Upload
agushermansyah
View
17
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris. Mempunyai sumber daya alam yang melimpah, terutama dalam bidang pertanian yang mana memiliki potensi yang sangat luar biasa. Hal tersebut didasarkan pada kondisi pertanian Indonesia yang subur membentang dari Sabang hingga Merauke serta didukung dengan letak geografis dan kondisi iklim yang memadai membuat pertanian menjadi salah satu penopang perekonomian negeri ini. Sektor pertanian telah menjadi mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia, yaitu sebesar 34,78% dari total keseluruhan tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik per agustus 2013. Sektor pertanian juga memberikan sumbangan besar kedua terhadap penerimaan PDB tahun 2013 yaitu sebesar 14,43% dari total keseluruhan PDB pada tahun tersebut. Namun konstribusi demikian yang telah disebutkan tidak diikuti secara nasional mencapai 18 juta penduduk yang bermukim di pedesaan dengan presentase 14,7% (BPS 2012) dan mayoritas penduduk bermata pencaharian pada bidang pertanian sebagai petani atau buruh tani. Hal demikian sangat bertolak belakang dengan keadaan pertanian negeri yang kita banggakan selama ini. Kondisi alam Indonesia yang subur seharusnya diikuti oleh peningkatan angka kesejahteraan dari petani juga selaku pelaku usahanya. Petani di Indonesia lebih identik dengan status sosial yang tergolong menengah ke bawah dan berada pada garis kemiskanan.
Citation preview
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani Guna
Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Program
Pembiayaan Kredit Dengan Zakat Sebagai Sumber
Dana
Heppy Okyanta 120422403211
Rofiatul Hasanah 130411612506
Shynta Putri Indraswari 130411612544
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Maret 2015
i
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani Guna
Mewujudkan Ketahanan Pangan Melalui Program
Pembiayaan Kredit Dengan Zakat Sebagai Sumber Dana
PAPER
Diajukan kepada
StudentConference for Sustainable Development (SCSD)
dalam kegiatan SELF XII
Oleh
Heppy Okyanta (120422403211)
Rofi´atul Hasanah (130411612506)
Shynta Putri Indraswari (130411612544)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
MARET 2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Heppy Okyanta Tempat/Tanggal Lahir : Tulungagung / 3 Oktober 1993
NIM : 120422403211
Fakultas/ Universitas : Ekonomi / Universitas Negeri Malang
Alamat Rumah : Jl. Ketintang Gg Nirwana No. 127 C-1 Surabaya
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah dengan judul “Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Petani Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan
Melalui Program Pembiayaan Kredit dengan Zakat Sebagai Sumber Dana”.
Belum pernah dipublikasikan, diikutsertakan maupun menjuarai lomba
karya tulis ilmiah tingkat nasional / internasional sebelumnya dan tidak
mengandung unsur plagiat.
Demikianlah pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada
unsur paksaan dari siapapun untuk keperluan pengajuan Call For Paper
Student Conference for Sustainable Development "SELF XII 2015".
Malang, 30 Maret 2015
Yang Membuat Pernyataan
Heppy Okyanta
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
ABSTRAK .............................................................................................. vi
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................. 4
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Ketahanan Pangan .................................................... 5
2.2 Program Pembiayaan Kredit ................................................... 5
2.3 Teori Zakat ............................................................................. 8
2.4 Zakat Sebagai Sumber Dana .................................................. 10
BAB III: METODE PENELITIAN ........................................................ 11
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Kendala-Kendala Yang Muncul Dalam Sektor
Pertanian Di Indonesia............................................................ 12
4.2 Upaya-Upaya Program Pembiayaan Modal
Petani Dalam Meningkatkan Kesejahteraan ........................... 14
4.3 Zakat Sebagai Sumber Dana Pembiayaan
Modal Petani Untuk Peningkatan Kesejahteraan ................... 20
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 27
5.2 Saran ....................................................................................... 28
Daftar Pustaka ......................................................................................... 29
Lampiran ................................................................................................. 30
iv
DAFTAR GAMBAR
4.1 Proporsi Kredit Sektoral
4.2 Skema Pola distribusi konsumtif, produktif, dan investasi zakat.
4.3 Skema qardul hasan dalam pola distribusi produktif.
4.4 Skema qardul hasan dalam pola distribusi produktif.
vi
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang mayoritas matapencaharian penduduknya
adalah bertani atau dikenal dengan sebutan negara agraris yang mana suatu bangsa
yang sebagian besar masyarakatnya bertumpu pada sektor pertanian. Kondisi ini
berbanding terbalik dengan kesejahteraan yang didapatkan para petani
dikarenakan masih banyak kendala yang harus dihadapi oleh petani. Salah satu
kendala utama yang harus dihadapi adalah masalah pembiayaan modal.
Pemerintah berupaya menyediakan fasilitas pembiayaan kredit pertanian akan
tetapi program tersebut belum dilaksanakan secara maksimal dikarenakan
pendistribusian yang terhambat. Oleh karena hadir inovasi pembiayaan pertanian
dengan memanfaatkan zakat sebagai sumber modal. Melalui BAZ dan LAZ dana
tersebut didistribusikan kepada petani yang memenuhi kriteria penerimaan.
Selanjutnya BAZ dan LAZ mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan terhadap
petani yang menerima dana zakat. Sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat
dan ketahanan pangan dapat tercapai.
Kata kunci : pertanian, pembiayaan, zakat, mudharabah
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
1.1 Pendahuluan
Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris. Mempunyai sumber daya
alam yang melimpah, terutama dalam bidang pertanian yang mana memiliki
potensi yang sangat luar biasa. Hal tersebut didasarkan pada kondisi pertanian
Indonesia yang subur membentang dari Sabang hingga Merauke serta didukung
dengan letak geografis dan kondisi iklim yang memadai membuat pertanian
menjadi salah satu penopang perekonomian negeri ini. Sektor pertanian telah
menjadi mayoritas mata pencaharian penduduk Indonesia, yaitu sebesar 34,78%
dari total keseluruhan tenaga kerja yang bekerja menurut lapangan pekerjaan
utama berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik per agustus 2013. Sektor
pertanian juga memberikan sumbangan besar kedua terhadap penerimaan PDB
tahun 2013 yaitu sebesar 14,43% dari total keseluruhan PDB pada tahun tersebut.
Namun konstribusi demikian yang telah disebutkan tidak diikuti secara
nasional mencapai 18 juta penduduk yang bermukim di pedesaan dengan
presentase 14,7% (BPS 2012) dan mayoritas penduduk bermata pencaharian pada
bidang pertanian sebagai petani atau buruh tani. Hal demikian sangat bertolak
belakang dengan keadaan pertanian negeri yang kita banggakan selama ini.
