28

Click here to load reader

Uji Fitokimia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Uji Fitokimia

uji fitokimiaRabu, 27 Juni 2012

UJI FITOKIMIA

A.       Latar Belakang

     Kekayaaan alam di Indonesia sangat melimpah baik itu bahan hayati maupun non

hayati. Bahan-bahan hayati telah digunakan oleh manusia untuk memenuhi berbagai

keperluan hidup. Indonesia yang beriklim tropis memiliki sumber daya alam hayati yang

sangat beraneka ragam yang memproduksi beraneka ragam senyawa kimia karbon alami.

Salah satu buah tersebut adalah daun papaya (Carica Papaya) yang sangat bermanfaat

bagi pengobatan. Bermanfaatnya daun papaya (Carica Papaya) disebabkan karena banyaknya

kandungan senyawa yang terdapat didalamnya.

Menurut (Harborne, 1984) guna memperoleh informasi lebih awal mengenai

kandungan kelompok senyawa metabolit sekunder dapat diidentifikasi dengan metode

fitokimia. Sejalan dengan hal tersebut, Robinson (1991) menyatakan bahwa, metode ini

diawali dengan mengisolasi kandungan senyawa metabolit sekunder tersebut menggunakan

metode ekstraksi pelarut seperti maserasi dan partisi. Untuk mengetahui golongan senyawa

dilakukan penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia dimaksudkan sebagai pemeriksaan 

pendahuluan tentang kandungan kimia tumbuhan Carica papaya yang berhasiat. 

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder

seperti (alkaloid),  (saponin), (flavanoid),  (steroid), (triterpenoid), (kumarin) dan lain-lain.

Tumbuhan papaya  belum diketahui secara detail kandungan metabolit sekundernya, maka perlu

dilakukan uji fitokimia pada daun pepaya (Carica papaya)  untuk mengetahui senyawa metabolit

sekundernya, sehingga dapat diketahui potensi tumbuhan tersebut. Dengan demikian upaya

pelestariannya dapat dimanfaatkan lebih besar dan lebih baik.

B.        Rumusan Masalah

  Bagaimana cara untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder/golongan kelompok senyawa

yang terdapat dalam daun pepaya?

C.       Tujuan dan Manfaat

  Dapat mengetahui kandungan metabolit sekunder senyawa yang terdapat dalam daun pepaya.

Page 2: Uji Fitokimia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Pemanfaatan Daun Pepaya (Carica papaya)

                 Daun pepaya (Carica papaya) adalah salah satu tanaman obat yang dapat diolah sebagai

makanan buah segar maupun olahan yang mempunyai nilai gizi. Hal ini. Sehingga daun pepaya

(Carica papaya) banyak sekali digunakan sebagai obat tradisional di masyarakat yang pada

akhirnya para pakar farmasi meracik daun pepaya menjadi obat herbal yang sangat praktis

digunakan dan simple di bawa kemanapun.

2.1.2 Kandungan Kimia Daun Pepaya (Carica papaya)

Tumbuhan pepaya (Carica papaya) dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional pada

bagian daun dan akarnya. Hal ini disebabkan daun pepaya (Carica papaya) mengandung

senyawa metabolit sekunder yaitu steroid, saponin, flavonoid, dan tannin.

2.2 Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder

2.2.1 Fitokimia

Menurut Robinson (1991) alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk menentukan

ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak

tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah

mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini

penting  dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Moelyono (1996) analisis fitokimia merupakan

bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia

yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk

cara isolasi atau pemisahannya.

Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu

disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta

berkaitan dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang

dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,

perubahan serta metabolismesnya,  peneyebarannya secara ilmiah dan fungsi biologisnya

(Harborne,1984).

Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak

sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Dengan demikian  masalah utama

Page 3: Uji Fitokimia

dalam penelitian fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan  senyawa 

khusus. Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan

didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi  kunci tertentu.

