84
UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA KEGAGALAN PELAKSANAAN LELANG BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM (BMKT) (Suatu Analisis Penerapan Asas-Asas Lelang Pada Pelaksanaan Lelang BMKT) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan RIAMA LUCIANA SIHOTANG 100 67 38 525 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN DEPOK JANUARI 2013 Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

UNIVERSITAS INDONESIA

PROBLEMATIKA KEGAGALAN PELAKSANAAN LELANG BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM (BMKT) (Suatu Analisis Penerapan Asas-Asas Lelang Pada Pelaksanaan Lelang

BMKT)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

RIAMA LUCIANA SIHOTANG

100 67 38 525

FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

DEPOK JANUARI 2013

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Pada kesempatan yang baik ini saya tidak lupa menghaturkan banyak terima kasih kepada Bapak Aloysius Yanis Dhaniarto, SH, LLM., selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan tesis ini, seluruh staf pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indoonesia beserta Ketua dan para staf Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga tercinta dan teman-teman Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan Tahun 2010 yang sangat saya hormati.

Saya menyadari betul bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala saran, kritik dan petunjuk demi perbaikan penulisan tesis ini akan saya terima dengan senang hati.

Akhir kata, harapan saya semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Januari 2013

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

iv

ABSTRAK Nama : Riama Luciana Sihotang Program Studi : Magister Kenotariatan Judul : Problematika Kegagalan Pelaksanaan Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam

(BMKT) (Suatu Analisis Penerapan Asas-asas Lelang Pada Pelaksanaan Lelang BMKT)

Suatu pelaksanaan lelang sudah seharusnya berpedoman pada asas-asas lelang dan memenuhi prosedur umum lelang yang berlaku dalam peraturan lelang. Begitu pula halnya dengan pelaksanaan lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT) hasil pengangkatan dari perairan Laut Jawa Utara Cirebon. Lelang BMKT juga seharusnya berpedoman pada asas-asas lelang dan memenuhi prosedur umum lelang yang berlaku dalam peraturan lelang. Lelang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali pada tahun 2010 terhadap BMKT yang berstatus selain Barang Milik Negara (BMN). Namun, ternyata pelaksanaan lelang tidak berhasil atau tidak ada penawaran. Oleh karena itu, penulis menganalisis permasalahan bagaimana penerapan asas-asas lelang pada pelaksanaan lelang BMKT dan kesesuaian lelang BMKT tersebut dengan prosedur lelang. Dari penelitian, penulis menemukan bahwa dalam lelang BMKT tidak memenuhi asas-asas lelang khususnya asas kompetisi. Beberapa tahapan dalam prosedur lelang tersebut tidak terlaksana secara optimal, khususnya penentuan mekanisme atau strategi penawaran barang dalam lelang, nilai limit, dan uang jaminan penawaran lelang. Dalam penelitian juga ditemukan bahwa besaran nilai limit dan uang jaminan penawaran lelang yang ditetapkan PANNAS BMKT terlalu tinggi. Keterbatasan waktu pelunasan harga lelang juga memberatkan para peminat lelang. Selain itu, penjualan BMKT dalam 1 (satu) lot kiranya juga membatasi peminat lelang karena hanya peminat lelang yang memiliki kemampuan ekonomi besar saja yang dapat mengikuti lelang. Seharusnya Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan BMKT (PANNAS BMKT) selaku penjual memanfaatkan Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, untuk merubah nilai limit dan Pasal 71 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dalam hal pengecualian jangka waktu pembayaran harga lelang. Kata Kunci : Lelang, Benda Berharga Asal Muatan Kapal YangTenggelam

(BMKT), Asas-asas lelang, Prosedur umum lelang.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

v

ABSTRACT Name : Riama Luciana Sihotang Major : Notary Magister Title : The Failure of The Implementation of Valuable

Objects From Sunken Ship Auction (An Analysis Of The Application Of Auction Principles On Valuable Objects From Sunken Ship Auction)

Auctions were supposed to be based on auction’s principles and procedure. Likewise, the implementation of Valuable Objects From Sunken Ship auction excavated from the Java Sea about 90 miles North West from the city of Cirebon. The Valuable Objects From Sunken Ship auction was supposed to be based on auction’s principle and procedure. The Valuable Objects From Sunken Ship which are not categorized as State-owned Goods auctioned 3 (three) times in the 2010. However, these auctions were unsuccesful because nobody participated in auctions. Therefore the writer is interested to analyze the application of auction’s principles and auction’s procedure in those auctions. From the research the writer found that the auction principles in Valuable Objects from Sunken Ship Auction did not fulfilled particularly in competition principle. The several stages in the auction procedure were also not implemented optimally, particularly the determination of auction terms. In addition, this research also found that the values of reserve price and bidding deposit determined by National Committee for The Salvage and Utilization of Valuable Objects from Sunken Ships are too high. A time limitation of auction price was incriminated the person who interested in auction. In addition, the selling of Valuable Objects From Sunken Ship may also limit the person who interested in auction because only people who have much money can participate in auction.The National Committee for The Salvage and Utilization of Valuable Objects from Sunken Ships as a vendor was ought to use Article 38 of The Ministry of Finance Regulation No.93 Year 2010, to change reserve price and Article 71 paragraph (2) of The Ministry of Finance Regulation No.93 Year 2010, to provide more time for purchasers to pay the auction price. Key Words: Auction, Valuable Objects of Sunken Ship, The principles of

auction, Procedure of auction.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

vi

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pernyataan Orisinalitas ................................................................ ii Halaman Pengesahan ..................................................................................... iii Kata Pengantar .............................................................................................. iv Abstrak ............................................................................................................ v Abstract ........................................................................................................... vi Daftar Isi ......................................................................................................... vii Bab I. Pendahuluan ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................ 1 B. Pokok Permasalahan .................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian.......................................................................... 6 D. Kerangka Teori dan Konsep......................................................... 6 E. Metode Penelitian ....................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 9

Bab II. Pelaksanaan Lelang BMKT selain BMN dan Penerapan Asas Lelang ............................................................................................ 11

A. Memahami Lelang ...................................................................... 11 A.1 Pengertian Lelang.............................................................. .. 11 A.2 Dasar Hukum Lelang............................................................ 14 A.3 Fungsi Lelang....................................................................... 15 A.4 Asas Lelang........................................................................... 17 A.5 Klasifikasi Lelang................................................................. 19

A.6 Pemohon Lelang, Peserta Lelang, Pejabat Lelang, dan Risalah Lelang................................................................... 20

A.7 Prosedur Lelang...................................................................... 26 B. Seluk Beluk Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT)......................................................................................... 28 B.1 Latar Belakang Eksplorasi BMKT......................................... 28 B.2 Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (PANNAS BMKT..................................................................................... 31 B.3 Dasar Hukum BMKT................................................................ 34 B.4 Ruang Lingkup BMKT............................................................. 35 B.4.1 BMKT Berstatus BMN.................................................... 36 B.4.2 BMKT Berstatus Selain BMN......................................... 38 C. Lelang BMKT (Berstatus Selain BMN)............................................ 40 C.1 Penerapan Asas-Asas Lelang..................................................... 40 C.2 Prosedur Pelaksanaan Lelang BMKT Selain BMN................... 47 Bab III. Penutup .......................................................................................... 64

A. Simpulan ..................................................................................... 64 B. Saran .......................................................................................... 65

Daftar Pustaka ............................................................................................... 67

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelaksanaan lelang harta karun pada bulan Mei 2010, hasil pengangkatan

benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam di perairan Laut Jawa Utara,

Cirebon, berlangsung tak kurang dari lima menit karena tidak ada peminat.

Pelelangan dilakukan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

(selanjutnya disebut KPKNL) Jakarta III dan terbuka untuk pasar internasional.

Sampai pada saat lelang akan dilaksanakan, tidak ada satupun Peserta Lelang

yang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang, yang berakibat Tidak Ada

Penawaran dan pada akhirnya lelang pun ditutup. Lelang perdana BMKT itu

memang menimbulkan kontroversi bagi beberapa kalangan, di mana mereka

menilai bahwa diadakannya lelang tersebut, hanya mengutamakan kepentingan

ekonomi jangka pendek semata tanpa melihat aspek sejarah artefak yang ada di

dalamnya. Namun, pemerintah berdalih bahwa hasil lelang dipergunakan untuk

pemasukan kas negara dan proses lelang juga telah dilakukan secara terbuka dan

profesional.

Pengangkatan BMKT berawal dari ditemukannya beberapa pecahan keramik

kuno oleh para nelayan yang sedang beroperasi di perairan Laut Jawa Utara

Cirebon. Beberapa pecahan keramik kuno tersebut secara tak di sengaja

tersangkut pada jaring mereka. Berita penemuan keramik dengan cepat menyebar

di kalangan nelayan dan mengakibatkan sekelompok nelayan pemasang bubu

menyelami sejumlah keramik di lokasi kapal karam dan mengambilnya. Hingga

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

2

pada akhirnya berita penemuan benda-benda keramik tersebut sampai ke

perusahaan swasta yang melakukan usaha di bidang pencarian dan pengangkatan

BMKT. 1 Penemuan kapal tenggelam tersebut pada posisi 050 14’ 30” LS, 1080

58’ 25” BT merupakan temuan penting yang membuktikan adanya peranan pelaut

Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan dan

pelayaran pada masa lampau. Kapal diperkirakan berlayar pada kurun waktu

antara 968-971 Masehi dan dibuat dengan menggunakan teknologi tradisi Asia

Tenggara, yang dikenal dengan “teknik papan ikat dan kupingan pengikat”.

Diduga kapal angkat sauh dari salah satu pelabuhan Sriwijaya di Sumatra dan

membawa sejumlah benda berharga, seperti logam (emas, perunggu, besi, dan

lain-lain); batuan (manik-manik, pipisan, dan lain-lain); keramik; kaca; kayu; dan

sebagainya. Adapun keseluruhan muatan kapal diperkirakan mencapai 600-700

m3 dan berat berkisar antara 300-350 ton. 2 Jumlah muatan kapal tampaknya telah

mendekati batas daya muat kapal. Karena kelebihan muatan, dimungkinkan kapal

tenggelam sehingga daya apung berkurang dan mengalami kebocoran.

Kemungkinan lain tenggelamnya kapal, juga diakibatkan karena kapal terkena

badai sehingga tenggelam dalam pelayarannya di musim barat. 3

Mengacu pada penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa benda-benda

berharga yang merupakan muatan dalam kapal yang tenggelam di perairan Laut

Jawa Utara, Cirebon tersebut, memiliki potensi dan manfaat yang besar khususnya

dari segi ekonomi, budaya, dan sejarah. Namun, pengelolaan benda-benda

berharga tersebut belum terlaksana secara optimal baik untuk kepentingan sejarah,

ilmu pengetahuan, budaya maupun ekonomi. Bahkan aset laut tersebut hanya

dinikmati oleh pihak asing saja baik melalui pencurian kekayaan laut maupun

dengan cara eksploitasi yang ilegal serta tidak adil dalam distribusi pendapatan

dan pemasukan ke kas negara.

1 Mundarjito, Laode M. Aksa dan Adi Agung T., “Latar Belakang Eksplorasi,” dalam Kapal Karam

abad ke-10 di Laut Jawa Cirebon (Jakarta: PANNAS BMKT, 2008), hlm. 27-28. 2 Sugiarta Wirasantosa dan Ira Dillenia, “Kapal Nusantara Abad X”, dalam Kapal Karam..., hlm. 81-

82. 3 Kapal tenggelam pada kedalaman sekitar 50 (lima puluh) meter. Lunas (bagian terbawah) kapal

tertanam dalam pasir, di mana lambung kapal pada haluan miring ke kanan dan sebagian dari lambung ditimbuni oleh benda-benda yang meuntah dari dalam kapal. Hal tersebut juga terjadi pada bagian buritan, yang menandakan bahwa kapal yang sarat akan barang muatan tidak tenggelam dalam posisi terbalik. Lihat Mundarjito, Laode M. Aksa dan Adi Agung T., “Latar Belakang Eksplorasi”, dalam Kapal Karam..., hlm. 27.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

3

Benda-benda berharga yang berasal dari semua kapal yang tenggelam di

wilayah perairan Indonesia didefinisikan sebagai Benda Berharga Asal Muatan

Kapal Yang Tenggelam (selanjutnya disebut BMKT). Sebagaimana diatur Pasal 2

ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan

Kapal Yang Tenggelam yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden

Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan

Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (selanjutnya disebut

Keppres No.12/2009), disebutkan bahwa :

“BMKT merupakan benda yang dikuasai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dikelola oleh pemerintah”.

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor

184/PMK.06/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Status Penggunaan dan

Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (selanjutnya

disebut PMK No.184/PMK.06/2009), bahwa yang dimaksud dengan BMKT

adalah :

“Benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun”. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa BMKT memenuhi unsur-unsur

sebagai berikut :

a. Memiliki nilai yang sangat penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan

kebudayaan bangsa Indonesia.

b. Memiliki corak yang khas dan unik; dan

c. Jumlah dan jenisnya sangat terbatas dan langka.

Dalam hal pengelolaan terhadap BMKT, tentunya telah sesuai dan patuh pada

aspek keselamatan dan kaidah arkeologi serta dukungan pengawasan yang baik

dari beberapa instansi terkait. Dari hasil pengangkatan BMKT sebanyak 272.810

buah yang terdiri dari jenis keramik, logam, emas, perak, gerabah, manik-manik,

gading, kayu, dan kaca, kemudian dilakukan pemilihan BMKT untuk ditetapkan

sebagai Barang Milik Negara (selanjutnya disebut BMN) yang merupakan koleksi

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

4

negara dan non koleksi negara sebanyak 976 buah dan sisanya yang siap dijual

sebanyak 271.834 buah. Sisa BMKT tersebut ditetapkan dengan status selain

BMN dan dapat dijual secara lelang melalui Kantor Lelang Negara.

Penjualan BMKT selain BMN secara lelang merupakan keputusan

pemerintah Indonesia yang cukup beralasan, mengingat potensinya yang besar

dan bermanfaat dalam mendatangkan nilai ekonomi bagi negara dan masyarakat.

Begitu pula dengan hasil pengangkatan BMKT yang juga meningkatkan nilai

sejarah, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Dapat ditarik sebuah benang merah

bahwa konsep lelang merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan secara cepat

dan efisien serta adanya perwujudan harga yang wajar. Lelang mampu

memberikan jawaban yang pasti mengenai harga atau nilai suatu barang pada saat

situasi perekonomian tidak menentu serta memberi jawaban yang pasti mengenai

harga atau nilai suatu barang dalam hal subyektivitas seseorang yang berpengaruh

terhadap kualitas barang, kreativitas pembuatan, dan nilai artistik suatu barang. 4

Konsep lelang sudah sepatutnya menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap

pelelangan yang terjadi dengan didukung kepastian pihak-pihak yang terkait

dalam pelelangan dan hak dan kewajiban dari pihak-pihak seperti Pejabat Lelang,

Penjual, dan Pembeli.

Terkait dengan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, seperti yang telah

diuraikan dalam paragraf sebelumnya bahwa dalam lelang Tidak Ada Peserta dan

Tidak Ada Penawaran. Padahal lelang BMKT selain BMN telah dilakukan

sebanyak 3 (tiga) kali pada tahun 2010. Dengan adanya permasalahan tersebut,

pelaksanaan lelang menjadi gagal atau lelang tidak laku. Kemudian timbul sebuah

tanda tanya terkait dengan kegagalan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

4 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik (Jakarta:

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2005), hlm. 40.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

5

Terdapat berbagai asumsi bahwa kegagalan pelaksanaan lelang tersebut

disebabkan karena besaran Nilai Limit dan Uang Jaminan Penawaran Lelang yang

tinggi. 5 Perlu diketahui bahwa penetapan Nilai Limit dalam lelang tersebut

didasari penilaian oleh tim penilai independen terhadap sejumlah harta karun. Dan

dari besaran Nilai Limit tersebut kemudian ditetapkan besaran Uang Jaminan

Penawaran Lelang. Selain itu, terkait dengan mekanisme atau strategi penawaran

barang, seluruh jenis benda temuan atau harta karun hasil pengangkatan dari

perairan Laut Jawa Utara, Cirebon, dilelang bersamaan. Dengan kata lain, tidak

dijual berdasarkan jenis barang.

Pada prinsipnya, Nilai Limit dan Uang Jaminan Penawaran Lelang serta

penawaran barang adalah bagian penting baik dalam tahap Pra atau Persiapan

Lelang, tahap Pelaksanaan Lelang, maupun dalam tahap Pasca Lelang. Semua

tahapan tersebut merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan

dalam prosedur umum lelang, yang tentunya juga bersumber pada peraturan

lelang yang berlaku. Dengan mematuhi prosedur lelang yang berlaku, diharapkan

lelang dapat menjamin kepastian hukum dan memberi rasa keadilan pada pihak-

pihak yang berkepentingan. Itulah yang membedakan jual beli lelang dengan jual

beli yang lain. Begitu pula dengan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN yang

baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia. Pelaksanaan lelang tersebut telah

dilakukan 3 (tiga) kali, ternyata gagal serta menimbulkan pro dan kontra bagi

beberapa kalangan. Kegagalan tersebut perlu ditinjau dan dianalisis, apakah

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN telah sesuai dengan prosedur umum

pelaksanaan lelang sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan lelang. Dan

apakah ketiga faktor yakni Nilai Limit, Uang Jaminan Penawaran Lelang, dan

mekanisme penawaran barang juga menjadi penyebab tidak berhasilnya

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

5 Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN diakibatkan

beberapa hal, yaitu nilai taksasi sudah tidak berlaku, Nilai Limit terlalu tinggi dan perlu ditinjau kembali, perusahaan sudah tidak dapat membayar biaya sewa gudang Pamulang sebesar USD. 82.000,00 (delapan puluh dua ribu Dolar Amerika), belum ada mekanisme penentuan Balai Lelang swasta atau internasional yang akan digunakan untuk melelang BMKT, dan belum ada ketetapan untuk pembayaran fee jasa Balai Lelang swasta atau internasional. Berdasarkan wawancara Riama Luciana Sihotang dengan Ir. Aris Kabul Pranoto, M.Si. Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Sekretariat PANNAS BMKT), April 2012, pukul 09.30 WIB-12.00 WIB.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

6

Hal penting yang juga tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan lelang adalah

Asas-Asas Lelang. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap pelaksanaan lelang baik

Lelang Eksekusi maupun Lelang Noneksekusi ataupun lelang yang sifatnya Wajib

dan Sukarela, selain mengacu pada peraturan lelang, juga harus mengacu dan

berpijak pada Asas-Asas Lelang. Memang dalam setiap peraturan lelang tidak ada

ketentuan khusus yang mengatur mengenai Asas-Asas Lelang. Akan tetapi jika

Asas-Asas Lelang diterapkan dalam suatu pelaksanaan lelang, dipastikan

memberikan keadilan secara proporsional dan kepastian hukum bagi pihak-pihak

yang berkepentingan dalam lelang. Dalam peraturan perundang-undangan di

bidang lelang dapat ditemukan adanya Asas-Asas Lelang yaitu: Asas

Keterbukaan, Asas Keadilan, Asas Kepastian Hukum, Asas Efisiensi, Asas

Akuntabilitas, dan Asas Kompetisi. Penerapan beberapa Asas Lelang dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN perlu dianalisis terkait dengan kegagalan

pelaksanaan lelang BMKT di Indonesia, misalnya pada Asas Keadilan, perlu

ditelaah apakah rasa keadilan telah terpenuhi bagi setiap pihak yang

berkepentingan dalam lelang BMKT selain BMN. Selain itu, menarik untuk

diteliti mengapa Asas Kompetisi tidak tercapai dalam pelelangan ini.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis bertujuan dan tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Problematika Kegagalan Pelaksanaan

Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT)

(Suatu Analisis Penerapan Asas-Asas Lelang Pada Pelaksanaan Lelang

BMKT)“.

