula baru dengan
komposisi asam stearat yang berbeda, yaitu sebagai berikut: formula A1 dengan
konsentrasi asam stearat 10%; formula A2 dengan konsentrasi asam stearat 12%; dan
forula A3 dengan konsentrasi asam stearat 14% dari ketiga formula tersebut
dilakukan evaluasi sifat fisika kimia sabun berupa organoleptis, pH, tinggi dan
stabilitas busa, kadar air, kekerasan sabun, dilakukan pula evaluasi daya bersih pada
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sabun padat kaolin. Dari hasil evaluasi sifat fisika kimia sabun dan evaluasi daya
bersih, dipilih konsentrasi asam stearat terbaik untuk selanjutnya dilakukan evaluasi
terhadap aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode difusi dan uji swab.
Selain itu dilakukan pula evaluasi mutu sabun mandi menurut SNI yang meliputi
jumla total tasam lemak, asam lemak bebas dan minyak mineral.
4.2 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa
Formula Nilai pH Kedalaman Penetrasi (10-1
mm)
M1 9,890 ± 0,0090 39,50 ± 1,0000
M2 9,877 ± 0,0115 34,33 ± 0,7637
M3 9,856 ± 0,0105 27,50 ± 0,5000
SK 10,262 ± 0,0249 16.50 ± 1,5000
Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD
4.2.1 Pengamatan Organoleptis
Tabel 4.2 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa
Formula Bentuk Warna Bau
M1 Padat Putih gading Aroma strawberi
M2 Padat Putih gading Aroma strawberi
M3 Padat Putih gading Aroma strawberi
Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2x24 jam diperoleh
hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptis, tidak terdapat perbedan dari formula
sabun dengan variasi konsentrasi minyak kelapa. Secara fisik dengan peningkatan
konsentrasi minyak tidak mempengaruhi bentuk, warna, dan bau sabun padat tanah
yang dihasilkan.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2 Pengujian pH
Derajat keasaman atau pH merupakan indikator potensi iritasi pada sabun atau
disebut juga sebagai parameter kimiawi untuk mengetahui sabun yang dihasilkan
bersifat asam atau basa. Nilai pH merupakan salah satu karakteristik yang sangat
penting untuk menentukan mutu sabun (Hardian dkk, 2014). Sabun pada umumnya
mempunyai pH sekitar 9 - 10 (Tarun, 2014). Menurut ASTM (2011) pH sabun yang
relativ aman adalah 9 - 11. pH sabun yang relatif basa dapat membantu kulit untuk
membuka pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sabun dan kotoran lain
yang menempel di kulit (Setyoningrum, 2010), pH yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan kerusakan kulit apabila kontak berlangsung lama, misalnya pada
tukang cuci, atau pembilasan tidak sempurna. Apabila kulit terkena cairan sabun, pH
kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan
air. Pengasaman kembali terjadi setelah lima sampai sepuluh menit, dan setelah tiga
puluh menit pH kulit menjadi normal kembali. (Wasitaatmaja, 1997).
Berdasarkan hasil evaluasi pH sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak
kelapa menunjukkan nilai pH sabun pada umumnya yaitu dengan nilai rata-rata pH
antara 9,856 - 9,890 Nilai pH sabun komersil sebagai pembanding memiliki nilai
sebesar 10,262. Hasil menunjukkan bahwa pH turun seiring dengan meningkatknya
konsentrasi minyak kelapa yang ditambahkan dalam sabun padat kaolin. Peningkatan
konsentrasi minyak kelapa seiring dengan peningkatan kandungan asam-asam lemak
pada sistem emulsi yang terdapat didalam sabun. Kandungan asam-asam lemak
dalam minyak dapat menurunkan pH emulsi (Smaoui dkk., 2012). Semakin banyak
jumlah asam lemak pada sistem emulsi maka jumlah ion hidrogen yang terdisosiasi
menjadi semakin besar (Aulia dkk., 2014). Hal ini memberikan dampak pada semakin
rendahnya pH emulsi yang dihasilkan. Akan tetapi penurunan pH yang terjadi tidak
berbeda signifikan antarfomula M1, M2, M3.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.3 pH Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa
Percobaan Formula
FM1 FM2 FM3
1 9,881 9,868 9,848
2 9,899 9,890 9,868
3 9,891 9,873 9,852
Rata-rata 9,890 9,877 9,856
Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey
HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa
menunjukkan data terdistribusi secara normal. Perbedaan pH FM1, FM2, FM3 tidak
signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa tidak
berpengaruh nyata terhadap pH sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik
terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan pH
sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga
dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai yang signifikan (p <
0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan pH yang bermakna antara sabun padat kaolin
variasi konsentrasi minyak kelapa dengan sabun komersil. Akan tetapi pH pada sabun
padat kaolin dan pH sabun komersil masuk kedalam rentang persyaratan pH sabun
menurut ASTM (2001) yaitu 9 - 11.
4.2.3 Pengujian Kekerasan
Kekerasan sabun batang merupakan pengukuran mekanis terhadap resistensi
batangan terhadap tekanan fisik. Sabun batang pada umumnya memiliki tingkat
kekerasan tertentu (Priani, 2010). Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan
dengan menggunakan alat penetrometer. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai
penetrasi yang lebih besar (Mauliana, 2016). Kekerasan sabun dipengaruhi oleh asam
lemak jenuh yang digunakan pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh adalah asam
lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, tetapi memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam lemak jenuh
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biasanya berbentuk padat pada suhu ruang, sehingga akan menghasilkan sabun yang
lebih keras (Gusviputri dkk, 2013). Apabila sabun terlalu lunak, maka akan
menyebabkan sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource,
2017).
Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak
kelapa diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 27,50 10-1
mm sampai 39,50 10-1
mm.
nilai petrasi pada sabun komersil adalah 16,50 10-1
mm. Hasil pengujian kekerasan
menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi minyak kelapa, maka semakin
meningkat kekerasan sabun padat kaolin. Minyak kelapa memiliki kandungan asam
lemak jenuh yang tinggi (asam laurat, asam miristat), Asam lemak jenuh tidak
memiliki ikatan rangkap diantara atom karbonnya, sehingga semakin banyak jumlah
asam lemak jenuh maka sabun yang dihasilkan semakin keras (Gusviputri dkk, 2013).
Dari nilai kedalaman penetrasi yang diperoleh, maka kekerasan sabun yang memiliki
kekerasan paling tinggi adalah formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%.
Nilai penetrasi yang dihasilkan pada formula M3 masih jauh jika dibandingkan
dengan nilai penetrasi sabun komersil. Oleh karena itu, konsentrasi minyak kelapa
30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa pada formulasi sabun padat kaolin
dengan variasi konsentrasi asam stearat untuk ditingkatkan kembali kekerasannya,
sehingga didapatkan kekerasan sabun yang paling optimal.
