135
UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP BERDASARKAN KEARIFAN LOKAL DI KHP WIDYA BUDAYA KERATON YOGYAKARTA SKRIPSI LARASATI PURWAHYUNINGTYAS 0806392741 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DEPOK JUNI 2012 Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

UNIVERSITAS INDONESIA

PELESTARIAN MANUSKRIP BERDASARKAN

KEARIFAN LOKAL DI KHP WIDYA BUDAYA

KERATON YOGYAKARTA

SKRIPSI

LARASATI PURWAHYUNINGTYAS

0806392741

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN

DEPOK

JUNI 2012

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

UNIVERSITAS INDONESIA

PELESTARIAN MANUSKRIP BERDASARKAN

KEARIFAN LOKAL DI KHP WIDYA BUDAYA

KERATON YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Humaniora

LARASATI PURWAHYUNINGTYAS

0806392741

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN

DEPOK

JUNI 2012

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

ii

SURAT BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia.

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, 21 Juni 2012

Larasati Purwahyuningtyas

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Larasati Purwahyuningtyas

NPM : 0806392741

Tanda Tangan :

Tanggal : 21 Juni 2012

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

iv

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat

Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelestarian

Manuskrip Berdasarkan Kearifan Lokal di KHP Widya Budaya Keraton

Yogyakarta” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Humaniora pada Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan selama masa

perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, tentunya skripsi ini tidak akan selesai

tepat pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya ingin

mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Ibu Tamara A. Susetyo, sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan masukan, kritik, dan saran selama saya melakukan

penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan waktu yang telah

diluangkan. Terima kasih atas kesabaran dan semangat Ibu dalam

membimbing saya.

2. Ibu Indira Irawati, selaku pembaca dan penguji. Terima kasih telah banyak

meluangkan waktunya ditengah jadwal-jadwalnya yang sangat padat.

Terima kasih sudah banyak memberi masukan sehingga saya menyadari

masih banyak kekurangan pada skripsi ini.

3. Ibu Nina Mayesti, selaku pembaca dan penguji. Terima kasih atas

waktunya dan atas penjelasan tentang metode yang diberikan sehingga

saya belajar semakin giat dan berusaha untuk memperbaiki skripsi menjadi

lebih baik.

4. Ibu Utami Budi Rahayu, selaku pembimbing akademis. Terima kasih

sudah dengan sabar membimbing saya selama masa perkuliahan.

5. Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GBHP.H. Prabukusumo, yang telah

mengizinkan saya meneliti tentang manuskrip di Keraton Yogyakarta.

6. Para abdi dalem di Keraton Yogyakarta maupun di KHP Widya Budaya,

khususnya Pak Rinta, Pak Pitoyo dan Pak Puji. Terima kasih telah

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

vi

memberikan informasi kepada saya dan mengizinkan saya mengikuti

kegiatan – kegiatan pelestarian manuskrip.

7. Kedua orang tua, Sri Wahyuni selaku ibu dari saya yang selalu

memberikan kasih sayang dan perhatian tiada henti kepada saya. Terima

kasih telah mengajarkan dan mengayomi saya sehingga saya menjadi anak

yang kuat dalam mental maupun fisik. I love you, ma! You are my idol.

Purwo Noer Wiyatno selaku ayah dari saya yang selalu memberikan

support kepada saya baik moril dan materi. Terima kasih telah

membimbing saya dalam penyelesaian skripsi dan menghadapi sidang.

Thank you,Pa! You are my hero.

8. Kedua adik saya, Kartika Purwahyuningrum dan Pratiwi

Purwahyudiningsih. Terima kasih telah melengkapi hidup saya. Saya jadi

belajar menjadi lebih dewasa atas kehadiran mereka.

9. Mbah Suwito Tukiran, selaku kakek saya. Need a lot of space to say thank

you to him. He is my angel dan selalu menjadi panutan.

10. Muktiallah Han. Terima kasih atas kasih sayang dan support yang selama

ini diberikan. Terima kasih telah membantu menyelesaikan skripsi ini

melalui sharing dan pengetahuannya mengenai teknik penulisan pada

Ms.Word. I love you and I always do.

11. Om Bayu Wardoyo yang berperan banyak sebagai teman, om, kakak dan

juga ayah. Terima kasih atas dukungan moril dan juga semangat yang

diberikan kepada saya.

12. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan, atas ilmu dan

pengalamannya selama saya menjalani pendidikan. Tugas yang banyak

dan ber-deadline membuat saya menjadi mahasiswa yang tepat waktu dan

disiplin dalam mengerjakan tugas.

13. Revany Ramyandi Koestoer dan Riva Delviatma, sebagai sahabat yang

selalu menemani saya dan teman sharing selama masa perkuliahan.

14. Sannita dan Mitsalina Nisrinawati selaku teman dekat yang selalu

mendukung dan menyemangati saya dalam menyelesaikan skripsi

meskipun terpisah tempat yang cukup jauh. You always be my best friends.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

vii

15. Teman-teman seperjuangan JIP 2008 yang saya sayangi, Weni, Resa,

Yunitha, Cita, Fitria, Henny, Rizka, Uni, Amu, Arif dan lain – lain yang

tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima Kasih telah memberi masukan

dan juga sharing pengalamannya. Untuk teman – teman JIP 2008 yang

lain, terima kasih atas kebersamaan yang tidak akan terlupakan selama

menimba ilmu bersama di jurusan tercinta ini.

16. Teman-teman senior dan junior di Jurusan Ilmu Peprustakaan angkatan

2006, 2007, 2009, 2010, 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

17. Pak Pomo yang menemani saya selama melakukan pengumpulan data dan

mengurus skripsi saya

18. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu hingga

keseluruhan skripsi ini dapat diselesaikan.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semuanya semoga Allah

SWT membalas semua kebaikan-kebaikan yang telah diberikan seluruh pihak

dalam membantu kelancaran proses penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Depok, 21 Juni 2012

Larasati Purwahyuningtyas

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia,saya yang bertanda tangan

dibawah ini :

Nama : Larasati Purwahyuningtyas

NPM : 0806392741

Program Studi : Ilmu Perpustakaan

Departemen : Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya saya yang berjudul :

“Pelestarian Manuskrip Berdasarkan Kearifan Lokal di KHP Widya Budaya

Keraton Yogyakarta”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,

dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Tanggal : 21 Juni 2012

Yang menyatakan

(Larasati Purwahyuningtyas)

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

ix

ABSTRAK

Nama : Larasati Purwahyuningtyas

Program Studi : Ilmu Perpustakaan

Judul : Pelestarian Manuskrip berdasarkan Kearifan Lokal di KHP

Widya Budaya Keraton Yogyakarta

Kearifan lokal menjadi budaya bagi masyarakat Jawa, khususnya di Keraton

Yogyakarta. Skripsi ini menjelaskan bagaimana abdi dalem di KHP Widya

Budaya Keraton Yogyakarta melestarikan manuskrip dan bagaimana pihak

keraton menyikapi perkembangan budaya modern. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan metode etnografi yang mana fokus kepada perlakuan

abdi dalem sebagai pelaku pelestari manuskrip. Hasil penelitian ini menunjukan

bahwa KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta masih eksis hingga kini dengan

cara kearifan lokal dan pihak keraton menerima adanya perkembangan budaya

modern tanpa meninggalkan budaya tradisional.

Kata Kunci :

Kearifan lokal, pelestarian manuskrip, abdi dalem di Keraton Yogyakarta,

preservasi, konservasi

ABSTRACT

Name : Larasati Purwahyuningtyas

Study Program: Ilmu Perpustakaan

Title : The Preservation of Manuscript based on Local Wisdom in KHP

Widya Budaya Keraton Yogyakarta

Local wisdom becomes a culture for Javanese peoples, mostly in Keraton

Yogyakarta. This mini - thesis describes about how abdi dalem preserving,

conserving the manuscript in KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta also how

abdi dalem responding the globalization. This research is qualitative etnography

method. The focus of this study is abdi dalem as a preservator and conservator.

The results suggest that KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta still exist until

now with local wisdom and keraton accept the globalization.

Keywords :

Local wisdom, manuscript conservation, abdi dalem in Keraton Yogyakarta,

preservation, conservation

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

SURAT BEBAS PLAGIARISME ....................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... viii

ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT ........................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1. 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1. 2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1. 3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

1. 4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

1. 5 Metode Penelitian ..................................................................................... 5

1.5.1 Objek dan Subjek Penelitian ................................................................ 5

1.5.2 Metodologi Penelitian .......................................................................... 5

1. 6 Kerangka Berpikir .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN LITERATUR ...................................................................... 7

2. 1 Kearifan Lokal ......................................................................................... 7

2. 2 Falsafah Hidup Jawa ................................................................................ 10

2. 3 Manuskrip ................................................................................................ 11

2. 4 Upaya Preservasi, Konservasi dan Restorasi Manuskrip ......................... 15

2.4.1 Preservasi ............................................................................................. 16

2.4.2 Konservasi ........................................................................................... 25

2.4.3 Restorasi .............................................................................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 31

3. 1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 31

3. 2 Informan ................................................................................................... 35

3. 3 Instrumen Penelitian ................................................................................. 37

3. 4 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 38

3.4.1 Data Primer .......................................................................................... 38

3.4.2 Data Sekunder ...................................................................................... 39

3. 5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 40

3. 6 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 41

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS ........................................................ 42

4. 1 Sekilas Tentang Keraton Yogyakarta ....................................................... 43

4. 2 Kondisi Lingkungan Tepas KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta ... 47

4. 3 Kearifan Lokal Kehidupan di Tepas KHP Widya Budaya ...................... 59

4. 4 Manuskrip di Keraton Yogyakarta ........................................................... 63

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

xi

4. 5 Kearifan Lokal Preservasi ........................................................................ 64

4. 6 Kearifan Loka Konservasi ....................................................................... 79

4. 7 Perlakuan Modern di Tengah Kearifan Lokal .......................................... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dengan berbagai suku bangsa mempunyai keanekaragaman

kearifan lokal, kearifan tradisional dan budaya yang mengandung nilai dan norma

bagi kehidupan. Nilai – nilai tersebut menyatu dalam kehidupan bermasyarakat

sehingga menjadi pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi dengan hal di

sekitar mereka. Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang masih

memiliki kearifan lokal dalam berperilaku dan berinteraksi, salah satu contohnya

adalah kegiatan dalam Keraton Yogyakarta yang tradisional dan berbudaya.

Semua hal dilakukan berdasarkan kearifan lokal seperti upaya melakukan

preservasi terhadap koleksi manuskrip.

Kegiatan preservasi dan konservasi merupakan kegiatan yang wajib

dilakukan terhadap naskah kuno atau biasa disebut manuskrip, oleh karena itu

nilai informatif dan nilai histori yang dikandung dapat terus digunakan sebagai

sumber informasi yang otentik. Terkait dengan keadaan manuskrip yang sudah

berumur ratusan tahun, maka kondisinya diasumsikan akan semakin memburuk,

bila tidak dirawat dengan baik. Menurut Razak (1992 : p.15-31) kerusakan pada

manuskrip dipengaruhi beberapa faktor, yaitu fisik, kimia, biota serta faktor

penggunaan dan penanganan yang salah, faktor bencana alam dan musibah.

Sedangkan Harvey berpendapat, berbagai faktor penyebab kerusakan kertas

adalah rendahnya kualitas kertas, semakin seringnya bahan pustaka dipergunakan,

pengaruh kemajuan teknologi, faktor lingkungan (polusi udara), bencana alam

(banjir, gempa bumi) juga sikap pemakai dan pengurus perpustakaan (1990 : p.7-

9). Terlebih lagi manuskrip yang ada di Keraton Yogyakarta umurnya berkisar

antara tahun 1700-an hingga 1900-an memerlukan penanganan khusus.

Manuskrip biasanya dapat berupa daun lontar yang berasal dari daun

siwalan atau daun tal, daluang yang merupakan kertas tradisional berserat kasar

dari kulit pohon; Kertas Eropa yang berasal dari pulp yang menggunakan serat

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

2

Universitas Indonesia

alami dan selulosa maupun papyrus yang merupakan sejenis tanaman air yang

dapat ditemukan pada zaman Mesir kuno.

Pentingnya nilai informatif dan juga nilai histori yang terkandung dalam

manuskrip merupakan hal terpenting yang harus dilestarikan. Penanganan yang

baik demi menjaga kondisi manuskrip agar tetap dalam kondisi yang baik

merupakan hal penting. Penanganan yang dilakukan dapat juga secara tradisional

ataupun secara modern. Namun, setiap cara yang dilakukan baik tradisional

maupun modern pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Keraton Yogyakarta merupakan salah satu tempat bersejarah yang tentu

saja memiliki banyak manuskrip. Di dalam Keraton Yogyakarta, terdapat koleksi

manuskrip yang tahun pembuatannya berkisar abad ke-19 hingga abad ke- 20.

Namun ada juga naskah yang sudah ada sejak abad ke-17 hingga abad ke-18.

Koleksi tersebut merupakan karya yang dibuat langsung di Keraton Yogyakarta

dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu

manuskrip tersebut, maka wajar saja bila banyak sekali kerusakan yang terjadi.

Pada umumnya kerusakan terjadi karena tinta yang mengelupas, jamur maupun

kelembaban pada suatu alat penyimpan. Sesuai dengan adat dan tradisi Keraton

Yogyakarta, maka para abdi dalam yang mengurus tempat penyimpanan naskah

hanya dapat melakukan perawatan secara tradisional. Sebelum adanya bantuan

dari pihak luar, para abdi dalem melakukannya secara tradisional menurut

kearifan lokal setempat. Tindakan kearifan lokal terhadap manuskrip tersebut

dipercaya tidak akan rusak atau dapat sedikit mempertahankan keadaan

manuskrip. Banyaknya manuskrip yang umurnya sudah ratusan tahun, sangat

diperlukan penanganan khusus agar nilai informatif tetap terjaga.

Keraton Yogyakarta sebagai pusat budaya juga sangat mempercayai hal –

hal yang sakral. Hal tersebut kemudian menjadi etika dan moral yang harus

tercermin dalam setiap kegiatannya. Dalam mencapai tujuan sebuah hal yang

sakral, maka biasanya orang di Keraton Yogyakarta melakukan kegiatan di luar

nalar seperti upacara adat tentang menjaga keselamatan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

3

Universitas Indonesia

Terkait dengan hal – hal tersebut, dapat dikaji bagaimana abdi dalem di

Keraton Yogyakarta menyambungkan hal yang ilmiah dengan hal yang diluar

nalar atau hal yang tidak ilmiah. Selain itu, manuskrip sebagai artefak dan sebagai

benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud

pemikiran dan perilaku kehidupan manusia sehingga dirasa perlu untuk

melakukan pelestarian dengan berbagai cara.

Dalam Undang-Undang nomor 11 pasal 1 tahun 2010 disebutkan :

“ Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs

Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang

perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi

sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan

melalui proses penetapan.”

“ Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia,

baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok,

atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat

dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.”

Dalam undang-undang yang baru disahkan dan sedang disosialisasikan

tersebut dapat terlihat perlunya dan pentingnya memelihara benda budaya

dicagarkan. Kaitannya adalah benda cagar budaya atau dalam hal ini adalah

manuskrip perlu dilestarikan dan dilakukan perawatan karena memiliki nilai

penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan

melalui proses penetapan undang-undang dan memiliki hubungan erat dengan

kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Berkaitan dengan perawatan secara tradisional menurut kearifan lokal

setempat yang dilakukan para abdi dalam, tampaknya penting terlebih lagi sebagai

masyarakat Yogyakarta yang kental kebudayaannya, harus turut melestarikan cara

yang tradisional. Dengan cara yang tradisional tidak selalu memberikan hasil yang

kurang maksimal. Penelitian awal yang dilakukan terlihat adanya penggunaan

beberapa alat-alat yang tradisional oleh para abdi dalem.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

4

Universitas Indonesia

1.2. Rumusan Masalah

Naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran

dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau (Barried, 1994 : p.55).

Menurut Venny Indria Ekowati dalam artikel berjudul “Pelestarian Budaya dan

Pemerkasaan Bahasa Jawa melalui Kajian Manuskrip Klasik”, untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan, pada abad ke-9 suku bangsa Jawa memulai

tradisi menulis. Melalui manuskrip klasik, akan didapatkan berbagai sumber

pengetahuan yang menggambarkan tentang peradaban masa lampau sehingga

manuskrip perlu dilestarikan keberadaannya.

Keraton Yogyakarta adalah salah satu tempat yang menggunakan naskah

sebagai alat untuk menyimpan ungkapan pikiran. Kebiasaan tersebut sudah

membudaya, terbukti dari temuan manuskrip yang ada di Perpustakaan Keraton

Yogyakarta. Tidak hanya manuskrip yang menjadi suatu sumber budaya, cara

pemeliharaan manuskrip yang ada di Keraton Yogyakarta juga berdasarkan

kearifan lokal yang mana kearifan lokal tersebut adalah suatu kebiasaan turun

trmurun yang menjadi budaya yang mengakar. Walaupun adanya modernisasi di

jaman globalisasi, kearifan lokal di Keraton Yogyakarta tetap terjaga sehingga

akan dapat dibuktikan di kemudian hari bahwa kearifan lokal juga tetap perlu

dilakukan.

Secara umum yang menjadi studi dalam masalah ini adalah :

1. Bagaimana kearifan lokal yang tercermin dalam preservasi dan konservasi

manuskrip di KHP Widya Budaya?

2. Bagaimana pihak Keraton Yogyakarta dan abdi dalem dalam menyikapi

perkembangan budaya modern terhadap pelestarian manuskrip?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Memaparkan upaya preservasi dan konservasi berdasarkan kearifan lokal

yang dilakukan abdi dalem di KHP Widya Budaya

2. Memaparkan bagaimana pihak Keraton Yogyakarta dan abdi dalem

menyikapi perkembangan budaya modern terhadap pelestarian manuskrip

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

5

Universitas Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, penelitian ini merupakan

pengamatan sub bidang preservasi dan konservasi yang memfokuskan terhadap

kearifan lokal setempat dalam melakukan pelestarian manuskrip. Kearifan lokal

merupakan cara sederhana yang dapat dijadikan pedoman dalam pelestarian dan

perawatan manuskrip. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, akan ada pihak

yang dapat memberikan tindakan preventif guna membantu melestarikan cagar

budaya berbentuk manuskrip. Selain itu, pedoman pelestarian manuskrip secara

sederhana ini dapat disebarkan pada masyarakat umum atau kolektor benda

bersejarah yang bukan profesional dalam menangani koleksi bahan pustaka.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian ini dikelompokan lagi dalam : objek dan subjek

penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian dan teknik pengumpulan

data.

1.5.1 Objek dan Subjek Penelitian

Adapun objek yang menjadi penelitian adalah pelestarian terhadap

kearifan lokal. Subjek nya adalah abdi dalem yang melakukan pelestarian

manuskrip.

1.5.2 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

etnografi. Metode etnografi merupakan pendekatan kualitatif yang cocok

digunakan untuk penelitian suatu kebudayaan. Menurut Suwardi Endraswara

(2006 : p.50) metode etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan

kebudayaan sebagaimana adanya. Kebudayaan yang terkait dalam penelitian ini

adalah kebudayaan atau tradisi pemeliharaan manuskrip secara kearifan lokal di

Keraton Yogyakarta. Model etnografi berupaya mempelajari peristiwa kultural

yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi. Dengan kata lain,

etnografi mengamati dan melihat berbagai artefak dan objek alam dan juga

menyelidiki makna yang diberikan oleh orang – orang terhadap berbagai objek itu

(Spradley, 1997). Metode etnografi dianggap lebih mampu menjelajah susunan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

6

Universitas Indonesia

pemikiran rakyat. Susunan yang sistematis adalah dengan mengetahui hal yang

dikatakan orang lalu hal yang dilakukan si pelaku kebudayaan dan adanya artefak

sebagai pendukung. Dalam buku yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif,

Deddy Mulyana (2001) menjelaskan etnografi yang akarnya adalah ilmu

antropologi pada dasarnya adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara

orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan

sehari-hari. Menurut pemikiran yang dirangkum oleh Deddy Mulyana ini,

etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua

aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang bersifat

abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang

diteliti.

1.6. Kerangka Berpikir

Manuskrip Keraton Yogyakarta sebagai sumber informasi

dan benda cagar budaya yang di pelihara berdasarkan kearifan lokal

Perlakuan berdasarkan kearifan lokal yang tercermin dalam preservasi

Dan konservasi

Pengaruh modernisasi terhadap proses pelestarian

manuskrip di KHP Widya Budaya

Usulan Pelestarian Berdasarkan Kearifan Lokal dan modern untuk melestarikan

manuskrip di KHP Widya Budaya

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

7 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah cara – cara dan praktik yang dikembangkan oleh

sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan

lingkungan setempat, yang terbentuk dari tinggal ditempat tersebut secara turun

temurun (Baumwoll, J., 2008). Kearifan lokal berasal dari dalam masyarakat

sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh

masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah

diadaptasi serta serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana

untuk bertahan hidup (Baumwoll, J., 2008).

Pengertian kearifan lokal sendiri, menurut budayawan Saini KM, adalah

sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola

lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya-

tahan dan daya-tumbuh di dalam wilayah di mana komunitas itu berada. Dengan

kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-

geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal. Terminologi lain untuk

kearifan lokal yang sering ditemukan dalam berbagai literatur akademis adalah

pengetahuan asli (indigenous knowledge), pengetahuan lokal (local knowledge),

pengetahuan tradisional (traditional knowledge) dan lain-lain. Apapun

terminologinya, kearifan lokal pada dasarnya merujuk pada pengetahuan

tradisional dan unik yang ada dalam dan dikembangkan sekitar kondisi spesifik

masyarakat di area geografis tertentu (Grenier, 1998).

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari 2 kata :

kearifan (wisdom) dan lokal (local). Secara umum kearifan lokal bisa diartikan

sebagai kearifan setempat yang mengandung arti kebijaksanaan, penuh kearifan,

bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakat. Menurut I Ketut

Gobyah dalam Berpijak pada Kearifan Lokal (//http:balipos.co.id), mengatakan

bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah menjadi tradisi atau ajeg dalam

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

8

Universitas Indonesia

suatu daerah. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut

secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi

nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal. S.Swarsi Geriya

dalam Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali dalam IUN mengatakan bahwa

secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijakan

manusia yang bersandar pada filosofi nilai – nilai, etika, cara – cara dan perilaku

yang melambangkan secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap

baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan

melembaga.

Pemilihan secara tradisional berdasarkan kearifan lokal setempat pada para

abdi dalem keraton diasumsikan merupakan tindakan yang dianggap baik oleh

mereka sehingga dilakukan secara turun menurun dari generasi ke generasi.

Kearifan lokal merupakan suatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya

tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (Shaw, R.,

2008). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat.

Ada beberapa cirri kearifan lokal menurut Alwasilah, et al., (2009) yaitu :

1. Berdasarkan pengalaman

2. Teruji setelah berabad-abad

3. Dapat diadaptasi dengan kultur kini

4. Padu dalam praktek keseharian masyarakat dan lembaga

5. Lazim dilakukan oleh individu atau masyarakat secara keseluruhan

6. Bersifat dinamis dan terus berubah

7. Sangat terkait dengan sistem kepercayaan

Keraton Yogyakarta merefelkesikan kearifan lokal dan mendapatkan

manfaat dari kearifan lokal itu sendiri sehingga memutuskan untuk melakukan

kearifan lokal sebagai cara dalam melestarikan koleksi manuskrip. Kearifan lokal

sama sekali tidak bisa diperoleh melalui suatu pendidikan formal dan informal.

Semua hal yang menyangkut kearifan lokal hanya bisa dipahami dan

direalisasikan melalui suatu pengamatan langsung. Kearifan lokal lahir dari

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

9

Universitas Indonesia

learning by experience yang tetap dipertahankan dan diturunkan dari generasi ke

generasi (Pattinama, M.J, 2009).

Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau

kelompok dalam menentukan dari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas

yang dapat diarahkan dan direncanakan (Van Peursen, 1976 : p.10-11). Paham

kebudayaan berkaitan dengan preservasi yang dijelaskan Harvey (1990 : p.119)

bahwa preservasi harus terintegrasi. Semua hal harus dijalankan sesuai rencana

dan terintegrasi agar pengelolaannya benar dan tidak merusak koleksi manuskrip.

Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk

Ajeg Bali”, bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa nilai, norma,

etika, kepercayaan, adat istiadat, hokum adat, dan aturan – aturan khusus. Oleh

karena bentuknya yang bermacam – macam dan ia hidup dalam aneka budaya

masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam – macam.

Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan tentang “ Pola Perilaku

Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi tentang

beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu :

1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam

2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia

3. berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,

misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura

Panji

4. berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan

5. bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat

6. bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian

7. bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan

penyucian roh leluhur

8. bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan

patron client

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

10

Universitas Indonesia

Berdasarkan penjelasan fungsi – fungsi diatas tampak betapa luas ranah

kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang pragmantis

dan teknis.

Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam

masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus menerus dalam mengatur

kehidupan masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral

sampai yang profane (Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Nomor 2).

Kebudayaan dipandang sebagai manufestasi kehidupan setiap orang atau

kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha

manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari

depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan

direncanakan (Van Peursen, 1976 : p.10-11). Oleh sebab itu diperlukan adanya

kemampuan, kreatifitas dan penemuan – penemuan baru. Manusia tidak hanya

membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru

dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi (Sartini, 2004).

Dengan adanya sistem kearifan lokal, bukan berarti pihak Keraton

Yogyakarta tidak menerima adanya globalisasi. Globalisasi bisa dijalankan secara

bersamaan dengan kearifan lokal. Tanpa melepaskan proses kearifan lokal,

globalisasi atau modernisasi tetap berjalan. Dengan demikian bila suatu Negara

mempunyai identitasi lokal tertentu, dalam hal ini kearifan lokal, ia tidak mungkin

lepas dari pengaruh globalisasi ini (Seabrook, 2004).

2.2. Falsafah Hidup Jawa

Usaha mencari keselamatan (hidup) pada masyarakat Jawa sudah

berlangsung sejak sebelum mereka mengenal teologi sebagaimana yang

didapatkan dalam teologi agama – agama formal. Konsep tentang ketuhanan dan

kekuasaan yang bersifat Ilahi sangat penting bagi orang Jawa tradisional, karena

dengan konsep tadi orang Jawa akan menyesuaikan diri pada alam raya, entah

alam itu merupakan ciptaaan atau hasil emanasi Tuhan itu sendiri (Saksono, 2012

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

11

Universitas Indonesia

: p.15). Menurut orang Jawa, tidak ada norma kebenaran yang obyektif dan

absolut. Apa yang benar, baik, dan tepat adalah apa yang cocok yang mampu

mempertahankan harmoni dan menghindari konflik (Dwiyanto, 2012 : p.20).

Sebagian orang Jawa dapat dikatakan masih percaya adanya setan atau

hantu yang mengganggu manusia (Endraswara, 2003 : p.9). Orang Jawa sangat

mempercayai adanya tempat – tempat yang sakral termasuk tempat yang wingit

atau angker. Agar teetap selamat dan terhindar dari marabahaya maka aba

berbagai sajen yang diberikan di tempat – tempat yang angker sesuai permintaan

dhanyang setempat. Bahkan ditempat – tempat tertentu perlu diberi sajen pada

hari – hari tertentu (Saksono, 2012 : p.13).

Dasar dan arah yang dituju menjadi kerangka dasar dalam strategi

kebudayaan (Ali Moertopo, 1978 : p.12). Dengan melihat kearifan lokal sebagai

bentuk kebudayaan maka ia akan mengalami reinforcement secara terus menerus

menjadi lebih baik.

2.3. Manuskrip

Manuskrip (manuscript: manu scriptus) adalah dokumen kuno tertulis

yang ditulis tangan. Manuskrip juga biasa disebut naskah kuno. Manuskrip atau

naskah kuno merupakan dokumen dari berbagai jenis yang ditulis dengan tangan

tetapi lebih mengkhususkan kepada bentuk yang asli sebelum dicetak (Purnomo,

2010: p.1). Barried mengatakan bahwa naskah merupajkan semua bentuk tulisan

tangan berupa ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa pada

masa lampau (Barried, 1985: p.54).

