Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI KASUS PENYEDIAAN LAYANAN BACKBONE
JAKARTA - SINGAPURA MELALUI JALUR DARAT DAN
LAUT DI INDONESIA DENGAN METODE TEKNO
EKONOMI
(Studi Kasus : PT. Moratelindo dan PT. Nap Info Lintas Nusa)
TESIS
FANDI KRISMANTO
080642437
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
KEKHUSUSAN MANAJEMEN TELEKOMUNIKASI
JAKARTA
GENAP 2011
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Fandi Krismanto
NPM : 0806424371
Program Studi : Manajemen Telekomunikasi
Judul Seminat : ”Studi kasus penyediaan layanan backbone
Jakarta – Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan Metode
Tekno Ekonomi”.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik
pada Program Studi Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 8 Juli 2011
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmah,
Hidayah dan Inayah-Nya, penulis diberikan kekuatan, kesabaran, dan kemudahan
untuk menyusun dan menyelesaikan laporan tesis ini. Sholawat dan salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti tesis Jurusan Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Muhamad Asvial, M.Eng selaku Pembimbing seminar/tesis yang begitu
besar peranannya dalam memberikan bimbingan serta pengarahan dalam
penulisan tesis ini.
2. Rekan-rekan di PT. NAP INFO LINTAS NUSA dan PT. MORA
TELEMATIKA INDONESIA yang telah membantu pengumpulan Data yang
dibutuhkan, serta memberi masukan, saran dan pengarahannya.
3. Orang tua dan kakak, yang memberikan dorongan baik moril maupun materil,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai selesai.
4. Seluruh rekan-rekan di Manajemen Telekomunikasi Universitas Indonesia.
5. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini.
Akhir kata semoga Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Fandi Krismanto
NPM : 0806424371
Program Studi : Manajemen Telekomunikasi
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclisive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saua yang berjudul:
” Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta – Singapura melalui jalur
darat dan laut di Indonesia dengan Metode Tekno Ekonomi”.
Beserta perangkatan yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis, pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 8 Juli 2011
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
vi
ABSTRAK
Nama : Fandi Krismanto
Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Studi kasus penyediaan layanan backbone Jakarta –
Singapura melalui jalur darat dan laut di Indonesia dengan
Metode Tekno Ekonomi
Pelanggan internet di Indonesia akan bertambah dari hari ke hari. Lonjakan
jumlah pelanggan ini tentu menggembirakan pelaku industri penyedia internet.
Namun penambahan jumlah pelanggan juga membawa konsekuensi serius bagi
operator, yaitu kapasitas jaringan untuk menjamin konektifitas pelanggannya.
Dengan menggunakan data periode tertentu dan metode tekno ekonomi untuk
melakukan penelitian kapasitas trafik dan harga. Perhitungan dan analisis
dilakukan untuk mendapatkan komponen nilai kapasitas total backbone terpakai
dan pengaruh investasi dari penyelenggaraan backbone terutama link Jakarta -
Singapura.
Setelah diperoleh total kapasitas bandwith dari beberapa penyedia akses dan
teknologi yang diterapkan maka dapat diketahui nilai ekonomis dari
penyelenggaraan infrastruktur backbone internasional ini melalui analisa nilai
NPV, IRR dan BEP. Dari pengaruh investasi tersebut maka didapat faktor harga
penyewaan backbone Jakarta - Singapura apakah semakin meningkat atau
menurun.
Kata Kunci :
Kapasitas, Tekno-Ekonomi, NPV, IRR, BEP
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
vii
ABSTRACT
Name : Fandi Krismanto
Study Program : Electrical Engineering
Title : Case studies services backbone Jakarta-Singapore using
link land and link sea in Indonesia using Methode of
Techno - Economics
Internet subscribers in Indonesia will grow from day to day. Surge in the number
of customers is certainly encouraging industry players internet provider. But the
increase in the number of customers also have serious consequences for the
operator, namely the capacity of the network to ensure connectivity customers.
By using the data specified period of economic and techno methods to conduct
research traffic capacity and price. Calculation and analysis is performed to obtain
the value of the total capacity of backbone components used and the effect of the
implementation of investment primarily backbone link Jakarta – Singapura.
Having obtained the total bandwidth capacity of multiple access providers and
technologies are applied, it can be known to the economic value of organizing this
international backbone infrastructure through analysis NPV, IRR and BEP. The
effect this investments is derived factor rental prices backbone Singapore -
Singapore is increasing or decreasing.
keywords:
Traffic, Techno-economics, NPV, IRR and BEP
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………... ii
KATA PENGANTAR …………………………………………..…….……….. iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………... iv
HALAMAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH PUBLIKASI ……………….. v
ABSTRAK ………………………………………………………………...….. vi
ABSTRACT ……………………………………………………..…………….. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………...………… viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ……………………………………………..…….………… 1
1.2.Identifikasi Permasalahan ……………………………….………..………. 3
1.3.Pembatasan Masalah ……….………………………………………..……. 3
1.4.Tujuan Penelitian ………….………………………………………..…… 4
1.5.Metode Penulisan ………...…………………………………….………..… 4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Penetrasi Internet di Indonesia …………………………………………..… 5
2.2. Layanan Broadband di Indonesia ………………………………………..… 6
2.3. Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas
Nusa dan PT. Mora Telematika Indonesia ………………………… 7
2.4. Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy) …………………..….. 8
2.5. Teknologi DWDM
2.5.1 Teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing ………. 9
2.5.2 Konsep Dasar DWDM …………………………………… 13
2.5.3 Spasi Kanal ………………………………………………. 14
2.5.4 Elemem Jaringan DWDM…………………………………. 15
2.6 Teknologi Jaringan …..……………………………………………... 16
2.6.1 Network Topologi …………………..……………………... 16
2.6.2 Model OSI dan TCP IP ………………………………..…….. 19
2.6.3 Routing Protocols ……………………………………………. 22
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
ix
2.6.4 Konsep Switching ……………..………………………………………….. 24
2.7 Servis Layanan ………………………………………………………… 25
2.8 Internet Global Routing ………………………………………………….. 27
BAB III ANALISA TEKNO EKONOMI ………………………………… 28
3.1 Tahap Pengumpulan Data ………………….…………………………… 29
3.2 Tahap Analisa ………………………………………….…………….. 30
3.3 Aspek Teknologi ………………………………………………………. 30
3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional ……..… 30
3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info ……… 31
3.3.2.1 Topologi backbone layer 1 …………………………………… 32
3.3.2.2 Topologi backbone layer 2 ……………………………………... 33
3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3 .………………………..………….. 34
3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas …………………… 34
3.3.4 Target Market Pendistribusian Layanan …………………………… 36
3.3.5 OSP Provider ……………………………………………………….. 38
3.4 Aspek Ekonomis …………………………………………….………….. 41
3.4.1 Arus kas (Cash Flow) ………………………………...…………… 43
3.4.2 CAPEX dan OPEX …………………………………………......... 43
3.4.3 Discount Rate …………………………………………………. 44
3.4.4 EBIT dan EBITDA …………….…………………………………. 45
3.4.5 COGS ………………………………………………………….. 46
3.4.6 BEP ………………………………………………………….. 46
3.4.7 Depresiasi …………………………...……………………………… 47
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
x
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Traffik Data Internet Existing …………………………………………….. 48
4.2 Alokasi Anggaran …………………………………………………………. 50
4.2.1 CAPEX dan OPEX ……………………………………… 50
4.3 Sumber Pendapatan ……………...……………………………………….. 51
4.4 Analisa Revenue ……………………..…………………………………… 53
4.5 Analisa Investasi …………………………………………………………. 54
4.5.1 Metode Internal Rate of Return ……………………….. 56
4.5.2 Metode NPV …………………………………………… 56
BAB V KESIMPULAN ……………………………………………………… 59
DAFTAR REFERENSI ………………………………………….……......... 60
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global ……….………………………………. 1
Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi ………………………………… 6
Gambar 2.2 Konvergensi Layanan Broadband ………………………………. 7
Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing ……………………… 9
Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)......……… 9
Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup ………… 10
Gambar 2.6 Konsep DWDM ………………………………………………… 13
Gambar 2.7 Topologi Jaringan ………………………………………………... 18
Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP ………………...………………………… 19
Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP ……………..………….. 23
Gambar 2.10 Konsep Switching ………………………………….....…………. 24
Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH …………………………………...…. 25
Gambar 2.12 Servis Layer 2 …………………………………...……………. 25
Gambar 2.13 Servis Layer 3 ………………………………………………….. 26
Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet …… 27
Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet net ………… 27
Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa …………………………. 28
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi…………………………. 29
Gambar 3.3. Infrastruktur Jakarta – Singapura……………………………. 31
Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa …………………….…. 32
Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo ………………………………. 32
Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa ....……. 33
Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo…………….…… 33
Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa ...……………. 34
Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo …………………..… 34
Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM ………………………….…………. 35
Gambar 3.11 Perangkat Sub Marine Cable ………………………………….. 36
Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System ……………………………… 37
Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo ……………………………… 38
Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional
NAP INFO ……………………………………………………………….…….. 48
Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional
NAP INFO……………………………………………………………………... 48
Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound
dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………………..… 49
Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound
dan Outbond Upstream PCCW Moratelindo …………………….… 49
Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound
dan Outbond Upstream TATA Moratelindo ……………………….…….….… 49
Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound
dan Outbond Upstream STIX Moratelindo …………………………….…….… 50
Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix ………………………………….…….… 52
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xii
Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo ………………………….……….... 52
Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix …………….…………. 53
Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo ……………….... 53
Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix ……………………….. 58
Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo ………………..... 59
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) ………...…. 15
Tabel 2.2 Model OSI ……………………………………….………………… 19
Table 3.1 OSP Matrix Cable System ………………………………………… 39
Tabel 3.2 OSP Moratelindo ………………………………………………… 39
Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral………...………………………………. 44
Tabel 4.1 CAPEX Matrix ……………………………….............................. 51
Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo ………………………………………………. 51
Tabel 4.3 Faktor Investasi ………………………………………..……………. 52
Tabel 4.4 Revenue Matrik ……………………………………………………… 53
Tabel 4.5 Revenue Moratelindo ………………………………………………. 54
Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System ……………………..…… 55
Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo ………………………………….. 56
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR SINGKATAN
APJII Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
ANSI America National Standard Institute
ATM Ansychronous Transfer Mode
BGP Border Gateway Protocol
CWDM Coarse Wavelength Division Multiplexing
DWDM Dense Wavelength Division Multiplexing
DCF Discount Cash Flow
DHCP Dynamics Host Configuration Protocol
DNS Domain Name System
EDFA Erbium Doped Fiber Amplifier
EU Europian Union
EGP External Gateway Protocol
EVDO Evolution Data Only
FCC Federal Communications Commission
FTP File Transfer Protocols
HSDPA High-Speed Downlink Packet Access
HTTP Hypertext Transfer Protocol
IETF Internet Engineering Task Force
IGP Internal Gateway Protocol
ISO International Standarization Organization
ISP Internet Service Provider
ILA In Line Amplifier
IPLC International Private Link Circuit
IP Internet Protocol
ITU International Telecomunication Union
ICMP Internet Control Message Protocol
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xv
IGMP Internet Group Management Protocol
ISDN Integrated Service Digital Network
IRR Internal Rate of Return
ISOC Internet Society
IAB Internet Architecture Board
LAN Local Area Network
LED Light Emitting Diode
LLC Logical Link Control
MCS Matrix Cable System
MAC Media Access Control
MAN Metro Area Network
NAP Network Access Provider
NFS Network File System
NPV Net Present Value
NIC Network Interface Card
OADM Optical Add / Drop Multiplexer
OSI Open Systems Interconnection
OXC Optical Cross Connect
OEO Optical Electrooptic
OA Optical Amplifier
OECD Organization for Economic Co-orperation and Development
PBP Pay Back Periode
PSTN Public Switched Telephone Network
PDH Plesiochronous Digital hierarchy
RDP Remote Desktop Protocol
RFC Request For Commence
R & D Reasearch And Development
SDH Synchronous Digital Hierarchy
SONET Synchronous Optical Networking
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
Universitas Indonesia
xvi
STM Synchronous Transport Module
SMTP Simple Mail Transfer Protocol
SNMP Simple Network Management Protocol
TCP Transmission Control Protocol
UDP User Diagram Protocol
VLAN Virtual LAN
VNC Virtual Network Computing
WDM Wavelength Division Multiplexing
WAN Wide Area Network
WINSOCK Windows Socket
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring berkembangnya teknologi telekomunikasi di dunia pada umumnya dan
Indonesia pada khususnya membuka peluang bagi penyelenggara telekomunikasi
untuk berkembang. Di Indonesia perkembangan internet menjadikan bisnis baru
yang cukup marak dalam hal perkembangan infrastruktur telekomunikasi,
penggunaan perangkat dan teknologi telekomunikasi yang akan diterapkan. Hal
tersebut menjadikan para penyelenggara telekomunikasi yaitu NAP, ISP dan
Operator seluler berkompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan internetnya
disisi pelanggan dengan pemenuhan kapasitas jaringan backbone internasional.