Tabel 4.4 Kekerasan Sabun Tanah Variasi Minyak Kelapa
Nilai Kedalaman Penetrasi (10-1
mm)
Percobaan Formula
FM1 FM2 FM3
1 40,50 34,50 28,00
2 38,50 33,50 27,50
3 39,50 35,00 27,00
Rata-rata 39,50 34,33 27,50
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey
HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi minyak kelapa
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig 0,000 (p < 0,05)
yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sabun padat kaolin. Kekerasan sabun mandi belum memiliki
standar persayaratan yang harus dipenuhi, sehingga dilakukan pengujian terhadap
sabun komersil “Lifebuoy” sebagai pembanding. Hasil pengujian menunjukkan nilai
penetrasi sabun komersil sebesar 16,50 10-1
mm. Berdasarkan hasil uji statistik
terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak kelapa dengan
kekerasan sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data terdistribusi normal dan
menunjukkan nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan kekerasan yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi
minyak kelapa dengan sabun komersil.
4.2.4 Pengujian Kadar Air
Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.
Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang
dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak
mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti,
2009). Banyaknya air yang ditambahkan pada sabun akan berpengaruh terhadap
kelarutan sabun. Apabila sabun terlalu lunak/tidak keras, maka akan menyebabkan
sabun mudah larut dan menjadi cepat rusak (Soap Making Resource, 2017). Kadar
air juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dari sabun padat. Semakin tinggi
kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin lunak, sebaliknya
semakin rendah kadar air sabun maka tingkat kekerasan sabun akan semakin keras
(Hardian dkk., 2014)
Dari hasil evaluasi kadar air sabun padat kaolin variasi konsentrasi minyak
kelapa diperoleh kadar air berturut-turut yaitu 23,2%; 20,1%; dan 17,2%. Hasil
pengujian kadar air menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi minyak
kelapa, maka semakin rendah kadar air yang terdapat dalam sabun padat kaolin. Dari
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nilai kadar air yang diperoleh, maka formula sabun yang memiliki kadar air paling
rendah adalah formula M3 dengan konsentrasi minyak kelapa 30%. Nilai kadar air
yang dihasilkan pada formula M3 masih belum memenuhi syarat kadar air menurut
SNI yaitu 17,2% sedangkan syarat menurut SNI adalah maksimal 15%. Oleh karena
itu, konsentrasi minyak kelapa 30% dipilih sebagai konsentrasi minyak kelapa pada
formulasi sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat untuk
menurunkan kembali kedar airnya, sehingga didapatkan kadar air yang memenuhi
syarat SNI. Selanjutnya hasil analisis statistik One way ANOVA terhadap formula
sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan data
terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun
padat kaolin.
4.3 Evaluasi Formula Sabun Padat Kaolin Variasi Konsentrasi Asam Stearat
Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat
Formula Nilai pH Kedalaman
Penetrasi (10-
1mm)
Tinggi Busa
(cm)
Stabilitas Busa
(%)
A1 9,872 ± 0,0333 25,50 ± 0,5000 3,07 ± 0,0577 95,62 ± 1,9860
A2 9,904 ± 0,0072 22,67 ± 0,7637 2,97 ± 0,0577 96,67 ± 3,3350
A3 9,913 ± 0,0146 18,50 ± 1,3229 2,57 ± 0,0577 97,48 ± 2,1808
SK 10,262 ± 0,0249 16,50 ± 1,5000 3,66 ± 0,0577 96,35 ± 1,6512
Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.1 Pengamatan Organoleptis
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Organoleptik Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam
Stearat
Formula Bentuk Warna Bau
A1 Padat Putih gading Aroma strawberry
A2 Padat Putih gading Aroma strawberry
A3 Padat Putih gading Aroma strawberry
Hasil pemeriksaan organoleptis sabun padat kaolin setelah 2x24 jam diperoleh
hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptis, tidak terdapat perbedan dari formula
sabun dengan variasi konsentrasi asam stearat. Sama halnya dengan sabun yang
menggunakan variasi konsentrasi minyak kelapa, secara fisik dengan peningkatan
konsentrasi asam stearat tidak mempengaruhi bentuk, warna, dan bau sabun padat
tanah yang dihasilkan, yaitu sabun berbentuk padat, berwarna putih gading, dan
memiliki aroma seperti buah strawberry.
4.3.2 Pengujian pH
Hasil pengujian pH sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat
menunjukkan nilai rata-rata pH antara 9,871 - 9,913. Nilai pH sabun komersil sebagai
pembanding memiliki nilai sebesar 10,262. Hasil menunjukkan bahwa pH meningkat
seiring dengan meningkatknya konsentrasi asam stearat yang ditambahkan dalam
sabun padat kaolin. Kenaikan pH seiring dengan peningkatan konsentrasi asam
stearate belum dapat diketahui secara pasti, namun hal ini kemungkinan disebabkan
karena adanya penurunan COOH yang terionisasi dan peningkatan COOH yang tidak
terionisasi (Frazer, 1994) Hal ini memberikan dampak pada semakin meningkatnya
pH sabun yang dihasilkan. Akan tetapi peningkatan pH yang terjadi tidak berbeda
signifikan antarfomula A1, A2, A3.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.7 pH Sabun Tanah Variasi Asam Stearat
Percobaan Formula
FA1 FA2 FA3
1 9,910 9,900 9,903
2 9,856 9,901 9,930
3 9,849 9,913 9,907
Rata-rata 9,871 9,904 9,913
Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey
HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat
menunjukkan data terdistribusi secara normal. Perbedaan pH FM1, FM2, FM3 tidak
signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat tidak
berpengaruh nyata terhadap pH sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik
terhadap formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan pH
sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data tidak terdistribusi normal sehingga
dilanjutkan dengan uji kruskal wallis yang menunjukkan nilai yang tidak signifikan
(p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan pH yang bermakna antara sabun
padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.
4.3.3 Pengujian Kekerasan
Dari hasil evaluasi kekerasan sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam
stearat diperoleh nilai penetrasi sabun berkisar 18,50 10-1
mm sampai 25,50 10-1
mm. Hasil pengujian kekerasan menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi
asam stearat maka kekerasan sabun padat kaolin juga meningkat. Asam stearat
berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun (Mitsui, 1997).
Asam stearat juga termasuk golongan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan
rangkap diantara atomnya, sehingga menyebabkan kekerasan sabun dapat meningkat.
Selain itu, kekerasan sabun ini juga dapat disebabkan oleh perubahan jumlah kadar
air yang ditambahkan ke dalam massa sabun. Dengan meningkatnya konsentrasi asam
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
stearat yang ditambahkan, maka jumlah kadar air yang ditambahkan akan semakin
berkurang sehingga kadar airnya akan semakin rendah (Langingi dkk, 2012).