B. Fitokimia dan Golongan Senyawa Metabolit Sekunder

B.1  Fitokimia

Menurut Robinson (1991) alasan lain melakukan fitokimia adalah untuk menentukan

ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang ditunjukan oleh ekstrak

tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologis. Pemanfaatan prosedur fitokimia telah

mempunyai peranan yang mapan dalam semua cabang ilmu tumbuhan. Meskipun cara ini

penting  dalam semua telaah kimia dan biokimia juga telah dimanfaatkan dalam kajian biologis.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Moelyono (1996) analisis fitokimia merupakan

bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia

yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk

cara isolasi atau pemisahannya.

Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu

disiplin ilmu tersendiri, berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta

berkaitan dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang

dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya,

perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara ilmiah dan fungsi biologisnya

(Harborne, 1984).

Keanekaragaman dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan banyak

sekali, demikian juga laju pengetahuan tentang hal tersebut. Dengan demikian masalah utama

dalam penelitian fitokimia adalah menyusun data yang ada mengenai setiap golongan  senyawa 

khusus. Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara. Pengolahan

didasarkan pada asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi  kunci tertentu.

B.2 Golongan Senyawa Metabolit Sekunder

Metabolit atau metabolisme adalah keseluruhan proses sintesis senyawa-senyawa oleh

organ dalam jaringan atau sel individu dalam kelangsungan hidupnya. Manitto (1981),

menyatakan bahwa proses ini berlangsung selama individu atau organisme masih hidup bahkan

Page 4: Uji Fitokimia

pada jaringan organisme yang telah mati dan pada umumnya metabolisme primer dan

metabolisme sekunder.

Menurut Judoamdjojo (1990), metabolik sekunder adalah hasil metabolisme yang

disintesis oleh beberapa organisme tertentu yang tidak merupakan kebutuhan pokok untuk hidup

dan tumbuh. Meskipun demikian, metabolik sekunder dapat berfungsi sebagai nutrien darurat

untuk pertahanan hidup. Sedangkan menurut Herbert (1981), metabolisme sekunder merupakan

senyawa yang dihasilkan organisme untuk aktivitas tertentu dan sifatnya tidak esensial untuk

kehidupannya.

Proses-proses kimia jenis lain yang terjadi hanya pada spesies tertentu sehingga

memberikan produk yang berlainan, sesuai dengan spesiesnya merupakan senyawa-senyawa

metabolik sekunder. Berperan dalam kelangsungan hidup dan perjuangan menghadapi spesies-

spesies lain berupa zat kimia untuk pertahanan, penarik seks, dan feromen (Manitto, 1981).

Menurut Sastrohamidjojo (1996), bahwa metabolik sekunder adalah bahan kimia non-nutrisi

yang mengontrol spesies biologi dalam lingkungan atau memainkan peranan penting dalam

koeksistensi dan koevolusi spesies.

Menurut Harborne (1984) senyawa metabolit sekunder yang umum terdapat pada

tanaman adalah : alkaloid, flavanoid, steroid, saponin, terpenoid dan tannin.

a. Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa  yang tersebar luas hampir pada semua jenis

tumbuhan. Semua alkaloid mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat

basa dan membentuk cincin heterosiklik (Harborne, 1984).

Alkaloid dapat ditemukan pada biji, daun, ranting dan kulit kayu dari tumbuh-tumbuhan.

Kadar alkaloid dari tumbuhan dapat mencapai 10-15%. Alkaloid kebanyakan bersifat racun,

tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa tanpa

warna, sering kali bersifat optik aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang

berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar (Sabirin, et al.,1994).

Suatu cara mengklasifikasi alkaloid adalah  didasarkan pada jenis cincin heterosiklik 

nitrogen yang terikat. Menurut klasifikasi ini alkaloid dibedakan menjadi ; pirolidin (1), piperidin

(2), isoquinolin (3), quinolin (4) dan indol (5).

 (1)               (2)                    (3)                          (4)                          (5) 

Gambar 1. klasifikasi alkaloid berdasarkan jenis cincin heterosiklik  nitrogen (Tobing, 1989).

