1 Upaya Meraih Rahmat Allah swt ب ل ذ س غ ىا وض ف ب ب ب ت ب س ز. ذب ف وض. ز ا س ب ئ ض ا وض ئ ـ ب ا. ىا ا: ب تب ه ج ىا س ط بٞ ! ىا ب ل ذ ب ق ا ا ا ا ز ا ب ب ن ج ز ا ن ز ا ا ب ىا ب ب. ب$ س ج ب ج ق ة ا اس م ز ج ب ب$ ب ن م ب ب ز ا ز ا ا ا. ا ا ا ا ا ا ز ا ب ب. ب ز ب ن ن ج ز عط ن ذ ن س غ. ب- ظ ف$ اس ف ب$ س فSyukur Alhamdulillah, kita panjatkan kepada Allah SWT, karena dan inayah-Nya, dan Insya Allah dengan ridha-Nya pula pada s dapat meninggalkan berbagai macam aktivitas keseharian, kitaperuntukkan memenuhi panggilan Allah SWT melaksanakan shalat Jumat dengan segala rangkaiannya. Mudah-mudahan ibadah yang sudah kita lakukan dan yang a lakukan mampu mengangkat kita menjadi orang yang benar-benar taqwalla Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjun Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan kaum muslimin mengikuti petunjuknya. Sebagai khotib, saya berwasiat kepada diri saya pribadi dan para jama marilahkitaterusmenerus berusahameningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaankepada Allah SWT dengan menunaikansegala perintah-Nya dan
.
Syukur Alhamdulillah, kita panjatkan kepada Allah SWT, karena
taufik, hidayah
dan inayah-Nya, dan Insya Allah dengan ridha-Nya pula pada siang
hari ini kita
dapat meninggalkan berbagai macam aktivitas keseharian, kita
peruntukkan
memenuhi panggilan Allah SWT melaksanakan shalat Jumat dengan
segala
rangkaiannya. Mudah-mudahan ibadah yang sudah kita lakukan dan yang
akan kita
lakukan mampu mengangkat kita menjadi orang yang benar-benar
taqwallah.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan kaum
muslimin yang
mengikuti petunjuknya.
Sebagai khotib, saya berwasiat kepada diri saya pribadi dan para
jamaah sekalian,
marilah kita terus menerus berusaha meningkatkan kualitas keimanan
dan
ketaqwaan kepada Allah SWT dengan menunaikan segala perintah-Nya
dan
menjauhi segala larangan-Nya. Marilah kita selalu meningkatkan
kewaspadaan,
agar kita tidak mudah terperdaya oleh rayuan syetan dan bujukan
hawa nafsu yang
akan merobek-robek keimanan dan menggelincirkan kita ke dalam
kenistaan dan
kebinasaan. Semoga kita termasuk dalam golongan hamba Allah yang
bertaqwa,
yang mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak,
amin.
Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan khutbah jumat dengan
tema “Upaya
Meraih Rahmat Allah SWT”
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Materi khotbah kali ini merupakan penjabaran dari istilah rahmat
dalam surat Az-
Zumar ayat 53 yang berbunyi:
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah
mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Bahwasanya kita semua dilarang untuk merasa putus asa atas rahmat
Allah swt.
Bagaimana kita akan putus asa kalau kita sendiri tidak memahami
rahmat itu
sendiri. Oleh karena itulah tema khotbah kali ini akan lebih banyak
membicarakan
hal tersebut.
Sebuah kisah yang berdasarkan pada hadist Rasulullah saw dari
cerita Malaikat
Jibril “sungguh dahulu pernah ada seorang hamba („abid) yang
tinggal seorang diri
di sebuah gunung paling tinggi di dunia. Begitu tingginya gunung
itu, sehingga aku
(jibril) sering melaluinya ketika hendak turun dari langit
melaksanakan titah dari
3
bahan makanan dan buah-buahan juga air terjun yang
menyegarkan. Hal itu
mempermudah „abid menjaga perut dari kekosongan dan
memudahkannya
berwudhu sehinga ia selalu dalam keadaan suci.
Di atas gunung yang sangat indah itu, „abid hidup selama lima ratus
tahun. Ia tidak
punya kegiatan, selain beribadah, bermunajat, dan berdoa,
tidak pernah terlintas
dibenaknya untuk berbuat dosa dan mendurhkai- Nya. Salah satu
doa yang
dikabulkan Allah swt adalah permohonannya setiap saat untuk mati
dalam keadaan
sujud. Demikianlah, akhirnya „abid meninggal dunia dalam usia
lima ratus tahun.
Setelah kematiannya Allah swt berkata kepadanya „wahai hambaku
karena rahmat-
Ku, engkau akan segera aku masukkan ke dalam surga. Mendengar
pernyataan
tersebut si „abid berubah mukanya, terkesan tidak menerima. Karena
ia merasa
bahwa amal-ibadahnya selama lima ratus tahun tanpa dosalah
yang
menyebabkannya layak masuk ke surga. Bukan semata karena
rahmat-Nya.
Demikian protes „abid kepada Allah swt.
Mafhum apa yang dimaksud oleh si abid. Maka segeralah Allah
menugaskan
seorang malaikat untuk menghitung dan menimbang seluruh
amal-ibadahnya
selama lima ratus tahun tanpa dosa yang diandalkannya sebagai modal
meraih
sorga. Kemudian ditimbangnya amal tersebut dibandingkan dengan
rahmat
pemberian- Nya. Ternyata rahmat Allah swt yang diberikan
kepada „abid yang
terdapat dalam mata (termasuk di dalamnya kemampuan melihat) saja
jauh lebih
berat nilainya dibandingkan dengan ibadahnya selama lima
ratus tahun. Belum
nikmat anggota badan yang lain, otak, kaki, tangan, dan
seterusnya.
Maka sesuai dengan protes yang diajukannya, Allahpun memerintahkan
malaikat
untuk menyeret si „abid ke dalam neraka. Karena nilai
amal-ibadahnya jauh lebih
ringan dari pada rahmat yang terdapat pada mata. Ketika itulah si
„abid baru sadar
ternyata kebergantungannya pada amal tidak dapat menyelamatkannya.
Segera ia
meminta ampunan dan mengakui akan segala kesalahan dan
kesombongannya. Ia
terlalu mengandalkan amal ibadahanya dan mengabaikan
rahmat-Nya.
Akhirnya Allah mengampuninya dan sekali lagi menanyakan kepada si
„abid
“apakah engkau masuk surga ini karena amalmu? si „abid menjawab
“tidak ya
Allah Tuhanku, sungguh ini semua karena rahmat-Mu”.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
4
Cerita di atas membuktikan betapa hidup manusia ini sangat
tergantung pada rahmat
Allah swt sebagai pengatur alam jagad raya. Ia-lah yang menentukan
semuanya. Ia
berhak melakukan apapun kepada makhluk-Nya. Sebagai Sang
Pencipta, sebagai
Sang Maha Kuasa, Dia bebas menyiksa dan mengganjar siapa saja yang
Ia
kehendaki. Tidak ada yang dapat membatasi gerak-Nya. Ketundukan
atau
kedurhakaan kita kepada-Nya tidaklah mampu menggeser kekuasaannya
walau
sedikitpun. Oleh karena itulah hidup semua makhluk ini
sungguh-sungguh
tergantung pada rahmatnya, bukan pada kesalehan amal ibadah
kita.
Oleh karena itulah kita diajari sebuah doa yang sangat
masyhur:
,
Irhamna ya Allah, lianna rahmataka arja lana min jami’i a’maalinaa.
Waghfir
lanaa ya Allah, lianna maghfiratakan ausa’u lana min dzunubinaa.
Ya Allah kasihanilah kami, karena rahmat-Mu lebih kami harapkan
dari pada
semua amal kami. Dan ampunilah kami, karena pengampuanan-Mu
lebih luas dari
pada dosa-dosa kami.
Begitulah hendaknya, manusia sebagai hamba yang lemah tidak
dibenarkan terlalu
merasa aman dengan amal ibadah yang telah kita kerjakan. Karena hal
itu tidak
serta merta mampu menyelamatkan diri kita. Karena keselamatan dan
pertolongan
itu terkandung dalam rahmat Allah SWT.
Dengan kata lain, sungguh merugi jika manusia merasa nyaman dengan
tumpukan
dan penjumlahan amal yang telah dilakukannya, dengan harapan
amal-ibadah itu
akan menyelamatkannya dari api neraka.
Sebuah kisah masyhur dari kitab Nashaihul Ibad karya Syaikh
Nawawi al-Bantani
tentang al-Ghazali. Diceritakan bahwa Imam Ghazali tampak dalam
mimpi, maka ia
ditanya oleh Allah SWT “A pa yang Allah lakukan kepadamu?”
lalu ia menjawab
“Allah membiarkanku di hadapan-Nya, kemudian Allah berkata, kenapa
Engkau
dihadapkan kepada-Ku, apa yang engkau bawa? Maka Al-Ghazali
menyebutkan
segala amal-ibadahnya. Tetapi Allah menjawab “sesungguhnya Aku
tidak
menerima semua amal-ibadahmu, kecuali satu amal pada suatu hari
ketika engkau
penamu, serta engkau membiarkannya karena kasihan kepada
lalat itu”. Kemudia
Allah berkata “wahai malaikat, bawalah hambaku ini ke
surga”.
Fragmen Al-Ghazali ini menunjukkan kepada kita bahwa posisi rahmat
Allah itu
sangat rahasia. Ia bisa terdapat pada bentangan amal kita yang
tidak kita ketahui
persisnya. Beratus-ratus kitab karya al-Ghazali,
bertahun-tahun ibadahnya, tetapi
rahmatnya malah terdapat di tinta pada ujung penanya. Bukankah
secara logika
ratusan karya itu lebih bernilai? Tidak demikian. Rahmat Allah SWT
tidak dapat
dikalkulasi, diprediksi dan diperinci karena rahmat itu adalah hak
prerogatif milik
Allah SWT.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Oleh karena itulah tidak dibenarkan bagi kita untuk menilai rendah
sebuah amal
ibadah. Walaupun itu sekedar menghindarkan duri dari tengah jalan.
Karena bisa
saja amal itu yang dirahmati Allah swt. Kita tidak boleh meremehkan
amal walau
sekecil apapun siapa tahu itulah yang akan menyelamatkan kita di
akhirat nanti
Bukankah Sayyidina Umar masuk surga karena sekedar menyelamatkan
burung
emprit yang dibelinya dari seorang anak kecil yang menyiksa burung
itu? Cerita ini
kemudian diabadikan dengan sebutan kitab úsfuriyah. Begitu
sebaliknya, kita tidak
dibenarkan pula menyombongkan amal ibadah walau sebesar apapun amal
tersebut.
Karena belum tentu amal itu mengandung rahmat dari Allah SWT.
Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah SWT .
Dalam konteks kekinian rahmat Allah dapat saja berada dalam amal
yang sungguh
sepele. Mungkin saja rahmat itu terletak dalam diri anak-anak
jalanan yang
mengulurkan tangan ke hadapan kita, atau di dalam diri pengamen
yang
menyanyikan lagu sumbang tak jelas suara dan nadanya. Dan juga
mungkin sekali
rahmat itu terletak dalam amal kita dalam memberi selembar kertas
koran sebagai
alas shalat jumat. wal hasil sekecil apapaun amal itu tidak boleh
kita sepelekan.
Hal ini tentunya akan mengajak kita memandang fenomena akan lebih
hati-hati dan
tidak mudah syu’ud dhann. Janganlah kita mudah buruk sangka
dan memandang
remeh kepada pekerjaan orang lain. Tukang sayur yang mangkal setiap
pagi, tukang
loper koran, tukang ojek dan tukang-tukang lain yang sering kita
nikmati jasanya
tanpa kita kenal profilenya dengan dekat, bahkan seringkali kita
jadikan kambing
hitam, bisa jadi pekerjaan merekalah yang mengandung rahmat Allah
swt
dibandingkan pekerjaan kita.
Akhirul kalam, bahwasannya manusia tidak boleh berputus asa
untuk terus
memburu rahmat Allah, karena sesungguhnya rahmat itu amat luasnya,
hanya
kebanyakan manusia tidak memahami hikmah dibalik itu semua.
Demikianlah khotbah jumah kali ini semoga membawa banyak manfaat.
Minimal
meyakinkan pada diri kita agar tidak mudah memandang remeh pada
amal-amal
kecil dan juga amal-amal orang lain.