Upload
dinarkhairunisa
View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
uv ultra violetuv ultra violetuv ultra violetuv ultra violetuv ultra violet
Citation preview
laporan praktikum UV VIS
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN
“PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”
(12 Oktober 2012)
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)
Dosen Pembimbing :
Dra. Zakiyah, M.Si.
Disusun Oleh :
Kelompok 11
Hanik M. H (1001114)
Novi Nurlaeli (1004563)
Vega Isma Zakiah (1006336)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
Tanggal Praktikum:12 Oktober 2012
PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER VISIBLE
A. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar FE(II) dalam sampel air ledeng dengan menggunakan alat
spektrofotometer Uv-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer visibel.
B. Tinjauan pustaka
Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar
tampak dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari
spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra
violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi
molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang
paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar
tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron
bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994 :
155)
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa
kompleks berwarna antara besi (II) dengan orto-fenantrolin yang dapat
menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang
tertentu. Banyak sinar yang diserap akan berkorelasi dengan kuantitas
analit yang terkandung di dalamnya sesuai dengan Hukum Lambert-Beer.
(Wiji, dkk. 2010)
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan
berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau
absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan
metode pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini
digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi
energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan
spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.
Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri).
Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III)
menjadi besi(II) diantaranya seng, ion timah(II), sulfit, senyawa
NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium tiosulfat, vitamin C, dan
hidrokuinon. Pemilihan reduktor ini tergantung suasana asam yang
digunakan dan keberadaan senyawa lain dalam cuplikan yang akan
dianalisis. Umumnya besi cenderung untuk membentuk senyawa dalam
bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang
stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. (Othmer, Kirk, 1978).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan
terlebih dahulu yang ditandai dengan pembentukan warna spesifik
sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa pengompleks yang
dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,
dan fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan
adalah 1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks
merah jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada range pH 2-9.
Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi (Vogel, 1985).
Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi
hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam,
misalnya bismut, tembaga, nikel, dan kobalt.
Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi
(II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk
penentuan kadar besi dalam air yang digunakan sehari hari. Reagen yang
bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion phenanthrolinium,
phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin
dapat ditunjukkan dengan reaksi:
Fe2+ + 3 phen H+ ⇌ Fe(phen)32+ + 3H+
Dimana strukturnya adalah:
1,10-phenantrolin Fe(phen)32+
Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.5×10-6 pada 25
terkomplekskan dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa direkomendasikan untuk
mencegah terjadinya endapan dari garam garam besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat
pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada
keadaan tingkat oksidasi 2+.
Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:
1. Transmisi
Transmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan
melalui larutan.
2. Absorpsi
Cahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi
yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul.
Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.
Hukum Lambert-Beer:
Dengan: A = absorbansi
Io = intensitas sinar datang
I = intensitas sinar yang diteruskan
a = tetapan absorptivitas
l = panjang jalan sinar / kuvet
c = konsentrasi
Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert-Beer:
1. Syarat Konsentrasi
Hukum Beer baik untuk larutan encer. Pada konsentrasi tinggi
(biasanya 0,01M), jarak rata-rata diantara zat-zat pengabsorpsi
menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi
muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk
mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh
karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini
menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara
absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang
terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat
pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang
tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang
berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga
molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara
pengenceran.
Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada
konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion organik tertentu
yang molekulnya besar.
2. Syarat Kimia
Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi dengan
pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat
yang dianalisis.
3. Syarat Cahaya
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul
monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) .
4. Syarat Kejernihan
Kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid
misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Sebagian cahaya
dihamburkan oleh hukum pertikel-partikel koloid akibatnya kekuatan
cahaya yang diabsorpsi berkurang dari cahaya yang seharusnya.
Larutan senyawa berwarna mampu menyerap
sinar tampak yang melalui larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar yang diserap
tergantung pada macam yang ada di dalam larutan, konsentrasi panjang jalan dan
intensitas sinar yang diserap dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah
dijelaskan di atas.Warna zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar
yang akan diserap, warna yang diserap merupakan warna komplemen dari warna
yang terlihar oleh mata.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu
molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya
panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan
jenis ikatan yang ada di dalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh
karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk
mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul.
Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan
ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-
senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.
Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Vis adalah sinar dari
sumber sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar
dikumpulkankan agar sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi
sinar-sinar dengan panjang gelombang tertentu. Selanjutnya sinar
dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi panjang gelombang yang
diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan akan ada sinar
yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi oleh
detektor. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinar
listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi.
Instrumen pada spektroskopi UV-Vis, yaitu:
1. Sumber Radiasi
· Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500 jam)
· Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan
gas iodine. Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm.
· Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang
gelombang pada spectra UV-VIS pada 365 nm.
2. Sistem dispersi
· Filter
Hanya digunakan pada colorimeter murah pita ± 25-50 nm, tidak
umum digunakan dalam instrumen modern
· Prisma
Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah
sinar tampak (380-780) dispersi bervariasi sesuai panjang
gelombang labih mahal daripada grating.
Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan prisma
· Difractions gratings
Dispersi kontan dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada
yang biasa digunakan.
Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan grating
3. Sel kuvet
Merupakan tempat penyimpanan larutan sampel atau blanko,adapun
macam-macam kuvet diantaranya :
(a). Gelas
Umum digunakan pada 300-1000 nm, biasanya memiliki panjang 1 cm
(atau 0.1; 0.2; 0.5; 2; atau 4 cm). Khusus untuk sinar uv adalah kwarsa.
Sedangkan untuk visibel adalah gelas atu kaca.
(b). Kwarsa
Mahal, range (190-1000 nm)
(c). Sel otomatis (flow through cells)
(d). Matched cells
(e). Polistirene range (340-1000 nm) throw away type
(f). Micro cells
Syarat kuvet yaitu tidak menyerap sinar yang digunakan. Bahan kuvet
biasanya terbuat dari kaca, plastik, atau bahan kwarsa. Pada pengukuran di daerah
tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk
pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih
kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan
berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Sel yang baik
adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.
4. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan
satu panjang gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu
mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.
Fungsi detektor ialah sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis.
Monokromator terdiri dari :
· Celah masuk (split)
Berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada
daerah panjang gelombang tertentu untuk diteruskan ke zat.
· Lensa kolimator
Berfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.
· Media pendispersi
Terdapat dua jenis, yaitu prisma dan gratting.
Pada gratting atau kisi difraksi, cahaya monokromatis dapat
dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai. Kemudian
dilewatkan melalui celah yang sempit yang disebut split.
Ketelitian dari monokromator dipengaruhi oleh lebar celah (slif
widht ) yang dipakai.
· Celah keluar
Berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.
5. Detektor
Merupakan alat untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari
kolom. Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi
signal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampilan data dalam
bentuk jarum petunjuk atau angka digitalatau radiasi yang melewati sampel
akan ditangkap oleh detektor yang akan mengubahnya menjadi besaran
terukur.
Syarat-syarat detektor :
a. Kepekaan yang tinggi
b. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi
c. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
d. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasi
Selain itu juga detektor harus menghasilkan signal yang
mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, dapat
menangkap atau merespon energi sinar, peka dengan noise
rendah, waktu respon pendek, stabil, dapat memperkuat isyarat
listrik dengan mudah, dimana isyarat listrik yang dihasilkan
berbanding lurus dengan intensitas.
Macam-macam detektor diantaranya yaitu :
1). Detektor selektif
Adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu
saja, detektor ini terbagi menjadi dua, yaitu :
(1). Detektor flouoresensi
(2). Detektor konduktivitas listrik
2). Detektor universal
Yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun, kecuali
pelarutnya itu sendiri. Detektor ini terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Detektor spektrometer massa
b) Detektor spektrometer infra merah
c) Detektor indeks bias
Detektor indeks bias inimemberi respon terhadap
senyawa yang dianalisis apapun termasuk pelarutnya sendiri.
Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias
karena adanya komponen sampel dalam pelarut.. detektor ini
bersifat merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi
(minimum 106 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan
preparatif.
d) Detektor uv-vis
Detektor uv-vis (uv-sinar tampak) paling banyak
digunakan, karena sentivitasnya baik, mudah menggunakannya,
tidak merusak senyawa yang dianalisis, dan memungkinkan
untuk melakukan elusi ber-gradien. Ada yang dipasang pada
panjang gelombang tetap, yaitu pada panjang gelombang 254
nm, dan ada juga yang panjang gelombangnya dapat dipilih
sesuai yang diinginkan, antara 190-600 nm. Detektor dengan
panjang gelombang bervariabel ini ada yang dilengkapi alat
untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat
me-nol-kan sendiri (auto zero). Detektor jenis ini juga ada ayang
menggunakan drode arrays (sebagai pengganti photo tube),
sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu
pada berbagai macam panjang gelombang.