Page 5: Uji Fitokimia

Alkaloid pada umumnya berbentuk kristal yang tidak berwarna, ada juga yang berbentuk

cair seperti koniina (6), nikotin (7). Alkaloid  yang berwarna sangat jarang ditemukan misalnya

berberina (8) berwarna kuning.

   (6)                                     (7)                               (8)

Gambar 2. Struktur Koniina, Nikotin dan Berberina (Sastrohamidjojo. 1996)

Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah terdekomposisi terutama oleh panas,

sinar dan oksigen membentuk N-oksida. Jaringan yang masih mengandung lemak, maka

dilakukan ekstraksi pendahuluan petroleum eter.

b. Flavonoid

Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam  terutama

pada jaringan tumbuhan tinggi. Senyawa ini merupakan produk metabolik sekunder yang terjadi

dari sel dan terakumulasi dari tubuh tumbuhan sebagai zat racun (Robinson, 1991).

Senyawa flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang tersusun

dalam konfigurasi C6 - C3 – C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga struktur yaitu: 1,3-

diarilpropana (flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid), 2,2-diarilpropana (neoflavonoid).

Gambar 3. Struktur Dasar Flavonoid (Manitto, 1981).

Menurut Markham (1982), flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai

gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut

polar seperti etanol, metanol, butanol dan air.

Flavonoid umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji

warna yang penting dalam larutan alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat.

Diantara flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat (Harborne,1984).

c. Terpenoid

Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena, CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka

karbonya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Walaupun demikian, secara

biosintesis senyawa yang berperan adalah isopentil pirofosfat, CH2=C(CH3)-(CH)2OPP, yang 

Page 6: Uji Fitokimia

terbentuk  dari asetat  melalui asam mevalonat, CH2OHCH2C(OH,CH3)-CH2CH2COOH.

Isopentil piropospat terdapat dalam sel hidup dan berkesinambungan  dengan isomernya,

dimetilalil piropospat, (CH3)2C=CHCH2OPP.

Berdasarkan kenyataan ini, terpenoid dikelompokan dalam 5 bagian:

a.       Monoterpen terdiri dari dua unit C5 atau 10 atam karbon.

b.      Siskuisterpen terdiri dari tiga unit C5 atau 15 atom karbon

c.       Diterpen terdiri dari empat unit C5 atau 20 atom karbon

d.      Triterpen terdiri dari enam unit C5 atau 30 atom karbon

e.       Tetraterpen terdiri dari delapan unit C5 atau 40 atom karbon

Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat didalam sitoplasma sel

tumbuhan. Biasanya diekstraksi memakai petrolium eter, eter atau kloroform dan dapat

dipisahkan  secara  kromatografi pada silika gel dengan pelarut ini (Harborne,1987).

Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin

siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang

banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-

senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan (Djamal, 1988).

Menurut Harborne (1984), saponin adalah glikosida triterpen dan sterol. Saponin

merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi

berdasarkan kemampuannya membentuk busa yang stabil dalam air dan menghomolisis sel darah

merah. Dari segi pemanfaatan, saponin sangat ekonomis sebagai bahan baku pembuatan hormon

steroid, tetapi saponin kadang-kadang dapat menyebabkan keracunan pada ternak (Robinson,

1991).

d. Tanin

Secara  kimia terdapat  dua jenis tanin, yaitu: (1) tanin terkondensasi atau flavolan dan (2)

tanin yang terhidrolisis.

1.      Tanin terkondensasi atau flavolan

Tersebar luas dalam tumbuhan angiospermae, terutama pada tumbuhan-tumbuhan

berkayu. Nama lainnya adalah proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas,

beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer

antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin karena bila direaksikan dengan

asam akan menghasilkan sianidin. Proantosianidin dapat dideteksi  langsung dengan

mencelupkan jaringan tumbuhan ke dalam HCl 2M mendidih selama setengah jam yang akan

menghasilkan warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol. Bila

Page 7: Uji Fitokimia

digunakan jaringan kering, hasil tanin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada

tempatnya didalam sel.

