Upload
mareta-dea-rosaline
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Nama : Saktya Yudha Ardhi Utama KODE SOAL : B
NIM : 131514153016
Pemeriksaan imun dan hematologi kasus kusta reaktif ENL
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum diketahui dengan pasti
sampai saat ini. Mengenai patofisiologi yang belum jelas tersebut akan diterangkan
secara imunologik. Dimana reaksi imun tubuh kita dapat menguntungkan dan
merugikan yang disebut reaksi imun patologik dan reaksi kusta tergolong di dalamnya.
Reaksi kusta dapat dibedakan menjadi eritema nodosum leprosum (ENL) dan reaksi
reversal atau reaksi upgrading (Mulyati, 2010)
Kusta reaktif adalah merupakan reaksi tubuh yang hebat terhadap suatu invasi
bakteri atau antigen, dimana menimbulkan manifestasi klinis yang sangat hebat, yang
dapat digolongkan menjadi 2 (dua) tipe menurut Bryceson dan Jopling (2006) yaitu :
Tipe 1 :Reaksi Reversal, ini merupakan contoh imunopatologi reaksi
hipersensitivitas tipe IV.
Tipe 2 :Eritema Nodusum Leprosum (ENL), ini merupakan hipersensivitas
humoral yaitu peran Ig M Ig G dan komplomen, suatu contoh imunopatologi
hipersensitivitas tipe III
Tipe 3 :Lucio’s Phenomenon, merupakan reaksi kusta bentuk lain, yang
sebetulnya merupakan reaksi kusta tipe 2
Gejala yang muncul pada reaksi ENL seperti nyeri dan tenderness disertai panas
tinggi dan malaise. Lesi kulit berupa pustular dan ulseratif diikuti dengan hilangnya
fungsi saraf. Perkembangan tipe ini sampai terjadi iridocylitis, oechitis, nefritis dengan
albuminuria yang disertai non-pitting oedema. Erythema nodosum leprosum dapat
berkembang menjadi perbaikan setelah mendapatkan kontrikosteroid,secara histologi
ditemukannya foamy histiocyte, dan limfosit tidak banyak.
ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL,
berarti makin tinggi tingkat multibasilarny makin besar kemungkinanan timbulnya
ENL. Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral, berupa fenomena
kompelks imun akibat reaksi antara antigen M leprae + antibodi (IgM & IgG) +
komplemen yang kemudian akan menghasilkan komplek imun. Dengan terbentuknya
kompleks imun ini maka ENL termasuk di dalam golongan penyakit komplek imun.
Kadar antibodi imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi daripada tipe
tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah kuman jauh lebih
banyak daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobatan. Hal
ini terjadi karena banyak kuman kusta yang mati dan hancur yang kemudian kuman –
kuman lepra ini akan menjadi antigen, dengan demikian akan meningkatkan
terbentuknya komplek imun. Kompleks imun ini terus beredar dalam sirkulasi darah
yang akhirnya dapat mengendap dan melibatkan berbagai organ (Dacre, 2005).
Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri
dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat
mengakibatkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis, orkitis,
dan nefritis akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai gejala konstitusi dari
ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik (Wolff, K & Johnson,
2005).
Pemeriksaan pada reaksi ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan histopatologi :
1. Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah
merah dalam urine yang dapat menunjukkan terjadinya glomerulonefritis akut.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop, dapat terlihat kompleks
imun pada glomerulus ginjal. Pada pemerksaan hematologi dapat
ditemukan leukositosis PMN, trombositosis, peninggian LED, anemia
normositik normokrom dan peninggian kadar gammaglobulin
2. Pemerikaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa
lapisan infiltrat pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL.