Berikut jenis-jenis detektor UV-Vis, yaitu :
· Barrier layer cell (photo cell atau photo votaice cell)
Gambarnya :
· Photo tube
Lebih sensitif dari photo cell, memerlukan power suplay
yang stabil dan amplifier
Gambarnya :
· Photo mulipliers
Sangat sensitif, respon cepat, digunakan dalam
instrumen double beam panguatan internal.
Gambarnya :
6. Rekorder
Fungsi rekorder mengubah panjang gelombang hasil deteksi dari
detektor yang diperkuat oleh amplifier menjadi radiasi yang ditangkap
detektor kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dalam bentuk
spektrum. Spektrum tersebut selanjunya dibawa ke monitor sehingga dapat
dibaca dalam bentuk transmitan.
7. Read Out
a) Null balance
menggunakan prinsip null balance potentiomer, tidak nyaman, banyak diganti
dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital.
b) Direct readers
absorbansi (A), konsentrasi (C), dan persen transmitan (%T), dibaca langsung
dari skala
c) Pembacaan digital
mengubah signal analog ke digital dan menampilkan peraga angka light
emithing diode(LED), sebagai A, %T, atau C. Dengan pembacaan meter
seperti gambar, akan lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian
menentukan absorbansi dengan A = - log T.
Gambar. Pembaca transmitansi dan absorbansi pada spektrofotometer
Dengan pembacaan meter seperti gambar diatas, akan lebih mudah dibaca
skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A= -lig T.
Skema dasar instrumen single beam dan double beam seperti disajikan pada
gambar dibawah.
· Fitur instrumen single beam
Biaya rendah, tujuan dasar untuk mengukur A, C, atau
%T pada apanjang gelombang terpisah. 100% T(OA)
harus diatur pada setiap panjang gelombang tidak dapat
digunakan untuk meneliti spektra.
· Fitur instrumen double beam
Dugunakan untuk meneliti spektra pada panjang
gelombang lebih tinggi (190-880) nm. Dapat
menghasilkan spektra A vs? %v? Atau spektra derivatif
1st, 2nd, 3rd, 4th. Dapat digunakan untuk pengukuran A
atau %T saja pada apanjang gelombang tertentu.
(Sabarudin. 2000 : 112-133)
C. Alat dan Bahan
1. Alat
· Spektrofotometer 1 set
· Labu takar 100 mL 1 buah
· Gelas kimia 100 mL 2 buah
· Labu takar 25 mL 6 buah
· Botol semprot 1 buah
· Spatula 1 buah
· Corong pendek 1 buah
· Pipet seukuran 1 mL 1 buah
· Pipet seukuran 5 mL 1 buah
· Pipet seukuran 10 mL 1 buah
· Pipet tetes 3 buah
· Batang pengaduk 1 buah
· Ball pipet 1 buah
2. Bahan
· Garam Fe(NH4OH)2 SO4 ± 0,07 gram
· Larutan hidroksilamin-HCl 5% 1 mL
· Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% 5 mL
· Larutan CH3COONa 5% 8 mL
· Aquades secukupnya
· H2SO4 2M 5 mL
· Larutan sampel 1 mL
D. Prosedur Kerja
Ø Pembuatan Larutan baku Fe(II)100 ppm
Garam Fe (NH4)2 (SO4)2. 6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram.
Kemudian dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar
100 mL. Dan tambahkan 5 mL asam sulfat 2 M dan ditambahkan kembali
aquades hingga mencapai tanda batas.
Ø Pembuatan Larutan Deret Standar dan Larutan Sampel
Larutan standar yang dibuat adalah 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5
ppm dan 3 ppm. Larutan standar dibuat dalam labu ukur 25 mL, dengan
mengencerkan larutan induk. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan
ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan
5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Volume larutan induk yang digunakan untuk
membuat masing-masing larutan standar dengan konsentrasi yang telah
ditentukan adalah 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL dan 6,25 mL dan 7,5 mL.
Larutan sampel dibuat dalam labu ukur 25 mL. Sampel dipipet
sebanyak 1 mL. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1
mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10-
fenantrolin 0,1%.