Manuskrip bisa diartikan suatu benda yang berhubungan antara filologi

dan arkeologi karena manuskrip termasuk artefak. Namun, karena suatu teks

selalu dituliskan pada suatu benda tertentu, maka dapat terjadi pertemuan dengan

arkeologi, karena benda itu adalah artefak juga (Edi Sedyaadi, 2010: p.210).

Selain itu manuskrip memiliki dua pendekatan dalam mengkaji warisan

kebudayaan selalin filologi, yaitu kodikologi. Keduanya saling berkaitan. Filologi

jika diartikan secara umum yaitu ilmu yang mempelajari kebudayaan suatu bangsa

berdasarkan bahasa dan kesusastraannya beberapa aksara dan bahasa naskah

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

12

Universitas Indonesia

Indonesia sedangkan kodikologi adalah cabang ilmu pernaskahan yang tidak

mempelajari apa yang tertullis dalam naskah, tetapi kodikologi merupakan cabang

ilmu yang mempelajari seluk beluk berbagai aspek pembuatan naskah (Titik

Pudjiati, 2006 : p.10). Filologi dan kodikologi biasanya selalu dikaitkan satu sama

lain. Bila filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks kemudian kodikologi

mengkhususkan membahas segala tetntang sejarahnya. Mulai dari bahan naskah,

tempat penulisan, gambar atau ilustrasi dan hiasan atau illuminasi. Dalam

mengkaji dan juga meneliti tentang pelestarian suatu naskah, diperlukan beberapa

hal yang terkait seperti filologi dan kodikologi sebagai satu perbandingan dan juga

informasi sehingga bisa menghasilkan informasi lainnya.

Manuskrip adalah suatu bentuk informasi yang unik karena di dalamnya

terkandung informasi mengenai sejarah yang penulisannya berbeda-beda. Setiap

tempat yang memiliki manuskrip pasti memiliki cara penulisan yang berbeda

namun unik. Ada yang berbentuk macapat dengan aksara jawa, tulisan

sangsekerta dan hanya lukisan yang dihiasi dengan motif-motif kebudayaan.

Menurut Titik Pudjiastuti (2006, p.9) mengungkapkan bahwa naskah merupakan

bahan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan rasa dan pikiran hasil

budaya masa lampau yang mengandung nilai historis sedangkan Library and

Information Science, naskah merupakan semua barang tulisan tangan yang ada

pada koleksi perpustakaan atau arsip, seperti surat-surat atau buku harian

seseorang. Sedangkan menurut Feather (1997 : p.280), manuskrip adalah

dokumen dari berbagai macam jenis yang ditulis dengan tangan, tetapi lebih

mengkhususkan kepada bentuk asli sebelum dicetak. Kata tersebut juga bisa

berarti karangan, surat, dan sebagainya yang masih ditulis dengan tangan.

Naskah atau manuskrip juga termasuk dalam sumber informasi yang ada

dalam masyarakat yang berisi nilai, pengetahuan, adat istiadat, bahasa, kesenian

dan tata cara hidup yang tertuang di dalam tulisan dalam bentuk naskah dan

tersimpan didalam memori masyarakat dalam bentuk ingatan yang diturunkan

secara turun termurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Naskah yang

dimaksud adalah teks yang mengandung nilai-nilai yang menyentuh berbagai

aspek kehidupan masyarakat sebagai gambaran kehidupan manusia pada masa

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

13

Universitas Indonesia

silam serta kebudayaannya. Nilai-nilai ini merupakan informasi kepada kita

tentang bagaimana mereka hidup, pekerjaan sehari-hari, apa yang dirasakan dan

bagaimana hidup mereka (Ikram, 1983).

Manuskrip atau naskah kuno merupakan cagar budaya yang harus

dilindungi. Keberadaannya harus dilestarikan dan dipelihara dari kepunahan

ataupun kerusakan. Manuskrip juga memiliki Undang-undang agar keberadaannya

jelas dan pemeliharaannya dapat dilakukan terkait dengan kewajiban peliharaan

seperti yang tertera pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar

budaya. Menurut Undang-Undang Cagar Budaya, yang termasuk benda cagar

budaya adalah benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar

budaya, situs cagar budaya serta kawasan cagar budaya di darat dan diair.

Kriterianya adalah yang berusia 50 tahun atau lebih, memiliki masa gaya paling

singkat berusia 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

pendidikan, agama, dan atau kebudayaan, memiliki nilai budaya bagi penguat

kepribadian bangsa.

Bukti dari manuskrip merupakan benda cagar budaya yang kental akan

budayanya adalah seperti yang dikemukakan Edi Sedyawati dalam Budaya

Indonesia (2010), Prasasti dan naskah merupakan benda yang bersifat tangible

karena sifat budaya yang melekat padanya. Perekaman maupun upaya memupuk

kehidupannya agar tetap aktual.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa naskah kuno merupakan

hasil pemikiran masyarakat pada masa lampau, baik berupa nilai, kebiasaan,

sejarah, adat istiadat, perkembangan bahsa, ilmu pengetahuan maupun kesenian

yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan berusia lebih dari 50 tahun yang harus

dilestarikan.

Manuskrip Indonesia tidak hanya berada di Yogyakarta, namun ada di

berbagai provinsi lainnya atau provinsi yang memiliki kerajaan yang merupakan

pusat sejarah. Cirebon dan Bali merupakan contoh daerah yang memiliki cukup

banyak manuskrip. Jika di Cirebon banyak masyarakat yang memiliki manuskrip

berbahan daluang sedangkan di Bali masih banyak ditemukan manuskrip

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

14

Universitas Indonesia

berbahan daun lontar. Manuskrip tersebut biasanya merupakan baca-bacaan doa

atau kitab suci masyarakat Bali yang beragama Hindu. Ada banyak jenis

manuskrip lainnya yang dimiliki Indonesia, contoh lainnya adalah manuskrip

yang terbuat dari daun nipah, kulit sapi muda dan papyrus. Bahasa atau aksara

yang tertera pada manuskrip juga berbagai macam, misalnya dengan aksara dan

bahasa Jawa, Arab, Madura, Bugis, dan ada juga yang mengunakan bahasa

Sangsekerta. Pada masing-masing tradisi dikembangkan system aksara yang khas.

Secara normative tentunya awal penciptaan atau penggunaan suatu sistem aksara

adalah juga akhir dari masa prasejarah bagi kebudayaan yang bersangkutan (Edi

Sedyawati, 2010 ; p.216-217).

Perjalanan peradaban masyarakat Yogyakarta meninggalkan banyak

sejarah dan peninggalan budaya. Salah satunya manuskrip. Peninggalan sejarah

yang terkenal dan tertuang dalam naskah adalah Babad Giyanti atau Perjanjian

Giyanti. Selain peninggalan sejarah, terdapat peninggalan budaya salah satunya

adalah Serat Bharatayuda. Serat Bharatayuda isinya tentang tokoh perwayangan

yang dipercaya merupakan tokoh Jawa yang ceritanya sangat terkenal

(http://www.kerajaan nusantara.com/id/Yogyakarta-hadiningrat).

Apabila membaca naskah sastra Jawa, dapat dirasakan bahwa tradisi

sastra Jawa masih bertahan karena ada semangat untuk menulisnya kembali.

Berbagai cara ditempuh untuk menghadirkan karya klasik itu agar aktual. Usaha

menghidupkan kembali karya-karya sastra itu dimaksudkan untuk melestarikan

karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dirasakan tetap relevan dengan

tantangan zaman (Edi Sedyawati, 2010).

Didalam Keraton Yogyakarta Hadiningrat, yaitu istana kesultanan di

Yogyakarta terdapat 2 koleksi naskah-naskah tulisan tangan, berbahasa dan

beraksara Jawa. Tempat pertama adalah Kawedanan Ageng Punakawan Widya

budaya yang terletak di sudut tenggara kompleks induk keraton dan yang kedua

adalah Kawedanan Ageng Punakawan Krida Mardawa yaitu sebuah instansi

pemerintah keraton yang berurusan dengan segala macam seni (Lindsay, 1984 :

p.250).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

15

Universitas Indonesia

Naskah-naskah Widya Budaya berjumlah sekitar 450 buah. Hampir

seluruh koleksi dihasilkan di Keraton Yogyakarta sendiri selama abad ke-19 dan

abad ke-20. Ada pula beberapa naskah yang lebih kuno, misalnya esksemplar Al-

Quran yang dihiasi indah yang merupakan hasil seorang carik di Keraton

Surakarta pada tahun 1797 (Ricklefs 1981: p.109). Koleksi Widya Budaya terdiri

atas naskah yang berisi aneka ragam teks sastra, sejarah, silsilah, agama dan

kesenian Sedangkan naskah kuno koleksi Krida Mardawa terbatas pada kesenian

yang berdangkutan dengan tari, musik dan wayang. Kebanyakan naskah tersebut

berisi 250 buah (Lindsay, 1984: p.250). Koleksi naskah yang ada di Keraton

Yogyakarta rata-rata berupa macapat atau puisi bertembang karena pembacaan

dan wacana tersebut dengan ditembangkan berdasarkan titilaras ‘notasi’ yang

sesuai dengan pola metrumnya (Saputra, 2001: p.103).

Menurut Edi Sedyawati (2010, p.162-163), warisan budaya tangible

(kebudayaan yang berwujud) diluar yang terdapat pada benda-benda konkret yang

juga memerlukan upaya pelestarian adalah sastra yang digolongkan berdasarkan

(1) lisan dan tulisan, (2) prosa atau puisi, (3) jenis isinya seperti mitos, legenda,

dongeng, cerita, paparan kefilsafatan dan paparan pengetahuan. Keraton

Yogyakarta memiliki semua konsep manuskrip yang menjadi standar dalam

kepemilikan manuskrip.

Jika menilik kepada jejak sejarah, banyak manuskrip yang dihasilkan

Keraton Yogyakarta. Dengan adanya perang dan akhirnya banyak benda pusaka

yang diambil atau dijajah. Maka tidak sedikit pula benda pusaka tersebut hilang.

Benda pusaka tersebut adalah manuskrip asli dan dibuat pada abad ke-17. Akan

tetapi, manuskrip tersebut sudah aman di British Council. Perawatan yang

seharusnya diterima oleh sebuah manuskrip yang umumnya berusia lebih dari

seratus tahun,seperti ruangan ber-AC dan pengatur kelembaban udara serta bahan-

bahan kimia tertentu untuk melindungi dari rayap (Suryadi,2007).

2.4 Upaya Preservasi, Konservasi dan Restorasi Manuskrip

Christopher Clarkson mengatakan di dalam bukunya Harvey (1990) bahwa

preservasi meliputi setiap aspek kehidupan perpustakaan, preservasi, merupakan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

16

Universitas Indonesia

tindakat preventif yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang berkecimpung

dengan atau bekerja di perpustakaan sedangkan konservasi adalah tindakan

penyelamatan khusus dalam batas tertentu untuk menjadikan bahan pustaka dapat

berguna untuk masa atau periode tertentu, untuk restorasi merupakan istilah yang

agak luas maknanya karena meliputi usaha membina kembali dan mengganti

bahan pustaka tertentu dengan bahan – bahan lain yang modern dalam suatu

periode tertentu, untuk menjaga agar dimasa depan bahan pustaka tersebut dapat

dipergunakan kembali.

Hal di atas diperjelas dengan membedakan ketiga istilah tersebut dengan

mengaitkan terhadap bidang operasional yaitu restorasi mengandung arti

perubahan besar, konservasi bermakna perubahan minimal dan preservasi tidak

mengandung makna perubahan sama sekali (Harvey, 1990 : p.2)

2.4.1 Preservasi

Yogyakarta memiliki budaya elite yang bersumber dari keraton

mempunyai ciri: 1). pemilik budaya tetap menjadi pelaku atau subyek budaya; 2)

pelaku tidak mengalami alienasi dan jati dirinya tetap; 3) pelaku mengalami

pencerdasan. Dalam budaya elite pemilik budaya menjadi orang yang utuh, tidak

tenggelam dalam budayanya. Ia berhak menafsirkan apa yang dialaminya sendiri.

Ia juga akrab dengan kehidupan sehingga pelaku akan mendapatkan

kebijaksanaan yang menjadikannya lebih pandai dari sebelumnya (Kuntowijoyo,

1997; p. 54-55). Budaya elite yang dimaksud adalah bagaimana caranya budaya

tersebut tidak hilang sehingga menjadi suatu kearifan lokal.

Demi tetap menjaga kelestarian suatu manuskrip, petugas preservasi harus

berupaya dengan melakukan cara apapun agar manuskrip tetap terjaga. Walau

tidak melakukan preservasi dengan cara yang modern, preservasi secara kearifan

lokal juga dapat dilakukan. Seperti yang dikatakan Sulistyo Basuki (1993, p.271)

dalam buku Pengantar Ilmu Perpustkaaan, preservasi atau pelestarian mencakup

semua aspek usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip, termasuk didalamnya

kebijakan pengelolaan, keuangan, sumber daya manusia, metode dan teknik

penyimpanannya. Dalam melakukan preservasi, abdi dalem selaku preservator

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

17

Universitas Indonesia

harus melaksanakan aspek usaha dalam melestarikan bahan pustaka walau secara

kearifan lokal sekalipun. Menurut Tamara A.Susetyo pada Kompas (23 Oktober

2008),

“Kemajuan teknologi memang terus berkembang dalam pelestarian

manuskrip secara moderen. Namun untuk ini butuh biaya besar dan

menuntut penggunaan secara konsisten dan benar. Hanya saja dalam

praktiknya, tingginya biaya atau anggaran penggunaan teknologi modern

tersebut menyebabkan tidak memungkinkannya penggunaan teknologi

tersebut secara terus-menerus. Bahkan di instansi yang seharusnya

berkomitmen merawat koleksi manuskrip ini, pada akhirnya tidak

menjalankan kebijakan ini.Sehingga para pemilik manuskrip tetap

melestarikan manuskrip walau dengan kearifan lokal.”

Preservasi adalah kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan

agar koleksi perpustakaan dapat terus dipakai selama mungkin. Menurut Dureau

dan Clement (1990: p.1), preservasi bahan pustaka menyangkut usaha yang

bersifat preventif, kuratif, dan juga mempermasalahkan faktor-faktor yang

mempengaruhi bahan pustaka tersebut.

Kerusakan pada bahan pustaka terjadi pada berbagai faktor. Faktor

penyebabnya terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Seperti yang

diungkapkan oleh Razak (1996 : p.9) bahwa :

“Bahan pustaka mudah mengalami kerusakan oleh dua faktor yaitu faktor

internal dan faktor eksternal”.

Oleh karena itu, agar bahan pustaka tetap bisa digunakan maka diperlukan

upaya preservasi dan sebelum melakukan preservasi harus melihat faktor

kerusakan terlebih dahulu agar tidak salah melakukan penanganan.

Kerusakan pada kertas dapat disebabkan oleh asam. Asam pada kertas

terjadi karena proses pembuatan itu sendiri yang didalamnya mengandung zat

kimia yang menyebabkan kertas selalu bersifat asam (Razak, 1992 : p.11). Jika

kertas sudah menjadi asam, ada kemungkinan muncul foxing. Foxing terjadi

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

18

Universitas Indonesia

karena asam organik yang dihasilkan oleh jamur akan bereaksi dengan partikel –

partikel besi yang terdapat dalam kertas dan membentuk noda yang berwarna

merah kecoklatan, noda ini sulit dihilangkan (Razak, 1992 : p..21).

Spora jamur selalu ada dalam udara. Spora ini akan tumbuh jika,kondisi

memungkinkan. Kondisi yang hangat dengan temperatur antara 32o-35

o dan

kelembaban di atas 70% RH, gelap dan sedikit sirkulasi udara, jamur akan tumbuh

dengan subur. Menurut Harvey (1990 : p.36), secara umum tingkat kehangatan

udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur adalah 25o atau lebih dengan

kelembaban 75% atau lebih, ditambah dengan kegelapan sirkulasi udara yang

buruk dan jamur dapat mengakibatkan kertas pada buku menjadi lemah dan

suram. Jamur ini akan melemahkan kertas dan menimbulkan noda permanen.

Jamur juga bisa menyebabkan foxing. Gejala foxing terjadi karena asam organik

yang dihasilkan jamur akan bereaksi dengan partikel – partikel besi yang terdapat

dalam kertas dan membentuk noda yang berwarna merah kecoklatan (Razak, 1992

: p.21).

Serangga dan binatang pengerat memakan serat dan bahan organik lainnya

pada bahan pustaka. Serangga yang biasa menyerang bahan pustaka adalah

kacoa,silverfish, book lice, book worm dan rayap. Serangga ini memilih hidup di

tempat-tempat yang hangat, gelap dan lembab. Serangga ini memakan bahan

pustaka pada malam hari pada saat tidak ada orang. Kerusakan yang ditimbulkan

biasanya tidak dapat dikembalikan seperti semula, karena ada bagian-bagian yang

hilang atau berlubang. binatang pengerat merusak bahan pustaka karena dimakan

dan dipakai untuk membuat sarang. Binatang ini biasanya meninggalkan kotoran

yang menyebabkan bahan pustaka menjadi kotor. Menurut Tamara A. Susetyo

pada Kompas (23 Oktober 2008) dalam penelitian manuskrip di Cirebon,

melindungi manuskrip dengan materi yang berwarna kuning diyakini memiliki

kekuatan menghalau serangga yang akan mendekati manuskrip. Selain itu, cara

mencegah datangnya serangga atau hewan lainnya adalah diupayakan ruangan

tetap selalu bersih, susunan buku dalam rak-rak ditata secara rapi, sehingga ada

sirkulasi udara udara, rak harus dibuat dari bahan yang tidak disukai oleh

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

19

Universitas Indonesia

serangga ( kayu jati/logam), pada rak diberikan bahan yang berbau dan tidak

disukai oleh serangga, seperti kamper, naftalen, dll.

Menurut Harvey (1990: p.119), program pelestarian harus terintegrasi

kedalam aspek manajemen perpustakaan dan dalam setiap prosedur perpustakaan

seperti preservasi merupakan tanggung jawab manajemen, semua koleksi

memerlukan rencana preservasi, pelestarian harus menjadi pusat perhatian semua

staf perpustakaan pada setiap level dan menjadi bagian dari semua kegiatan rutin

di perpustakaan; preservasi bukan hanya menjadi garapan spesialis teknis di

laboratorium tersendiri.

Menurut J.M.Dureau dan D.W.G Clement dalam bukunya yang berjudul

The Principle for The Preservation and Conservation of Library Materials,

menyebutkan bahwa pelestarian (preservation) mempunyai arti yang lebih luas,

yaitu mencakup unsur-unsur pengelolaan dan keuangan, termasuk cara

penyimpanan dan alat-alat bantunya dan taraf tenaga kerja yang diperlukan,

kebijakan, teknik dan metode yang diterapkan untuk melestarikan bahan-bahan

pustaka serta informasi yang dikandungnya, Dengan demikian, tujuan preservasi

adalah melestarikan informasi yang direkam dalam bentuk fisiknya atau dialihkan

pada media agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna. Unsur-unsur dalam

preservasi bahan pustaka meliputi :

1. Pengelolaan, meliputi kegiatan bagaimana mengelola bahan pustaka

agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna baik tanpa mengabaikan

kelestarian bahan pustaka tersebut.

2. Keuangan, meliputi seberapa besar anggaran yang diubutuhkan untuk

kegiatan pelestarian bahan pustaka sehingga dengan jelas dalam

mengalokasikan biaya untuk kegiatan tersebut.

Menurut Hazen yang dikutip oleh Garjito (1991: p.91), istilah pelestarian

meliputi 3 ragam kegiatan, yaitu :

1. Kegiatan yang di tujukan untuk mengontrol lingkungan perpustakaan

agar dapat memenuhi syarat – syarat pelestarian bahan – bahan pustaka

yang tersimpan di dalamnya

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

20

Universitas Indonesia

2. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan usaha – usaha untuk

memperpanjang umur bahan pustaka, misalnya dengan cara

deadifikasi, restorasi atau penjilidan ulang

3. Seluruh kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengalihkan isi

informasi dari bentuk format atau matrik ke bentuk lain. Setiap

kegiatan menurut kategori – kategori tersebut itu tentu saja masih

dapat dikembangkan lagi ke dalam berbagai aktivitas lain yang lebih

khusus dan rinci.

Tujuan utama program preservasi bahan pustaka adalah mengusahakan

agar koleksi bahan pustaka selalu sedia dan siap pakai. Hal ini dapat dilakukan

dengan melestarikan bentuk fisik bahan pustaka, melestarikan kandungan

informasi kedalam media lain atau yang biasa disebut alih media. Seperti yang

dijelaskan Sulistyo Basuki (1990 : p.271), bahwa salah satu cara pelestarian

bahan-bahan pustaka itu adalah dengan cara mengalih bentuknya, dari bentuk

media yang satu ke bentuk media yang lain untuk keperluasn masa kini maupun

masa mendatang. Pernyataan tersebut didukung oleh Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia dengan melaksanakan pelestarian kandungan informasi bahan

pustaka melalui alih media ke media baru (Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia, 2001 : p.45).

Dalam melakukan pelestarian suatu manuskrip tentu saja terdapat

hambatan atau permasalahan yang mungkin terjadi. Masalah yang sering terjadi

dalam melakukan pelestarian atau preservasi adalah terbatasnya anggaran dana

(http//kompas-online.com). Menurut Martoadmojo (1991) unsur penting atau

sarana manajemen yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka

adalah manajemennya, tenaga kerja, laboraturium dan dana. Dana untuk

keperluan kegiatan harus diusahakan dan dimonitor dengan baik sehingga

pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tergantung

dari lembaga tempat perpustakaan bernaung.

Permasalahan pelestarian lainnya adalah permasalahan dasar yang

dihadapi oleh perpustakaan sekitar awal 1930 secara sederhana adalah kondisi

fisik bahan pustaka yang cepat rapuh sehingga sulit untuk ditangani. British

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

21

Universitas Indonesia

library dan juga American Library menaruh perhatian yang cukup serius pada

awal dekade tersebut, mereka mencoba untuk mengenali implikasi dari masalah

tersebut dan mulai membuat suatu program yaitu dengan mengalihmediakan

koleksi yang berkategori bahaya ke bentuk microfilm (Fearther, 1991 : p.4)

Pelestarian atau preservasi pada fisik juga sangat penting mengingat umur

manuskrip yang sudah ratusan tahun dan mengingat ketahanannya yang tidak

dapat bertahan lebih lama, maka alih media dibutuhkan. Alih media ke digital

merupakan teknik yang digunakan di era globalisasi. Pelestarian pada isi

manuskrip jika fisik naskah memadai. Artinya, jika tintanya masih bisa terlihat

dan masih bisa terbaca, maka manuskrip bisa didigitalisasikan.

Pada tahun 1980-an hingga akhir tahun 1990-an, upaya pembuatan salinan

naskah dilakukan melalui media microfilm. Seiring dengan perkembangan

teknologi digital, aktivitas alih media naskah pun mengalami revolusi penting

pada awal milenium kedua, yakni dengan digunakannya teknologi digital dalam

pembuatan salinan naskah, baik melalui kamera digital maupun mesin scanner.

Alih media naskah ke dalam bentuk microfilm pun mulai ditinggalkan, karena

dianggap tidak efisien lagi, baik dalam tahap pembuatan maupun penggunaannya

oleh pembaca, meski sebetulnya daya tahan sebuah microfilm akan jauh lebih

baik ketimbang foto digital (Oman Faturahman, 2009).

Digitalisasi menurut Lee (2001 : p.3) adalah “digitalization is the

conversion of an analog or code into a digital signal or code” atau digitalisasi

adalah konversi dari bentuk analog atau manual ke bentuk digital. Namun, proses

digitalisasi terkadang menghasilkan gambar dengan kualitas tidak baik. Selain

tergantung pada kualitas tinta manuskrip, tergantung juga pada penentuan kualitas

gambar dalam bentuk digital. Menurut Garjito (2002 : p.17), kualitas yang tinggi

dari gambar bitmap akan merekam seluruh detail penting dari teks maupun

gambar.

Digitalisasi dapat digunakan sebagai salah satu penyebaran informasi.

Melalui hal tersebut, fungsi pelestarian menjadi yang utama, sehingga terdapat

dua prinsip utama dari pelestarian yang menjadi perhatian, yaitu isi informasi

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

22

Universitas Indonesia

(content) dan wadah atau media informasi (container) (Sudarsono, 2006 : p.338).

Pentingnya alih media juga dinyatakan oleh Garjito (2001 : p.12), apabila tidak

ada kebijakan pemerintah untuk mengalihkan informasi yang sangat bernilai

historis tinggi tersebut akan musnah dimakan usia. Sutarno NS (2004 : p.105)

mendefinisikan kebijakan perpustakaan yang meliputi hal – hal pokok yaitu untuk

menghimpun informasi, memelihara dan sumber – sumber informasi; mengemas,

memberdayakan dan melayankan informasi; memanfaatkan seluruh asset

perpustakaan, dan memberikan kesenangan dan kepuasan pemakai karena

keinginannya terpenuhi dengan cepat, tepat, murah dan sederhana.

Menurut Martoadmojo (1993), tujuan pelestarian bahan pustaka ini adalah

:

1. Menyelamatkan nilai informasi dokumen

2. Menyelamatkan fisik dokumen

3. Mengatasi kendala kekurangan ruang

4. Mempercepat perolehan informasi

Secara singkat Lee (2002 : p.93) menjelaskan tujuan alih media adalah

mengusahakan agar koleksi selalu tersedia dan siap pakai untuk jangka waktu

yang lama. Hal ini dapat dilakukan dengan melestarikan informasi yang

terkandung dalam koleksi dengan mengalihmediakan atau melestarikan kedua –

duanya.

Namun, proses alih media ke digital memiliki prioritas. Menurut Seadle

(2004 : p.119), prioritas penting untuk memilih alih media kedalam bentuk digital

bahan pustaka terlihat dari tiga kriteria, yaitu :

1. Apakah bahan pustaka merupakan bahan pustaka yang rusak dan

berharga

2. Apakah prosedur digitalisasi bahan pustaka ini sesuai dengan standar

yang ada

3. Apakah hak cipta memberikan akses untuk tujuan pendidikan dan

penelitian

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

23

Universitas Indonesia

Selain debu, suhu dan kelembaban juga berpengaruh dalam kerusakan

bahan pustaka. IFLA menetapkan standar suhu udara sekitar 20o

- 22o celcius

dengan kelembaban udara sekitar 40% - 45%, Arsip Nasional Amerika Serikat

(United States national Archives) merekomendasikan kelembaban relatif antara

40% sampai dengan 50% sedangkan Canadiaan Council of Archives (1990 : p.16)

menyebutkan suhu dan kelembaban ideal adalah 18o – 20

o C dan 45% - 65%. Jika

tidak terdapat alat pengatur suhu atau pendingin ruangan maka bisa juga

menggunakan cara sederhana agar tidak terjadi fluktuasi udara. Menurut Tamara

A.Susetyo dalam Kompas (23 Oktober 2008), menyimpan manuskrip dalam peti

kayu, koper dan lemari jati diasumsikan dapat menurunkan fluktuasi udara yang

tak teratur.

Kelembaban niosbi atau relative humidity dapat didifinisikan sebagai

perbandingan antara berat uap air yang terkandung dalam udara pada volume

tertentu dengan kandungan uap air maksimum yang dapat diserap oleh udara pada

volume dan temperatur yang sama. Udara panas dapat menyerap lebih banyak uap

air. Jika dibandingkan dengan udara dingin. Oleh sebab itu kelembaban udara

akan naik jika temperatur turun dan sebaliknya kelembaban udara akan turun jika

temperatur naik selam kandungan uap air tidak berubah. Jumlah kandungan uap

air dalam udara sangat penting diketahui karenadengan adanya uap air ini akan

menambah kecepatan reaksi yang akan memacu kecepatan pelapukan bahan

pustaka. Seperti hidrolisa asam dalam kertas akan bertambah cepat jika temperatur

dan kelembaban tinggi. Kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah

akan menimbulkan beberapa masalah. Kombinasi antara temperatur yang tinggi

dan kelembaban yang tinggi akan menyuburkan pertumbuhan jamur dan serangga.