Selain itu, akan tampak peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada
dermis bagian atas dan pada dermis bagian bawah terdapat infiltrasi lekosit
polimorfonuklear yang lokalisasinya disekeliling pembuluh darah dan
menyerang dinding pembuluh darah. Terdapat pembengkakan dan edema
endothelium vena, arteriole dan arteri-arteri kecil pada lesi ENL. Fragmen basil
sedikit dan terdapat di sekitar pembuluh darah. Kerusakan dinding vaskuler ini
mengakibatkan ekstravasasi eritrosit (Djuanda, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, K. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi keempat. Jakarta: FK UI; .h.319-25.
Dacre, Jane dan Kopelman, Peter. 2005. Buku saku keterampilan klinis. Cetakan pertama. Jakarta: EGC..h.258-59.
Djuanda, A. 2008. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Cetakan ketiga. Jakarta: FK UI.h.34, 92-4, 129-47, 189-91, 334-5.
Wolff, K. 2005. Synopsis of clinical dermatology. Edisi kelima. USA: The McGraw-Hill Companies; 2005.h.699-700.
Setiabudy,2009. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta: FK UI ; 2009.h.574-5, 579-82.
Nama : Saktya Yudha Ardhi Utama KODE SOAL : C
NIM : 131514153016
1. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan IBD
Auskultasi abdomen terhadap bisisng usus dan karakteristiknya.
Palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan, atau nyeri. Pada enteritis regional
nyeri biasanya terlokalisasi pada kuadran kanan bawah dimana bising usus
hiperaktif, dapat didengar karena borborigimus (bising usus gemuruh yang
disebabkan pasase gas melewati usus).
Gejala paling utama adalah nyeri intermitten yang terjadi pada diare tetapi tidak
hilang setelah defekasi. Nyeri pada daerah periumbilikal biasanya menunjukkan
keterlibatan ileum terminalis. Pada kolitis ulseratif, abdomen mungkin distensi
dan nyeri lepas mungkin ada. Perdarahan rektal adalah tanda dominan.
Inspeksi kulit terhadap bukti adanya saluran fistula atau gejala dehidrasi, feses
diinspeksi terhadap adanya darah dan mukus.
2. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan cushing syndrome
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Compos mentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai
insomnia
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di
daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk
bison, obesitas tunkus
DAFTAR PUSTAKA
Hyams J. Inflammatory Bowel Disease. Richard EB, Robert MK, Hal BJ, editor. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. Hal 1248-1255
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC
Kathleen, W.Daniel J, Richard JG. Inflammatory Bowel Disease : Pediatric gastroenterology and hepatology. Edisi ke-3. Boston: Blackwell,1993. Hlm 859-879. 2.
Rumahorbo,Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin.Jakarta:EGC.
Nama : Saktya Yudha Ardhi Utama KODE SOAL : A
NIM : 131514153016
1. Yang perlu dikaji adalah kondisi lukanya untuk memastikan apakah ada resiko
infeksi yang terjadi pada pasien Tn. E.
Inspeksi : apakah ada perdarahan, pembengkakan pada luka, pus pada luka
Palpasi : apakah ada kelainan kulit, apakah ada tanda-tanda infeksi (terasa hangat)
Hal diatas perlu dilakukan untuk memastikan apakah terdapat masalah keperawatan
yaitu resiko tinggi infeksi
2. Yang perlu digali dari Tn. E dan istrinya adalah pengetahuan mengenai perawatan
luka.
Adapun cara perawatan luka di rumah yaitu :
1) Alat-alat yang digunakan
a. Kasa atau kain bersih.
b. Betadine.
c. Plester.
d. Air hangat.
2) Langkah-langkah
a. Mencuci tangan.
b. Membersihkan luka dengan air hangat.
c. Menutup luka dengan kasa atau kain bersih yang sudah diberikan betadine.
d. Kemudian ditutup dengan kain bersih.
e. Plester dengan rapi.
f. Bereskan alat.
g. Mencuci tangan.
Setelah pasien dan keluarga diberi pengetahuan tentang perawatan luka,
harapannya pasien dan keluarga mempraktekkan di rumah supaya luka bekas
operasi segera sembuh tanpa menimbulkan resiko infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol: 2. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Vol: 2. Jakarta: EGC