Larutan standar dan larutan sampel didiamkan selama 10 menit sebelum
dilakukan pengukuran.
Ø Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm diukur dengan
menggunakan alat spektronic-20 pada panjang gelombang 400-600 nm.
Ø Pengukuran Deret Standar dan Sampel
Larutan deret standar dan sampel diukur serapan larutan pada λ
maksimum dengan alat spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum.
Dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar.
Apabila sampel berada diluar rentang deret standar, maka sampel
diencerkan.
Ø Pengoperasian Alat Spektronik
1. Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off ke arah ‘ON’ bila
aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V, maka lampu indikator
akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang
lebih 15 menit untuk memanaskan alat.
2. Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol
pengatur panjang gelombang.
3. Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan
mode % transmitansi) dengan memilih dari tombol pengaturnya modenya.
4. Masukan larutan blanko.
5. Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000 dengan menekan
teranya.
6. Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang
ditunjukan pada pembaca alat.
7. Kalau sudah selesai pengukuran padamkan alat dengan menekan tombol on/off
ke arah ‘OFF’.
E. Hasil dan analisis data
Analisis penentuan kadar besi (Fe) dalam sampel air ledeng pada
praktikum ini menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis.
Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri
cahaya tampak karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih
dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi
dalam sampel tidak terdeteksi karena tidak menyerap sinar dengan
panjang gelombang tersebut.
Pada percobaan ini, panjang gelombang 520 nm digunakan sebagai
panjang gelombang untuk menganalisis kadar besi di dalam larutan
karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai
maksimal. Dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar yang
dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan.
Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 520 ini
menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang gelombang ini juga
termasuk dalam rentang panjang gelombang yang diserap warna hijau
biru (490-550 nm) yang merupakan warna komplementer dari warna
merah jingga. Warna larutan yang dianalisis.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
mengukur absorbansi larutan standar 2 ppm pada berbagai panjang
gelombang. Rentang panjang gelombang yang diuji adalah 400-600 nm.
Dari pengukuran diketahui bahwa pada panjang gelombang yang berbeda
maka absorbansinya juga berbeda. Semakin besar panjang gelombang
yang diberikan semakin besar pula absorbansinya. Akan tetapi, pada
keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun seiring peningkatan
panjang gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai dari
pengukuran pada panjang gelombang 400 nm hingga 520 nm. Pada
panjang gelombang 520 nm diperoleh nilai absorbansi paling tinggi
(maksimum) yaitu sebesar 0,486 atau 48,6% cahaya diserap. Selanjutnya,
absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini
berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul
menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat
disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya secara
maksimal pada panjang gelombang 520 nm.
Sebelumnya dilakukan matching kuvet menggunakan larutan CoCl2
untuk menentukan kuvet yang identik sehingga pengukuran diharapkan
akan lebih akurat. Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan
sampel digunakan blanko berupa campuran larutan hidroksilamin-HCl,
larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquadest.
Pada preparasi sampel, hidroksilamin klorida yang ditambahkan ke
dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan
bilangan oksidasi 2+. Sehingga kompleks yang terbentuk bersifat sangat
stabil dan dapat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 520 nm.
Natrium asetat merupakan suatu garam yang bersifat basa yang
merupakan buffer atau penyangga. Keberadaan natrium asetat dalam
larutan menyebabkan larutan tidak berubah pH-nya secara signifikan jika
larutan tersebut ditambah larutan lain yang bersifat asam atau basa.
Dengan kata lain natrium asetat berfungsi untuk menjaga larutan berada
pada pH optimal untuk pembentukan kompleks besi fenantrolin, yaitu
pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal karena
dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan
misalnya Fe(OH)2.
Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk
senyawa kompleks sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi
dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode
spektrofotometri dengan memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun
dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.
Orto-phenantrolin mempunyai struktur sehingga ketika
berikatan dengan ion besi (Fe2+), orto-phenantrolin akan membentuk
suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai struktur:
Dalam penentuan kadar Fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri
visibel ini sebelumnya dibuat deret larutan standar terlebih dulu. Tujuannya adalah
untuk membuat kurva kalibrasi yang akan digunakan untuk menghitung kadar besi
dalam sampel air.