2.               Tanin yang terhidrolisis

Terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Terutama terdiri atas dua kelas, yang paling

sederhana adalah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini glukosa dikelilingi oleh lima gugus

ester galoil atau lebih. Jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam

heksahidroksidifenat yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis menghasilkan asam

angelat. Cara deteksi tanin terhidrolisis adalah dengan mengidentifikasi asam galat/asam elagat

dalam ekstrak eter atau etil asetat yang dipekatkan (Harborne,1987).

B.3 Ekstraksi dan Fraksionasi

B.3.1 Ekstraksi

Yang dimaksud dengan ekstraksi adalah pemisahan beberapa bahan dari suatu padatan

atau beberapa bahan dari cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar

kemampuan larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Handoyo, 1995).

Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode pemisahan komponen dari suatu campuran

dengan menggunakan suatu pelarut yang sesuai. Solut (zat terlarut) akan dipisahkan terdistribusi

diantara kedua lapisan polar dan non polar berdasarkan kelarutannya. Ekstraksi merupakan suatu

pemisahan senyawa yang terkandung dalam bahan cair/padat dengan menggunakan pelarut

tertentu pada temperatur tertentu (Anwar, 1994).

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya yang biasanya

menggunakan pelarut (Depdikbud, 1988). Kaidah sederhana yang berlaku dalam ekstraksi

yaitu”like dissolve like” yang artinya senyawa polar akan larut dengan baik pada fase polar dan

senyawa nonpolar akan larut dengan baik pada fase nonpolar (Ketaren, 1988).

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau caiaran

dengan bantuan pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dalam

komponen-komponen dalam campuran (Bernaskoni, et.all., 1995). Sementara menurut

Moelyono (1996), ekstraksi adalah metode ekstraksi kandungan senyawa kimia yang terdapat

dalam suatu simplisia tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut dalam suasana asam, basa,

ataupun netral, dengan metode-metode yang tertentu dan khas sesuai dengan sifat fisik dan kimia

dari kandungan kimianya. Pelarut-pelarut yang biasanya dipergunakan untuk senyawa-senyawa

organik diantaranya adalah eter, etanol, karbon, tetra klorida, aseton, metanol, heksan, petroleum

eter dan lain sebagainya (Ketaren, 1985).

Page 8: Uji Fitokimia

Moelyono (1996) menyatakan bahwa, ditinjau dari suhu ekstraksinya, dikenal dua tipe

ekstraksi, yaitu  ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Ekstraksi panas adalah ekstraksi yang

prosesnya disertai dengan pemanasan, sedangkan ekstraksi dingin adalah proses ekstraksi tanpa

pemanasan. Contoh ekstraksi panas adalah soxhletasi, dan infindasi. Contoh ekstraksi dingin

adalah maserasi dan partisi (Anwar,et.all.,1994).

 Secara umum teknik ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1.      Ekstraksi jangka pendek, yaitu teknik ekstraksi yang biasanya digunakan untuk memisahkan

suatu zat (bentuk cair), dengan dasar perbedaan kelarutan zat tersebut pada dua pelarut yang

tidak saling melarutkan. ( Underwood, 1986).

2.      Ekstraksi jangka panjang, yaitu teknik ekstraksi yang biasanya digunakan untuk memisahkan

bahan alam (bentuk padat) yang terdapat pada tumbuhan atau hewan. Prosedur klasik untuk

memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan kering ialah dengan

mengekstraksi bagian tumbuhan tersebut melalui proses perendaman dengan pelarut dengan

menggunakan pelarut tertentu (pelarut polar dan nonpolar) (Harborne, 1987).

Perkolasi adalah cara ekstraksi berulang yang dilakukan dalam keadaan dingin. Caranya

mirip dengan maserasi, tetapi setelah perendaman dalam waktu tertentu, pelarut dikeluarkan dan

diganti dengan pelarut baru. Demikian dilakukan berulang kali. Setelah penyaringan, diperoleh

filtrat yang disebut perkolat (Moelyono, 1996).

