10
PRESENTASI REFERAT INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE (IPSS) Pembimbing: dr. Tri Budiyanto, Sp. U Disusun oleh: Suryo Adi Kusumo B. G4A013002 SMF ILMU BEDAH RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

Uro

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Uro

Citation preview

PRESENTASI REFERATINTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE (IPSS)

Pembimbing: dr. Tri Budiyanto, Sp. UDisusun oleh:

Suryo Adi Kusumo B.

G4A013002SMF ILMU BEDAH

RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

LEMBAR PENGESAHANPRESENTASI REFERATINTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE (IPSS)Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter di Bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Suryo Adi Kusumo B.

G4A013002Pada tanggal, Juni 2015Mengetahui

Pembimbing,

dr. Tri Budiyanto, Sp. UBAB IPENDAHULUAN

Penyakit pada saluran kemih dan ginjal memiliki angka prevalensi yang cukup tinggi. Penyakit batu pada saluran kemih dan pembesaran kelenjar prostat merupakan penyakit yang paling sering dijumpai pada praktek sehari-hari.

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria yang memasuki usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa prevalensi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yang bergejala pada pria berusia 4049 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 5059 tahun prevalensinya mencapai hampir 5% dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%.

Adanya BPH ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu pembedahan.

Pemeriksaan untuk mendapatkan diagnosis BPH dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang. Pada anamnesis, terdapat sebuah system skoring yang sudah tervalidasi secara internasional, yaitu menggunakan International Prostate Symptom Score (IPSS). IPSS ini dapat menilai gejala prostat dari ringan hingga berat. Ada 7 pertanyaan tentang gejala dan 1 pertanyaan tentang kualitas hidup. IPSS ini dapat membantu klinisi untuk menegakkan diagnosis yang berkaitan dengan prostat sebelum melanjutkan ke pemeriksaan yang selanjutnya.BAB II

ISI

IPSS merupakan sebuah system skoring untuk menilai gejala yang ditimbulkan penyakit pada prostat. Sistem skoring ini dibuat pada tahun 1992 oleh American Urological Association. IPSS terdiri dari 8 pertanyaan, 7 pertanyaan tentang gejala dan 1 pertanyaan tentang kualitas hidup dari pasien dengan gejala prostat. IPSS merupakan sebuah alat skrining yang dapat digunakan untuk mendiagnosis secara cepat, mengikuti gejala dari pasien serta dapat menentukan terapi yang tepat untuk BPH sesuai dengan tingkat keparahannya.

Pertanyaan pada IPSS mengenai gejala meliputi perasaan kencing yang tidak tuntas (incomplete emptying), frekuensi (frequency), kencing yang terputus (intermittency), menunda kencing (urgency), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kebutuhan untuk mengejan saat memulai kencing (straining), dan kencing saat malam hari (nocturia). Sedangkan 1 pertanyaan mengenai kualitas hidup menanyakan tingkat kepuasan pada kondisi pasien sekarang berkaitan dengan keluhan tersebut.

Setiap pertanyaan mengenai gejala akan diberi skor 0-5 yang kemudian dijumlah dari 7 pertanyaan akan mendapatkan kisaran nilai dari 0-35. Yang mana kisaran nilai tersebut akan dibagi tingkat keparahannya menjadi 3 bagian, yaitu ringan (1-7), sedang (8-19) dan parah (20-35).

Sedangkan 1 pertanyaan mengenai kualitas hidup pasien dengan gejala yang ia derita dinilai menggunakan skor 0-6. Sesuai dengan tingkat kepuasan pasien tersebut, semakin tinggi angkanya maka semakin tidak puas pasien terhadap penyakit yang ia derita. Pertanyaan mengenai kualitas hidup ini dapat menjadi dasar komunikasi bagi klinisi dan pasien untuk dapat menentukan tindakan apa yang dapat diambil berikutnya dalam penanganan penyakit tersebut. Karena tujuan terapi dari pasien dengan BPH adalah memperbaiki kualitas hidup pasien, maka dari itu amatlah penting untuk menilai kepuasan pasien terhadap penyakitnya.

BAB IVKESIMPULAN

1. IPSS merupakan sebuah alat skrining yang dapat digunakan untuk mendiagnosis secara cepat, mengikuti gejala dari pasien serta dapat menentukan terapi yang tepat untuk BPH sesuai dengan tingkat keparahannya

2. IPSS terdiri dari 8 pertanyaan, 7 pertanyaan tentang gejala dan 1 pertanyaan tentang kualitas hidup dari pasien dengan gejala prostat.

3. Pertanyaan pada IPSS mengenai gejala meliputi perasaan kencing yang tidak tuntas (incomplete emptying), frekuensi (frequency), kencing yang terputus (intermittency), menunda kencing (urgency), pancaran kencing yang lemah (weak stream), kebutuhan untuk mengejan saat memulai kencing (straining), dan kencing saat malam hari (nocturia).

4. IPSS membagi tingkat keparahannya menjadi 3 bagian, yaitu ringan (1-7), sedang (8-19) dan parah (20-35).5. Pertanyaan mengenai kualitas hidup dapat menjadi dasar komunikasi bagi klinisi dan pasien untuk dapat menentukan tindakan apa yang dapat diambil berikutnya dalam penanganan penyakit tersebutPAGE