Pada keadaan kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tinta yang larut

dalam air akan menyebar dan kertas pada buku akan saling menempel, yang akan

sulit dilepas pada saat kering. Sebaliknya jika kelembaban udara terlalu rendah,

menyebabkan kertas menjadi kering dan garis serta sampul yang terbuat dari kulit

akan menjadi keriput.Perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan

kelembaban. Fluktuasiyang sangat drastis akan besar pengaruhnya terhadap

kerusakan kertas, karena kertas akan mengendor dan menegang. Jika hal ini

terjadi berulang kali, akan memutuskan ikatan rantai kimia pada serat selulosa.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

24

Universitas Indonesia

Setiap kenaikan 10o suhu udara, maka kadar aktifitas kimiawi diperkirakan dapat

menjadi dua kali lipat. Panas merupakan salah satu penyebab utama rusaknya

koleksi karena akan mempercepat terjadinya reaksi kimia dan secara langsung

berdampak buruk kepada struktir fisik buku (Harvey, 1990).

Cahaya atau energi radiasi juga mempunyai efek pada bahan

pustaka.Cahaya akan mempercepat oksidasi dari melekul selulosa sehingga rantai

ikatan kimia pada moleksul tersebut terputus. Cahaya mempunyai pengaruh

pengelantang,menyebabkan kertas menjadi pucat dan tinta memudar. Karena

pengaruh cahaya ini, lignin pada kertas akan bereaksi dengan komponen lain

sehingga kertas berubahmenjadi kecoklatan.Sinar tampak dalam cahaya dapat

merusak bahan pustaka, akan tetapi sinar ultra violet yang tidak tampak lebih

reaktif dan lebih merusak. Radiasi ultra violetdengan panjang gelombang antara

300-400 nanometer menyebabkan reaksifotokimia, radiasi ultra violet ini berasal

dari cahaya matahari (25%) dan lampu TL(3-7%). Kerusakan karena cahaya

sangat tergantung dari panjang gelombang danmakin lama waktu pencahayaan

kertas makin cepat rusak. (Harvey, 1990 : p.34). Menurut Tamara A.Susetyo pada

Kompas (23 Oktober 2008), pantulan halus sinar matahari pagi dan sore hari

sebelum matahari terbenam diasumsikan dapat menghambat perkembangan

mikroorganisme.

Kecerobohan pengguna yang menimbulkan kehausan pada bahan pustaka.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistyo Basuki (1992: p41) yang mengatakan

bahwa :

“ kerusakan fisik seperti dokumen kotor, goresan pada foto dan rekaman,

halaman koyak dan coretan pada sokumen sering terjadi bila unit

informasi terbuka untuk umum”

Pemustaka dapat menjadi lawan atau juga kawan dalam usaha pelestarian

bahan pustaka. Hal ini didukung dengan pernyataan Sulistyo Basuki (1990 : p272)

bahwa :

“ Manusia dalam hal ini pemakai perpustakaan dapat merupakan lawan

atau juga kawan. Pemakai perpustakaan menjadi kawan bilamana dia

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

25

Universitas Indonesia

membantu pengamatan buku dengan cara menggunakan bahan pustaka

secara cermat dan hati – hati. Pemustaka akan menjadi musuh bilamana

dia memperlakukan buku dengan kasar sehingga sobek dan rusak”

Kerusakan bahan pustaka termasuk pustakawan turut menjadi sebab pada

faktor kerusakan koleksi. Harvey (1990: p.37) mengatakan bahwa peranan

manusia baik sebagai petugas maupun pemakai lebih dominan dibanding dengan

faktor – faktor penyebab kerusakan koleksi buku lainnya. Artinya bila manusia

salah menangani pelestarian, maka koleksi tersebut bisa digolongkan sebagai

perusak koleksi. Selain itu bentuk penyalahgunaan bahan pustaka adalah bentuk

tindakan pemanfaatan yang salah dari bahan pustaka perpustakaan.

2.4.2 Konservasi

Konservasi bisa memiliki arti yang banyak. Sebagai contoh, seperti yang

digunakan oleh Badan Penasehat Konservasi Nasional (USA) pada tahun 1983,

istilah konservasi bermakna umum yaitu meliputi eksaminasi (pemeriksaan

terhadap bahan pustaka), preservasi (tindakan yang dilakukan untuk mencegah

kerusakan, melalui pengawasan terhadap lingkungan dan/atau perawatan atas

struktur bahan pustaka), dan restorasi adalah tindakan yang dilakukan untuk

sedapat mungkin mengembalikan suatu bentuk bahan pustaka yang telah rusak ke

bentuk aslinya dengan tidak begitu merusak nilai estetika dan integritas historinya

(Harvey, 1990 : p.1).

J.M. Dureau& D.W.G. Clements, mempunyai arti yang lebih luas, yaitu

mencakup unsur - unsur pengelolaan, keuangan, cara penyimpanan, tenaga, teknik

dan metode untuk melestarikan informasi dan bentuk fisik bahan pustaka.

Sedangkan konservasi adalah teknik yang dipakai untuk melindungi bahan

pustaka dari kerusakan dan kehancuran. Akan tetapi menurut sumber lain yang

menyangkup pelestarian bahan pustaka, kata konservasi mempunyai arti yang

lebih luas. Prinsip-prinsip konservasi yang ditulis dalam buku “Introduction to

Conservation” terbitan Unesco tahun 1979, ada beberapa tingkatan dalam

kegiatan konservasi, yaitu : Prevention of deterioration, Consolidation,

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

26

Universitas Indonesia

Restoration dan Reproduction yang masing - masing dapat diterjemahkan sebagai

berikut :

Pervention of deteroration adalah tidakan preventif utnyuk melindungi

bahan pustaka dengan mengendalikan kondisi lingkungan dan melindungi bahan

pustakadari kerusakan lainnya, termasuk cara penanganan.

Preservation adalah penanganan yang berhubungan langsung dengan

bahan pustka. kerusakan oleh udara lembab, faktor kimiawi, serangga dan

mikroorganismeharus dihentikan untuk menghindari kerusakan lebih lanjut.

Consolidation adalah memperkuat bahan yang sudah rapuh dengan

memberi perekat (sizing) atau bahan penguat lainnya.

Restoration adalah memperbaiki koleksi yang telah rusak dengan jalan

menambal menyambung, memperbaiki jilidan dan mengganti bagian yang hilang

agar bentuknya mendekati keadaan semula

Reproduction membuat kopi dari bahan asli, termasuk membuat bentuk

mikro dan foto reproduksi.

Kata ini mempunyai arti yang sama, yaitu pelestarian yang selanjutnya

pelestarian ini akan meliputi kegiatan pemeliharaan, perawatan, pengawetan,

perbaikan dan reproduksi.

Konservasi adalah seni menjaga sesuatu agar tidak hilang, terbuang dan

rusak atau dihancurkan. Konservasi manuskrip adalah perlindungan, pengawetan

dan pemeliharaan. Conservation atau pengawetan terbatas pada kebijakan serta

cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi

tersebut. Konservasi merupakan konsep proses pengolahan suatu tempat atau

ruang ataupun objek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpeliara

dengan baik. Menurut Wendy Smith dari The National Library of Australia

membuat definisi yang lebih sederhana tentang konservasi, bahwa konservasi

adalah kegiatan yang meliputi perawatan, pengawetan dan perbaikan bahan

pustaka oleh konservator yang profesional.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

27

Universitas Indonesia

Menurut Teygeler (2001, p.34) dalam TANAP “Conservation Methods”,

terdapat 4 komponen piramida preservasi yang mencakup konservasi yaitu

preventive conservation, passive conservation, active conservation dan

restoration. Pertama adalah preventive conservation. Preventive conservation

adalah uapaya pelestarian bahan pustaka baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang diikuti dengan mengoptimalkan kondisi lingkungan tempat

penyimpanban untuk memperpanjang kelangsungan hidupnya. Kedua adalah

passive conservation. Passive conservation adalah kegiatan-kegiatan yang

berkenaanb dengan survei terhadap kondisi fisik bahan pustaka. Pengawasan

terhadap kebersihan lingkungan, udara, dan sterilisasi tempat penyimpanan juga

termasuk ke dalam komponen ini. Ketiga adalah active conservation. Active

conservation mencakup seluruh tindakan baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tertuju langsung pada objek konservasi untuk memperpanjang

kelangsungan bahan pustaka tersebut. Yang terakhir adalah restoration. Restorasi

adalah kegiatan memperbaiki bahan pustaka yang rusak hingga kembali kepada

bentuk aslinya dengan menggunakan berbagai macam bahan dan peralatan serta

teknik yang sesuai.

Dalam Burra Charter, konsep konservasi adalah semua kegiatan

pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang dirumuskan pada piagam Burra

Charter yang mengartikan konservasi secara umum adalah pelestarian, namun

dalam khasanahnya sangat banyak pengertian yang ada dan berbeda implikasinya.

Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1992 : p.2),

perawatan merupakan bagian dari Conservation yaitu pengawetan. Pengawetan

merupakan kebijaksanaan dan cara tertentu yang dipakai untuk melindungi bahan

pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran termasuk metode dan tenik yang

ditetapkan oleh petugas teknis.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

28

Universitas Indonesia

Upaya yang dapat dilakukan dalam melakukan proses konservasi atau

perawatan adalah :

1. Pembersihan terhadap noda

Noda yang terjadi pada kertas akan memberikan kesan kotor dan tentunya

akan menumbulkan zat asam yang kemudian menjadi foxing. Menurut

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1992 : p.28) hal – hal yang

menyebabkan noda adalah :

a. Debu (Partikel Padat)

Debu merupakan partikel padat yang berasal dari berbagai zat. Partikel

logam misalnya, bila teroksidasi akan menimbulkan bercak – bercak kuning pada

permukaan bahan. Debu ini dapat dibersihkan dengan kuas atau sikat, penghapus

karet, busa atau vacuum cleaner. Noda terjadi hendaknya dibersihkan dengan air

karena air akan menyebabkan noda meresap masuk kedalam serat kertas dan akan

tinggal selamanya.

b. Zat Cair

1) Minyak

Minyak akan meresap dan menjalar sesuai dengan sifat zat cair. Noda yang

dihasilkan ditandai dengan perubahan warna kertas menjadi lebih tua dari warna

aslinya.

2) Air

Air yang meresap dan mengalir pada kertas sekaligus akan membawa kotoran ke

batas alir air sehingga noda lebih Nampak didaerah tepi alir air. Sedangkan di

daerah alirannya sendiri lebih bersih

3) Tinta yang luntur

Noda yang disebabkan oleh tinta yang luntur hanya terjadi pada permukaan saja

4) Asam

Terjadinya asam pada bahan disebabkan karena beberapa hal, misalnya karena

lingkungan, partikel debu, pengaruh usia atau dari proses pembuatan kertas itu

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

29

Universitas Indonesia

sendiri. Asam dapat menimbulkan noda di atas permukaan bahan yaitu

berubahnya warna bahan menjadi kecoklatan

2. Fumigasi

Fumigasi berasal dari kata fumigation atau to fumigate yang artinya

mengasapi atau mengasap. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1995 :

p.75) menyatakan bahwa fumigasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengasapi bahan pustaka dengan menggunakan uap atau gas pembasmi serangga

atau jamur yang menyerang bahan pustaka yang ada di perpustakaan.

3. Menghilangkan keasaman pada kertas

Keasaman yang terkandung pada kertas menyebabkan kertas itu cepat

lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan

organic yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut

tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi.

Untuk menghilangkan keasaman pada kertas juga bisa melakukan

deadifikasi. Metode yang dikembangkan William Barrow pada tahun 1940 adalah

cara untuk menetralkan asam yang merusak kertas dan memberi bahan penahan

untuk melindungi kertas. Menurut Harvey (1990, p.109) deadifikasi dilakukan

secara lembar perlembar dengan cara basah.

4. Laminasi

Laminasi adalah suatu proses pelapisan dua permukaan kertas dengan

bahan penguat. Laminasi maksudnya adalah menutupi satu lembar diantara dua

lembar bahan penguat (PERPUSNAS, 1995 : p.93).

2.4.3 Restorasi

Restorasi dilakukan jika setelah melakukan konservasi. Restorasi adalah

cara dalam mengembalikan bentuk naskah menjadi lebih kokoh. Untuk

melakukan restorasi harus melihat keadaan manuskrip tersebut, karena setiap

kerusakan fisik perlu ditangani dengan cara yang berbeda. Hal ini dikarenakan

cara manuskrip yang rusak memiliki penyebab yang berbeda. Restorasi adalah

kegiatan memperbaiki bahan pustaka yang rusak hingga kembali kepada bentuk

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

30

Universitas Indonesia

aslinya dengan menggunakan berbagai macam bahan dan peralatan serta teknik

yang sesuai (Teygeler, 2001 : p.34).

Untuk melalukan restorasi harus melihat keadaan fisiknya terlebih dahulu.

Karena setiap keadaan fisik berbeda-beda dan harus ditangani dengan cara yang

berbeda – beda. Dalam power point berjudul “Studi Kasus tentang Pengalaman

Yayasan Sastra yang disampaikan pada Pelatihan Digitalisasi Naskah dan

Pengembangan Portal Naskah Nusantara Juni 2009 di Surakarta, langkah –

langkah melakukan restorasi pada nasakah kuno antara lain :

1. Membersihkan dan melakukan fumigasi

2. Melapisi dengan kertas khusus (doorslagh) pada lembaran naskah yang

rentan

3. Memperbaiki lembaran naskah yang rusak dengan bahan arsip

4. Menempatkan didalam tempat aman (almari)

5. Menempatkan pada ruangan ber-AC dengan suhu udara teratur

Namun ada beberapa pendapat lain yang mengemukakan bahwa menambal,

menyambung dan penjilidan termasuk dalam restorasi.

Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1995, p.89)

menambal atau menutup bagian yang berlubang dapat dilakukan dengan Kertas

Jepang dan perekat kanji. Menambal juga dapat dilakukan dengan bubur kertas

atau menggunakan tissue yang berperekat. Kegiatan restorasi lainnya adalah

menyambung. Menyambung dilakukan untuk merekat bagian yang sobek atau

lemah karena lipatan, biasanya diperkuat dengan potongan kertas dari jenis

tertentu agar bagian yang sobek tidak melebar. Menurut Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (1995 : p.91) ada beberapa cara dalam menyambung bahan

pustaka yang telah sobek. Selanjutnya yang terakhir adalah penjilidan. Penjilidan

adalah suatu cara untuk menghimpun atau menggabungkan beberapa lembaran

kertas menjadi satu serta dilapisi oleh sampul. Penjilidan dibagi menjadi 2 bagian

( PERPUSNAS, 1995 : p.3), (1) Dengan sampul lunak (soft cover) yaitu menjilid

dengan sampul tipis atau kertas yang mempunyai berat antara 165 gram sampai

320 gram. (2) Dengan sampul kertas (hard cover) yaitu menjilid dengan sampul

tebal atau karton yang mempunyai berat di atas 320 gram.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

31 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

etnografi. Etnografi berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy (menguraikan

atau menggambarkan) jadi etnografi jika digabungkan adalah ragam pemaparan

penelitian budaya untuk memahami cara orang – orang berinteraksi dan

bekerjasama melalui fenomena teramati dalam kehidupan sehari – hari. Studi

etnografi merupakan salah satu dari lima tradisi kualitatif (Creswell, 1998 : p.85)

yaitu biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi dan studi kasus.

Pendekatan kualitatif itu sendiri menurut Bogdan dan Taylor dalam

Moleong (2005 : p.4) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku

yang dapat diamati, menurut mereka penelitian diarahkan pada latar dan individu

tersebut secara holistik.

Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan

sebagaimana adanya. Sebagaimana adanya yang dimaksud dalam model etnografi

adalah mampu menjelaskan atau menjelajah susunan pemikiran rakyat sebagai

subjek. Model ini berupaya mempelajari peristiwa kultural yang menyajikan

pandangan hidup subyek sebagai obyek studi (Suwardi Endraswara, 2006 : p.50).

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan dengan tujuan

utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut

pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski,

bahwa tujuan etnografi adalah “memahami sudut pandang penduduk asli,

hubungannya dengan kehidupan untuk mendapat pandangan tentang duniannya

(1922 : p.25).

Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau

data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

32

Universitas Indonesia

aktivitas social dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Para

etnografer belajar dengan mengamati orang dengan cara berinteraksi dalam

keadaan wajar dan dengan berusaha menilai pola penyebaran, seperti perputaran

hidup, peristiwa dan topik kebudayaan (Walcott, personal communication, 10

oktober 1996 dalam Creswell, 1998 : p.59). Menurut James P. Spradley (1979),

etnografer mengamati tingkah laku, tetapi lebih dari itu dia menyelidiki makna

tingkah laku itu. Etnografer melihat berbagai artefak dan objek alam, tetapi lebih

dari itu, dia juga menyelidiki makna yang diberikan oleh orang – orang terhadap

berbagai objek.

Tujuan dari penelitian etnografi sehingga penelitian ini dapat dibedakan

dari penelitian kualitatif lainnya yaitu, pemahaman terhadap ketujuh karakteristik

berikut sudah sangat memadai.

1. Tema-Tema Kultural

Etnografer pada umumnya meneliti tema-tema budaya yang diadopsi dari

bidang antropologi kultural. Dalam etnografi tema kultural didefinisikan sebagai

sebuah pandangan umum yang didukung oleh sebuah masyarakat, baik secara

langsung atau tersirat (Creswell, 2008: p.480). Tujuan etnografer bukanlah

mencari pola-pola tingkah laku, keyakinan yang mungkin sudah terlihat tetapi

menambah pengetahuan tentang bagian-bagian dari kebudayaan dan meneliti

tema-tema kebudayaan yang spesifik.

Dalam penelitian ini, tema kultural atau tema kebudayaan yang diambil

adalah kearifan lokal masyarakat Keraton Yogyakarta dalam melakukan

pemeliharaan terhadap manuskrip.

2. Sebuah Kelompok Kultural

Etnografers pada umumnya meneliti suatu unsur budaya yang secara

bersama-sama dimiliki sekelompok individu pada sebuah lapangan penelitian

(seperti guru-guru bahasa Inggris SD di sebuah kecamatan, siswa sebuah kelas,

sekelompok mahasiswa yang sedang melaksanakan PPL). Dengan demikian,

partisipan yang diteliti biasanya terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh

satu atau lebih unsur kebudayaan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

33

Universitas Indonesia

Dalam penelitian ini, yang menjadi sebuat kelompok kulturan adalah para

abdi dalem yang ada di Keraton Yogyakarta sebagai pelaku pemelihara manuskrip

secara kearifan lokal.

3. Kepemilikan Bersama atas Pola-Pola Tingkah laku, Keyakinan, dan Bahasa

Etnografer bertujuan menemukan pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan

bahasa yang dimiliki/diadopsi secara bersama-sama oleh sekelompok individu

dalam kurun waktu tertentu, yang dimaksud dengan tingkah laku dalam etnografi

adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dalam sebuah latar kultural.

Sedangkan keyakinan berhubungan dengan bagaimana individu berpikir atau

memahami sesuatu dalam sebuah latar kultural. Dalam hal ini, para abdi dalem

meyakini dan mengadopsi beberapa keyakinan atau tingkah laku yang menjadi

pola hidup atau pedoman dalam melakukan suatu hal yang kemudian menjadi

budaya turun temurun.

4. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dalam konteks etnografi berarti peneliti menjaring

data di lokasi tempat partisipan dan pola-pola kultural yang diteliti berada.

Etnografer menjaring data dengan cara tinggal bersama dengan para partisipan

untuk mengamati bagaimana mereka pola-pola yang mereka gunakan ketika

bekerja, bersantai, beribadah, dan lain-lain. Untuk memperoleh pemahaman yang

lebih mendalam, peneliti bisa turut serta bekerja, bermain, atau beribadah dengan

para partisipan. Pada penelitian ini, peneliti ikut serta masuk kedalam kebudayaan

Keraton Yogyakarta dari mulai melakukan beberapa tata cara, upacara dan juga

bagaimana cara kerja abdi dalem dalam melakukan perawatan terhadap

manuskrip. Peneliti juga ikut melakukan kegiatan dari awal KHP Widya Budaya

dibuka sampai ditutup.

5. Deskripsi, Tema-Tema, dan Interpretasi

Tujuan penelitian etnografi adalah menggambarkan dan menganalisis

budaya yang dimiliki bersama oleh sekelompok individu serta membuat

interpretasi tentang pola-pola yang terlihat maupun didengar. Sewaktu

mengumpulkan data, etnografer pada hakikatnya sudah mulai mengerjakan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

34

Universitas Indonesia

penelitiannya karena pada saat itu dia telah melakukan analisis data untuk

mendeskripsikan para partisipan dan lapangan tempat budaya yang dimiliki

bersama itu berada. Pada saat yang sama peneliti juga secara simultan

menganalisis pola-pola tingkah laku, keyakinan, dan bahasa serta menarik

kesimpulan tentang makna yang diperoleh dari pengamatan terhadap partisipan

dan lapangan penelitian.

6. Konteks atau Latar

Dalam etnografi, konteks berarti latar, situasi, atau lingkungan yang

menaungi kelompok individu yang diteliti. Konteks ini dibentuk oleh berbagai

unsur yang saling berhubungan, seperti sejarah, agama, politik, ekonomi, dan

lingkungan sekitar. Konteks bisa berbentuk sebuah lokasi fisik (seperti wilayah

sebuah desa, gedung-gedung sebuah sekolah, warna tembok sebuah ruangan

kelas, dan sebagainya), konteks historis para individu dalam kelompok dimaksud

(seperti pengalaman sekelompok prajurit selama menjalani latihan perang di

sebuah hutan. Konteks yang diambil dalam penelitian ini adalah konteks berupa

fisik yaitu KHP Widya Budaya dan konteks historis yaitu kearifan lokal dalam

melakukan proses pemeliharaan manuskrip.

7. Refleksivitas Peneliti

Dalam etnografi, refleksivitas merujuk pada kesadaran dan keterbukaan

peneliti utuk membahas bagaimana dia dapat menjalankan perannya sambil tetap

menghargai dan menghormati lapangan dan para partisipan. Karena penelitian

etnografi menuntut peneliti tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama di

lapangan, peneliti harus memikirkan dampaknya terhadap lapangan dan para

partisipan.

Penelitian ini diawali dengan mengetahui kebudayaan di Keraton

Yogyakarta dan perlakuan berdasarkan kearifan lokal dalam mmelakukan

preservasi dan konservasi. Melalui wawancara terhadap informan, dapat diketahui

simbol – simbol perlakuan yang bermakna sehingga dapat disamakan dengan

makna ilmiah yang sudah ada. Selain itu, melalui observasi dan wawancara juga

akan diketahui bagaimana abdi dalem sebagai pelaku budaya dapat menerima

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

35

Universitas Indonesia

perkembangan budaya. Dengan menggunakan teori etnografi, penelitian ini dapat

mengaitkan antara cara pemeliharaan, perawatan dan perbaikan manuskrip secara

kearifan lokal dan tinjauan literatur yang sudah ada sebelumnya sebagai teori. Hal

ini sejalan dengan konsep Marvin Harris (1992 : p.19) bahwa kebudayaan akan

menyangkut nilai, motif, peranan moral etik dan makna nya sebagai sebuah sistem

sosial dan digabungkan dengan pernyataan Spradley (1997 : p.5) yaitu etnografi

harus menyangkut hakikat kebudayaan yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh,

yang digunakan orang untuk menginterpretasi pengalaman dan melahirkan

tingkah laku sosial.

3.2. Informan

Informan memiliki lima syarat minimal (Spradley, 1997) yaitu :

enkulturisasi penuh, keterlibatan langsung, mengenal suasana budaya nya,

memiliki waktu yang cukup dan non analitis. Penentuan informan kunci juga

penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan menurut

konsep Benard (1994 : p.166) yaitu orang yang dapat bercerita secara mudah,

paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan

informasi kepada peneliti. Menurut James P. Spradle, enkulturasi penuh

merupakan proses alami dalam mempelajari suatu budaya tertentu sehingga abdi

dalem yang menjadi informan dirasa tepat sebagai sumber penelitian.

Dalam hal ini, penelitian dilakukan dengan 6 orang abdi dalem selaku

orang yang bekerja dalam KHP Widya Budaya. Abdi dalem yang menjadi

informan adalah :

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

36

Universitas Indonesia

Tabel 3.1 Data Informan

Namun, secara umum Spradley (1997 : p.63) memberi batasan bahwa

informan paling tidak harus mempunyai keterlibatan dalam suasana budaya

selama satu tahun penuh. Berdasarkan dari batasan yang merupakan syarat

minimal yang dari Spradley, maka peneliti memilih ke-6 informan seperti yang

ada pada tabel di atas. Ke-6 informan di atas merupakan abdi dalem yang sudah

berada dan bekerja pada KHP Widya Budaya lebih dari satu tahun dan cukup

mumpuni dalam melakukan preservasi, konservasi maupun restorasi.

Pertama adalah KRT. Purwadiningrat, beliau adalah pengageng II KHP

Widya Budaya. Beliau merupakan abdi dalem yang mengetahui seluk beluk

tentang Keraton Yogyakarta. Beliau sudah lama menjadi abdi dalem sehingga

mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta terutama informasi tentang manuskrip.

Kedua adalah KRT. Rinta Iswara. Beliau adalah carik KHP Widya Budaya

yang juga merupakan pensiunan guru sejarah yang memahami sejarah Keraton

NO Nama (Nama Keraton) Jabatan di Keraton

Yogyakarta

Pekerjaan

1 KRT. Purwadiningrat Pengageng II K.H.P Widya

Budaya

Pensiunan PNS

2 KRT. Rinta Iswara Sekertaris atau Carik KHP

Widya Budaya

Pensiunan Guru

Sejarah

3 R.Ry Widyahadibrata Pegawai KHP Widya Budaya Guru Ekonomi di

SMAN & Yogyakarta

4 MB. Widyasastra Pitaya Pegawai KHP Widya Budaya Pengelola Arsip di

BPAD Yogyakarta

5 KRT. Budya Pustaka Pegawai Restorasi KHP Widya

Budaya

Pensiunan Museum

Sono Budoyo

6 MP. Budyarusmandaru Pegawai Restorasi KHP Widya

Budaya

Pensiunan PNS

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

37

Universitas Indonesia

Yogyakarta tidak hanya dari sisi guru namun dari sisi abdi dalem yang melakukan

seluruh kegiatan kearifan lokal didalamnya.

Ketiga adalah R.Ry Widyahadibrata. Beliau masih aktif menjadi tenaga

pengajar ekonomi disalah satu SMA Negeri di Yogyakarta. Beliau bertugas

memelihara dan merawat koleksi manuskrip namun pada saat penelitian, beliau

sedang melakukan proses digitalisasi. Sejak ada bantuan digitalisasi dari

Universitat Leipzig, beliau bertugas melakukan digitalisasi. Keahliannya dalam

mendigitalisasi koleksi manuskrip dapat menjadi informasi yang penting dalam

melakukan penelitian ini.

Keempat adalah MB. Widyasastra Pitaya. MB Widyasastra Pitaya atau

yang biasa dipanggil Pak Pitoyo adalah tenaga ahli dari BPAD Yogyakarta yang

menjadi abdi dalem. Beliau masih aktif bekerja di BPAD dan juga menjadi abdi

dalem di Keraton Yogyakarta. Beliau bersedia menjadi abdi dalem di KHP Widya

Budaya karena beliau ditugaskan dari BPAD Yogyakarta dan beliau juga turut

ingin membantu dalam proses pemeliharaan dan perawatan koleksi manuskrip.

Kelima dan keenam adalah KRT. Budya Pustaka dan MP.

Budyarusmandaru. Kedua abdi dalem tersebut merupakan abdi dalem yang

bertugas merestorasi manuskrip yang sudah rusak. Mereka meminta untuk

memfokuskan diri dalam melakukan restorasi manuskrip agar pekerjaannya tidak

terbengkalai. Mereka memilih bekerja dalam KHP Widya Budaya dengan alasan

mereka merupakan pensiunan dari Museum Sono Budoyo sehingga ingin

melanjutkan mengabdikan diri dalam pekerjaan yang bersifat perawatan yang

berhubungan dengan budaya.