Menurut Moelyono (1996) ditinjau dari mekanisme ekstraksinya, dikenal beberapa tipe

ekstraksi, yaitu :

1.      Ekstraksi satu kali

Ekstraski satu kali adalah metode ekstraksi bahan dengan menggunakan satu jenis pelarut, dan

ekstraksi hanya dilakukan satu kali dengan sejumlah pelarut.

2.      Ekstraksi berulang

Ekstraski berulang adalah metode ekstraksi suatu bahan dengan menggunakan satu jenis pelarut,

tetapi prosesnya dilakukan berulang kali dengan sejumlah pelarut.

3.      Ekstraksi bertingkat

Ekstraksi bertingkat adalah proses ekstraksi suatu bahan dengan menggunakan beberapa jenis

pelarut pengekstraksi, yaitu setelah ekstraksi dengan pelarut pertama, dilanjutkan dengan

menggunakan pelarut lain, dan seterusnya.

Page 9: Uji Fitokimia

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A.      Waktu dan Tempat Praktikum

     Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Mei 2011 bertempat di Laboratorium

Pengembangan Unit Kimia FKIP Universitas Haluoleo Kendari.

B.        Alat dan Bahan

                 Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah corong pisah, labu takar 100 mL,

labu takar 10 mL, gelas kimia 100 mL, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 600 mL, corong kaca,

batang pengaduk, spatula, tabung reaksi, mortal dan alu, botol semprot, pipet tetes, pipet volum

25 mL, filler, dan pipet volum 10 mL.

                 Sedangkan bahan yang digunakan adalah daun jambu biji (Psidium guajava), kertas

saring, aquades, n-heksana, etil asetat, methanol, etanol, asam sulfat 2N, asam klorida, asam

asetat, kloroform, eter, amoniak 10%, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, logam magnesium,

gelatin, dan FeCl3.

C.      Prosedur Kerja

2-4 gram daun jambu  biji halus1. Uji Alkaloid

    Diekstraksi dengan kloroform amoniak    Disaring

FiltratResidu

    Dimasukkan dalam corong pisah    Ditambahkan 10 mL asam sulfat 2 N    Dikocok kuat-kuat    Didiamkan sampai larutan memisah    Dimasukkan dalam 2 tabung reaksi lapisan asam sulfatTabung ITabung

II

Page 10: Uji Fitokimia

    Ditambahkan beberapa tetes pereaksi Meyer≠ endapan

    Ditambahkan beberapa tetes pereaksi Dragendorf≠ endapan

Page 11: Uji Fitokimia

 

10 gram daun jambu biji halus2. Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin

-    Diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard

Warna yang tampak-    Diekstraksi dengan etanol panas-    Disaring

FiltratResidu

-    Diekstraksi dengan eter

Ekstrak eter-    Diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard

Warna yang tampak-    Ditambahkan air-    Dikocok kuat-kuat-    Didiamkan selama 30 menit hingga timbul busa

Positif Saponin     Dihidrolisis dengan 4 mL asam klorida 2 N     DisaringResiduFiltrat

Page 12: Uji Fitokimia

 

3.  Uji Flavonoid

10 gram daun jambu biji halus

-    Diekstraksi dengan methanol-    disaring

FiltratResidu

-    Diuapkan-    Diekstraksi dengan n-heksana

-    Diekstraksi dengan 10 mL etanol 80%-    Ditambahkan 0,01 g logam magnesium

Tabung ITabung II sebagai kontrolHasil

    Ditambahkan 0,5 mL HCl pekatHasil 

Page 13: Uji Fitokimia

4.      Uji Tanin dan Polifenol

10 gram daun jambu biji halus

    Digerus dengan air    Dipindahkan ke gelas kimia    Didihkan    DisaringFiltratResiduTabung

