Upload
varlye-victor-kantohe
View
219
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
.
Citation preview
Gagal Ginjal Akut Pada Wanita Berusia 40 TahunVarlye Kantohe
102010118
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Email: [email protected]
Pendahuluan
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit
dan asam-basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan nonelektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai urine. Ginjal juga mengeluarkan produk sisa
metabolisme (misal; urea, kreatinin, dan asam urat) dan zat kimia asing. Akhirnya, selain
fungsi regulasidan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan
darah), bentuk aktif vitamin D3, (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoietin (penting
untuk sintesis eritrosit)1.
Gagal ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal
yang menurun secara cepat. Manifestasi gagal ginjal akut sangat bervariasi, mulai dari yang
ringan tanpa gejala, hingga yang sangat berat dengan disertai gagal organ multipel. Sesuai
dengan skenario, seorang wanita 40 tahun datang dengan keluhan utama kedua kaki bengkak
sejak lima hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu, pasien mengeluh BAK kemerahan,
frekuensi BAK dan jumlah urin berkurang. Maka dari itu, untuk mengetahui secara lengkap
dan jelas, penulis akan membahas tentang gagal ginjal akut mulai dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, diagnosis dan lain sebagainya.
Anamnesa
Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’. Jadi anamnesa merupakan suatu
percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan
anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan penyakitnya dan
yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.
Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian
perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas
untuk penyakit bersangkutan.2 Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik
adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis
1 | P a g e
banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga
sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang
sosial pasien.
Anamnesa yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,
keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga. Anamnesa yang
dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:
1. Anamnesa Umum
Seorang wanita, umur 40 tahun, alamat, pekerjaan.
2. Keluhan Utama: gangguan atau keluhan yang terpenting, yang dirasakan penderita
sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamamnya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar
untuk memulai evaluasi pasien.
Kedua kaki bengkak sejak 5 hari yang lalu.
Pelengkap: Sejak 3 hari yang lalu BAK kemerahan, frekuensi BAK dan jumlah
urin berkurang.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah ada keluhan lainnya?
Bagaimana pola berkemih pasien? Untuk mendeteksi faktor predisposisi
terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah).
Adakah disuria?
Adakah urgensi?
Adakah bau urine yang menyengat?
Bagaimana volume urine, warna (kemerahan) dan konsentrasi urine?
Adakah nyeri suprapubik? Nyeri suprapubik menunjukkan adanya infeksi pada
saluran kemih bagian bawah.
Adakah nyeri panggul atau pinggang? Nyeri panggul atau pinggang biasanya
pada infeksi saluran kemih bagian atas.
Adakah peningkatan suhu tubuh? Peningkatan suhu tubuh biasanya terjadi
pada infeksi saluran kemih bagian atas.
Apakah terjadi inkontinensia urin?
4. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit dahulu yang perlu diperhatikan
diantaranya adalah infark miokard, hipertensi, diabetes mellitus, demam rematik,
2 | P a g e
penyakit batu ginjal, kelainan anatomi traktus urinarius, penyakit ginjal lainnya,
penyakit gastrointestinal, dan penyakit paru.
Adakah riwayat infeksi saluran kemih?
Adakah riwayat pernah menderita batu ginjal?
Adakah riwayat penyakit diabetes melitus, jantung, hipertensi, keganasan, atau
penyakit sistemik lainnya?3
Adakah infeksi yang baru terjadi, terutama infeksi tenggorokan oleh
streptokokus? (dapat memacu glomerulonefritis postinfeksi)3
Bagaimana dengan pemasangan kateter?
Imobilisasi dalam waktu yang lama.
5. Riwayat Penyakit Keluarga: segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
(polycystic kidney disease) dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang
dialami pasien.
Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.
6. Riwayat Pengobatan
Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat pengobatan apa dan
apakah keadaan membaik atau tidak. Riwayat pengobatan dapat menunjukkan
penggunaan obat-obat nefrotoksik, terutama analgesik atau NSAID dan juga
penggunaan rifampisin.