Pada penentuan kadar besi dalam sampel, digunakan persamaan garis dari
kurva kalibrasi standar y = 0,2416x + 0,0008 dengan R2 = 0.999 dan bsorbansi sampel
sebesar 0,486. Sehingga konsentrasi Fe(II) dalam sampel diperoleh sebesar 0.2478
ppm.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan di dalam air sehingga air
dikatakan sebagai air bersih adalah 0,3 miligram per liter atau 0,3 ppm. Maka air ledeng
hasil analisis tersebut mempunyai kadar besi yang besarnya dibawah ambang batas,
sehingga air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu penentuan kadar Fe(II)
dalam sampel dengan menggunakan spektrometer visibel, diketahui bahwa
konsentrasi Fe(II) dalam sampel sebesar 0.2478 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Spektrofotometri [online]. http://www.chem-is-try.org. (diakses tanggal 1 April
2011)
Anonim. Spektroskopi Sinar Tampak Ultraviolet Uv-Vis [online].
http://one.indoskripsi.com/. (diakses tanggal 1 April 2011)
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen.
Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Sabarudin, Akhmad, dkk. (2000). Kimia Analitik.Bandung : IKIP Semarang
Wiji, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan.
LAMPIRAN
1. Cara Pembuatan Larutan
· Pembuatan larutan baku Fe(II)
Bagan Alir Pengamatan
garam Fe (NH4)2(SO4)2.6H2O
Ditimbang ± 0,07 gram
Dilarutkan dalam labu takar 100
ml
Ditambahkan 5 mL asam
sulfat 2 M
Larutan baku Fe (II) 100 ppm
· Garam
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O
berupa serbuk berwarna
putih.
· Garam mohr yang
tertimbang sebanyak
0,0790 gram
· H2SO4 2 M berupa
larutan tidak berwarna.
· Larutan baku berupa
larutan tidak berwarna.
· Preparasi deret standar
Bagan Alir Pengamatan
Larutan standar 10 ppm
dipipet sebanyak 1 ppm;
1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm dan
3 ppm. Masing-masing
dimasukan kedalam labu
takar 25 mL.
· Larutan baku 100 ppm
diencerkan lagi menjadi
konsentrasi larutan baku
Fe (II) 10 ppm.
· Larutan hidroksilamin
HCl 5% berupa larutan
tidak berwarna.
· Larutan CH3COONa
berupa larutan tidak
berwarna.
· Larutan 1,10–fenantrolin
0.1%, berupa larutan
tidak berwarna.
· Larutan standar +
larutan hidroksilamin
HCl : larutan tidak
berwarna.
· + laturan CH3COONa :
larutan tidak berwarna
· + larutan 1,10 –
fenantrolin : larutan
berwarna coklat keruh
ditambahkan 1 mL
larutan hidroksilamin HCl
5%, 8mL CH3COONa 5%
dan 5 mL 1,10 –
fenantrolin 0.1%, ke
dalam masing – masing
labu takar, sebelum
diencerkan.
Larutan deret standar siap diukur
didiamkan selama 10 menit
sebelum pengukuran.
· Preparasi sampel
Bagan Alir Pengamatan
Sampel· Sampel berasal dari air
ledeng (kran)
dimasukkan ke dalam
labu takar 25 mL.
ditambahkan 1 mL larutan
hidroksilamin HCl 5%, 8mL
CH3COONa 5% dan 5 mL
1,10 – fenantrolin 0.1%, dan
ditanda bataskan.
laboratorium instrumen.
· Sampel berupa larutan
tidak berwarna
· Larutan hidroksilamin
HCl 5% berupa larutan
tidak berwarna.
· Larutan CH3COONa
berupa larutan tidak
berwarna.
· Larutan 1,10–fenantrolin
0.1%, berupa larutan
tidak berwarna.
· Karena larutan sampel
tidak berwarna setelah
ditambahkan pereaksi,
maka pada campuran
tersebut ditambahkan
larutan baku Fe(II) 100
ppm sebanyak 5 mL atau
konsentrasi 2 ppm.
· Setelah ditambahkan
larutan baku, campuran
sampel menjadi larutan
berwarna orange.
Larutan Sampel
didiamkan selama 10 menit
sebelum pengukuran.