Pada konsentrasi asam stearat yang lebih tinggi (>14%), sabun yang dibentuk
tidak dapat dituang kedalam cetakan, melainkan mengeras di atas penangas. Oleh
karena itu batas maksimal konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
14%. Nilai penetrasi sabun komersil adalah 16,50 10-1
mm. Dari nilai kedalaman
penetrasi yang diperoleh, menunjukkan bahwa masing-masing formula dengan variasi
konsentrasi asam stearat memiliki kekerasan yang cukup baik. Akan tetapi, sabun
yang memiliki kekerasan yang paling tinggi dan mendekati kekerasan sabun
komersil adalah formula A3 dengan konsentrasi asam stearat 14%.
Tabel 4.8 Kekerasan Sabun Variasi Asam Stearat
Nilai Kedalaman Penetrasi (10-1
mm)
Percobaan Formula
FA1 FA2 FA3
1 26,00 23,50 18,00
2 25,50 22,50 20,00
3 25,00 22,00 17,50
Rata-rata 25,50 22,67 18,50
Hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey
HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam stearat
menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig 0,000 (p < 0,05)
yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap
kekerasan sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap formula sabun
padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan kekerasan sabun komersil
“Lifebuoy” menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai yang tidak
signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan kekerasan yang
bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan sabun
komersil.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa
Dari hasil evaluasi tinggi busa sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam
stearat berkisar antara 2,6 - 3,1 cm. Tinggi busa pada sabun komersil yaitu 3,6 cm.
Menurut Priani (2010) jika konsentrasi asam stearat ditingkatkan maka akan
menyebabkan busa sabun berkurang, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.11
bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat maka tinggi busa semakin rendah.
Hasil evaluasi stabilitas busa sabun padat kaolin selama 1 jam diperoleh persentase
stabilitas busa berkisar antara 95,62% - 97,48%. Stabilitas busa yang dihasilkan
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam stearat. Stabilitas busa yang
dihasilkan pada sabun komersil yaitu 96,35%. Menurut Hambali (2005) asam stearat
dapat berfungsi sebagai pengeras sabun dan penstabil busa. Hal ini telah dibuktikan
dalam penelitian ini bahwa semakin tinggi konsentrasi asam stearat dalam sabun
padat kaolin maka semakin stabil busa yang dihasilkan. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa masing-masing formula dengan variasi konsentrasi asam stearat memiliki
tinggi busa dan stabilitas busa yang cukup baik. Menurut Harry (1973) syarat tinggi
busa sabun yaitu 1,3 - 22 cm (Apgar, 2010).
Tabel 4.9 Tinggi Busa Sabun Tanah Variasi Konsentrasi Asam Stearat
Pengukuran Tinggi Busa (cm)
Percobaan Formula
FA1 FA2 FA3
0 menit 1 jam 0 menit 1 jam 0 menit 1 jam
1 3,0 2,8 3,0 2,9 2,6 2,5
2 3,1 3,0 2,9 2,9 2,7 2,6
3 3,1 3,0 3,0 2,8 2,6 2,6
Rata-rata 3,1 2,9 3,0 2,9 2,6 2,6
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.10 Stabilitas Busa Sabun Tanah Konsentrasi Asam Stearat
Stabilitas Busa (%)
Percobaan Formula
FA1 FA2 FA3
1 93,33 96,67 96,15
2 96,77 100 96,30
3 96,77 93,33 100
Rata-rata 95,62 96,67 97,48
Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin
variasi konsentrasi asam stearat menunjukkan tinggi busa sabun padat kaolin
terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig < 0,05 yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi minyak kelapa berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa
sabun padat kaolin yang dihasilkan. Kemudian uji lanjut Tukey HSD antara formula
A1 dengan formula A2 memiliki nilai sig > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara tinggi busa formula A1 dengan formula A2. Berdasarkan
hasil uji statistik terhadap tinggi busa formula sabun padat kaolin dengan sabun
komersil menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan nilai sig > 0,05
yang berarti bahwa tidak ada perbedaan tinggi busa yang bermakna antara sabun
padat kaolin vaariasi konsentrasi asam stearat dengan sabun komersil.
Selanjutnya hasil analisis statistik One way ANOVA yang dilanjutkan dengan
uji Tukey HSD terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi asam
stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig > 0,05
yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearat tidak berpengaruh nyata
terhadap stabilitas busa sabun padat kaolin. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap
formula sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam stearat dengan stabilitas busa
sabun komersil “Lifebuoy” menunjukkan data terdistribusi normal dan menunjukkan
nilai yang tidak signifikan (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan
stabilitas busa yang bermakna antara sabun padat kaolin variasi konsentrasi asam
stearat dengan sabun komersil.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.5 Kadar Air
Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada formula A1, A2, dan A3
diketahui bahwa kadar air sabun secara berturut-turut adalah 15,4%; 13,8%; 11,6%.
Kadar air dapat mempengaruhi kekerasan dari sabun padat kaolin. Semakin rendah
kadar air maka semakin keras sabun yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian
maka dapat dilihat bahwa kadar air pada formula A1 tidak memenuhi syarat sabun
menurut SNI, yaitu 15,4%. Sedangkan untuk formula A2 dan A3 sudah memenuhi
syarat kadar air sabun mandi padat yaitu <15%. Selanjutnya hasil analisis statistik
One way ANOVA terhadap formula sabun padat kaolin dengan variasi konsentrasi
asam stearat menunjukkan data terdistribusi secara normal dan memiliki nilai Sig <
0,05 yang berarti bahwa peningkatan konsentrasi asam stearate berpengaruh nyata
terhadap kadar air sabun padat kaolin.