Pemeriksaan
Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan
pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.
Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak
memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).
1. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang
menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran,
tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada
anggota gerak yaitu kaki. Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal berikut:
3 | P a g e
Pasien tampak sakit ringan
TTV: TD 160/ 90, nadi 90x/ menit, suhu afibris, RR 20x/ menit
Palpasi: balotemen (-), pitting udem (+), pemeriksaan bimanual.
Sebab-sebab pembesaran ginjal unilateral misalnya hidronefrosis, kista, dan
tumor ginjal. Sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh
penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney diseases). Adanya massa pada sisi
kiri, mungkin disebabkan karena splenomegali hebat atau pembesaran ginjal
kiri.
Perkusi: CVA (normal).
Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh
pyelonefritis, tapi juga dapat disebabkan hanya karena rasa nyeri otot.
2. Pemeriksaan Penunjang
Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis
suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk kasus ini adalah.
a) Darah Lengkap
Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis
pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk
melihat bagaimana respon tubuh terhadap suatu penyakit. Pemeriksaan Darah
Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan, yaitu Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit (Red
Blood Cell / RBC), Laju Endap Darah, dan Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)4
b) Biokimia Darah
Pemeriksaan biokimia darah (kadar Na, kreatinin, urea plasma) untuk mengukur
pengurangan laju filtrasi glomerulus dan gangguan metabolik yang diakibatkannya.
Untuk menilai tahapan GGA dapat dilihat dari nilai kreatinin serum dan diuresis,
sesuai dengan klasifikasi RIFLE yang dibuat oleh The Acute Dialysis Quality
Initiative (ADQI). Perhatikan tabel 1.
Kategor
i
Peningkatan kadar Cr
Serum
Penurunan
GFR
Kriteria UO
Risk ≥1,5x nilai dasar ≥ 25% nilai
dasar
< 0.5 ml/kg/jam, ≥ 6
jam
Injury ≥2,0x nilai dasar ≥ 50% nilai < 0.5 ml/kg/jam, ≥ 12
4 | P a g e
dasar jam
Failure ≥3,0x nilai dasar, atau nilai
absolut kreatinin serum ≥
4mg dengan peningkatan
akut min. 0.5 mg
≥ 75% nilai
dasar
< 0.3 ml/kg/jam, ≥ 24
jam, atau anuria ≥ 12
jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu
End
stage
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI
Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN)
untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga pasien GGA/AKI dapat dikenali lebih
awal, klasifikasi ini lebih sederhana dan memakai batasan waktu 48 jam. Perhatikan
tabel 2.
Tahap Peningkatan Kadar Cr Serum Kriteria UO
1 ≥ 1,5x nilai dasar atau peningkatan ≥0.3 mg/dl < 0.5 ml/kg/jam, ≥ 6 jam
2 ≥ 2,0x nilai dasar < 0.5 ml/kg/jam, ≥ 12 jam
3 ≥ 3,0x nilai dasar atau ≥ 4.0 mg/dl dengan
kenaikan akut ≥ 0.5 mg/dl atau inisiasi terapi
pengganti ginjal
< 0.3 ml/kg/jam, ≥ 24 jam
atau anuria ≥ 12 jam
Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan Kriteria AKIN, 2005.
Analisis kadar kreatinin serum memberikan pengukuran yang lebih sensitif terhadap
kerusakan ginjal daripada nitrogen urea darah. Kreatinin adalah produk akhir nonprotein
dari metabolisme kreatinin yang tampak di serum dengan jumlah sesuai dengan massa
otot tubuh. Tujuan; untuk menilai fitrasi glomerulus dan untuk skrining adanya
kerusakan ginjal.5
Nilai rujukan
Konsentrasi kreatinin normalnya berkisar antara 0,8 sampai 1,2 mg/dl (SI 62-115
μmol/L) pada lelaki dan 0,6 sampai 0,9 mg/dl (SI 53-97 μmol/L) pada perempuan.