Kondisi alam Indonesia yang subur seharusnya diikuti oleh peningkatan angka
kesejahteraan dari petani juga selaku pelaku usahanya. Petani di Indonesia lebih
identik dengan status sosial yang tergolong menengah ke bawah dan berada pada
garis kemiskanan. Beragam faktor juga membuat petani semakin kesulitan dalam
melakukan usahanya pada bidang ini, yaitu seperti mahalnya pupuk, kurangnya
menguasai teknologi pertanian modern, dan masalah dalam mendapatkan modal
pembiayaan untuk membantu usahanya. Kesulitan yang dialami oleh petani dalam
memperoleh pembiayaan tersebut, biasanya disiasati petani dengan melakukan
pinjaman kepada pihak ketiga dengan bunga tinggi. Perolehan kredit yang terlalu
lama dapat berdampak pada proses musim tanam, ketika musim tanam mundur
dan berkakibat pada gagal panen maka petani tidak dapat melunasi pinjamannya
2
tersebut. Hal demikian berakibat pada petani tidak mempunyai pilihan lain selain
menjual lahan pertaniaannya atau berhutang kembali yang semakin membuat
kesejahteraan petani terpuruk.
Menghindari dan mencegah hal yang demikian terus terjadi kepada para
petani maka diperlukan upaya-upaya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Upaya peningkatan kesehteraan petani dapat dilakukan dengan peningkatan faktor
produksi, sarana peralatan produksi, dan memudahkan perolehan pembiayaan
modal usaha. Pembiayaan merupakan komponen utama yang diperlukan dalam
peningkatan kesejahteraan petani. Pembiayaan yang mudah diperoleh dapat
membantu petani dalam meningkatkan produktivitasnya. Petani dapat mudah
memperoleh sarana produksi seperti alat pertanian dan pupuk dengan
terpenuhinya modal pembiayaannya. Sehingga dalam proses produksinya dapat
berjalan lancar dan petani dapat menikmati hasilnya ketika musim panen tiba.
Pembiayaan untuk petani dapat berasal dari lembaga perbankan dan lembaga non
perbankan lainnya.
Penyaluran pembiayaan yang mudah dapat membantu petani dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Namun demikian proporsi penyaluran kredit
lembaga perbankan nasional masih rendah ke sektor pertanian. Angka penyaluran
kredit ke sektor pertanian masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor
lainnya seperti pada sektor perindustrian dan perdagangan. Kredit yang disalurkan
oleh bank umum di Jawa Timur untuk sektor pertanian hanya sebesar 2, 58%
sangat jauh jika dibandingkan dengan penyaluran kredit pada sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan yang masing-masing sebesar 30% dan 26%.
Sedikitnya proporsi tersebut dikarenakan kurangnya akses perbankan kepada
sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor utama penyumbang
pertumbuhan perekonomian di Jawa Timur. Proporsi pemberian kredit yang masih
relatif kecil tersebut juga akibat dari resiko yang melekat pada pertanian yaitu
gagal panen. Apabila hasil panen tidak sesuai dengan target yang diharapkan atau
mengalami gagal panen maka petani pasti mengalami kesulitan dalam melakukan
pelunasan pembayaran, sehingga terjadi peningkatan angka gagal bayar. Keadaan
demikian mengakibatkan pihak lembaga keuangan belum banyak mengucurkan
pemberian kredit pada sektor pertanian ini.
3
Menindaklanjuti hal demikian maka diperlukan adanya suatu sistem yang
mana masing-masing pihak dapat memberikan konstribusi dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Sehingga apabila terjadi gagal panen petani tidak memanggung
keseluruhan kerugian demikian pula pihak penyalur dana. Selain sistem tersebut
juga diperlukan sumber dana yang bersifat tidak berorientasi pada pengembalian
modal secara utuh. Sumber dana yang memang bersifat untuk dana pembiayaan
sosial dan kesejahteraan. Sumber dana yang demikian adalah zakat.
Dana zakat yang digunakan secara produktif tentunya tidak dapat
menuntut adanya tingkat pengembalian tertentu. Dana zakat yang terhimpun
dalam Badan Amil Zakat kemudian didistribusikan kembali kepada petani sebagai
penerima (mustahik) untuk keperluan modal pembiayaan usaha. Demikian apabila
terjadi resiko gagal panen maka petani tidak terlalu mencemaskan resiko gagal
bayar. Apabila panen berhasil maka keuntungan akan dibagi bersama.
Menerapkan sistem mudharabah dan zakat sebagai sumber dana akan
memudahkan penyaluran pembiayaan modal usaha kepada petani.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi kendala petani dalam hal proses produksi?
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menyejahterakan petani
dalam mengatasi masalah pembiayaan?
3. Bagaimana peranan zakat dalam upaya mengatasi kendala pembiayaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kendala petani dalam hal proses produksi.
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk menyejahterakan
petani dalam mengatasi masalah pembiayaan.
3. Untuk mengetahui peranan zakat dalam upaya mengatasi kendala
pembiayaan.
4
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini secara teori mampu memberikan kegunaan kepada
pemerintah pusat untuk mengetahui seberapa besar peran zakat jika
dijadikan sebagai sumber dana untuk program pembiayaan kredit untuk
menyejahterakan petani, sehingga dapat membantu petani dalam
menjalankan usahanya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan
bagi petani dan terwujudnya ketahanan pangan nasional.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
berbagai kalangan, antara lain:
1. Bagi Pemerintah
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi Pemerintah dalam
menetapkan keputusan maupun kebijakan dimasa yang akan datang
terkait pengelolaan dana zakat sebagai sumber dana untuk pemberian
kredit pembiayaan untuk modal usaha petani sebagai upaya
peningkatan kesejahteraan petani dan terwujudnya ketahanan pangan.
2. Bagi Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Diharapkan dapat menjadi referensi bagi BAZ/LAZ selaku pihak
penyalur dana dalam menetapkan keputusan dan kebijakan dalam
menyalurkan dana zakat kepada pihak yang berhak yaitu petani untuk
peningkatan kesejahteraan.
3. Bagi ilmu pengetahuan
Penulisan ini berguna sebagai bahan referensi bagi penulisan khusunya
di bidang Agrokomplek. Dengan membandingkan teori-teori yang
telah ada dengan hasil penulisan ini.
4. Bagi lembaga akademisi (Universitas Negeri Malang)
Sebagai informasi tambahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dalam bidang yang serupa.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Ketahanan Pangan
Menurut UU nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, ketahanan
pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,
untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Menurut PBB,food security is availability to avoid acute food
shortages in the event of wide spread coop vailure or other disaster. Untuk
menyempurnakan definisi tentang ketahanan pangan, dalam internasional
conference of nutrition tahun 1992 yang juga disepakati oleh pimpinan negara
anggota PBB ditarik suatu definisi bahwa ketahanan pangan merupakan
tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang baik dalam
jumlah dan mutu pada setiap saat untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat ditarik satu
kesimpulan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu keadaan dimana
kebutuhan pangan setiap orang dapat terpenuhi sehingga mereka dapat hidup
sehat, aktif dan produktif.
2.2 Program Pembiayaan Kredit
Pembiayaan kredit tidak lepas dari peran bank maupun lembaga
keuangan lainnya. Tujuan seseorang melakukan kredit adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang belum tercukupi. Salah satu lembaga
keuangan yang mampu memberikan pembiayaan kredit yaitu Bank
Perkreditan Rakyat yang pertama kali didirikan oleh Raden Bei Aria
Wiriaatmadja. Beliau mendirikan Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai
Pemerintahan Bangsa Indonesia yang memberikan pinjaman kepada para
pegawai negeri bangsa Indonesia dan kepada para tukang dan petani dengan
tujuan untuk membebaskan mereka dari jeratan rentenir dan pengijon.
6
(Siamat : 2005). Perkembangan selanjutnya muncul bank pasar dan bank-
bank desa. Kemudian muncul lembaga perkreditan lain yang diselenggarakan
dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. Lembaga-lembaga perkreditan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kelompok Lembaga Dana dan
Kredit Pedesaan. Pengelolaan lembaga tersebut diserahkan sepenuhnya
kepada organisasi struktural dan atau fungsional yang ada di masing-masing
desa. Tujuan pengembangan Lembaga Perkreditan Rakyat tersebut adalah
menyediakan berbagai kemudahan dalam mendapatkan sumber permodalan
bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, terutama di pedesaan guna
mengembangkan usaha dan kemampuannya.
Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992, Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan bank menurut undang-undang
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
(Siamat : 2006)
Fungsi adanya bank perkreditan rakyat dari segi pemerintah adalah untuk:
(1) Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau
tidak memiliki akses ke bank umum.
(2) Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola
nasional agar akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih
dipercepat.
(3) Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi
masyarakat pedesaan.
(4) Mendidik dan mempercepat pemahaman masyarakat terhadap
pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan
rentenir.
Sesuai dengan fungsi bank perkreditan rakyat yaitu sebagai
lembaga keuangan formal agar masyarakat terhidar dari jeratan rentenir.
Maka untuk melindungi masyarakat dari rentenir pemerintah menyediakan
7
suatu program pembiayaan kredit terhadap masyarakat yang
bermatapencaharian sebagai petani.
Program pembiayaan kredit pertanian yang diberikan kepada
petani diantaranya yaitu:
(1) Program BIMAS
Inti pendekatan BIMAS adalah program pelayanan dalam 4
(empat) bagian yang berdiri dari penyuluhan pertanian, kredit
bersubsidi, pasokan input dan jasa pemasaran output.
(2) Kredit Usaha Tani (KUT)
KUT pertama kali didisalurkan sebagai kredit executing yaitu
kredit di mana sebagian dananya berasal dari pemerintah. Sehingga
BRI sebagai pelaksana turut menanggung risiko bila terjadi default
atau kredit macet.
(3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
Sebagai upaya pemerintah menyediakan kredit pertanian guna
mendorong pembangunan sektor pertanian, namun tetap sejalan
degnan ketentuan dimaksud, maka Departemen Pertanian dengan
dukungan beberapa bank berinisiatif menyediakan skema kredit
baru yang disebut Kredit Ketahanan Pangan. Tujuan KKP adalah
untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan meningkatkan
pendapatan petani, peternak, nelayan melalui penyediaan kredit
investasi dan/atau modal kerja dengan tingkat bunga yang
terjangkau.
(4) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
KKP-E merupakan kelanjutan dari KKP. KKP-E mengadopsi
upaya mengurangi ketergantungan energi berbahan baku fosil dan
perkembangan teknologi energi dikembangkan energi lain yang
berbasis sumber energy nabati. KKP-E adalah kredit modal kerja
dan/atau investasi yang diberikan dalam rangka mendukung
pelaksanaan program Ketahanan Pangan dan Program
Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati di
8
bidang Pertanian dan dibidang Kelautan dan Perikanan. (Zakiya :
2014)
2.3 Teori Zakat
Zakat merupakan rukun islam ketiga yang wajib dilakukan oleh
umat islam. Zakat pada dasarnya adalah membersihkan harta seseorang dari
hak orang lain, karena sebenarnya harta yang dimiliki mengandung hak orang
lain yang berhak menerima zakat. Oleh sebab itu maka zakat dikatakan
sebagai kegiatan membersihkan harta.
Pengertian zakat menurut syara’ yaitu hak dan wajib di keluarkan
dari harta. Madzhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan
sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai
nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang -orang yang
berhak menerimanya.”
Sedangkan menurut Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan,
“menjadikan sebagian harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus”,
yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT.
Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai zakat maka dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa zakat adalah mengeluarkan sebagaian harta
yang dimiliki seseorang untuk disucikan atau dibersihkan dari hak orang yang
berhak menerimanya.
Alasan mengapa umat islam harus mengeluarkan zakat telah
dijelaskan di dalam Al Qur’an, yaitu surat At-Taubah ayat 103, “Ambillah
zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan
berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan)
ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”serta dalam surat Az-Zariyat ayat 19, “dan pada harta benda
9
mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang
tidak menerima.”
Begitu kuatnya landasan hukum zakat, maka seharusnya kaum-
kaum yang memiliki harta berlebih memahami kewajibannya untuk
mengeluarkan zakat untuk membersihkan hartanya dari harta orang-orang
yang berhak menerima zakat.
Dalam kaitannya dengan orang yang berhak menerima zakat, Allah
juga telah menjelaskan siapa orang yang berhak menerima zakat dan telah
tercantum dalam surat At-Taubah ayat 60, “sesungguhnya zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya
(mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang
yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana.”
Penjelasan mengenai orang yang berhak menerima zakat adalah sebagai
berikut:
(1) Fakir, menurut Masdar F Mas’udi yaitu orang yang berada pada level
ekonomi terendah. Fakir adalah orang memiliki penghasilan namun tidak
mencukupi kebutuhan hidupnya.
(2) Miskin, yaitu orang-orang yang memiliki level lebih baik daripada fakir.
Namun tetap mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
(3) Amil, yaitu orang-orang yang bertugas, mengambil, mengumpulkan dan
menyalurkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.
(4) Mualaf, yaitu orang-orang yang dilunakkan hatinya untuk masuk Islam.
(5) Hamba sayaha, yaitu kaum budak. Dalam konteks ini, zakat yang
diberikan kepada kaum hamba sahaya yaitu dana untuk membebaskan
mereka yang tertindas dan kehilangan haknya untuk menentukan
hidupnya sendiri.
(6) Orang yang terlilit hutang, dalam hal ini orang yang terlilit hutang dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu orang yang terlilit hutang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri dan orang yang terlilit hutang untuk memenuhi
kebutuhan orang lain.
10
(7) Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjalan di jalan Allah, berjuang untuk
agama Allah tanpa memandang status kekayaan. Bahkan orang kayapun
yang berjuang di jalan Allah pantas mendapatkan akat asalkan tidak
memperoleh upah dari pemerintah atau penguasa yang lain.
(8) Ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan perbekalan saat melakukan
perjalanan, dengan catatan tidak melakukan perjalanan maksiat.
2.4 Zakat Sebagai Sumber Dana
Sumber dana pada dasarnya telah dibedakan menjadi dua, yaitu
sumber dana internal dan sumber dana eksternal. Sumber dana internal
diperoleh dari modal sendiri berupa laba ditahan, menambah modal yang
disetor atau dengan menjual aktiva yang tidak produktif. Sedangkan sumber
modal eksternal diperoleh dari kredit ke bank atau supplier serta
memanfaatkan pasar modal sebagai sumber alternative pendanaan dengan
menerbitkan instrument keuangan.