2. Perhitungan
Ø Pembuatan Larutan Baku Fe (II) 100 ppm
C=100 ppm
V=100 mL=0.1 L
Massa Fe2+ = x 0,07 gram
= x 0,07 gram
=
= 0,07 g
Ø Pembuatan Deret Standar
Ø Larutan Standar 1 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1 ppm
V1 = 2,5 mL
Ø Larutan Standar 1,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 1,5 ppm
V1 = 3,75 mL
Ø Larutan Standar 2 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2 ppm
V1 = 5 mL
Ø Larutan Standar 2,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 2,5 ppm
V1 = 6,25 mL
Ø Larutan Standar 2,5 ppm
V1 M1 = V2 M2
V1 10 ppm = 25 mL x 3 ppm
V1 = 7,5 mL
Ø Larutan induk Fe(II)
Massa Garam Fe(NH4OH)2 SO4yang tertimbang 0.0790 gram
Massa Fe2+ = x 0,0790 gram
= x 0,0790gram
= 0,01128 gram
= 11,28 mg
Konsentrasi Larutan Fe2+ (ppm) =
=
= 112,8 ppm
Ø Larutan Standar Fe (II)
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x10mL = M2x 100 mL
M2 = 11,28 ppm
Ø Larutan deret Standar Fe (II)
Larutan 2,5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 2,5 mL = M2x 2,5 mL
M2 = 1,128 ppm
Larutan 3,75 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 3,75 mL = M2x 3,75 mL
M2 = 1,692 ppm
Larutan 5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 5 mL = M2x 5mL
M2 = 2,256 ppm
Larutan 6,25 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 6,25 mL = M2x 6,25 mL
M2 = 2,82 ppm Larutan 7,5 mL
V1 M1 = V2 M2
112,8 ppm x 7,5 mL = M2x 7,5 mL
M2 = 3,384 ppm
Ø Penentuan konsentrasi Fe (II) dalam sampel
Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis:
y= 0,2416 x + 0,0008
untuk mencari konsentrasi Fe (II) dalam sampel, maka:
y = 0,2416 x + 0,0008
0,486 = 0,2416 x + 0,0008
X = 2,0082 ppm
Karena sampel ditambah larutan standar 100 ppm sebanyak 5 mL,
maka:
· Konsentrasi standar yang ditambahkan:
x 11,28 ppm = 2,256
Jadi,
Konsentrasi Fe (II) sebenarnya dalam sampel:
= (2,0082 ppm-2,256 ppm
= 0,2478 ppm
3. Data pengamatan
· Matching kuvet
Menggunakan larutan COCl2 (berwarna merah muda), dan diukur
pada panjang gelombang 510 nm.
Kuvet Absorbansi (A)
1 0,210
2 0,199
3 0,205
4 0,207
5 0,191
6 0,193
7 0,211
·
· Penentuan λmax
Penentuan λmax ini menggunakan larutan standar dengan konsentrasi
2 ppm
λ (nm)Absorbansi
(A)λ (nm)
Absorbansi
(A)
400 0,104 510 0,464
410 0,154 515 0,
420 0,213 520 0,486
430 0,250 525 0,
440 0,288 530 0,470
450 0,322 540 0,384
460 0,343 550 0,298
470 0,383 560 0,163
480 0,416 570 0,086
490 0,445 580 0,059
500 0,447 590 0,025
600 0,033
· Penentuan kurva kalibrasi
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
Blanko 0,000
1 0,247
1,5 0,325
2 0,496
2,5 0,601
3 0,725
Sampel 0,486
UJI TITIK NOL
Konsentrasi (ppm)
A (x- ) (y- ) Sxy Sxx Syy
0 0-
1,16667
-0,4035
0,47075
1,361111
0,162812
1 0,247
-0,1666
7-
0,1565
0,026083
0,027778
0,024492
1,5 0,352
0,333333
-0,0515
-0,0171
7
0,111111
0,002652
2 0,4960,8333
33 0,09250,0770
830,6944
440,0085
56
2,5 0,6011,3333
33 0,19750,2633
331,7777
780,0390
06
3 0,7251,8333
33 0,32150,5894
173,3611
110,1033
621,16666666
70,403
5 1,40957,3333
330,3408
82
= 1,166666667
= 0,4035
∑ Sxy = 1,4095
∑ Sxx = 7,333333
∑ Syy = 0,340882
Derajat kebebasan = n-2
= 6-2 = 4
Slope (b) = = = 0,192205
Intercept (a) = y - b
= 0,4035 – (0,192205 x 1,166666667)
= 0,179261
Jadi persamaan garis yang dihasilkan adalah Y = 0,192205X - 0,179261
UJI TITIK NOL
Residual Sum-of-Squares = Syy – (b2.Sxx)
= 0,069969