IITabung I

    Diteteskan dengan larutan FeCl3

Warna biru    Diteteskan dengan larutan gelatin 10%Endapan putih 

Page 14: Uji Fitokimia

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan

No Uji Fitokimia +++ ++ + _ kesimpulan

1. Alkaloid

-meyer

-dragendorf    

   

Daun pepaya mengandung senyawa alkaloid

2. Saponin

-steroid

-triterpen

   

   

   

Daun pepaya mengandung saponin dari steroid dan tidak mengandung saponin dari triterpen

3. Flafonoid     Daun pepaya tidak mengandung flavonoid

4. Tanin/

Polifenol

    Daun pepaya mengandung tanin atau polifenol yang sangat kuat

B.     Reaksi Lengkap

 

Uji tanin dan polifenol

 

Page 15: Uji Fitokimia

C.    Pembahasan

         Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki varietas bahan hayati

yang bermanfaat. Bahan-bahan hayati telah digunakan oleh manusia untuk memenuhi

berbagai keperluan hidup. Indonesia yang beriklim tropis memiliki sumber daya alam hayati

yang sangat beraneka ragam yang memproduksi beraneka ragam senyawa kimia karbon

alami.

                  Salah satu buah tersebut adalahdaun pepaya (Carica papaya) yang sangat bermanfaat

bagi pengobatan. Bermanfaatnya daun pepaya (Carica papaya) disebabkan karena banyaknya

kandungan senyawa yang terdapat didalamnya.

Fitokimia merupakan suatu teknik analisis kandungan kimia di dalam bagian-bagian

tumbuhan (akar, batang, ranting, daun, biji, dan buah). Analisis fitokimia barsifat kualitatif

sehingga kandungan kimia dalam suatu tumbuhan dapat diketahui dengan metode fitokimia.

Secara umum kandungan kimia tumbuhan dapat di kelompokan ke dalam golongan senyawa

alkaloid, flavonoid, tannin, polivenol, dan kuinon. Untuk identivikasi senyawa-senyawa tersebut

yang terdapat pada tumbuhan berdasarkan endapan dan warna  yang ditimbulkan dengan

menggunakan peraksi-peraksi yang spesifik dan khusus.

Pada praktikum kali ini, dilakukan uji fitokimia pada daun pepaya (Carica

papaya). Uji fitokimia secara umum dilakukan dengan terlebih dahulu menghaluskan

sampel/daun pepaya dengan lumpang, sehingga ukuran partikel sampel menjadi sangat

kecilsehingga memudahkan kandungan kimia dari bahan atau sampel tersebut dapat

tersaringdengan baik. Pada praktikum uji fitokimia ini dilakukan uji alkaloid,  uji flavonoid, uji

tannin dan polifenol, dan uji steroid, saponin dan triterpenoid.

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa yang tersebar luas hampir pada semua jenis

tumbuhan yang merupakan senyawa turunan yang mengandung unsur nitrogen (umumnya dalam

cincin) yang terdapat pada mahluk hidup. Pada uji ini sampel yang akan dilihat kandungan

alkaloidnya terlebih dahulu digerus. Proses penggerusan ini bertujuan untuk menghancurkan

dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam

Page 16: Uji Fitokimia

vakuola mudah untuk diambil. Setelah itu ditambahkan dengan kloroform yang bertujuan untuk

mengambil atau melarutkan senyawa yang ada di dalam daun tersebut dan kemudian diekstraksi

dengan kloroform amoniakal. Proses ekstraksi dengan kloroform amoniakal ini bertujuan untuk

memutuskan ikatan antara asam tanin dan alkaloid yang terikat secara ionik dimana atom  N dari

alkaloid berikatan silang stabil dengan gugus hidroksifenolik dari asam tanin tersebut. Dengan

terputusnya ikatan tersebut alkaloid akan bebas sedangkan asam tanin akan terikat pada

kloroform amoniakal. Setelah itu disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam corong pisah dan

ditambahkan asam sulfat 2 N yang bertujuan untuk mengikat kembali alkaloid menjadi garam

alkaloid agar dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi logam yang spesifik untuk alkaloid yang

menghasilkan kompleks garam anorganik yang tidak larut sehingga terpisah dengan metabolit

sekunder lainnya. Penambahan asam sulfat 2 N ini mengakibatkan larutan terbentuk menjadi 2

fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara fase aquades yang polar dan kloroform

yang relatif kurang polar.