3.3. Instrumen Penelitian

Untuk membantu proses pengambilan data pada kondisi manuskrip agar

akurat, maka digunakan beberapa instrument sebagai pendukung penelitian.

1. ph indicator dan aquades. Cara penggunaannya : aquades diteteskan

pada tepi kertas, kemudian dibiarkan selama 5 menit. Perubahan warna

kertas yang ditetesi air selanjutnya dicocokan dengan kertas indicator

tentang keasamannya dan dicatat skala pH nya (Clap, 1987).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

38

Universitas Indonesia

2. Digital Thermo-Hygrometer (alat pengukur suhu ruangan dan

kelembaban ruangan)

3. Camera Canon 1000D (alat untuk mengabadikan gambar yang ada

ditempat penelitian)

3.4. Teknik Pengumpulan data

Arikunto (2006 : p.129) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan

sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh, untuk

mengidentifikasi sumber data dapat di klasidikasi menjadi tiga tingkatan yaitu dari

person (sumber data berupa orang), place (sumber data berupa tempat) dan paper

(sumber data berupa simbol). Menurut Moleong (2005 : p.11) mengungkapkan

bahwa data yang dihasilkan dari penelitian kualitatif adalah berupa kata – kata dan

bukan angka – angka. Dengan demikian penelitian ini berisi kutipan – kutipan

untuk memberikan gambaran penyajian laporan. Data dapat diperoleh dari

wawancara laporan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi dan foto.

Hal tersebut sejalan seperti yang dikatakan Suwardi Endraswara (2006,

p.50) bahwa etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan teknik pengumpulan

data pengamatan berperan serta (participant observation) karena etnografi

lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara hilostik. Metode

etnografi memiliki ciri unik yang membedakannya dengan metode penelitian

kualitatif lainnya, yakni: observatory participant sebagai teknik pengumpulan

data, jangka waktu penelitian yang relatif lama, berada dalam setting tertentu,

wawancara yang mendalam dan tak terstruktur serta mengikutsertakan interpretasi

penelitinya.

Berdasarkan teori di atas, penelitian ini membagi dua sumber data dalam

pengambilan data. Pertama data sekunder dan kedua adalah data primer.

3.5.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang berasal langsung dari sumber data, yang

dikumpulkan secara khusus yang berhubungan dengan permasalahan penelitian

(Cooper & Emory, 1995).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

39

Universitas Indonesia

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah dengan :

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengamatan dengan berdasarkan

pengalaman yang memungkinkan keberadaan data dengan cara

mengamati gejala – gejala yang nampak pada objek penelitian.

Peneliti mengamati keseharian abdi dalem yang berada dalam KHP

Widya Budaya dalam melakukan pengamatan secara langsung

kemudian mencatat perilaku dan kejadian atau proses pemeliharaan,

perawatan dan perbaikan serta upacara – upacara adat terhadap koleksi

manuskrip secara apa adanya yang terjadi di KHP Widya Budaya.

Peneliti juga melakukan pengamatan langsung pada koleksi manuskrip

dengan mengukur temperatur ruangan dan kelembaban relatif dengan

menggunakan digital thermohygrometer serta melakukan tingkat

keasaman kertas dengan menggunakan pH indicator.

2. In Dept Interview

In dept interview adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam

adalah teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada

informan yang bersangkutan dan keterangan untuk tujuan penelitian

Wawancara dilakukan dengan para abdi dalem selaku informan untuk

mendapat informasi yang dibutuhkan untuk tujuan penelitian.

3. Digital etnografi

Digital etnografi adalah teknik pengumpulan data dengan

menggunakan karena untuk memfoto kejadian – kejadian yang terjadi,

dalam penelitian ini adalah memfoto dan merekam kegiatan para abdi

dalem yang sedang melakukan kegiatan sehari – hari dalam

pelestarian, perawatan dan perbaikan koleksi manuskrip.

3.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diperoleh sendiri melainkan dibantu

oleh pihak lain atau media lain (Marzuki, 1995). Data sekunder dapat diperoleh

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

40

Universitas Indonesia

melalui penelusuran studi – studi dokumen yang terdapat ditempat penelitian dan

yang ada hubungannya dengan masalah – masalah yang diteliti seperti data

statistik, literatur, artikel, studi kasus dan jurnal penelitian terlebih dahulu yang

sekiranya dibutuhkan dalam penelitian ini.

Data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Netnografi adalah studi etnografi yang dikerjakan secara online atau

melalui internet. Sumber data untuk penelitian ini diambil melalui

internet browsing mengenai preservasi, konservasi dan restorasi.

2. Informasi yang didapat dari jurnal online ilmiah dan website – website

resmi tentang Keraton Yogyakarta

3. Informasi yang didapat dari literatur dan artikel tentang kebudayaan

masyarakat Yogyakarta

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Moleong (2005 : p.248) teknik analisis data adalah penyusunan

data agar dapat ditafsirkan menyusun data berarti menggolongkan dalam pola,

tema atau kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada

analisis menjelaskan pola atau kategori mencari hubungan antara berbagai konsep.

Ciri – ciri penelitian etnografi adalah analisis data yang dilakukan secara

holistik. Menurut Hutomo (Sudikan, 2001 : p.85-86), ciri – ciri yang merupakan

analisis data yang dilakukan secara holistik adalah : (1)Mencatat secara teliti

fenomena budaya yang dilihat, dibaca lewat apapun termasuk dokumen

resmi, kemudian mengkombinasikan, mengabstrakan, dan menarik

kesimpulan, (2) analisis bersifat induktif, (3) kebenaran harus dicek dengan

data lain.

1. Peneliti melakukan observasi dengan melihat hal – hal yang berkaitan dengan

keseharian para abdi dalem di KHP Widya Budaya,

2. Peneliti melakukan wawancara kepada para informan dan melakukan

penelitian pada sampel secara bersamaan,

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

41

Universitas Indonesia

3. Peneliti melihat kejadian – kejadian yang data dan menganalisis data yang

diperoleh dan melakukan wawancara mendalam kepada informan tentang

bahan bacaan yang diperoleh peneliti,

4. Melakukan transformasi data dari catatan – catatan yang diperoleh di lapangan,

5. Peneliti melakukan analisis terhadap tingkat kerusakan manuskrip berdasarkan

sampul manuskrip, kertas dan jilidan.

6. Mengkombinasikan antara hasil wawancara kepada para abdi dalem selaku

informan dengan bahan literatur yang diperoleh sebelum penelitian,

7. Peneliti mencari pola – pola umum, korelasi atau teori yang berhubungan

dengan penelitian untuk menyesuaikan data lain demi memeriksa kebenaran

dari data yang didapat.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Keraton Yogyakarta tepatnya di Kawedanan

Ageng Punakawan Widya Budaya yang merupakan tempat penyimpanan naskah

milik Keraton Yogyakarta dengan berbagai subjek judul yang berada di sudut

tenggara kompleks induk Keraton Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan secara berkala. Pertama dilakukan pada bulan Desember

2011 selama kurang lebih dua minggu dan penelitan yang kedua dilakukan pada

Bulan Januari 2012 selama kurang lebih tiga minggu.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

42 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Pada bab pembahasan dan analisis ini, dipaparkan bagaimana kearifan

lokal pada kehidupan para abdi dalem yang tercermin dalam melakukan

pemeliharaan manuskrip. Pemeliharaan manuskrip tersebut mencakup preservasi

dan juga konservasi. Namun, restorasi secara modern juga akan dibahas karena

walaupun alat – alat canggih sudah masuk tapi pelaku restorasi adalah para abdi

dalem yang nota bene adalah orang yang tidak memiliki pendidikan khusus

dibidang manuskrip atau bidang preservasi dan konservasi. Dalam penelitian ini,

diambil enam judul manuskrip yang merupakan dua jenis kertas yang berbeda

tahun pembuatannya yang merupakan bukti atau cerminan perlakukan preservasi

dan konservasi berdasarkan kearifan lokal. Diharapkan akan terlihat bagaimana

pemeliharaan dan perawatan secara kearifan lokal setempat yang menjadi isu

dalam penelitian ini. Dengan modal suatu tradisi secara kearifan lokal setempat,

akan dibuktikan bahwa pemeliharaan dan perawatan yang sederhana dapat

menghasilkan pelestarian yang baik.

Dalam bab pembahasan dan analisis ini, pertama akan dibahas tentang

sekilas kehidupan di Keraton Yogyakarta. Melalui pembahasan ini, akan terlihat

bagaimana kehidupan di Keraton Yogyakarta beserta rakyat atau pelaku

kehidupan yaitu abdi dalem. Pada pembahasan ini, akan terlihat bagaimana abdi

dalem sebagai pelaku kebudayaan sangat menjunjung tinggi kearifan lokal. Kedua

akan dibahas tentang lingkungan Tepas KHP Widya Budaya sebagai tempat

penelitian. Melalui pembahasan ini, akan terlihat gambaran suasana dan

lingkungan tempat penelitian sebagai tempat penyimpanan manuskrip. Ketiga

akan dibahas tentang preservasi dan konservasi berdasarkan kearifan lokal di KHP

Widya Budaya. Melalui pembahasan ini akan terlihat bagaimana para abdi dalem

sebagai pelaku kebudayaan memperlakukan manuskrip dan melakukan upaya

perbaikan terhadap manuskrip yang rusak. Keempat, akan dibahas tentang

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

43

Universitas Indonesia

pengaruh modernisasi dan perlakuan modern di tengah kearifan lokal.

Pembahasan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pihak Keraton Yogyakarta

menerima globalisasi dengan adanya modernisasi. Selain itu, pembahasan ini juga

bertujuan untuk menganalisa bagaimana para abdi dalem melakukan kegiatan

menggunakan alat – alat yang sudah modern dengan keterbatasan pendidikan

tentang restorasi.

Melalui pembahasan tersebut, akan terlihat bagaimana keraton menjaga

budaya tradisionalnya di dalam lingkungan perpustakaan yang nota bene

merupakan lambang pengetahuan, logika dan nalar. Dalam penelitian ini, dapat

diketahui mengapa keraton tetap mempertahankan tradisinya dalam melakukan

preservasi dan konservasi dan bagaimana pengaruhnya terhadap kemajuan

teknologi yang kemungkinan akan membuat kondisi manuskrip lebih baik. Selain

itu, pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui cara kearifan lokal apa saja yang

masih digunakan dan cara modern apa saja yang sedang berjalan atau digunakan.

4.1. Sekilas tentang Keraton Yogyakarta

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan

istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di Kota

Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan

tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950,

kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan

rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini

(Chamamah Soeratno et. Al., 2004). Keraton yang menghasilkan budaya adi

luhung 1 dengan ciri khasnya berusaha untuk dipertahankan dan disebarkan untuk

batas-batas tertentu. Diseminasi budaya keraton kepada masyarakat tidak

dilakukan apa adanya akan tetapi sebagian. Keraton masih perlu untuk

mempertahankan ciri khas budayanya untuk kalangan keraton sendiri.

Eksklusivitas budaya yang dijaga ini dapat dipandang dari dua sisi, yakni dari sisi

subyek bangsawan keraton dan kedua dari sisi obyek budaya keraton. Sementara,

dari sisi budayanya, eksklusifitas dapat dipahami karena untuk menjaga

1 Adi luhung adalah elite culture atau budaya elite. Dalam hal ini adalah kalangan bangsawan

dengan mutu tinggi.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

44

Universitas Indonesia

kemurnian (purification). Apabila semua budaya Keraton disebarkan maka

keaslian budaya akan kesulitan dilacak kembali. Dalam hal ini, penyebaran akan

berarti perubahan. Budaya dapat diibaratkan sebagai sebuah air yang akan

demikian mudah berubah mengikuti tempatnya. Konteks di sini adalah lingkungan

masyarakat yang menerima sebuah budaya. Dengan demikian tingkat kualitas dan

kuantitas penyebaran budaya keraton akan mengikuti pembagian wilayah keraton.

Semakin jauh dari pusat kebudayaan, yakni keraton, maka pengaruh budaya

keraton akan semakin menipis (Majalah Ilmiah Kebudayaan Volume I, Lembaga

Studi Jawa, 1997).

Dalam melakukan kebudayaan, penyebaran budaya dan interaksi sosial,

Keraton Yogyakarta memiliki pelaku budaya yaitu abdi dalem. Abdi dalem adalah

orang yang mengabdi pada keraton. Abdi dalem sendiri adalah pelaku budaya.

Terlihat pada saat penelitian, para abdi dalem sangat mencintai pekerjaannya dan

juga mencintai keraton. Semua itu terbukti dari bagaimana sikap dan sifat yang

selalu ramah kepada pengunjung yang hadir. Selain itu, sikap yang sopan dan

perlakuan yang tradisional tetap dijunjung tinggi para abdi dalem. Abdi dalem

merupakan orang yang mengabdikan dirinya untuk kerabat keraton dan

mengabadikan sepenuh hati untuk Raja Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat

dengan segala aturan yang ada. Keunikan abdi dalem terlihat dari pakaian yang

dikenakan. Abdi dalem identik dengan pakaian luriknya dengan garis corak lurik

tiga per empat biru, kancing di leher yang berjumlah enam, dan kancing lengan

tangan yang berjumlah lima. Begitu juga abdi dalem yang bekerja di tepas KHP

Widya Budaya, walaupun bekerja merawat manuskrip dan memperbaiki

manuskrip namun para abdi dalem tetap menggunakan pakaian khas abdi dalem

tersebut. K.R.T Rinta Iswara selaku carik dan juga informan mengatakan :

“Para abdi dalem mendapatkan gelar dari Keraton dan mendapatkan

pendidikan. Hal ini untuk menandakan bahwa mereka adalah benar-benar

abdi dalem Keraton Yogyakarta yang memahami segala adat dan peraturan

Keraton.”

KRT Rinta Iswara juga menambahkan,

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

45

Universitas Indonesia

“Bagi para abdi dalem, mengabdi pada keraton adalah panggilan jiwa.

Menjadi abdi dalem akan mendapatkan berkah dari Keraton, baik berkah

dalam kehidupan, rejeki, anak, dan lainnya.”

Selain itu, MB. Widyasastra Pitaya selaku abdi dalem yang bertugas

melakukan preservasi dan konservasi di KHP Widya Budaya juga mengatakan

bahwa :

“Setiap warga Yogyakarta ingin sekali menjadi abdi dalem keraton dengan

tulus dan ikhlas. Bahkan dengan gaji sekitar Rp.15.000 sampai Rp. 80.000,

kami tetap melakukan pekerjaan dengan ikhlas”

Keraton Yogyakarta yang tidak hanya melaksanakan fungsinya sebagai

wahana pelestarian budaya juga melakukan interaksi terhadap masyarakat sebagai

wujud rasa sosial yang tinggi, contoh nyatanya adalah hal- hal yang terjadi belum

lama ini, bahwa 40 ribuan warga melakukan pisowanan ageng ke Keraton

Yogyakarta. Menurut Gregorius Sahdan, pisowanan ageng ini merupakan tradisi

baru dalam konteks hubungan kawula lan gusti di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari semua ini terlihat jelas bahwa Keraton Yogyakarta melaksanakan peran

sosialnya.

Secara fisik, Keraton Yogyakarta Sultan Yogyakarta memiliki tujuh

kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Hall Utara), Kamandhungan Ler

(Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan

Selatan (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Selatan (Hall selatan). Selain

itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik dalam bentuk

upacara dan benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, keraton juga

merupakan institusi tradisional lengkap dengan pemangku kepentingan adat.

Nilai-nilai filsafat serta mitologi mengelilingi Keraton Yogyakarta, sehingga

Keraton Yogyakarta menjadi pusat tradisi dan menjadi kiblat bagi masyarakat

sekitar untuk tetap menggunakan kearifan lokal dalam melakukan keseharian.

Tata kenegaraan yang berbentuk kerajaan muncul pertama kali di Indonesia dalam

satu perangkat dengan unsur-unsur budaya lain dari India seperti bahasa, aksara,

seni dan tata masyarakat pada umumnya. Konsep mengenai pemimpin Negara

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

46

Universitas Indonesia

yang demikian membawa pada pemusatan kekuasaan kenegaraan di dalam tokoh

raja (Edi Sedyawati, 2010).

Sumber : Buku Panduan Wisata Keraton Yogyakarta

Gambar 4.1 Denah Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota

Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan

berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja

Eropa, replika pusaka keraton, manuskrip dan gamelan. Pusaka di Keraton

Yogyakarta disebut sebagai Kagungan Dalem (harfiah=milik Raja) yang dianggap

memiliki kekuatan magis atau peninggalan keramat yang diwarisi dari generasi-

generasi awal. Kekuatan dan kekeramatan dari pusaka memiliki hubungan dengan

asal usulnya, keadaan masa lalu dari pemilik sebelumnya atau dari perannya

dalam kejadian bersejarah. Dalam lingkungan keraton, pusaka dapat dalam bentuk

baik benda nyata ataupun pesan yang terdapat dalam sesuatu yang lebih abstrak

seperti penampilan. Baik nilai sejarah spiritual dan fungsional berdekatan dengan

Sultan dan kebijaksanaanya. Pusaka merupakan sebuah aspek budaya Keraton

Yogyakarta. Sebagai sebuah lembaga yang terdiri dari Sultan dan keluarganya,

termasuk keluarga besarnya yang disebut dengan trah, dan pejabat atau pegawai

kerajaan atau istana, keraton memiliki peraturan mengenai hak resmi atas orang

yang akan mewarisi benda pusaka. Pusaka memiliki kedudukan yang kuat dan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

47

Universitas Indonesia

orang luar selain di atas tidak dapat dengan mudah mewarisinya. Keberadaaannya

sebanding dengan keraton itu sendiri.

Wujud benda pusaka di Keraton Yogyakarta bermacam-macam. Benda-

benda tersebut dapat dikelompokkan menjadi: (1) Senjata tajam; (2) Bendera dan

Panji kebesaran; (3) Perlengkapan Kebesaran; (4) Alat-alat musik; (5) Alat-alat

transportasi; (6) Manuskrip, babad (kronik) berbagai karya tulis lain; (7)

Perlengkapan sehari-hari; dan (8) Lain-lain (K.P.H Brongtodiningrat, dalam “Arti

Keraton Yogyakarta).

Ada satu contoh manuskrip yang kemudian menjadi benda pusaka yang

sangat keramat yaitu Manuskrip Suryo Rojo yang artinya adalah Suryo =

Matahari ; Rojo = Raja yang jika isinya adalah ajaran-ajaran raja. Manuskrip

tersebut merupakan manuskrip khusus yang pernah mengalami kejadian mistik

sebelumnya sehingga dijadikan benda pusaka.

Berbagai naskah kuno yang merupakan kekayaan budaya masa lampau

saat ini tersebar di seluruh Nusantara. Media yang dipergunakan untuk menulis

karya intelektual yang luar biasa tersebut adalah daun lontar, kertas daluang atau

dluwang, bambu atau kulit kayu. Dengan demikian, keberadaan kertas sebagai

media karya intelektual dalam kehidupan manusia cukup penting. Karena selain

sebagai dokumen pencatat ilmu pengetahuan, kertas juga berfungsi media untuk

promosi perdagangan, sarana untuk menyampaikan pikiran serta gagasan, dan lain

sebagainya. Di atas permukaannyalah terletak berbagai informasi yang ingin

disampaikan, misalnya tulisan atau gambar. Terkait dengan hal tersebut,

manuskrip yang ada di Keraton Yogyakarta khususnya yang dimiliki KHP Widya

Budaya Keraton Yogyakarta sangat menarik untuk diteliti dibandingkan dengan

tempat penyimpanan manuskrip lainnya karena banyaknya judul dari tema agama

sampai sastra dan dengan berbagai periodisasi manuskrip itu sendiri yang

membutuhkan perawatan beserta pelestarian khusus.

4.2. Kondisi Lingkungan Tepas KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta

Kawedanan Hageng Punakawan atau disingkat dengan KHP berada

dibawah pimpinan Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya. Kawedanan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

48

Universitas Indonesia

Hageng Punakawan Widya Budaya merupakan tempat penyimpanan koleksi

manuskrip, arsip keraton dan buku – buku langka. Koleksi tersebut merupakan

koleksi milik Keraton, terutama manuskrip. Perpustakaan Keraton Yogyakarta

menyimpan berbagai khasanah budaya, antara lain berupa manuskrip-manuskrip

lama yang jumlahnya ratusan. Karya sastra tersebut masih jarang diteliti, sehingga

belum banyak dikenal dan diketahui isi kandungan atau pesan-pesan yang ada di

dalamnya. Manuskrip-manuskrip lama yang terdapat di perpustakaan Keraton

Yogyakarta itu diperlakukan sebagaimana benda-benda pusaka yang

dikeramatkan. Beberapa diantaranya bahkan tidak dapat diakses kecuali oleh

Ngarsa Dalem, seperti Naskah Surya Raja. Naskah ini mendapat gelar

kehormatan khusus dengan sebutan Kanjeng Kyai Surya Raja dan hanya

dikeluarkan setahun sekali pada bulan syura untuk diadakan upacara pasiraman

atau pembersihan. Naskah lain yang juga dikeramatkan seperti naskah Bratayuda

dan Kanjeng Kyai Al Qur’an (Santoso,2009).

Lingkungan KHP Widya Budaya merupakan tempat yang tersembunyi

dari hingar bingar pengunjung Keraton Yogyakarta. Wisatawan tidak

diperkenankan untuk masuk karema ditakutkan ada koleksi yang hilang tau rusak.

Menurut informan, hanya peneliti yang memiliki izin saja yang diperkenankan

masuk. Penjelasan tersebut didukung dengan adanya tulisan “DILARANG

MASUK” (lihat foto 4.1) pada pintu masuk.

Keramaian di Keraton Yogyakarta dimulai sekitar pukul 09.00 karena

Keraton Yogyakarta juga merupakan museum yang dibuka untuk umum. Abdi

dalem mulai tampak berseliweran sejak pukul 07.00. Suasana lingkungan KHP

Widya Budaya cenderung sunyi, bukan karena tidak banyak pengunjung yang

ingin melihat tempat tersebut tetapi karena ada larangannya. Ada beberapa abdi

dalem yang sengaja menjaga disekitar tempat tersebut agar tidak dimasuki

sembarang orang. Di balik kesunyiannya KHP Widya Budaya, tersimpan sumber

informasi dan nilai historis yang tinggi dengan adanya koleksi manuskrip, arsip

dan buku – buku langka.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

49

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.1 Pintu masuk KHP Widya Budaya

Berdasarkan sejarah pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono

ke-II, penjajah Inggris dibawah Gubernur Thomas Stamford Raffles menyerbu

Keraton Yogyakarta, akibatnya banyak benda pusaka yang dijarah seperti emas

dan kekayaan intelektual lainnya yaitu manuskrip dari masa Hamengkubuwono

ke-I dan Hamengkubuwoni ke-II yang kemudian dibawa ke Inggris pada tahun

1812.

Demi menjaga keamanan dan isi intelektual Keraton Yogyakarta, maka

KHP Widya Budaya kemudian tidak diperuntukan masyarakat umum yang tidak

memiliki kepentingan. Berdasarkan wawancara, abdi dalem yang bertugas di

bidang keamanan hanya masuk satu kali dalam dua bulan. Alasannya, karena

setiap menjaga keraton maka akan bertugas selama 24 jam penuh sehingga butuh

istirahat yang lama.

Meskipun abdi dalem tersebut bekerja di bidang keamanan, namun

penampilan dan kesopanan sama dengan abdi dalem lainnya. Pada saat penelitian

berlangsung, bertepatan dengan kedatangan salah satu kampus dari Maluku.

Beberapa mahasiswa penasaran ingin melihat gedung di dalam, namun dengan

sopan abdi dalem tersebut menegur dan memberi tahu bahwa area KHP Widya

Budaya tidak diperbolehkan untuk dimasuki.

Dilingkungan KHP Widya Budaya sendiri terdapat beberapa bangunan.

Bangunan pertama adalah tepas keamanan. Tepas keamanan merupakan kantor

para abdi dalam yang bekerja di bidang keamanan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

50

Universitas Indonesia

Sumber :Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.2 Tepas Keamanan

Terlihat ada beberapa abdi dalem sedang memainkan gending dan juga

membersihkan alat musik tersebut. Selain itu ada beberapa abdi dalem yang

membersihkan peralatan keris dan juga senjata tradisional lainnya.

Untuk memasuki KHP Widya Budaya, terdapat pintu gerbang berwarna

hijau yang menjadi pemisah antara tepas keamanan dan KHP Widya Budaya.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.3 Pintu Pemisah antara KHP Widya Budaya dan Tepas Keamanan

Ketika masuk ke area KHP Widya Budaya, terdapat sebuah bangunan

kecil yang merupakan tempat penyimpanan barang atau gudang. Letak bangunan

kecil ini tetap di tempat penyimpanan koleksi bahan pustaka.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

51

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.4 Gudang Depan

KHP Widya Budaya tidak berdiri sendiri, namun terdapat beberapa

bangunan lain yang mengelilinginya. Walaupun berada dalam satu lingkungan

namun sesungguhnya KHP Widya Budaya dan tepas keamanan merupakan

bangunan yang berbeda. Selain bangunan yang berbeda, keduanya adalah jenis

tepas yang berbeda. Namun karena KHP Widya Budaya tidak diperkenankan

untuk umum maka didampingi dengan tepas keamanan yang juga tidak

diperkenankan untuk umum.

Berdasarkan observasi, lingkungan KHP Widya Budaya merupakan

tempat yang sejuk. Terdapat beberapa pepohonan besar yang rindang dan juga

rumput – rumput yang membuat lingkungan KHP Widya Budaya sejuk dan

tentram. Pepohonan tersebut menguntungkan bagi tempat penyimpanan

manuskrip, karena pepohonan dapat membantu menetralkan fluktuasi udara.

Selain itu, pohon dan tanaman dapat menjadi pengganti kipas atau pendingin

ruangan karena pepohonan dapat membuat sejuk ruangan manuskrip yang berada

di depan.

Tepas KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta sesungguhnya adalah

perpustakaan Keraton Yogyakarta. KHP Widya Budaya merupakan tempat

penyimpanan manuskrip, arsip dan buku langka. Walaupun tersimpan media lain

selain manuskrip, namun orang – orang lebih mengenal bahwa KHP Widya

Budaya adalah tempat penyimpanan manuskrip. Kasanah perpustakaan Keraton

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

52

Universitas Indonesia

Yogyakarta dikelola oleh abdi dalem Keraton yang dipimpin oleh seorang

pengageng loro dengan pangkat Kanjeng Raden Tumenggung (KRT). Mereka

bukan pustakawan dan tidak mempunyai latar belakang pendidikan maupun

pelatihan kepustakawanan. Dengan demikian para abdi dalem tesebut tidak

mempunyai pengetahuan untuk mengelola sebuah perpustakaan. Para abdi dalem

yang kebanyakan usianya sudah tua-tua itu digaji sangat kecil sebagaimana para

abdi dalem yang lain.

KHP Widya Budaya bukan merupakan tempat umum atau tempat yang

dapat dikunjungi setiap orang. Hanya pengunjung yang memiliki izin yang

diperkenankan masuk. Pengunjung yang diperkenankan datang ke KHP Widya

Budaya kebanyakan adalah peneliti yang bertujuan ingin meneliti manuskrip dan

Keraton Yogyakarta. Menurut K.R.T Rinta Iswara, hal tersebut karena KHP

Widya Budaya merupakan pusat informasi. Selain merupakan tempat informasi,

KHP Widya Budaya merupakan tempat yang memili nilai historis karena

manuskripnya. KHP Widya Budaya merupakan tempat yang penting untuk

dikunjungi, karena selain memiliki manuskrip dan buku langka, tempat ini sangat

sejuk karena di kelilingi pepohonan yang rindang.