4.3.6 Daya Bersih Sabun
Daya bersih sabun tanah diujikan kepada 9 responden yang sudah dikotori
dengan minyak kelapa. Setelah dicuci dengan sampel sabun, kekesatan kulit dinilai
dengan kriteria angka 1 - 5(*)
seperti yang tercantum pada tabel 4.11. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa pada sabun padat kaolin, nilai kekesatan cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi asam stearat. Hal ini menunjukkan bahwa
formula A3 memiliki kekuatan daya bersih yang cukup baik. Menurut Qisti (2009)
sabun yang menggunakan konsentrasi asam stearat yang tinggi dapat memberikan
kekesatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan konsentrasi asam stearat yang
rendah. Dalam penelitian ini telah membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi
asam stearat yang digunakan maka semakin tinggi daya bersih yang dihasilkan pada
sabun padat kaolin. Hasil uji statistik terhadap daya bersih sabun padat kaolin
menunjukkan data yang tidak terdistribusi secara normal, sehingga dilanjutkan
dengan uji Kruskal Wallis yang menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa
peningkatan konsentrasi asam stearat berpengaruh nyata terhadap daya bersih sabun
padat kaolin.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.11 Penilaian Daya Bersih Sabun Tanah Kaolin terhadap
Kotoran Minyak Kelapa
Responden Penilaian Kekesatan
FA1 FA2 FA3
1 4 4 4
2 3 4 4
3 3 5 4
4 4 4 4
5 2 3 5
6 2 3 4
7 3 3 3
8 3 3 4
9 3 3 4
Rata-rata 3,0 3,6 4,0
(*) Keterangan:
1 : Sangat rendah; 2 : Rendah; 3 : Sedang; 4 : Tinggi; 5 : Sangat tinggi
4.3.7 Pengujian Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat
sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya
asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena
asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses
pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas
yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi
kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti,
2009). Adanya asam lemak bebas dapat diperiksa apabila pada pengujian alkali bebas
ternyata tidak terjadi warna merah dari indikator phenolphthalein setelah pendidihan
dalam alkohol netral. Asam lemak bebas yang melarut dalam alcohol netral
selanjutnya dititrasi dengan KOH alkoholis (SNI, 2016).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada formula terbaik (formula A3)
diketahui bahwa jumlah asam lemak bebas pada sabun padat kaolin adalah 1,24%.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jumlah asam lemak bebas yang dihasilkan tersebut memenuhi persyaratan mutu
sabun mandi menurut SNI yaitu maksimal 2,5%. Hal ini berarti bahwa pada sabun
padat kaolin yang dihasilkan memiliki jumlah asam lemak bebas yang rendah
sehingga sabun tersebut memiliki daya bersih yang baik dan juga memiliki
kemampuan yang baik untuk membersihkan minyak dari bahan yang berminyak.
4.4 Pengujian Aktivitas Antibakteri
4.4.1 Uji Swab dengan Sabun yang Mengandung Tanah
Dari hasil uji swab, dimana suspensi bakteri air liur anjing dibersihkan dengan
sabun tanah dan dibilas dengan aquadesilata steril sebanyak 1, 3, 5, dan 7 kali
menghasilkan data sebagai berikut:
Tabel 4.12 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang
Mengandung Tanah
Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm
2)
Anjing I Anjing II Anjing III
0 Tidak terhingga Tidak terhingga Tidak terhingga
1 1 2 0
3 0 0 0
5 0 0 0
7 0 0 0
Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada tangan tanpa
pencucian adalah tidak terhingga, pencucian 1 sebanyak 1, 2, dan 0, pencucian 3, 5, 7
tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh. Hal ini menunjukan bahwa bakteri yang
tertinggal pada tangan merupakan bakteri yang berasal dari air liur anjing. Frekuensi
pembilasan membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak frekuensi
pembilasan maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji swab ini
maka dapat dilihat bahwa adanya komponen tanah didalam sabun dapat
menghasilkan efek yang optimal dalam menghilangkan bakteri yang disebabkan air
liur anjing. Sabun memiliki bagian non polar yaitu gugus R yang akan mengikat
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kotoran, sedangkan gugus COONa akan mengikat air karena sama-sama polar.
Kotoran tersebut dapat lepas karena kotoran terikat pada sabun dan sabun terikat pada
air. Adanya komponen tanah mempengaruhi daya bersih sabun teradap bakteri air liur
anjing. Menurut William dan Haydel (2010), clay mineral yang berasal dari alam
memiliki kemampuan adsorpsi dan absorpsi. Kaolin merupakan salah satu jenis clay
mineral sehingga dapat menyerap bakteri air liur anjing ketika dibilas dengan air.
4.4.2 Uji Swab dengan Sabun yang Tidak Mengandung Tanah
Sebagaimana percobaan dalam uji swab dengan menggunakan sabun tanah,
maka telah dilakukan dalam uji swab dengan sabun yang tidak mengandung tanah
untuk melihat pengaruh tanah terhadap jumlah bakteri air liur anjing setelah dicuci
dengan aquadestilata steril. Hasil uji swab tersebut disajikan dalam Tabel 4.13, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 4.13 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Sabun yang Tidak
Mengandung Tanah
Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm
2)
Anjing I Anjing II Anjing III
1 7 5 4
3 3 4 3
5 2 3 3
7 1 1 0
Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada pencucian 1
sebanyak 7, 5, dan 4 cfu/cm2, pencucian 3 sebanyak 3, 4, dan 3 cfu/cm
2, pencucian 5
sebanyak 2, 3, dan 3 cfu/cm2, pencucian 7 pada anjing I, dan II ditemukan bakteri
sebanyak 1 cfu/cm2 dan pada anjing III tidak ditemukan adanya koloni yang tumbuh.
Hal ini menunjukan bahwa adanya kandungan tanah didalam sabun padat kaolin
mempengaruhi jumlah bakteri yang berasal dari air liur anjing. Selain itu sama halnya
dengan sabun yang mengandung tanah, frekuensi pembilasan pada sabun yang tidak
mengandung tanah juga membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
frekuensi pembilasan maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji
swab ini maka dapat dilihat bahwa sabun yang mengandung tanah memiliki
kemampuan yang lebih baik untuk menghilangkan jumlah bakteri yang tertinggal di
tangan dibandingkan dengan sabun yang tidak mengandung tanah.
4.4.3 Uji Swab dengan Akuades Steril
Sebagaimana percobaan dalam uji swab dengan menggunakan sabun yang
mengandung tanah dan sabun yang tidak mengandung tanah, maka dilakukan pula uji
swab dengan akuades steril untuk melihat jumlah bakteri air liur anjing setelah dicuci
dengan aquadestilata steril tanpa menggunakan sabun yang mengandung tanah dan
sabun yang tidak mengandung tanah. Hasil uji swab tersebut disajikan dalam Tabel
4.14, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.14 Pengaruh Jumlah Bakteri yang Dicuci dengan Aquadest Steril
Pencucian Jumlah Bakteri (cfu/cm
2)
Anjing I Anjing II Anjing III
1 Tidak terhingga Tidak terhingga Tidak terhingga
3 70 20 6
5 4 6 2
7 2 3 1
Dari tabel tersebut jumlah bakteri pada anjing I, II, dan III pada pencucian 1
tidak terhingga, pencucian 3 sebanyak 70, 20, dan 6 cfu/cm2, pencucian 5 sebanyak 4,
6, dan 2 cfu/cm2, pencucian 7 sebanyak 2, 3, dan 1 cfu/cm
2. Hal ini menunjukan
bahwa pencucian dengan menggunakan akuades steril mempengaruhi jumlah bakteri
yang berasal dari air liur anjing, dimana jumlah bakteri yang didapatkan lebih banyak
jika dibandingkan dengan menggunakan sabun yang mengandung tanah dan sabun
yang tidak mengandung tanah. Pada hasil ini, sama halnya dengan sabun yang
mengandung tanah, frekuensi pembilasan dengan menggunakan akuades steril juga
membantu mengurangi jumlah bakteri, jadi semakin banyak frekuensi pembilasan
maka semakin sedikit bakteri yang tertinggal. Dari hasil uji swab ini maka dapat
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilihat bahwa sabun yang mengandung tanah memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk menghilangkan jumlah bakteri yang tertinggal di tangan dibandingkan dengan
sabun yang tidak mengandung tanah dan akuades steril.
4.5 Pengujian Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi
Uji aktivitas antibakteri ini bertujuan untuk mencari mekanisme kerja sabun
padat kaolin terhadap bakteri yang terdapat pada air liur anjing. Pengujian aktivitas
antibakteri sabun padat kaolin menggunakan metode hole/cup atau yang lebih dikenal
dengan cara sumuran, prinsipnya pada lempeng agar yang telah diinokulasikan
dengan bakteri uji dibuat suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba
uji, lalu diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan mikroba uji, dilakukan
pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling lubang
(Bonang, 1992). Hasil uji aktivitas antibakteri tersebut disajikan dalam Tabel 4.15
yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.15 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Padat Kaolin
Perlakuan Diameter zona
hambat (mm)
1 0
2 0
3 0
Berdasarkan tabel di atas (tabel 4.15) dapat dilihat bahwa sabun padat kaolin
tidak memberikan zona hambat yang terbentuk di sekeliling cakram. Pada pengujian
ini formula sabun tidak ditambahkan antimikroba triklosan untuk mengetahui bahwa
tidak ada pengaruh triklosan terhadap penghambatan bakteri pada air liur anjing.
Hasil menunjukkan bahwa mekanisme kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri
adalah tidak dengan cara membunuh bakteri melainkan dengan membilas bakteri
tersebut bersama dengan air, hal ini dibuktikan melalui uji swab yang telah dilakukan
sebelumnya.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 Evaluasi Mutu Sabun Mandi Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI
No Karakteristik Satuan Hasil Pengujian Persyaratan Sabun
Tipe 1
1 Jumlah Asam lemak % 27 >10
2 Minyak Mineral - Negatif Negatif
4.6.1 Jumlah Asam Lemak
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak atau lemak.
Asam lemak diperoleh secara alami melalui saponifikasi trigliserida. Asam lemak
sukar larut dalam air. Hal ini dapat membuat sabun menjadi lebih tahan lama pada
kondisi setelah digunakan (Hambali dkk, 2004). Jumlah asam lemak merupakan
jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi
dengan alkali. Pengukuran jumlah asam lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah
asam lemak yang terdapat dalam sabun dengan cara memutus ikatan antara asam
lemak dengan natrium pada sabun menggunakan asam kuat (Widiyanti, 2009). Sabun
yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70% (SNI,
1994). Artinya bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam sabun
sebaiknya kurang dari 30%. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan daya bersih
yang lebih baik terhadap kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun
digunakan (Karo, 2011).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa jumlah asam lemak
sabun padat kaolin diperoleh sebesar 27%. Jumlah asam lemak tersebut memenuhi
persyaratan menurut SNI yaitu minimal >10% (Sabun tipe 1). Hal ini menunjukkan
bahwa sabun padat kaolin ini dapat meningkatkan efisiensi proses pembersihan
kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6.2 Minyak Mineral
Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat
penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan
kekeruhan (Qisti, 2009). Minyak mineral tidak mungkin dapat disabunkan seperti
halnya asam lemak bebas dan lemak netral, sehingga meskipun sudah disabunkan
dengan KOH berlebihan akan tetap sebagai minyak, dan pada penambahan air akan
terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai adanya kekeruhan (SNI, 1994).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan diketahui bahwa kandungan minyak
mineral pada sabun padat kaolin adalah negatif. Kandungan minyak mineral ini
memenuhi persyaratan mutu sabun menurut SNI yaitu negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa sabun padat kaolin memiliki daya emulsi yang sesuai dengan sabun mandi
biasa.
57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
PENUTUP
5.1.1 Kesimpulan
1. Peningkatan konsentrasi minyak kelapa dapat mempengaruhi kekerasan dan
kadar air pada sabun padat kaolin. Semakin tinggi konsentrasi minyak kelapa
dalam formula sabun, maka semakin tinggi kekerasan dan semakin rendah
kadar air pada sabun padat kaolin.
2. Formula yang menunjukkan karakteristik kekerasan paling tinggi dan kadar
air paling rendah adalah formula sabun dengan konsentrasi minyak kelapa
30%.
3. Konsentrasi asam stearat 14% (formula A3) merupakan konsentrasi asam
stearat terbaik dalam memberikan sifat fisika kimia sabun seperti kekerasan,
kadar air, pH, tinggi busa dan stabilitas busa pada sabun padat kaolin.
4. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri menggunakan uji swab
menunjukkan bahwa sabun yang mengandung tanah lebih efektif untuk
menghilangkan bakteri pada air liur anjing dibandingkan dengan sabun yang
tidak mengandung tanah dan akuades steril.
5. Berdasarkan hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi
menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat zona bening. Sehingga disimpulkan
bahwa mekanisme kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri air liur anjing
adalah tidak dengan cara membunuh bakteri melainkan dengan membilas
bakteri tersebut bersama dengan air.
6. Berdasarkan hasil uji mutu sabun menunjukkan bahwa jumlah total asam
lemak, asam lemak bebas dan minyak mineral memenuhi syarat mutu sabun
mandi menurut SNI.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.1 Saran
1. Melakukan pengujian iritasi sedian untuk mendukung tingkat keamanan
sabun padat kaolin yang telah diformulasikan.
2. Melakukan pengujian uji efektivitas pengawet dalam sabun padat kaolin
untuk mencegah pertumbuhan mikroba setelah jangka waktu pemakaian.
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abu, 2015., Fiqh Bersuci Dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi Edisi 10. Penerbit Pustaka
Hudaya.
Al-Khatib Al-Syarbini, Muhammad. Mughni Al-Muhtaj Juz 1, Beirut-Lebanon: Dar El-
Marefah
Anggraeni, Nustiana Ika, 2014., Optimasi Formula Sabun Bentonit Dengan Kombinasi
Minyak Kelapa (Coconut Oil) Dan Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Dengan
Menggunakan Simplex Lattice Design. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Asad, Md. Abdullah., Shantanu Kar., Mohammad Ahmeduzzaman dan Md. Raquibul
Hasan. 2013. Suitability of Bentonit Clay: an analytical approach, J of Earth Science
2013; 2(3): 88-95, Bangladesh: Scince Publishing Group.
ASTM Interntional, 2011. Standard Guide for pH of Aqueous Solutions of Soaps and
Detergents. PA 19428-2959, United States: D 1172-95
Aulia, Isnin., Bambang Setiaji, Akhmad Syoufian. 2014. Pengaruh Konsentrasi Virgin
Coconut Oil (VCO) Terhadap Stabilitas Emulsi Kosmetik dan Nilai Sun Protection
Factor (SPF). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Gadjah Mada.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2008. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Tentang Kosmetik. Jakarta: BPOM RI.
Bahagian Pengurusan Fatwa, 2013. Kedudukan Anjing dalam Islam serta Hukum
Berkaitannya. Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. 2009. Handbook of Cosmetics Science and
Technology, 3rd
Edition. New York: Informa Healthcare USA, Inc.
Bonang G, 1992. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Dahlan, Winai., 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok; Patent Cooperation
Treaty. WO 2010/101534 A2
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Jilid IV. Jakarta: BPOM RI,
1995.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Jilid IV. Jakarta: BPOM RI,
1979.
Edoga, M. O. 2009. Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft Soap
(Part 1): Quantitative Analysis. Nigeria: Department of Chemical Engineering,
Federal University of Technology, Minna, Nigeria. J of Engineering and Applied
Sciences 4(2): 110-113.
Evans, Howards E. 1993. Miller's Anatomy Of The Dog 3" Edition. W.B Saunders
Company, USA
Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa
Halal. Bidang Pom Dan Iptek.
Fizri, Ahmad. 2013., An-Mugh (Antimughaladzah): Solusi Mudah Bersuci Dengan
Aroma Terapi. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Frazer., J.H Schulman, H.C Stewart. 1994. Emulsification of Fat in The Intestine of The
Rat and Its Relationship To Absorption. London, J. Physiol: 103, 306-316
Girgis, A. Y. 2003. Production of High Quality Castile Soap from High Rancid Olive
Oil, Grasas y Aceites. Vol. 54. Fasc. 3 (2003), 226-233.
Grace, 2010. Pengaruh Peningkat Konsentrasi Carbopol 920 Sebagai Bahan Pengental
Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan Shampoo. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Gusviaputri, A., Meliana, N. P. S., Aylianawati & Indraswati, S. 2013, Pembuatan Sabun
Dengan Lidah Buaya (Aloe Vera) sebagai Antiseptik Alami, Widya Teknik. Vol. 12.
12, No. 1, 2013 (11-12)
Hakim, Jeffry. 2008. Tanah dan Sabun Tanah Sebagai Bahan Antimikroba Terhadap Air
Liur Anjing. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Hambali E., Suryani, A. & Rifai M., 2005. Membuat Sabun Transaparan untuk Gift dan
Kecantikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Handi, Abdullah. 2008. Tanah Steril dan Sabun Cair Tanah Steril Sebagai Bahan
Antimikroba Terhadap Air Liur Anjing. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Hardian, Khairil., Akhyar Alii, dan Yusmarini. 2014. Evaluasi Mutu Sabun Padat
Transparan Dari Minyak Goreng Bekas dengan Penambahan (Sodium Lauryl
Sulfate) dan Sukrosa, Jom Faperta Vol. 1 No.2 Oktober 2014. Skripsi.Riau: Fakultas
Pertanian Universitas Riau.
Harley, John P. 2005. Laboratory Exercises in Microbiology, Sixth Edition. New York :
The McGraw-Hill Companies.
Hasanah, Uswatun. 2011. Perilaku Bersuci Masyarakat islam: Etika Membersihkan Najis
(Studi di Masyarakat Pulo Gerbang Jakarta Timur). Skripsi. Jakarta: Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hermawan, A., 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betlr L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan Metode Difusi
Disk. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Jannah, Barlianty. 2009. Sifat Fisik Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 1995. Medical Microbiology. USA: Mc Grraw
Hill.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII,
diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Karo, Armi Yuspita. 2011. Pengaruh Penggunaan Kombinasi Jenis Minyak Terhadap
Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Kassim, Norrahimah. 2012., New Approach of Samak Clay Usage for Halal Industry
Requirement. Malaysia: INHAC, Procedia-Social and Behavorial Scinces 121 (2014)
186-192
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Khairunnisa’. 2010. Perilaku Thaharah (Bersuci) Masyarakat Bukit Kemuning Lampung
Utara “Tinjauan Sosiologi ukum”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kining, Ekajayanti. 2015. Aktivitas Antibiofiilm Ekstrak Air Daun Melinjo, Daun
SIngkong, dan Daun Pepaya Terhadap Bakteri Pseudomonas aeroginosa Secara In
Vitro. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Laeha, Nur Ainee. 2015. Pengaruh Penggunaan Gliserin Sebagai Humektan Terhadap
Sifat Fisik dan Stabilitas Vitamin C dalam Sabun Padat. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Langingi, Raymon., Lidya I. Momuat., Maureen G. Kumaunang. 2012. Pembuatan
Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karotenoid Wortel. J Mipa Unsrat
20-23.
Maripa, Baiq Risni., Yeti Kurniasih, dan Ahmadi. 2015. Pengaruh Konsentrasi NaOH
Terhadap Kualitas Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera) yang
Ditambahkan Sari Bunga Mawar (Rosa L.). Skripsi. Mataram: Pendidikan Kimia,
FPMIPA IKIP
Mauliana, 2016., Formulasi Sabun Padat Bentonit Dengan Variasi Konsentrasi Asam
Stearat Dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Merrill, R. C., 1943,. Determining The Mechanical Stability Of Emulsion. Vol. 15(12),
743-746, Analytical Chemistry, Acs Publications, California.
Mitsuy, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier Science B.V.
Mursalin., Hariyandi, Purwiyatno., Purnomo, Eko Hari., Andarwulan, Nuri., Fardiaz,
Dedi. 2015. Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Minyak Kelapa. Departemen Ilmu
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nesse, Willim D. 2012. Introduction to Mineralogy. Second Edition. New York : Oxford
University Press, Inc.
Nidya, Chitraningrum, 2008., Sifat Mekanik dan Termal Pada Bahan Nanokomposit
Epoxy-Clay Tapanuli. Skripsi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Indonesia.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nurainy, Fibra, Samsul Rizal, dan Yudiantoro. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kitosan
Terhadap Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur). J Teknologi
Industri dan Hasil Pertanian Volume 13, No. 2.
Paye, Marc, Andre O. Barel dan H.I. Maibach. 2006. Handbook of Cosmetic Science and
Technology, 2nd
Edition. New York: CRC Press.
Priani, S. E., Lukmayani, Y. 2010. Pembuatan Sabun Transparan Berbahan Dasar
Minyak Jelantah serta Hasil Uji Iritasinya pada Kelinci. Prosiding SnaPP, Edisi
Eksakta. ISSN: 2089-3582
Qisti, Rachmiati., 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Rowe, Raymond C., dkk, ed. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th
ed.
London: Pharmaceutical Press.
Rumaizi, “Babi Menurut Perspektif Islam”, Budaya Dan Agama Lain, Persatuan Ulama
Malaysia Cawangan Selangor.
Ryan, Kenneth J. and C. George Ray. 2004. Sherris Medical Microbiology, Fourh
Edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies.
Saputri, Wiradika., Naniek Setaidi Radjab, Kori Yati. 2014. Perbandingan Optimasi
Natrium Lauril Sulfat dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat Sebagai Surfaktan
Terhadap Sifat Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus
sabdariffa L.). Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA; Jakarta
Sarles, William Bowen, William Carroll Frazier, Joe Bransford Wilson, and Stanley
Glenn Knight. 1956. Microbiology, General and Applied, Second Edition. New York
: Harpers Brothers.
Setyoningrum, Elizabeth Nita Maharani. 2010. Optimasi Formula Sabun Transparan
dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan Cocoamidopropil Betaine:
Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Siswandono, dan B. Soekardjo., 1995. Kimia Medisinal I, Airlangga University Press
Surabaya.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Smaoui, Slim., Hajer Ben Hilma, Raoudha Jarraya, Nozha Grati Kamoun, Raoudha
Ellouze, ;Mohammed Damak, 2012. Cosmetic Emulsion from Virgin Olive Oil:
Formulation and Bio-physical Evaluation. J of Biotechnology Vol. 11(40), pp 9664-
9671
Soap and Detergent Associaation. 1994. Soaps and Detergents. 2nd
Edition. Washington
DC.
Soap Making Resource, 2017. Saponification Table Plus The Characteristics of Oils in
Soap. http://www.soap-making-resource.com/saponification-table.html, diakses 30
januari 2017 pukul 14.32
Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994,
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Standarisasi Nasional Indonesia. 2008. Standar Mutu Minyak Kelapa Virgin (VCO), SNI
7381:2008, Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Standarisasi Nasional Indonesia. 2016. Standar Mutu Sabun Mandi/Sabun Padat, SNI
3532:2016. Jakarta: Badan Standardisasi nasional
Suwandi, Usman. 1993. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference, 35th ed.. London:
Pharmaceutical Press.
Tarun, Jose., Jose susan., Jacob Suria, Veronica John Susan, and Sebastian Criton. 2014.
Evaluation of pH of Bathing Soaps and Shampoos for Skin and Hair Care.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4171909/, PMCID: PMC4171009.
Diakses 30 januari 2017 pukul 17.00
Tjitraresmi, Ami., Sri Agung Fitri Kusuma dan Dewi Rusmiati. 2010. Formulasi Dan
Evaluasi Sabun Cair Antikeputihan Dengan Ekstrak Etanol Kubis Sebagai Zat Aktif.
Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran Bandung.
Vasudevan, D.M., Sreekumari S., and Kannaan Vaidyanathan. 2011. Textbook of
Biochemistry For Dental Student. Ed. 2nd. India: Jaypee.
Wasitaatmadja, S., M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik: Jakarta: UI Press.
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Widiyanti, Yunita. 2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun
Transparan. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Williams LB, Haydel SE. 2010. Evaluation of The Medicinal Use of Clay Minerals as
Antibacterial Agents. International Geology Review. 52:745-770.
Wilson, Tracy V. 2017. How Play-doh Modeling Compound Works (Surfactans and
Inhibitors), http://entertainment.howstuffworks.com/play-doh3.htm, diakses 28
Januari 2017 pukul 14.10.
Zurinal dan Aminuddin. 2008. Fiqh Ibadah. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Sertifikat Bahan Minyak Kelapa
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Sertifikat Bahan Natrium Hidroksida
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Sertifikat Bahan Asam Stearat
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Sertifikat Bahan Cocamidopropyl Betaine
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Sertifikat Bahan Kaolin
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Sertifikat Bahan Triklosan
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi
Minyak Kelapa)
Uji Normalitas Formula Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pH .146 9 .200* .951 9 .698
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Formula Sabun Padat Kaolin dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pH .409 12 .000 .645 12 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Test of Homogeneity of Variances
pH
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.241 2 6 .793
Uji Homogenitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan
Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
pH
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.880 3 8 .211
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji ANOVA pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
ANOVA
pH
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .002 2 .001 8.263 .019
Within Groups .001 6 .000
Total .002 8
Uji Kruskal Wallis pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa) dengan
sabun komersil
Uji Lanjut Tukey HSD pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: pH
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 .01333 .00852 .329 -.0128 .0395
3.00 .03433* .00852 .016 .0082 .0605
2.00 1.00 -.01333 .00852 .329 -.0395 .0128
3.00 .02100 .00852 .107 -.0051 .0471
3.00 1.00 -.03433* .00852 .016 -.0605 -.0082
2.00 -.02100 .00852 .107 -.0471 .0051
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Test Statisticsa,b
pH
Chi-Square 9.765
Df 3
Asymp. Sig. .021
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
formula
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi
Konsentrasi Minyak Kelapa)
Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kekerasan .197 9 .200* .894 9 .222
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kekerasan .173 12 .200* .905 12 .186
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Test of Homogeneity of Variances
kekerasan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.483 2 6 .639
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Lanjutan
Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
kekerasan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.719 3 8 .568
Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
ANOVA
kekerasan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 217.389 2 108.694 177.864 .000
Within Groups 3.667 6 .611
Total 221.056 8
Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: kekerasan
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 5.16667* .63828 .000 3.2082 7.1251
3.00 12.00000* .63828 .000 10.0416 13.9584
2.00 1.00 -5.16667* .63828 .000 -7.1251 -3.2082
3.00 6.83333* .63828 .000 4.8749 8.7918
3.00 1.00 -12.00000* .63828 .000 -13.9584 -10.0416
2.00 -6.83333* .63828 .000 -8.7918 -4.8749
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak
Kelapa)
Uji Normalitas Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
kadarair .177 3 . 1.000 3 .963
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Kadar air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Test of Homogeneity of Variances
kadarair
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.371 1 4 .576
Uji ANOVA Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
ANOVA
kadarair
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 64.682 1 64.682 10.232 .033
Within Groups 25.287 4 6.322
Total 89.968 5
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Asam Stearat)
Uji Normalitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Ph .329 9 .006 .835 9 .050
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan Sabun
Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Ph .386 12 .000 .681 12 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Test of Homogeneity of Variances
ph
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5.714 2 6 .041
Uji Homogenitas pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan
Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
ph
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.606 3 8 .065
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Lanjutan
Uji ANOVA pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
ANOVA
ph