B. POKOK PERMASALAHAN

Berbagai permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN mengakibatkan lelang tersebut tidak berhasil dengan baik. Permasalahan

yang terjadi perlu dianalisis dari beberapa sudut pandang. Oleh karena itu dapat

dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penerapan Asas-Asas Lelang pada pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN?

2. Bagaimanakah pelaksanaan lelang BMKT selain BMN jika ditinjau dari

prosedur umum pelaksanaan lelang?

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

7

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui secara prosedural pelaksanaan lelang BMKT yang

bukan merupakan BMN.

2. Untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN terkait dengan pelaksanaan lelang

tersebut sebanyak 3 (tiga) kali.

3. Untuk mengetahui analisis penerapan Asas-Asas Lelang dan terpenuhinya

Asas-Asas Lelang dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

D. KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Lelang diatur dalam Vendu Reglement (selanjutnya disebut VR) Staatsblad

1908 Nomor 189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Staatsblad 1941 Nomor 3 dan Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190 yang

telah diubah dengan Staatsblad 1930 Nomor 85, dan peraturan-peraturan lain

yang terkait. Dalam VR yang masih tetap digunakan sebagai dasar hukum lelang

itu, disebutkan definisi “penjualan di muka umum” yang merupakan pelelangan

dan penjualan barang yang diadakan di muka umum. Selain VR, terdapat

peraturan lain yang bertujuan untuk mengefektifkan dan mengaktualkan

pelaksanaan lelang yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut PMK

No.93/PMK.06/2010) dan dikemukakan bahwa lelang dilakukan untuk umum

dengan penawaran harga yang semakin meningkat atau menurun, dan terlebih

dahulu diumumkan dalam Pengumuman Lelang. Proses pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN selain mengacu pada peraturan lelang di atas dan peraturan-

peraturan terkait lainnya, juga mengacu pada PMK No.184/PMK.06/2009 yang

menjelaskan bahwa penjualan BMKT selain BMN harus dilakukan secara lelang

melalui Kantor Lelang Negara.

Setiap pelaksanaan lelang tidak terkecuali lelang BMKT selain BMN, harus

memenuhi dan mematuhi setiap prosedur yang berlaku dalam peraturan lelang.

Dalam prosedur lelang pastinya terdapat rangkaian kegiatan yang harus dilalui

yakni mulai dari Persiapan Lelang, Pelaksanaan Lelang, dan sampai pada Pasca

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

8

Lelang. Dengan mematuhi prosedur lelang, penjualan secara lelang memberikan

keadilan, rasa aman, waktu yang cepat dan efisien, perwujudan harga yang wajar,

serta memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam

suatu lelang.

Kerangka teori yang juga digunakan dalam menganalisis permasalahan lelang

BMKT selain BMN adalah penerapan Asas-Asas Lelang dalam pelaksanaan

lelang tersebut. FX. Ngadijarno dan kawan-kawan dalam buku Lelang, Teori dan

Praktik, menjelaskan bahwa terdapat Asas-Asas Lelang yang memang secara

normatif tidak diatur dalam peraturan lelang, yakni sebagai berikut :

1. Asas Keterbukaan merupakan suatu asas yang menghendaki agar dalam

setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan Pengumuman Lelang.

2. Asas Keadilan, dalam hal ini mengandung arti bahwa dalam setiap

pelaksanaan lelang, tidak boleh ada keberpihakan kepada kepentingan satu

pihak sehingga harus terpenuhi adanya rasa keadilan yang proporsional.

3. Asas Kepastian Hukum, merupakan suatu asas yang menghendaki bahwa

dalam setiap pelaksanaan lelang menjamin adanya kepastian hukum bagi

semua pihak.

4. Asas Efisiensi, menghendaki bahwa pelaksanaan lelang dilakukan dengan

biaya yang terjangkau dan waktu yang efisien atau cepat.

5. Asas Akuntabilitas, dalam hal ini, menghendaki agar setiap pelaksanaan

lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang

berkepentingan.

6. Asas Kompetisi, dalam hal ini, setiap pelaksanaan lelang yang terbuka

untuk umum, menghendaki para Peserta Lelang berlomba-lomba untuk

melakukan penawaran harga guna mendapatkan barang yang diinginkan.

Jika asas-asas tersebut diterapkan dalam proses pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN, diharapkan lelang dapat memberikan rasa keadilan yang

proporsional bagi setiap pihak, keteraturan, dan ketertiban dalam lelang.

Seyogyanya pelaksanaan lelang BMKT selain BMN tidak hanya bersandar pada

peraturan lelang pada umumnya dan peraturan BMKT pada khususnya namun

juga harus berpijak pada Asas-Asas Lelang. Memang tidak ada peraturan khusus

yang mengatur tentang Asas-Asas Lelang, akan tetapi dapat dikatakan bahwa

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

9

Asas-Asas Lelang merupakan ukuran, dasar maupun pedoman bagi setiap

pelaksanaan lelang tidak terkecuali pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

E. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan tesis ini

adalah sebagai berikut : 6

1. Sifat

Dari sudut sifatnya, penulis menggunakan penelitian eksplanatoris yang

bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu

permasalahan.

2. Tujuan

Dari sudut tujuannya, penulis menggunakan penelitian fact finding dan

problem identification. Dalam hal ini, penelitian fact finding merupakan

penelitian yang bertujuan untuk menemukan fakta tentang suatu

permasalahan yang diambil. Sedangkan, dalam penelitian problem

identification, permasalahan yang ada diklasifikasi, sehingga memudahkan

proses analisis dan pengambilan kesimpulan.

3. Ilmu yang dipergunakan

Dalam hal ini, dari segi ilmu yang dipergunakan, tipe penelitian yang

diterapkan adalah penelitian inter disipliner, yang menggabungkan

beberapa disiplin ilmu yang saling berkaitan dengan topik penelitian dan

melengkapi satu sama lain.

Dalam hal memperoleh data, penulis menggunakan data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informan

atau nara sumber, terkait dengan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

Untuk data sekunder diperoleh dari kepustakaan yang mencakup : 7

1. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang mengikat. Terdiri dari bahan hukum yang

berasal dari peraturan perundang-undangan seperti VR yang dimuat dalam

Staatsblad 1908 Nomor 189 sebagaimana telah beberapa kali diubah

6 Sri Mamudji et al., Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4-5.

7 Ibid., hlm. 30-31.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

10

terakhir dengan Staatsblad 1941 Nomor 3, PMK No.93/PMK.06/2010,

PMK No.184/PMK.06/2009, dan peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer. Atau dengan kata lain merupakan bahan-bahan

yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan

hukum primer serta implementasinya. Adapun bahan hukum sekunder

yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : buku-buku, artikel,

makalah yang membahas tentang lelang secara umum dan lelang BMKT

dan lain-lain.

3. Bahan Hukum Tertier

Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan kamus hukum, kamus Bahasa

Indonesia dan Bahasa Inggris, dan penerbitan pemerintah yang terkait

dengan topik penelitian.

Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni

menggunakan pendekatan kualitatif dengan menyajikan data, yang selanjutnya

akan dianalisis dan dikonstruksikan sehingga dapat dipelajari dan diteliti secara

lengkap. Sedangkan bentuk hasil penelitian ini adalah yuridis normatif dengan

problem solution terhadap suatu pokok permasalahan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Pada penulisan tesis ini, penulis merangkai keseluruhan penulisan menjadi 3

(tiga) bab. Setiap bab menggambarkan secara sistematis mengenai pokok-pokok

permasalahan yang diambil.

Bab 1 (Pendahuluan), diuraikan mengenai Latar Belakang penulisan tesis

yaitu mengenai pelaksanaan lelang BMKT selain BMN yang kemudian

dilanjutkan dengan Pokok Permasalahan, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian

yang digunakan, dan Sistematika Penulisan tesis.

Bab 2 (Pembahasan dan Analisis), akan dijelaskan mengenai pembahasan

mengenai Pengertian Lelang; Dasar Hukum Lelang; Fungsi Lelang; Asas-Asas

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

11

Lelang; Klasifikasi Lelang; Prosedur Lelang; Pemohon Lelang, Peserta Lelang,

Pejabat Lelang, dan Risalah Lelang; Latar Belakang Eksplorasi BMKT; dan

Ruang Lingkup BMKT, sedangkan dalam bagian analisis, akan dijelaskan

mengenai Penerapan Asas-Asas Lelang; dan Prosedur Pelaksanaan Lelang BMKT

Selain BMN yang dianalisis berdasarkan prosedur umum lelang, yang

kesemuanya itu akan dibahas berdasarkan penelitian dan wawancara yang

dilakukan oleh penulis.

Bab 3 (Penutup), yang dalam bab terakhir ini, berisi Simpulan Secara

menyeluruh berdasarkan permasalahan dan pembahasan dalam tesis ini. Selain

itu, bab ini juga akan berisi Saran untuk melengkapi jawaban permasalahan,

sehingga dapat menghasilkan tulisan yang dapat berguna bagi siapa saja terutama

bagi mereka yang ingin memperoleh pengetahuan mengenai pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN yakni dengan menganalisis proses pelaksanaan lelang

tersebut baik dari sisi peraturan-peraturan terkait maupun dari sisi penerapan

Asas-Asas Lelang.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

12

BAB 2

PENERAPAN ASAS-ASAS LELANG DAN PROSEDUR PELAKSANAAN

LELANG BMKT SELAIN BMN

A. MEMAHAMI LELANG

A.1 Pengertian Lelang

Terbuka, obyektif, dan harga yang optimal. Ketiga kata tersebut

mencerminkan karakteristik lelang bila dibandingkan dengan penjualan lainnya.

Mengapa demikian? Ini terlihat pada pelaksanaan lelang yang bersifat terbuka

dengan mengundang khayalak ramai yakni calon Pembeli atau peminat sehingga

tercipta kontrol sosial dalam sistem pelelangan itu sendiri. Selain itu, dengan

banyaknya calon Pembeli yang hadir, harga yang terbentuk dapat mencapai harga

yang optimal. 8 Dapat pula dikatakan bahwa lelang berbeda dari jual beli biasa

dengan jumlah barang yang banyak dan variatif, sehingga memberikan

keleluasaan bagi Pembeli untuk memilih barang.

Pada dasarnya, lelang merupakan suatu perjanjian yang termasuk jual beli.

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan bahwa :

“Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Berdasarkan rumusan pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa jual beli merupakan

suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk

8 PT. Wahana Lelang Indonesia, “Karakteristik dan Kelebihan Lelang” http://www.walindo.com/tentang-lelang/karakteristik-dan-kelebihan-lelang.html, diunduh 18 Oktober 2012, pukul 01.24 WIB.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

13

memberikan sesuatu, dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh

Penjual, dan penyerahan uang oleh Pembeli kepada Penjual. 9 Terkait dengan jual

beli, lelang mengandung unsur-unsur yang terdapat dalam definisi jual beli,

yaitu : 10

1. Adanya subyek hukum, yakni Penjual dan Pembeli.

2. Adanya kesepakatan antara Penjual dan Pembeli mengenai barang dan

harga.

3. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak Penjual dan Pembeli.

Purnama Tioria Sianturi dalam bukunya menjelaskan bahwa lelang adalah jual

beli dalam bentuk khusus yang dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang, di mana

didahului dengan penawaran kepada publik. Kesepakatan harga terbentuk pada

saat lelang, sehingga dapat dikatakan bahwa jual beli secara lelang, tidak murni

terjadi antara pihak Penjual dan Pembeli, akan tetapi terdapat campur tangan

Pejabat Lelang yakni kewenangan untuk menunjuk Pembeli Lelang. 11

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa lelang termasuk perjanjian jual

beli, sehingga berlaku juga syarat-syarat sahnya perjanjian. Berdasarkan Pasal

1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diperlukan 4 (empat) syarat sahnya

perjanjian, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

Merujuk pada pasal tersebut, kata sepakat dalam penjualan secara lelang terbentuk

pada saat Pejabat Lelang menunjuk penawar yang tertinggi dan tercapainya harga

limit. Oleh karena pelaksanaan lelang merupakan suatu perjanjian maka tunduk

pada klausula-klausula dalam Risalah Lelang. 12 Dalam Risalah Lelang atau juga

diartikan sebagai berita acara lelang, tercatat semua peristiwa yang terjadi dalam

penjualan secara lelang, yang disusun secara teratur dan dipertanggungjawabkan

9 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli; Seri Hukum Perikatan, ed.1, cet.1, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.7. 10 Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak

Melalui Lelang, cet.1, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 4-5. 11 Ibid., hlm. 5. 12 Ibid.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

14

oleh Pejabat Lelang dan para pihak sehingga pelaksanaan lelang itu sendiri

bersifat mengikat.

Berdasarkan Pasal 1 VR tanggal 28 Februari 1908 yang dimuat dalam

Staatsblad 1908 Nomor 189 dan mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908,

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941 Nomor 3

dijelaskan bahwa :

“...penjualan di muka umum ialah pelelangan dan penjualan barang, yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan harga yang makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau di mana orang-orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberitahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan”. 13

Terkait dengan penjelasan lelang dalam VR, beberapa pakar kurang sependapat

dengan definisi tersebut sehingga mereka memberikan definisi lain. Polderman

berpendapat bahwa lelang merupakan penjualan umum dengan menghimpun para

peminat atau Pengumuman Lelang serta terdapat kehendak mengikat diri antara

Penjual dan Pembeli. Sedangkan Roell berpendapat bahwa lelang merupakan

penjualan umum, di mana terdapat penjualan barang dan adanya kesempatan

penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan. 14

Selain dalam VR, pengertian mengenai lelang juga diatur dalam Pasal 1 angka

(1) PMK No.93/PMK.06/2010, yakni :

“Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang”.

Dari beberapa pengertian di atas, dalam pelaksanaan lelang harus memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut : 15

1. Dilakukan pada suatu saat dan tempat yang telah ditentukan.

2. Dilakukan dengan cara mengumumkan terlebih dahulu.

3. Dilakukan dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis yang

kompetitif.

13 H. Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, ed.2, cet.1, (Bandung: PT. Eresco, 1987), hlm. 1

14 Ibid., hlm. 153-154. 15 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 23.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

15

4. Peserta yang mengajukan penawaran tertinggi dinyatakan sebagai

Pembeli.

5. Pelaksanaan lelang dilakukan di hadapan Pejabat Lelang.

6. Setiap pelaksanaan lelang harus dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang

yang melaksanakan lelang.

A.2 Dasar Hukum Lelang

Terdapat berbagai peraturan yang mengatur lelang di Indonesia, dengan kata

lain, keberadaaan lembaga lelang yang merupakan bentuk khusus dari penjualan

barang tersebut telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan sebagai

berikut : 16

1. Peraturan Lelang (Vendu Reglement) Staatsblad 1908:189 sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatblad 1941:3 yang

mengatur prinsip-prinsip pokok tentang lelang.

2. Instruksi Lelang (Vendu Instructie) Staatsblaad 1908:190 sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaad 1930:85.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang

Penerimaan Negara Bukan Pajak.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2003 tentang

Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada

Departemen Keuangan.

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang.

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tentang Pejabat

Lelang Kelas I.

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat

Lelang Kelas II.

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 Tentang Balai

Lelang (selanjutnya disebut PMK No.176/PMK.06/2010)

16 Purnama Tioria Sianturi, ... Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang..., hlm. 49-50.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

16

9. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-03/KN/2010

Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut

PerDirJen Kekayaan Negara No.PER-03/KN/2010).

10.Peraturan perundang-undangan lain yang terkait (yang tidak secara khusus

mengatur lelang) :

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah (selanjutnya disebut PP No.6/2006 sebagaimana telah

diubah dengan PP No.38/2008).

f. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

g. Dan lain-lain.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

17

A.3 Fungsi Lelang

Keberadaan lembaga lelang dan pelaksanaan lelang dalam masyarakat

memiliki fungsi. Fungsi lelang menjadikan transaksi lelang sebagai sarana jual

beli yang semakin lama diminati dan dibutuhkan oleh aparatur negara maupun

maupun masyarakat dewasa ini. Adapun fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai

berikut : 17

1. Fungsi Privat

Pada saat lelang digunakan oleh perorangan atau badan hukum swasta

yang memiliki barang dan bermaksud menjualnya secara lelang, maka

itulah yang disebut fungsi privat. Dengan demikian, lelang turut serta

memperlancar arus lalu lintas perdagangan barang dan menggerakkan

uang dalam transaksi ekonomi. 18 Fungsi ini tercermin pada saat

masyarakat secara sukarela memilih untuk menjual barang miliknya secara

lelang guna mendapatkan harga yang optimal. Dalam hal ini, lelang dapat

mengakomodir keinginan pasar dalam melakukan jual beli bila

dibandingkan dengan jual beli pada umumnya. Jual beli pada umumnya

kurang dapat mengakomodir kebutuhan dalam perekonomian sehari-hari

maupun kebutuhan untuk menjual secara khusus yang terkait dengan

sengketa-sengketa eksekusi.

2. Fungsi Publik

Salah satu fungsi publik adalah dengan direfleksikan ke dalam pengelolaan

Barang Milik Negara atau Daerah terutama pada saat pemindahtanganan

dengan cara dijual. 19 Fungsi ini juga tercermin pada saat aparatur negara

melaksanakan lelang, terkait dengan menjalankan tugas umum

pemerintahan di bidang penegakan hukum dan pelaksanaan undang-

undang sesuai ketentuan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-

undangan, yakni : Undang-Undang Acara Perdata dan Pidana, Undang-

Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Perpajakan, dan lain-lain.

17 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 25. 18 Direktorat Lelang, “Sales Means Auction : Suatu Keniscayaan”, Media Kekayaan Negara (Edisi 06

Tahun II/2011), hlm. 5 19 Ibid.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

18

3. Fungsi Budgeter 20

Fungsi ini menitikberatkan bahwa lelang merupakan suatu wadah untuk

mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk Bea Lelang, Pajak

Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

(BPHTB) atau dapat dikatakan bahwa hasil lelang dapat digunakan untuk

membiayai tugas-tugas pemerintah dan pembangunan.

A.4 Asas-Asas Lelang

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa memang tidak

ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Asas-Asas

Lelang. Namun jika ditelusuri lebih seksama pasal-pasal dalam peraturan

perundang-undangan di bidang lelang, dapat ditemukan Asas-Asas Lelang. Asas-

Asas Lelang memang diperlukan guna memberikan pembaharuan dalam bidang

lelang.

Adapun Asas-Asas Lelang tersebut adalah sebagai berikut : 21

1. Asas Keterbukaan atau Transparansi

Asas ini menitikberatkan bahwa masyarakat mengetahui adanya rencana

lelang dan memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam lelang

sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Adapun yang menjadi

perwujudan dalam asas ini adalah dengan adanya Pengumuman Lelang

kepada masyarakat, di mana diharapkan obyek lelang dapat terjual dengan

cepat. Selain itu, Asas Keterbukaan diwujudkan dengan pemberian dan

keterbukaan informasi kepada Peserta Lelang terkait dengan obyek lelang,

harga barang yang dilelang, waktu pelelangan, dan sebagainya. Informasi

tersebut dapat diperoleh Peserta Lelang dari Pejabat Lelang dan Pemilik

atau Penjual Barang yang dilelang.

2. Asas Keadilan

Dalam Asas Keadilan, sudah sepatutnya proses pelaksanaan lelang

memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang

20 Ida Novianti, SH, MH, “Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT)”,

http://hurahurafiles.wordpress.com/2010/03/03_dit_lelang_kemenkeu.ppt, diunduh 11 Desember 2012, pukul 10.00 WIB.

21 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 23-24.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

19

berkepentingan. Dengan adanya asas ini, keberpihakan Pejabat Lelang

kepada Peserta Lelang atau kepentingan Penjual dapat dicegah.

3. Asas Kepastian Hukum

Dalam pelaksanaan lelang diperlukan adanya perlindungan hukum bagi

pihak-pihak yang berkepentingan. Asas Kepastian Hukum dalam

pelaksanaan lelang, diwujudkan dengan adanya Risalah Lelang yang

dibuat oleh Pejabat Lelang. Risalah lelang merupakan akta otentik yang

digunakan pihak Penjual, Pembeli, dan Pejabat Lelang untuk

mempertahankan dan melaksanakan hak dan kewajiban mereka. Selain itu,

asas ini juga mencakup jadi atau tidak pelaksanaan lelang, tempat

pelaksanaan lelang, dan Uang Jaminan Penawaran Lelang yang telah

dibayar oleh calon Pembeli Lelang, dalam hal, pembatalan pelaksanaan

lelang. 22

4. Asas Efisiensi

Asas ini menjamin bahwa dalam pelaksanaan lelang dilakukan dengan

cepat dan biaya yang murah. Hal tersebut disebabkan pelaksanaan lelang

dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dan Pembeli

disahkan pada saat itu juga. Atau dengan kata lain, penjualan secara lelang

dilakukan tanpa perantara sehingga dipastikan ada Pembeli dan barang

terjual cepat. Asas Efisiensi juga berkaitan dengan pembayaran Harga

Lelang dan Bea Lelang yang harus secara tunai atau cek atau giro, yakni 3

(tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.

5. Asas Akuntabilitas

Dengan Asas Akuntabilitas, diharapkan pelaksanaan lelang dapat

dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Bukti

bahwa pelaksanaan lelang telah dapat dipertanggungjawabkan adalah

lelang dilakukan di hadapan Pejabat Lelang dan hasil pelaksanaan lelang

dituangkan dalam Risalah Lelang.

6. Asas Kompetisi

22 Terkait dengan pembatalan pelaksanaan lelang, lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat

dibatalkan dengan permintaan Penjual atau berdasarkan penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan umum (Pasal 24 PMK No. 93/PMK.06/2010).

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

20

Penjualan secara lelang memiliki karakteristik tersendiri bila dibandingkan

dengan jual beli lainnya. Jual beli lelang didahului dengan penawaran

kepada publik dan tentunya terbuka untuk umum guna mengumpulkan

peminat lelang sebanyak-banyaknya. Dengan adanya penawaran kepada

publik dan upaya pembentukan harga tertinggi dalam lelang, membuka

peluang serta mengharuskan setiap peserta baik perorangan maupun badan

hukum berkompetisi atau bersaing mendapatkan harga terbaik guna

memperoleh barang yang dilelang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

setiap pelaksanaan lelang selalu terdapat Asas Kompetisi di dalamnya.

A.5 Klasifikasi Lelang

Pada dasarnya terdapat 2 (dua) klasifikasi lelang atau biasanya lebih dikenal

dengan lelang yang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang.

1. Lelang Eksekusi

Oleh karena Lelang Eksekusi merupakan penjualan umum maka lelang ini

untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan atau penetapan

pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap, seperti hipotik, hak tanggungan atau

jaminan fidusia. Jadi, khusus lelang barang sitaan berdasarkan putusan

pengadilan disebut dengan Lelang Eksekusi. 23 Lelang Eksekusi

dilaksanakan dalam rangka membantu penegakan hukum, yakni Lelang

Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN); Lelang Eksekusi

Pengadilan Negeri (PN) atau Pengadilan Agama (PA); Lelang Barang

Temuan, Sitaan, dan Rampasan Kejaksaan; Lelang Sita Pajak; Lelang

Eksekusi barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Lelang Eksekusi Hak

Tanggungan; dan Lelang Eksekusi Fidusia.

2. Lelang Noneksekusi

Lelang Noneksekusi merupakan penjualan umum di luar pelaksanaan

putusan atau penetapan pengadilan atau dengan kata lain, Lelang

Noneksekusi dilaksanakan atas kuasa peraturan perundang-undangan dan

23 M. Yahya Harahap, SH., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet.2., (Jakarta:

Sinar Grafika, 2006), hlm. 116.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

21

dilangsungkan tanpa sengketa sehingga tidak ada unsur penegakan

hukum. Adapun Lelang Noneksekusi terbagi menjadi Lelang

Noneksekusi Wajib (Compulsory Auction) dan Lelang Noneksekusi

Sukarela (Voluntary Auction).

a. Lelang Noneksekusi Wajib

Lelang ini dilaksanakan guna penghapusan barang milik atau dikuasai

negara dan/atau aset pemerintah pusat atau daerah, Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) maupun sipil.

Atau pada intinya, Lelang Noneksekusi Wajib dilaksanakan atas

permintaan pihak yang menguasai suatu barang berdasarkan peraturan

perundang-undangan. 24

b. Lelang Noneksekusi Sukarela

Oleh karena Lelang Noneksekusi bersifat sukarela maka lelang ini

dilaksanakan untuk memenuhi permintaan masyarakat, kalangan

pengusaha, atau badan swasta yang menginginkan aset atau barang

miliknya dijual dan dimanfaatkan secara sukarela, tentunya dijual

dengan cara lelang.

Selain Lelang Sukarela atas barang milik swasta, juga terdapat Lelang

Sukarela Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Persero. Dalam

hal ini, Persero tidak wajib menjual barangnya melalui lelang atau

dapat menjual asetnya tanpa melalui lelang. Apabila Persero memilih

penjualan aset secara lelang maka lelang tersebut termasuk dalam

jenis Lelang Noneksekusi Sukarela. 25

24 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 25. 25 Purnama Tioria Sianturi, ... Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang..., hlm. 61.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

22

A.7 Prosedur Lelang

Prosedur lelang terbagi dalam 3 (tiga) tahap, yang merupakan rangkaian

kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum lelang dilaksanakan dan setelah lelang

dilaksanakan, yakni sebagai berikut : 26

1. Tahap Persiapan Lelang, meliputi : Permohonan Lelang; Penentuan

Tempat dan Waktu Lelang; Penentuan Syarat Lelang; Pelaksanaan

Pengumuman; Permintaan Surat Keterangan Tanah; dan Penyetoran Uang

Jaminan.

Pada tahap ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, yaitu :

a. Dalam Pasal 10 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010, dijelaskan

bahwa :

“Permohonan lelang diajukan oleh Penjual yang akan melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bentuk surat permohonan kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang disertai dengan dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.”

b. Setelah mengajukan surat permohonan secara tertulis, adalah

tugas Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang untuk memeriksa

kelengkapan dokumen persyaratan lelang; meneliti legalitas subyek

dan obyek lelang; dan menetapkan jadwal lelang berupa hari,

tanggal, pukul, dan tempat lelang yang ditujukan kepada

Penjual.

c. Selanjutnya Penjual mengumumkan lelang. Dalam Pasal 42 ayat (1)

PMK No.93/PMK.06/2010, disebutkan bahwa :

“Pengumuman Lelang paling sedikit memuat identitas Penjual; hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan lelang; jenis dan jumlah barang; spesifikasi barang; waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang; Uang Jaminan Penawaran Lelang yang mencakup besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran; Nilai Limit; cara penawaran lelang; serta jangka waktu kewajiban pembayaran lelang oleh Pembeli.”

26 Ibid., hlm. 82-84.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

23

2. Tahap Pelaksanaan Lelang, mencakup : Penentuan Peserta Lelang;

Penyerahan Nilai Limit; Pelaksanaan Penawaran Lelang; dan Penunjukan

Pembeli.

Pada tahap ini, hal-hal yang dilakukan dalam Pelaksanaan Lelang adalah

sebagai berikut :

a. Pejabat Lelang mengecek Peserta Lelang atau kuasanya,

kehadirannya, dan keabsahan sebagai Peserta Lelang dengan bukti

setoran uang jaminan.

b. Pejabat Lelang memimpin lelang dengan memulai pembacaan Risalah

Lelang, yang diikuti dengan tanya jawab tentang pelaksanaan lelang

antara Peserta Lelang, Penjual, dan Pejabat Lelang.

c. Setelah Pejabat Lelang membacakan kepala Risalah Lelang, Peserta

Lelang mengajukan penawaran lelang.

d. Cara penawaran, baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis.

e. Setelah proses penawaran selesai, Risalah Lelang ditutup dengan

ditandatangani oleh Pejabat Lelang dan Penjual.

3. Tahap Pasca Lelang, terdiri dari : Pembayaran Harga Lelang; Penyetoran

Hasil Lelang; dan Pembuatan Risalah Lelang.

Pada tahap Pasca Lelang, rangkaian kegiatan yang harus dilakukan adalah

sebagai berikut :

a. Pembayaran Harga Lelang

Waktu pembayaran Harga Lelang adalah 3 x 24 jam setelah lelang

atau dalam Pasal 71 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010,

disebutkan bahwa :

“Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai/cash atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang”.

Dengan pembayaran tersebut maka berdasarkan bukti pelunasan yang

diterbitkan Kantor Lelang, Pembeli Lelang dapat meminta dokumen

kepemilikan barang yang dibelinya ke Penjual.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

24

b. Penyetoran Hasil Lelang

Penyetoran Hasil Lelang dilakukan oleh Pejabat Lelang kepada yang

berhak menerima, setelah mendapat Hasil Lelang. Bea Lelang, dan

Pajak Penghasilan (PPh), disetor ke kas negara, sedangkan Harga

Lelang yang telah dikurangi Bea Lelang, disetor kepada Penjual.

c. Pembuatan Risalah Lelang

Risalah Lelang dibuat oleh Pejabat Lelang yang terdiri dari Minuta,

Salinan, Petikan, dan Grosse Risalah Lelang. Sedangkan Pembeli

Lelang mendapatkan Petikan Lelang dan kuitansi lelang yang

diserahkan oleh Pejabat Lelang.

d. Pengembalian Uang Jaminan Peserta Lelang yang tidak ditunjuk

sebagai Pemenang atau Pembeli dalam lelang, yang harus

dikembalikan kepada penyetor yang bersangkutan paling lambat 1

(satu) hari kerja, sejak dilengkapi dengan persyaratan permintaan

pengembalian Uang Jaminan dari Peserta Lelang.

A.6 Pemohon Lelang, Peserta Lelang, Pejabat Lelang, dan Risalah Lelang

Dalam setiap pelaksanaan lelang, pastilah terdapat rangkaian kegiatan di

mana seseorang atau badan menjual barang atau aset miliknya melalui perantaraan

kuasa atau di hadapan Pejabat Lelang, dengan memberikan kesempatan kepada

siapapun untuk melakukan penawaran sehingga tercapai Harga Lelang, yang pada

akhirnya terdapat pemenang sebagai Pembeli barang. Dari pernyataan tersebut,

dapat ditarik benang merah bahwa peranan pihak-pihak seperti Penjual atau

Pemohon Lelang, Pembeli atau Peserta Lelang, dan Pejabat Lelang saling

membutuhkan satu sama lain. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah

Risalah Lelang yang merupakan bukti atau laporan secara tertulis dan resmi

bahwa lelang telah dilaksanakan. Baik Pemohon, Peserta Lelang, Pejabat Lelang

maupun Risalah Lelang merupakan suatu mata rantai yang tidak boleh terputus

dan memiliki keterkaitan yang sangat erat terutama dalam pelaksanaan lelang.

Tanpa adanya elemen-elemen tersebut dalam lelang, lelang tidak dapat

dilaksanakan dan berakibat cacat hukum.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

25

Masing-masing elemen baik Pemohon Lelang, Peserta Lelang, Pejabat

Lelang, dan Risalah Lelang mempunyai tugas, fungsi, wewenang, hak dan

kewajiban yang berbeda.

a. Penjual atau Pemohon Lelang

Istilah Penjual atau Pemohon Lelang dalam bahasa asing sering juga

disebut Owners, Sellers, atau Vendors. Dalam Pasal 1 angka (19) PMK

No. 93/PMK.06/2010, dijelaskan bahwa :

“Penjual atau Pemohon Lelang adalah orang atau badan hukum atau usaha instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang.”

Penjual dapat berstatus sebagai Pemilik Barang, kuasa Pemilik Barang

atau orang atau badan yang oleh peraturan yang berlaku diberi wewenang

untuk menjual barang yang bersangkutan. 27 Dalam hal hak dan kewajiban

Penjual atau Pemohon Lelang, Pasal 21 VR tidak mengatur kewajiban dan

tanggung jawab akan tetapi hanya mengatur hak Penjual saja, yakni

menentukan syarat-syarat penjualan.

Yang menjadi hak Pemohon Lelang atau Penjual adalah : menentukan cara

penawaran lelang; menentukan besarnya uang jaminan penawaran;

menetapkan Nilai Limit barang; menetapkan syarat-syarat lelang

tambahan; menambah Pengumuman Lelang dengan menggunakan media

lainnya; menerima Hasil Bersih Lelang atau Pokok Lelang; mengajukan

permohonan pelaksanaan lelang di luar wilayah kerja KPKNL atau Pejabat

Lelang Kelas II; menerima Uang Jaminan Penawaran Lelang, dalam hal

Pemenang Lelang mengundurkan diri; meminta Salinan Risalah Lelang

dan bukti-bukti terkait lainnya; mengusulkan Pemandu Lelang atau

afslagher; dan meminta pembatalan lelang asalkan tidak bertentangan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan yang menjadi kewajiban Pemohon Lelang atau Penjual adalah :

mengajukan permohonan atau permintaan lelang ke KPKNL atau Pejabat

Lelang Kelas II setempat; melengkapi persyaratan yang diperlukan;

menguasai secara fisik barang yang dilelang terutama lelang terhadap

27 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 94.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

26

barang bergerak; mengadakan Pengumuman Lelang; membayar Bea

Lelang Penjual; menyerahkan barang dan dokumen terkait kepada

Pemenang Lelang; membayar biaya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 jika

yang dilelang berupa tanah atau tanah/bangunan; menandatangani Risalah

Lelang jika yang dilelang adalah barang tidak bergerak; dan mentaati tata

tertib pelaksanaan lelang.

b. Peserta Lelang

Peserta Lelang, Penawar, Penawar Tertinggi, Pemenang Lelang atau

Pembeli dalam bahasa asing dikenal juga dengan istilah Attenders,

Bidders, The Highest Bidders, Buyers, dan Purchasers. Dalam Pasal 1

angka (21) PMK No.93/PMK.06/2010, Peserta Lelang diartikan sebagai :

“Orang atau badan hukum atau badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang”.

Adapun hak Peserta Lelang adalah melihat dokumen-dokumen tentang

kepemilikan barang dan meminta keterangan tambahan sebelum

pelaksanaan lelang; melihat atau meneliti secara fisik barang yang akan

dilelang; meminta Salinan Risalah Lelang dalam hal yang bersangkutan

menjadi Pemenang Lelang; meminta kembali Uang Jaminan Penawaran

Lelang atau kelebihan Uang Jaminan Penawaran Lelang; dan mendapatkan

barang dan bukti pelunasan serta dokumen-dokumennya jika ditunjuk

sebagai Pemenang Lelang.

Di samping mempunyai hak dalam lelang, Peserta Lelang juga mempunyai

kewajiban dalam lelang, yaitu menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang

ke Kantor Lelang; hadir dalam pelaksanaan lelang baik sendiri maupun

kuasanya; mengisi surat penawaran di atas meterai secukupnya jika

penawaran lelang dilakukan secara tertutup atau tertulis; membayar Pokok

Lelang, Bea Lelang; serta mentaati tata tertib pelaksanaan lelang.

Peserta Lelang yang ditunjuk sebagai Pemenang Lelang maka disebut

Pembeli Lelang yang telah memiliki kewajiban. Dengan kata lain, sebelum

seseorang ditunjuk sebagai Pembeli Lelang maka ia adalah Peserta Lelang.

Setiap orang dapat menjadi Pembeli Lelang kecuali orang-orang tertentu

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

27

yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang menjadi

Pembeli dalam lelang. Dalam Pasal 1 angka (21) PMK

No.93/PMK.06/2010, dijelaskan :

“Pembeli adalah orang atau badan hukum atau badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai Pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang”.

Jika Pembeli tidak memenuhi kewajibannya, Pejabat Lelang membatalkan

penetapannya sebagai Pembeli.

c. Pejabat Lelang

Pada dasarnya, Pejabat Lelang 28 juga disebut dengan istilah

Vendumeester atau Auctioneer atau Juru Lelang. Dalam arti yang

sesungguhnya, terutama pada Pasal 1 angka (14) PMK

No.93/PMK.06/2010, dijelaskan bahwa :

“Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.”

Selain memiliki tugas, fungsi, wewenang, dan larangan, Pejabat Lelang

juga memiliki hak dan kewajiban. Pejabat Lelang merupakan jabatan

fungsional yakni sebagai pejabat umum yang melayani masyarakat untuk

melaksanakan lelang sehingga dalam setiap pelelangan, Pejabat Lelang

berfungsi sebagai peneliti dokumen persyaratan lelang, pemberi informasi

lelang, pemimpin lelang, hakim, pejabat umum, dan bendaharawan. 29 Di

samping memiliki jabatan fungsional, Pejabat Lelang melaksanakan tugas

setelah ada penunjukan dari pimpinan Kantor Lelang, yang mencakup

tugas-tugas dalam tahap Persiapan Lelang, tahap Pelaksanaan Lelang, dan

tahap Setelah atau Pasca Lelang. Pada intinya tugas-tugas tersebut mulai

dari pemeriksaan dokumen persyaratan lelang, membuat Risalah Lelang,

28 Ada 2 (dua) macam Pejabat Lelang, yakni Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II.

Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual atau Pemilik Barang. Sedangkan Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual atau Pemilik Barang (Pasal 8 ayat (1), (2), dan (3) PMK No. 93/PMK.06/2010).

29 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 65.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

28

memimpin pelaksanaan lelang, sampai pada menutup dan menandatangani

Risalah Lelang.

Sebagai pejabat umum yang melayani masyarakat, Pejabat Lelang juga

mempunyai hak-hak seperti melakukan analisis yuridis terhadap dokumen

persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang; menegur

dan/atau mengeluarkan Peserta Lelang dan pengunjung jika melanggar tata

tertib pelaksanaan lelang; dalam rangka menjaga ketertiban pelaksanaan

lelang, Pejabat Lelang dapat menghentikan pelaksanaan lelang untuk

sementara waktu jika diperlukan; menolak pelaksanaan lelang jika Pejabat

Lelang tidak merasa yakin terhadap dokumen-dokumen persyaratan

lelang; melihat barang yang akan dilelang; serta mengesahkan Pembeli

Lelang dan/atau membatalkan Pembeli Lelang yang wanprestasi.

Secara garis besar, Pejabat Lelang memiliki kewajiban yang harus

dilaksanakan, yakni bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan

menjaga kepentingan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan lelang;

meneliti dokumen persyaratan lelang; membuat bagian kepala Risalah

Lelang dan membacakannya di hadapan Peserta Lelang sebelum lelang

dimulai kecuali dalam lelang yang dilakukan melalui media elektronik;

memimpin pelaksanaan lelang; membuat Minuta Risalah Lelang dan

menyimpannya; membuat Salinan dan Kutipan Risalah Lelang dan

menyerahkannya kepada yang berkepentingan; meminta bukti pelunasan

Harga Lelang, Bea Lelang, dan pungutan-pungutan lainnya; 30 membuat

administrasi pelaksanaan lelang; memberikan pelayanan jasa lelang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan lelang yang berlaku; serta

mematuhi peraturan perundang-undangan lelang.

Dari tugas, fungsi hingga hak dan kewajiban, Pejabat Lelang juga dilarang

untuk melakukan beberapa hal, diantaranya melayani permohonan lelang

di luar kewenangannya; menerima uang jaminan lelang dan Harga Lelang

dari Pembeli; dengan sengaja tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang

sudah dijadwalkan; merangkap jabatan atau profesi sebagai kurator,

30 Terkait dengan kewajiban tersebut, Pejabat Lelang Kelas I meminta bukti pelunasan Harga Lelang,

Bea Lelang, dan pungutan-pungutan lainnya dari Pembeli Lelang, sedangkan Pejabat Lelang Kelas II meminta bukti pelunasan tersebut dari Balai Lelang.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

29

advokat; melakukan pungutan lain diluar peraturan yang berlaku; dan lain-

lain.

d. Risalah Lelang

Pada dasarnya Risalah Lelang merupakan salah satu bentuk perjanjian

yang dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi para

pihak. 31 Dalam Pasal 35 VR secara implisit disebutkan bahwa setiap

penjualan umum, dibuatkan berita acara tersendiri oleh juru lelang atau

kuasanya. Dalam perkembangannya, istilah berita acara lelang lambat laun

berubah menjadi Risalah Lelang.

Dengan demikian, Risalah Lelang merupakan berita acara resmi dan

bersifat mengikat, mengenai pelaksanaan lelang yang disusun secara

teratur dan harus dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang dan para

pihak yang berkepentingan. Risalah Lelang juga merupakan akta otentik

yang mempunyai kekuatan bukti yang sempurna bagi para pihak, oleh

karena dibuat menurut undang-undang, dibuat di hadapan Pejabat Lelang,

dan dibuat dalam wilayah kewenangan Pejabat Lelang. 32

Risalah Lelang memiliki fungsi sesuai dengan tujuan penggunaannya oleh

beberapa pihak yakni bagi Penjual, Risalah Lelang berfungsi sebagai bukti

penjualan bahwa yang bersangkutan telah melaksanakan penjualan sesuai

prosedur; bagi Pembeli Lelang, Risalah Lelang berfungsi sebagai bukti

pembelian; bagi pihak ketiga, Risalah Lelang dapat berfungsi sebagai

dasar hukum untuk membaliknamakan suatu hak terutama bagi kantor

pertanahan; serta bagi administrasi lelang, Risalah Lelang berfungsi

sebagai dasar perhitungan Bea Lelang, dan sebagainya. 33

31 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 354. 32 Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang, wajib membuat Risalah Lelang sebagai berita acara lelang

yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan, dan bagian kaki; serta dibuat dalam bahasa Indonesia dan diberi nomor urut (sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 77 ayat (1), (2), (3), dan (4) PMK No.93/PMK.06/2010).

33 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi : Praktek Kejurusitaan Pengadilan (Jakarta: PT. Tatanusa, 2004), hlm. 46.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

30

B. SELUK BELUK BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL

YANG TENGGELAM (BMKT)

B.1 Latar Belakang Eksplorasi BMKT

Di antara sekian banyak kapal yang tenggelam di perairan Nusantara, salah

satunya adalah kapal yang tenggelam di perairan Laut Jawa Utara, Cirebon, di

mana reruntuhan kapal yang tenggelam tersebut ditemukan kembali pada tahun

2004. Sebagian besar muatan kapal berhasil diangkat melalui suatu proses yang

rumit dan tentunya dengan biaya yang sangat besar pula. Bermacam-macam

benda berharga yang diangkut oleh kapal tersebut diperkirakan dapat

dimanfaatkan untuk ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya, dan lain-lain.

Adapun berbagai proses penemuan kapal tenggelam dan pengangkatan

BMKT adalah sebagai berikut : 34

1. Penjajagan

Bermula dari kegiatan para nelayan pada tahun 2003 yang beroperasi di

perairan Laut Jawa Utara, Cirebon. Secara tak di sengaja beberapa

pecahan keramik kuno tersangkut pada jaring mereka. Berita penemuan

keramik tersebut dengan cepat menyebar mulai dari sekelompok nelayan

pemasang bubu yang menyelami sejumlah keramik di lokasi kapal

tenggelam dan pada akhirnya sampai ke perusahaan swasta yang bergerak

dalam bidang pencarian dan pengangkatan BMKT. Adalah PT. Paradigma

Putera Sejahtera (selanjutnya disebut PT. PPS) yang bergerak dalam usaha

tersebut, kemudian mengirimkan tim untuk melakukan penjajagan atau

reconnaissance dengan mengambil contoh barang.

2. Survei 35

Pada proses ini, PT. PPS mengajukan proposal kepada PANNAS BMKT,

untuk mendapatkan izin survei pengangkatan BMKT. Dalam hal ini, tim

survei hanya diperbolehkan mengangkat maksimal 10 (sepuluh) buah

wadah keramik sebagai contoh.

34 Mundarjito, Laode M. Aksa dan Adi Agung T., “Latar Belakang Eksplorasi” dalam Kapal Karam..., hlm. 28-33.

35 Dalam Pasal 1 angka (3) Keppres No.12/2009, dijelaskan bahwa “Survei adalah kegiatan mencari dan mengidentifikasi keberadaan dan potensi BMKT”.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka (3) KepMen. Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua PANNAS BMKT No.39/2000, disebutkan bahwa “Survei adalah upaya penelitian keterdapatan dan nilai benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam”.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

31

3. Pengangkatan 36

Sebelum melakukan pengangkatan BMKT, PT. PPS mengajukan

permohonan izin angkat ke PANNAS BMKT. Adapun beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi guna permohonan izin angkat BMKT

adalah melakukan presentasi izin angkat di hadapan seluruh anggota

PANNAS BMKT; melengkapi izin dari Kementerian Pertahanan Republik

Indonesia berupa izin layak operasi untuk kapal kerja yang digunakan dan

izin Security Clearance untuk keterlibatan personil atau penyelam dalam

pengangkatan BMKT; menyiapkan gudang penyimpanan BMKT;

menyerahkan rencana kerja pengangkatan secara detail, dan lain-lain.

4. Peralatan

Setelah mendapatkan izin pengangkatan, PT. PPS bekerja sama dengan

Cosmix Underwater Research Ltd. 37 guna mempersiapkan berbagai

peralatan, misalnya : kapal tongkang, peralatan penyelaman, ruang

pencucian BMKT, dan lain-lain. Pada proses ini juga, PT. PPS menjaga

agar BMKT yang sudah diangkat tetap dalam kondisi basah untuk

mencegah terjadinya kerusakan.

5. Penyelaman

Untuk melakukan pengangkatan BMKT, dilakukan penyelaman oleh para

penyelam profesional, mengingat lokasi kapal karam berada pada

kedalaman 53-58 meter. Penyelaman juga dilakukan sambil

mengumpulkan artefak yang tercecer. Teknik penyelaman mengacu pada

COMEX Diving Time Table, yakni penyelaman dilakukan 2 (dua) kali

setiap hari dengan waktu kerja 15-20 menit dan waktu dekompresi ke

dalam 15 meter, 13 meter, dan 10 meter dengan total waktu 90 menit.

36 Dalam Pasal 1 angka (4) Keppres No.12/2009, dijelaskan bahwa “Pengangkatan adalah kegiatan mengangkat dari bawah air, memindahkan, menyimpan, inventarisasi, dan konservasi BMKT dari lokasi asal penemuan ke tempat penyimpanan.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka (4) KepMen. Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua PANNAS BMKT No.39/2000, dinyatakan bahwa “Pengangkatan adalah upaya memindahkan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam”.

37 Perusahaan asing yang berbasis di Dubai dan sudah berpengalaman dalam pengangkatan BMKT di wilayah Asia Tenggara. Perusahaan ini juga merupakan investor dalam kegiatan pengangkatan dan penanganan BMKT yang ditemukan di perairan Laut Jawa Utara, Cirebon.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

32

6. Ekskavasi

Kegiatan ekskavasi dilakukan pada akhir bulan April 2004 sampai bulan

Agustus 2005. Pada kegiatan ini, dilakukan penandaan lokasi kerja di atas

air dan pemetaan posisi kapal tenggelam di dasar laut, guna menemukan

arah haluan kapal tenggelam sesuai arah mata angin. Setelah didapatkan

ukuran posisi yang tepat, kemudian dilakukan pemasangan alat di area

situs dan pada akhirnya BMKT bisa diangkat dari lokasi tersebut.

7. Penanganan temuan

Kegiatan ini mencakup pendokumentasian sesuai motif dan jenis;

pengelompokan benda-benda temuan berdasarkan bentuk, pola hias, dan

ukuran yang bertujuan untuk kepentingan penelitian; pencucian;

pengukuran; dan pendataan yang bermanfaat untuk penjualan.

8. Pengepakan

Setelah kegiatan penanganan temuan, setiap benda temuan disusun dalam

suatu wadah berdasarkan jenisnya dan dilakukan perendaman agar BMKT

yang ditemukan tetap dalam kondisi basah.

9. Pemindahan

Dalam hal ini, pemindahan BMKT dilakukan dari kapal ke gudang

penyimpanan. Proses pemindahan harus dibuatkan berita acara serah

terima dan tidak lupa dilakukan pemeriksaan kondisi kapal pengangkut

dan kontainer.

10. Penyimpanan

Dalam hal penyimpanan BMKT di gudang, juga dilakukan perendaman

BMKT yang dilanjutkan dengan klasifikasi berdasarkan jenis, motif,

ukuran barang, dan material barang; pendokumentasian ulang; dan

penggambaran secara terperinci terhadap seluruh BMKT.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

33

B.2 Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam (PANNAS BMKT)

Benda-benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam yang berasal dari

masa lalu, jelas sangat penting artinya bagi pengungkapan sejarah Nusantara.

Paling tidak dapat memberikan berbagai gambaran tentang aspek-aspek

kehidupan sosial, politik, ekonomi, atau persentuhan-persentuhan budaya yang

terjadi di masa lalu dan tentu saja harus dilestarikan demi pemanfaatannya bagi

kepentingan umat manusia. Namun di sisi lain, warisan bawah laut itu juga

memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan beberapa peristiwa belakangan ini

membuktikan bahwa harta karun bawah laut itu cukup laris terjual pada lelang-

lelang internasional. Nilai rupiahnya bisa sampai ratusan miliar, atau bahkan

triliunan.

Pemerintah Indonesia pun menganggapnya sebagai aset ekonomi negara dan

dengan segera membentuk Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan

BMKT (selanjutnya disebut PANNAS BMKT), untuk mengatur kegiatan

eksplorasinya dan diharapkan dapat menjadi jembatan penghubung antara

pemerintah dengan pihak investor swasta nasional atau asing, yang berminat

melakukan pengangkatan BMKT. 38

Beberapa kalangan menilai, pembentukan PANNAS BMKT lebih bersifat

komersial dan didasari oleh nilai ekonomis BMKT semata. Ini juga yang

menyebabkan PANNAS BMKT lahir sebagai respon atas tindakan penjarahan dan

pencurian BMKT yang banyak terjadi di masa lalu, terutama pencurian yang

dilakukan oleh Michael Hatcher atas BMKT dari kapal dagang VOC De

Geldermasen yang tenggelam di sebelah tenggara Tanjung Pinang. BMKT

tersebut kemudian dilelang pada Balai Lelang Christie, Amsterdam, Belanda

dengan nilai USD. 15.000.000,00 (lima belas juta dolar Amerika) dan Indonesia

tidak mendapat bagian sedikitpun dari hasil lelang tersebut. 39

38 Rochtri, “Pameran Jejak-jejak Karam Oleh Museum Nasional Indonesia”,

http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-publik/2499-pameran-jejak-jejak-karam-oleh-museum-nasional indonesia, diunduh 11 Desember 2012, pukul 10.25 WIB.

39 Jhohannes Marbun, “Pannas BMKT : Solusi Atau Sekedar Euforia ? (Sekelumit catatan tentang BMKT)” http://xa.yimg.com/kq/groups/17977839/.../Artikel+Pannas+BMKT.doc, diunduh 11 Desember 2012, pukul 10.15 WIB.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

34

Terbentuknya PANNAS BMKT bermula di era pemerintahan presiden

Soeharto yakni berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 1989 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda

Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, dengan ketua PANNAS BMKT

yang dijabat oleh Menteri Koordinator Politik Dan Keamanan. Keputusan tersebut

dicabut pada era pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid dan diubah dengan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2000 Tentang Panitia

Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang

Tenggelam, sekaligus menetapkan ketua PANNAS BMKT yang dijabat oleh

Menteri Eksplorasi Laut Dan Perikanan dan dibantu oleh Menteri Pendidikan

Nasional (Wakil Ketua I) dan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia-Angkatan

Laut (TNI-AL) (Wakil Ketua II). Selanjutnya, keputusan tersebut diubah lagi

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan

Kapal Yang Tenggelam, yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Keputusan

Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan

Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, dengan ketua

PANNAS BMKT, Menteri Kelautan dan Perikanan dan dibantu oleh Menteri

Kebudayaan dan Pariwisata sebagai Wakil Ketua serta beranggotakan pihak-pihak

dari beberapa kementerian dan instansi terkait.

Sebagai organisasi yang mengkoordinasi, mengawasi, dan mengendalikan

pelaksanaan penanganan BMKT, PANNAS BMKT memiliki tugas-tugas

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Keppres No. 12/2009, yakni sebagai

berikut :

1. Mengkoordinasikan kegiatan departemen dan instansi lain yang berkaitan

dengan kegiatan pengelolaan BMKT.

2. Menyiapkan peraturan perundang-undangan dan penyempurnaan

kelembagaan di bidang pengelolaan BMKT.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

35

3. Memberikan rekomendasi mengenai izin survei 40, pengangkatan 41, dan

pemanfaatan BMKT kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan pemantauan, pengawasan, dan

pengendalian atas proses survei, pengangkatan, dan pemanfaatan BMKT.

5. Menyampaikan laporan tertulis pelaksanaan tugas paling sedikit 1 (satu)

tahun sekali kepada presiden.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, PANNAS BMKT juga

menyelenggarakan fungsi-fungsi seperti yang dijelaskan dalam Pasal 5 Keppres

No.12/2009, yaitu :

1. Pembinaan dan pengarahan terhadap pelaksanaan pengelolaan BMKT.

2. Penyusunan ketentuan dan persyaratan pelaksanaan survei, pengangkatan,

dan pemanfaatan BMKT.

3. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan survei,

pengangkatan, dan pemanfaatan BMKT.

Dengan berbagai tugas dan fungsi yang dijalankan oleh PANNAS BMKT dan

pembentukannya sendiri berdasarkan pada keputusan presiden maka sebagaimana

yang dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (2) Keppres No.12/2009 bahwa :

“PANNAS BMKT berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada presiden”.

40 Dalam bidang perizinan survei BMKT, PANNAS BMKT mempunyai tugas sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf (a) KepMen Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua PANNAS BMKT No.39/2000 yakni : menilai permohonan izin survei yang diajukan oleh perusahaan, memberikan rekomendasi mengenai izin survei kepada pejabat yang berwenang, menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah dan perusahaan pelaksana kegiatan survei, dan menyelenggarakan koordinasi antar instansi teknis.

41 Dalam hal perizinan pengangkatan BMKT, PANNAS BMKT memiliki tugas seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf (b) KepMen Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua PANNAS BMKT No.39/2000, yakni : menilai permohonan izin pengangkatan benda berharga yang diajukan oleh perusahaan, memberikan rekomendasi mengenai izin pengangkatan benda berharga kepada pejabat yang berwenang, menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah dan perusahaan pelaksana kegiatan pengangkatan benda berharga, menilai benda hasil pengangkatan dan menentukan pemanfaatan atas benda-benda tersebut, dan menyelenggarakan koordinasi antar instansi teknis.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

36

B.3 Dasar Hukum BMKT

Secara garis besar, dasar hukum pemanfaatan BMKT mengacu pada

peraturan-peraturan khusus, yakni sebagai berikut :

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1989 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam, yang telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009

Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang

Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang

Pembagian Hasil Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang

Tenggelam Antara Pemerintah Dan Perusahaan (selanjutnya disebut Keppres

No.25/1992).

3. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua Panitia

Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan

Kapal Yang Tenggelam Nomor 39 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Teknis

Perizinan Survei Dan Perizinan Pengangkatan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam (selanjutnya disebut KepMen Kelautan

dan Perikanan Selaku Ketua PANNAS BMKT No.39/2000).

4. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Selaku Ketua Panitia

Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan

Kapal Yang Tenggelam Nomor : KEP.03/PN/BMKT/III/2010 Tentang

Penetapan Status Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam

Dari Perairan Laut Jawa Utara Cirebon Sebagai Barang Dikuasai Negara.

5. Keputusan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor

SK.51/PW.007/MKP/2008 Tentang Penetapan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Tenggelam Di Perairan Pulau Buaya Kepulauan Riau,

Karang Heluputan Kepulauan Riau, Laut Jawa Utara Cirebon Dan Teluk

Sumpat Kepulauan Riau Sebagai Milik Negara.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

37

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.06/2009 Tentang Tata Cara

Penetapan Status Penggunaan Dan Penjualan Benda Berharga Asal

Muatan Kapal Yang Tenggelam.

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor SE-04/KN/2010

Tentang Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam.

B.4 Ruang Lingkup BMKT

BMKT atau sering disebut dengan harta karun, merupakan aset laut nusantara

yang tersebar di perairan antara Sabang sampai Merauke, yang hingga kini belum

tergarap secara optimal.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMK No.184/PMK.06/2009, bahwa yang

dimaksud dengan BMKT adalah :

“Benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun”.

Dalam Pasal 3 ayat (2) PMK No.184/PMK.06/2009, disebutkan bahwa

BMKT dibedakan dalam 2 (dua) golongan, yakni BMKT berstatus BMN dan

BMKT berstatus selain BMN. Baik BMKT berstatus BMN maupun BMKT

berstatus selain BMN, kedua-duanya merupakan Benda Cagar Budaya yang

dikuasai oleh negara dan dikelola oleh pemerintah.

Pada sub-bab berikut ini masing-masing akan dijelaskan baik pengelolaan

terhadap BMKT berstatus BMN maupun BMKT berstatus selain BMN.

B.4.1 BMKT Berstatus BMN

Pengelolaan BMKT yang berstatus BMN tentunya berbeda dengan

pengelolaan BMKT berstatus selain BMN. Dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) PMK

No.184/PMK.06/2009, dijelaskan bahwa ruang lingkup BMKT berstatus BMN

dikategorikan lagi menjadi BMKT berstatus BMN yang ditetapkan sebagai

koleksi negara dan BMKT berstatus BMN yang tidak ditetapkan sebagai koleksi

negara.

Adapun pengelolaan BMKT berstatus BMN yang ditetapkan sebagai koleksi

negara, tidak dapat dilakukan penjualan sehingga pemanfaatannya digunakan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

38

untuk pengkayaan koleksi museum, penunjang kegiatan pendidikan, dan/atau

untuk penelitian. Oleh karena BMKT berstatus BMN yang ditetapkan sebagai

koleksi negara juga merupakan Benda Cagar Budaya, pemanfaatannya ditujukan

untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,

kebudayaan, dan pariwisata. 42

Dalam hal pengelolaan BMKT berstatus BMN yang tidak ditetapkan sebagai

koleksi negara dapat dilakukan penjualan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang pengelolaan BMN. Dalam Pasal angka (1) PP No.6/2006

sebagaimana telah diubah dengan PP No.38/2008, disebutkan bahwa :

“Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. 43 Oleh karena BMKT berstatus BMN yang tidak ditetapkan sebagai koleksi negara

dapat dilakukan penjualan sesuai peraturan pengelolaan BMN maka dalam Pasal

51 ayat (2) PP No.6/2006 sebagaimana telah diubah dengan PP No.38/2008,

disebutkan bahwa penjualan barang milik negara atau daerah dapat dilakukan

secara lelang. Adapun dalam Pasal 51 PP No.6/2006 sebagaimana telah diubah

dengan PP No.38/2008, tujuan penjualan BMN atau Barang Milik Daerah

(selanjutnya disebut BMD) dilaksanakan dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. Untuk optimalisasi BMN yang berlebih atau idle.

b. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual.

c. Sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan pengelolaan BMKT berstatus BMN yang tidak ditetapkan

sebagai koleksi negara yakni dengan penjualan khususnya lelang, juga harus

memperhatikan Asas-Asas Pengelolaan BMN atau BMD. Adapun Asas-Asas

Pengelolaan BMN atau BMD, dijelaskan dalam Penjelasan PP No.6/2006

sebagaimana telah diubah dengan PP No.38/2008, yakni sebagai berikut :

42 Indonesia, Undang-Undang Cagar Budaya, UU No.11 tahun 2010, LN No.130 Tahun 2010, TLN.

No.5168, Ps.85. 43 Dalam Pasal 2 ayat (2) PP No.6/2006 sebagaimana telah diubah dengan PP No.38/2008, dijelaskan

bahwa barang yang berasal dari perolehan yang sah meliputi : barang yang diperoleh dari hibah atau sumbangan atau yang sejenis; barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian atau kontrak; barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Terkait dengan pelaksanaan lelang BMKT berstatus BMN non koleksi negara, BMKT berstatus BMN non koleksi negara merupakan barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

39

a. Asas Fungsional, yakni adanya pengambilan keputusan dan pemecahan

masalah-masalah di bidang pengelolaan BMN atau BMD yang

dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola

barang, dan gubernur atau bupati atau walikota sesuai fungsi, wewenang,

tanggung jawab masing-masing.

b. Asas Kepastian Hukum, yakni pengelolaan BMN atau BMD harus

dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.

c. Asas Transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan BMN atau BMN

harus transparan atau terbuka terhadap hak masyarakat terutama dalam

memperoleh informasi yang benar.

d. Asas Efisiensi, yaitu bahwa pengelolaan BMN atau BMD diarahkan agar

BMN atau BMD digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan

yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok

dan fungsi pemerintahan secara optimal.

e. Asas Akuntabilitas, dalam hal ini, setiap kegiatan pengelolaan BMN atau

BMD harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

f. Asas Kepastian Nilai, dalam hal ini, pengelolaan BMN atau BMD harus

dapat didukung dengan adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam

rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN atau BMD

serta penyusunan neraca pemerintah.

B.4.2 BMKT Berstatus Selain BMN

Penjualan BMKT berstatus selain BMN dilakukan secara lelang, seperti yang

dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) PMK No.184/PMK.06/2009, bahwa :

“Penjualan BMKT berstatus selain BMN harus dilakukan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara atas permohonan Menteri Kelautan dan Perikanan selaku Ketua PANNAS BMKT”.

Pengelolaan BMKT berstatus selain BMN secara lelang juga harus

berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal

5 ayat (1) huruf (c) PMK No.184/PMK.06/2009, yakni :

“Dalam rangka penanganan hasil pengangkatan BMKT, Menteri Keuangan memiliki kewenangan memberikan persetujuan pelaksanaan penjualan BMKT berstatus selain BMN”.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

40

Seperti prosedur lelang pada umumnya, lelang BMKT selain BMN pada

dasarnya juga melalui prosedur lelang yang sama, yakni tahap Persiapan Lelang,

tahap Pelaksanaan Lelang, dan tahap Pasca Lelang (yang akan dibahas pada sub-

bab berikutnya).

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

41

PROSEDUR PENGELOLAAN BMKT SELAIN BMN

Sumber : Bagan dibuat berdasarkan data-data dari Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Sekretariat PANNAS BMKT) mengenai

Pengelolaan BMKT dan pemahaman penulis tentang prosedur umum pelaksanaan lelang

BMKT (Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam)

Temuan nelayan Survei Pengangkatan Penggunaan peralatan Penyelaman Ekskavasi Penanganan temuan Pengepakan Pemindahan Penyimpanan

Berdasarkan izin dan pengawasan

PANNAS BMKT

BMKT status BMN (koleksi negara)

BMKT status BMN (non koleksi negara

(Pengelolaan BMKT status BMN koleksi negara dan non koleksi negara menjadi wewenang Kementerian Negara Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dan Kementerian Keuangan RI)

BMKT status selain BMN

(Pengelolaan BMKT selain BMN menjadi kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Namun, untuk penjualan secara lelang harus dengan persetujuan Menteri Keuangan)

Penjualan secara lelang BMKT status selain BMN

(PANNAS BMKT)

Lelang BMKT selain BMN melalui KPKNL Jakarta III :

Lelang I

Lelang II

Lelang III

Prosedur lelang BMKT selain BMN :

Tahap Persiapan Lelang

Tahap Pelaksanaan Lelang

Tahap Pasca Lelang

Lelang tidak laku :

Besaran Nilai Limit

Besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang

Strategi atau cara penawaran barang

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

42

C. PELAKSANAAN LELANG BMKT (BERSTATUS SELAIN BMN)

C.1 Penerapan Asas-Asas Lelang

Pengertian asas seperti yang dijelaskan dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia adalah dasar; alas; atau sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar

atau tumpuan berpikir. Asas bersifat permanen, umum, dan setiap ilmu

pengetahuan memiliki asas yang mencerminkan intisari kebenaran-kebenaran

dasar dalam bidang ilmu tersebut.

Dalam teori hukum diakui bahwa sumber hukum tidak saja mencakup

perundang-undangan, kebiasaaan, dan putusan pengadilan, tetapi juga mencakup

asas-asas hukum. Bahkan sebagian besar dari peraturan hukum mengenai

perjanjian bermuara dan mempunyai dasar pada asas-asas hukum. Fungsi asas-

asas hukum adalah menjaga dan mewujudnyatakan standar nilai atau melandasi

norma-norma baik yang terdapat dalam hukum positif maupun praktek hukum.

Asas hukum bisa saja menjadi dasar dari beberapa ketentuan hukum, peraturan-

peraturan, dan melandasi sistem hukum. 44

Begitu pula dengan Asas-Asas Lelang yang memang secara normatif tidak

diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Namun bila dianalisis secara

seksama, klausula-klausula dalam peraturan perundang-undangan di bidang lelang

dapat ditemukan adanya Asas-Asas Lelang. 45 Seperti halnya asas hukum, Asas-

Asas Lelang sudah seharusnya menjadi standar atau tolak ukur praktek

pelaksanaan lelang dan peraturan-peraturan di bidang lelang. Berikut ini

dijabarkan analisis penerapan Asas-Asas Lelang terhadap proses pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN yakni :

1. Asas Keterbukaan atau Transparansi

Seperti yang telah dikemukakan dalam sub-bab sebelumnya, asas ini

menitikberatkan bahwa masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan

memiliki kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam lelang sepanjang

tidak dilarang oleh undang-undang. Perwujudan dalam asas ini adalah adanya

Pengumuman Lelang dan keterbukaan informasi kepada Peserta Lelang

44 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 27-28.

45 F.X. Ngadijarno, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani, Lelang : Teori dan Praktik, hlm. 23-24.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

43

terkait dengan obyek lelang, harga barang yang dilelang, waktu pelelangan,

dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, penerapan

Asas Keterbukaan dapat dianalisis sebagai berikut :

a. Bahwa dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, lelang II dan III,

telah dilakukan Pengumuman Lelang terlebih dahulu yang mencakup

spesifikasi obyek lelang berupa 1 (satu) lot hasil pengangkatan barang-

barang muatan kapal yang tenggelam di perairan Laut Jawa Utara,

Cirebon; hari, tanggal, waktu, dan lokasi pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN; waktu pelaksanaan Aanwijzing dan Open House; pencantuman

Nilai Limit lelang, Uang Jaminan Penawaran Lelang, dan Bea Lelang; cara

penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang; cara penawaran lelang;

kondisi barang atau obyek yang dilelang; serta syarat-syarat tambahan

lainnya yang harus ditaati oleh Peserta Lelang.

b. Dari Pengumuman Lelang BMKT selain BMN tersebut, dapat

dikemukakan bahwa peminat lelang cukup mendapatkan akses informasi

lelang mengenai pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

c. PANNAS BMKT sebagai Penjual Lelang tidak menyembunyikan

informasi apapun kepada peminat lelang terkait dengan pelaksanaan lelang

BMKT yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia. Dengan kata lain,

tidak ada informasi satupun yang dirahasiakan oleh Penjual kepada para

peminat lelang tentang pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

d. Banyak peminat lelang yang tertarik untuk ikut serta dalam pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN, tidak hanya peminat domestik saja melainkan

juga yang berasal dari luar negeri seperti museum-museum di Cina,

Singapura, dan sebagainya. 46

Dapat disimpulkan bahwa penerapan Asas Keterbukaan atau Transparansi

dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN terpenuhi, dengan perwujudan

adanya Pengumuman Lelang dan akses informasi lelang kepada masyarakat.

46 Berdasarkan wawancara Riama Luciana Sihotang dengan Ir. Aris Kabul Pranoto, M.Si. Pengelolaan

Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Sekretariat Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT), April 2012, pukul 09.30 WIB-12.00 WIB.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

44

2. Asas Keadilan

Asas ini menghendaki bahwa proses pelaksanaan lelang harus memenuhi rasa

keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan dan juga

mencegah terjadinya keberpihakan Pejabat Lelang baik kepada Peserta

Lelang, Penjual maupun pihak-pihak lain yang ikut serta dalam praktek

pelaksanaan lelang.

Penerapan Asas Keadilan terhadap pelaksanaan lelang BMKT selain BMN,

didasari oleh beberapa faktor yakni sebagai berikut :

a. Tidak berubahnya Nilai Limit pada Lelang Ulang BMKT selain BMN

mencerminkan bahwa keadilan tidak timbul secara proporsional terutama

bagi peminat lelang.

Nilai Limit yang ditetapkan oleh PANNAS BMKT selaku Penjual, baik

dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II maupun III adalah

USD.80.000.000,00. Seharusnya ada evaluasi terhadap penetapan Nilai

Limit tersebut dan tentunya menjadi tanggung jawab PANNAS BMKT.

Penetapan Nilai Limit pada lelang BMKT selain BMN, yang mengacu

pada penilaian oleh penilai independen 47, juga perlu ditinjau berdasarkan

47 Dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa

Penilai Publik jo. Pasal angka (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.06/2009 tentang Penilaian Aset Bekas Milik Asing/Cina Dan Benda Cagar Budaya (selanjutnya disebut PMK No.185/PMK.06/2009), dijelaskan bahwa penilaian merupakan proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia. Dengan kata lain, kegiatan tersebut dilakukan oleh penilai, guna memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data atau fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode atau teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian. Oleh karena BMKT selain BMN juga termasuk Benda Cagar Budaya dan penilaiannya dilakukan oleh penilai independen, dalam Pasal 6 PMK No.185/PMK.06/2009 dijelaskan bahwa dalam hal diperlukan, penilaian terhadap Benda Cagar Budaya dapat dilakukan oleh penilai eksternal atau penilai asing (penilai independen) sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik.

Penilaian oleh penilai independen terhadap sejumlah benda berharga atau harta karun yang ditemukan di wilayah perairan Laut Jawa Utara, Cirebon, merupakan dasar ditetapkannya Nilai Limit oleh PANNAS BMKT selaku Penjual pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III. Terkait dengan hal tersebut, dalam Pasal 68 jo. Pasal 69 PMK No.185/PMK.06/2009, dijelaskan bahwa laporan penilaian berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penilaiannya dan masa laporan penilaian tersebut dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan berdasarkan hasil survei lapangan. Adapun masa berlaku penilaian selama 6 (enam) bulan, juga berlaku pada penilaian terhadap BMKT yang notabene dilakukan oleh penilai independen (penilai eksternal). Penulis berpendapat bahwa PANNAS BMKT selaku Penjual hanya memanfaatkan penilaian pertama yang berlaku selama 6 (bulan) sejak tanggal penilaian dan kemudian memperpanjang penilaian yang sama untuk jangka waktu 6 (bulan) berikutnya, yang digunakan sebagai penetapan Nilai Limit pada Lelang Ulang II dan III. Seharusnya, PANNAS BMKT selaku Penjual menggunakan penilaian yang baru yang ditetapkan oleh penilai independen agar lelang II dan III tidak gagal dan dapat terlaksana dengan baik.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

45

penilaian terbaru oleh penilai independen. Penetapan Nilai Limit juga

menjadi dasar penentuan besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang.

Dalam hal ini, PANNAS BMKT selaku Penjual tidak memanfaatkan

beberapa ketentuan dalam peraturan lelang, terutama dalam Pasal 38 PMK

No.93/PMK.06/2010, yang menjelaskan bahwa Nilai Limit sebelumnya

dapat diubah oleh Penjual dengan menyebutkan alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan. Dapat dikatakan bahwa PANNAS BMKT

memang memiliki kewenangan untuk menurunkan atau mengubah Nilai

Limit sebelumnya, yang seharusnya dapat diterapkan dalam pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN II dan III sehingga pelaksanaan lelang

sebetulnya dapat terlaksana secara optimal dan diharapkan banyak peminat

lelang yang tertarik untuk ikut serta dalam lelang. PANNAS BMKT selaku

Penjual tidak belajar dari pengalaman bahwa pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN I gagal akibat penetapan Nilai Limit yang tinggi sehingga

dalam lelang Tidak Ada Peserta dan Tidak Ada Penawaran. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa harga yang wajar atau adil bagi Penjual dan

Pembeli menjadi terabaikan.

b. Dapat dikatakan bahwa Asas Keadilan hanya terpenuhi secara seimbang

atau proporsional pada tidak berpihaknya Pejabat Lelang Kelas I yang

memimpin dan melaksanakan lelang BMKT selain BMN, baik pada pihak

Penjual (PANNAS BMKT) maupun pada peminat lelang.

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan Asas Keadilan pada

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN tidak terpenuhi secara optimal

terutama pada penetapan Nilai Limit yang tinggi dan tidak berubahnya Nilai

Limit pada Lelang Ulang II dan III.

3. Asas Kepastian Hukum

Asas ini mengandung pengertian bahwa dalam pelaksanaan lelang diperlukan

adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Asas

Kepastian Hukum dalam pelaksanaan lelang, diwujudkan dengan adanya

Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

46

Penerapan Asas Kepastian Hukum dalam praktek pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN tercermin pada faktor sebagai berikut :

a. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan lelang BMKT selain BMN adalah

Tidak Ada Penawaran dan Tidak Ada Peserta Lelang. Dapat dikatakan

bahwa Asas Kepastian Hukum telah terpenuhi yakni dengan adanya

Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran yang dibuat oleh Pejabat Lelang.

Dalam hal ini meskipun Tidak Ada Penawaran dan Tidak Ada Peserta

dalam lelang, pembuatan Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang adalah

mutlak. Risalah Lelang mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah 48,

kekuatan pembuktian formal 49, dan juga mempunyai kekuatan

pembuktian materiil. 50 Risalah Lelang merupakan bukti perbuatan hukum

pihak-pihak yang berkepentingan dalam lelang dan bukan perbuatan

Pejabat Lelang.

4. Asas Efisiensi

Efisiensi mengandung makna bahwa segala sesuatu harus dilaksanakan

dengan cermat, tidak membuang-buang waktu, dan sesuai dengan tujuan.

Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pelaksanaan lelang

seharusnya dilakukan dengan cepat dan biaya yang murah. Hal tersebut

disebabkan pelaksanaan lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang telah

ditentukan dan Pembeli disahkan pada saat itu juga.

Mengacu pada penerapan Asas Efisiensi dalam pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN dapat dijelaskan sebagai berikut :

48 Risalah Lelang memenuhi unsur-unsur akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni bentuk Risalah Lelang telah ditentukan dalam Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39 VR; Risalah Lelang dibuat dihadapan Pejabat Lelang selaku pejabat umum (sesuai Pasal 1a VR); dan Risalah Lelang harus dibuat Pejabat Lelang yang berwenang di wilayahnya (sesuai Pasal 7 VR).

49 Dalam hal Risalah Lelang mempunyai kekuatan pembuktian formal maka Pejabat Lelang bertanggung jawab membuat Risalah Lelang yang menjamin kebenaran kepastian tanggal lelang, tanda tangan para pihak, dan lain-lain. Penjual bertanggung jawab atas kebenaran dokumen persyaratan lelang, sedangkan Pembeli dapat menerangkan kapasitas dari dirinya sebagai diri sendiri atau bertindak sebagai kuasa.

50 Risalah Lelang yang mempunyai kekuatan pembuktian materiil, mengandung makna bahwa keterangan yang dimuat dalam Risalah Lelang adalah benar sehingga jika dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, dianggap cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta bukti lainnya. Lihat Purnama Tioria Sianturi “Tanggung jawab Kantor Lelang atau Pejabat Lelang atas penjualan yang dilakukan dihadapannya”, dalam ... Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang..., hlm. 126-127.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

47

a. Pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, Lelang Ulang II dan III,

didahului dengan Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian Kompas

dan Koran Tempo. Memang dengan adanya Pengumuman Lelang,

dipastikan Peserta Lelang dapat terkumpul pada saat hari lelang dan pada

saat itu pula ditentukan Pembelinya serta pembayarannya secara tunai.

Namun, pada kenyataannya pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I,

Lelang Ulang II dan III tidak memberikan hasil yang diharapkan meskipun

dalam Pengumuman Lelang jelas disebutkan mengenai waktu dan tempat

pelaksanaan lelang yang pada akhirnya Tidak Ada Peserta Lelang dan

Tidak Ada Penawaran.

b. Dalam hal persyaratan penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang yakni

paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan lelang dan pembayaran

Harga Lelang yakni 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan lelang juga

mengandung makna Asas Efisiensi. Persyaratan tersebut juga diberlakukan

pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN. Namun, dalam

kenyataannya, makna efisiensi pada persyaratan tersebut menjadikan

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN tidak efektif. Dengan kata lain,

efektivitas menjadi terabaikan, karena Penjual terlalu fokus pada

efisiennya jangka waktu pembayaran Uang Jaminan Penawaran Lelang

dan Harga Lelang.

Dari analisis di atas, penerapan Asas Efisiensi terpenuhi pada pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN, hanya saja persyaratan jangka waktu penyetoran

Uang Jaminan Penawaran Lelang dan pembayaran Harga Lelang menjadikan

pelaksanaan lelang tidak efektif.

5. Asas Akuntabilitas

Dengan Asas Akuntabilitas, diharapkan pelaksanaan lelang dapat

dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Bukti

bahwa pelaksanaan lelang telah dapat dipertanggungjawabkan adalah lelang

dilakukan di hadapan Pejabat Lelang dan hasil pelaksanaan lelang dituangkan

dalam Risalah Lelang.

Esensi yang disimpulkan dari Asas Akuntabilitas adalah :

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

48

a. Lelang dilakukan oleh pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Lelang.

b. Prosedur lelang harus jelas yang meliputi tahap Persiapan Lelang,

Pelaksanaan Lelang, dan tahap Purna lelang.

c. Setiap Hasil Lelang dituangkan dalam Risalah Lelang yang merupakan

akta otentik dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang,

dalam hal ini, Pejabat Lelang.

Penerapan Asas Akuntabilitas dalam praktek pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN terreflesikan dari beberapa hal sebagai berikut :

a. Dalam peraturan lelang disebutkan bahwa setiap pelaksanaan lelang harus

dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain

oleh undang-undang atau peraturan pemerintah.

Pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, yang kemudian dilanjutkan

dengan Lelang Ulang kedua dan ketiga, dilakukan oleh dan/atau di

hadapan Pejabat Kelas I dari KPKNL Jakarta III. Oleh karena tercantum

dalam peraturan lelang, Pejabat Lelang wajib untuk ikut serta dalam

pelaksanaan lelang tidak terkecuali pada pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN meskipun dalam lelang tersebut sama sekali Tidak Ada Peserta dan

Tidak Ada Penawaran lelang.

b. Seperti halnya dengan pelaksanaan lelang lain terutama jenis Lelang

Noneksekusi Wajib, pelaksanaan lelang BMKT selain BMN juga melalui

prosedur umum lelang sesuai dengan peraturan lelang yang berlaku. Baik

prosedur lelang BMKT selain BMN I maupun Lelang Ulang II dan III ,

meliputi tahap Persiapan Lelang, Pelaksanaan Lelang, dan tahap Purna

atau Pasca Lelang.

c. Permasalahan dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, Lelang

Ulang II, dan III adalah nihilnya penawaran dan Tidak Ada Peserta

Lelang. Dengan adanya permasalahan tersebut, Pejabat Lelang juga harus

membuat Risalah Lelang, dalam hal ini, Risalah Lelang Tidak Ada

Penawaran.

d. Oleh karena Tidak Ada Penawaran lelang dan Tidak Ada Peserta Lelang,

dalam Risalah Lelang yang merupakan realisasi pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN I, Lelang Ulang II, dan III, tetap memuat klausula-klausula

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

49

penting. Klausula-klausula tersebut adalah klausula tentang Pengumuman

Lelang, klausula tentang waktu pelaksanaan lelang BMKT selain BMN,

klausula tentang identitas Pejabat Lelang dan Penjual atau Pemohon

Lelang, klausula tentang obyek atau barang yang dilelang, dan klausula

tentang hasil pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan Asas

Akuntabilitas pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN terpenuhi dengan

pertanggungjawaban Pejabat Lelang yang membuat Risalah Lelang meskipun

dalam lelang Tidak Ada Peserta dan Tidak Ada Penawaran.

6. Asas Kompetisi

Dalam Asas Kompetisi, dijelaskan bahwa selalu terdapat kesempatan atau

peluang kompetisi dalam suatu pelaksanaan lelang. Setiap Peserta Lelang

baik perorangan maupun badan hukum saling berlomba dan berkompetisi

mendapatkan harga terbaik agar barang yang dilelang menjadi miliknya. Di

sini terjadi pembentukan harga yang berasal dari Nilai Limit sehingga

tercapai harga tertinggi. Penetapan harga tertinggi dilakukan oleh Pejabat

Lelang dengan menunjuk Peserta Lelang yang pada akhirnya ditetapkan

sebagai Pemenang Lelang.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, penerapan Asas Kompetisi

dapat dianalisis sebagai berikut :

a. Baik pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I maupun pelaksanaan

Lelang Ulang II dan III, sama sekali Tidak Ada Peserta Lelang yang hadir

dalam lelang meskipun pihak Penjual telah terlebih dahulu melakukan

penawaran kepada publik dalam wujud Pengumuman Lelang.

b. Dengan tidak adanya Peserta Lelang, pada akhirnya berdampak pada tidak

adanya penawaran pada pelaksanaan lelang BMKT selain BMN. Dengan

tidak adanya penawaran lelang maka juga tidak ada kompetisi antar

Peserta Lelang guna mencapai harga terbaik dan mendapatkan barang

yang dilelang.

c. Dengan tidak adanya kompetisi akibat Tidak Ada Peserta Lelang dan

Tidak Ada Penawaran dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II,

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

50

dan III, bukan berarti dalam pelaksanaan lelang tersebut tidak ada peluang

atau kesempatan untuk berkompetisi mencapai harga terbaik. Akan tetapi,

dapat dikatakan bahwa PANNAS BMKT selaku Penjual tidak belajar dari

pengalaman sebelumnya, di mana lelang I gagal akibat Tidak Ada Peserta

dan Tidak Ada Penawaran.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Asas Kompetisi pada

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, Lelang Ulang II, dan Lelang Ulang

III tidak terpenuhi, dikarenakan Tidak Ada Peserta Lelang dan Tidak Ada

Penawaran.

C.2 Prosedur Pelaksanaan Lelang BMKT Selain BMN

Keabsahan suatu lelang pada dasarnya tergantung dari keabsahan pelaksanaan

lelang itu sendiri. Dan untuk menentukan sah dan tidaknya pelaksanaan lelang di

lihat dari prosedur pelaksanaannya. Prosedur pelaksanaan lelang diatur dalam

peraturan lelang, yang mencakup tahap Persiapan Lelang, Pelaksanaan Lelang,

dan Pasca Lelang. Masing-masing tahap memiliki rangkaian kegiatan yang

berbeda, yang pada akhirnya berujung pada tercapainya hasil pelaksanaan lelang

yang dapat memenuhi rasa keadilan, menjamin adanya perlindungan hukum, dan

pertanggungjawaban bagi semua pihak yang berkepentingan.

Tidak terkecuali pula dengan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN yang

baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia, dan ternyata kegiatan dengan skala

besar tersebut menimbulkan polemik bagi beberapa pihak. Adapun yang menjadi

maksud dan tujuan dilaksanakannya lelang BMKT adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan kepastian hukum dalam penetapan status penggunaan dan

penjualan BMKT secara tertib, terarah, dan akuntabel.

2. Untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besarnya

kesejahteraan rakyat.

Dari maksud dan tujuan pelaksanaan lelang BMKT tersebut, memang diharapkan

secara prosedural pelaksanaannya sesuai dengan prosedur umum lelang yang

berlaku dalam peraturan lelang. Namun ternyata timbul persoalan kompleks yakni

lelang tidak laku dan gagal sehingga tidak ada peminat lelang yang berimbas pada

nihilnya penawaran lelang. Walaupun lelang BMKT selain BMN telah 3 (tiga)

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

51

kali dilaksanakan, tetap saja memperoleh hasil akhir yang sama. Hal ini patut

menjadi tanda tanya terkait dengan gagalnya lelang BMKT selain BMN sehingga

perlu ditinjau dan dianalisis dari sudut pandang prosedur umum pelaksanaan

lelang.

Berdasarkan PMK No.93/PMK.06/2010, dijelaskan bahwa prosedur lelang terdiri

dari tahap Persiapan Lelang, Pelaksanaan Lelang, dan Pasca Lelang. Setiap

prosedur lelang harus dijalankan dalam pelaksanaan jenis lelang apapun tidak

terkecuali lelang BMKT selain BMN.

I. Tahap Persiapan Lelang

Seperti yang telah dijelaskan dalam sub-bab sebelumnya, tahap Persiapan

Lelang mencakup Permohonan Lelang; Penentuan Tempat dan Waktu Lelang;

Penentuan Syarat Lelang; dan Pelaksanaan Pengumuman.

1. Permohonan Lelang

a. Dalam hal ini, PANNAS BMKT selaku Penjual bermaksud melakukan

penjualan barang secara lelang melalui KPKNL Jakarta III. Barang

yang dilelang berupa 1 (satu) lot hasil pengangkatan barang-barang

muatan kapal yang tenggelam di perairan Laut Jawa Utara, Cirebon,

pada abad ke-10 Five Dynasty-Nothern Song, berjumlah kurang lebih

271.834 buah. PANNAS BMKT mengajukan surat permohonan lelang

secara tertulis kepada Kepala KPKNL Jakarta III untuk dimintakan

jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai

dengan jenis lelangnya. 51

b. Permohonan lelang BMKT selain BMN dilengkapi dengan dokumen-

dokumen pendukung, baik dokumen yang bersifat umum maupun

dokumen yang bersifat khusus.

Menurut Pasal 5 PerDirJen Kekayaan Negara No.PER-03/KN/2010,

dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum (berlaku juga

terhadap lelang BMKT selain BMN) terdiri dari :

1. Salinan atau fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Penjual.

51 Hal tersebut sesuai dengan isi Pasal 10 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010, bahwa :

“Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya”.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

52

2. Daftar barang yang akan dilelang.

3. Syarat lelang tambahan dari Penjual (apabila ada), sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, antara lain :

a. Jangka waktu bagi Peserta Lelang untuk melihat dan meneliti

secara fisik barang yang akan dilelang.

b. Jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli, dan/atau,

c. Jadwal penjelasan lelang kepada Peserta Lelang sebelum

pelaksanaan lelang atau Aanwijzing.

c. Oleh karena lelang BMKT selain BMN termasuk dalam Lelang

Noneksekusi Wajib maka menurut Pasal 7 ayat (8) PerDirJen Kekayaan

Negara No.PER-03/KN/2010, dokumen khusus 52 yang harus

dilampirkan dalam hal permohonan lelang BMKT selain BMN, terdiri

dari :

1. Salinan atau fotokopi Surat Keputusan atau persetujuan Menteri

Keuangan tentang BMKT untuk dijual secara lelang. Dalam hal ini

terdapat pengecualian, yakni bahwa BMKT yang diangkat sebelum

ditetapkan PMK No.184/PMK.06/2009 tidak memerlukan

persetujuan dari Menteri Keuangan.

2. Salinan atau fotokopi Surat Keputusan Ketua Panitia Nasional

PANNAS BMKT tentang penetapan status BMKT sebagai Barang

Dikuasai Negara.

3. Salinan atau fotokopi Surat Keputusan Pembentukan Panitia Lelang.

4. Daftar barang yang akan dilelang berikut Nilai Limitnya.

5. Salinan atau fotokopi Surat Keterangan dari Penjual, dalam hal ini,

mengenai asal barang yang akan dilelang.

d. Selanjutnya, Kepala kantor atau Pejabat Lelang KPKNL Jakarta III

memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan meneliti

keabsahan subyek dan obyek lelang.

52 Dokumen khusus dilampirkan pada saat mengajukan permohonan lelang sesuai dengan jenis

lelangnya. Lelang BMKT selain BMN dikategorikan sebagai Lelang Noneksekusi Wajib. Dalam Pasal 1 angka (5) PMK No.93/PMK.06/2010, disebutkan bahwa “Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang”.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

53

e. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) PMK No. 93/PMK.06/2010, dalam tahap

permohonan lelang, Penjual, dalam hal ini, PANNAS BMKT, dituntut

untuk bertanggungjawab terhadap keabsahan kepemilikan barang,

keabsahan dokumen persyaratan lelang, penyerahan barang bergerak

dan/atau barang tidak bergerak, dan dokumen kepemilikan kepada

Pembeli. Oleh karena BMKT merupakan barang bergerak, PANNAS

BMKT sebagai Penjual, juga harus menguasai fisik BMKT sebagai

obyek lelang.

f. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) dan (2) PMK No. 93/PMK.06/2010

Penjual dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan sepanjang

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan

melampirkannya dalam surat permohonan lelang. Syarat-syarat

tambahan terdiri dari jangka waktu bagi Peserta Lelang untuk melihat

dan meneliti secara fisik barang yang akan dilelang; jangka waktu

pengambilan barang oleh Pembeli; dan jadwal penjelasan lelang kepada

Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang (Aanwijzing).

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, Lelang Ulang II, dan

Lelang Ulang III, PANNAS BMKT sebagai Penjual juga menetapkan

syarat-syarat tambahan yang diumumkan dalam Pengumuman Lelang

seperti jadwal Open House dan pelaksanaan Aanwijzing, yang

dilaksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan lelang.

Dari uraian di atas, tampak bahwa prosedur permohonan lelang telah

dipenuhi oleh PANNAS BMKT selaku Penjual dalam pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN.

2. Penentuan Tempat Pelaksanaan Lelang dan Waktu Lelang

a. Dalam hal penentuan tempat pelaksanaan lelang, pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN I, II, dan III, dilaksanakan dalam wilayah kerja

KPKNL yakni KPKNL Jakarta III. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 19

PMK No.93/PMK.06/2010 yang menyebutkan bahwa :

“Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada”.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

54

b. Dalam hal waktu pelaksanaan lelang, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan

(2) PMK No.99/PMK.06/2010, dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan

lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL yakni dilakukan pada jam dan

hari kerja KPKNL.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, tempat dan

waktu pelaksanaan lelang BMKT selain BMN dicantumkan dalam

Pengumuman Lelang, yakni sebagai berikut :

1. Lelang BMKT selain BMN I dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 5

Mei 2010; jam 14.00 WIB – 16.00 WIB; tempat pelaksanaan lelang

di Ballroom Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur Nomor

16 Jakarta Pusat, Indonesia.

2. Lelang BMKT selain BMN II dilaksanakan pada bulan Juli 2010;

jam 14.00 WIB - 16.00 WIB; tempat pelaksanaan lelang di Ballroom

Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Jakarta

Pusat, Indonesia.

3. Lelang BMKT selain BMN III dilaksanakan pada hari Kamis,

tanggal 14 Oktober 2010; jam 14.00 WIB - 16.00 WIB; tempat

pelaksanaan lelang di Ballroom Gedung Mina Bahari III,

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Jalan

Medan Merdeka Timur Nomor 16 Jakarta Pusat, Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa waktu dan tempat pelaksanaan

lelang BMKT telah sesuai dengan prosedur lelang sebagaimana diatur

dalam peraturan lelang yang berlaku.

3. Penentuan Syarat Lelang

a. Pada tahap permohonan lelang, juga ditentukan syarat lelang yakni

adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang, yang besarnya ditentukan

oleh Penjual paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan

paling banyak sama dengan Nilai Limit, sebagaimana diatur dalam

Pasal 29 ayat (1) jo. Pasal 32 PMK No.93/PMK.06/2010. Dan dalam

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

55

Pasal 30 ayat (1) huruf (a), (b), dan (c) PMK No. 93/PMK.06/2010,

dikemukakan bahwa penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang

dapat dilakukan melalui rekening KPKNL, rekening Balai Lelang, atau

rekening khusus atas nama Pejabat Lelang Kelas II.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, PANNAS

BMKT selaku Penjual menetapkan USD. 16.000.000,00 (enam belas

juta Dolar Amerika) atau kira-kira sebesar Rp. 145.568.000.000,00

(seratus empat puluh lima milyar lima ratus enam puluh delapan juta

Rupiah (PANNAS BMKT menentukan paling sedikit 20% (dua puluh

persen) dari Nilai Limit sebesar USD. 80.000.000,00 (delapan puluh

juta Dolar Amerika) atau kira-kira sebesar Rp. 727.840.000.000,00

(tujuh ratus dua puluh tujuh milyar delapan ratus empat puluh juta

Rupiah). 53

Oleh karena besar Uang Jaminan Penawaran Lelang pada lelang BMKT

selain BMN I, II, dan III di atas Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta

Rupiah), berdasarkan Pasal 31 ayat (2) PMK No.93/PMK.06/2010,

Uang Jaminan Penawaran Lelang harus disetorkan melalui rekening

Bendahara Penerimaan KPKNL, rekening Balai Lelang, atau rekening

khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II, paling lama 1 (satu)

hari kerja sebelum pelaksanaan lelang harus sudah efektif pada

rekening tersebut. Dalam Pengumuman Lelang BMKT selain BMN,

dijelaskan bahwa penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang harus

disetor ke Rekening Penampungan Valuta Asing KPKNL Jakarta III

paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang. Namun,

besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang tersebut justru memberatkan

calon Peserta Lelang sehingga tidak ada satupun peminat lelang yang

melakukan penyetoran uang jaminan penawaran yakni ke Rekening

Penampungan Valuta Asing KPKNL Jakarta III.

Padahal jika Penjual telah menentukan syarat penawaran disertai

dengan Uang Jaminan Penawaran Lelang maka syarat itu harus

53 Dengan asumsi berdasarkan kurs mata uang 1 (satu) Dolar Amerika per 5 Mei 2010 yakni sebesar

Rp. 9.098,00 (sembilan ribu enam ratus lima puluh Rupiah).

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

56

dipenuhi. Jika tidak, yang bersangkutan tidak sah menjadi Peserta

Lelang. 54

Dengan tidak adanya penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dan

Tidak Ada Peserta Lelang dalam pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN I, II, dan III maka tidak ada pengembalian Uang Jaminan

Penawaran Lelang seluruhnya kepada Peserta Lelang.

Patut disayangkan bahwa dalam pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN I, II, dan III, besaran Uang Jaminan tidak dievaluasi atau

diturunkan oleh Penjual.

b. Selain persyaratan Uang Jaminan Penawaran Lelang, juga disyaratkan

adanya Nilai Limit yang penetapannya menjadi tanggung jawab Penjual

atau Pemilik Barang, sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (1) dan (2)

PMK No.93/PMK.06/2010. Nilai Limit merupakan harga minimal

barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual atau Pemilik

Barang.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, PANNAS

BMKT menetapkan Nilai Limit sebesar USD. 80.000.000,00

(delapan puluh juta Dolar Amerika) atau kira-kira sebesar

Rp. 727.840.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh tujuh milyar delapan

ratus empat puluh juta Rupiah). Sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf (b) dan

ayat (3) PMK No.93/PMK.06/2010, penetapan Nilai Limit dalam lelang

BMKT selain BMN tersebut berdasarkan penilaian oleh tim penilaian

independen, yang melakukan penilaian berdasarkan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan. Selain itu, sesuai Pasal 37 ayat (1) PMK

No.93/PMK.06/2010, dalam lelang BMKT selain BMN, Nilai Limit

bersifat tidak rahasia sehingga besar Nilai Limit jelas dicantumkan baik

dalam Pengumuman Lelang I, Lelang Ulang II maupun Lelang Ulang

III.

Dari fakta bahwa lelang BMKT selain BMN I tidak laku karena Tidak

Ada Penawaran. Oleh karena itu, tampak bahwa Nilai Limit dalam

54 M. Yahya Harahap, SH., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet.2., (Jakarta:

Sinar Grafika, 2006), hlm. 139.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

57

lelang BMKT terlalu tinggi yang berakibat pada tidak adanya calon

Peserta Lelang yang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang, Tidak

Ada Peserta Lelang, dan tentunya Tidak Ada Penawaran dalam lelang

BMKT selain BMN. Dengan adanya permasalahan-permasalahan

tersebut yang mengakibatkan kegagalan pada lelang BMKT selain

BMN I, Lelang Ulang II dan III, tindak lanjut yang harus dilakukan

adalah upaya penilaian baru terhadap BMKT oleh penilai independen

yang menjadi dasar penetapan Nilai Limit dalam lelang.

Lelang BMKT selain BMN dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali, dalam

arti, telah dilakukan Lelang Ulang. Pada pelaksanaan Lelang Ulang

BMKT selain BMN, jelas disebutkan dalam Pengumuman Lelang besar

Nilai Limit yang sama yakni USD. 80.000.000,00 (delapan puluh juta

Dolar Amerika). Namun, dengan besar Nilai Limit yang tetap sama,

ternyata pelaksanaan lelang BMKT selain BMN tetap mengalami

kegagalan.

Di sini, PANNAS BMKT selaku Penjual jelas tidak memanfaatkan

Pasal 38 PMK No.93/PMK.06/2010, yang menyebutkan bahwa dalam

hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang sebelumnya

dapat diubah oleh Penjual atau Pemilik Barang, dengan menyebutkan

alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain pasal tersebut,

terkait dengan terbatasnya jangka waktu penyetoran Uang Jaminan

Penawaran Lelang, Penjual juga tidak memanfaatkan Pasal 71 ayat (2)

PMK No.93/PMK.06/2010, yang menyebutkan bahwa terdapat

pengecualian jangka waktu pembayaran Harga Lelang yang hanya

diberikan kepada Penjual, setelah Penjual mendapat izin tertulis dari

Direktur Jenderal atas nama Menteri dan harus dicantumkan dalam

Pengumuman Lelang.

4. Pelaksanaan Pengumuman

a. Setelah penetapan Uang Jaminan Penawaran Lelang dan Nilai Limit,

berdasarkan Pasal 41 ayat (1) dan (2) PMK No.93/PMK.06/2010,

penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

58

yang dilakukan Penjual. Bukti Pengumuman Lelang diserahkan oleh

Penjual sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang. Berdasarkan Pasal 42

ayat (1) dan (2) PMK No.93/PMK.06/2010, Pengumuman Lelang harus

memuat identitas Penjual; hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan

lelang dilaksanakan; jenis dan jumlah barang; spesifikasi barang; waktu

dan tempat melihat barang yang akan dilelang; Uang Jaminan

Penawaran Lelang; Nilai Limit; cara penawaran lelang; dan jangka

waktu kewajiban pembayaran lelang oleh Pembeli. Dan sesuai Pasal 42

ayat (1) dan (2) PMK No. 93/PMK.06/2010, Pengumuman Lelang

diatur sedemikian rupa sehingga terbit pada hari kerja KPKNL dan

tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran Uang Jaminan

Penawaran Lelang.

b. Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, Pengumuman Lelang

dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, mengingat lelang BMKT selain BMN

juga berlangsung 3 (tiga) kali. Pengumuman Lelang BMKT selain

BMN memuat sebagai berikut :

a. Identitas Penjual, yaitu : PANNAS BMKT yang melaksanakan

lelang BMKT melalui KPKNL Jakarta III.

b. Hari, tanggal, waktu, dan tempat pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN, yaitu :

1. Lelang I dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 5 Mei 2010; jam

14.00 WIB – 16.00 WIB; tempat pelaksanaan lelang di

Ballroom Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur

Nomor 16 Jakarta Pusat, Indonesia.

2. Lelang II dilaksanakan pada bulan Juli 2010; jam 14.00 WIB -

16.00 WIB; tempat pelaksanaan lelang di Ballroom Gedung

Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 16 Jakarta

Pusat, Indonesia.

3. Lelang III dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 14 Oktober

2010; jam 14.00 WIB - 16.00 WIB; tempat pelaksanaan lelang

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

59

di Ballroom Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur

Nomor 16 Jakarta Pusat, Indonesia.

c. Obyek lelang adalah 1 (satu) lot hasil pengangkatan barang-barang

muatan kapal yang tenggelam di perairan Cirebon pada abad ke-10

Five Dynasty-Nothern Song, berjumlah kurang lebih 271.834 buah.

Barang-barang tersebut dijual dalam kondisi apa adanya atau as is.

d. Pelaksanaan Open House hanya dapat diikuti oleh Peserta Lelang

yang telah menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang dengan

didampingi 4 (empat) orang pendamping dan pelaksanaan

Aanwijzing, di mana kegiatan tersebut dilakukan beberapa hari

sebelum pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

e. Harga limit lelang sebesar USD. 80.000.000,00 (delapan puluh juta

dolar Amerika), dengan Uang Jaminan Penawaran Lelang sebesar

USD. 16.000.000,00 (enam belas juta dolar Amerika).

f. Bea Lelang adalah sebesar 1 % (satu persen) dari Harga Lelang.

g. Cara penawaran lelang BMKT selain BMN secara lisan atau

terbuka dan harga naik-naik.

h. Peminat lelang wajib menyetorkan uang jaminan ke Rekening

Penampungan Valuta Asing KPKNL Jakarta III paling lambat 1

(satu) hari sebelum pelaksanaan lelang. Sedangkan harga limit

lelang wajib dilunasi oleh Peserta Lelang paling lambat 3 (tiga) hari

kerja setelah pelaksanaan lelang.

c. Berdasarkan Pasal 43 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010, dijelaskan

bahwa Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar yang

terbit di kota atau kabupaten tempat barang berada. Begitu pun dengan

Pengumuman Lelang BMKT selain BMN yang terdiri dari :

1. Pengumuman Lelang I diumumkan melalui surat kabar harian

Kompas pada tanggal 29 April 2010.

2. Pengumuman Lelang II diumumkan melalui surat kabar harian pada

bulan Juli 2010.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

60

3. Pengumuman Lelang III diumumkan melalui surat kabar harian

Koran Tempo pada tanggal 8 Oktober 2010.

d. Oleh karena lelang BMKT selain BMN diklasifikasikan sebagai Lelang

Noneksekusi Wajib, obyek lelang adalah barang bergerak maka

Pengumuman Lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian

paling singkat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang. Sedangkan

syarat Pengumuman Lelang Ulang BMKT tetap dilakukan sama seperti

dengan lelang I, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 48 ayat (1) huruf

(b) dan ayat (2) PMK No. 93/PMK.06/2010.

Berdasarkan paparan di atas, tampak bahwa pelaksanaan Pengumuman

Lelang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

bidang lelang.

II. Tahap Pelaksanaan Lelang

Pada tahap ini meliputi Penentuan Peserta Lelang, Penyerahan Nilai Limit,

Pelaksanaan Penawaran Lelang, dan Penunjukan Pembeli.

Tahap Pelaksanaan Lelang mencakup elemen-elemen penting sebagai berikut :

1. Penentuan Peserta Lelang

Pejabat Lelang mengecek Peserta Lelang atau kuasanya, kehadirannya,

dan keabsahan sebagai Peserta Lelang dengan bukti setoran Uang Jaminan

Penawaran Lelang.

Dalam hal ini, terkait dengan kegagalan pelaksanaan lelang BMKT selain

BMN I, II, dan III yakni tidak adanya Peserta Lelang, yang berarti tidak

ada keabsahan Peserta Lelang, karena tidak menyerahkan bukti setorang

Uang Jaminan Penawaran Lelang. Dalam Pasal 1 angka (21) PMK

No.93/PMK.06/2010, Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum atau

badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang. Dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, seperti yang disebutkan dalam

Pengumuman Lelang terdapat kewajiban Peserta Lelang yakni :

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

61

a. Peserta Lelang baik perorangan atau badan hukum dan/atau kuasanya

wajib hadir pada saat pelaksanaan lelang. 55

b. Peserta Lelang yang sebelumnya adalah peminat lelang wajib

menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang ke rekening KPKNL

Jakarta III paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.

c. Peserta Lelang yang menjadi Pemenang Lelang wajib melunasi Harga

Lelang ke rekening KPKNL Jakarta III paling lambat 3 (tiga) hari kerja

setelah pelaksanaan lelang.

d. Peserta Lelang yang menjadi pemenang juga wajib membayar Bea

Lelang sebesar 1% (satu persen) dari Harga Lelang.

Sedangkan yang menjadi hak Peserta Lelang dalam pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN seperti yang disebutkan dalam Pengumuman Lelang

adalah Peserta Lelang yang tidak menjadi Pemenang Lelang, dapat

mengambil Uang Jaminan Penawaran Lelang di KPKNL Jakarta III.

Oleh karena Tidak Ada Peserta Lelang dalam pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN maka juga Tidak Ada Penawaran lelang. Tidak adanya

Peserta Lelang, dikarenakan tidak ada peminat lelang yang menyetor Uang

Jaminan Penawaran Lelang.

Dalam tahap Penentuan Peserta Lelang, tahap ini tidak terpenuhi dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, dikarenakan Tidak

Ada Peserta dalam lelang tersebut.

2. Pejabat Lelang memimpin lelang dengan memulai pembacaan kepala

Risalah Lelang. Pembacaan Risalah Lelang diikuti dengan tanya jawab

tentang pelaksanaan lelang antar Peserta Lelang, Pejabat Penjual, dan

Pejabat Lelang.

55 Dalam pengumuman lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, disebutkan cara penawaran dalam

pelaksanaan lelang tersebut dilakukan secara lisan atau terbuka dengan harga naik-naik. Selain itu juga disebutkan bahwa setiap Peserta Lelang baik perorangan atau badan hukum dan/atau kuasanya wajib hadir pada saat pelaksanaan lelang. Penjelasan tersebut mengidentifikasikan bahwa penawaran lelang dalam lelang BMKT selain BMN merupakan Penawaran Lelang Langsung, di mana dalam Penawaran Lelang Langsung, Peserta Lelang yang sah atau kuasanya, pada saat pelaksanaan lelang harus hadir di tempat pelaksanaan lelang. Oleh karena lelang BMKT selain BMN termasuk Lelang Noneksekusi Wajib, lelang memang harus dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung (sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 54 huruf (a) jo. Pasal 55 ayat (1) jo. Pasal 56 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010).

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

62

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, pastinya Pejabat Lelang

tetap memimpin lelang dengan memulai pembacaan kepala Risalah Lelang

meskipun lelang tersebut Tidak Ada Penawaran dan Tidak Ada Peserta.

3. Pelaksanaan Penawaran Lelang

Peserta Lelang mengajukan penawaran lelang yang dilakukan setelah

Pejabat Lelang membacakan kepala Risalah Lelang.

Pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, dinyatakan gagal.

Kegagalan disebabkan besaran Nilai Limit dan Uang Jaminan Penawaran

Lelang yang tinggi. Akibatnya, dalam lelang Tidak Ada Peserta yang

mengajukan penawaran, yang juga berimbas pada nihilnya penawaran

dalam lelang.

Terkait dengan pelaksanaan penawaran lelang maka berdasarkan Pasal 56

ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010, lelang BMKT selain BMN yang

termasuk dalam Lelang Noneksekusi Wajib, penawaran lelang harus

dilakukan dengan penawaran lelang langsung. Dalam Pengumuman

Lelang BMKT selain BMN jelas disebutkan bahwa cara penawaran lelang

dilakukan secara lisan atau terbuka dengan harga naik-naik (hal ini

tentunya sesuai dengan Pasal 62 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010).

Adapun penawaran lisan dilakukan dengan cara Pejabat Lelang

menawarkan barang mulai dari Nilai Limit, melaksanakan penawaran

dengan harga naik-naik dengan kelipatan kenaikan yang ditetapkan oleh

Pejabat Lelang, dan penawar tertinggi yang telah mencapai atau

melampaui Nilai Limit ditetapkan sebagai Pembeli oleh Pejabat Lelang. 56

Terkait penawaran lelang langsung yang diterapkan dalam pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN maka sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal

55 ayat (1) PMK No.93/PMK.06/2010, seharusnya Peserta Lelang yang

sah atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang harus hadir di tempat

pelaksanaan lelang. Persyaratan ini tidak terpenuhi, oleh karena Tidak Ada

Peserta Lelang yang hadir dalam pelaksanaan lelang tersebut.

56 Purnama Tioria Sianturi, ... Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang,…, hlm. 83.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

63

Mengacu pada pelaksanaan penawaran lelang, dalam Pengumuman Lelang

BMKT selain BMN disebutkan bahwa barang yang dilelang berupa 1

(satu) lot hasil pengangkatan BMKT. Di sini, BMKT dijual secara lelang

dengan sistem borongan (bersamaan), bukan berdasarkan per jenis barang

atau dengan kata lain tidak dibagi-bagi sesuai jenis barang sehingga

kurang terjangkau oleh Peserta Lelang.

Dalam pelaksanaan penawaran, jelas tahap ini tidak terpenuhi dalam lelang

BMKT selain BMN I, II, dan III. Penawaran tidak dapat dilakukan karena

Tidak Ada Peserta. Selain itu, penjualan BMKT secara lelang dengan

sistem borongan justru kurang memaksimalkan pelaksanaan lelang.

4. Penunjukan Pembeli

Oleh karena dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN Tidak Ada

Peserta dan Tidak Ada Penawaran maka juga tidak ada penunjukan

Pembeli oleh Pejabat Lelang. Dalam hal penunjukan Pembeli berarti ada

Pemenang Lelang yang mencapai Harga Lelang tertinggi.

III.Tahap Pasca Lelang

Tahap Pasca Lelang meliputi tahap pembayaran Harga Lelang, penyetoran

Hasil Lelang, pembuatan Risalah Lelang, dan pengembalian Uang Jaminan

Penawaran Lelang kepada Peserta Lelang.

1. Pembayaran Harga Lelang, penyetoran Hasil Lelang, dan pengembalian

Uang Jaminan Penawaran Lelang.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, ketiga tahap

tersebut tidak terpenuhi, karena memang dalam lelang tidak ada peminat

lelang yang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang, Tidak Ada

Peserta Lelang yang menjadi Pembeli atau Pemenang, dan Tidak Ada

Penawaran untuk mencapai Harga Lelang tertinggi.

2. Pembuatan Risalah Lelang

Oleh karena dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III

Tidak Ada Peserta dan Tidak Ada Penawaran, lelang tetap dilaksanakan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

64

dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. 57 Hal ini sesuai

dengan Pasal 4 ayat (2) PMK No.93/PMK.06/2010 yang menentukan

bahwa :

“Dalam hal Tidak Ada Peserta Lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran”.

Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara

lelang tersebut yang disebut dengan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran.

Dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, Risalah

Lelang memuat :

a. Hari, tanggal, dan jam lelang.

b. Nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang.

c. Nomor atau tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang dan

nomor atau tanggal Surat Tugas Khusus untuk Pejabat Lelang Kelas I.

d. Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat kedudukan atau domisili Penjual.

e. Nomor atau tanggal Surat Permohonan Lelang.

f. Tempat pelaksanaan lelang.

g. Sifat barang yang dilelang.

h. Dalam hal yang dilelang adalah barang bergerak harus disebutkan

jumlah, jenis, dan spesifikasi barang.

i. Hasil dari pelaksanaan lelang.

Dari penjelasan mengenai proses pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II,

dan II yang ditinjau dan dianalisis berdasarkan prosedur umum yang berlaku

dalam lelang, dapat disimpulkan bahwa :

1. Dalam tahap Persiapan Lelang, dapat dikatakan bahwa syarat permohonan

lelang, penentuan tempat dan pelaksanaan lelang, dan pelaksanaan

pengumuman adalah sah dan sesuai dengan prosedur lelang yang berlaku

dalam peraturan lelang. Namun, dalam hal penentuan syarat lelang yang

mencakup penetapan Nilai Limit dan Uang Jaminan Penawaran Lelang,

57 Dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) PerDirjen Kekayaan Negara No.PER-03/KN/2010, juga dijelaskan

bahwa dalam hal pelaksanaan lelang tidak ada yang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang atau Tidak Ada Penawaran, lelang dinyatakan sebagai lelang Tidak Ada Peminat oleh Pejabat Lelang. Atas pelaksanaan lelang tersebut, Pejabat Lelang tetap membuat Risalah Lelang dengan menyebutkan lelang Tidak Ada Peminat.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

65

tampak bahwa Penjual kurang memanfaatkan wewenang yang terdapat dalam

PMK No.93/PMK.06/2010. Terkait dengan penetapan Nilai Limit, Penjual,

dalam hal ini, PANNAS BMKT, tidak memanfaatkan Pasal 38 PMK

No.93/PMK.06/2010, yang menjelaskan bahwa dalam hal pelaksanaan

Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang sebelumnya dapat diubah oleh Penjual

dengan menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika

PANNAS BMKT menggunakan ketentuan dalam pasal tersebut yakni dengan

menurunkan Nilai Limit yang menjadi dasar ditetapkannya Uang Jaminan

Penawaran Lelang, terdapat peluang pelaksanaan lelang BMKT II dan III

dapat berhasil dengan baik. Dengan penetapan Nilai Limit yang baru

berdasarkan penilaian oleh tim penilai independen, diharapkan pelaksanaan

lelang BMKT selain BMN berikutnya tidak menemui kegagalan dan tentunya

banyak peminat lelang yang tertarik untuk ikut serta dalam lelang.