Garam alkaloid akan larut pada lapisan atas (fasa aquades), sedangkan lapisan

kloroform berada pada lapisan bawah karena memiliki massa jenis yang lebih besar. Proses

pengadukan disini dimaksudkan untuk melarutkan senyawa-senyawa pada tiap-tiap lapisan

secara cepat dan sempurna. Setelah terbentuk 2 lapisan hanya pada lapisan asam sulfat yang

diambil yang dimaksudkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan pereaksi meyer yang bertujuan

untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan

koordinasi antara atom N alkaloid dengan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa

kompleks merkuri yang non polar yang mengendap berwarna putih kekuningan.

Reaksinya sebagai berikut :

    putih kekuningan

Atom N menyumbangkan pasangan elektron bebas pada atom Hg sehingga membentuk senyawa

kompleks yang mengandung atom N sebagai ligannya Setelah ditambahkan dengan pereaksi

tersebut diketahui bahwa pada daun jambu biji tidak terdapat kandungan alkaloid atau (-)

alkaloid yang ditandai dengan tidak terbentuknya endapan putih. Begitu pula yang terjadi ketika

sampel ditambahkan pereaksi dragendorff tidak terdapat endapan merah kecoklatan.

Pada uji tannin dan polifenol, sampel dihaluskan untuk menghancurkan dinding sel

yang sifatnya kaku sehingga senyawa target (metabolit sekunder) yang berada dalam vakuola

mudah diambil. Kemudian sampel dipanaskan untuk melarutkan tannin/polifenol, kemudian

disaring lalu ditambahkan larutan FeCl3 menghasilkan warna biru kehitaman  yang menandakan

Page 17: Uji Fitokimia

(+) tannin/polifenol.  Sedangkan ketika sampel ditambahkan larutan gelatin 10% menunjukkan

adanya endapan putih yang menandakan bahwa positif tannin.

Flavanoid adalah suatu kelompok senyawa fenol alam yang memiliki kerangka dasar

karbon terdiri atas 15 atom C yang tersusun dalam konfigurasi C6– C3–C6, dimana dua cincin

benzen dihubungkan oleh tiga satuan atom C yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin.

Dalam tumbuhan, flavanoid disintesis dari tiga unit asetat malonat (cincin A) dan fenil propanoid

(cincin B dan C). Dalam tumbuhan, flavanoid tersebar merata dalam akar, daun, kulit, tepung

saring, bunga dan biji. Sifat kimia dari flavanoid yaitu polar atau semi polar, larut dalam

methanol, etanol, n-butanol, air dan eter serta kloroform. Sedangkan sifat fisikanya yaitu

padat/kristal, tidak berbau, dan tidak berwarna. Flavanoid dapat dideteksi dengan logam Mg, Cu,

larutan NaOH, H2SO4 pekat.

Pada uji flavanoid ini, mula-mula sampel dihaluskan untuk menghancurkan dinding

sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolit sekunder) yang berada dalam

vakuola mudah diambil. Sampel kemudian diekstraksi dengan methanol. Digunakan methanol

karena flavanoid relatif polar sehingga dapat larut dalam methanol. Selain itu methanol juga

merupakan pelarut universal yang dapat bersifat polar dan nonpolar. Setelah diekstraksi, larutan

disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtratnya diuapkan sehingga filtratnya menjadi

pekat. Setelah diuapkan, filtrat diekstraksi lagi dengan n-heksan agar senyawa-senyawa nonpolar

dibawa ke n-heksan, kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Residu yang

diperoleh dibagi ke dalam dua tabung, tabung pertama ditambahkan logam Mg  untuk

mendeteksi adanya senyawa flavanoid, dimana flavanoid akan bereaksi dengan logam Mg.