KHP Widya budaya merupakan tempat yang cukup megah namun tetap

terlihat sisi tradisional Jawa nya karena furniture yang digunakan. Bangunannya

cukup luas dan sangat nyaman. Posisi bangunan tersebut membelakangi matahari,

sehingga menjadi tempat yang cukup bagus dalam penyimpanan bahan pustaka

karena menurut Harvey (1990 : p.34) cahaya akan mempercepat oksidasi dari

molekul selulosa sehingga ikatan kimia pada molekul tersebut terputus.

KHP Widya budaya memiliki tiga ruangan berpintu dan satu ruangan tidak

berpintu. Ruangan berpintu maksudnya ruangan yang memiliki pintu sehingga

dapat dibuka dan ditutup sedangkan ruangan tidak berpintu adalah ruangan yang

tidak memiliki pintu namun diberi sekat sehingga memiliki pembatas

antara satu ruangan dengan ruangan lain. Berikut adalah denah ruangan

manuskrip.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

53

Universitas Indonesia

Sumber : Larasati, 2012

Gambar 4.2 Denah Ruangan Manuskrip

Keterangan :

X = pintu

= pembatas

KHP Widya Budaya memiliki ruang khusus untuk menyimpan manuskrip.

Ruang tersebut dirasa tetap diletakan di bagian depan karena berada di dekat

pepohonan dan depannya terdapat gudang sehingga dapat menjadi penghalang

matahari secara langsung. Selain itu, penggunaan kayu dengan desain jaman dulu

dapat menjadi kelebihan karena membuat ruangan menjadi sejuk.

Selain ruang penyimpanan koleksi manuskrip, terdapat ruang

penyimpanan peta (lihat gambar 4.5) yang merupakan tempat penyimpanan peta,

beberapa buku langka dan buku yang sudah didigitalisasi. Ruang tersebut diisi

dengan empat buah lemari kaca dan satu buah box kaca (lihat gambar 4.6).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

54

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.5 Ruang Penyimpanan Peta

Ruang penyimpanan peta merupakan ruang yang tidak berpintu. Ruang

tersebut berukuran 4,5 m x 3 m. Di dalam ruang penyimpanan peta terdapat 2

buah lampu neon panjang yang berfungsi sebagai cahaya. Jika lampu tidak

dimatikan, maka keadaan ruangan sangat gelap karena tidak ada cahaya matahari

yang masuk.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.6 Lemari Kaca dan Box Kaca

Seharusnya, ruang penyimpanan peta memiliki udara yang baik sehingga

tidak terlalu lembab. Menurut penelitian, ruangan ini terasa lembab dikarenakan

tidak banyak udara yang masuk dan selalu gelap. Namun, lemari kayu dan box

kaca sebagai tempat penyimpanan peta sudah cukup baik karena peletakan

koleksinya tidak bertumpuk dan disusun dengan rapi. Koleksi buku langka dan

buku yang sudah didigitalisasi diletakan berjarak dan tidak terlalu rapat sedangkan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

55

Universitas Indonesia

peta dimasukan ke dalam tabung pipa yang terbuat dari plavon agar terhindar dari

silverfish.

KHP Widya Budaya memiliki dua ruang baca. Ruang pertama adalah

ruang baca inti. Ruang baca inti terletak di paling depan. Dulu ruang baca tersebut

digunakan untuk para abdi dalem atau tamu yang ingin membaca, namun ruang

tersebut kurang sejuk dan cukup panas karena letaknya tepat menghadap matahari.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.7 Ruang Baca Inti

Selain sebagai tempat baca, ruang baca tersebut juga digunakan sebagai

tempat digitalisasi. Proses digitalisasi dilakukan di ruang tersebut karena ruang

tersebut sudah jarang digunakan.

Ruang baca inti merupakan ruang berpintu yang berukuran 7,5 cm x 5 cm

dengan dua pintu dan enam belas jendela kaca. Jendela kaca pada ruang ini

mengakibatkan suhu menjadi panas dan pengap. Selain itu, ruangan ini semakin

panas karena menghadap matahari dan tidak ada pendingin ruangan sehingga

menjadi lebih panas.

Ruang baca yang kedua adalah ruang inti. Sesungguhnya ruang tersebut

bukan merupakan ruang baca yang sesungguhnya. Namun abdi dalem maupun

tamu lebih nyaman duduk diruang ini karena udaranya yang sejuk dan tidak

panas.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

56

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.8 Ruang Inti

Ruang seluas 5 m x 7,5 m ini hanya dilapisi dengan karpet berwarna hijau

agar pengguna manuskrip dapat membaca dengan nyaman. Ruang ini dilengkapi

dengan enam lampu neon panjang dan satu kipas angin. Namun lampu tersebut

jarang dinyalakan. Ruang baca ini sangat sejuk karena letaknya ditengah dimana

semua pintu dibuka menghadap ke luar sehingga banyak udara dan angin yang

masuk.

Ruang baca yang baik seharusnya memiliki tingkat kenyamanan yang

tinggi. Selain sejuk, ruang baca tersebut harus memiliki suasana yang bagus. Dulu

ruang baca inti dibuat dengan beberapa kaca karena sebelumnya ruang baca

tersebut sering digunakan. Selain itu ruang baca inti terlihat mewah dengan kaca –

kaca dan ukiran dindingnya karena ruang baca inti tempat untuk menerima tamu

penting yang berkunjung untuk melihat koleksi manuskrip.

KHP WIdya Budaya memiliki ruang restorasi khusus yang mana sangat

dimanfaatkan dengan baik. Ruangan belakang yang berukuran 4,5 m x 4,5 m

memiliki 2 pintu yaitu depan dan belakang dan 1 jendela yang selalu dibuka.

Suhu di ruangan ini juga bergantung pada dibuka tutupnya pintu dan

jendela. Ruangan ini sangat sejuk karena tepatnya dibelakang dan banyak terkena

angin sepoi-sepoi dari pepohonan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

57

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.9 Ruang Restorasi

Ruangan ini memiliki 4 buah lampu neon panjang sebagai penerangan.

Ruang ini sengaja dipisah agar dapat dikhususkan sebagai pusat restorasi.

KHP Widya Budaya sangat tepat memiliki ruang restorasi dan

mengkhususkan ruang tersebut. Ruang tersebut harus dibuat terpisah karena

banyak zat kimia yang kurang baik untuk koleksi bahan pustaka. Selain itu, alat –

alat yang ada untuk melakukan restorasi sudah cukup lengkap.

Di dalam lingkungan KHP Widya Budaya juga terdapat sebuah ruang

penyimpanan arsip statis (lihat gambar 4.10) dan gudang (lihat gambar 4.11)

penyimpanan barang yang sudah tidak terpakai. Letaknya terpisah dari gedung

utama namun masih merupakan wilayah KHP Widya Budaya. Kondisi ruangan

arsip statis terlihat tidak memenuhi standar karena tidak sesuai dengan

KEPUTUSAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 03 TAHUN 2000 TENTANGSTANDAR MINIMAL GEDUNG DAN

RUANG PENYIMPANAN ARSIP INAKTIF yang menyatakan bahwa :

“ 6.3.1 Untuk mengatasi masalah suhu dan kelembaban secara teknis dapat

dilakukan dengan cara : (6.3.1.1) Pemeriksaan secara periodik

menggunakan alat higrometer ; (6.3.1.2) Menjaga sirkulasi udara berjalan

lancar; (6.3.1.3) Menjaga suhu udara tidak lebih dari 27 0 C dan

kelembaban tidak lebih dari 60 %; (6.3.1.4) Rak arsip yang digunakan

harus dapat menjamin sirkulasi udara yang cukup; (6.3.1.5) Hindari

penggunaan rak yang padat; (6.3.1.6) Menjaga langit-langit, dinding dan

lantai tidak berlobang dan tetap rapat; (6.3.1.7) Pondasi didesain untuk

menjaga uap atau udara lembab naik ke tembok karena daya resapan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

58

Universitas Indonesia

kapiler; (6.3.1.8) Hindari menanam pohon dan kayu-kayuan di dekat

gedung; (6.3.1.9) Menjaga ruang agar tetap bersih dari kontaminasi

gas/lingkungan agar tidak mudah timbul jamur yang akan merusak arsip”

Kelembaban ruang arsip lebih dari 60% dan sirkulasi udara tidak berjalan

lancar, namun kotak penyimpanan arsip sudah memenuhi persyaratan

KEPUTUSAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG STANDAR BOKS ARSIP KEPALA

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA yaitu arsip diletakan dirak dan

dimasukan ke dalam kotak kardus khusus arsip. Lubang ventilasi udara untuk

boks besar berdiameter 3 cm, untuk boks kecil berdiameter 2.5 cm.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.10 Depo Arsip Statis

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.11 Gudang

Di KHP Widya Budaya, antara manuskrip dan arsip peletakkan nya

berbeda. Arsip Keraton Yogyakarta memiliki ruang khusus dalam

penyimpanannya. Berdasarkan wawancara dengan informan, penempatan arsip

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

59

Universitas Indonesia

harus dipisah karena arsip keraton sangat banyak dan umurnya sudah ratusan

tahun (terhitung dari abad ke-18). Selain itu, arsip harus disimpan pada kotak

kardus tersendiri.

Berdasarkan penelitian, suasana maupun kondisi di KHP Widya Budaya

sangat kental sekali dengan kebudayaan yang ada. Kondisi tersebut tercermin

pada kondisi bangunan di sekitar KHP Widya Budaya dan di dalam KHP Widya

Budaya itu sendiri. Cerminan tersebut juga didukung dengan bagaimana perilaku

abdi dalem dan abdi dalem yang bertugas di Keraton Yogyakarta sehingga

suasana tradisionalnya terlihat kental.

4.3. Kearifan Lokal Kehidupan di Tepas KHP Widya Budaya

Di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta, yang juga menjadi tempat

tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono X, budaya masyarakat zaman dulu dapat

terlihat secara luas. Hal itu karena para penghuni yang kebanyakan abdi dalem

masih mengusung dan melestarikan tradisi budaya Jawa kuno. Tradisi budaya

Jawa kuno kebanyakan berdasarkan kearifan lokal. Kearifan lokal di lingkungan

Keraton Yogyakarta merupakan penguat suatu kebudayaan dan pelindung suatu

lingkungan hidup. Kearifan lokal dianggap mampu menjadi pembatas dan juga

pengendali masuknya budaya modern. Undang – Undang PPLH No. 32 tahun

2009 juga mengakui bahwa kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku

dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola

lingkungan hidup secara lestari. Seperti contohnya melakukan proses perawatan

dan juga perbaikan terhadap manuskrip. Dalam melakukan pemeliharaan

manuskrip, para abdi dalem selaku pemelihara atau konservator dan preservator

menganggap dan memperlakukan manuskrip layaknya benda pusaka lainnya.

Sebelum melakukan pemeliharaan, abdi dalem biasanya melakukan suatu ritual

yaitu caos sedahar. Caos sedahar tersebut merupakan ritual mohon izin terhadap

penunggu manuskrip. Pelestarian alam dan kelangsungan kehidupan di muka

bumi yang senantiasa membutuhkan sinergi dan keberlangsungan yang

berkelanjutan, sangat mungkin diwujudkan dengan menguatkan pertalian antara

kearifan lokal dan kepentingan kehidupan modern manusia sekarang ini.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

60

Universitas Indonesia

Orang Jawa termasuk masyarakat di Keraton Yogyakarta percaya adanya

tempat – tempat yang sakral, termasuk tempat yang wingit (Ign.Gatut, 2012 :

p.13). Agar terlindung dari bencana dan juga mendapat keselamatan maka mereka

akan memberi sajen sesuai kesukaan dhanyang setempat. Dalam rangka menjaga

keselamatan, orang Jawa bisa minta tolong kepada dhanyang setempat dengan

memberi sajen secara berkala. Namun, bagi abdi dalem yang bertugas di KHP

Widya Budaya, ritual atau pemberian sajen adalah rasa hormat dan menghargai

untuk penjaga yang tidak nampak. Ini tidak berarti para abdi dalem tidak percaya

akan Tuhan, namun kebudayaan yang sudah turun temurun sehingga ritual – ritual

atau sajen dirasa perlu diberikan karena setiap tempat dan setiap benda ada nenek

moyang yang menunggu dan harus dihormati.

Pada wawancara dengan Pak Pitaya dan Pak Puji terkait dengan

pentingnya caos sedahar dan pemberian sajen maka mereka menjawab :

“Kami percaya di setiap titik di Keraton Yogyakarta dan di setiap benda

pasti ada penunggunya. Semua ini terbukti dengan adanya kejadian –

kejadian aneh. Contohnya ada manuskrip yang terbuka sendiri atau ada

kejadian mahasiswa yang sakit setelah membuka manuskrip tanpa izin.

Yah,percaya tidak percaya.”

Diperlukan komunikasi yang baik dan transfer informasi yang bijak

mengenai kajian kearifan lokal setiap masyarakat di mana pun komunitas tersebut

ada. Tujuannya agar terdapat informasi yang jelas maksud dan tujuan tentang

latar belakang munculnya suatu kearifan lokal dalam hal ini khususnya yang

menyangkut lingkungan hidup.(http://intenarsriani.wordpress.com/2011/10/23/kearifan-

lokal-bukan-tanpa-makna/).

Masing – masing abdi dalem yang bertugas di KHP Widya Budaya

berbeda latar pendidikannya dan juga latar pekerjaannya. K.R.T Rinta Iswara

yang juga seorang pensiunan guru bertugas mengawasi abdi dalem yang

melakukan preservasi hingga restorasi dan juga melakukan proses salin ulang

pada manuskrip yang sudah rusak, R.Ry Widya Hadibrata yang merupakan

seorang guru ekonomi melakukan perawatan terhadap manuskrip dan sesekali

melakukan digitalisasi, MB Widyasastra Pitaya yang seorang pegawai BPAD

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

61

Universitas Indonesia

melakukan preservasi dan konservasi pada manuskrip, sedangkan KRT Budya

Pustaka dan MP. Budyarusmandaru yang merupakan pensiunan dari Museum

Sono Budoyo melakukan restorasi.

Kegiatan di KHP Widaya Budaya dimulai pada pukul 09.00. Abdi dalem

mulai melakukan kegiatan dan tugas nya masing – masing dengan interaksi yang

khas dan membuat suasana tradisional terlihat. Dilatarbelakangi musik gending

jawa, para abdi dalem tersebut khusyuk melakukan tugasnya masing – masing.

Jika ada komunikasi yang dibutuhkan, maka mereka melakukan komunikasi

secara berdekatan. Seperti contohnya ketika ada manuskrip yang ingin

dikeluarkan. Pak Pitaya selaku abdi dalem yang memiliki tingkat yang lebih

rendah dari Pak Rinta menghampiri dengan sangat sopan. Pak Pitaya berjalan

jongkok sebanyak tiga langkah dan melakukan percakapan dengan nada suara

yang rendah dan menggunakan bahasa krama hinggil. Setelah pembicaraan

selesai, maka Pak Pitaya kembali bangun dan melakukan jalan jongkok sebanyak

tiga langkah dengan menghadap Pak Rinta kemudian berdiri meninggalkan Pak

Rinta.

Setiap melakukan komunikasi dengan yang lebih tua, sikap sungkan selalu

ada bagi abdi dalem yang lebih muda. Sikap sungkan tersebut juga terjadi setiap

saat seperti halnya mengeluarkan manuskrip.

Pada saat penelitian berlangsung, ada beberapa rangkaian acara yang akan

dibuat oleh Keraton Yogyakarta salah satunya adalah acara sekaten. Acara

tersebut merupakan rangkaian acara adat yang mana akan melibatkan banyak abdi

dalem dan juga benda – benda pusaka termasuk manuskrip. Upacara sekaten

berupa upacara sesaji selamatan atau permohonan keselamatan bagi roh leluhur.

Ciri khas yang sangat terlihat pada saat persiapan acara tersebut adalah bagaimana

mereka berkomunikasi satu sama lain. Pak Rinta terlihat sibuk mengetik dan

mempersiapkan acara tersebut. Persiapan tersebut mencakup birokrasi dan hal

yang berhubungan dengan surat menyurat. Sedangkan abdi dalem lain

menyiapkan alat – alat untuk upacara adat dan juga mengeluarkan beberapa

manuskrip untuk digunakan pada upacara grebeg dan siraman pusaka. Beberapa

manuskrip tersebut adalah Al – Quran, Serat Brantayuda dan beberapa Serat

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

62

Universitas Indonesia

Babad. Dikeluarkannya manuskrip – manuskrip tersebut secara tidak langsung

juga merupakan preservasi. Manuskrip tersebut di lap dan juga dijemur di luar

agar sampul nya tidak bau dan mendapat udara karena kebanyakan sampul

manuskrip tersebut adalah terbuat dari kulit sapi.

Tradisional dan kearifan lokal terlihat dari bagaimana cara mereka

berinteraksi hingga melakukan pelestarian terhadap koleksi manuskrip. Kearifan

lokal yang tercermin dalam pelestraian manuskrip secara turun temurun

dilakukan, meskipun ada beberapa perlakuan modern namun para abdi dalem

tidak meninggalkan ketradisionalan khas keraton. Kearifan lokal seolah – olah

sudah mendarah daging di kehidupan Keraton Yogyakarta. Para abdi dalem

percaya ada kehidupan antara Tuhan, manusia dan penunggu atau roh di dalam

Keraton Yogyakarta termasih KHP Widya Budaya sehingga apa yang dilakukan

mereka erat kaitannya dengan budaya Jawa dan hal mistis. Berdasarkan artikel

yang dikutip dalam Balipos (4 September 2003), terdapat informasi tentang

beberapa fungsi dan makna kearifan lokal yaitu :

1. berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam

2. berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya

berkaitan dengan upacara daur hidup

3. berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,

misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura

Panji

4. berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan

5. bermakna sosial, misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat

6. bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian

7. bermakna etika dan moral yang terwujud dalam upacara ngaben dan

penyucian roh leluhur

8. bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan

patron client

Delapan fungsi dan makna kearifan lokal tersebut sudah dicerminkan abdi

dalem di Keraton Yogyakarta terutama KHP Widya Budaya sebagai tempat

menyimpan manuskrip yang juga merupakan artefak.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

63

Universitas Indonesia

4.4. Manuskrip di Keraton Yogyakarta

Sebelum kertas ditemukan, manusia mengungkapkan perasaan, pikiran dan

gagasannya melalui bahasa gambar dan bahasa tulisan sehingga mereka berusaha

mencari permukaan-permukaan benda yang sekiranya cocok untuk

menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Awalnya, mereka mengungkapkan

perasaan dengan cara menggambar, seperti menggurat, mengukir, mentakik atau

menoreh di atas permukaan batu, tulang belulang, dan lain sebagainya (Bahari,

1995, diunduh tanggal 8 Maret 2012).

Menurut Venny Indria Ekowati dalam Pelestarian Budaya dan

Pemerkasaan Bahasa Jawa Melalui Kajian Manuskrip Klasik, masyarakat di Jawa

memulai tradisi menulis sejak abad ke-9. Masyarakat Yogyakarta termasuk suku

bangsa yang menyukai menulis dalam mengungkapkan cipta dan karsa. Keunikan

manuskrip yang ada di Keraton Yogyakarta adalah, semua penulisannya

merupakan prakarsa dari Sultan Hamengkubuwono yang ditulis dengan tangan

dengan bentuk macapat2. Keunikan lainnya juga terdapat pada corak manuskrip

tersebut dan warna-warna khas yang terdapat pada hampir seluruh koleksi yaitu

prada emas. Selain itu, materi pembuatan manuskrip beragam, ada yang berbahan

daluang dan Kertas Eropa. Jenis daluang yang digunakan juga berbeda yaitu

daluang halus dan daluang bergaris. Namun, kini lebih dari 7000 judul manuskrip

tersimpan di British Library sedangkan KHP Widya Budaya hanya memiliki

sisanya yaitu 363 manuskrip. Pengageng II KHP Widya Budaya KRT

Purwodiningrat mengatakan,

“Keraton Yogyakarta pernah meminta kepada British Library namun

kemudian hanya diberikan dalam bentuk microfilm. Inggris tidak bersedia

mengembalikan manuskrip karena takut kekayaan masa lalu rusak karena

penanganan naskah di Keraton Yogyakarta masih menggunakan

tradisional kearifan lokal setempat atau bisa dibilang tidak profesional.”

Di dalam Keraton Yogyakarta, terdapat dua koleksi manuskrip tulisan

tangan yang berbahasa Jawa. Satu disimpan di Kawedanan Ageng Punakawan

2 Macapat adalah puisi bertembang karena pembacaan wacana tersebut dengan ditembangkan

berdasarkan titilaras notasi yang sesuai dengan pola metrumnya (Saputra, 2001: p.103)

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

64

Universitas Indonesia

Widya Budaya dan satu lagi disimpan di Kawedanan Ageng Punakawan Krida

Mardawa. Hal yang membedakan dari dua tempat tersebut adalah terdapat pada

koleksi manuskripnya. Jika di Kawedanan Ageng Punakawan Widya Budaya isi

koleksinya tentang sejarah, agama, silsilah dan sastra sedangkan di Kawedanan

Ageng Punakawan Krida Mardawa adalah hanya seputar kesenian yaitu seni tari,

musik, wayang. Sebelum tahun 1921, koleksi yang ada di Kawedanan Ageng

Punakawan Widya Budaya terletak di kediaman Sri Sultan sendiri, namun setelah

tahun 1921 koleksi tersebut dipindahkan ke suatu tempat yang kemudian dinamai

Tepas KHP Kawedanan Ageng Punakawan agar koleksi dapat dibaca selain dari

keluarga Sultan sendiri.

Koleksi manuskrip yang ada di KHP Widya Budaya itu sendiri ada

berbagai macam jenisnya. Ada yang berupa codex yang terbuat dari pohon citron,

kertas daluang dengan berbagai jenis yaitu kertas gendhong, kertas tela, kertas

kop dan bergaris yang dijilid dengan menggunakan vellum dari kulit anak sapi

atau kerbau dan Kertas Eropa yang terbuat dari kapas. Umur dari manuskrip

tersebut beragam, yaitu dari tahun 17-an hingga awal 19-an. Contoh manuskrip

yang berasal dari tahun 17-an adalah Al-Quran yang dibuat oleh carik di Keraton

Yogyakarta yang dihiasi oleh prada dengan indahnya. Selain itu ada koleksi seri

yang merupakan sejarah maupun dongeng dan primbon atau ramalan yang dibuat

dengan aksara jawa dengan alur tulisan macapat .

4.5. Kearifan Lokal Preservasi

Sebagai tempat penyimpanan manuskrip, KHP Widya Budaya tidak

memiliki kebijakan tertulis untuk melakukan preservasi. Namun, perlakukan

preventif yang dilakukan para abdi dalem merupakan perlakuan turun-temurun

berdasarkan kearifan lokal setempat karena belum masuknya modernisasi pada

jaman dahulu. Sebelum mendapat bantuan dari Universitat Leipzig, Jerman, KHP

Widya Budaya mendapat bantuan dari PNRI yang hanya seputar digitalisasi agar

PNRI memiliki salinan sebagai koleksi dan keraton juga memiliki salinan yang

sudah di alih aksarakan. Dalam perjanjian yang telah dibuat, Universitas Leipzig

membantu dalam melakukan kodekologi, restorasi dan digitalisasi.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

65

Universitas Indonesia

Walaupun sekarang sudah masuk modernisasi seperti digitalisasi dan

restorasi, namun masih ada preservasi yang dilakukan berdasarkan kearifan lokal

setempat. Para abdi dalem masih menggunakan upacara caos sedahar. Caos

Sedahar merupakan upacara mohon izin yang dilakukan abdi dalem sebelum

koleksi manuskrip di bersihkan. Pertama-tama, disiapkan sesaji (lihat foto 4.12)

yang terdiri atas bunga-bungaan, buah, kopi atau makanan ringan yang

merupakan sajian untuk penunggu yang dipercaya adalah roh yang turut menjaga

koleksi. Tujuan utama dari ritual tersebut adalah, tetap menghargai suatu karya

karena biar bagaimanapun manuskrip adalah hasil dari sumber daya manusia.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.12 Sesaji

Tidak ada dasar ilmiah dalam sesaji tersebut, namun menurut kepercayaan

orang Keraton Yogyakarta, setiap benda memiliki penunggunya atau penjaganya

sehingga patut dihormati. Selain itu pembakaran juga dilakukan untuk melengkapi

ritual tersebut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan selama penelitian, Pak

Puji mengatakan,

“Dulu waktu Manuskrip Suryo Rojo diletakan di sini (widya budaya),

manuskrip tersebut kebuka sendiri dan halaman nya bolak balik sendiri.

Kami yakin memang setiap manuskrip punya penunggunya.”

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

66

Universitas Indonesia

Sajen yang digunakan abdi dalem untuk ritual caos sedahar berbeda

dengan sajen – sajen yang biasa ditemukan di tempat keramat. Menurut Ign. Gatut

Saksono dan Djoko Dwiyanto (2012 : p.13), sajen untuk menolak tuyul berbeda

dengan sajen untuk memberi makan dhanyang atau leluhur yang telah meninggal.

Dalam rangka menjaga keselamatan dari gangguan roh jahat, biasanya mereka

bisa minta tolong kepada dhanyang setempat.

Menurut Hartono dalam Faham Keselamatan dalam Budaya Jawa (2012,

67), dalam kosmologi Jawa ada tanggapan bahwa manusia mempunyai hubungan

yang tidak terpisahkan dengan alam semesta atau adikodrati yang dimanifestakan

ke dalam Tuhan. Upaya Manusia untuk menjaga kelestarian hubungan yang

harmonis adalah melalui upacara ritual, upacara adat atau upacara tradisional bagi

perorangan. Caos sedahar menjadi cerminan dan tindakan kepercayaan abdi

dalem dalam menjaga kelestarian hubungan yang harmonis.

Abdi dalem yang berada di KHP Widya Budaya sangat menjunjung tinggi

etika nya. Mereka melakukan ritual caos sedahar dengan waktu yang tepat dalam

arti tidak pernah meninggalkan ritual tersebut. Sesungguhnya sikap tidak peduli

akan ritual itu bisa saja muncul namun karena para abdi dalem tersebut sadar akan

kewajiban dan sadar akan sebab akibat yang diyakininya maka mereka melakukan

hal tersebut. Walaupun tidak ada dasar ilmiah seperti yang dikatakan informan,

namun menurut Tamara A. Susetyo dalam Kompas (23 Oktober 2008), sajen yang

berisi menyan diasumsikan dapat menghalau datangnya serangga dan faktor biota

lainnya.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.13 Menyan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

67

Universitas Indonesia

Foto di atas merupakan menyan sebelum dibakar. Menyan tersebut jika

dibakar mengeluarkan wewangian yang dapat digunakan juga untuk mengusir

serangga. Menyan menyeluarkan wangi yang menyengat, oleh karena itu dapat

mengusir serangga. Setelah dikumpulkan beberapa menyan, kemudian menyan

tersebut dibakar dan mulai dilakukan ritual caos sedahar (lihat foto 4.14).

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.14 Caos Sedahar

Pak Rinta menjelaskaan bagaimana cara melakukan caos sedahar dengan

menyuruh abdi dalem yang lain untuk melakukan ritual tersebut.

“Pertama disiapkan arang – arang begini. Arang – arang ini akan dicampur

dengan menyan supaya wangi. Ini ada bunga sama buah. Bunga itu harus.

Yang namanya sajen ya begini pasti ada bunganya.”

Ritual dilakukan beberapa saat dan setelah itu seluruh koleksi di ke

luarkan untuk dibersihkan. Cara perawatannya juga menggunakan alat-alat yang

biasa dalam arti bukan alat elektronik dan menggunakan bahan-bahan tradisional.

Perawatan dilakukan setiap hari Selasa Kliwon. Tidak ada alasan ilmiah mengapa

dilakukan setiap hari Selasa Kliwon, namun hari tersebut merupakan tanggal yang

baik untuk membersihkan koleksi. Pembersihan dilakukan dari pukul 10.00

sampai pukul 12.00 atau 13.00.