Dalam pembahasan ini, akan dibahas bagaimana mekanisme zakat
bisa menjadi sumber dana. Dalam konsep kekinian sangat memungkinkan
seorang muzaki berada pada tingkat kesejahteraan yang luar biasa dan tarif
zakat yang harus dibayarkan sudah cukup untuk digunakan investasi
saham.Namun apakah hal tersebut dibenarkan? Apakah hal tersebut menjadi
legal apabila penyertaan saham tersebut diatas namakan seorang mustahik
jadi dengan begitu pada tahun depan mustahik bisa mencicipi dana dari
deviden saham tersebut.Namun dengan konsep tersebut seorang mustahik
harus menunda menerima haknya. Oleh sebab itulah maka para ulama
menyatakan bahwa zakat harus dibayarkan segera, sebab zakat menganut
prinsip haul yang mewajibkan seorang muzaki untuk membayarkan zakatnya
setiap tahun. Sehubungan dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran
dari pihak delapan asnaf maka zakat yang diinvestasikan dapat dialihkan
sebagai modal produktif.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi
penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah program pembiayaan kredit yang
diterapkan untuk upaya peningkatan kesejahteraan petani guna mewujudkan
ketahanan pangan.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sumber-
sumber literatur yang menjelaskan tentang program pembiayaan kredit dan zakat
sebagai sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan. Sebagian besar data
yang dipakai adalah data sekunder dari berbagai sumber buku, jurnal dari
publikasi ilmiah, dan sumber data statistik yang diperoleh dari website instansi-
instansi yang berkaitan dengan penelitian ini.
Teknik pengumpulan data melalui studi literatur dilakukan dengan
melakukan pengumpulan bahan-bahan dari berbagai studi pustaka antara lain pada
perpustakaan Universitas Negeri Malang. Selain itu penulis juga mendapatkan
literatur dari berbagai website publikasi artikel ilmiah. Literatur yang digunakan
berupa buku, jurnal, dan lain-lain yang seperti yang tertera pada pembahasan
sekunder.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain
penelitian eksplanasi deskriptif yaitu penelitian yang bersifat menerangkan
dengan acuan studi literarur. Penelitian ini memilih teknik analisis dengan
menggunakan pendekatan post positivisme rasionalistis. Dengan tujuan tersebut,
maka penelitian ini akan menjawab bagaimana upaya peningkatan kesejahteraan
petani guna mewujudkan ketahanan pangan melalui program pembiayaan kredit
dengan zakat sebagai sumber dana.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kendala-Kendala Yang Muncul dalam Sektor Pertanian di Indonesia
Sektor Pertanian merupakan andalan untuk meningkatkan kesejahteraan
sebagian masyarakat Indonesia karena sebagian masyarakat Indonesia tinggal di
desa dan bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar petani di Indonesia
dikategorikan sebagai petani gurem, dengan penguasaan asset produksi minimal
dan jauh dari memadai untuk suatu usaha yang layak bagi pemenuhan pendapatan
keluarga. Dari keadaan ini tercermin bahwa peningkatan kesejahteraan petani
tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan pada hasil pertaniannya. Upaya-
upaya peningkatan pendapatan petani dari usaha tani yang diusahakan perlu
ditambahkan dengan pendapatan yang diperoleh dari usaha atau bekerja di luar
usaha tani atau di luar sektor pertanian.
Fenomena ekspansi sektor industri mendorong terjadinya proses
transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Proses
transformasi ini akan berhenti manakala tingkat upah di sektor pertanian
mendekati tingkat upah di sektor industri dan jasa. Fenomena ini menyebabkan
luas lahan pertanian produktif relatif semakin sempit karena terjadinya alih fungsi
lahan dari lahan pertanian untuk kebutuhan pemukiman industri infrastruktur,
jalan dan lain-lain. Ledakan jumlah penduduk menyebabkan krisis terhadap
tersedianya lahan pertanian karena terjadinya alih fungsi lahan yang kecendrungan
semakin meningkat dari waktu ke waktu dan menimbulkan persoalan
pengangguran tersembunyi yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang
ditimbulkan karena petani semakin kehilangan lahan pertanian serta dalam jangka
panjang krisis sektor pertanian akan menyebabkan terjadinya kemiskinan di
pedesaan.
Namun yang perlu di kritisi adalah bahwa peningkatan produksi pertanian
lebih banyak karena upaya intensifikasi pertanian melalui 2 atau 3 kali setahun
dan ekstensifikasi pertanian dengan memperluas lahan pertanian sementara relatif
masih sedikit yang berkaitan dengan upaya aplikasi teknologi. Hal ini cukup
merisaukan karena tekanan kebutuhan lahan yang cukup tinggi menyebabkan
13
lahan pertanian semakin bergeser ke daerah yang tingkat produktivitasnya lebih
rendah. Implikasi yang ditimbulkan dari fenomena ini adalah terjadinya
penurunan dan perlambatan produksi pertanian khususnya produksi padi.
Adapun kendala yang dihadapi dalam proses produksi pertanian.
1. Ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah.
Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian.
Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang
dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan
perilaku petani dalam berusaha tani.
2. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi
Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi itu
bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup.
tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya.
3. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi
Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu
tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai factor produksi
dan sarana produksi yang merupakan factor masukan produksi yang
diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang
diinginkan.
4. Lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani
Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat,
terutama kaitannya dengan penyampaian informasi ( top down ) dan
penyaluran inspirasi ( bottom up ) para anggotanya.
5. Kurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk sector
agribisnis
Petani merupakan sumber daya manusia yang memegang peranan penting
dalam menentukan kebrhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani
merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri.
6. Lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan
Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Besar
kecilnya skala usaha tani yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal.
14
Secara umum pemilikan modal petani masih relatife kecil, karena modal
modal ini biasanya bersumber dari penyisihan pendapatan usaha tani
sebelumnya. Untuk memodali usaha tani selanjutnya petani terpaksa
memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang dari orang lain yang lebih
mampu ( pedagang ) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari
toko dengan perjanjian pembayaran setelah panen. Kondisi seperti inilah
yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang
secara ekonomi merugikan petani.
Adapun kendala mendasar yang harus dihadapi petani adalah
permasalahan permodalan seperti yang dibahas diatas, maka seharusnya
pemerintah mengupayakan beberapa alternatif yang dapat dilakukukan
demi tercapainya kemudahan permodalan dalam mensejahterakan
kepentingan pokok petani di Indonesia.
4.2 Upaya-Upaya Program Pembiayaan Modal Petani Dalam
Mengingkatkan Kesejahteraan
Pertanian merupakan seperempat bagian dari komponen pembentuk PDB,
menyumbang sekitar 6% dari ekspor dan memperkerjakan 50% dari angkatan
kerja. Namun kontribusi yang besar tersebut tidak diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan bagi pelaku utama yaitu petani.Maka dari itu, perlu dilakukan suatu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani bisa dilakukan dengan
meningkatkan penggunaan faktor produksi petani. Komponen dalam faktor
produksi mencakup modal, sarana produksi, tenaga kerja dan teknologi. Untuk
meningkatkan faktor tersebut diperlukan pembiayaan. Pembiayaan tersebut bisa
berasal dati lembaga perbankan maupun lembaga non perbankan.
Pada dasarnya pemerintah telah menyediakan program guna meningkatkan
kesejahteraan rakyat di bidang pertanian. Program tersebut diantaranya BIMAS,
Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dan Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang semuanya merupakan
pengembangan dari program pembiayaan pertanian sebelumnya.
15
Program BIMAS (Bimbingan Massal)
Program BIMAS berawal dari keinginan mencapai swasembada pangan
melalui intensifikasi padi, maka dari itu pada tahun 1973 Pemerintah Republik
Indonesia membangun program tersebut. Inti dari pendekatan BIMAS adalah
program penyuluhan pertanian, kredit bersubsidi, pasokan input, dan jasa
pemasaran output.
Program BIMAS saat dibuat memiliki dua sasaran utama, yaitu:
(a) Untuk memainkan peranan yang penting dalam sasaran program
intensifikasi padi dalam meningkatkan produksi beras secara cepat.
(b) Untuk meningkatkan pendapatan petani miskin.
Dalam program BIMAS, bantuan kepada petani tidak berupa uang tunai,
melainkan berupa materi seperti benih, pupuk dan inseksida oleh KUD, tetapi
untuk pengembaliannya berupa uang tunai. Untuk jumlah perolehan besaran
kredit disesuaikan dengan luas lahan pertanian yang diolah oleh petani. Keputusan
pemberian kredit tidak berada pada BRI Unit Desa selaku Bank Desa ataupun
Cabang BRI selaku intermediary institution namun berada pada pejabat
Departemen Pertanian, Pemerintah Daerah serta Komite yang ditugaskan untuk
memenuhi sasaran pemerintah dalam pinjaman BIMAS. Karena keputusan tidak
berada pada lembaga keuangan yang mengelola, maka sering terjadi penerimaan
kredit yang terlambat dan tidak tepat guna.
Hingga akhirnya pada tahun 1985 program BIMAS dihentikan secara
resmi oleh pemerintah karena dinilai kurang mampu menjangkau petani miskin
secara efekttif. Faktor-faktor penyebab kegagalan BIMAS secara garis besar
(Robinson dalam Zakiya : 2014) yaitu:
(a) Tingkat bunga yang disubsidi mencegah kelangsungan institusional
(b) BRI tidak diperbolehkan memiliki peminjamnya sendiri
(c) Pinjaman dikaitkan dengan paket yang sudah ditentukan dan seringkali
tidak cocok atau bahkan kadang merusak padi
(d) Di banyak daerah subsidi kredit diberikan kepada warga desa yang telah
kaya
16
(e) Di beberapa daerah, peminjam dipilih oleh para pejabat pemerintah demi
memenuhi target meskipun tanah peminjam tidak cocok dengan input
yang disediakan atau bahkan untuk tanaman padi
(f) Dalam beberapa tahun terjadi kegagalan panen yang parah
(g) Kebijakan pemerintah untuk penjadwalan ulang pinjaman direncanakan
dengan buruk dan seringkali diimplementasikan dengan korup
(h) Staf BRI Unit tidak dilatih dengan baik, bergaji rendah, tidak termotivasi
dan umumnya tidak dipedulikan dan dipandang rendah oleh bagian BRI.
Kredit Usaha Tani (KUT)
KUT pada dasarnya adalah kelanjutan dari program BIMAS. Perbedaanya
terletak pada lembaga penyalurnya.Untuk BIMAS hanya disalurkan melalui Bank
Rakyat Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung oleh Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI). Sedangkan untuk penyalur KUT adalah bank umum yang telah
ditunjuk oleh pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangan Daerah). KUT
pertama kali disalurkan sebagai kredit executing yaitu kredit dimana sebagaian
dananya berasal dari bank pelaksana dan sebagian lagi dari pemerintah. Sehingga
bank BRI sebagai pelaksana turut menganggung risiko apabila terjadi default atau
kredit macet.
Sebagai mekanisme pengajuan Kredit Usaha Tani yaitu sebagai berikut:
(a) Permohonan diajukan oleh kelompok tani dalam bentuk RDKK (Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) kepada koperasi atau LSM
(b) Koperasi atau LSM menyampaikan permohonan KUT kepada Kantor
Bank setempat dalam bentuk rekapitulasi RDKK dengan RDKK masing-
masing kelompok tani
(c) Penarikan kredit dilakukan oleh koperasi/LSM sesuai dengan rencana
penarikan KUT yang diajukan berdasarkan RDKK
(d) Untuk penarikan KUT, Koperasi/LSM harus menyerahkan surat
pengakuan utang (surat aksep) yang ditandatangani oleh pengurusan
Koperasi/LSM.
Dalam praktiknya, penyaluran KUT mengalami berberapa kendala, diantaranya
adalah:
17
Birokrasi dalam penyaluran KUT
Penyaluran KUT melibatkan dua departemen pemerintah dan bank.
Departemen tersebut adalah Departemen pertanian dan Koperasi. Proses
penyaluran tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga
menyebabkan kesulitan tersendiri bagi petani. Karena penyaluran KUT melalui
KUD, maka kelompok tani yang belum mempunyai KUD harus melalui KUD lain
atau mendirikan KUD baru dan umumnya KUD baru belum memiliki pengurus
yang paham mengenai perkoperasian.
Waktu penerimaan dan jumlah kredit yang diterima petani
Karena adanya birokrasi maka proses menyalurkan KUT menjadi tidak
tepat waktu. Petani yang sudah melakukan penanaman menggunakan dana sendiri
atau meminjam kepada pihak ketiga dengan bunga relatif mahal. Sedangkan
petani yang menunda penanaman akan melakukan penanaman di luar musim
tanam sehingga kemungkinan gagal panen semakin besar. Umumnya KUT yang
disalurkan berupa sarana produksi yaitu bibit, pupuk dan obat-obatan.
Penyaluran dan penentuan skim kredit
Proses penentapan sistem penyaluran maupun skim kreditnya hanya
dilakukan oleh departemen terkait tanpa melibatkan petani. Sehingga tidak jarang
terjadi saprodi yang salurkan bukan menjadi kebutuhan petani.
Pembinaan oleh Petugas Penyuluh Lapangan
Petugas Penyuluh Lapangan dari departemen pertanian yang seharusnya
melakukan pembinaan kepada petani hanya aktif saat penyusunan RDKK untuk
pengajuan kredit saja.
Persyaratan, prosedur dan skim kredit
Penyaluran KUT dilakukan berdasarkan musim tanam, syarat kredit,
prosedur dan skimnya untuk setiap tahun tidak sama. Perubahan-perubahan
tersebut memberikan image yang tidak baik bagi para petani, karena mereka
menjadi kurang disiplin dalam pengembalian kreditnya.
18
Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
Sebagai upaya pemerintah menyediakan kredit pertanian guna mendorong
pembangunan sektor pertanian namun tetap sejalan dengan ketentuan, maka
Departemen Pertanian dengan dukungan beberapa bank berinisiatif menyediakan
skema kredit baru yang disebut Kredit Ketahanan Pangan. Tujuan KKP adalah
untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan meningkatkan pendapatan
petani, peternak, nelayan melalui penyediaan kredit investasi dan/atau modal kerja
dengan tingkat bunga yang terjangkau.
Untuk memperoleh KKP, petani harus memenuhi syarat sebagai berikut,
petani adalah penggarap dan/atau petani pemilik penggarap dengan luas garapan
maksimal 2 (dua) ha. Petani tersebut berumur sekurang-kurangnya 18 tahun atau
sudah menikah dan bersedia mengikuti petunjuk PPL atau dunas pertanian
setempat serta mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai peserta KKP. Untuk
kelompok tani harus mempunyai organisasi dengan pengurus aktif, minimal ketua
dan bendahara, mempunyai anggota yang melaksanakan budidaya komoditas
yang dibiayai KKP dan bersedia mengadakan tabungan kelompok tani yang
disimpan pada bank yang bersangkutan.
Terdapat beberapa mekanisme dalam penyaluran KKP, yaitu: (1)
kelompok tani beserta anggotanya menyusun RDKK untuk kebutuhan KKP 1
(satu) bulan sebelum musim tanam (2) PPL membantu penyusunan RDKK dan
mengesahkan blanko penyusunan RDKK (3) RDKK yang sudah ditandatangani
oleh ketua kelompok tani dan PPL disampaikan langsung ke bank pelaksana atau
koperasi. (4) bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RDKK setiap
kelompok tani (5) kelompok tani atau koperasi menandatangani akad kredit
dengan bank pelaksana (6) bank pelaksana menyalurkan KKP kepada kelompok
tani atau koperasi yang selanjutnya disalurkan kepada anggota kelompok tani (7)
pengembalian KKP disampaikan langsung oleh kelompok tani kepada bank
pelaksana atau koperasi setelah panen tanpa menunggu saat jatuh tempo (8) untuk
mengantisipasi keselatamatan petani dan risiko kredit, maka dianjurkan untuk
mengikuti asuransi orang maupun kerugian.
19
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
Kredit Ketahana Pangan dan Energi atau KKP-E merupakan skim kredit
yang ditetapkan pemerintah dengan pola penyaliran excecuting. KKP-E
merupakan kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka
mendukung pelaksanaan program ketahanan pangan dan program pengembangan
tanaman bahan baku bahan bakar nabati.
Sebagai bank pelaksana, pemerintah menunjuk 21 bank, yaitu bank BRI,
BNI, Mandiri, Bukopin, CIMB Niaga, BRI Agroniaga, BCA dan BII serta 14
Bank Pembangunan Daerah.
Untuk sumber dana KKP-E berasal dari Bank Pelaksana, sehigga bila terjadi
risiko akan ditanggung oleh bank pelaksana.
Tabel 4.1 perbandingan sumber dana, penyalur dan mekanisme antar pembiayaan
pertanian
No Program Sumber Dana Penyalur Mekanisme
1. Bimas Pemerintah Bank (BRI) Pinjaman petani tidak diterima secara
tunai, tapi dalam bentuk saprodi. Petani
mengajukan kredit ke BRI langsung.
2. KUT Sebagian pemerintah
sebagian bank, lalu
bank saja, lalu
pemerintah
Bank (BRI,
Bank Danamon,
Bank
Pembangunan
Daerah)
Kelompok tani mengajukan RDKK
keoada koperasi atau LSM. Koperasi
atau LSM menyampaikan permohonan
KUT kepada bank setempat dalam
bentuk rekapitulasi RDK disertai
dengan RDKK masing-masin
kelompok tani. Penarikan kredit
dilakukan oleh kopersi/LSM sesuai
dengan rencana penarikan KUT yang
diajukan berdasarkan RDKK
3. KKP Bank dengan bunga
disubsidi sebagian oleh
pemerintah
Bank (BRI dan
beberapa bank
lain)
Kelompok tani membuat RDKK
kemudian RDKK tersebut diajukan ke
Bank Pelaksana atau koperasi (jika ke
koperasi, koperasi tersebut akan
memberikan rekapitulasi RDKK ke
bank pelaksana). Bank pelaksana
menganalisa RDKK, jika disetujui dana
akan langsung diberikan oleh bank ke
kelompok tani atau ke koperasi.
4. KKP-E Bank dengan bunga
disubsidi sebagian oleh
pemerinatah
Bank (BRI, dan
beberapa bank
lain)
Mirip dengan KKP.
Sumber :proceesings simposium nasional dalam temu ilmiah nasional (temilnas)
2014
20
4.3 Zakat Sebagai Sumber Dana Pembiayaan Modal Petani untuk
Peningkatan Kesejahteraan
Berdasarkan upaya – upaya program pembiayaan modal petani dalam
meningkatkan kesejahteraan yang telah diterapkan, dapat disimpulkan
perbedaannya terletak pada sumber dana, siapa penyalurnya, dan bagaimana
mekanisme kreditnya.
Selama ini model pembiayaan modal kepada petani yang telah diterapkan
menggunakan sumber dana yang berasal dari instansi pelaksana yaitu bank. Bank
sebagai penyedia sumber dana apabila terjadi gagal bayar akibat gagal panen yang
dialami petani maka bank akan menanggung akibatnya. Akibat yang ditanggung
bank tersebut adalah tidak kembalinya atau tertundanya pengembalian dana yang
digunakan petani karena gagal panen. Sedangkan petani akan menanggung bunga
pinjaman yang semakin bertambah hingga dapat melunasi keseluruhan pokok dan
bunga yang diberikan oleh bank. Berdasarkan fenomena yang demikian, maka
dinilai wajar saja jika proporsi penyaluran pembiayaan untuk sektor pertanian
sangat kecil jika dibandingkan pembiayaan untuk sektor lain. Walaupun sektor
pertanian termasuk sektor yang memberikan sumbangan besar kepada Produk
Domestik Bruto (PDB).
Gambar 4.1 Proporsi Kredit Sektoral
Sumber: Kajian Ekonomi Regional Jawa Timur Triwulan IV Bank Indonesia
wilayah IV
21
Kesejahteraan rakyat dalam perspektif islam merupakan tanggung jawab
dari pemerintah. Kesejahteraan rakyat bukan tanggung jawab utama pihak swasta
seperti halnya perbankan. Sehingga sumber dana yang digunakan untuk
pembiayaan seharusnya berasal dari pemerintah, bukan berasal dari bank. Islam
mewajibkan kepada negara agar menjamin terjadinya distribusi kekayaan nasional
yang merata (Zakiya, 2014). Pendistribusian kekayaan nasional adalah salah satu
caranya yaitu dengan menegakkan dan menerapkan hukum zakat. Pemerintah
sebagai regulator dapat mengoptimalkan pendistribusian zakat sebagai sumber
dana untuk pembiayaan modal petani. Pemerintah dapat menggunakan zakat
sebagai sumber dana selain APBN dan pajak yang telah digunakan sebelumnya.
Saat ini telah berkembang Islamization process yang dikembangkan oleh
para pemikir kontemporer ekonomi islam (Mufraini, 2006: 160). Salah satu dari
pengembangan ilmu tersebut yaitu mengoptimalkan sistem zakat dalam
perekonomian (fungsi redistribusi income). Fenomena ini beranjak dari
intermediary system yang mengelola investasi dan zakat seperti lembaga
perbankan syariah dan lembaga pengelola zakat bermunculan secara semarak.
Perkembangan lembaga tersebut di Indonesia menunjukkan perkembangan yang
positif, yaitu ditunjukkan dengan pesatnya perkembangan dari lembaga tersebut.
Motivasi dari lembaga-lembaga ini adalah untuk mempertemukan pihak surplus
dan dengan pihak yang defisit dana. Harapannya adalah terjadi pemerataan
pendapatan antara pihak surplus dan defisit atau bahkan menjadikan kelompok
yang defisit (mustafik) menjadi surplus (muzzaki). Lembaga perbankan syariah
bergerak dengan proyek investasi non riba, sedangkan lembaga zakat
mendistribusikan zakat secara konsumtif dan mengembangkan sistem distribusi
dana zakat secara produktif.
22
Gambar 4.2 Skema Pola distribusi konsumtif, produktif, dan investasi zakat.
Pendayaan dana zakat dalam bentuk inovasi distribusi dikategorikan
dalam empat bentuk sebagai berikut (Mufraini, 2006: 153).
1. Distribusi bersifat ´konsumtif tradisional´.
2. Distribusi bersifat ´konsumtif kreatif´.
3. Distribusi bersifat ´produktif nasional´.
4. Distribusi dalam bentuk ´produktif kreatif´.
Pola zakat sebagai sumber dana adalah pengaplikasian dari distribusi
dalam benuk ´produktif kreatif´, yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk
permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal. Zakat
bertindak sebagai sumber dana untuk pembiayaan modal usaha untuk petani
karena dana zakat yang digunakan secara produktif tidak dapat menuntut adanya
tingkat pengembalian tertentu, sebagaimana halnya sumber dana selain zakat.
Sebagaimana seperti yang terkandung dalam isi surat at-Taubah: 60. Artinya,
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Berdasarkan hal tersebut menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul
Muzza
ki
Musta
hik
Investa
si
Amil
Produk
tif
Konsum
tif
Firma
23
sepenuhnya adalah hak milik dari mustahik delapan asnaf, dimana golongan
petani berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya termasuk dalam
golongan tersebut yang berhak sebagai penerima dana. Maka dengan dana zakat
sebagai sumber dana yang digunakan oleh petani untuk pembiayaan usaha tidak
akan memberatkan petani. Karena tidak bersifat menuntut adanya tingkat
pengembalian tertentu. Sehingga apabila terjadi resiko gagal panen petani tidak
terlalu terbebani dengan kecemasan tidak dapat mengembalikan dana
pinjamannya.
Aturan dalam syariah menetapkan bahwa dana hasil pengumpulan zakat
sepenuhnya adalah hak milik dari para mustahik, sesuai dengan firman Allah:
Artinya: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian". (adz-Dzaariyaat: 19).
Dengan demikian, pola distribusi produktif yang dikembangkan mengambil
skema qardul hasan (Mufraini, 2006: 165) yakni suatu bentuk pinjaman yang
menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu (return/bagi hasil) dari
pokok pinjaman. Dengan demikian apabila peminjam dana dalam hal ini adalah
petani tidak mampu mengembalikan pokok tersebut, maka hukum zakat
mengindikasikan peminjam tersebut tidak dapat dituntut atas ketidakmampuannya
tersebut, karena pada dasarnya dana tersebut yaitu zakat merupakan hak mereka.
Gambar4.3 Skema qardul hasan dalam pola distribusi produktif.
Muzaki BAZ/LAZ Mustahik I Proyek
Usaha
Mustahik II
Rugi
Untung
1 2 4
3
6
5
7
24
Keterangan:
1. Muzaki membayar zakat kepada BAZ/LAZ
2. BAZ/LAZ menyalurkan kepada mustahik I untuk dimanfaatkan sebagai
modal usaha
3. Jika usaha untung maka mustahik mengembalikan modalnya kepada
BAZ/LAZ
4. Jika usaha mengalami rugi maka mustahik tidak perlu mengembalikan
modalnya
5. BAZ/LAZ menerima modal kembali dari mustahik yang mengalami
keuntungan dalam usaha
6. BAZ/LAZ memilih menyalurkan kembali kepada mustahik untuk
penambahan modal
7. BAZ/LAZ memilih menyalurkan kepada mustahik II untuk dimanfaatkan
sebagai modal usaha
Demikian seterusnya alur dana zakat dalam skema qardul hasan. Skema qardul
hasan tersebut selain bertujuan untuk memroduktifkan dana zakat untuk
penambahan modal usaha lebih lanjut, juga sebagai ukuran keberhasilan dari
lembaga pengumpul zakat dalam menyejahterakan seorang mustahik menjadi
muzaki.
Pemerintah melalui lembaga pengelola zakat yaitu BAZ/LAZ dapat
mengoptimalkan penyaluran dana zakat sebagai dana pembiayaan. Sebagaimana
peran lembaga keuangan dalam hal ini BAZ/LAZ sebagai intermediasi keuangan,
yaitu sebagai badan usaha dan badan sosial. Sebagai badan usaha BAZ/LAZ
berfungsi sebagai manajer investasi, investor, dan jasa pelayanan. Sedangkan
sebagai badan sosial berfungsi sebagai pengelola dan penyalur dana zakat. Untuk
melaksanakan mekanisme penyaluran zakat sebagai sumber dana modal kepada
petani diperlukan adanya suatu sistem yang mengatur. Sistem penyaluran dana
zakat produktif ini dapat diaplikasikan dengan sistem mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung
oleh pemilik dana (Zaky, 2014: 68). Melalui mekanisme mudharabah BAZ/LAZ
memberikan pinjaman modal usaha kepada petani untuk digunakan dalam
pembiayaan usaha yang dilakukannya.
25
Gambar 4.4 Skema penyaluran produktif dana zakat dengan sistem mudharabah.
Keterangan:
1. Muzaki membayar zakat kepada BAZ/LAZ
2. BAZ/LAZ menyalurkan kepada mustahik I untuk dimanfaatkan sebagai
modal usaha
3. Apabila usaha mengalami untung, maka mustahik dan BAZ/LAZ saling
membagi hasil keuntungan
4. Mustahik mengambil sejumlah persen keuntungan dan sejumlah persen
dikembalikan kepada BAZ/LAZ berikut modalnya
5. BAZ/LAZ menerima modal kembali berikut persentase keuntungan usaha
6. BAZ/LAZ memilih untuk menyalurkan kembali kepada mustahik untuk
penambahan modal.
7. BAZ/LAZ memilih menyalurkan kepada mustahik II untuk dimanfaatkan
sebagai modal usaha
8. Apabila usaha mengalami rugi, maka mustahik tidak perlu mengembalikan
modalnya.
Konsep penyaluran produktif dana zakat dengan sistem mudharabah
dinilai sesuai dengan prinsip keadilan dalam melakukan usaha. Hal demikian
karena sesuai dengan kehendak dalam islam dimana keuntungan adalah imbalan
Muzaki BAZ/LAZ Mustahik I Proyek
Usaha
Mustahik II
Rugi
Untun
g
2 8
3
4 6
5
7
1
Nisbah X%
Nisbah X%
26
atas kesiapan menanggung kerugian, sehingga jika diformulasikan maka
"keuntungan = modal + usaha". Jika usaha mengalami keuntungan, keuntungan
tersebut akan dibagi bersama sesuai nisbah yang disepakati. Kemudian jika terjadi
kerugian bagi pemilik dana konstribusi yang diberikan adalah modal yang disetor,
sedangkan pihak pengelola dana yaitu petani tidak mendapatkan penerimaan
apapun meskipun telah mengeluarkan energi untuk mengelola usaha.
Diterapkannya mudharabah sebagai sistem atau akad yang mengatur
penyaluran produktif dana zakat ini dapat memberi manfaat dan kemudahan
kepada kesejahteraan umat manusia. Karena muzaki sebagai pihak surplus harta
yang awalnya tidak mampu membuatnya menjadi produktif, dengan mudharabah
dapat terjalin kerjasama dengan mustahik sebagai pihak defisit harta dapat
membuatnya menjadi produktif. Dilain pihak mustahik juga dapat tertolong
dengan mendapat bantuan biaya modal untuk usahanya. Modal yang di dapat
tersebut bersifat tidak menuntut pengembalian tertentu dan tidak ada penambahan
pinjaman sehingga meringankan beban ketika akan mengembalikannya kelak.
Tidak adanya beban penambahan biaya pengembalian pada dana modal yang
diperoleh akan memaksimalkan pendapatan dari petani tersebut. Kenaikan
pendapatan yang diperoleh akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
hidup petani. Petani yang sejahtera memberikan dampak pada kenaikan
produktivitas yang dihasilkannya. Produktivitas yang terus bertumbuh positif dan
stabil akan meningkatkan dan menjaga stabilitas ketersediaan komoditas di pasar.
Terjaganya pasokan ketersediaan di pasar dan terpenuhinya kebutuhan pangan
dalam negeri maka ketahanan pangan negeri akan tercapai dan terpenuhi.
27
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Indonesia adalah negara agraris yang mayoritas penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani. Namun keadaan petani di negeri ini
berbanding terbalik dengan kesejahteraan petani selaku pelaku usaha utama. Hal
ini dikarenakan masih banyak kendala yang harus dihadapi petani dalam
mewujudkan kesejahteraannya, diantaranya ketersediaan lahan tanam yang
semakin menyempit dan masalah kesuburan tanah,serta pengadaan dan
penyaluran sarana produksi. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan
teknologi, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani, serta kurangnya
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia untuk sektor agribisnis dan lemahnya
struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan.
Permodalan menjadi permasalahan utama yang harus dihadapi petani
dalam hal pembiayaan. Pada dasarnya pemerintah telah memfasilitasi program
pembiayaan kredit bagi petani. Namun dalam pelaksanaanya belum bisa
memenuhi kebutuhan pokok petani dalam proses produksi hasil pertanian. Hal ini
dikarenakan pendistribusian sarana produksi yang belum merata sehingga
menyebabkan petani kesulitan dalam kegiatan pertanian secara maksimal.
Berkembangnya Islamization process salah satunya mengoptimalkan zakat
dalam perekonomian sebagai fungsi redistribusi income. Zakat diproduktifkan
sebagai sumber dana untuk pembiayaan modal usaha petani. Penyaluran produktif
dana zakat demikian membutuhkan suatu system yang mengaturnya. Sistem
penyaluran dana zakat produktif ini dapat diaplikasikan dengan system
mudharabah.
Mudharabah sebagai akad yang mengatur penyaluran dana zakat tersebut
memudahkan muzaki sebagai pihak surplus dana bertemu dan menjalin kerjasama
dengan petani sebagai salah satu mustahik yang membutuhkan dana. Kerjasama
tersebut dapat memroduktifkan dana dengan membantu petani dalam pembiayaan
modal. Sehingga petani dapat meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan
kesejahteraan akan mendorong peningkatan produktivitas yang menjaga
28
ketersediaan komoditas di pasar. Hal demikian akan memberi dampak positif pada
pencapaian ketahanan pangan
5.2 SARAN
Pemerintah bekerjasama dengan BAZ dan LAZ selaku pihak penyalur
dana zakat dalam mendistribusikan dana tersebut kepada para petai sebagai salah
satu mustahik yang membutuhkan dana dengan sistem mudharabah. Selanjutnya
dalam penerapan program BAZ dan LAZ menetapkan kriteria yang berhak
memperoleh dana zakat untuk modal pembiayaan.
Dalam pelaksanaanya BAZ dan LAZ melakukan pengawasan dan
mengevaluasi terhadap para petani yang menerima dana zakat. Sehingga
kesejhteraan para petani dapat meningkat dan dapat tercapai ketahanan pangan
masyarakat Indonesia.
29
DAFTAR PUSTAKA
Bank jatim. Kredit ketahanan pangan dan energy.- (online)
https://www.bankjatim.co.id/id/konvensional/produk-
layanan/kredit/agrobisnis-dan-ritel/kkp-e diakses minggu 29 maret 2015
Bulog. Pengertian ketahanan pangan. 2012. (Online)
http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php diakses sabtu 28 Maret 2015
http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/970
http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/970
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-
regional/aceh/Documents/3019e6b339574c7e9d7425e44043e163Bab3.pdf
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-
regional/jatim/Documents/KER%20JAWA%20TIMUR%20TW%20IV%202013.
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-
regional/sumsel/Documents/KER%20Sumsel%20Tw%20II-%202014.pdf
Maleha, Adi Sutanto.2006. Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein, (Online),
13 (2) : 195,
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/view/66/66), diakses
Sabtu, 28 Maret 2015
Mufraini, Arief. 2006. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta : Kencana
Premada Media Group
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen lembaga keuangan kebijakan moneter dan
perbankan edisi 5. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Soemitro, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta : Kencana
Premada Media Group
Zakiya, Bintan Ulfatuz dan Sebastian Herman. 2014. Program kredit pertanian di
Indonesia dan Peluang Skema Kredit Pertanian Syariah.
Zaky, Ahmad dkk. 2014. Modul Pelatiha Akuntansi dan Keuangan Syariah.
Malang : UB Press
31
3. Grafik Luas Lahan Tanam dan Panen Padi
4. Data Tenaga Kerja Tahun 2011- 2014
No. Lapangan Pekerjaan
Utama
2011 2012 2013 2014
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari
1
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
43 497 890
39 142 053
42 358 728
39 921 568
41 108 991
39 220 261
40 833 052
2 Pertambangan dan Penggalian
1 371 979 1 456 734 1 620 114 1 605 864 1 559 832 1 426 454 1 623 109
3 Industri 13 881
576 14 540
124 14 392
170 15 618
481 14 997
004 14 959
804 15 390
188
4 Listrik, Gas dan Air 259 263 237 905 302 159 251 547 260 163 252 134 308 588
5 Konstruksi 5 688 666 6 324 516 6 183 710 6 869 565 6 970 079 6 349 387 7 211 967
6
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi
23 780 935
22 576 315
24 480 011
23 599 696
25 360 462
24 105 906
25 809 269
7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
5 696 084 5 085 220 5 253 993 5 066 610 5 295 428 5 096 987 5 324 105
8
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan
2 100 425 2 589 011 2 804 027 2 694 370 3 041 438 2 898 279 3 193 357
9
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
17 368 075
16 213 883
17 682 961
17 383 920
17 843 124
18 451 860
18 476 287
10 Lainnya
Total
113 644 893
108 165 761
115 077 873
113 011 621
116 436 521
112 761 072
118 169 922