Setelah penambahan logam Mg nampak logam Mg ini  larut, kemudian dilanjutkan dengan 

penambahan HCl pekat yang ditandai dengan  larutan berbusa dan berwarna merah muda yang

menandakan sampel tersebut terdapat flavanoid.. Tabung kedua digunakan sebagai kontrol.

Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin

siklopentana prehidrofenantrena. Steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang

banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-

senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan.

Pada uji steroid (triterpenoid dan saponin) ini, mula-mula sampel dihaluskan untuk

menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa targetnya (metabolit sekunder)

yang berada dalam vakuola mudah diambil. Sampel kemudian diekstraksi dengan etanol panas

dan dilanjutkan dengan eter. Setelah diekstraksi, larutan disaring untuk memisahkan filtrat dan

residunya. Filtratnya ditambahkan dengan 3-4 tetes asam sulfat pekat 98% dan ditambahkan 4-5

Page 18: Uji Fitokimia

tetes asam asetat glacial. Larutan sampel menunjukkan adanya warna merah dan terdapat busa

yang menunjukkan positif adanya triterpenoid dan saponin.

Pada percobaan uji fitokimia daun pepaya ternyata senyawa organic yang terkandung

dalam daun pepaya (Carica papaya) sangat besar mengandung Saponin dari steroid dan banyak

mengandung tannin dan polifenol juga mengandung sedikit alkaloid dari pereaksi meyer dan

juga saponin dari pereaksi triterpen. Daun papaya tidak mengandung Flavonoid.

                                   

Page 19: Uji Fitokimia

BAB VPENUTUP

A.       Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa senyawa organic yang

terkandung dalam daun pepaya (Carica papaya) sangat besar mengandung Saponin dari steroid

dan banyak mengandung tannin dan polifenol juga mengandung sedikit alkaloid dari pereaksi

meyer dan juga saponin dari pereaksi triterpen. Daun papaya tidak mengandung Flavonoid.

Page 20: Uji Fitokimia

B.      DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C., Bambang Purwono, Harno Dwipranowo dan Tutik Wahyuningsih, 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Dikti. UGM, Yogyakarta

Bernasconi, et.all., 1995. Teknologi Kimia 2. Terjemahan Lienda Handojo. PT. Pradya Pramita. Jakarta.Djamal, R., 1988. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas.Harborne, J.B., 1984. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.Harborne, J.B., 1987. Phitochemical Method. Chapman and Hall ltd. London.Herbert, R.B., 1989. The Biosynthesis of Secondary Metabolism. Campman and Hall 29 West 35th Street,

New York.Judoamidjojo M., Darwis A.A., Gumbira E., 1990. Teknologi Fermentasi. IPB. Bogor.Manitto, P., 1981. Biosintesis Produk Alami. Terjemahan : Koensoenmardiyah. IKIP Semarang

Press. Semarang.

Markham, K.R., 1982. Cara Mengidentifikasi Falvanoid. Alih Bahasa : Kosasih Padmawinata, (1988). ITB. Bandung.

Moelyono, M.W., 1996. Panduan Praktikum Analisis Fitokimia. Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi FMIPA. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Robinson, T., 1991. The Organic Constituen of HigherPlants. 6th Edition. Department of Biochemistry. University of Massachusetts

Sabirin, M., Hardjono S., dan Respati S., 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik II.UGM-Yogyakarta.Sastrohamidjojo, H., 1996. Sintesis Bahan Alam. Gadjah Mada university Press. Yogyakarta.

TUGAS SETELAH PRAKTIKUM1.       Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada :

a.       Uji alkaloid

b.      Uji Flafonoid

c.       Uji Steroid

d.      Uji tannin dan polifenol

2.      Pada uji alkaloid, kesimpulan yang akan saudara barikan (+) alkaloid atau (-) alkaloid. Jika uji

dengan pereaksi menyer (+) sementara uji dengan dragendrof (-) jelaskan ?

Jawab: