Update on Massive Transfusion-BJA 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal BTKV

Citation preview

Hal Terbaru pada Transfusi MasifH. P. Pham dan B. H. ShazRingkasan. Perdarahan masif membutuhkan transfusi masif (TM) untuk mempertahankan sirkulasi dan hemostasis yang adekuat. Pengelolaan yang optimal pada pasien dengan perdarahan masif, terlepas dari etiologi (trauma, obstetri, bedah), persiapan yang efektif dan komunikasi antara pelayanan transfusi dan laboratorium serta tim klinis sangat penting. Sebuah protokol TM yang sudah terdefinisi adalah alat yang bermanfaat untuk menggambarkan bagaimana produksi darah, (dipesan, disiapkan, dan diantarkan); menentukan algoritma laboratorium untuk digunakan sebagai pedoman transfusi, menguraikan dan memfasilitasi komunikasi antara individu yang terlibat. Pada pasien TM, sangat penting untuk mengendalikan kegagalan resusitasi dan mengelola produk darah pada awal resusitasi. Pada pasien trauma sering terjadi early trauma induces coagulopathy (ETIC), yang berhubungan dengan mortalitas. Etiologi ETIC kemungkinan disebabkan banyak faktor. Data saat ini menunjukkan bahwa pasien trauma dapat ditangani dengan plasma, platelet dan transfusi sel darah merah telah menunjukkan hasil yang baik, namun masih diperlukan penelitian klinis ke depannya. Selain itu, asam traneksamat telah terbukti menurunkan mortalitas pada pasien trauma yang membutuhkan TM. Peningkatan penggunaan kryopresipitat atau fibrinogen konsentrat mungkin bermanfaat pada pasien obstetri dengan TM. Risiko dan manfaat terapi alternatif seperti prothrombin complex concentrate, rekombinan faktor VII aktif, atau whole blood belum jelas pada pasien TM. Selama resusitasi, pasien harus diawasi secara ketat, selain itu metabolisme dan kelainan koagulasi harus dikoreksi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas rasio optimal dari produk darah, pengobatan berdasarkan penyebab yang mendasari penyakit, penggunaan terapi alternatif, dan hasil integrasi pengujian laboratorium dalam manajemen pada pasien dengan pedarahan masif .Kata kunci: transfusi masif; protokol transfusi masif; protokol transfusi pediatrik; manajemen transfusi.

Manajemen pasien yang membutuhkan transfusi masif sangat menantang. Di samping manajemen klinik dan asuhan keperawatan yang baik, diperlukan kolaborasi dan komunikasi yang efektif antara tim klinis dan pihak pelayanan medis transfusi, yang mempersiapkan dan membuat produk darah. Tanpa memperhatikan etiologi dari perdarahan masif, strategi optimal untuk mencapai tujuan manajemen standar, seperti protokol TM (PTM) dan untuk melatih potensi klinisi dan pengembangan pelayanan laboratorium sehingga siap saat pasien membutuhkan TM. PTM perlu diperhatikan tidak hanya transfusi dari produk darah, tetapi menggunakan tes laboratorium, asuhan keperawatan dan terapi alternatif. Tinjauan ini berfokus pada darah dan manajemen transfusi darah pada pasien yang menggunakan PTM. Sebagian besar diskusi akan membahas pasien trauma, manajemen perdarahan masif dari berbagai etiolgi.Definisi Transfusi MasifTransfusi masif adalah transfusi dari produk darah dengan volume yang banyak pada suatu periode singkat pada pasien yang mengalami perdarahan berat atau perdarahan yang tidak terkontrol. PTM mendeskripsikan pengobatan empiris yang dapat mengoptimalisasi penanganan resusitasi dan mengkoreksi adanya koagulopati pada perdarahan berat. Pada orang dewasa, definisi TM berdasarkan volume dari produk darah yang ditransfusi dan juga jangka waktu dimana transfusi dilaksanakan. Terdapat tiga definisi TM yang umum digunakan pada pasien dewasa meliputi:1. Transfusi 10 unit sel darah merah (RBC), yang mendekati volume total darah (TBV) (Tabel 1)2. Transfusi > 4 unit RBC dalam 1 jam dengan pengawasan ketat akan kebutuhan dukungan produk darah, dan3. Penggantian > 50 % dari TBV oleh produk darah kurang dari 3 jam

Tabel 1. Estimasi TBV: TBV untuk dewasa menggunakan Gilchers rule of five dalam volume darah (ml kg-1 BB)Pasien Gemuk Kurus Normal Muscular

Laki-laki 60657075

Wanita 55606570

Tabel 2. Estimasi TBV: TBV untuk pediatrik (ml kg-1 BB)Pasien Estimasi TBV (ml kg-1 BB)

Neonatus (0-4 kg)85

Infant (5-9 kg)85

Anak muda (10-24 kg)75

Anak tua (25-49 kg)70

Dewasa ( 50 kg)Menggunakan Gilchers rule of five pada tabel 1

Definisi diatas hanya berlaku untuk pasien dewasa. Karena umur dan berat badan merupakan variabilitas (Tabel 2), Pasien pediatrik memerlukan perhitungan untuk definisi TM. Baru-baru ini, Diab dkk menunjukkan definisi TM dalam populasi pediatrik:1. Transfusi >100% TBV dalam 24 jam2. Diperlukan transfusi untuk menggantikan perdarahan yang sedang berlangsung >10% TBV min-1, dan 3. Penggantian >50% TBV dengan produk darah dalam 3 jamEpidemiologi TMKebutuhan TM muncul dalam berbagai keadaan klinik, seperti trauma, obstetri, operasi mayor. Trauma merupakan penyebab kematian keempat di USA, dan menurut Center for Disease Control and Prevention, luka akibat trauma berjumlah lebih dari 120.000 kematian di tahun 2010. Sekitar 40% trauma yang menyebabkan kematian dikarenakan perdarahan yang tidak terkontrol. Diperkirakan bahwa luka trauma menurut trauma center, mencapai 10% dari kalangan militer dan 5% pasien sipil yang membutuhkan TM. Secara umum, luka berat dan kebutuhan transfusi dihubungkan dengan mortalitas. Sembilan puluh sembilan persen pasien menerima 10 unit RBC dalam 24 jam pertama. Perdarahan pada pasien obstetri merupakan penyebab lain yang biasa mendapatkan TM. Perdarahan masif merupakan penyebab paling sering untuk terjadinya syok dan nomor satu penyebab kematian maternal di dunia. Penyebab lain pemberian MT adalah perdarahan gastrointestinal dan operasi mayor; seperti operasi jantung, tulang belakang dan liver; dan transplantasi multiviseral. Perubahan Patofisiologi Karena Perdarahan Masif dan TransfusiMayoritas pemahaman mengenai perubahan hemostasis dan patofisiologi yang muncul selama perdarahan masif dan hasil TM adalah dari penelitian pada binatang dan pasien trauma dewasa. Gangguan hemostatik pada pasien perdarahan masif memiliki patofisiologi dinamik dan multifaktor yang berhubungan dengan trauma yang menginduksi awal terjadinya koagulopati/ early trauma-induced of trauma (ETIC, juga disebut trauma koagulopati akut), produksi transfusi darah, dan infus kristaloid. ETIC diberikan kristaloid dan transfusi RBC tanpa platelet, plasma, atau keduanya. Penelitian selanjutnya pada pasien trauma anak dan dewasa menunjukkan ETIC dapat mencapai angka 24% dan meningkat 56% pada pasien luka berat, biasanya dalam 30 menit, sebelum menerima RBC dan resusitasi cairan. Adanya ETIC berhubungan dengan outcome klinik yang buruk secara tidak langsung terjadi pada luka berat. ETIC dihubungkan dengan antikoagulan sistemik dan hiperfibrinolisis. Kerusakan jaringan akibat trauma atau operasi mengaktifkan sistem faktor jaringan dan lokal, sehingga mengaktifkan jalur koagulopati. Inisiasi ini menyebabkan koagulopati masif yang memicu penyebaran sindrom koagulopati intravaskuler, Keadaan ini terutama pada pasien dengan trauma kepala berat atau kerusakan otot yang luas. Selanjutnya, hipoperfusi dari perdarahan masif mengekspresikan trombomodulin pada sel endothelial. Kompleks thrombin-trombomodulin mengaktifkan protein C, mengurangi koagulopati dengan menghambat aktivasi faktor V dan VIII serta meningkatkan fibrinolisis dengan mengurangi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan mempercepat formasi plasmin. Pengalihan thrombin dari pembelahan plasmin (untuk formasi bekuan) menjadi ikatan trombomodulin juga mengurangi aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI), yang selanjutnya menyebabkan hiperfibrinolisis. Hasil akhir dari mekanisme kompleks ini adalah koagulopati akut pada sistem antikoagulan dan hiperfibrinolisis. Pada perdarahan obstetri, hiperfibrinolisis merupakan tanda yang jelas, sehubungan dengan kedua mekanisme di atas dan atoni uteri, abrupsi plasenta dan akretisme. ETIC dan hiperfibrinolisis, menyebabkan koagulopati berkelanjutan yang merupakan hasil dari cairan infus kristaloid, produksi darah, dan anemia berat. Perdarahan masif terutama menyebabkan anemia yang mengurangi haemostasis primer oleh adesi dan agregasi platelet. Pemberian unit RBC tanpa penambahan faktor pembekuan atau platelet selama TM menghasilkan kerusakan haemostasis dari hemodilusi (dilusi koagulopati dan trombositopenia) dan gangguan metabolik (asidosis, hipokalemia, dan hipotermia). Asidosis dan hipokalemia merusak hemostasis normal. Hipotermia dihubungkan dengan kelemahan aktivasi faktor platelet dan koagulopati. Semua faktor eksogen berkontribusi dalam siklus buruk progresif koagulopati yang merupakan lethal triad refrakter koagulopati, hipotermi progresif, dan asidosis metabolik persisten (Gambar 1).