Dalam hal terbatasnya jangka waktu penyetoran Uang Jaminan Penawaran

Lelang, Penjual juga tidak memanfaatkan Pasal 71 ayat (2) PMK

No.93/PMK.06/2010, yang menyebutkan bahwa terdapat pengecualian

jangka waktu pembayaran Harga Lelang yang hanya diberikan kepada

Penjual, setelah Penjual mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas

nama Menteri dan harus dicantumkan dalam Pengumuman Lelang

2. Dalam tahap Pelaksanaan Lelang yang menyangkut penentuan Peserta

Lelang, penyerahan Nilai Limit, pelaksanaan penawaran lelang, dan

penunjukan Pembeli, kesemua tahap tersebut tidak terpenuhi dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III. Hal tersebut disebabkan

dalam pelaksanaan lelang BMKT tersebut memang tidak ada peminat lelang

yang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang, Tidak Ada Peserta Lelang

yang menjadi Pembeli atau Pemenang yang diwajibkan untuk membayar

Harga Lelang, dan Tidak Ada Penawaran untuk mencapai Harga Lelang

tertinggi.

3. Dalam tahap Pasca Lelang meliputi pembayaran Harga Lelang, penyetoran

Hasil Lelang, dan pembuatan Risalah Lelang, pembayaran Harga Lelang dan

penyetoran Hasil Lelang juga tidak terpenuhi pada pelaksanaan lelang BMKT

selain BMN. Ini dikarenakan dalam lelang Tidak Ada Penawaran dan Tidak

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

66

Ada Peserta Lelang yang ditunjuk sebagai Pembeli atau Pemenang Lelang

yang memang diwajibkan untuk membayar Harga Lelang sehingga Pejabat

Lelang pun juga tidak melakukan penyetoran Hasil Lelang kepada yang

berhak.

Dalam tahap ini, yang terpenuhi dan sah adalah pembuatan Risalah Lelang

oleh Pejabat Lelang meskipun dalam lelang BMKT selain BMN Tidak Ada

Peserta dan nihilnya penawaran. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam peraturan lelang yang menyebutkan bahwa Pejabat Lelang

yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut

dengan Risalah Lelang tidak terkecuali lelang BMKT selain BMN yang

Tidak Ada Penawaran.

Terkait dengan 3 (tiga) kali pelelangan BMKT berstatus selain BMN melalui

KPKNL Jakarta III tidak terjual, terdapat upaya-upaya yang ditempuh oleh

PANNAS BMKT selaku Penjual, yakni sebagai berikut :

1. Dalam Pasal 10 ayat (4) PMK No.184/PMK.06/2009 dijelaskan bahwa

berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan, Menteri Kelautan dan Perikanan

dapat :

a. melakukan penjualan secara lelang melalui Balai Lelang swasta atau

internasional. 58

b. melakukan penjualan dengan cara lain, misal penjualan di bawah tangan. 59

2. Dalam hal BMKT berstatus selain BMN yang tidak laku terjual dengan cara

penjualan lelang, baik melalui Balai Lelang swasta atau internasional maupun

penjualan dengan cara lain, berdasarkan Pasal 11 PMK No.184/PMK.06/2009

58 Dalam Risalah Lelang pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, jelas disebutkan bahwa lelang

BMKT selain BMN termasuk Lelang Noneksekusi Wajib. Terkait dengan penjualan BMKT secara lelang melalui Balai Lelang, dalam Pasal 16 PMK No.176/PMK.06/2010, dijelaskan bahwa kegiatan usaha Balai Lelang juga meliputi kegiatan jasa Pra Lelang dan Jasa Pasca Lelang untuk semua jenis lelang.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jika pelelangan BMKT selain BMN tidak laku terjual sebanyak 3 (tiga) kali, dapat dilakukan penjualan secara lelang melalui Balai Lelang, hanya untuk kegiatan jasa pada tahap Pra Lelang (mencakup Permohonan Lelang, Penentuan Tempat dan Waktu Lelang, Penentuan Syarat Lelang, dan Pelaksanaan Pengumuman); dan tahap Pasca atau Purna Lelang (mencakup Pembayaran Harga Lelang, Penyetoran Hasil Lelang, pembuatan Risalah Lelang, dan Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang kepada Peserta Lelang) meskipun lelang BMKT selain BMN merupakan Lelang Noneksekusi Wajib.

59 Berdasarkan wawancara Riama Luciana Sihotang dengan Ir. Aris Kabul Pranoto, M.Si. Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Sekretariat Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT), April 2012, pukul 09.30 WIB-12.00 WIB.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

67

dilakukan pembagian barang yakni 50% bagian pemerintah dan 50% bagian

perusahaan, dalam hal ini, pemegang izin pengangkatan BMKT.

3. Jika penjualan lelang BMKT selain BMN berhasil dan laku terjual,

berdasarkan Pasal 10 ayat (2) dan (3) PMK No.184/PMK.06/2009 hasil

penjualan lelang BMKT setelah dipungut Bea Lelang, diserahkan kepada

Pemohon Lelang. Hasil penjualan BMKT yang diserahkan kepada Pemohon

Lelang, untuk bagian Pemerintah disetorkan ke kas negara dalam bentuk

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Terkait dengan hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (2)

Keppres No.25 Tahun 1992 bahwa pembagian hasil antara pemerintah dan

perusahaan adalah 50% (lima puluh persen) dari hasil kotor atau bruto,

diperuntukkan bagi pemerintah dan harus disetor ke kas negara. Sedangkan

50% (lima puluh persen) dari hasil kotor atau bruto, sisanya merupakan hak

perusahaan.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

68

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

I. Setiap pelaksanaan lelang selain mengacu pada peraturan lelang yang

berlaku, juga harus berpijak pada Asas-Asas Lelang. Asas-Asas Lelang

merupakan sandaran atau tolak ukur dilaksanakannya suatu lelang yakni

apakah lelang tersebut telah dapat menjamin kepastian hukum atau telah

memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam lelang.

Dalam hal Asas-Asas Lelang, pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I serta

Lelang Ulang II dan III, diterapkan pada masing-masing Asas Lelang berikut

ini :

a. Asas Keterbukaan atau Transparansi.

Asas ini terpenuhi dengan adanya Pengumuman Lelang, akses informasi

pelaksanaan lelang kepada peminat lelang, dan ketertarikan peminat lelang

baik peminat domestik maupun yang berasal dari luar negeri.

b. Asas Keadilan.

Asas ini tidak terpenuhi yakni dengan tidak berubahnya Nilai Limit

sebesar USD. 80.000.000,00 (delapan puluh juta Dolar Amerika) pada

Lelang Ulang BMKT selain BMN II dan III. Ini membuktikan tidak

adanya keadilan secara proporsional terutama bagi peminat lelang yang

nantinya menjadi Peserta Lelang. PANNAS BMKT selaku Penjual juga

tidak memanfaatkan Pasal 38 PMK No.93/PMK.06/2010. Asas Keadilan

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

69

hanya terpenuhi, yakni dengan tidak berpihaknya Pejabat Lelang dari

KPKNL Jakarta III baik kepada Penjual maupun peminat lelang.

c. Asas Kepastian Hukum.

Penerapan asas ini terpenuhi dengan adanya Risalah Lelang yang dibuat

oleh Pejabat Lelang KPKNL Jakarta III meskipun Tidak Ada Peserta dan

Tidak Ada Penawaran dalam lelang BMKT selain BMN I, II, dan III. Ini

membuktikan adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN.

d. Asas Efisiensi.

Penerapan Asas Efisiensi terpenuhi dengan adanya Pengumuman Lelang

BMKT selain BMN, di mana dipastikan Peserta Lelang terkumpul pada

saat hari lelang dan pada saat itu pula ditentukan pembelinya. Namun,

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN gagal akibat Tidak Ada Peserta

dan Tidak Ada Penawaran. Selain itu, Asas Efisiensi terpenuhi pada

dengan adanya syarat penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang paling

lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan lelang dan pembayaran Harga

Lelang paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan lelang. Dalam

kenyataannya, makna efisiensi pada kedua persyaratan tersebut

menjadikan pelaksanaan lelang BMKT selain BMN tidak efektif.

f. Asas Akuntabilitas.

Penerapan Asas Akuntabilitas terpenuhi dengan dilaksanakannya lelang

BMKT selain BMN di hadapan Pejabat Lelang KPKNL Jakarta III dan

hasil pelaksanaan lelang tersebut dituangkan dalam Risalah Lelang

meskipun lelang Tidak Ada Peserta dan Tidak Ada Penawaran.

e. Asas Kompetisi.

Penerapan Asas Kompetisi tidak terpenuhi, dikarenakan dalam

pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I, II, dan III, Tidak Ada Peserta

dan Tidak Ada Penawaran. Dengan kata lain, tidak ada kompetisi antar

Peserta Lelang guna mencapai harga terbaik dan mendapatkan barang

yang dilelang.

Dari penjelasan di atas, penulis menganalisis bahwa terdapat penerapan 2

(dua) Asas Lelang yang tidak terpenuhi, yaitu Asas Keadilan dan Asas Kompetisi.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

70

II. Pelaksanaan lelang BMKT selain BMN, pada dasarnya juga melalui prosedur

umum lelang sebagaimana diatur dalam peraturan lelang yang berlaku yakni

mulai dari tahap Persiapan atau Pra Lelang, Pelaksanaan Lelang, sampai pada

tahap Purna atau Pasca Lelang. Melalui analisis yang dilakukan penulis,

terdapat beberapa tahap yang tidak terlaksana secara optimal khususnya

dalam pelaksanaan lelang BMKT kedua dan ketiga. Pada tahap Persiapan

Lelang yakni penentuan syarat lelang, penetapan Nilai Limit yang tinggi dan

besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang, membawa dampak besar pada

tahap lelang lainnya seperti tahap Pelaksanaan Lelang yang mencakup

penentuan Peserta Lelang, pelaksanaan penawaran lelang, dan lain-lain; serta

tahap Pasca Lelang yang mencakup pembayaran Harga Lelang dan

penyetoran Hasil Lelang.

B. Saran

Pelaksanaan lelang BMKT selain BMN yang perdana dilakukan di Indonesia

menimbulkan pro dan kontra bagi beberapa pihak. Selain itu juga pelaksanaan

lelang tersebut tidak memberikan hasil yang maksimal yakni lelang Tidak Ada

Peserta dan Tidak Ada Penawaran.

Dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN, sudah seharusnya ada evaluasi atau pembaharuan agar

pelaksanaan lelang BMKT berikutnya dapat dilaksanakan tanpa adanya

permasalahan yang lebih besar.

Berikut ini terdapat saran-saran yang diberikan penulis yang dapat

mengoptimalisasi pelaksanaan lelang BMKT, yakni sebagai berikut :

1. Adanya sosialisasi lelang baik bagi Penjual, dalam hal ini, PANNAS

BMKT maupun bagi peminat lelang. Bagi Penjual, diwujudkan dengan

pemahaman dan pengetahuan lebih mendalam terhadap peraturan lelang

yang berlaku. Penjual dapat menerapkan pasal-pasal dalam peraturan

lelang jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan lelang berikutnya.

Bagi peminat lelang, perlu ada sosialisasi terhadap pelaksanaan lelang

BMKT selain BMN terutama persyaratan yang harus dipenuhi dalam

lelang.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

71

2. Sebaiknya perlu ada pembaharuan atau evaluasi terhadap :

a. Nilai Limit.

b. Penetapan besaran Uang Jaminan Penawaran Lelang.

3. Apabila dimungkinkan, lelang untuk BMKT tidak dilaksanakan atau dijual

secara bersamaan (sistem borongan) tetapi berdasarkan jenis barangnya

untuk memaksimalkan penjualan.

4. Terkait dengan kegagalan dalam pelaksanaan lelang BMKT selain BMN I

serta Lelang Ulang II dan III akibat Tidak Ada Peserta dan Tidak Ada

Penawaran, diperlukan kesiapan PANNAS BMKT selaku Penjual dalam

melaksanakan pelelangan BMKT baik dari Persiapan Lelang, Pelaksanaan

Lelang maupun Pasca Lelang. Dalam arti, pelelangan terhadap BMKT

yang bernilai ekonomi, budaya, dan sejarah yang tinggi, seharusnya

dilaksanakan seperti misalnya lelang benda berharga pada Balai Lelang

Christie dan tidak seharusnya melelang BMKT sama seperti lelang

terhadap aset negara lainnya.

5. Adanya upaya promosi dan strategi pemasaran yang lebih komprehensif. 60

60 Strategi pemasaran lazim disebut dengan The Marketing Mix atau The Four P’s Of The Marketing

Mix, yaitu Product Strategy (menyajikan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen), Price Strategy (menetapkan harga dan syarat pembayaran produk sesuai dengan kesediaan konsumen membayar, Place Strategy (mengusahakan produk tersedia di tempat yang memudahkan konsumen membelinya), dan Promotion Strategy (memberitahu konsumen tentang keberadaan produk dan meyakinkan mereka bahwa produk dapat memberikan kepuasan yang optimal). Selain itu, terdapat strategi pemasaran lain yang tidak kalah penting, yakni People (pihak-pihak yang terkait dalam pemasaran suatu produk). Lihat Siswanto Sutojo dan Dr.F.Kleinsteuber “Ruang Lingkup Strategi Manajemen Pemasaran : The Marketing Mix”, dalam Strategi Manajemen Pemasaran, cet.1, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2002), hlm. 12-13.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

72

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan. Cet.2. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010. Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris Indonesia, An English-

Indonesia Dictionary. Cet.25.Jakarta: PT. Gramedia, 2003. Harahap, M. Yahya. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata.

Cet.2. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Harkantiningsih Naniek, Sonny Chr Wibisono dan John Norman Miksic. Sunken

Treasures from the Tenth Century (Five Dynasties or Early Northern Song. Cet.1. Jakarta: PANNAS BMKT, 2010.

Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Cet.1. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Jual Beli, Seri Hukum Perikatan. Cet.1.

Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003. Mundarjito, Laode M. Aksa dan Adi Agung T. “Latar Belakang Eksplorasi”

Dalam Kapal Karam abad ke-10 di Laut Jawa Utara Cirebon. Jakarta: PANNAS BMKT, 2008. Hlm. 27-33.

Ngadijarno, F.X, Nunung Eko Laksito dan Isti Indri Listiani. Lelang: Teori dan

Praktik. Cet.1. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2005. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet.10. Jakarta: Balai Pustaka,

1987. Sianturi, Purnama Tioria. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang

Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Cet.1. Bandung: Mandar Maju, 2008.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta: UI-Press, 2010. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Ed.1. Cet.12. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010. Soemitro, Rochmat. Peraturan dan Instruksi Lelang. Cet.1. Bandung: PT.Eresco,

1987. Subekti, R. Aneka Perjanjian. Cet.10. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

73

Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek. Cet.25. Jakarta: Pradnya Paramita, 1992.

Sutojo, Siswanto dan F. Kleinsteuber. Strategi Manajemen Pemasaran. Cet.1.

Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2002. Suyuthi, Wildan. Sita Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan. Cet.1. Jakarta:

PT. Tatanusa, 2004. Wirasantosa, Sugiarta dan Ira Dillenia. “Kapal Nusantara Abad X” Dalam Kapal

Karam abad ke-10 di Laut Jawa Utara Cirebon. Jakarta: PANNAS BMKT, 2008. Hlm. 81-82.

II. ARTIKEL (MAJALAH ILMIAH) Lelang, Direktorat, “Sales Means Auction : Suatu Keniscayaan.” Media Kekayaan

Negara. (Edisi 06 Tahun II/2011). Hlm. 5. III. MAKALAH BMKT, PANNAS. “Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang

Tenggelam (BMKT)”, 2011. IV. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG

Indonesia, Undang-Undang Tentang Cagar Budaya, No. 11 Tahun 2010, LN No.130 Tahun 2010, TLN No.

PERATURAN PEMERINTAH

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. PP No. 6 Tahun 2006. LN No.20 Tahun 2006. TLN 4609.

Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. PP No. 38 Tahun 2008. LN No.78 Tahun 2008. TLN 4855.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

74

KEPUTUSAN PRESIDEN Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Pembagian Hasil Pengangkatan Benda

Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam Antara Pemerintah Dan Perusahaan. Keppres No. 25 Tahun 1992. Lembaran Lepas 1992.

Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan

Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Keppres No. 19 Tahun 2007. Lembaran Lepas 2007.

Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Keppres No. 12 Tahun 2009. Lembaran Lepas 2009.

PERATURAN MENTERI

Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Jasa Penilai Publik. Permen Keuangan Indonesia No.125/PMK.01/2008.

Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Tata Cara

Penetapan Status Penggunaan Dan Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Permen Keuangan Indonesia No.184/PMK.06/2009.

Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Penilaian Aset

Bekas Milik Asing/Cina Dan Benda Cagar Budaya. Permen Keuangan Indonesia No.185/PMK.06/2009.

Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang. Permen Keuangan Indonesia No.93/PMK.06/2010. Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Pejabat Lelang

Kelas I. Permen Keuangan Indonesia No.174/PMK.06/2010. Kementerian Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan Tentang Balai Lelang.

Permen Keuangan Indonesia No.176/PMK.06/2010.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

75

KEPUTUSAN MENTERI

Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Selaku Ketua Panitia Nasional Pengangkatan Dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam Tentang Ketentuan Teknis Perizinan Survei Dan Perizinan Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Kepmen Kelautan Dan Perikanan No. 39/2000.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. PerDirjen Kekayaan Negara No. PER-03/KN/2010.

V. INTERNET Andi “Dari Kontroversi Sampai Tuduhan Kolusi.”

http://balak6.wordpress.com/2008/01/30/dari-kontroversi-samoai-tuduhan-kolusi Diunduh 11 Desember 2012.

Indonesia, PT. Wahana Lelang “Karakteristik dan Kelebihan Lelang.”

http://walindo.com/tentang-lelang/karakteristik-dan-kelebihan-lelang.html Diunduh 18 Oktober 2012.

Marbun, Jhohannes “Pannas BMKT : Solusi Atau Sekedar Euforia ? (Sekelumit

catatan tentang BMKT).” http://xa.yimg.com/kq/groups/17977839/.../Artikel+Pannas+BMKT.doc Diunduh 11 Desember 2012

Novianti, Ida “Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam

(BMKT).”http://hurahurafiles.wordpress.com/2010/03/03_dit_lelang_kemenkeu_ppt Diunduh 11 Desember 2012.

Rochtri “Pameran Jejak-jejak Karam Oleh Museum Nasional Indonesia.”

http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-publik/2499-pameran-jejak-jejak-karam-oleh-museum-nasionalindonesia Diunduh 11 Desember 2012.

http://www.bppk.depkeu.go.id/webbpkn/index.php?option=com_docman&ta

sk=cat,view&gid:=8&Itemid=

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PROBLEMATIKA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334157-T32559-Riama L. Sihotang... · Nusantara dalam perdagangan regional serta penguasaan teknologi perkapalan

76

VI. WAWANCARA Sihotang, Riama Luciana. Wawancara dengan Ir. Aris Kabul Pranoto, M.Si.

Pengelolaan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Sekretariat Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT). April 2012.

Problematika kegagalan..., Riama Luciana Sihotang, FH UI, 2013