NAP, ISP dan Operator telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak yang
penting dalam hal distribusi kapasitas bandwith layanan internet di Indonesia pada
sisi end-user. Di sisi end-user pemilihan Operator Telekomunikasi dan ISP untuk
kenyamanan berinternet dengan akses yang cepat dan berkualitas dengan
terpenuhi kapasitas bandwith mereka. Di sisi Operator Telekomunikasi dan ISP
pemilihan NAP merupakan hal yang krusial dalam peningkatan kualitas layanan
langsung terhadap jaringan mereka dan secara tidak langsung ke pelanggan
dimana pemenuhan kapasitas backbone mereka terpenuhi.
Gambar 1.1 Penetrasi Internet Global [1]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
2 Universitas Indonesia
Pada gambar 1.1 menjelaskan penetrasi internet secara global. Saat ini
diperkirakan pertumbuhan masyarakat Internet mencapai 1,97 miliar pemakai
dengan tingkat penetrasi mencapai 28.7% (tumbuh sampai 448%). Secara khusus
di Asia, China masih menempati di urutan pertama sebagai negara yang memiliki
penetrasi 31,6% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 420 juta). Yang
cukup membanggakan adalah Indonesia menempati urutan ke 5 dengan tingkat
penetrasi 12.3% (dengan jumlah pemakai Internet mencapai 30 juta) [1].
Berdasarkan data tersebut maka di Indonesia kebutuhan akan layanan internet
dimana dibutuhkan akses yang cepat, berkualitas dan harga yang terjangkau
menjadi sangat penting. Penggunaan jaringan serat optik untuk pemenuhan
kapasitas backbone merupakan salah satu solusi untuk telekomunikasi di
Indonesia. Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo dalam beberapa tahun terakhir
ini cukup berperan aktif dalam penyediaan jalur backbone internasional.
Implementasi jaringan internasional yang dimaksud backbone adalah topologi
point to point (PTP) yaitu pada layer 1, 2 dan 3. Untuk servis layanan layer 1
yaitu IPLC (E1, VC3, DS3 dan NxSTM) dan EPL (Fast Ethernet, Gigabit
Ethernet) melalui teknologi SDH. Pada layer 2 yaitu layanan EVPL (VLAN)
dengan backbone menggunakan teknologi switching. Terakhir adalah layer 3
adalah servis layanan internet lebih dikenal dengan IP Transit, yaitu melalui
routing.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam penyelenggaran backbone
dalam faktor tekno - ekonomi yaitu faktor teknologi dan ekonomi. Faktor
teknologi lebih mengarah terhadap arsitektur jaringan yaitu penerapan topologi
jaringan, teknologi perangkat, rute jalur backbone darat atau laut terhadap servis
layanan yang akan dijual. Seperti kita ketahui pembangunan infrastruktur
backbone internasional sangat mahal, yaitu besarnya nilai capex dan opex.
Faktor ekonomi yang dibahas pada tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR,
BEP, Discount Rate dan cash flow.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
3 Universitas Indonesia
Berdasarkan faktor – faktor tersebut dan mengambil data pada dua operator ini
maka dapat dianalisis dengan metode Tekno-Ekonomi penyelenggaraan backbone
terhadap permintaan kapasitas dan harga penyewaan backbone internasional di
Indonesia.
1.2 Identifikasi Permasalahan
Dalam penelitian ini penulis menemukan beberapa permasalahan untuk koneksi
jaringan backbone internasional di Indonesia.
1. Keterbatasan kapasitas jalur backbone internasional dan penyediaan
perangkat sesuai dengan permintaan akan kapasitas sehingga perlunya
diadakan pembangunan backbone internasional.
2. Persaingan harga terhadap kapasitas bandwith backbone internasional yang
dibutuhkan.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah agar pembahasan tidak
terlalu meluas, dan diharapkan bisa fokus terhadap pokok permasalahan. Berikut
adalah batasan-batasan yang diberikan oleh penulis:
a. Penelitian ini hanya pada segmen jalur Jakarta – Singapura yang merupakan
traffik paling banyak untuk penggunaan bandwith di Indonesia.
b. Metode tekno ekonomi yang digunakan berdasarkan metodologi yang
dikembangkan Uni Eropa.
c. Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus di Moratelindo dan Nap
Info Lintas Nusa, sehingga penulisan didasarkan pada data perusahaan terkait.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
4 Universitas Indonesia
1.4 Tujuan Penelitian
a. Menganalisa pengaruh teknologi DWDM terhadap pemenuhan kapasitas
jaringan backbone Jakarta – Singapura pada provider Moratelindo dan Nap
Info Lintas Nusa.
b. Menganalisa menggunakan metode tekno ekonomi (NPV, IRR, BEP dan
Payback Period) pembangunan jalur Jakarta – Singapura melalui darat dan
laut yang diterapkan pada Moratelindo dan Nap Info Lintas Nusa.
1.5. Metode Penulisan
1. Studi literatur yaitu meliputi pengambilan referensi dari beberapa sumber.
2. Pengumpulan data yaitu bersumber dari beberapa sampel provider yang
bergerak dalam jasa internet dimana terkoneksi pada jaringan 2 operator NAP
ini.
3. Analisa menggunakan metode Tekno - Ekonomi yaitu menganalisa
implementasi teknologi terhadap investasi yang dikeluarkan.
4. Kesimpulan yaitu menganalisis hasil perhitungan investasi yang dikeluarkan
yaitu nilai NPV, IRR dan BEP.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
5
Universitas Indonesia
BAB II
LAYANAN INTERNET DI INDONESIA, TEKNOLOGI JARINGAN OPTIK
(SDH, DWDM) DAN NETWORK TOPOLOGI
2.1 Penetrasi Internet di Indonesia
Di Indonesia penyedia jasa internet disebut dengan ISP (Internet Servis Provider).
Berdasarkan data APJII 2011 ada sekitar 234 ISP yang telah terdaftar semenjak tahun
1996, akan tetapi kurang dari 200 ISP yang masih aktif saat ini. ISP ini menawarkan
layanan ke pelanggan secara langsung maupun tidak langsung ke pelanggan. Secara
langsung ISP mendapat ijin untuk mendistribusikan internet ke perusahaan atau
personal sedangkan secara tidak langsung bekerja sama dengan beberapa operator
telekomunikasi dimana memiliki cakupan yang luas termasuk servis mobile internet.
NAP (Network Access Provider) di Indonesia bertugas sebagai penyedia infrastruktur
terhadap jaringan akses provider di Indonesia seperti ISP dan Operator
telekomunikasi. Pengaruh NAP cukup signifikan terhadap kualitas dan harga internet
di Indonesia. Semakin banyaknya infrastruktur yang dibuat menjadikan kapasitas
yang besar membuat harga semakin lebih kompetitif.
Operator telekomunikasi terutama seluler dan fixed line sudah berjalan dahulu untuk
pelayanan jasa telekomunikasi di Indonesia dan sangat familiar terhadap konsumen di
Indonesia akan kebutuhan telekomunikasi. Seiring dengan perkembangan teknologi
telekomunikasi dan semakin variatif kebutuhan konsumen di Indonesia maka operator
berlomba – berlomba untuk memperbarui jenis layanannya lihat gambar 2.1.
Kebutuhan masyarakat Indonesia dalam industri telekomunikasi sudah berubah
dimana komunikasi suara bukan layanan yang utama. Salah satu layanan yang cukup
fenomenal pada akhir tahun 2008 adalah layanan Blackberry Internet Service (BIS).
Didalam layanan BIS konsumen mendapat paket layanan bukan hanya suara saja,
adapun jenis layanannya adalah email dan internet.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
6
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Servis layanan telekomunikasi [2]
2.2 Layanan Broadband di Indonesia
Broadband adalah internet berkecepatan tinggi dan biasanya memiliki kecepatan
mengirimkan data berbeda dengan dial up lewat modem.
ITU-T merekomendasikan I.113 yaitu broadband sebagai kapasitas transmisi yang
lebih cepat dari ISDN pada 1,5-2 Mbit/s [25].
FCC mendefinisikan broadband adalah 2000 kbit/s (0,2 Mbit/s) dalam satu arah dan
advanced broadband setidaknya 200 Kbit/s dalam dua arah [25].
The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan sebagai 256 kbit /s setidaknya dalam satu arah dan kecepatan bit ini
adalah dasar yang paling umum yang dipasarkan sebagai broadband diseluruh dunia
[25].
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
7
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Konvergensi layanan broadband [3]
Di Indonesia kebutuhan akan layanan broadband mengalami konvergensi, lihat
gambar 2.2. Salah satu teknologi broadband yang berkembang di Indonesia adalah
mobile broadband seperti (3G, HSDPA, dan EVDO) dan fixed broadband adalah
fiber optik dan kabel coaxial. Dari beberapa teknologi broadband tersebut untuk
memenuhi kebutuhan kapasitas backbone internasional adalah fiber optik.
Keuntungan penggunaan fiber optik adalah :
- Fiber optik akan meningkatkan kualitas, reabilitas, dan penghematan dalam
operasional
- Harga bersaing dibanding dengan kabel coaxial
- Fiber optik menawarkan 2-way serviss dimana akan meningkatkan pendapatan
bagi perusahaan
- Jaringan fiber optik dapat di ekspansi dengan kapasitas lebih besar untuk
menyediakan kekurangan layanan.
2.3 Proyek pembangunan broadband Perusahaan PT. Nap Info Lintas Nusa dan
PT. Mora Telematika Indonesia
PT. Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) dan PT. Nap Info Lintas Nusa
merupakan penyedia jalur backbone domestik dan international. Pembangunan
backbone yang cukup sensasional adalah pembangunan jalur internasional yaitu
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
8
Universitas Indonesia
jalur dari Jakarta ke Singapura. Nap Info memiliki rute cable system terpanjang dari
Jakarta ke Singapura dengan produknya yang bernama Matrix Cable System (MCS)
dengan panjang 1055 km dengan kapasitas 100 Gbps dan dapat mencapai kapasitas
maksimum 2,5 Terrabytes [18]. Sementara Moratelindo memiliki panjang sekitar 370
km untuk kabel laut dari Singapura ke Dumai dan sisanya melalui jalur darat ke
Jakarta dengan kapasitas lebih dari (9 x 10 Gbps) [17].
Sebagai operator penyedia infrastruktur telekomunikasi Nap Info Lintas Nusa dan
Moratelindo menawarkan produk utama layanan internasional yaitu IPLC
(Internasional Private Link Circuit), EPL (Ethernet Private Line), EVPL (Ethernet
Virtual Private Line) dan layanan internet internasional (IP Transit).
2.4 Teknologi SDH (Syncrhonous Digital Hierarchy)
SDH merupakan suatu struktur transport digital yang beroperasi dengan pengaturan
yang tepat terhadap payload dan mengirimnya melalui jaringan transmisi sinkron.
Sebelum SDH, hirarki digital yang paling umum digunakan adalah plesiochronous
digital hierarchy (PDH), di dunia ada tiga macam versi PDH yaitu versi Amerika,
Eropa dan Jepang, ketiga versi tersebut tidak kompatibel satu dengan yang lainnya,
sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka munculah teknologi sinkron yang baru
yaitu SDH. Selain itu keterbatasan PDH untuk menyediakan kanal yang besar turut
pula melatar belakangi munculnya Teknologi SDH yang mampu mengirimkan sinyal
informasi dengan kecepatan dan fleksibilitas yang cukup tinggi. Selain itu SDH
memiliki struktur yang lebih sederhana dari pada PDH. Dalam SDH, tributary
Amerika Utara dan Eropa hanya melalui satu tahapan pemultipleksan, sedangkan
dalam PDH pemultipleksan asinkron digunakan saat suatu tributary di multipleks ke
dalam suatu tributary yang laju bitnya lebih tinggi.
Struktur Multiplexing SDH merupakan gabungan beberapa proses dan elemen yang
harus dilalui oleh sinyal sampai ditransmisikan.Struktur multiplexing pada SDH
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
9
Universitas Indonesia
merupakan suatu urutan proses multiplexing dimulai dari tahap tributary sampai
membentuk satu frame STM-N seperti ditunjukan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Multiplexing SDH Multiplexing [9]
2.5.1 Teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing)
Pada awal tahun 1980 diperkenalkan teknologi WDM (Wavelength Division
Multiplexing), yang mampu memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda (tiap panjang gelombang mengandung sinyal informasi yang berbeda)
yang kemudian dimultipleks menjadi satu sinyal agar dapat dikirimkan dalam satu
utas serat optis secara simultan. WDM pada saat itu hanya mempunyai 2 kanal yang
terletak pada panjang gelombang 1310 dan 1550 nm [13].
Gambar 2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) [13]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
10
Universitas Indonesia
Teknologi DWDM merupakan perbaikan teknologi WDM yang telah dikembangkan
sebelumnya, yaitu memperkecil spasi antar kanal, sehingga terjadi peningkatan
jumlah kanal yang mampu dimultipleks. Inti perbaikan terdapat pada infrastruktur
yang digunakan, seperti jenis laser, tapis, dan penguat. Perbaikan teknologi ini dipicu
dengan adanya perkembangan teknologi fotonik, seperti penemuan EDFA (Erbium
Doped Fiber Amplifier) sebagai penguat optis, dan laser dengan presisi yang lebih
tinggi yang disebut teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing).
Penemuan EDFA memungkinkan DWDM beroperasi pada daerah 1550 nm yang
memiliki atenuasi rendah, sementara sebagian besar sistem WDM konvensional
masih beroperasi pada daerah 1310 nm dengan tingkat atenuasi lebih tinggi.
Terdapat beberapa kelebihan dari DWDM secara umum, yaitu:
- Kapasitas sistem maksimum
- Jarak maksimum tercapai dengan penggunaan EDFA
- Telah tersedianya fungsi OAM
Berkaitan dengan ketransparanan sistem DWDM dikenal ada dua sistem antarmuka,
yaitu system terbuka dan sistem tertutup, ditunjukkan oleh Gambar 2.4.
Gambar 2.5 Perbandingan Sistem DWDM Terbuka Dan Tertutup [13]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
11
Universitas Indonesia
Elemen jaringan DWDM sistem terbuka memungkinkan SONET/SDH, switch IP dan
ATM disambungkan secara langsung pada jaringan DWDM. Sedangkan pada sistem
tertutup, switch IP dan atau ATM tidak dapat secara langsung dihubungkan ke
jaringan DWDM, namun memerlukan perantara SONET/SDH yang berasal dari
vendor perangkat DWDM yang digunakan. Perbandingan teknologi serat optik
konvensional dan teknologi DWDM adalah sebagai berikut :
1. Kapasitas serat optik yang dipakai lebih optimal. DWDM dapat mengakomodir
banyak cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda dalam sehelai serat
optik, sedangkan teknologi serat optik konvensional hanya dapat
mentransmisikan satu panjang gelombang dalam sehelai serat optik.
2. Instalasi jaringan lebih sederhana. Penambahan kapasitas jaringan pada teknologi
serat optik konvensional dilakukan dengan memasang kabel serat optik baru,
sedangkan pada DWDM cukup dilakukan dengan penambahan beberapa panjang
gelombang baru tanpa harus melakukan perubahan fisik jaringan.
3. Penggunaan penguat lebih efisien. DWDM menggunakan penguat optik yang
dapat menguatkan beberapa panjang gelombang sekaligus dengan interval
penguatan yang lebih jauh, sehingga penguat optik yang digunakan pada DWDM
lebih sedikit dibandingkan dengan teknologi serat optik konvensional. Penguat
optik yang digunakan dalam teknologi DWDM adalah EDFA. EDFA (Erbium
Doped Fiber Amplifier) merupakan serat optik dari bahan silica (SiO2) dengan
intinya (core) telah dikotori dengan bahan Erbium (Er3+), termasuk ke dalam
golongan Rare-Earth Doped Fiber Amplifier. Berikut ini beberapa keunggulan
yang dimiliki oleh EDFA, sehingga dapat mendukung teknologi DWDM:
- Faktor peroleh EDFA sangat tinggi. EDFA pada tahap eksperimen memiliki
gain sebesar 40 dB. Sedangkan perangkat EDFA komersil mempunyai gain
20-30 dB dengan memompa energi sebesar 10 mW.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
12
Universitas Indonesia
- Bandwith lebar Ion Erbium melepaskan foton dengan interval panjang
gelombang 1530-1560 nm atau sama dengan bandwith sebesar 3 THz. Pada
interval tersebut redaman yang terjadi pada serat optik hanya berkisar 0.2
dB/km, sehingga EDFA dapat memperkuat puluhan sinyal dengan panjang
gelombang yang berbeda secara bersamaan.
- Noise figure EDFA sangat kecil. Noise figure merupakan perbandingan antara
S/Nin dengan S/Nout, sehingga untuk tansmisi jarak jauh akan menghasilkan
akumulasi derau optik, namun dengan adanya tapis optik pada perangkat
EDFA maka noise figure yang muncul sangat kecil.
- Daya output yang besar. Daya output pada EDFA meningkat seiring dengan
meningkatnya daya diode laser (optikal pump).
- Kemudahan instalasi. EDFA mudah diinstalasi karena EDFA juga berbentuk
serat.
4. Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih efisien. Hal ini akibat
arsitektur jaringan DWDM lebih sederhana dibandingkan arsitektur jaringan serat
optik konvensional.
Terdapat pula beberapa kekurangan DWDM, seperti:
- Teknologi yang kompleks dan membutuhkan daya lebih besar
- Diperlukan Laser dengan akurasi tinggi
- Diperlukan filter panjang gelombang yang baik
- Penggunaan EDFA sebagai amplifier cukup mahal
- Biaya peluncuran yang lebih besar daripada CWDM
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
13
Universitas Indonesia
2.5.2 Konsep Dasar DWDM
Gambar 2.6 Konsep DWDM [13]
Secara umum, sistem DWDM melakukan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Sinyal dihasilkan melalui sumber cahaya (laser atau LED).
2. Sinyal digabungkan dengan menggunakan multiplexer.
3. Sinyal ditransmisikan.
4. Amplifying dan regenerating. Sinyal yang melewati fiber optik perlu melalui
proses penguatan. Amplifier berfungsi untuk menguatkan sinyal yang diterima
untuk diteruskan kembali. Sedangkan, regenerator berfungsi untuk menguatkan
dan memperbaiki kualitas sinyal.
Masukan sistem DWDM berupa trafik yang memiliki format data dan laju bit yang
berbeda dihubungkan dengan laser DWDM. Laser tersebut akan mengubah masing-
masing sinyal informasi dan memancarkan dalam panjang gelombang yang berbeda-
beda λ 1, λ 2, λ 3,…. λN. Kemudian masing-masing panjang gelombang tersebut
dimasukkan kedalam MUX (multiplexer), dan keluaran disuntikkan kedalam sehelai
serat optik. Selanjutnya keluaran MUX ini akan ditransmisikan sepanjang jaringan
serat. Untuk mengantisipasi pelemahan sinyal, maka diperlukan penguatan sinyal
sepanjang jalur transmisi. Sebelum ditransmisikan sinyal ini diperkuat terlebih dahulu
dengan menggunakan penguat akhir (post amplifier) untuk mencapai tingkat daya
sinyal yang cukup. ILA (in line amplifier) digunakan untuk menguatkan sinyal
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
14
Universitas Indonesia
sepanjang saluran transmisi. Sedangkan penguat awal (pre-amplifier) digunakan
untuk menguatkan sinyal sebelum dideteksi. DEMUX (demultiplexer) digunakan
pada ujung penerima untuk memisahkan antar panjang gelombang yang selanjutnya
akan dideteksi menggunakan photo detector. Multiplexing serentak kanal masukan
dan demultiplexing kanal keluaran dapat dilakukan oleh komponen yang sama, yaitu
multiplexer / demultiplexer.
2.5.3 Spasi Kanal
Spasi kanal merupakan jarak minimum antar panjang gelombang agar tidak terjadi
interferensi. Standarisasi spasi perlu dilakukan agar sistem DWDM dari berbagai
vendor yang berbeda dapat saling berkomunikasi. Jika panjang gelombang operasi
berbanding terbalik dengan frekuensi, hubungan bedanya dikenal dalam panjang
gelombang masing-masing sinyal. Faktor yang mengendalikan besar spasi kanal
adalah bandwith pada penguat optik dan kemampuan penerima mengidentifikasi dua
set panjang gelombang yang lebih rendah dalam spasi kanal. Kedua faktor itulah yang
membatasi jumlah panjang gelombang yang melewati penguat. Saat ini terdapat dua
pilihan untuk melakukan standarisasi kanal, yaitu menggunakan spasi lamda atau
spasi frekuensi. Hubungan antara spasi lamda dan spasi frekuensi adalah:
∆f = �
ƛ� ∆ƛ (2.1)
∆f : spasi frekuensi (GHz)
∆λ : spasi lamda (nm)
λ : panjang gelombang daerah operasi (nm)
c : 3 x 108 m/s.
Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi dan sebaliknya akan menghasilkan nilai yang
kurang presisi, sehingga sistem DWDM dengan satuan yang berbeda akan mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. ITU-T kemudian menggunakan spasi frekuensi
sebagai standar penentuan spasi kanal.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
15
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Konversi spasi lamda ke spasi frekuensi (λ=1550 nm) [13]
2.5.4 Elemem Jaringan DWDM
Dalam aplikasi DWDM terdapat beberapa elemen yang memiliki spesifikasi khusus
disesuaikan dengan kebutuhan sistem. Elemen tersebut adalah:
1. Wavelength Multiplexer/Demultiplexer. Wavelength Multiplexer berfungsi untuk
memultiplikasi kanal-kanal panjang gelombang optik yang akan ditransmisikan
dalam serat optik. Sedangkan wavelength demultiplexer berfungsi untuk
mendemultiplikasi kembali kanal panjang gelombang yang ditransmisikan
menjadi kanalkanal panjang gelombang menjadi seperti semula.
2. OADM (Optikal Add/Drop Multiplexer). Diantara titik multiplexing dan
demultiplexing dalam sistem DWDM merupakan daerah dimana berbagai macam
panjang gelombang berada, pada beberapa titik sepanjang span ini sering
diinginkan untuk dihilangkan atau ditambah dengan satu atau lebih panjang
gelombang. OADM inilah yang digunakan untuk melewatkan sinyal dan
melakukan fungsi add and drop yang bekerja pada level optik.
3. OXC (Optikal Cross Connect). Perangkan OXC ini melakukan proses switching
tanpa terlebih dahulu melakukan proses konversi OEO (Optik electrooptik) dan
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
16
Universitas Indonesia
berfungsi untuk merutekan kanal panjang gelombang. OXC ini berukuran NxN
dan biasa digunakan dalam konfigurasi jaringan ring yang memiliki banyak node
terminal.
4. OA (Optikal Amplifier). Merupakan penguat optik yang bekerja dilevel optik,
yang dapat berfungsi sebagai pre-amplifier, in line-amplifier dan post-amplifier.
2.6 Teknologi Jaringan
Beberapa hal dasar untuk memenuhi kualitas jaringan adalah sebagai berikut :
1. Jaringan harus memenuhi kebutuhan user.
2. Jaringan berkembang secara sebagian dan tidak keseluruhan.
3. Jaringan dibangun dengan memperhatikan teknologi masa depan.
4. Jaringan menyediakan tools untuk manajemen.
2.6.1 Network Topologi
Topologi jaringan merupakan bentuk koneksi fisik untuk menghubungkan setiap
node pada sebuah jaringan. Pada sistem LAN terdapat tiga topologi utama yang
paling sering digunakan: bus, star dan ring. Topologi jaringan ini kemudian
berkembang menjadi topologi tree dan mesh yang merupakan kombinasi dari star,
mesh, dan bus. Dengan populernya teknologi nirkabel dewasa ini maka lahir pula satu
topologi baru yaitu topologi wireless. Berikut topologi-topologi yang dimaksud:
1. Topologi bus ini sering juga disebut sebagai topologi backbone , dimana ada
sebuah link yang dibentang kemudian beberapa node dihubungkan pada kabel
tersebut.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
17
Universitas Indonesia
Kelebihan topologi Bus adalah:
- Instalasi relatif lebih murah
- Kerusakan satu end user tidak akan mempengaruhi komunikasi antar end user
lainnya
- Biaya relatif lebih murah
Kelemahan topologi Bus adalah:
- Jika kabel utama (bus) atau backbone putus maka komunikasi gagal
- Bila kabel utama sangat panjang maka pencarian gangguan menjadi sulit
- Kemungkinan akan terjadi tabrakan data (data collision) apabila banyak client
yang mengirim pesan dan ini akan menurunkan kecepatan komunikasi.
2. Topologi ring biasa juga disebut sebagai topologi cincin karena bentuknya seperti
cincing yang melingkar. Semua komputer dalam jaringan akan di hubungkan pada
sebuah cincin. Cincin ini hampir sama fungsinya dengan concenrator pada
topologi star yang menjadi pusat berkumpulnya ujung kabel dari setiap komputer
yang terhubung.
3. Topologi star/ extended star karena bentuknya seperti bintang, sebuah alat yang
disebut concentrator bisa berupa hub atau switch menjadi pusat, dimana semua
komputer dalam jaringan dihubungkan ke concentrator ini.
Kelebihan topologi bintang :
- Karena setiap komponen dihubungkan langsung ke simpul pusat maka
pengelolaan menjadi mudah, kegagalan komunikasi mudah ditelusuri.
- Kegagalan pada satu komponen/terminal tidak mempengaruhi komunikasi
terminal lain.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
18
Universitas Indonesia
Kelemahan topologi bintang:
- Kegagalan pusat kontrol (simpul pusat) memutuskan semua komunikasi
- Bila yang digunakan sebagai pusat kontrol adalah HUB maka kecepatan akan
berkurang sesuai dengan penambahan komputer, semakin banyak semakin
lambat.
4. Topologi tree adalah pengembangan atau generalisasi topologi bus. Media
transmisi merupakan satu kabel yang bercabang namun loop tidak tertutup.
Ada dua kesulitan pada topologi ini:
- Karena bercabang maka diperlukan cara untuk menunjukkan kemana data
dikirim, atau kepada siapa transmisi data ditujukan.
- Perlu suatu mekanisme untuk mengatur transmisi dari terminal terminal dalam
jaringan.
5. Topologi Mesh adalah topologi yang tidak memiliki aturan dalam koneksi.
Topologi ini biasanya timbul akibat tidak adanya perencanaan awal ketika
membangun suatu jaringan. Karena tidak teratur maka kegagalan komunikasi
menjadi sulit dideteksi, dan ada kemungkinan boros dalam pemakaian media
transmisi.
Gambar 2.7 Topologi Jaringan [5]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
19
Universitas Indonesia
2.6.2 Model OSI dan TCP/IP
Model referensi jaringan terbuka OSI atau OSI Reference Model for open
networking adalah sebuah model arsitektural jaringan yang dikembangkan oleh
badan International Organization for Standarization (ISO) di Eropa pada tahun 1977.
OSI sendiri merupakan singkatan dari Open System Interconnection. Model ini
disebut juga dengan model "Model tujuh lapis OSI" (OSI seven layer model).
Gambar 2.8 Model OSI dan TCP/IP [6]
Tabel 2.2 Model OSI [21]
Lapisan
ke- Nama lapisan Keterangan
7 Application
layer
Berfungsi sebagai antarmuka dengan aplikasi dengan fungsionalitas
jaringan, mengatur bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan
kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Protocol yang berada dalam
lapisan ini adalah HTTP, FTP, SMTP, dan NFS.
6 Presentation
layer
Berfungsi untuk mentranslasikan data yang hendak ditransmisikan oleh
aplikasi ke dalam format yang dapat ditransmisikan melalui jaringan.
Protocol yang berada dalam level ini adalah perangkat lunak redirektor
(redirector software), seperti layanan Workstation (dalam Windows NT)
dan juga Network shell (semacam Virtual Network Computing (VNC)
atau Remote Desktop Protocol (RDP)).
5 Session layer
Berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi dapat dibuat,
dipelihara, atau dihancurkan. Selain itu, di level ini juga dilakukan resolusi
nama.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
20
Universitas Indonesia
4 Transport layer
Berfungsi untuk memecah data ke dalam paket-paket data serta
memberikan nomor urut ke paket-paket tersebut sehingga dapat disusun
kembali pada sisi tujuan setelah diterima. Selain itu, pada level ini juga
membuat sebuah tanda bahwa paket diterima dengan sukses
(acknowledgement), dan mentransmisikan ulang terhadp paket-paket yang
hilang di tengah jalan.
3 Network layer
Berfungsi untuk mendefinisikan alamat-alamat IP,
membuat header untuk paket-paket, dan kemudian melakukan routing
melalui internetworking dengan menggunakan router dan switch layer-3.
2 Data-link layer
Befungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data dikelompokkan menjadi
format yang disebut sebagai frame. Selain itu, pada level ini terjadi koreksi
kesalahan, flow-control, pengalamatan perangkat keras (seperti
halnya Media Access Control Address (MAC Address)), dan menetukan
bagaimana perangkat-perangkat jaringan seperti hub, bridge, repeater,
dan switch layer 2 beroperasi. Spesifikasi IEEE 802, membagi level ini
menjadi dua level anak, yaitu lapisan Logical Link Control (LLC) dan
lapisan Media Access Control (MAC).
1 Physical layer
Berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi jaringan, metode
pensinyalan, sinkronisasi bit, arsitektur jaringan (seperti halnya
Ethernet atau Token Ring), topologi jaringan dan pengabelan. Selain itu,
level ini juga mendefinisikan bagaimana Network Interface Card (NIC)
dapat berinteraksi dengan media kabel atau radio.
Tujuan utama penggunaan model OSI adalah untuk membantu desainer jaringan
memahami fungsi dari tiap-tiap layer yang berhubungan dengan aliran komunikasi
data. Termasuk jenis-jenis protoklol jaringan dan metode transmisi.
Model dibagi menjadi 7 layer, dengan karakteristik dan fungsinya masing-masing.
Tiap layer harus dapat berkomunikasi dengan layer di atasnya maupun dibawahnya
secara langsung melalui gabungan protocol dan standar.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
21
Universitas Indonesia
Protocol TCP/IP dikembangkan pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an
sebagai sebuah protocol standar untuk menghubungkan komputer-komputer dan
jaringan untuk membentuk sebuah jaringan yang luas (WAN). TCP/IP merupakan
sebuah standar jaringan terbuka yang bersifat independen terhadap mekanisme
transport jaringan fisik yang digunakan, sehingga dapat digunakan di mana saja.
Protocol ini menggunakan skema pengalamatan yang sederhana yang disebut
sebagai alamat IP (IP Address) yang mengizinkan hingga beberapa ratus juta
komputer untuk dapat saling berhubungan satu sama lainnya di Internet. Protocol ini
juga bersifat routable yang berarti protocol ini cocok untuk menghubungkan sistem-
sistem berbeda (seperti Microsoft Windows dan keluargaUNIX) untuk membentuk
jaringan yang heterogen.
Protocol TCP/IP selalu berevolusi seiring dengan waktu, mengingat semakin
banyaknya kebutuhan terhadap jaringan komputer dan Internet. Pengembangan ini
dilakukan oleh beberapa badan, seperti halnya Internet Society (ISOC), Internet
Architecture Board (IAB), dan Internet Engineering Task Force (IETF). Macam-
macam protocol yang berjalan di atas TCP/IP, skema pengalamatan, dan konsep
TCP/IP didefinisikan dalam dokumen yang disebut sebagai Request for
Comments (RFC) yang dikeluarkan oleh IETF.
Setiap lapisan yang dimiliki oleh kumpulan protocol (protocol suite) TCP/IP
diasosiasikan dengan protocolnya masing-masing. Protocol utama dalam protocol
TCP/IP adalah sebagai berikut:
- Protocol lapisan aplikasi: bertanggung jawab untuk menyediakan akses kepada
aplikasi terhadap layanan jaringan TCP/IP. Protocol ini mencakup protocol
Dynamic Host Configuration Protocol (DHCP), Domain Name System (DNS),
Hypertext Transfer Protocol (HTTP), File Transfer Protocol
(FTP), Telnet, Simple Mail Transfer Protocol (SMTP), Simple Network
Management Protocol (SNMP), dan masih banyak protocol lainnya. Dalam
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
22
Universitas Indonesia
beberapa implementasi stack protocol, seperti halnya Microsoft TCP/IP, protocol-
protocol lapisan aplikasi berinteraksi dengan menggunakan antarmuka Windows
Sockets (Winsock) atau NetBIOS over TCP/IP (NetBT).
- Protocol lapisan antar host (transport) berguna untuk membuat komunikasi
menggunakan sesi koneksi yang bersifat connection-oriented atau broadcast yang
bersifat connectionless. Protocol dalam lapisan ini adalah Transmission Control
Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP).
- Protocol lapisan internetwork: bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan
(routing) dan enkapsulasi paket-paket data jaringan menjadi paket-paket IP.
Protocol yang bekerja dalam lapisan ini adalah Internet Protocol (IP), Address
Resolution Protocol (ARP), Internet Control Message Protocol (ICMP),
dan Internet Group Management Protocol (IGMP).
- Protocol lapisan antarmuka jaringan: bertanggung jawab untuk meletakkan
frame-frame jaringan di atas media jaringan yang digunakan. TCP/IP dapat
bekerja dengan banyak teknologi transport, mulai dari teknologi transport
dalam LAN (seperti halnya Ethernet dan Token Ring), MAN dan WAN (seperti
halnya dial-up modem yang berjalan di atas Public Switched Telephone
Network (PSTN), Integrated Serviss Digital Network (ISDN), serta
Asynchronous Transfer Mode (ATM)).
2.6.3 Routing Protocol
Tipe Routing berungsi mencari jalur terbaik untuk sampai ke tujuan. Untuk
meneruskan paket yang ditujukan untuk destination, router harus memiliki informasi
mengenai jaringan. Informasi ini diperoleh secara statik atau dinamik.
1. Statik berarti informasi jaringan secara manual diberikan pada router oleh
admin.
2. Dinamik berarti router mengetahui informasi jaringan dari router lainnya.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
23
Universitas Indonesia
Statik route biasanya digunakan sebagai cadangan ketika dinamik route tidak
berfungsi maka statik route mengambil alih fungsi. Agar statik route berperan
sebagai backup, maka nilai administratif jaraknya dikonfigurasi melebihi nilai
administrative distance yang dimiliki oleh dinamik route
Pada gambar 2.9 merupakan protocol routing dinamik yang umumnya diterapkan
oleh beberapa ISP di Indonesia. IGP (Internal Gateway Protocol) dan EGP (External
Gateway Protocol) untuk memebedakan routing dinamik internal dan eksternal
sehingga jaringan dapat terkoneksi sesuai dengan fungsinya.
Gambar 2.9 Routing Protocols dinamik IGP dan EGP [7]
Routing protocol memiliki satu atau lebih dari tujuan desain sebagai berikut:
- Optimasi
- Kesederhanaan dan overhead rendah
- Robustness dan stabilitas
- Fleksibilitas
- Konvergensi cepat
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
24
Universitas Indonesia
2.6.4 Konsep Switching
Perancangan LAN switching berdasarkan hirarki pada gambar 2.10 adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.10 Konsep Switching [6]
1. Fungsi Access Layer: Sharing bandwith, Switched bandwith, MAC layer
bandwith, microsegmentation.
2. Pada distribution layer termasuk beberapa fungsi yaitu : Aggregation koneksi,
definisi domain Broadcast/multicast, VLAN routing, Beberapa kejadian transisi
media dan sekuriti.
3. Core layer merupakan high-speed switching backbone . Core layer harus didesain
untuk paket switch yang cepat.
Perancangan layer 2 bertujuan menyediakan flow control, error detection, error
correction, dan mengurangi kemacetan. Hal ini tepenuhi dengan penggunaan bridge
dan switch (layer 2 device). Selain itu perancangan layer 2 harus memperhatikan
ukuran collision domain agar dapat sekecil mungkin.
Perancangan layer 3 yang dapat menghubungkan LAN ke jaringan WAN. Selain itu
router juga memblok setiap paket broadcast, menyediakan keamanan melalui VLAN.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
25
Universitas Indonesia
2.7 Servis layanan Backbone
Gambar 2.11 Servis Layer 1 over SDH [3]
Servis layanan dari pembangunan backbone internasional bervariasi. Pada gambar
2.11 merupakan servis layanan layer 1 yaitu menghubungkan Jakarta dan Singapura.
Keuntungan servis layer 1 adalah sebagai berikut :
- Tingkat keamanan komunikasi data
- Dedicated bandwith
- Sedikit flow control
Gambar 2.12 Servis layer 2 [3]
Pada gambar 2.12 merupakan servis layanan layer 2. Keuntungan servis layer 2 ini
adalah :
- Servis Multipoint (shared bandwith)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
26
Universitas Indonesia
- Pelanggan secara logika menggunakan switching konsep (vlan)
- Harga lebih murah dari servis layer 1
Gambar 2.13 Servis Layer 3 atau IP Transit [4]
Pada servis layer 3 lebih dikenal dengan IP transit merupakan layanan internet yang
cukup berkembang dewasa ini. Pada gambar 2.13 merupakan distribusi layanan
backbone internet sampai ke Indonesia.
2.8 Internet global routing
Dalam hal IP Transit (Internet Akses) peering BGP terhadap upstream menjadi hal
yang signifikan untuk meningkatkan performansi realibilitas akses internet. Saat ini
internet global versi 4 di internet akses memiliki lebih dari 345 ribu prefix di
Internasional dan 6000 prefix di domestik. Untuk mencapai hal tersebut maka
pemilihan peering ke internasional menjadi faktor dominan. Dengan melihat pada
routing glass kita dapat melihat topologi global dari penyedia layanan internet. Pada
gambar 2.14 merupakan peering Nap Info di internet global dengan empat upstream yaitu
Telianet AS Number 1299, Tata AS Number 6453 dan STIX AS Number 7473 dan Bharti
Airtel AS Number 9498. Sedangkan untuk Moratelindo dapat kita lihat pada gambar 2.15.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
27
Universitas Indonesia
Moratelindo memiliki empat peering internasional yaitu Tata AS Number 6453, STIX AS
Number 7473, PCCW AS Number 3491 dan NTT Global AS Number 2914 .
Gambar 2.14 Looking Glass Nap Info Lintas Nusa di Global Internet [11]
Gambar 2.15 Looking Glass Moratelindo di Global Internet [12]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
28
Universitas Indonesia
BAB III
METODE TEKNO – EKONOMI
Model tekno ekonomi sering digunakan oleh ITU – D yaitu menganalisa dampak
ekonomis dari rencana penerapan suatu platform jaringan baru di negara berkembang.
Sejak 2004 model ini digunakan oleh program R&D negara-negara eropa yang
dikenal dengan program techno economic of integrated communication system and
service (ECOSYS). Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
analisis Tekno Ekonomi dimana menganalisis implementasi teknologi yang
digunakan terhadap nilai ekonomis dari implementasi teknologi tersebut.
Khusus untuk analisa implementasi jaringan broadband fiber optik juga sudah
digunakan sejak 1990-an yang diprakasai oleh Negara-negara uni eropa (EU), dengan
beberapa proyek seperti optimized architecture for multimedia networks and services
(optimum) yang menghasilkan program riset ACTS (FP4) dan techno economic of IP
optimized network and services (TONIC). Metodologi yang dikembangkan proyek
Eropa tersebut dapat dianalisis menjadi 3 aspek penting dalam tekno ekonomi, yaitu :
input yang diperlukan, hasil output yang didapatkan dari analisis, penilaian
realibilitas hasil yang didapatkan terhadap resiko yang dimiliki yaitu penggunaan
teknologi dan investasi.
Gambar 3.1 Metodologi Tekno Ekonomi Uni Eropa [22]
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
29
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tekno Ekonomi
Pada gambar 3.2 diagram alir tersebut terdapat beberapa data yang diperlukan seperti
investasi awal, implementasi layanan, target market, pendapatan, tingkat diskon dan
topologi Jaringan dan output yang akan didapat NPV, IRR, Payback Period dan BEP
dari investasi tersebut.
3.1 Tahap pengumpulan data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data terhadap jumlah total ISP dan Operator
yang ada di Indonesia dimana terkoneksi dengan dua operator ini dari beberapa
sumber routing-glass di Internet. Data yang dikumpulkan adalah akumulasi trafik
data yang di berikan oleh Nap Info dan Moratelindo. Dari data tersebut akan dapat
diperkirakan jumlah kapasitas yang dipakai sebagai analisis target market untuk
perhitungan revenue. Data berikutnya adalah mengumpulkan nilai investasi capex
dan opex yang merupakan faktor penting mempengaruhi harga pada kedua operator
tersebut.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
30
Universitas Indonesia
3.2 Tahap analisa
Pada tahapan ini adalah menganalisa faktor ekonomis dari implementasi suatu
teknologi. Teknologi yang dipakai adalah DWDM pada backbone Jakarta –
Singapura pada kedua operator ini, sedangkan aspek investasi yang dibahas pada
tahapan ini adalah aspek ekonomis NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow. Dari data
yang dianalisa terhadap dua operator ini dan perkiraan pertumbuhan demand dan
harga.
3.3 Aspek Teknologi
Dalam aspek teknologi merupakan hal terpenting untuk mendesain servis layanan
yang akan diberikan. Berikut faktor –faktor penerapan teknologi penyelenggaraan
infrastruktur backbone :
- Infrastruktur penyelenggaraan backbone internasional
- Desain kapasitas
- Target market pendistribusian layanan
- OSP FO
- Perangkat yang digunakan
3.3.1 Infrastruktur Penyelenggaran Backbone Internasional
Jaringan Internasional pada kedua provider ini berbeda jalur dimana ada yang
melewati darat dan laut maupun melalui laut saja dapat dilihat pada gambar 3.3.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
31
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Infrastruktur Jakarta – Singapura
3.3.2 Topologi yang diterapkan di Moratelindo dan Nap Info
Topologi yang dimaksud adalah pada backbone yang diterapkan, yaitu implementasi
layer 1, layer 2, dan layer 3 pada link point to point (PTP). Penerapan dengan konsep
load balancing atau redudancy merupakan faktor penting untuk meningkatkan
reabilitas koneksi jaringan backbone pada setiap tingkatan layernya.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
32
Universitas Indonesia
3.3.2.1 Topologi backbone layer 1
Pada gambar 3.4 dan gambar 3.5 merupakan penerapan implementasi topologi layer 1
pada Nap Info Lintas Nusa dan Moratelindo. Penerapan layer 1 yang dimaksud
adalah topologi SDH dan DWDM. Dari penerapan teknologi yang dimiliki Nap Info
ini didapat desain kapasitas total link Jakarta – Singapura sebesar 2,5 Terrabytes,
sementara Moratelindo dengan desain redudancy didapat kapasitas total sebesar 1
Terrabytes.
1
1
1
1
1
1
1
1
Gambar 3.4 Penerapan layer 1 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.5 Penerapan layer 1 Moratelindo
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
33
Universitas Indonesia
3.3.2.2 Topologi backbone Layer 2
Pada layer 2 yang dimaksud merupakan implementasi switching, gambar 3.6 dan
gambar 3.7 merupakan penerapan implementasi topologi layer 2 pada Nap Info
Lintas Nusa dan Moratelindo.
Gambar 3.6 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.7 Penerapan Metro Ethernet Layer 2 Moratelindo
3.3.2.3 Topologi backbone Layer 3
Topologi layer 3 merupakan implementasi routing, gambar 3.8 dan gambar 3.9
merupakan penerapan implementasi topologi layer 3 pada Nap Info Lintas Nusa dan
Moratelindo.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
34
Universitas Indonesia
Gambar 3.8 Penerapan Routing Layer 3 Nap Info Lintas Nusa
Gambar 3.9 Penerapan Routing Layer 3 Moratelindo
3.3.3 Perangkat yang digunakan dan desain kapasitas
Dalam pembangunan infrastruktur fiber optik sub marine dan melalui darat memiliki
topologi dan perangkat yang berbeda. Keterbatasan jumlah core menjadikan
penggunaan teknologi perangkat hal yang penting untuk pemenuhan kapasitas.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
35
Universitas Indonesia
Perangkat dimana menggunakan teknologi DWDM merupakan solusi untuk
pemenuhan kapasitas ini (Gambar 3.10).
Gambar 3.10 Desain Perangkat DWDM
Untuk pembangunan infrastruktur submarine desain kapasitas tergantung dari
teknologi dan perangkat yang digunakan. Pada gambar 3.11 dijelaskan faktor – faktor
penting teknologi submarine fiber optik.
Gambar 3.11 Perangkat Submarine Cable [14]
Desain kapasitas merupakan hal yang penting dalam menentukan target penjualan
dan harga layanan internasional. Dalam menghitung desain kapasitas DWDM adalah
sebagai berikut :
Total Kapasitas DWDM = Kapasitas Port x Jumlah Panjang Gelombang x Fiber Pair …….(3.1)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
36
Universitas Indonesia
Pada kapasitas untuk link MCS memiliki kapasitas dengan desain kapasitas sebagai
berikut :
Kapasitas Total Matrix = 10G x 64 x 4 Fiber pairs = 2,56 Tb/s
Alokasi Desain Kapasitas Matrix = 10G x 8 wavelengths x 1 fiber pairs
= 80 Gb/s
Sementara untuk desain kapasitas untuk Moratelindo bervariatif. Untuk Kabel darat
dan Laut. Untuk investasi kabel laut yaitu submarine Dumai – Batam memiliki 24
Core (12 lambda) dan submarine Batam – Singapura 48 Core (24 lambda).