Koagulopati Asidosis Trauma beratPerdarahan Hipoksia JaringanHipotermi Infus koloid & kristaloidTransfusi RBC masifDilusi faktor koagulasi & plateletGambar 1. Patogenesis abnormalitas hemostatis pada TM. Dilusi koagulopati, aktifasi mediator inflamasi, hiperfibrinolisis, trombositopati, dan abnormalitas metabolik (hipotermi, hipokalemi, dan asidosis), semua berkontribusi dalam patogenesis abnormalitas hemostatis pada perdarahan masif.

Prediksi TMPendeteksian awal dan penatalaksanaan tepat memperbaiki outcome pada pasien perdarahan masif. Banyak keadaan yang belum jelas dimana pasien dengan perdarahan akan membutuhkan TM. Model menggunakan parameter klinik dan laboratorium untuk memprediksi siapa yang membutuhkan TM pada pasien trauma, walaupun tak ada dari mereka yang sempurna. Contohnya, Trauma Associated Severe Hemorrhage (TASH) memiliki tujuh skor untuk variabel klinik dan laboratorium (hemoglobin, keletihan, tekanan arteri sistol, heart rate, adanya cairan bebas intra-abdominal dan atau fraktur kompleks, dan jenis kelamin) dimasukkan untuk memprediksi kebutuhan TM (penelitian menggunakan 10 atau lebih unit RBC dalam 24 jam). Nunez dkk menunjukkan parameter simple dan cepat, seperti adanya trauma penetrasi, tekanan arteri sistolik 120x/menit, dan fokus positif sonografi abdominal untuk trauma, merupakan sistem skoring kompleks untuk memprediksi TM. Dua dari empat parameter bernilai positif, yang membutuhkan pemberian TM. Manajemen Klinik TMPasien mendapat TM untuk mempertahankan aliran darah yang adekuat dan tekanan arteri yang mempertahankan oksigenasi jaringan organ vital. Dahulu, pasien yang mengalami perdarahan banyak, terutama pasien trauma, diberikan cairan koloid atau kristaloid. Produksi darah diberikan setelah 2 liter cairan resusitasi, biasanya merujuk pada hasil laboratorium hemoglobin >10 g/dl, platelet >50.000/l, dan INR 1.5. Kehilangan darah yang berlanjut dikarenakan waktu laboratorium yang lama dan dilusi koagulopati. Pertimbangan perhitungan resusitasi, pada penelitian menunjukkan adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas dengan pemberian kristaloid, pada golongan militer, dan lebih dipahami mengenai patofisiologi ETIC yang secara awal menggunakan RBCs, plasma, platelet, dan mengurangi penggunaan kristaloid untuk resusitasi. Analisis yang digunakan sekarang untuk komponen terapi di USA menyarankan menggunakan RBC, plasma, dan platelet dengan perbandingan 1:1:1, 645 ml dapat menghasilkan hematokrit 29%, aktifitas faktor koagulopati 65%, dan platelet 90.000/l. Jika terjadi kekurangan dalam jumlah ini, maka dapat dicampur hematokrit ~26%, aktifitas faktor koagulopati 40-50%, dan platelet 90.000/l. RBC: plasma : platelet dengan perbandingan 1:1:1 adalah usulan pertama pada pasien militer Amerika setelah melakukan penelitian dengan pasien militer dan sipil. Rasio 1:1:1 lebih menyerupai darah lengkap, yang membantu penatalaksanaan dan pencegahan ETIC. Penelitian retrospektif pada pasien yang menerima MT di rumah sakit US menunjukkan pengurangan mortalitas dari 66% menjadi 19% ketika rasio RBC: plasma diturunkan dari 8:1 menjadi 2:1. Kemudian, Johansson dan Stensballe menunjukkan bahwa tingginya rasio plasma dan platelet-RBC dapat memperbaiki kelangsungan hidup pada pasien luka trauma dengan TM. Namun penelitian ini dan penelitian lain adalah retrospektif dan bagaimanapun dapat menimbulkan bias. Hal ini dilihat dari fakta kelangsungan hidup pasien lebih baik jika menerima banyak plasma dan platelet dibandingkan RBCs. Pada Juni 2011, Canadian National Advisory Commite on Blood and Blood Product menentukan bahwa fakta retrospektif untuk kasus dengan defisiensi direkomendasikan untuk menggunakan transfusi RBC:plasma:platelet dengan rasio 1:1:1 merupakan standar TM di Kanada. Baru-baru ini, penelitian dari Prospective Observational Multicenter Major Trauma Transfusion (PROMMT) menghubungkan antara angka mortalitas pada pasien trauma dengan rasio transfusi. Penelitian kohort ini menunjukkan perbaikan mortalitas di rumah sakit dengan memberikan RBC: plasma dan RBC: platelet dengan rasio 400 mg/dl tidak dapat mengatasi perdarahan post partum. Hal yang sama, data dari neurology and cardiac surgery menunjukkan adanya peningkatan kecenderungan perdarahan jika level fibrinogen 50 tahun) dan setelah beberapa set RBC unit D-negatif. Selain itu, imunoglobulin Rh ( RhIG ) mungkin dianggap untuk mencegah anti-D alloimunisasi pada pasien Dnegatifyang menerima darah D positif. Praktek pemberian RhIG jadi lebih umum ketika trombosit D-positif yang diberikan kepada pasien D-negatif. Risiko hemolisis harus dipertimbangkan terhadap manfaat untuk mencegah alloimmunisasi, terutama ketika RhIG diberikan kepada pasien yang menerima lebih dari 1 atau 2 unit RBC D-positif.Pertimbangan penting lainnya adalah ketersediaan unit plasma yang dicairkan untuk pasien yang memerlukan TM. Dibutuhkan sekitar 20 menit untuk mencairkan plasma beku. Kelancaran transfusi plasma pada pasien yang membutuhkan TM dapat mengakibatkan berkurangnya kebutuhan transfusi dan kematian. Oleh karena itu, dalam rangka memfasilitasi transfusi plasma dalam proses awal resusitasi, banyak institusi menyimpan beberapa unit plasma yang dicairkan untuk segera digunakan. Banyak pasien trauma tiba di pusat trauma dengan golongan darah yang tidak diketahui, dengan demikian, plasma AB harus siap karena itu adalah jenis donor universal. Namun, plasma AB langka karena hanya 4 % dari populasi adalah kelompok AB. Sekali plasma dicairkan, hanya dapat disimpan selama 5 hari. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagi beberapa institusi untuk menjaga inventarisasi dari plasma AB yang dicairkan setiap saat. Dengan demikian, beberapa institusi menggunakan grup plasma A (beberapa dengan titer anti-B < 100) selama awal transfusi plasma sambil menunggu jenis ABO pasien dan memiliki kelompok plasma B dan O yang dicairkan untuk permintaan plasma berikutnya. Pilihan lain untuk mempertahankan inventarisasi plasma AB cair. Plasma AB cair yang diawetkan dalam sitrat-fosfat-dekstrosa dapat bertahan selama 26 hari. Kelemahan menggunakan plasma cair adalah adanya limfosit dan RBC pada setiap unit dan tingkat faktor rendah pada produk, yang mengarah ke risiko transfusi graft vs host disease dan mungkin sensitisasi D jika transfusi D yang inkompatibel diberikan. Goodnough dkk menyarankan menggunakan iradiasi plasma cair sebagai bagian dari PTM untuk memungkinkan ketersediaan plasma untuk digunakan pada pasien yang membutuhkan TM. Pilihan berapa banyak plasma, jenis darah yang dicampur, dan jenis plasma yang mana tergantung pada kemampuan institusi dan kebutuhan transfusi. Pengobatan Alternatif dalam PTMRekombinan faktor VII yang teraktivasi (rFVIIa) diterima oleh Administrasi Pangan dan Obat US untuk mengobati perdarahan pada pasien dengan defisiensi faktor VII kongential dan pasien dengan hemofilia A atau B yang memiliki penghambat faktor VIII atau IX,berturut-turut. Meskipun, ini sudah digunakan pada berbagai keadaan yang melibatkan TM. Pada beberapa penelitian klinis pada pasien trauma atau yang akan dioperasi, rFVIIa tidak menunjukkan perbaikan pada hasil akhir. Kedepannya, rFVIIa telah dihubungkan dengan resiko trombotik. Oleh karena itu, resiko dan keuntungan menggunankan rFVIIa pada pasien TM belum jelas. Beberapa ahli bersugesti bahwa rFVIIa harus dihapuskan sebagai terapi adjuvan dari institusi PTM. Jika seorang ingin menggunakan rFVIIa sebagai terapi adjuvan, ini harus diberikan sesegera mungkin pada saat hemostasis belum banyak mengalami kompensasi.Prothrombin complex concentrate (PCC) telah digunakan untuk mengobati penyakit koagulasi kongenital dan untuk kerugian warfarin pada pasien dengan perdarahan aktif atau yang sedang menjalani prosedur urgensi. PCC mengandung faktor II, VII, IX dan X, dan protein C dan S, dengan variasi beberapa fraktor diantara beberapa produk; kemudian, penting untuk mengetahui produk PCC mana yang tersedia pada suatu institusi. PCC dapat terdiri dari tiga faktor, seperti Profilnine SD (Grifols Biological, Los Angeles, CA, USA) (faktor VII rendah), atau empat faktor (CSL Behring, King of Prusia, PA, USA). Hingga saat ini, belum ada penelitian acak terkontrol untuk mengevaluasi efek dan keamanan PCC pada pasien dengan perdarahan masif. Sebagai tambahan, PCC mungkin berhubungan dengan resiko thromboembolik seperti terlihat pada percobaan pada hewan. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mendiskusikan resiko dan keuntungan menggunakan PCC sebagai terapi tambahan diberbagai institusi PTM dan direkomendasikan penggunaan PCC harus dievaluasi terus-menerus.Pada beberapa penelitian kecil, konsentrasi fibrinogen menunjukkan dapat mengurangi perdarahan peri-operatif dan kebutuhan transfusi. Konsentrasi fibrinogen, yang dikombinasikan dengan PCC, pada sedikit penelitian retrospektif menunjukkan penurunan kebutuhan transfusi dan kematian pada pasien trauma. Di USA, Konsentrasi fibrinogen (RiaSTAP, CSL Behring) diterima untuk pengobatan pasien dengan defisiensi fibrinogen kongenital. Tetapi belum diperbolehkan untuk digunakan sebagai terapi adjuvan pasien membutuhkan TM. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk mendiskusikan resiko dan keuntungan penggunaan konsentrat fibrinogen sebagai bagian dari PTM di setiap institusi.Agen antifibrinolitik, seperti asam traneksamat (TXA), telah menunjukkan dapat mengurangi mortalitas pada pasien trauma dengan latar belakang sipil dan militer, terutama jika diberikan pada awal proses resusitasi (< 3jam sejak kecelakaan hingga pengobatan, lebih baik kurang dari 1 jam sejak kecelakaan). Pada pasien militer, penelitan MATTER menunjukkan bahwa pasien luka berat yang menggunakan TXA , angka mortalitas pada kelompok pasien dengan TXA lebih rendah dari pada kelompok yang tidak menggunakan TXA. Lebih lanjut, TXA terbukti sebagai terapi efektif, pada negara dengan kelas pendapatan rendah, menengah dan tinggi sesuai data acak terkontrol dari penelitian CRASH 2 pada populasi sipil. Selain itu, TXA juga mengurangi kehilangan darah pada saat sectio caesaria dan resiko dari progresi dari perdarahan postpartum. Sebuah penelitian acak terkontrol terus-menerus mengakses efek dari TXA dalam mengobati perdarahan postpartum. Penelitian kecil juga menunjukkan bahwa TXA mengurangi kehilangan darah pada pasien pediatrik saat operasi jantung dan skoliosis. Oleh karena itu, direkomendasikan TXA untuk menjadi bagian dari proses awal resusitasi.Pengamatan Laboratorium Selama PTM

KoagulasiFibrinolisisPTM memerlukan bantuan adekuat dari laboratorium untuk kapasitas penyuplai oksigen, hemostasis dan status metabolik untuk mengoreksi abnormalitas. Sebagai tambahan, hasil laboratorium dapat digunakan untuk menangani kebutuhan PTM. Sebagai contoh, jika semua pasien memiliki angka fibrinogen yang rendah selama perawatan intensif, peningkatan kryopresipitat atau penggunaan konsentrat fibrinogen adalah indikasi selama PTM. Panel metabolik harus digunakan untuk mengawasi abnormalitas metabolik selama TM, seperti hiperkalemia dan hipokalemia. Penelusuran analisa gas darah juga membantu untuk mengawasi oksigenasi.

Sudut alfa ()

Ketegasan

WaktuGambar 2. Jiplakan TEG. Modifikasi dari Gambar 1 pada Cushing dan Shaz,dengan izin dari British Journal of Haemotology,John Wiley dan Sons. R, waktu reaksi; K, waktu kinetic; MA, amplitudo maksimum.Mengawasi hemostasis pada pasien TM sangat menantang karena tidak ada pengujian koagulasi tervalidasi yang dapat mendeteksi secara akurat koagulopati pada pasien dengan perdarahan masif pada waktu yang tepat. Pemeriksaan koagulasi konvensional,seperti PT, APTT dan level fibrinogen, tidak tersedia pada waktu yang sesungguhnya. Sebagai tambahan, tes ini tidak dapat mendeteksi beberapa abnormlitas hemostasis, seperti disfungsi platelet, hiperfibrinolisis, dan defisiensi faktor XIII. Tes ini juga tidak mengukur kontribusi relatif dari faktor pro-koagulan dan anti-koagulan. Walaupun Tes koagulasi konvensional ini tidak dapat memprediksi kebutuhan PTM selanjutnya dan memiliki manfaat yang terbatas untuk mengarahkan komponen darah yang sedang berlangsung oleh karena waktu putaran yang lambat, tes ini harus dipesan dan ditinjau kembali untuk membantu dalam memperbaiki abnormalitas yang terjadi selama resusitasi dan untuk mengembangkan institusi PTM.Akhir-akhir ini, telah diusulkan poin tentang tes hemostasis, seperti thromboembolastografy (TEG) dan rotasional thromboelastometri (ROTEM), yang lebih baik dalam menangani koagulopati pada pasien yang memerlukan TM. Tes ini memperlihatkan representasi grafis dari proses koagulasi (Gambar 2). Selain itu, parameter yang diperoleh dari TEG/ROTEM dapat menyediakan ukuran kuantitatif dari masing-masing komponen dari proses hemostatik pada pasien dewasa (Tabel 5). Oleh karena itu, penggunaan TEG/ROTEM dapat memberikan informasi untuk memandu terapi komponen darah di waktu yang tepat. Ada beberapa keuntungan menggunakan TEG/ROTEM. Pertama, perputaran waktu untuk tes ini lebih pendek dibandingkan dengan tes konvensional (15-30 menit), dengan demikian, tes ini dapat digunakan dan dikombinasi dengan penilaian klinis untuk proses pengambilan keputusan. Kedua, tes ini dapat mendeteksi hiperfibrinolisis, komponen penting dari kelainan hemostatik pada pasien dengan TM yang tidak dapat dideteksi oleh tes PT dan aPTT. Ketiga, tidak seperti PT dan aPTT yang hanya menguji hemostasis sekunder, tes darah lengkap menilai semua fase koagulasi, seperti kontribusi trombosit untuk hemostasis primer dan faktor XIII untuk cross-linking bekuan fibrin. Keempat, TEG/ROTEM dapat dilakukan pada suhu pasien yang sebenarnya, yang membuatnya lebih sensitif untuk mendeteksi koagulopati karena hipotermia. TEG/ROTEM telah terbukti mengurangi kebutuhan transfusi dan kebutuhan TM pada pasien yang menjalan operasi transplantasi jantung dan hati. Meskipun demikian, tinjauan Cochrane menyarankan bahwa tidak ada bukti bahwa TEG/ROTEM mengurangi morbiditas dan mortalitas pada pasien TM. Tidak ada kesepakatan universal tentang penggunaan TEG/ROTEM untuk mengawasi dan mengatur komponen terapi pada pasien dengan TM.1

Tabel 5. Parameter TEG/ROTEM, interpretasi dan manajemen dari abnormalitas hemostatik. Modifikasi dari tabel 3 pada Diab dkk, dengan izin dari British Journal of Haemotology,John Wiley dan Sons. R, waktu reaksi; CT, waktu bekuan; K, waktu kinetik; CFT waktu terbentuknya bekuan; sudut alfa; MA, amplitudo maksimum; MCF, bekuan maksimum; LY, lisis; ML, lisis maksimum.Parameter TEGParameter ROTEMDefinisiFase HemostatikEtiologi abnormalitasManajemen potensial

RCTWaktu dari dimulainya tes hingga tanda pertama dari formasi bekuanInisiasi dari koagulasiPemanjangan R/CT: defisiensi faktor atau antikoagulan. Pemendekan R/CT: hiperkoagulabilitas plasmaPlasma untuk pemanjangan R/CT

KCFTWaktu dari dimulainya formasi bekuan hingga waktu di mana kurva mencapai amplitudo 20 mmAmplifikasi dari koagulasiPemanjangan R/CT: defisiensi faktor, hiperfibrinogenemia, disfibrinogenemia, thrombositopenia, atau disfungsi plateletKryopresipitat

Sudut antara garis bawah dan garis singgung kurva melewati titik awal koagulasiPerambatan dari koagulasi (contohnya. rusaknya thrombin) rendah : defisiensi faktor, hiperfibrinogenemia, disfibrinogenemia, thrombositopenia, atau disfungsi plateletKryopresipitat