Walaupun ritual caos sedahar dilakukan di dalam KHP Widya Budaya,

namun suasananya tetap khidmat. Para abdi dalem tetap memperlakukan

manuskrip dengan baik dan menghargai manuskrip – manuskrip tersebut dengan

baik. Pada saat ritual caos sedahar dilakukan, suasana KHP Widya Budaya dalam

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

68

Universitas Indonesia

keadaan tenang tanpa ada suara musik. Berdasarkan observasi, setiap hari ada

musik gending yang dipasang abdi dalem. Musik gending tersebut merupakan

penyemangat para abdi dalem melakukan tugasnya. Rata – rata abdi dalem yang

bertugas di KHP Widya Budaya sudah tua, maka mereka menyukai musik

gending tersebut dari pada musik dangdut atau musik genre lain.

Kepercayaan lainnya selain ritual caos sedahar adalah manuskrip tidak

boleh difoto. Menurut abdi dalem, manuskrip memiliki hal – hal diluar nalar

manusia sehingga untuk menyentuhnya saja butuh kepercayaan dan butuh izin

terlebih lagi untuk memfoto. Namun, ada juga penjelasan ilmiah mengapa koleksi

naskah kuno tidak boleh difoto yaitu karena cahaya pada kamera akan

menimbulkan kerusakan. Cahaya pada kamera memiliki tingkat ketajaman yang

sangat tinggi. Cahaya atau energi radiasi juga mempunyai efek pada bahan

pustaka. Cahaya akan mempercepat oksidasi dari molekul selulosa sehingga rantai

ikatan kimia pada molekul tersebut terputus. Cahaya mempunyai pengaruh

pengelantang,menyebabkan kertas menjadi pucat dan tinta memudar (Harvey,

1990 : p.34).

Berdasarkan observasi, tidak terlihat ada perawatan khusus berdasarkan

bahan kertas dan kulit sampul, semua perawatan disamaratakan seperti sampul

yang dilap menggunakan lap kain, di keluarkan dan diletakan di luar untuk

dijemur sesaat agar tidak terlalu lembab. Abdi dalem juga menyimpan manuskrip

ke beberapa tempat penyimpanan yang berbeda. Terdapat tiga tempat

penyimpanan yang berbeda, yang pertama adalah kotak kaca (lihat foto 4.15) yang

dibuat dengan kayu jati, kedua adalah lemari kayu (lihat foto 4.16) dan ketiga

kotak kayu (lihat foto 4.17).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

69

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.15 Kotak Kaca

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.16 Lemari Kayu

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.17 Kotak Kayu

Tempat penyimpanan manuskrip merupakan salah satu hal penting dalam

melakukan preservasi manuskrip. Tempat penyimpanan manuskrip dapat

menentukan tingkat kerusakan sebuah manuskrip. Namun, pemilihan tempat

penyimpanan diambil bukan berdasarkan kebijakan atau standar apapun.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

70

Universitas Indonesia

Pemilihan tempat penyimpanan koleksi manuskrip dibuat sama dengan tempat

penyimpanan benda-benda keraton yang lainnya.

Jika dilihat dari bentuk-bentuk penyimpanan manuskrip, tempat

penyimpanan sudah cukup baik. Kotak kaca dan lemari kaca terbuat dari kayu jati

anti rayap dan kacanya memiliki penghalang sinar ultraviolet yang terlihat akan

memantulkan cahaya. Menurut abdi dalem, kotak maupun lemari kaca dipercaya

dapat menghambat pertumbuhan jamur jika secara konsisten dilakukan

pembukaan pada waktu pagi hari sekitar pukul 9.00-10.00.

Tempat penyimpanan tersebut memiliki kelebihan yang berbeda – beda.

Abdi dalem memisahkan penempatan manuskrip tersebut. Kotak kaca digunakan

untuk menyimpan manuskrip yang besar dan juga tebal, lemari jati dan kotak kayu

digunakan untuk meletakkan kolofon3 atau mushaf

4. Kolofon naskah tersebut

dalam kondisi yang kurang bagus, jika diletakan dalam kotak kayu diasumsikan

akan mempertahankan keadaan kolofon karena terhindar dari cahaya secara

langsung dan dari kelembaban udara. Tidak ada dasar ilmiah yang diketahui oleh

abdi dalem terkait dengan cara penyimpanan tersebut, namun menurut Tamara A.

Susetyo dalam Kompas (23 Oktober 2008), menyimpan manuskrip dalam peti

kayu, koper dan lemari jati diasumsikan dapat menurunkan fluktuasi udara yang

tak teratur”.

Abdi dalem meletakan setidaknya dua koleksi manuskrip pada kotak kayu

agar tidak terlalu banyak tertumpuk. Namun, jika manuskrip tersebut sudah tua

dan termasuk yang sering dilihat dan digunakan maka diletakkan pada tempat

yang mudah dijangkau dan penyimpanannya gampang ditemukan.

Abdi dalem yang melakukan preservasi tersebut terlihat konsisten

melakukan kegiatan penyimpanan. Abdi dalem menyadari bahwa tidak adanya

sarana dan prasarana yang canggih tidak menjadi kendala namun membuat abdi

dalem menjadi telaten dalam melakukan tugasnya.

3 Kolofon adalah catatan penulis, umumnya pd akhir naskah atau terbitan, berisi keterangan

mengenai tempat, waktu, dan penyalin naskah

4 Mushaf bagian naskah Alquran yg bertulis tangan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

71

Universitas Indonesia

Sebelum koleksi dimasukan ke dalam tempat penyimpanan, manuskrip

dibungkus menggunakan pembungkus bahan kain dan bahan kertas (lihat foto

4.20). Berdasarkan hasil wawancara (19 Januari 2012) tidak ada penjelasan ilmiah

mengapa penyimpanannya dibedakan, tetapi untuk serat yang penting dan khusus

maka lebih dikhususkan penyimpanannya. Pembungkusan dilakukan agar

manuskrip tidak terkena cahaya langsung dari matahari maupun lampu.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.18 Pembungkus Manuskrip

Kain pembungkus berbahan kain depannya berwarna kuning dan

dalamnya berwarna putih. Bahannya terbuat dari satin (depan) dan kain katun

biasa (belakang). Kain pembungkus tersebut diasumsikan dapat melindungi

manuskrip dari debu dan dapat melindungi dari perubahan terhadap udara.

Menurut Tamara A. Susetyo pada Kompas (23 Oktober 2008) dalam penelitian

manuskrip di Cirebon, melindungi manuskrip dengan materi yang berwarna

kuning diyakini memiliki kekuatan menghalau serangga yang akan mendekati

manuskrip. Selain yang berbahan kain, ada juga yang berbahan kertas coklat.

Menurut Pak Rinta, kertas coklat tersebut juga merupakan penghalang masuknya

debu dan serangga.

Pada tahap pembungkusan pun, tidak sembarangan terbungkus atau yang

penting tertutup namun ada proses perataan kertas pembungkus. Setelah

dibungkus dengan kertas, koleksi tersebut dibungkus dengan kain. Jika peminjam

yang bukan merupakan abdi dalem meminjam maka pembungkusan dilakukan

oleh abdi dalem agar memastikan tidak ada kerusakan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

72

Universitas Indonesia

Abdi dalem terlihat piawai dalam melakukan tahap pembungkusan

manuskrip. Tampak jelas bahwa abdi dalem menghargai manuskrip tersebut

karena proses pembungkusannya pun tidak berantakan. Berdasarkan penelitian,

terlihat abdi dalem melakukan sungkem sebelum menyentuh manuskrip tersebut.

Sungkem tersebut memiliki arti bahwa abdi dalem menghormati dan meminta izin

untuk menyentuh.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.19 Tahap Pembungkusan Manuskrip

Setelah koleksi dibungkus dan dimasukan kembali ke dalam kotaknya

masing-masing, kemudian diberikan pewangi yang tidak menimbulkan serangga

atau jamur. Akar wangi biasanya digunakan sebagai pewangi suatu tempat

penyimpanan. Akar wangi juga dapat mengusir serangga.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.20 Akar Wangi

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

73

Universitas Indonesia

Akar wangi merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh sepanjang tahun.

Akar wangi merupakan famili dari serai dan padi, namun tumbuhan ini dapat

mengeluarkan wangi-wangian. Akarnya yang dikeringkan secara tradisional

dikenal sebagai pengharum lemari penyimpanan dan barang-barang penting

seperti keris dan batik. Aroma wangi yang dihasilkan pada tumbuhan ini berasal

dari minyak atsiri yang dihasilkan pada bagian akar.

Selain akar wangi, kapur barus juga digunakan abdi dalem agar tidak ada

serangga yang masuk. Namun, kapur barus tidak bertahan terlalu lama dan dapat

merusak kertas jika tidak adanya perawatan selanjutnya.

Perawatan tersebut dapat dikatakan preservasi rutin mengingat tidak

adanya perawatan secara modern sehingga semua dilakukan secara manual dan

dilakukan dengan sumber daya manusia yang terbatas.

Sesungguhnya berdasarkan observasi, suhu udara di ruangan tempat

penyimpanan naskah tidak cukup memenuhi syarat atau belum ideal seperti yang

ditetapkan IFLA. IFLA menetapkan standar suhu udara sekitar 20o - 22

o celcius

dengan kelembaban udara sekitar 40% - 45%, Arsip Nasional Amerika Serikat

(United States national Archives) merekomendasikan kelembaban relatif antara

40% sampai dengan 50% sedangkan Canadiaan Council of Archives (1990 : p.16)

menyebutkan suhu dan kelembaban ideal adalah 18o – 20

o C dan 45% - 65%.

Suhu dan kelembaban udara di KHP Widya Budaya adalah pada saat pukul 9.55,

suhu rata-rata adalah 29o C - 29,5

o C dengan kelembaban 59% - 75%, Pada pukul

11.15, suhu udara berkisar antara 28o C – 30

o C dengan kelembaban antara 60% -

69%. Pukul 13.00, suhu udara cenderung hampir sama dengan pukul 11.15 yaitu

antara 28,5o C – 30,5

o C dengan kelemban antara 60% - 74%. Di saat hujan, suhu

mencapai 27,5o

C – 28o

C. Untuk menyiasati kekurangan tersebut, abdi dalem

yang bertugas melakukan pemeriksaan terhadap suhu udara melakukan buka tutup

jendela.

KHP Widya Budaya juga tidak menggunakan pendingin ruangan (AC) dan

kipas sebagai pendingin dan pengontrol ruangan agar mendapatkan suhu ideal,

KHP Widya Budaya hanya mengandalkan udara yang masuk lewat beberapa

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

74

Universitas Indonesia

jendela (lihat foto 4.22). Untuk mecegah cahaya yang berlebihan, penempatan

ruang penyimpanan manuskrip diletakan di ruang depan yang cahaya nya

terhalang oleh bangunan depan dan pepohonan. Adanya pepohonan tertentu yang

rindang di sekitar pekarangan rumah diasumsikan dapat menghalau fluktuasi suhu

udara. Oleh karena itu, dengan adanya pepohonan di sekitar KHP Widya Budaya

akan menghalau fluktuasi udara. Selain itu, jendela ditutup dan lampu listrik yang

digunakan tidak terlalu terang atau redup. Jendela kaca juga dilapisi oleh kayu.

Seharusnya pihak KHP Widya Budaya menindak lanjuti tentang suhu

ruangan dan kelembaban udara agar mencapai standar, namun karena tidak

adanya kebijakan maupun anggaran untuk membeli fasilitas maka pihak KHP

Widya Budaya hanya mengandalkan perawatan pada naskah yang dilakukan rutin

agar kondisi naskah dapat tetap dalam kondisi baik walau suhu dan kelembaban

udara tidak mengikuti standart yang seharusnya. KHP Widya Budaya hanya

mengandalkan udara yang masuk lewat pintu yang terbuka dan ventilasi udara

agar cahaya dapat masuk.

Abdi dalem mengupayakan agar suhu dan kelembaban udara tidak terlalu

tinggi dengan memeriksa setiap jam kondisi ruangan. Jika terasa begitu lembab,

maka beberapa pintu akan dibuka. Harvey (1990: p.34) perubahan suhu udara

yang selalu cepat akan berakibat buruk bagi buku, bila suhu meningkat pesat,

buku (kertas) akan mengalami eskpansi (mengembang) dan bila suhu udara turun,

buku (kertas) akan mengalami kontraksi (penyusutan). Selain itu untuk menyiasati

agar cahaya tidak terlalu banyak masuk dan tidak mempengaruhi kertas, maka

lampu dimatikan dan penerangan cukup menggunakan cahaya yang sedikit masuk

agar tidak terlalu berlebihan mendapat cahaya.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

75

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.21 Jendela Ruang Manuskrip

Salah satu abdi dalem ditugaskan untuk memantau suhu ruangan dan

kelembaban udaranya. Tidak adanya pendingin ruangan atau alat pengontrol

ruangan juga yang mengharuskan ruangan dikontrol secara manual oleh orang

(lihat foto 4.22). Jika terjadi kelembaban yang tinggi, maka abdi dalem membuka

kotak penyimpanan naskah dan membuka kaca.

Biasanya abdi dalem membuka jendela pada siang hari sekitar pukul 11.00

hingga pukul 12.00 atau 13.00. Jika jendela dibuka terlalu lama, ditakutkan akan

banyak cahaya yang masuk sehingga merusak manuskrip.

Hygrometer milik KHP Widya Budaya merupakan hygrometer manual

dan di bawahnya adalah kertas yang isinya catatan tentang suhu dan kelembaban

udara agar dapat dipantau dan diketahui riwayat suhu dan kelembaban udaranya.

Selain penggunaan hygrometer, biasanya abdi dalem juga menggunakan

intuisinya dalam melakukan pengukuran suhu. Abdi dalem yang bertugas dalam

memeriksa suhu dan keembaban udara adalah Pak Pitaya. Pak Pitaya memeriksa

ruangan setiap jam dan jika terjadi fluktuasi udara maka Pak Pitaya melakukan

buka tutup jendela.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

76

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.22 Hygrometer Milik KHP Widya Budaya dan Kertas

Preservasi kearifan lokal lainnya adalah penggunaan kayu pada pintu.

Pintu kayu tersebut digunakan agar ruangan menjadi sejuk walau tanpa pendingin

ruangan, karena terdapat pepohonan di luar ruangan. Menurut Tamara A.Susetyo

pada Kompas (23 Oktober 2008), pantulan halus sinar matahari pagi dan sore hari

sebelum matahari terbenam diasumsikan dapat menghambat perkembangan

mikroorganisme.

Membersihkan ruangan secara teratur juga merupakan preservasi terhadap

kertas secara tidak langsung. Oleh karena jika ruangan bersih, maka tidak ada

serangga atau kotoran dan debu yang hinggap pada koleksi manuskrip.

Pembersihan ruangan juga bertujuan untuk mengurangi tingkat kerusakan koleksi

sebab ruangan yang bersih dari debu menghambat terjadinya akibat asam dan

hama. Tugas membersihkan ruangan ini juga dilakukan abdi dalem yang bertugas

di KHP Widya Budaya. Tidak ada anggaran dalam membersihkan ruangan dan

tidak ada peralatan yang modern. Mereka hanya menggunakan sapu dan lap pel.

Mesin penghisap debu yang dimiliki KHP Widya Budaya merupakan hibah dan

bukan anggaran yang dikhususkan.

Penggunaan manuskrip dengan baik juga merupakan preservasi terhadap

manuskrip. Memperlakukan dengan baik dapat memelihara kondisi manuskrip

yang sudah semakin rapuh.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

77

Universitas Indonesia

Pak Rinta menjelaskan tentang bagaimana abdi dalem membaca

manuskrip,

“Begini,pakai bantalan busa. Tapi dalemnya bulet – bulet. Mungkin ada

penghalang serangganya atau mungkin biar manuskrip nggak rusak.”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.23 Etika Membaca Manuskrip

Jika dilihat dan dirasakan, bantalan itu berisi busa berbentuk bulat.

Diasumsikan, bantalan tersebut akan ramah terhadap manuskrip karena tidak ada

serat kayu dan tidak tajam.

Pak Rinta juga menambahkan,

“Ini kan juga etika ya. Kita harus menghormati etika itu. Manuskrip ini

kan benda pusaka,kita hargai juga”

Etika yang dianggap tidak penting bagi beberapa orang, namun bagi abdi

dalem etika sangat penting dan suatu keharusan. Segala properti yang berumur

ratusan tahun merupakan benda pusaka yang dipercaya memiliki dhanyang.

Semua perawatan secara tradisional dilakukan demi menjaga koleksi

manuskrip. Selain itu, bisa terlihat dari foto 4.22 bahwa penggunaan hygrometer

merupakan bukti bahwa Keraton Yogyakarta tetap menerima alat – alat yang

modern sebagai pendukung dari proses preservasi. Tanpa meningggalkan

kebudayaan yang masyarakat Keraton Yogyakarta miliki, mereka tetap menerima

masuknya modernisasi dengan tidak meninggalkan budaya yang ada.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

78

Universitas Indonesia

Proses kearifan lokal dalam preservasi dilakukan dengan teratur. Abdi

dalem terlihat cukup menguasai tugas mereka dalam melakukan perawatan

terhadap manuskrip yang ada. Kehidupan di Keraton Yogyakarta yang sangat

sederhana dan hidup berdasarkan kebudayaan secara turun temurun membuat

semua perawatan dilakukan secara manual namun tetap konsisten. Hal yang

menjadi kearifan lokal, bergantung pada pelaku budaya itu sendiri.

Alasan kuat yang membuat abdi dalem di KHP Widya Budaya tetap

mempertahankan kearifan lokal nya adalah keterbatasan dana. Namun

keterbatasan dana tersebut dianggap tidak menjadi kendala, tapi dianggap menjadi

keunikan. Walaupun tanpa dana, proses preservasi tetap berjalan berdasarkan cara

kearifan lokal yang dianggap mampu menjaga manuskrip. Selain itu, bantuan dari

PNRI maupun UIN yang pernah didapatkan tidak konsisten dan tidak bertahan

lama sehingga abdi dalem yang bertugas di KHP Widya Budaya memutuskan

untuk tetap konsisten melakukan perawatan secara kearifan lokal yang dipercaya

tetap akan membuat koleksi manuskrip dalam keadaan yang baik.

Berdasarkan wawancara (19 Januari 2012), kearifan lokal yang dilakukan

selain terkait masalah anggaran adalah masalah kebudayaan yang sudah turun

temurun yang dilakukan para abdi dalem sehingga sulit untuk meninggalkan

budaya tersebut. Selain itu dengan cara yang berbeda, mereka menjaga

berdasarkan apa yang sudah menjadi kebiasaan.

Interaksi antar abdi dalem yang terjadi pada saat melakukan preservasi

juga terlihat. Contohnya pada saat MB. Widyasastra Pitaya ingin melakukan

perbaikan terhadap manuskrip, maka MB. Widyasastra Pitaya meminta izin

kepada K.R.T Rinta Iswara menggunakan bahasa Jawa Krama khusus Keraton.

Sesungguhnya, jika melihat proses perbaikan secara modern tidak dibutuhkan izin

dari atasan karena jika ada koleksi yang rusak maka harus segera diperbaiki

namun izin tersebut semata – mata hanyalah kesopanan terhadap yang lebih tua.

Komunikasi khas juga terlihat selama penelitian yaitu abdi dalem melakukan

percakapan terkait perawatan menggunakan bahasa Jawa keraton.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

79

Universitas Indonesia

Para abdi dalem percaya akan kearifan lokal karena percaya akan kearifan

lokal dianggap etika terhadap suatu benda pusaka. Salah satu perbedaan yang

mencolok antara masyarakat barat dengan masyarakat Jawa pada tidak adanya

suatu mitologi religious secara umum di kalangan masyarakat barat dibanding

dengan adanya mitologi religius yang meresap di kalangan masyarakat Jawa. Hal

ini dapat dinyatakan sebagai sepasang lambang nasional dan kultural yang

menuntut adanya kesetiaan bersama secara umum (Saksono, 2012 : p. 46).

Di Keraton Yogyakarta, khususnya KHP Widya Budaya, karena alasan

sejarah dalam arti kearifan lokal preservasi masih tercermin suatu mitologi adat

yang ternyata memiliki intelektual yang mendalam. Contohnya rangkaian

perawatan yang dilakukan terkait dengan pembungkusan manuskrip. Abdi dalem

tidak tahu mengetahui maksud ilmiah dari penggunaan pembungkus manuskrip

tersebut, namun tanpa disadari ternyata memiliki hal ilmiah yang terkandung dari

perawatan tersebut.

4.6. Kearifan Lokal Konservasi

Konservasi naskah kuno adalah perlindungan, pengawetan dan

pemeliharaan naskah kuno atau dengan kata lain menjaga naskah kuno tersebut

dalam keadaan selamat atau aman dari segala yang dapat membuatnya hilang,

rusak, atau terbuang. Conservation atau pengawetan terbatas pada kebijakan serta

cara khusus dalam melindungi bahan pustaka dan arsip untuk kelestarian koleksi

tersebut. Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (1992 : p2),

perawatan merupakan bagian dari Conservation yaitu pengawetan. Pengawetan

merupakan kebijaksanaan dan cara tertentu yang dipakai untuk melindungi bahan

pustaka dan arsip dari kerusakan dan kehancuran termasuk metode dan tenik yang

ditetapkan oleh petugas teknis.

Menurut Pak Rinta, “konservasi penting untuk menyelamatkan manuskrip

karena manuskrip ini nantinya akan digunakan dan dilihat sebagai sejarah”.

Dalam KHP Widya Budaya, perbaikan atau konservasi manuskrip mencakup

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

80

Universitas Indonesia

penjilidan ulang, mengganti sampul yang rusak, melapisi kertas dengan tisu

hingga menyalin ulang manuskrip atau mengalihaksarakan manuskrip.

Abdi dalem di KHP Widya Budaya tetap melakukan konservasi

berdasarkan kearifan lokal meskipun adanya bantuan alat restorasi dari Universitat

Leipzig. Abdi dalem cukup mengerti tahap sistematis terkait konservasi terhadap

manuskrip yang rusak. Dalam melakukan konservasi pada manuskrip, abdi dalem

juga mengawali kegiatan tersebut dengan caos sedahar. Setelah melakukan hal

tersebut, mereka melakukan rangkaian kegiatan konservasi. Pertama mereka

melakukan survei terhadap koleksi manuskrip yang rusak lalu dipisahkan dan

dikategorikan berdasarkan kerusakan dan kemudian dilakukan konservaasi secara

prefentif. Terkait banyaknya koleksi yang berbahasa Arab dan Jawa kuno dan

bertema keagamaan, maka dalam melakukan konservasi biasanya mereka melihat

buku sebagai panduan melakukan konservasi. Buku tersebut adalah hibah dari

UIN Yogyakarta. Selain itu, para abdi dalem juga melakukannya secara manual

dengan peralatan yang minim namun cukup memperbaiki kondisi manuskrip yang

rusak. Alat – alat yang digunakan abdi dalem dalam melakukan konservasi juga

merupakan alat yang sederhana.

Koleksi manuskrip yang terdapat di KHP Widya Budaya sangat beragam

materialnya. Ada yang terbuat dari kertas daluang, Kertas Eropa maupun kertas

peralihan dari daluang ke kertas Eropa. Kerusakan yang biasanya sering terjadi

dan cukup mudah untuk dikonservasi biasanya pada kertas yang asam dan

kerusakan pada tinta yang kebanyakan terbuat dari jelaga. Tinta jelaga atau tinta

gentur diasumsikan sama dengan tinta karbon. Berdasarkan wawancara (19

Januari 2012), tinta ini dibuat menggunakan dua jenis bahan baku utama, yaitu

jelaga dan beras ketan. Jelaga diperoleh dengan cara membakar minyak tanah di

dalam kaleng bekas cat dan kemudian asapnya ditampung dengan menggunakan

kaleng yang lebih besar. Jelaga yang sudah terkumpul kemudian dihaluskan di

dalam sebuah tempat yang disebut dulang. Asam yang terbentuk sebagai hasil

oksidasi, seperti juga asam-asam klorida atau asam-asam sulfat, yang

ditambahkan ke dalam tinta untuk mencegah adanya gumpalan di dalam tinta,

sama-sama merusak kertas. Asam-asam tersebut bersifat membakar dan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

81

Universitas Indonesia

membentuk lubang pada kertas yang selanjutnya dapat menembus lembaran

berikutnya.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.24 Kerusakan Tinta

Tinta gentur banyak ditemukan pada kertas-kertas jaman dahulu.

Sesungguhnya tinta karbon tidak berbahaya bagi kertas, namun jika tidak

dilakukan perawatan pada manuskrip dan kertas pada manuskrip tetap dibiarkan

dalam kondisi asam makan akan mempercepat masa kerusakan.

Tindakan penanganan pada keadaan manuskrip yang seperti ini, biasanya

abdi dalem mengelap dan menghilangkan debu-debu dan zat-zat kimia yang

menempel dengan menggunakan lap halus atau kuas. Setelah itu kertas dilapisi

oleh kertas tipis atau kertas tisu lalu dilapisi oleh minyak. Minyak diasumsikan

dapat menghilangkan asam karena minyak memiliki zat yang stabil.

Setelah cukup kering, kemudian kertas tisu diangkat dan dikeringkan. Jika

sudah kering, manuskrip tersebut kemudian dipisahkan penempatannya dengan

manuskrip yang masih baik keadaannya dan diberikan keterangan.

Kerusakan selanjutnya yang biasanya terjadi adalah pada cover atau

sampul. Sampul yang semuanya berasal dari kulit tersebut sangat sulit untuk

direstorasi karena pembuatannya yang sulit dan pada saat ini sudah jarang atau

bahkan tidak ada yang menggunakan kulit kerbau muda sebagai sampul pada

buku. Namun untuk mensiasati kerusakan tersebut, abdi dalem mengganti sampul

dengan kertas karton (lihat foto 4.24) yang tebal dengan motif batik atau kertas

karton coklat biasa.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

82

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.25 Abdi Dalem Mengganti Sampul

Dengan sangat teliti abdi dalem melakukan proses mengganti sampul yang

sudah rusak menjadi sampul karton. Abdi dalem yang melakukan proses tersebut

adalah Pak Rusmandaru. Pak Rusmandaru mengerjakan dan juga menjelaskan

bagaimana cara melakukan proser tersebut,

“Pertama kan kartonnya setebel ini, lalu dipotong. Tapi hati – hati

potongnya. Saya juga nggak awas matanya. Tapi pelan – pelan aja.”

Lalu Pak Pitaya menambahkan,

“Itu bisa miring – miring atau jadi nggak rata. Jangan pake gunting, pake

cutter yang agak besar aja.”

Pak Rusmandaru terlihat bersungguh – sungguh melakukan pekerjaannya.

Bagi Pak Rusmandaru proses tersebut harus terlihat rapi meskipun memakan

waktu yang tidak sebentar.

Pemilihan karton yang tebal karena karton yang lebih tebal diasumsikan

mampu bertahan lama. Karton tersebut juga nantinya akan disampul sehingga

akan menambah ketahanan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

83

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.26 Proses Transformasi Sampul

Foto diatas menunjukan bahwa abdi dalem cukup terampil dalam

mengganti sampul. Sampul tersebut dapat diubah walaupun tidak sama seperti

sebelumnya namun masih tetap layak untuk digunakan. Transformasi dari kulit

yang sudah kering, berkerak dan asam menjadi karton dan dengan keadaan yang

lebih baik paling tidak akan membantu menghambat proses keasaman pada kertas.

Kerusakan pada manuskrip beragam. Selain kerusakan pada sampul kulit,

kerusakan dapat terjadi pada kertas dan jilidan. Meskipun adanya preservasi,

namun karena umur dari manuskrip yang sudah tua maka sulit untuk menjaga dan

memastikan manuskrip dalam keadaan baik.

Untuk melakukan konservasi pada manuskrip yang mengalami kerusakan

pada jilidan (lihat foto 4.27), maka abdi dalem menggunakan lakban. Jika keadaan

manuskrip terlalu tebal biasanya mereka melekatkan menggunakan lakban.

Lakban tersebut tidak melekat pada kertas tapi hanya melekat pada sampul. Untuk

menyatukan kertasnya, tetap menggunakan tali atau benang sebagai pengikat.