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .003 2 .001 3.155 .116
Within Groups .003 6 .000
Total .006 8
Uji Kruskal Wallis pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat) dengan
Sabun Komersil
Test Statisticsa,b
Ph
Chi-Square 7.513
Df 3
Asymp. Sig. .057
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
formula
Uji Lanjut Tukey HSD pH Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: ph
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -.03300 .01751 .223 -.0867 .0207
3.00 -.04167 .01751 .119 -.0954 .0120
2.00 1.00 .03300 .01751 .223 -.0207 .0867
3.00 -.00867 .01751 .876 -.0624 .0450
3.00 1.00 .04167 .01751 .119 -.0120 .0954
2.00 .00867 .01751 .876 -.0450 .0624
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi
Konsentrasi Asam Stearat)
Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
kekerasan .144 9 .200* .923 9 .418
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Kekerasan .186 12 .200* .932 12 .402
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Test of Homogeneity of Variances
kekerasan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.286 2 6 .183
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Lanjutan
Uji Homogenitas Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
kekerasan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.108 3 8 .401
Uji ANOVA Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
ANOVA
kekerasan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 74.389 2 37.194 43.194 .000
Within Groups 5.167 6 .861
Total 79.556 8
Uji Lanjut Tukey HSD Kekerasan Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam
Stearat)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: kekerasan
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 2.83333* .75768 .022 .5086 5.1581
3.00 7.00000* .75768 .000 4.6752 9.3248
2.00 1.00 -2.83333* .75768 .022 -5.1581 -.5086
3.00 4.16667* .75768 .004 1.8419 6.4914
3.00 1.00 -7.00000* .75768 .000 -9.3248 -4.6752
2.00 -4.16667* .75768 .004 -6.4914 -1.8419
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi
Konsentrasi Asam Stearat)
Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tinggibusa .264 9 .071 .839 9 .057
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tinggibusa .233 12 .071 .877 12 .081
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Test of Homogeneity of Variances
tinggibusa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.000 2 6 1.000
Uji Homogenitas Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
tinggibusa
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.000 3 8 1.00
0
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Lanjutan
Uji ANOVA Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
ANOVA
tinggibusa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .309 2 .154 46.333 .000
Within Groups .020 6 .003
Total .329 8
Uji Lanjut Tukey HSD Tinggi Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam
Stearat)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: tinggibusa
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 .10000 .04714 .165 -.0446 .2446
3.00 .43333* .04714 .000 .2887 .5780
2.00 1.00 -.10000 .04714 .165 -.2446 .0446
3.00 .33333* .04714 .001 .1887 .4780
3.00 1.00 -.43333* .04714 .000 -.5780 -.2887
2.00 -.33333* .04714 .001 -.4780 -.1887
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin
Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Stabilitasbusa .248 9 .118 .873 9 .131
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Stabilitasbusa .193 12 .200* .908 12 .204
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Test of Homogeneity of Variances
stabilitasbusa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.258 2 6 .780
Uji Homogenitas Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
dengan Sabun Komersil
Test of Homogeneity of Variances
stabilitasbusa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.391 3 8 .763
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Lanjutan
Uji ANOVA Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
ANOVA
stabilitasbusa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.215 2 2.608 .395 .690
Within Groups 39.645 6 6.608
Total 44.860 8
Uji Lanjut Tukey HSD Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam
Stearat)
Multiple Comparisons
Dependent Variable: stabilitasbusa
Tukey HSD
(I) formula (J) formula
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1.00 2.00 -1.04333 2.09881 .875 -7.4831 5.3964
3.00 -1.86000 2.09881 .668 -8.2997 4.5797
2.00 1.00 1.04333 2.09881 .875 -5.3964 7.4831
3.00 -.81667 2.09881 .921 -7.2564 5.6231
3.00 1.00 1.86000 2.09881 .668 -4.5797 8.2997
2.00 .81667 2.09881 .921 -5.6231 7.2564
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Hasil Uji Kadar Air Sabun Padat Kaolin
Uji Normalitas Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kadarair .177 3 . 1.000 3 .963
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Homogenitas Kadar air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
Test of Homogeneity of Variances
kadarair
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.371 1 4 .576
Uji ANOVA Kadar Air Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa)
ANOVA
kadarair
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 64.682 1 64.682 10.232 .033
Within Groups 25.287 4 6.322
Total 89.968 5
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Padat Kaolin
Uji Normalitas Daya Bersih Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
dayabersih .257 27 .000 .855 27 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Uji Kruskal wallis Daya Bersih Sabun Padat Kaolin (Variasi Konsentrasi Asam Stearat)
Test Statisticsa,b
Dayabersih
Chi-Square 8.270
df 2
Asymp. Sig. .016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: formula
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Perhitungan Stabilitas Busa Sabun Padat Kaolin
% Busa yang hilang =
x 100 %
=
x 100 % = 6,67 %
Stabilitas Busa (1 jam) = 100 % - % Busa yang hilang
= 100 % - 6,67 %
= 93,33 %
Formula Stabilitas Busa (%)
M1 95,62
M2 96,67
M3 97,48
Lampiran 17. Perhitungan Kadar Air Sabun Padat Kaolin
Kadar air =
x 100 %
=
x 100 % = 23,2 %
Formula Kadar Air
M1 23,2
M2 20,1
M3 17,2
A1 15,4
A2 13,8
A3 11,6
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Hasil Pengujian Mutu Sabun Mandi Menurut SNI
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 18. Lanjutan
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 19. Alur Penelitian
Pengumpulan dan pemilihan bahan
Pembuatan formula M1, M2, dan M3
Evaluasi pH, kekerasan, dan kadar
air, lalu dipilih formula terbaik
Pembuatan formula A1, A2, dan A3
Pengujian
daya
Pengujian sifat
fisika kimia
Pengujian
kadar air
Analisis data dengan One Way
ANOVA, lalu dipilih formula terbaik
Pengujian aktivitas
antibakteri
Uji Swab Metode Difusi
Pengujian
mutu menurut
SNI
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 20. Gambar Sabun
FM1 (Minyak Kelapa 20%) FM2 (Minyak Kelapa 25%) FM3 (Minyak Kelapa 30%)
FA2 (Asam Stearat 12%) FA1 (Asam Stearat 10%) FA3 (Asam Stearat 14%)
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Hasil Uji Swab Sabun yang Mengandung Tanah
A0 B0 C0
C1 B1 A1
C3 B3 A3
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 21. Lanjutan
C5 B5 A5
C7 B7 A7
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Hasil Uji Swab Sabun yang Tidak Mengandung Tanah
C1 B1 A1
C3 B3 A3
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 22. Lanjutan
C5 B5 A5
C7 B7 A7
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 23. Hasil Uji Swab dengan Akuades Steril
C1 B1 A1
C3 B3 A3
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 23. Lanjutan
Keterangan:
A : Anjing 1; B : Anjing 2; C : Anjing 3; 0, 1, 3, 5, 7 : Pencucian
C5 B5 A5
C7 B7 A7
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 24. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri dengan metode difusi
Keterangan:
Hasil uji aktivitas antibakteri sabun padat kaolin (a) uji 1 (b) uji 2 (c) uji 3
(c)
(a) (b)
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 25. Gambar Penetrometer