MAMCFAmplitudo yang diukur pada lebar maksimum kurvaPerambatan dari koagulasi (contohnya. platelet=interaksi fibrin)MA/MCF rendah: defisiensi faktor XIII, hiperfibrinogenemia, disfibrinogenemia, thrombositopenia, atau disfungsi plateletPlatelet dapat dipertimbangkan plasma atau kryopresipitat untuk defisiensi faktor XIII jika perdarahan terus-menerus dan MA/MCF rendah yang menetap

LYMLPenurunan pada area di bawah kurva (LY) atau pada amplitudo (ML) dari waktu dicapai MA/MCF hingga 30 atau 60 menit setelah MA/MCFFibrinolisisPeningkatan LY/ML: hiperfibrinolisiPengobatan anti-fibrinolitik

Komplikasi dari TMSelain risiko reaksi transfusi yang terjadi pada unit transfusi sendiri, pasien dengan TM dapat menimbulkan resiko lainnya karena volume transfusi besar, seperti hipokalsemia dan asidosis karena sitrat dan hipotermia karena tempat penyimpanan yang dingin (Tabel 6). Pasien harus dipantau ketat karena komplikasi ini mungkin berkontribusi lebih lanjut menjadi koagulopati. Pasien anak-anak, pasien dengan gangguan jantung, hati, dan penyakit ginjal, pasien yang lebih tua lebih berisiko untuk mengalami komplikasi ini .Potensi risiko lain adalah penggunaan sel darah merah yang disimpan , meskipun tidak ada penelitian acak terkontrol yang telah menunjukkan hubungan usia penyimpanan sel darah merah dan hasil pasien. Penelitian meta-analisis baru-baru ini menyatakan penggunaan unit RBC yang lebih lama disimpan berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Namun, sebagian besar data dalam meta-analisis ini adalah dari penelitian observasi retrospektif. Sebuah uji coba secara acak besar terkontrol terbaru yang dilakukan pada bayi prematur, berat bayi lahir sangat rendah (penelitan ARIPI) tidak menemukan hubungan penggunaan RBC segar dengan meningkatkan mortalitas. Tabel 6. Komplikasi dari TM. Modifikasi dari tabel 1 dalam Diab dkk, dengan izin dari British Journal of Haemotology,John Wiley dan Sons. Efek SampingKomentar dan pengobatan potensial

Reaksi transfusiAlergi

Reaksi transfusi hemolitik (akut dan tertunda)

Reaksi demam transfusi non hemolitikDari urtikari simpel hingga anafilaksis. Steroid dan dipenhidramin dapat diberikan pada pasien alergi transfusi

Dapat dikurangi dengan memberikan RBC grup O dan plasma AB untuk keadaan darurat pda produk darah.

Diagnosis terpisah

Reaksi imunologisTransfusi berkaitan dengan penyakit paru akut (TRALI)

Transfusi berhubungan dengan immunomodulasi (TRIM)

Transfusi berkaitan dengan penyakit graft vs host (Ta-GVHD)

Purpura post transfusi (PTP)Insiden dapat dikurangi dengan transfusi plasma.

Dapat disebabkan oleh peningkatan resiko oleh infeksi bakteri.

Iradiasi dari produk sel darah pada pasien dengan resiko (neonates dan pasien immunosupresi) untuk mencegah Ta-GVHD.

Dapat diobati dengan infuse IVIg, steroid, atau penggantian plasma.

Komplikasi metabolikHipokalsemia

Hipomagnesemia

Hiperkalemia

Hipokalemia

Alkalosis metabolik

Asidosis

Hipotermia

Karena kelebihan sitrat dari transfusi produk darah yang berdekatan. Neonatus dan pasien dengan penyakit liver beresiko untuk hipokalsemi. Pengawasan kalsium terionisasi dan dikoreksi jika dibutuhkan.

Karena volume magnesium yang kurang dan kelebihan sitrat. Pengawasan magnesium terionisasi dan dikoreksi jika dibutuhkan.

Karena hemolisis dari penyimpanan RBC, iradiasi atau keduanya. Neonatus dan pasien dengan penyakit jantung dan ginjal beresiko untuk hiperkalemia. Pengawasan level potassium dan dikoreksi jika diperlukan. RBC segar (