Sedangkan untuk link dari Dumai ke Jakarta melakukan penyewaan core. Desain
kapasitas Desain yang telah di install adalah sebagai berikut :
Desain Kapasitas Moratelindo = 10G x 8 wavelengths x 2 fiber pairs
= 80 Gbps/s
3.3.4 Target Market Pendistribusian Layanan
Penerapan desain market pada kedua provider ini dimana harus melakukan penjualan
servis layanan merupakan hal penting. Dengan melakukan pemilihan lokasi POP
sebagai backhaul mempermudah pendistrisbusian backbone ke akses provider. Pada
Gambar 3.12 merupakan desain layer 1 Matrix Cable System. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa jaringan MCS sangat berfokus pada servis layanan backbone
internasional dikarenakan POP untuk melayani layanan servis internet hanya pada
segmen Jakarta dan Singapura.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
37
Universitas Indonesia
Gambar 3.12 Akses POP Matrix Cable System
Pembangunan POP Moratelindo pada gambar 3.13 yaitu melewati backbone
Sumatera. Jangkauan akses provider ini sangat luas dikarenakan membangun POP di
wilayah kota daerah Sumatera. Dengan kondisi tersebut servis yang diberikan oleh
Moratelindo cukup banya dan membutuhkan operasi maintenance yang cukup besar.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
38
Universitas Indonesia
Gambar 3.13 Netwok Akses POP Moratelindo
3.3.5 OSP Fiber Optik Provider
Untuk segmen OSP jalur kabel Matrix cables system dapat dilihat pada tabel 3.1 yaitu
sepanjang 1055 km yang diinvestasikan dan 21 Km sewa untuk lokal Singapura.
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
OADMOADM
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
39
Universitas Indonesia
Table 3.1 OSP Matrix Cable System
No
Segmen Jarak
(KM) Keterangan CAPEX
From - To
1 Equinix - Changi 21 Inland Leased
2 Global Switch - Changi 21 Inland Leased
3 Changi - Batam 26 Submarine Invest
4 Batam Jakarta 1029 Submarine Invest
Total (KM) 1076
Pada Moratelindo untuk membangun infrastruktur internasional dengan mengadakan
konsorsium, yaitu bekerja sama dengan beberapa operator yang sudah lebih dulu
memiliki infrastruktur fiber optik. Pada tabel 3.2 dijelaskan segmen mana saja yang
disewa maupun di bangun sendiri oleh Moratelindo.
Tabel 3.2 OSP Moratelindo
No
Segmen Jarak
(KM) Keterangan CAPEX
From - To
1 Equinix - Global Switch 21 Inland Leased
2 Global Switch - Batam 81 Submarine Invest
3 Batam - Dumai 350 Submarine Invest
5 Dumai - Duri 73 Inland Leased
6 Duri - Gelombang 73 Inland Leased
7 Gelombang - Pekanbaru 69 Inland Leased
8 Sorek - Pangkalan
Kerinci 50 Inland Leased
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
40
Universitas Indonesia
9 Pangkalan
Kerinci - Pekanbaru 76 Inland Leased
10 Pekanbaru - Pangkalan
Kerinci 70 Inland Leased
11 Sorek - Puncak Selasi 73 Inland Leased
12 puncak Selasi - Sungai Akar 77 Inland Leased
13 Sungai Akar - Taman Raja 92 Inland Leased
14 Bukit Daling - Pande Arang 71 Inland Leased
15 Pande Arang - Banyung
Lencir 68 Inland Leaseds
16 Banyu Lencir - Sri Gunung 52 Inland Leased
17 Sri Gunung Lubuk Karet 78 Inland Leased
18 Lubuk Karet - Palembang 77 Inland Leased
19 Palembang - Kayu agung 71 Inland Leased
20 Kayu agung - Bumi Agung 72 Inland Leased
21 Bumi Agung - Tulang
Bawang 82 Inland Leased
22 Tulang Bawang - Lempuyang 76 Inland Leased
23 lempuyang
Bandar - Kedaton 81 Inland Leased
24 Kedaton - Kalianda 67 Inland Leased
25 Kalianda - Anyer 65 Submarine Leased
26 Anyer - Cikupa 47 Inland Leased
27 Cikupa - Jakarta 27 Inland Leased
Total (KM) 2039
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
41
Universitas Indonesia
3.4 Aspek Ekonomis
Capex, Opex, NPV, IRR, PBP, BEP dan cash flow
Secara ekonomis, untuk menilai kelayakan proyek atau suatu investasi dalam suatu
periode waktu tertentu pada umumnya menggunakan perhitungan Net Present Value
(NPV) dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan ini merupakan teknik aliran
arus kas diskonto (Discounted Cash flow, DCF) yang memperhitungkan nilai waktu
dari uang terhadap nilai sekarang bersih. Pendekatannya adalah mencari nilai
sekarang arus kas yang diharapkan dari suatu investasi yang diskonto pada biaya
modal dan nilainya dikurangi dengan biaya awal pengeluaran proyek. Persamaannya
dinyatakan sebagai berikut :
NPV = ∑���
(���)] − ����� (3.1)
CFt : aliran kas pada tahun t (Cash flow pada tahun t)
Io : Investasi awal (Initial Investment)
K : Biaya modal atau bunga diskonto (discount rate)
N : umur proyek
Karena memperhitungkan semua arus kas dan didiskontokan pada tingkat biaya
modal atau suku bunga yang ditentukan pasar, maka metode NPV juga dianggap
memenuhi prinsip penambahan nilai. Jika nilai sekarang bersih positif, maka suatu
proyek atau investasi dinilai menguntungkan. Sebaliknya apabila NPV bernilai
negatif , maka sebaiknya proyek tidak dijalankan karena tidak menguntungkan. Jika
terdapat beberapa pilihan alternatf proyek, maka dipilih dengan NPV tertinggi. Pada
kondisi NPV sama dengan nol, maka proyek akan memberikan hasil pengembalian
yang cukup untuk menutup semua hutang kepada Investor, sesuai dengan tingkat
hasil pengembalian yang mereka harapkan atas resiko yang diambil. Besarnya suku
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
42
Universitas Indonesia
bunga atau biaya modal yang didapatkan pada kondisi ini dikenal dengan istilah
tingkat hasil pengembalian internal atau Internal Rate of Return (IRR). Atau dengan
pengertian lain IRR adalah tingkat bunga pada saat nilai investasi awal sama dengan
nilai dimasa depan (future value) dari aliran kas selama umur proyek. Semakin besar
nilai IRR suatu investasi akan semakin menguntungkan. Rumusan IRR dinyatakan
sebagai berikut :
NPV=0=∑���
(�����)− ��
��� (3.2)
Metode perhitungan NPV dan IRR di atas digunakan secara bersama-sama untuk
menentukan secara konsisten tingkat kelayakan investasi atau proyek. Apabila NPV
yang dihasilkan bernilai positif dan juga IRR didapatkan berada diatas tingkat suku
bunga yang ditargetkan, maka dapat disimpulkan bahwa proyek tersebut layak dan
menguntungkan.
Persamaan untuk NPV adalah sebagai berikut :
NPV = PWpendapatan - PWpengeluaran (3.3)
Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran
investasi (initial cash Investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain
Payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow
yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan
dengan maksimum Payback period yang dapat diterima. Rumus sederhana dari
Payback period adalah sebagai berikut :
Payback Period =���������
��� ������/������ 12 "#$%& (3.4)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
43
Universitas Indonesia
3.4.1 Arus kas (Cash flow)
Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada dalam perumusan dalam suatu
periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk (cash in) dan
berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan.
Cash in : pinjaman dari lembaga keuangan, pendapatan perusahaan
Cash out : pembayaran pinjaman dan bunga, biaya produksi, biaya tenaga kerja,
biaya pemasaran dan lain – lain.
Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan
baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan
kondisi pemasukan dan pengeluaran dimasa yang akan datang.
3.4.2 CAPEX dan OPEX
Penggunaan CAPEX umumnya digunakan oleh perusahaan besar yang
memiliki basis konsumen cenderung stabil dan bermodal besar seperti perusahaan
telekomunikasi misalnya. Secara akuntansi, segala pembelian, perbaikan atau
penggantian dari aset perusahaan termasuk dalam CAPEX. Sedangkan OPEX pada
dasarnya digunakan untuk menjaga kelangsungan aset dan menjamin aktivitas
perusahaan. OPEX bersifat harian sehingga biaya operasi tidak meliputi pajak
pendapatan, depresiasi, dan biaya financial seperti bunga pinjaman. OPEX
dialokasikan secara terencana dalam budget untuk melakukan operasional perusahaan
(sumber: wikipedia).
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
44
Universitas Indonesia
3.4.3 Discount Rate
Discount rate adalah salah satu parameter ekonomi yang menyatakan laju bunga
yang dialami akibat pinjaman modal yang diinvestasikan. Parameter ini
menggambarkan nilai uang menurut waktu yang digunakan untuk mengkonversikan
keuntungan dan biaya yang terjadi dalam waktu yang berbeda. Yang dimaksud
evaluasi ekonomi dari suatu proyek yang ditawarkan pada parameter ini perlu
dianalisis agar diperoleh acuan umum atas beberapa proyek yang ditawarkan dalam
nilai dan waktu yang berbeda. Discount rate biasanya menggambarkan oportunity
cost dari modal yang diinvestasikan, dan dapat diatur nilainya oleh kebijakan-
kebijakan pemerintah. Pada penelitian ini menggunakan Discount Rate 18% dengan
penentuan diatas bunga bank sebesar 10,83% pada 2010.
Tabel 3.3 Discount Rate Bank Sentral [26]
Year Central bank discount rate Rank
2008 8 51
2009 8 52
2010 10.83 42
2011 6.46 66
Diperlukannya analisis discount rate disebabkan beberapa faktor dan kondisi yang
dialami dalam suatu penanaman investasi. Penanaman investasi dalam skala
besar biasanya melibatkan modal yang bersumber dari berbagai pihak serta adanya
aturan-aturan atau kebijakan finansial yang harus dipenuhi, seperti bunga
pinjaman bank, pembayaran berbagai bentuk fee, seperti bank provision, commitment
fee, pajak, dan sebagainya.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
45
Universitas Indonesia
3.4.4 EBIT (LSBP) dan EBITDA
Dalam akuntansi dan keuangan, Laba sebelum bunga dan pajak (LSBP) atau
penghasilan operasi adalah ukuran dari profitabilitas suatu perusahaan yang tidak
termasuk bunga dan beban pajak penghasilan.
LBSP = Pendapatan operasi - Beban operasi + Pendapatan non-operasi 3.5
Penghasilan operasi = Pendapatan operasi - Beban operasi 3.6
EBITDA mengukur perkiraan arus kas perusahaan yang beroperasi berdasarkan data
dari laporan laba rugi perusahaan. Dihitung dengan melihat laba sebelum dikurangi
beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Ini mengukur laba menjadi minat
khusus dalam kasus di mana perusahaan-perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva
tetap yang dikenakan biaya penyusutan berat (seperti perusahaan manufaktur) atau
dalam kasus di mana sebuah perusahaan memiliki sejumlah besar aktiva tidak
berwujud yang diperoleh pada buku tersebut yang sehingga dikenakan biaya
amortisasi besar (seperti perusahaan yang telah membeli merek atau perusahaan yang
baru saja membuat akuisisi besar). Karena akuntansi distorsi dan efek pembiayaan
pada pendapatan perusahaan tidak faktor ke EBITDA, ini adalah cara yang baik untuk
membandingkan perusahaan-perusahaan di dalam dan di industri. Langkah ini juga
menarik bagi kreditur perusahaan, karena EBITDA pada dasarnya pendapatan bahwa
sebuah perusahaan memiliki gratis untuk pembayaran bunga.Secara umum, EBITDA
merupakan ukuran yang berguna hanya untuk perusahaan besar dengan aset yang
signifikan, dan / atau untuk perusahaan dengan jumlah yang signifikan pembiayaan
utang. Ini adalah jarang ukuran yang berguna untuk mengevaluasi sebuah perusahaan
kecil tanpa kredit signifikan. EBITDA kadang-kadang juga disebut arus kas
operasional.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
46
Universitas Indonesia
3.4.5 COGS (Cost of Good Sold) / HPP
Harga pokok penjualan atau HPP adalah istilah yang digunakan pada akuntansi
keuangan dan pajak untuk menggambarkan biaya langsung yang timbul dari barang
yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis. Ini termasuk biaya bahan baku,
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead dan tidak termasuk periode (operasi) biaya
seperti penjualan, iklan atau riset dan pengembangan.
HPP muncul pada laporan laba rugi sebagai komponen utama dari biaya operasi. HPP
juga disebut sebagai biaya penjualan.Untuk perusahaan dagang, metode menghitung
harga pokok penjualan adalah sebagai berikut :
Harga pokok penjualan (HPP) = persediaan awal + pembelian bersih – persediaan akhir (3.6)
3.4.6 BEP (Break Even Point)
Dalam jangka panjang sebuah perusahaan harus menghasilkan laba dalam suatu
investasi. Hubungan anatara biaya, volume dan laba secara matematis dapat didekati
dengan analisis titik impas (break even Point). Rumus perhitungan BEP dalam unit
penjualan adalah sebagai berikut :
'() =+��,� -���.�/�.�������
0��1�� �2�������� /3��� (3.7)
Apabila dihitung dalam rupiah maka rumus BEP menjadi sebagai berikut :
'() =+��,� -���.�/�.�������
�456787 97:67;<=/>?6
@7:A7 BC7=/>?6
(3.8)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
47
Universitas Indonesia
3.4.7 Depresiasi
Depresiasi digunakan perusahaan untuk mengembalikan aset, proses depresiasi dari
aset ini juga disebut dengan pengembalian modal. Depresiasi dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok:
1. Physical Degredation
- Berkurangnya nilai aset karena umur pemakaian sehingga kemampuan aset
itu menjadi berkurang.
- Kebutuhan produksi atau jasa yang lebih baru dan lebih besar.
- Penurunan kebutuhan produksi atau jasa.
2. Fungsional Depresiasi
- Semakin majunya perkembangan teknologi sehingga properti atau aset
tersebut menjadi usang.
- Penemuan property atau aset yang bisa menghasilkan produk yang lebih baik
dengan ongkos yang lebih rendah dan tingkat keselamatan yang lebih
memadai.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
48
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASANNYA
4.1 Traffik data internet existing
Traffik data internet pada gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 merupakan trafik
data internet menggunakan link Jakarta – Singapura. Kapasitas traffik data internet ini
bervariasi setiap bulannya dan dapat dianalisa menggunakan software CACTI.
Pengambilan data trafik existing yang diambil adalah pada tahun 2010. Gambar 4.1
dan Gambar 4.2 merupakan hasil analisis inbound dan outbound trafik backbone
internasional Nap Info.
Gambar 4.1 Total Penggunaan Inbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO
Gambar 4.2 Total Penggunaan Outbond Bandwith Upstream Internasional NAP INFO
Pada Upstream Nap Info kapasitas bandwith terbesar menggunakan TATA dengan
pencapaian kapasitas inbound maksimum sebesar 4,6 Gb/s, sementara untuk outbond
maksimum penggunaan bandwith terbesar adalah STIX yaitu sebesar 1,07 Gb/s. Total
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
49
kapasitas inbound pada IP Transit yang dibutuhkan untuk mendeliver ke customer
dalam kondisi peak hour sebesar 7,65 Gb/s dan untuk kapasitas outbound sebesar
1,17 Gb/s.
Pada gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6. terlihat grafik inbound dan outbound
dari upstream Moratelindo. Mayoritas upstream terbesar yang dipakai adalah PCCW
dengan kapasitas 2 Gbs/s dimana kapasitas upstream maksimum total upload sebesar
3 Gb/s dan download 5Gb/s.
Gambar 4.3 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX
Moratelindo
Gambar 4.4 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream PCCW
Moratelindo
Gambar 4.5 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream TATA
Moratelindo
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
50
Gambar 4.6 Total Penggunaan Kapasitas bandwith Inbound dan Outbond Upstream STIX
Moratelindo
Berdasarkan analisa Cacti pada kedua provider diatas mengalami kenaikan trafik data
internet menggunakan link Jakarta – Singapura setiap bulannya pada tahun 2010.
4.2 Alokasi Anggaran
Pada Sub bab ini akan dibahas tentang biaya total CAPEX, OPEX dan total
pendapatan di tahun 2010.
4.2.1 CAPEX dan OPEX
Dalam penentuan CAPEX ini terbagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. OSP FO merupakan investasi pembangunan infrastruktur jaringan baik investasi
sendiri, sewa dan swap core.
2. SITAC (Node/POP) adalah anggaran untuk menentukan alokasi network akses
point untuk kemudahan distribusi backbone ke provider.
3. Equipment adalah anggaran yang dipakai dalam pembelian perangkat sesuai
dengan desain kapasitas yang diterapkan.
Pada tabel 4.1 dan 4.2 adalah Total capex pembangunan infratruktur MCS dan
Moratelindo.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
51
Tabel 4.1 CAPEX Matrix
CAPEX
OSP FO 529,074,148,800
Sitac (Node / PoP) 41,570,000,000
Equipment 186,010,000,000
Project Management 15,133,082,976
Total 771,787,231,776
Tabel 4.2 CAPEX Moratelindo
CAPEX
OSP FO Investasi 204,700,000,000
OSP FO Swap Core (119,300,000,000)
Sitac (Node / PoP) 19,970,000,000
Equipment 19,624,500,000
Project Management 4,885,890,000
Total 249,180,390,000
Terlihat bahwa perbedaan jumlah total investasi CAPEX kedua provider ini sangat
berbeda jauh. Untuk backbone link MCS jauh lebih mahal dibandingkan dengan
Moratelindo dikarenakan pembangunan dilakukan melalui laut langsung dari Jakarta
menuju Singapura. Sedangkan pada Moratelindo melakukan konsorsium yaitu tukar
guling core backbone pada jalur darat dan jalur laut.
Selain biaya CAPEX terdapat biaya Operational Expanditur (OPEX), yaitu seluruh
biaya yang dikeluarkan selama setahun untuk biaya yang meliputi, biaya PLN, dan
biaya pemeliharaan. Investasi juga memperhitungkan nilai depreciation, COGS,
Interest, TAX dan proyek Management. Pada tabel 4.3 dijelaskan faktor investasi
dalam analisis proyek.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
52
Tabel 4.3 Faktor Investasi
Depreciation 10% Investasi
COGS 10% Revenue
OPEX 15% Revenue
Interest 18% Loan (CAPEX)
TAX 30%
Project Management 2% Investment
4.3 Sumber Pendapatan
Sumber pendapatan merupakan hal penting dalam penilaian investasi merupakan cara
yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. Berikut
adalah total pendapatan pada masing – masing provider penyelenggara. Total
pendapatan ini berasal dari service IPLC, IP Transit dan layanan internet dengan data
pelanggan pada gambar 4.7 sampai tabel 4.10
Gambar 4.7 Pelanggan IPLC Matrix
Gambar 4.8 Pelanggan IPLC Moratelindo
7%
2%2%
9% 2%
8%0%
4%11%
0%
1%1%
13%
4%
4%1%
1%2%
28%
2% 2%CBN
ArthatelCSMDTPFAST SPEEDGLOBAL AXCESS
IPCLYNXMORATELINDONGTNOKIAPCCW
PRIMACOMPRINCIPIAREACHSINGTEL
3% 3%
21%
2%2%
37%
4%
18%
4% 4% 1%1%Telkomsel
Bakrie Telecom
Excelcomindo
NTS
Sampoerna
Smart
Mobile 8
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
53
Gambar 4.9 Pelanggan IP Transit dan Internet Matrix
Gambar 4.10 Pelanggan IP Transit dan Internet Moratelindo
4.4 Analisa Revenue
Berdasarkan jumlah pelanggan dan harga servis untuk link internasional maka dapat
dianalisa revenue untuk Matrik terlihat pada tabel 4.4 dan pada tabel 4.6 adalah cash
flow revenue Matrix.
Tabel 4.4 Revenue Matrik
REVENUE TARGET (LEASEDLINE) Total Harga 38,064,000,000 per month
FO Jakarta -Singapura Backbone (E1) 4,032 2,000,000 8,064,000,000 per month
Internet Bandwidth (Mbps) 10,000 3,000,000 30,000,000,000 per month
Market Growth 10% Annual
price-decreasing 5% Annual
Deployment 9 Month
02000400060008000
1000012000
Mbps
Customer
010002000300040005000
Mbps
Customer
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
54
Sedangkan untuk Moratelindo dapat dilihat pada tabel 4.5 untuk revenue yang
dihasilkan dan pada tabel 4.7 adalah cash flow revenue moratelindo.
Tabel 4.5 Revenue Moratelindo
REVENUE TARGET (LEASED LINE) Existing Harga 16,000,000,000 per month
FO Sumatera Backbone (E1) 5,000 2,000,000 10,000,000,000 per month Internet Bandwidth (Mbps) 6,000 1,000,000 6,000,000,000 per month
Market Growth 10% Annual price-decreasing 5% Annual
Deployment 9 Month
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
55
Tabel 4.6 Cash Flow Revenue Matrix Cable System
1USD
8,900 IDR
Discount
Factor 18% 100.00% 84.75% 71.82% 60.86% 51.58% 43.71% 37.04% 31.39% 26.60% 22.55%
Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9
REVENUE 114,192,000,000 456,768,000,000 477,322,560,000 498,802,075,200 521,248,168,584 544,704,336,170 569,216,031,298 594,830,752,706 621,598,136,578 649,570,052,724
COGS 11,419,200,000 45,676,800,000 47,732,256,000 49,880,207,520 52,124,816,858 54,470,433,617 56,921,603,130 59,483,075,271 62,159,813,658 64,957,005,272
Depreciation 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000
Gross Profit 102,772,800,000 315,727,575,000 334,226,679,000 353,558,242,680 373,759,726,726 394,870,277,553 416,930,803,168 439,984,052,436 464,074,697,920 489,249,422,452
69% 70% 71% 72% 72% 73% 74% 75% 75%
OPEX 17,128,800,000 68,515,200,000 71,598,384,000 74,820,311,280 78,187,225,288 81,705,650,426 85,382,404,695 89,224,612,906 93,239,720,487 97,435,507,909
EBIT 85,644,000,000 247,212,375,000 262,628,295,000 278,737,931,400 295,572,501,438 313,164,627,128 331,548,398,473 350,759,439,530 370,834,977,434 391,813,914,543
EBITDA 85,644,000,000 342,576,000,000 357,991,920,000 374,101,556,400 390,936,126,438 408,528,252,128 426,912,023,473 446,123,064,530 466,198,602,434 487,177,539,543
75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%
Interest 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000 171,654,525,000
TAX 25,693,200,000 22,667,355,000 27,292,131,000 32,125,021,920 37,175,392,931 42,453,030,638 47,968,162,042 53,731,474,359 59,754,135,730 66,047,816,863
EAT 59,950,800,000 224,545,020,000 235,336,164,000 246,612,909,480 258,397,108,507 270,711,596,489 283,580,236,431 297,027,965,171 311,080,841,704 325,766,097,680
EAT 59,950,800,000 224,545,020,000 235,336,164,000 246,612,909,480 258,397,108,507 270,711,596,489 283,580,236,431 297,027,965,171 311,080,841,704 325,766,097,680
Depreciation 0 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000 95,363,625,000
Investment (953,636,250,000)
Proceed (893,685,450,000) 319,908,645,000 330,699,789,000 341,976,534,480 353,760,733,507 366,075,221,489 378,943,861,431 392,391,590,171 406,444,466,704 421,129,722,680
Cumulative (893,685,450,000)
(573,776,805,000)
(243,077,016,000)
98,899,518,480
452,660,251,987
818,735,473,476
1,197,679,334,907
1,590,070,925,078
1,996,515,391,782
2,417,645,114,462
NPV (893,685,450,000)
271,109,021,186
237,503,439,385
208,137,476,616
182,465,850,808
160,014,853,147
140,372,757,852
123,181,542,973
108,129,739,580
94,946,252,639
NPV Cumulative
(893,685,450,000)
(622,576,428,814)
(385,072,989,428)
(176,935,512,812)
5,530,337,996
165,545,191,143
305,917,948,995
429,099,491,968
537,229,231,548
632,175,484,187
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
56
Tabel 4.7 Cash Flow Revenue Moratelindo
1USD
8,900 IDR
Discount
Factor 18% 100.00% 84.75% 71.82% 60.86% 51.58% 43.71% 37.04% 31.39% 26.60% 22.55%
Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9
REVENUE 48,000,000,000 192,000,000,000 200,640,000,000 209,668,800,000 219,103,896,000 228,963,571,320 239,266,932,029 250,033,943,971 261,285,471,449 273,043,317,665
COGS 4,800,000,000 19,200,000,000 20,064,000,000 20,966,880,000 21,910,389,600 22,896,357,132 23,926,693,203 25,003,394,397 26,128,547,145 27,304,331,766
Depreciation 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 Gross
Profit 43,200,000,000 147,881,961,000 155,657,961,000 163,783,881,000 172,275,467,400 181,149,175,188 190,422,199,826 200,112,510,574 210,238,885,304 220,820,946,898
77% 78% 78% 79% 79% 80% 80% 80% 81%
OPEX 7,200,000,000 28,800,000,000 30,096,000,000 31,450,320,000 32,865,584,400 34,344,535,698 35,890,039,804 37,505,091,596 39,192,820,717 40,956,497,650
EBIT 36,000,000,000 119,081,961,000 125,561,961,000 132,333,561,000 139,409,883,000 146,804,639,490 154,532,160,022 162,607,418,978 171,046,064,587 179,864,449,248
EBITDA 36,000,000,000 144,000,000,000 150,480,000,000 157,251,600,000 164,327,922,000 171,722,678,490 179,450,199,022 187,525,457,978 195,964,103,587 204,782,488,248
75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75% 75%
Interest 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200 44,852,470,200
TAX 10,800,000,000 22,268,847,240 24,212,847,240 26,244,327,240 28,367,223,840 30,585,650,787 32,903,906,947 35,326,484,633 37,858,078,316 40,503,593,715
EAT 25,200,000,000 96,813,113,760 101,349,113,760 106,089,233,760 111,042,659,160 116,218,988,703 121,628,253,075 127,280,934,345 133,187,986,271 139,360,855,534
EAT 25,200,000,000 96,813,113,760 101,349,113,760 106,089,233,760 111,042,659,160 116,218,988,703 121,628,253,075 127,280,934,345 133,187,986,271 139,360,855,534 Depreciation 0 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000 24,918,039,000
Investment (249,180,390,000)
Proceed (223,980,390,000) 121,731,152,760 126,267,152,760 131,007,272,760 135,960,698,160 141,137,027,703 146,546,292,075 152,198,973,345 158,106,025,271 164,278,894,534
Cumulative
(223,980,390,000)
(102,249,237,240)
24,017,915,520
155,025,188,280
290,985,886,440
432,122,914,143
578,669,206,218
730,868,179,563
888,974,204,834
1,053,253,099,368
NPV
(223,980,390,000)
103,161,993,864
90,683,103,103
79,735,070,747
70,127,015,569
61,692,295,560
54,285,368,534
47,779,067,761
42,062,236,638
37,037,674,103
NPV Cumulative (223,980,390,000)
(120,818,396,136)
(30,135,293,033)
49,599,777,714
119,726,793,283
181,419,088,843
235,704,457,378
283,483,525,138
325,545,761,776
362,583,435,879
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
57
4.5 Analisa Investasi
Pada bagian ini akan dibahas mengenai investasi yang akan dilakukan apakah
mendukung atau tidak. Metode yang digunakan adalah Metode Internal Rate of
Return dan Metode Net Present Value terhadap Discount Rate.
4.5.1 Metode Internal Rate of Return
Internal Rate of return yang dicari menggunakan program microsoft excel
mengacu pada besarnya cash flow pada tabel 4.6 dan 4.7. Discount factor rate lebih
kecil dari nilai IRR sehingga investasi ini menguntungkan. Untuk Discount rate yang
digunakan adalah 18 %. Pada tabel 4.6 merupakan investasi Matrik didapat nilai IRR
adalah 35 % selama 5 tahun, maka investasi baik. Sedangkan untuk Moratelindo IRR
selama 5 tahun yang didapat mengacu pada tabel 4.7 nilai IRR sebesar 49 % dan
investasi sangat baik.
4.5.2. Metode Net Present Value
Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang
praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah
selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value PV dari arus
biaya. Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai
positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua
biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh hanya
cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan. NPV < 0, berarti rugi, biaya
total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Perhitungan NPV
disini menggunakan formula yang ada di Microsoft Exel. Analisis yang didapat pada
Matrix cable system terlihat pada gambar 4.11.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
58
Gambar 4.11 Grafik Analisis Break Even Point Matrix
Pada Gambar 4.11 didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
Discount Rate 18 %
I R R (in 5 years) 35 %
NPV (in 5 years) Rp. 299,625,679,049
BREAK EVEN 3 Years 3 months 11 days
PAYBACK - with npv 4 Years 1 months 29 days
Berdasarkan perhitungan tersebut dengan waktu proyek selama 5 tahun didapat nilai
NPV > 0. Proyek ini bernilai positif atau NPV > 0 dengan Break Even Point pada
tahun ke 3 lebih 3 bulan dan 11 hari. Penyelenggaraan infrastrukstur oleh Matrix
Cable System dengan menggunakan submarine memenuhi kapasitas dengan harga
yang cukup bersaing dimana proyek pembangunan ini menguntungkan.
(772)
077 77 77 77 77 77 77 77 7760
227 238 250 261 274 286 300 314 329
(1,000)
(800)
(600)
(400)
(200)
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cash
Flo
w R
P (
Mill
iar)
Matrix Jakarta - Singapure
Investment Depreciation
EAT Proceed
Time Value (Tahun)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
59
Sedangkan untuk investasi Moratelindo terlihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Grafik Analisis Break Even Point Moratelindo
Dari gambar 4.12 diatas maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut :
Discount Rate 18 %
I R R (in 5 years) 49 %
NPV (in 5 years) 181,419,088,843 IDR
BREAK EVEN 2 Years 9 months 21 days
PAYBACK - with npv 3 Years 4 months 17 days
Penyelenggaraan backbone yang dilakukan oleh provider Moratelindo ini juga
menunjukkan NPV > 0. Hal ini membuktikan bahwa investasi yang dikeluarkan
menunjukkan keuntungan dimana Break event Point dapat tercapai pada tahun ke 2
lebih 9 bulan dan 21 hari.
(249)
025 25 25 25 25 25 25 25 2525
97 101 106 111 116 122 127 133 139
(300)
(200)
(100)
0
100
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cash
Flo
ws
Rp(M
iillia
r)
Moratelindo Jakarta - Singapure
Investment DepreciationEAT Proceed
Time Value (Tahun)
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
59
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN
� Teknologi DWDM merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan kapasitas
jaringan backbone Jakarta - Singapura yang besar yaitu dapat dipenuhinya
kapasitas total pemakaian dengan harga yang kompetitif. Pada pengguna layanan
internet untuk backbone Jakarta - Singapura Nap Info dengan kapasitas total
mencapai 7 Gb/s dapat dipenuhi dengan teknologi tersebut. Hal ini juga berlaku
untuk pelanggan internet Moratelindo. Pemanfaatan jalur backbone Jakarta –
Singapura dengan menggunakan teknologi DWDM dapat dipenuhi untuk
pencapaian kapasitas hingga 5 Gb/s.
� Pembangunan kedua penyelenggara backbone Jakarta - Singapura ini cukup
berpotensi dalam hal investasi dengan melihat analisa NPV dan IRR dalam kurun
waktu 5 tahun.
� Pembangunan melalui submarine yaitu Matrix cable systerm didapat nilai IRR
berkisar 35 % dengan discount rate 18 % dimana break even point sekitar 3 tahun
3 bulan dan 11 hari, sedangkan untuk Moratelindo IRR 49 % dengan break event
point 2 tahun 9 bulan dan 21 hari. NPV matrik dalam 5 tahun sekitar Rp.
299,625,679,049 sedangkan NPV moratelindo dalam 5 tahun sekitar Rp.
181,419,088,843.
� Penetapan harga servis pada masing-masing layanan (internet maupun leased
line) sangat mempengaruhi nilai NPV dan IRR. Dalam hal penentuan harga
penjualan layanan matrix memakai harga lebih mahal dibandingkan moratelindo
sehingga membedakan nilai NPV dan IRR pada kedua provider ini, akan tetapi
faktor harga tersebut masih memiliki nilai NPV positif dan IRR diatas discount
rate. Perbedaannnya hanya di faktor Break Even point dimana pengembalian
modal dan pencapaian keutungan sesuai dengan target pasar penjualan servis
layanan mereka.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
60 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
[1] Enrique, DA,MBA.(2002). The Miniwatts Marketing Group. Februari,
2011, diambil dari :
http://www.internetworldstats.com
[2] “ Alcatel Training module ”, 1626LM DWDM Introduction, 2009.
[3] “ Eci Telecom presentation ”, Ethernet and ATM Services in XDM, 2007.
[4] “ Tata Communication presentation ”, IP Transit Presentation for Workshop
Indonesia, 2011.
[5] “ Cisco System Training Module “, CCNA 1 Versi 3, 2003.
[6] “ Cisco System Training Module “, CCNA 2 Versi 3, 2003.
[7] “ Cisco System Training Module “, CCNA 3 Versi 3, 2003.
[8] “ Cisco System Training Module “, CCNA 4 Versi 3, 2003.
[9] “ Huawei Technologies “, Advance SDH and Networking Application,
2006.
[10] “ Alcatel Training Module “, SDH and DWDM Overview, 2007
[11] “ Looking Glass - Hurricane Electric (AS45147) “, diambil dari :
http://bgp.he.net/AS45147
[12] “ Looking Glass - Hurricane Electric (AS23947) “, diambil dari :
http://bgp.he.net/AS23947
[13] Endah Sudarmilah, Dense Wavelength Division Multiplexing DWDM
sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data,2002,
diambil dari :
http://eprints.ums.ac.id/775/1/Emitor_EDS_DWDM.pdf
[14] “ Tyco Telecommunications Training Module “, Submarine Fiber
Optic Network System, 2008
[15] Leland Bank, P.E and Anthony Tarquin, P.E. Engineering Economy,
5th edition. Mc-Graw-Hill. 2002.
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011
61 Universitas Indonesia
[16] “ Product and Services Layanan Moratelindo,2011, diambil dari :
http://www.moratelindo.co.id/
[17] “ About US capacity backbone “, 2011, diambil dari :
http://www.cepat.net.id/
[18] “ Service dan Product “, 2011, diambil dari :
http://www.nap.net.id/
[19] Sitorus. “Apa-itu-biaya-operasi-opex-dan-biaya-modal-capex?” Online
Posting. 24 Jan 2009, diambil dari :
http://garisgaris.wordpress.com/2009/01/24/apa-itu-biaya-operasi-
opex-dan-biaya-modal-capex/
[20] AM Sumastutu SE, MM. Keunggulan NPV Sebagai Alat Analisis Uji
Kelayakan Investasi Dan Penerapannya. 2006, diambul dari :
<jurnal.bl.ac.id/wp-content/.../BEJ-v3-n1-artikel7-agustus2006.pdf>
[21] “ Apa itu TCP (Transmission Control Protocol) “, diambil dari :
http://id.wikipedia.org/wiki/Transmission_Control_Protocol
[22] “ TONIC ECOSYS Uni Eropa “, diambil dari :
http://www.nrc.nokia.com/tonic/
[23] “ Statistik Anggota APJII “, 2011, diambil dari :
http://www.apjii.or.id/
[24] Our Network Matrix Cable System, 2011
http://www.matrixnetworks.sg/
[25] “ Apakah itu broadband “, 2011, diambil dari :
http://en.wikipedia.org/wiki/Broadband_Integrated_Services_Digital_
Network
[26] “Discount Rate Bank Sentral Indonesia”, diambil dari :
http://www.indexmundi.com/indonesia/central_bank_discount_rate.html
Studi kasus..., Fandi Krismanto, FTUI, 2011