Seharusnya, lakban perlu diperiksa keasamannya. Lakban yang digunakan harus

harus bebas asam sehingga tidak merusak manuskrip. Abdi dalem tidak

menggunakan steples atau lem karena ditakutkan akan merusak kertas.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

84

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.27 Kerusakan pada Jilidan

Abdi dalem melakukan proses tersebut berdasarkan inisiatif. Sulit untuk

mencari bahan lain karena abdi dalem hanya menggunakan bahan yang mereka

tahu. Mereka takut mencoba hal baru karena akan memperburuk keadaan

manuskrip. Proses konservasi terhadap jilidan yang rusak tersebut terlihat cukup

berhasil jika dilihat beberapa koleksi yang sudah rusak tetapi masih bisa

digunakan. Konservasi lainnya yang dilakukan adalah perbaikan terhadap

kerusakan kertas.

Kertas adalah benda yang cukup sulit untuk dirawat. Terlebih lagi kertas

yang umurnya sudah ratusan tahun. Sesungguhnya, kertas daluang yang banyak

terdapat di Keraton Yogyakarta cukup kuat dan memiliki ketahanan yang cukup

lama. Namun, kerusakan pada kertas dapat terjadi karena banyak kemungkinan.

Sebab – sebab yang memungkinkan yang terjadi pada manuskrip di KHP Widya

Budaya adalah zat asam, jamur, kotor dari bekas jari manusia dan kecerobahan

manusia yang menyebabkan robek.

Dalam memperbaiki kertas yang rusak, biasanya digunakan alat – alat

seperti busa (spon), karet, kertas tisu, minyak dan kuas. Robek pada kertas (lihat

foto 4.28) diperbaiki dengan cara menambal kertas tersebut. Alat yang dibutuhkan

adalah kuas, lem khusus kertas dan juga kertas tisu. Abdi dalem memperagakan

cara memberikan lem pada kertas tisu dan kemudian menempelkan ke kertas.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

85

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.28 Abdi dalem menambal kertas yang robek

Pertama, dipilih kertas yang sesuai dengan kondisi bahan pustaka dan juga

kertas tisu, kedua bagian tepi lubang atau potongan kertas yang hilang dikikis atau

di pertipis dengan menggunakan silet, ketiga diolesi perekat dengan hati – hati

pada bagian tepi lubang atau bagian yang terkikis, keempat kertas diletakkan

diatas lubang atau bagian kertas yang hilang dengan serat kemudian disesuaikan,

kelima kertas penambal yang terletak di luar bagian berlubang dikikis dengan

menggunakan silet dan yang terakhir kertas disatukan di atas bagian yang telah

ditambal dan sedikit ditekan agar melekat dengan baik.

Proses penambalan dan penyambungan kertas selain dengan kertas tisu

juga menggunakan bubur kertas. Bubur kertas tersebut dibuat dengan kertas yang

dilarutkan dengan air.

Selain itu dalam memperkuat dan menghilangkan debu yang ada pada

kertas daluang tersebut, biasanya digunakan minyak dan kuas serta lap untuk

membersihkan bekas minyak. Sebelum di olesi minyak pada kertas yang rapuh

dan berdebu, kertas dibersihkan dengan busa (spon) kemudian dilapisi dengan

kertas tisu. Setelah dilapisi kertas tisu, lalu diolesi minyak yang dipercaya dapat

menghilangkan asam dan juga memperkuat kertas daluang.

Abdi dalem juga mengenal penyiangan dan sudah mempraktikan proses

penyiangan. Penyiangan dilakukan pada koleksi manuskrip yang sudah rentan.

Proses penyiangannya setiap selasa kliwon setiap pukul 10.00. Proses penyiangan

yang dilakukan abdi dalem adalah menyingkirkan koleksi yang rusak dan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

86

Universitas Indonesia

kemudian di serahkan ke bagian restorasi karena dirasa sudah tidak dapat

diperbaiki berdasarkan kearifan lokal. Jika ada koleksi manuskrip yang khusus

atau di spesialkan, maka manuskrip tersebut akan disalin ulang atau

dialihaksarakan. Proses tersebut dilakukan oleh Pak Rinta, karena Pak Rinta

adalah abdi dalem yang cukup mumpuni dalam menulis manuskrip beraksara

Jawa dengan aliran macapat.

Pak Rinta dengan sangat teliti menyalin ulang dan mengalihaksarakan.

Menurut beliau, proses tersebut juga penting dari pada hanya sekedar

mendigitalisasi karena manuskrip yang utuh adalah bukti nyata dan merupakan

hal yang unik. Selain itu, Pak Rinta juga berpendapat bahwa proses tersebut

merupakan tugas beliau dan beliau ikhlas melakukannya walau harus menyalin

banyak manuskrip.

Kegiatan konservasi yang dilakukan tidak berdasar pada ilmu tertentu.

Para pelaku budaya tersebut berpendapat, jika suatu kegiatan perbaikan akan

merusak manuskrip maka kemudian akan dihentikan tetapi jika kegiatan

perbaikan tidak merusak manuskrip maka akan dilanjutkan dan akan dibudayakan.

Walaupun terlihat sederhana dan biasa, namun ada satu konservasi yang dirasa

kurang tepat yaitu penggunaan air jeruk dalam mengelap sampul kulit. Air jeruk

mengandung zat asam, ditakutkan zat asam tersebut akan membuat noda pada

sampul atau membuat foxing pada kertas. Mereka terus melakukan hal tersebut,

karena tidak ada dampak negatif sehingga budaya tersebut dilanjutkan.

Meskipun konservasi manuskrip dilakukan berdasarkan kearifan lokal

menggunakan alat – alat yang sederhana, namun tidak menutup kemungkinan

dalam menggunakan alat – alat yang canggih atau modern. Bantuan dari

Universitat Leipzig merupakan keuntungan untuk pihak Keraton Yogyakarta

khususnya KHP Widya Budaya karena akan memaksimalkan proses perbaikan

dan juga pemeliharaan. Etika dan moral yang terwujud dalam berbagai

pemeliharaan manuskrip merupakan fungsi dan makna dari kearifan lokal itu

sendiri.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

87

Universitas Indonesia

4.7. Perlakuan Modern di Tengah Kearifan Lokal

Pihak Keraton Yogyakarta dari Sultan hingga abdi dalem tidak menutup

mata akan globalisasi. Bantuan yang didapat merupakan sebuah keuntungan agar

KHP Widya Budaya dapat terus memiliki manuskrip yang baik. Meskipun sudah

masuk alat – alat modern, namun yang menggunakan alat – alat tersebut adalah

abdi dalem. Hal yang membuat unik adalah pelaku nya dalam melakukan

konservasi dan restorasi modern yaitu abdi dalem.

Menurut wawancara dengan Pak Rinta terkait dengan alat – alat modern

yang digunakan,

“Kami juga sudah melakukan fumigasi dan membersihkan debu dengan

vacuum cleaner”.

Pak Rinta juga menambahkan,

“Kami melakukan hal tersebut ya karena kalau sekedar di pel atau disapu

kayaknya kurang maksimal, berhubung ada hibah yaudah kami pake

secara maksimal”

Alat – alat tersebut juga harus dikuasai oleh abdi dalem, karena yang wajib

melakukan adalah abdi dalem. Jika ada pekerja yang ingin melakukan pekerjaan

tersebut harus menjadi abdi dalem. Tidak bisa sembarangan orang yang masuk ke

area KHP Widya Budaya terlebih melakukan perbaikan secara langsung terhadap

koleksi – koleksi yang ada. Menurut Pak Puji terkait dengan alat modern yang

harus digunakan abdi dalem adalah,

“Mau nggak mau kami harus bisa. Kami kan belajar. Saya aja mau nggak

mau harus ngerti tentang Picasa dan alat – alat yang berhubungan dengan

digitalisasi.”

Meskipun tidak memiliki latar pendidikan tentang restorasi atau

digitalisasi, namun para abdi dalem dituntut untuk mampu dan dapat bekerja

sesuai proses dan memberi hasil yang baik. Menurut Pak Puji, kebudayaan di

Yogyakarta tidak akan luntur terutama di Keraton Yogyakarta.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

88

Universitas Indonesia

“Kami mampu bertahan dan harus bertahan terhadap budaya luar. Kami

mampu mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli. Jadi

walau ada alat – alat sumbangan dari universitas dari Jerman, tetap aja

kami bisa memberi arahan pada perkembangan budaya.”

Individu dan kelompok masyarakat biasanya menganut nilai sendiri –

sendiri. Bila terjadi pertemuan diantaranya dan satu dengan yang lain Nampak

tidak cocok, maka pihak yang satu biasanya merasa benar dan menyalahkan pihak

lain (Sartini, 20004). Namun yang terjadi di KHP Widya Budaya, jika perlakuan

itu diharuskan dan menurut Universitat Leipzig perlu maka mereka melakukan

dengan hati – hati dengan cara yang sudah dianjurkan.

Restorasi yang dilakukan para abdi dalem di KHP Widya Budaya adalah

mengawetkan kertas dengan kertas washi dan tylose. Proses restorasi tidak

sepenuhnya modern, karena sebagian alat modern yang harus dipakai tetapi tidak

digunakan meskipun alat – alat tersebut memadai.

Bantuan dalam melakukan restorasi diberikan pihak Universitat Leipzig

dengan barter. Pihak Universitat Leipzig berhak melakukan kodikologi dan

membuat katalog manuskrip. Bahan dan alat yang diberikan Universitat Leipzig

juga cukup memadai dan banyak.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.29 Alat untuk Menekan atau Press pada Kertas

Foto di atas merupakan alat penekan kertas atau press kertas. Jika ada

kertas yang direstorasi, untuk menempelkan tisu Jepang atau kertas washi

diharuskan menggunakan alat ini. Namun alat ini sudah tidak terpakai lagi karena

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

89

Universitas Indonesia

menurut abdi dalem yang melakukan restorasi, alat tersebut diasumsikan akan

merusak kertas karena jika dilakukan penekanan yang terlalu keras malah akan

membuat kertas menjadi rapuh.

Untuk mengganti alat tersebut menjadi alat yang lebih ramah terhadap

kertas, maka abdi dalem yang bertugas menjadi petugas restorasi mengganti

dengan penjepit baju, logam yang cukup berat atau gelas yang berisi arklirik yang

cukup berat. Penjepit baju tersebut akan menjepit pinggiran kertasnya saja dan

tidak membuat kertas menjadi panas.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.30 Penjepit Baju

Jika kertas sudah dilapisi oleh kertas tisu Jepang atau kertas washi, maka

kertas tersebut dijepit dan kemudian menggunakan logam berat (lihat foto 4.30)

atau gelas berisi arklirik untuk penahan.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.31 Logam Berat

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

90

Universitas Indonesia

Logam berat tersebut cukup untuk menahan kertas agar merekat pada

kertas washi. Kertas washi yang dipilih adalah tisu yang paling tipis. Tisu tersebut

digunakan untuk memperbaiki kertas. Mereka menggunakan tylose powder atau

gum atau bahan perekat yang dilarutkan dengan air.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.32 Tylose

Pak Rusmandaru yang bertugas dibagian restorasi melakukan pembuatan

tylose dan pencampuran tylose dengan air yang akan direkatkan dengan kertas

tisu.

Beliau menjelaskan roses pembuatan perekat kertas dan washi :

“ Pertama, tylose diambil dari tempat nya kemudian di ambil kurang lebih

sekitar 10 liter , lalu di larutkan air dengan tylose yang sudah diukur terus

diaduk pakai kuas . Setelah saya pindahkan ke tempat yang lebih kecil lalu

ditutup supaya nggak kering.”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.33 Proses Pencairan Tylose

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

91

Universitas Indonesia

Sebelum tylose dibuat, sebaiknya disiapkan kertas washi nya terlebih

dahulu dan kertas manuskrip yang ingin di restorasi. Tylose tidak dapat bertahan

terlalu lama. Tylose mudah kering dan jika kering tidak dapat di urai kembali

menjadi cair.

Tisu yang ingin digunakan, diukur terlebih dahulu. Sebelum digunakan,

kertas washi biasanya diletakan di suatu tempat tersusun agar tidak terlipat atau

tidak basah.

Setelah manuskrip sudah dipersiapkan untuk direstorasi, kemudian siapkan

tisu Jepang yang ingin digunakan. Pertama ukur secara pasti sesuai kertas

menggunakan penggaris dan alasnya yang berguna sebagai pengukur dan

memudahkan untuk pemotongan. Kedua, dilakukan pemotongan washi

menggunakan cutter.

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.34 Pengukuran dan Pemotongan Tisu Jepang

Setelah kertas washi sudah siap digunakan, maka kemudian buat tylose

cair dan memulai proses restorasi pada kertas.

Restorasi yang dilakukan abdi dalem ini sudah cukup rapi. Walau tidak

ada sekolah atau pelatihan khusus, namun mereka mampu melakukan restorasi

dengan baik. Terlebih lagi, sumber daya yang melakukan restorasi hanya 2 orang

dan bukan berasal dari bidang kearsipan atau perpustakaan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

92

Universitas Indonesia

Pak Rusmandari juga menjelaskan dan mempraktikan proses restorasi

pada kertas yang rusak akibat tinta dan juga kertas yang robek :

“Kita samakan dulu washinya dan kertas yang akan dilapisi washi kayak

begini. Kertas tersebut merupakan kertas yang rusak dan akan ditutupi

dengan tisu.”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.35 Restorasi Tahap 1

“Setelah itu rekatkan washi menggunakan tylose yang sudah dicairkan.

Perekatan dilakukan bersamaan dengan penahanan atau press pada kertas

menggunakan logam”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.36 Restorasi Tahap 2

“Setelah melakukan perekatan, kemudian kertas tersebut di satukan dan

ditahan menggunakan penjepit”

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

93

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.37 Restorasi Tahap 3

”Nah,sekarang sudah selesai begini, kemudian dikeringkan dan washi

tersebut akan merekat pada kertas”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.38 Restorasi Tahap 4 / Hasil Restorasi

Pihak Universitat Leipzig memberikan kebijakan khusus dalam

merestorasi koleksi manuskrip. Kebijakan tersebut ditempel di ruang restorasi

agar dapat selalu dilihat petugas restorasi KHP Widya Budaya.

Dalam memberi kuas atau melakukan perekatan, abdi dalem menggunakan

kuas yang beda tergantung pada seberapa kerusakan yang ingin diperbaiki.

Restorasi dilakukan setelah melakukan konservasi. Restorasi

diperpustakaan difahami sebagai cara dalam mengembalikan bentuk naskah

menjadi lebih kokoh. Untuk melakukan restorasi harus melihat keadaan

manuskrip tersebut, karena setiap kerusakan fisik perlu ditangani dengan cara

yang berbeda. Hal ini dikarenakan cara menangani manuskrip yang rusak

memiliki penyebab yang berbeda. Restorasi adalah kegiatan memperbaiki bahan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

94

Universitas Indonesia

pustaka yang rusak hingga kembali kepada bentuk aslinya dengan menggunakan

berbagai macam bahan dan peralatan serta teknik yang sesuai (Teygeler, 2001 :

p.34).

Proses restorasi terhadap manuskrip dilakukan dengan cukup baik.

Restorasi pada koleksi manuskrip di Keraton Yogyakarta perlu dilakukan

sehingga Keraton Yogyakarta masih memiliki wujud asli manuskrip tersebut. Jika

digitalisasi tidak melihat koleksi manuskrip secara nyata, maka dengan melakukan

restorasi paling tidak dapat mempertahankan manuskrip yang jumlahnya tidak

banyak.

Lain hal nya dengan restorasi, penggunaan alat – alat modern yang lebih

sulit adalah proses digitalisasi. Tindakan preventif untuk menjaga dan

melestarikan isi kandungan suatu manuskrip adalah dengan mengalih mediakan

suatu koleksi manuskrip. Alih media yang dilakukan oleh KHP Widya Budaya

awalnya mendapat bantuan dari Perpustakaan Nasional, namun bantuan tersebut

tidak bertahan lama. Bantuan alih media kemudian dilanjutkan oleh Universitas

dari Jerman yaitu Universitat Leipzig. Menurut KRT Rinta Iswara,

“Universitas ini memberikan bantuan alih media dan juga restorasi. Semua

hasil dari alih media dan restorasi akan menjadi milik Keraton Yogyakarta

dan sebagian hasil digitalisasi akan menjadi milik Universitat Leipzig.”

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.39 Proses Digitalisasi Manuskrip

Keraton Yogyakarta melakukan perjanjian dalam penanganan naskah kuno

dengan Universitat Leipzig 6 bulan yang lalu (terhitung dari Januari 2012).

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

95

Universitas Indonesia

Sebelum nya, Universitat Leipzing pernah melakukan digitalisasi di Aceh

terhadap naskah-naskah yang ada di UIN Aceh. Setelah Proyek Aceh yang selesai

pada akhir 2010, Leipzig University, berkerja sama dengan Keraton Jogjakarta,

UIN Jogjakarta, dan Manassa, akan melanjutkan proyek sejenis untuk koleksi

naskah Keraton Jogjakarta dan Surakarta (http://www.manassa.org, 2009)

Sebelum ada bantuan untuk melakukan digitalisasi, biasanya abdi dalem

melakukan konservasi dengan menulis ulang, menyalin atau mengalih aksarakan

dari bahasa Jawa kuno ke bahasa latin.

Pertama, koleksi manuskrip dipilih yang mana yang penting untuk

dialihmediakan. Alih media proses alih media ke digital memiliki prioritas.

Menurut Seadle (2004 : p119), prioritas penting untuk memilih alih media ke

dalam bentuk digital bahan pustaka terlihat dari tiga kriteria, yaitu :

4. Apakah bahan pustaka merupakan bahan pustaka yang rusak dan berharga

5. Apakah prosedur digitalisasi bahan pustaka ini sesuai dengan standar yang

ada

6. Apakah hak cipta memberikan akses untuk tujuan pendidikan dan

penelitian

Jika ada manuskrip yang sudah dikonservasi, maka manuskrip tersebut

yang didahulukan agar masih dapat dialihmediakan. Kemudian, isi manuskrip

tersebut di scan per lembar dan dimasukan ke dalam dokumen komputer yang

nantinya akan dikirim ke Universitat Leipzig atau diprint membentuk buku.

Untuk menyimpan dokumen yang berformat JPG dan PNG, mereka

mengolah menggunakan Picasa2. Picasa2 merupakan software untuk menyimpan

gambar dan mengedit gambar. Picasa2 dipilih karena lebih mudah dalam

mengoperasikannya. Orang yang melakukan proses digitalisasi tetap abdi dalem.

Abdi dalem yang bertugas adalah Pak Puji atau R.Ry Widyahadibrata. Pak Puji

terlihat piawai menggunakan computer. Keterbiasaan melakukan proses

digitalisasi membuat Pak Puji tidak merasa kesulitan. Meskipun terjadi kerusakan

teknik, namun sejauh ini kerusakan tersebut dapat diatasi.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

96

Universitas Indonesia

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.40 Hasil Digitalisasi

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 2012

Foto 4.41 Hasil Alih Media Berbentuk Buku

Melalui pelatihan proses alih media yang sebentar, abdi dalem yang

melakukan tugas tersebut dapat melalukan dalam kurun waktu yang cukup cepat

dan dilakukan dengan baik. Terbukti dari hasil alih media nya. Foto diatas

merupakan foto digitalisasi buatan abdi dalem. Hasilnya cukup memuaskan

meskipun masih ada beberapa tulisan yang tidak terlihat.

Para abdi dalem menyadari betul akan pentingnya manuskrip-manuskrip

tersebut dilestarikan. Melakukan preservasi tidaklah cukup, namun perlu adanya

konservasi secara tradisional maupun alih media secara modern yaitu digitalisasi

sebagai tindakan preventif.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

97

Universitas Indonesia

Berdasarkan wawancara dengan Pak Puji, Pak Puji mengatakan

“…. sampai saat ini, koleksi manuskrip yang sudah didigitalisasi sudah

mencapai 270 buah.”

Dengan memanfaatkan teknologi alih media atau digitalisasi secara tepat

dan cermat kita optimistis bahwa warisan budaya bangsa akan terhindar dari

kerusakan, kepunahan, dan dirampas oleh pihak-pihak lain yang tidak

bertanggung jawab. Berdasarkan penelitian, abdi dalem yang bertugas dalam

melakukan proses digitalisasi sudah cukup baik. Abdi dalem tersebut melakukan

proses digitalisasi seperti para profesional. Abdi dalem tersebut juga mengerti

bagaimana cara menggunakan software dan dapat menangani masalah apabila

terjadi masalah pada komputer atau software tersebut.

Beberapa keunggulan format digital diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, long distance service, artinya pengguna dapat menikmati layanan

sepuasnya, kapanpun dan dimanapun. Kedua, akses yang mudah. Akses lebih

mudah karena pengguna tidak perlu mencari di katalog dengan waktu yang lama.

Ketiga, murah (cost efective). Mendigitalkan koleksi perpustakaan lebih murah

dibandingkan dengan membeli buku. Keempat, mencegah duplikasi dan plagiat.

Format digital lebih aman, sehingga tidak akan mudah untuh diplagiat. Bila

penyimpanan koleksi perpustakaan menggunakan format PDF, koleksi

perpustakaan hanya dapat dibaca oleh pengguna, tanpa dapat mengeditnya.

Kelima, publikasi karya secara global. Karya-karya dapat dipublikasikan secara

global ke seluruh dunia dengan bantuan internet.

Dengan adanya koleksi yang didigitalisasi, diharapkan dapat menjadi

informasi yang dapat dimanfaatkan secara luas dan umum. Hasil alih media juga

dapat digunakan masyarakat umum karena tidak menggunakan manuskrip yang

asli yang sudah rapuh. Alih media juga membuat diversifikasi bentuk dan layanan

bahan pustaka karena kemampuannya dalam menampilkan secara lebih menarik,

halaman tak terbatas, portabel, interaktif dan tahan lama. Alih media digital pada

saat ini menjadi suatu fenomena baru yang mulai banyak diperhatikan dan

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

98

Universitas Indonesia

dibutuhkan dalam penyebaran informasi maupun pelestarian informasi itu sendiri,

sehingga akses informasi menjadi cepat dan efisien.

Alih media digital terutama bahan dokumen tercetak merupakan dasar

dalam membangun suatu koleksi digital yang nantinya akan dapat dipergunakan

untuk berbagai macam keperluan akses informasi maupun penyebaran informasi.

Seharusnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dan Arsip

Nasional ikut membantu secara konsisten dalam melakukan preservasi dan

konservasi, karena manuskrip Keraton Yogyakarta termasuk naskah nusantara

yang akan menjadi sumber informasi sejarah di kemudian hari. Jika PERPUSNAS

dan ARSIPNAS turut membantu, maka akan membantu kondisi manuskrip yang

ada di Keraton Yogyakarta.

Dalam perjalanannya, budaya nusantara baik yang masuk kawasan istana

atau diluar istana, tidak statis. Ia bergerak sesuai dengan perkembangan jaman.

Dengan adanya kontak budaya, difusi, assimilasi, akulturasi sebagaimana

dikatakan sebelumnya, Nampak bahwa perubahan budaya di masyarakat akan

cukup signifikan (Sartini dalam Menggali Kearifan lokal, 2004). Globalisasi

nampaknya tidak dianggap momok oleh pihak Keraton Yogyakarta dan abdi

dalem yang melakukan pelestarian terhadap manuskrip di KHP Widya Budaya

tampak siap dengan berbagai kemajuan teknologi. Alat – alat yang modern

tersebut juga memiliki hal positif bagi manuskrip. Disamping itu, perspektif

mengenai perubahan yang terjadi juga menjadi peluang tersendiri untuk

menelusuri pengaruh lintas budaya dan globalisasi.

KHP Widya Budaya menerima adanya perubahan terhadap beberapa

proses pelestarian. Meskipun segala hal baru yang masuk tetap disaring terlebih

dahulu, namun antara budaya kearifan lokal dan hal modern tetap bisa seimbang.

Pihak Keraton Yogyakarta sudah cukup bijak melihat adanya difusi budaya

modern dan tetap berusaha melestarikan kearifan lokal yang ada. Tanpa

meninggalkan mitos – mitos, regili dan kebudayaan yang tercermin dalam ritual,

abdi dalem di KHP Widya Budaya berusaha mencampur dua kebudayaan yang

berbeda tersebut.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

99 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di lapangan, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Manuskrip Keraton Yogyakarta dikelola oleh abdi dalem yang tidak

mempunyai latar belakang pendidikan maupun pelatihan

kepustakawanan. Dengan demikian para abdi dalem tesebut tidak

mempunyai pengetahuan untuk mengelola sebuah perpustakaan. Tidak

adanya pendidikan mengenai perpustakaan tidak menghentikan proses

pemeliharaan manuskrip di Keraton Yogyakarta. Proses tersebut tetap

dilakukan berdasarkan kearifan lokal.

2. Ruang penyimpanan manuskrip masih belum memiliki suhu yang ideal

karena tidak adanya alat pendingin atau alat pengatur suhu udara,

namun terkadang sudah mencapai kelembaban ideal seperti yang

ditetapkan oleh IFLA.

3. KHP Widya Budaya tidak mendapat bantuan pemeliharaan manuskrip

dari Perpustakaan Nasional maupun Arsip Nasional secara konsisten,

namun ada satu program lembaga pendidikan yang sedang berjalan

yaitu program bantuan dari Universitat Leipzig, Jerman

4. Pihak Keraton Yogyakarta maupun abdi dalem menerima adanya

perkembangan budaya dengan pengaplikasian alat – alat modern yang

merupakan bantuan dari lembaga luar keraton.

5. KHP Widya Budaya Keraton Yogyakarta tetap eksis hingga kini

dengan cara kearifan lokal yang ada.

Sebagai tindak lanjut dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat

dilakukan yaitu :

1. Para abdi dalem harus lebih memerhatikan suhu maupun kelembaban

udara pada ruangan karena dua hal tersebut merupakan inti dari setiap

kerusakan. Kerusakan yang disebabkan suhu dan kelembaban udara

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

100

Universitas Indonesia

dapat berdampak bagi kerusakan lainnya. Diusahakan untuk membuat

suhu udara dan kelembaban udara pada ruangan menjadi ideal atau

sesuai standar yang ditetapkan yaitu suhu udara sekitar 20o - 22

o

celcius dengan kelembaban udara sekitar 40% - 45%

2. Kearifan lokal perlu dipertahankan, namun ada baiknya jika ruangan

diberikan pendingin ruangan agar suhu ruangan bisa dikendalikan dan

dapat memudahkan abdi dalem untuk melakukan tugas perawatan

manuskrip

3. Perlu adanya bantuan dalam bentuk anggaran secara konsisten agar

mempermudan proses preservasi dan konservasi, khususnya pihak

pemerintahan dalam hal ini Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

dan Arsip Nasional terhadap pelestarian manuskrip karena manuskrip

termasuk benda cagar budaya yang wajib dilestarikan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

101 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, O. (1999). Preservation of Art Object and Library Materials. New Delhi:

National Book Trust.

Cresswell, J. W. (2010). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dureau, J., & Clements, D. (1990). Dasar - Dasar Pelestarian dan pengawetan

Bahan Pustaka . Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Endraswara, S. (2003). Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta : Cakrawala

Endraswara, S. (2006). Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Fathurahman, Oman (2009). Digitalisasi Naskah Indonesia. Dari

http://www.manassa.org/main/sb/index.php?detail=20091230093750 .

Diakses pada Maret 10,2012.

Fuad Hassan, “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia” ,

Dari http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm.

Diakses pada Maret 10,2012.

Garjito. (1991). Preservation and Conservation of Library Materials in Tropical

Countries with Particular Reference to The National Library of Indonesia.

Harvey, R. (1993). Preservation in Libraries : A Reader . London: Bowker.

Kerajaan Nusantara. Dari Kerajaan Nusantara: http://kerajaannusantara.com/id/Yogyakarta-

hadiningrat. Diakses pada Februari 18, 2012

Kumar, A. S. (2009). Preservation of Library Materials: Problems and

Perspective. DESIDOC Journal of Library & Information Technology, 37-

40.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

102

Universitas Indonesia

Razak, M. (1992). Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip . Jakarta: Program

Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip.

Razak, M. (1995). Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta:

Perpustakaan Nasional RI.

Saksono, Ign, Gatut dan Djoko Dwiyanto. (2012). Keselamatan dalam Budaya

Jawa. Yogyakarta : Ampera Utama

Saksono, Ign, Gatut. (2007). Paranormal, Peran dan Tanggung Jawab Moralnya.

Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara

Sartini (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Dari

Balipos: http://balipos.co.id. Diakses pada Maret 20,2012.

Sedyawati, E. (2010). Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah.

Jakarta: Rajawali Pers.

Spradley. (1979). The Etnographic Interview. California : Wadsworth Publishing

Company

Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia.

Sulistyo-Basuki. (1991). Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta: Gramedia.

Susetyo, Tamara (2008).Selamatkan Manuskrip dengan Kearifan Lokal. Dari

http://www.kompas-online.com. Diakses pada Maret 20, 2012.

Undang Undang Republik Indonesia : Cagar Budaya. (2010). Indonesia.

Wibiaksa (2011). Analisis Serat Ambiya. Dari

http://wibiaksa.blogspot.com/2011/01/analisis-serat-ambiya-jilid-halaman.html. Diakses

pada Maret 15, 2012 .

Yudha,Asep. Ragam dan Unsur Spiritualitas pada Ilustrasi Naskah Nusantara

1800-1900an. Dari http://asepyudha.staff.uns.ac.id . Diakses pada Maret

10, 2012.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

1

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Bukti Fisik Manuskrip melalui Pemeliharaan Berdasarkan Kearifan

Lokal

Foto Sampul Manuskrip dalam Kondisi Baik

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 20120

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 20120

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

2

Universitas Indonesia

Foto Kertas Pada Manuskrip dalam Kondisi Baik

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 20120

Sumber : Dokumentasi Larasati, Januari 20120

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

3

Universitas Indonesia

Lampiran 2. Wawancara Etnografi

E : etnografer

R : Pak Rinta

Wawancara Analisis dan Interpretasi

E : Selamat siang, Pak.

R : Selamat siang. Namamu siapa?

E : Saya Laras,Pak. Mau Tanya – Tanya

nih pak tentang manuskrip disini

sekalian car a pelestariannya

R : Iya tanyakan apa?

E : sebelumnya saya mau tanya tentang

abdi dalem disini pak.

R : saya jelaskan mudah – mudahan

informasinya terpenuhi. Jadi abdi dalem

itu adalah kepuasan hati bagi paa abdi

dalem. Mereka bersedia mengabdi

bahkan mereka tidak melihat

bayarannya. Para abdi dalem

mendapatkan gelar dari keraton dan

mendapatkan pendidikan. Hal ini untuk

menandakan bahwa mereka adalah benar

– benar abdi dalem keraton yang

memahami segala adat dan peraturan

keraton.

Tutur kata dan cara bicara sangat ke

jawaan dalam arti dengan aksen jawa.

Pak rinta tampak berusaha ramah dan

menjelaskan informasi yang ada.

E : terus pak kalo mau jadi abdi dalem

gimana pak? Ada yang minta atau dia

menawarkan sendiri atau seperti

lowongan pekerjaan itu

R : (pak Rinta tertawa kecil). Yaaaa..

Bagi para abdi dalem, mengabdi pada

Pak rinta terlihat sangat menguasai

seluk beluk keraton dan tentang abdi

dalem. Beliau menjelaskan panjang

tentang abdi dalem

Pertanyaan ini berusaha didapat

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

4

Universitas Indonesia

keraton adalah panggilan jiwa. Menjadi

abdi dalem akan mendapatkan berkah

dari keraton, baik berkah dalam

kehidupan, rezeki, anak dan lainnya, ya.

Jadi ikhlas saja

E : tapi rata – rata yang jadi abdi dalem

udah pada tua ya pak?

R : ada yang masih muda tapi nggak

sebanyak yang tua. Mungkin kan

pemikiran juga berbeda.

jawabannya agar etnografer dapat

melakukan posisi yang sama seperti

abdi dalem yang melakukan penelitian

E : Pak, kok perpustakaan widya budaya

ini bukan untuk umum? Saya liat ada

tulisan dilarang masuk.

R : Iya, karena kalo dibuat untuk umum

nanti takut ada manuskrip yang ilang

atau buku yang ilang atau tempat jadi

kotor. Kalo bisa sih ruangan ini selalu

bersih

E : oia bener ya pak. Kan manuskrip itu

rentan jadi harus dalam keadaan bersih

biar nggak rusak

R : ya begitulah. Kadang juga suka ada

orang yang iseng – iseng ambil

Beliau berusaha menjelaskan tentang

kebiasaan buruk pengunjung namun

dengan cara yang sopan. Pak Rinta

juga menunjukan ketakutannya jika

ada manuskrip yang rusak karena

terlihat beliau sangat menghormati

semua benda yang ada di keraton

E : oia ya pak, abdi dalem yang disini

tenaga professional semua atau nggak

pak?

R : ya nggak juga.latar belakang kami

beda – beda. Itu yang di situ namanya

pak pitaya dia itu orang BPAD yang

ditugaskan membantu preservasi

Pak Rinta terlihat lebih komunikatif

dan menggunakan bahasa yang tidak

terlalu formal. Bahasa jawanya masih

sering terdengar.

Pak Rinta terlihat apa adanya dalam

menjawa pertanyaan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

5

Universitas Indonesia

manuskrip disini, tapi ya dia juga harus

jadi abdi dalem supaya bisa ikut bekerja

disini

E : ooo,jadi semua nya yang bekerja

disisni itu abdi dalem. Nggak ada orang

luar pak?

R : nggak ada. Lah wong yang ngepel

juga abdi dalem.

E : Pak, kalo disini manuskripnya jenis

apa aja?

R : Manuskrip Yogya tercatat dalam

daluang. Jadi bahannya ya hanya itu.

Ropak,lontar atau tembaga sudah tidak

ada. Nah buku itu ditulis sejak HB V-8.

Kebanyakan berupa babad, ya. Dan

tertuang dalam macapat atau tembang.

Yaaaa,seperti puisi. Jadi bukan dalam

bentuk prosa, ya. Seperti puisi, ya.

Kebanyakan manuskrip disini bukunya

tebal – tebal. Dan nanti tak kasih liat,ya.

Dan ada juga yang sudah di alih

aksarakan ada yang belum, ya.

E : ooo,kalo alih aksara ada yang bantu

nggak pak?

R : Yo ada. Kan ada lembaga yang

dengan seizin Sultan yang mau dengan

ikhlas membantu.

E :Jadi mereka secara suka rela,Pak?

R : Iya dong. Wong ra ono anggaran.

E : Pak alih aksara itu ke bahasa

Indonesia?

Pak Rinta menjelaskan tentang

manuskrip yang ada di keraton dan

beliau juga bertanya dengan pak

pitaya.

Pak Rintya memancing pertanyaan

yang membuat Pak Rinta menjawab

the grand tour question “saya ingin

observasi dan berpartisipasi pak dalam

pelestarian manuskrip. Ya sambil liat –

liat koleksi manuskrip juga boleh pak

atau ukur keasaman nya dan lain –

lain. Saya juga mau ukur suhu supaya

semua ada korelasi antara perlakuan

dengan hasilnya”

Pak Rinta selalu menegaskan kata

tradisional karena pewatan yang

dilakukan apa adanya.

Pak Rinta berusaha menjelaskan

tentang kenalaran hal mistis namun

ada sedikit gap antar budaya yang

terjadi. Antara budaya modern dan

budaya jaman dulu

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

6

Universitas Indonesia

R : bukan loh, alih aksarakan jadi tulisan

latin lagi bukan tulisan jawa lagi.

E :terus penyimpanan nya?

R : ya disini masih tradisional. Jangan

dibandingkan ditempat lain.

Penyimpanan nya aja di lemari kayu.

E : kayu apa pak?

R : jati ada cendana juga mungkin ya.

Yang penting jangan yang cepet

dimakan rayap

E : Jadi masih tradisional banget ya pak

ya?

R : yaiya tradisional. Tapi disini sudah

ada fumigasi. Fumigasi toh yo mas

Pitaya? (bertanya dengan abdi dalem

lainnya)

Pitaya : Inggih fumigasi

R : Tapi ini bantuan dari luar keraton.

Mbak ini disini inginnya bagaimana

mbak? Apa mau liat manuskrip aja apa

mau liat apanya?

E :saya ingin observasi dan

berpartisipasi pak dalam pelestarian

manuskrip. Ya sambil liat – liat koleksi

manuskrip juga boleh pak atau ukur

keasaman nya dan lain – lain. Saya juga

mau ukur suhu supaya semua ada

korelasi antara perlakuan dengan

hasilnya

R : ya kebanyakan ya ini tradisional.

Dengan akar wangi atau kapur barus.

Tapi kapur barusnya juga nggak

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

7

Universitas Indonesia

bertahan lama juga sih

E :Ada kimianya juga kan ya pak kapur

barus

R : Iya,kertasnya juga jadi kuning saya

juga nggak tau itu dari kapur barus atau

apa toh

E : ada hal mistis nggak sih pak disini?

R : begini dek, benda benda dikeraton

ada benda benda yang biasa ada juga

benda – benda yang dikeramatkan

E : oh, kayak benda pusaka pak?

R : ya nggak pusaka tok. Benda pusaka

juga rata – rata disimpan ditempat

sultan. Itu nggak boleh dilihat orang

bahkan abdi dalem. Pokoknya sultan

saja lah. Tapi kalo dibersihkan atau

sudah dibersihkan ya boleh kami liat

E : maksudnya kami tu abdi dalem nya

atau umum?

R : ya abdi dalem saja

E : benda pusaka atau benda keramat itu

apa pak?

R : namanya suryo rojo. Itu isinya ajaran

– ajaran tentang kesultanan.

E : Saya mau foto boleh nggak pak?

R : wah nggak bisa mbak, tapi coba deh

ada nggak ya fotonya disini. Ono yo as

yo (bertanya dengan abdi dalem

lainnya).

Lalu abdi dalem tersebut mencari foto

manuskrip tersebut namun tidak

ditemukan.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

8

Universitas Indonesia

R : nggak ada mbak fotonya, tapi sama

kok mba dengan manuskrip lain.

E : kalo perawatan kayak preservasi

konservasi gitu pak itu gimana cara nya?

R : disini itu setiap mau dibersihin itu

harus ada ritual caos sedahar. Ya itu

seperti adat lah.

E : itu gunanya untuk apa pak?

R : saya juga sulit untuk

menyambungkan ke nalar setiap orang.

Tapi disini yakin setiap benda ada yang

punya atau yang nungguin

E : oo,saya juga percaya sih pak.

Ibaratnya setiap rumah aja punya

penunggunya.

R : Iya, makanya disini kita ada ritual

namanya caos sedahar.

E : caos sedahar itu kayak apa pak?

R : begini nih. Mas,mas tolong tunjukin

mbak nya alat – alatnya menyan sama

sajennya (berbicara dengan abdi dalem

lainnya dengan bahasa jawa). Nah, jadi

ini nih pertama – tama siapkan arang –

arang begini. Arang ini nanti akan

dicampur dengan menyan suapaya

wangi. Ini ada bunga sama buah. Bunga

itu harus kalo di sajen. Yang namanya

sajen mesti ada bunganya.

E : habis itu diapain lagi pak? Ini

memang selalu dilakukan atau gimana

pak?

R : yah dilakukan nya setiap selasa

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

9

Universitas Indonesia

kliwon. Setiap jam 10 sampe jam 12 ya.

Yang melakukan juga ganti – gentian.

E :kenapa harus selasa kliwon?

R : ya memang baiknya hari itu. Kita

kan nggak bisa jelasin alesan atau latar

belakangnya.memang hari baiknya

begitu loh

E :terus setelah itu diapain pak?

R : nah, ini nanti dikeluarin manuskrip –

manuskripnya. Terus setelah itu

dibungkus. Ini ada yang pake kain

kuning begini.

E : oo,ini halus ya pak?

R: iya mungkin ini kayak sutra kali ya?

E :mungkin pak. Kok tapi ini beda ya

sama yang satu lagi

R: oh,yang kertas ini untuk yang lebih

kecil sama yang biasa aja kan kalo al-

quran atau yang lain yang lebih besar

sama yang lebih lama dibungkusnya

pake ini (nunjuk bahan kain)

E : ini kenapa warna kuning pak?

R : ya nggak tau juga sih ya. Yang

penting terhindar dari serangga.

E : Pak Rinta, saya ada liat bantalan

busa. Yang kayak warna hijau itu pak

R : oh itu, kalo itu untuk baca

manuskrip. Begini, pakai bantalan busa.

Tapi dalemnya bullet – bullet. Mungkin

ada penghalang serangganya atau

mungkin biar manuskrip nggak rusak.

Ini yang dinamakan etika ya. Kita harus

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

10

Universitas Indonesia

menghormati etika itu. Manuskrip ini

kan benda pusaka jadi harus dihargai.

E :oj,jadi sebenernya biar nggak rusak

yah pak? Jadi kalo dibuka nggak

langsung kebuka semua. pak kalo

peralatan modernnya itu ada apa aja sih?

R : kan tadi ada fumigasi ya. Tapi itu

dilakuin selama 1 tahun sekali.

E : itu bantuan?

R : iya. Terus ini ada penghisap debu

atau vakum cleaner. Kami melakukan

hal itu karena kalo sekedar dip el atau

disapu kayaknya kurang maksimal,

berhubung ada hibah yaudah kami pake

secara maksimal

E : memangnya bantuan dari mana aja

sih pak?

R : dari universitas Leipzig. Sebetulnya

pernah ada bantuan dari UIN. Dari pnri

juga pernah tapi nggak konsisten.

Universitas jerman ini member bantuan

alih media dan restorasi. Semua hasil

alih media dan restorasi akan menjadi

milik Keraton Yogyakarta dan sebagian

hasil digitalisasi akan menjadi milik

universitat Leipzig.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

11

Universitas Indonesia

E : Etrnografer

PA : Bapak Pitaya

PI :Bapak Puji

RU : Bapak Rusmandaru

Wawancara Analisis

E : selam siang pak pitaya.

PA: Siang mbak, dengan mbak laras ya

tadi?

E : Iya pak.

PA : mbak, mau liat – liat sekeliling?

E : boleh pak. Saya mau liat dari sistem

penyimpanan, hal yang abdi dalem

lakuin sampe temperature – temperature

nya ya pak?

PA : boleh.

E : pak tapi saya ,mau tanya pandangan

pak pitoyo tentang abdi dalem

PA : abdi dalem itu menurut saya orang

yang bener – bener mengabdi di

keraton. Setiap warga Yogyakarta ingin

sekali menjadi abdi dalem keraton

dengan tulus. Bahkan dengan gaji

sekitar 15000 sampe 80000. Ini nih

saya kasih liat daftar gajinya

(menunjukan daftar gaji ke saya)

E : wah pak, kenapa murah banget ya

pak?

PA : ya namanya juga ngabdi. Jadi

keraton ini ibaratnya satu Negara ya.

Jadi kami-kami ini ya pegawainya. Tapi

Pak Pitaya menjelaskan tentang abdi

dalem namun jawabannya lebih

berstruktur.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

12

Universitas Indonesia

kebetulan kami kerja ya sukarela. Dan

ya kerja juga dengan alat atau fasilitas

seadanya

E : kayak preservasi konservasi ini ya

pak?

PA : ya untuk preservasi sama

konservasi masih pake tradisional ya.

Tapi kalo restorasi ibaratnya kami ingin

mengembalikan kebentuk asli ya sudah

kami pake yang modern. Kebetulan

12ana da bantuan dari universitas dari

jerman. Sini mbak mau liat apa nanti

saya keluarin

E : saya mau liat contoh – contoh

manuskrip dari kondisi yang paling

bagus sama yang rusak banget pak.

PA : (pak pitoyo mengeluarkan 6

contoh). Ini al-quran. Bagus ya?ini pake

prada.motif nya ini nih,suka dipake.

Belakangan ini dipake untuk undangan

nikahan keluarga sultan

E : kalo untuk menyentuh ini atau

melihat lihat boleh pak?

PA : kan sudah caos sedahar tadi. Boleh

saja asal jangan difoto.

E : terus ini apa pak? Kok bahannya

beda?

PA : mungkin itu yang mbak pegang

dari kertas eropa. Ini ada yang daluang

ada yang kertas eropa. Ini bedanya

disini.diseratnya

Pak pitaya sedikit memberikan

gambaran tentang perlakuan khusus.

Pak pitaya juga terlihat mndeskripsikan

secara jelas tentang manuskrip.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

13

Universitas Indonesia

E : berarti preservasinya gimana pak?

PA : ya disamakan. Ini yang paling

rusak ni

E : ini bahan apa pak?

PA : ini kertas eropa. Sayang sih kalau

begini.

E :baik deh pak, nanti saya coba

identifikasi. Saya tarok dimeja dulu ya

pak. Nggapapa kan pak?

PA : yaudah boleh.tapi jangan difoto

ya.

E: iya pak. Kalo perawatan naskah itu

hanya sebatas pemberian caos sedahar

saja atau gimana pak?

PA : sebenernya cara mengatur lampu,

pembukaan jendela juga sudah cukup

membantu sih ya. Memang berdampak

sih,terlihat kok. Saya juga memantau

ruangan ini, jadi kalo sudah agak

lembab saya buka aja jendelanya. Kan

takut manuskrip jadi asam ya mbak

E : bapak sepertinya ngerti sekali ya

pak?

PA : ya, mungkin karena sudah

kebiasaan ya mbak. Saya juga

perhatikan secara berkala, saya periksa

terus menerus. Ada dampak apa untuk

manuskripnya. Kan begitu.

E : jadi walau nggak ada alat –alat

canggih tapi tetep bisa terjaga ya pak?

PA : ya saya maunya begitu. Makanya

Pak pitaya terlihat mengerti tentang

cara teknis dalam melakukan perawatan

terhadap manuskrip

Pak Pitaya juga memancing pertanyaan

untuk melakukan mini grand tour

question

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

14

Universitas Indonesia

saya coba rawat. Yaa paling tidak saya

ngerti sedikit sedikit tentang ini karena

saya kalo di BPAD juga sedikit belajar

tentang ruangan

PA : kita ke ruang depan sekarang. Mau

liat digitalisasi nggak mbak nya?

E : boleh boleh pak

PA : ini pak puji. Beliau yang suka

digitalisasi. Tapi kadang suka bantu

bantu kegiatan lain juga

PI : mbak. (sambil menyapa dan

mengulurkan tangan untuk salaman).

Lagi neliti ya mbak?

E :iya pak. Buat skripsi nih pak. Mohon

bantuannya ya pak

PI : iya mbak. Insyaallah akan saya

bantu semaksimal saya

E: bapak lagi ngapain nih pak?

PI : oh ini saya lagi digitalisasi mbak.

Kan supaya manuskrip punya

kopiannya ya.

E :ini tugasnya dipilihin atau

bagaimana pak?

PI : ya nggak mba. Bisa pak pitoyo bisa

saya. Kebetulan belakangan ini saya

yang selalu kerjain. Karena saya

sempetnya ini. Jadi yaudah difokusin

satu – satu

E : udah berapa manuskrip nih pak

yang di digitalisasi

PI : saya kurang bisa mastiin mba, tapi

mungkin sampai saat ini, koleksi

Pak puji melakukan jawaban yang

sistematis sehingga etnografer dapat

mengikuti arah pertanyaan. Pak Puji

terlihat cukup menguasai sorfware yang

digunakan dan berusaha menjelaskan

tentang software tersebut meskipun

pengetahuan software tersebut hanya

60% berdasarkan pada apa yang

dipraktekan selama ini.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

15

Universitas Indonesia

manuskrip yang sudah di digitalisasi

sudah mencapai 270 buah.

E : sepertinya bapak udah jago ya pak

pake ini. Ini pake software apa ya pak?

PI : (tertawa kecil). Ya lumayan mbak.

Ini kebetulan picasa terbaru. Yang

kedua. Lebih mudah sih untuk

pemakaiannya. Sebenernya mau nggak

mau kami harus bisa mbak. Kami kan

juga belajar. Saya aja mau nggak mau

ngerti tentang picasa dan alat – alat

yang berhubungan dengan digitalisasi.

E : iya ya pak. Kalo bapak nggak bisa

nanti siapa lagi yang ngerjain.

PI : kami mampu bertahan dan harus

bertahan terhadap budaya luar. Kami

mampu mengintegrasikan unsure

budaya luar ke dalam budaya asli. Jadi

walau ada alat – alat sumbangan dari

universitas dari Jerman, tetep aja kami

bisa member arahan pada

perkembangan budaya.

E : terus ngerjainnya biasanya satu hari

dapet berapa manuskrip pak?

PI : nggak tentu. Tergantung kuatnya

mata saya. Pernah sampe malem

E : sampe mlem pak? Nggak takut pak

malem malem masih disini?

PI : ya, gimana ya. Dibilang nggak

takut tapi juga ada rasa ke khawatiran.

Tapi saya berdoa aja mudah mudahan

nggak ada apa apa

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

16

Universitas Indonesia

E : emang pernah ada kejadian mistis

ya pak?

PA : pernah si yam as puji ya?kalo

nggak salah ada tukang yang abis

nyerut kayu. Terus serbuknya dibawa

pulang. Besoknya dia sakit

PI : pernah juga ada anak yang lagi

datang kesini terus nabrak meja gitu.

Pas balik ke daerahnya, kayaknya jauh

ya mas pitoyo? Di sumatera kayaknya.

Terus kaki nya sakit

E : wah, kok bisa gitu sih pak? Memang

kenapa pak? Itu kayak ada

penunggunya atau gimana sih pak?

PI : kami percaya di setiap titik di

keraton dan setiap benda pasti ada

penunggunya. Semua ini terbukti

dengan adanya kejadian – kejadian

aneh. Kalo nggak asalah pernah ya ada

manuskrip yang kebuka sendiri.

PA : oh itu manuskrip suryo rojo itu loh

mbak. Pernah waktu ditarok disini terus

kebuka sendiri. Dulu waktu manuskrip

suryo rojo diletakan disini, manuskrip

itu kebuka sendiri dan halamannya

bolek balik sendiri. Kami yakin

memang setiap manuskrip punya

penunggunya

E : serem ya pak. Tapi saya penasaran

juga.

PA : nanti kalo penasaran malem –

malem kesini aja. Keliling daerah ini.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

17

Universitas Indonesia

(tertawa besar bersama)

E : kadang hal yang seperti itu jadi

menarik ya pak. Oia pak puji, ini nanti

setelah di digitalisasi terus

dikemanakan?

PI : bisa di save bisa juga di print. Itu

ka nada print tuh. Yang itu.

E : ngomong ngomong bapak nggak

gerah pak? Kan disini nggak ada ac.

PA: yah itulah kelebihan keraton. Kami

sudah terbiasa hidup dalam

kesederhanaan dan serba tradisional

begini.

E : tapi saya suka pak suasana disini.

Teduh, adem, seger, nyaman. Enak pak

rasanya. Saya betah. Apalagi kalau

hujan ya pak? Bau tanahnya enak pak

PA : itu yang restorasi sudah datang.

Mau lihat?

E : boleh pak. Sekalian jalan – jalan liat

– liat sebelum saya periksa semuannya.

PA : mas,saya tinggal dulu ya

(berbicara dengan pak puji)

E : terima kasih pak puji selamat

bekerja. Nanti saya akan ikut partisipasi

mendigitalisasi

Memasuki ruang restorasi terdengan

suara gending dari radio dengan volume

suara yang cukup keras. Namun

kebiasaan tersebut adalah hiburan yang

bisa didapat para abdi dalem

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

18

Universitas Indonesia

PA : nah ini bapak bapak yang juga

abdi dalem

E : wah gendingan ya pak?

R : iya nih mbak, memang setiap hari

begini

E : bapak – bapak ini memang bisa

dalam arti professional atau memang

dilatih atau otodidak?

PA : ya otodidak aja ya

E : kulo nuwon pak. Saya dengan laras

(salaman)

R : monggo mbak. Silahkan dilihat –

lihat

E : wah sepertinya bapak sudah mahir

ya pak

R : ya mungkin karena sudah terbiasa

ya. Jadi ya begini. Saya jadi sedikit

sedikit bisa lama lama bisa beneran

E : bapak itu dulu latar belakang

pekerjaannya apa?

R : saya itu pensiunan dari museum

sono bedoyo mbak.

E :oooo, berarti sedikit berhubungan ya

pak?

R :tapi disana saya nggak begini.

Nggak ngelem ngelem

E : bapak bisa kasih liat cara

restorasinya?

R : kalo ini saya lagi ngelem kertas

jepang ke kertas. Jadi seperti nemambal

begitu mbak. Ini juga ada bahan tylose

Pak Rusmandaru memberikan the

grand tour question. Itu secara mudah

mendeskripsikan hal yang dilakukan

ketika melakukan proses restorasi. Ada

satu lagi ikut melakukan proses

restorasi namun Pak Rusmandaru

tampak lebih ramah dan tidak sibuk.

Pernyataan pak rusmandaru

menciptakan suatu hipotesis bagi

etnografer

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

19

Universitas Indonesia

sebagai perektnya.

E : pertamanya diapakan dulu pak?

R : jadi ini pertama tylose. tylose

diambil dari tempat nya kemudian di

ambil kurang lebih sekitar 10 liter , lalu

di larutkan air dengan tylose yang

sudah diukur terus diaduk pakai kuas .

Setelah saya pindahkan ke tempat yang

lebih kecil lalu ditutup supaya nggak

kering. Kita samakan dulu washinya

dan kertas yang akan dilapisi washi

kayak begini. Kertas tersebut

merupakan kertas yang rusak dan akan

ditutupi dengan tissue. Setelah itu

rekatkan washi menggunakan tylose

yang sudah dicairkan. Perekatan

dilakukan bersamaan dengan

penahanan atau press pada kertas

menggunakan logam. Setelah

melakukan perekatan, kemudian kertas

tersebut di satukan dan ditahan

menggunakan penjepit. Nah,sekarang

sudah selesai begini, kemudian

dikeringkan dan washi tersebut akan

merekat pada kertas.

E: kok pake penjepit pak?

R : ya biar ramah lingkungan terus biar

simple mbak. Kan kalo begini jadi

mudah toh (tertawa ringan)

E: pak kalo kertas tebel itu buat apa?

R : yang mana mbak?

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

20

Universitas Indonesia

E : itu yang dipegang pak pitaya

R : itu buat ngganti sampul yang sudah

rusak sekali mbak. Jadi nanti kan karton

setebel ini dipotong ,mbak. Saya juga

motong nya suka pelan – pelan.

Mayanya sudah nggak awas

PA: itu bisa miring – miring gitu mbak

atau jadi nggak rata. Jangan pake

gunting, pake kater yang begini aja nih

mbak.

E : terima kasih ya pak,besok saya akan

bantuin bapak untuk merestorasi.

PA : (tertawa kecil). Sekedar mencoba

boleh mbak,tapi jangan semuanya.

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA PELESTARIAN MANUSKRIP ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/20299092-S1975-Larasati...dengan menggunakan aksara Jawa pada kertas daluang. Berdasarkan umur suatu manuskrip

21

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Temperatur Udara Pada Saat Penelitian

Tanggal 16

Januari

17

Januari

18

Januari

19

Januari

20

Januari

21

Januari

22

Januari

23

Januari

24

Januari

09.55 29o C 29

o C 28

o C 29

o C 27,5

o C 29

o C 29,5

o C 29

o C 28,5

o C

11.55 30 o C 30

o C 28

o C 29,5

o C 28

o C 29,5

o C 29

o C 29,5

o C 29

o C

13.00 30,2o C 30,5

o C 29

o C 29

o C 28,5

o C 30,2

o C 30,2

o C 30

o C 29,5

o C

05.00 26o C 26

o C 27,5

o C 26

o C 26,5

o C 27

o C 26,5

o C 27

o C 27

o C

Tanggal 16

Januari

17

Januari

18

Januari

19

Januari

20

Januari

21

Januari

22

Januari

23

Januari

24

Januari

09.55 75% 72% 69,5% 68% 64% 74% 70% 60% 69%

11.55 69% 67% 68% 67% 60% 68% 65% 65% 68%

13.00 69% 69% 74% 74% 68% 64% 60% 74% 64%

05.00 75% 72% 70% 75% 75% 75% 72% 67% 69,5%

Waktu

Waktu

Pelestarian manuskrip..., Larasati Purwahyuningtyas, FIB UI, 2012