Temuan abnormal
Kadar kreatinin serum yang tinggi umumnya menunjukkan adanya penyakit ginjal yang
50% nefronnya telah mengalami kerusakan serius. Kadar yang tinggi mungkin juga
dihubungkan dengan gigantisme dan akromegali. Kreatinin serum meningkat dengan
cepat (nyata dalam 24 jam sampai 48 jam) pada GGA yang disebabkan oleh iskemia
5 | P a g e
ginjal, ateroembolisasi, dan pemajanan dengan bahan radiokontras, ada tiga
kemungkinan pada pasien yang menjalani angiografi jantung atau aorta darurat dan
pembedahan.5
c) Urinalisa
Urinalisis rutin menguji kelainan saluran kemih dan sistemik. Uji ini mengevaluasi
ciri-ciri fisik urin (warna, bau, kekeruhan, dan opasitas). Juga, menentukan berat
jenis dan pH, mendeteksi serta mengukur protein glukosa dan badan badan keton,
serta memeriksa sedimen untuk sel darah, silinder dan kristal.
d) Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah cara terbaik untuk mengetahui fungsi ginjal
dan menentukan derajat penurunan fungsi ginjal. Estimasi Laju Filtrasi Glomerulus
Penyakit ginjal kronik ditentukan berdasarkan adanya kerusakan ginjal (biasanya
proteinuria) dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang terjadi selama 3
bulan atau lebih.6
Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan indikator terbaik untuk menilai fungsi
ginjal secara keseluruhan. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara langsung,
gold standard-nya adalah insulin klirens, namun cara ini tidak praktis dan efisien
untuk digunakan sehari-hari.
National Kidney Foundation (NKF)/Kidney Disease Outcome Quality (KDOQi)
menggunakan estimasi LFG (eLFG) untuk menentukan tahapan penyakit ginjal kronik
dengan formula eLFG yang didasarkan pada nilai serum kreatinin yang sudah
terstandarisasi IDMS.
Tabel 3. Tahapan penyakit ginjal
Diagnosis
6 | P a g e
Stage Deskripsi LFG (ml/min/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal (contoh: protein dalam urin)
dengan nilai LFG normal atau tinggi)
90 atau lebih
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG
ringan
60-89
3 Penurunan LFG moderat 30-59
4 Penurunan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal <15
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani
suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk
menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis
penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis
penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).7
Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan
memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.
Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis.
Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan menenai penyakit
dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat
menentukan jenis penyakitnya.7
Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang
dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda
klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami
pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:
Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan dalam waktu
yang lama, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. 4
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik4
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelaianan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
o kelainan patologis
o terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama
3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
7 | P a g e
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama
atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan ramus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
(140 - umur) X berat badan
LFG (ml/mnt/l,73m2) = ------------------------------------- *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0, 85
Der
ajat
Penjelasan LFG
(ml/menit/1,73m2)1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat
Gagal ginjal
≥ 90
60 -89
30 – 59
15 – 29
< 15 atau
dialisisTabel 4. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Manifestasi klinik yang khas pada penyakit ginjal kronik antara lain: (a) sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemi, SLE. (b) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, kejang-kejang sampai
koma. (c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi reanl, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit. Pada pemeriksaan USG juga
dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis.
Pemeriksaan biopsi hanya bisa dilakukan apabila keadaan ukuran ginjal sudah mengecil,
hipertensi tidak terkendali, ginjal sudah polisiklik. 4
Pada stadium awal pengobatan berupa terapi mengobati penyakit primernya dan
mencegah komplikasinya. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. 4
Working Diagnosis8 | P a g e
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai dengan penurunan mendadak faal
ginjal dalam waktu 48 jam, yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dl (≥ 26.4
mikromol/l), presentasi kenaikan kreatinin serum ≥ 50% (1,5 kali kenaikan dari nilai dasar),
atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat ≤ 0,5 ml/kg/jam dalam waktu lebih
dari 6 jam).Kebanyakkan GGA timbul di rumah sakit dari deplesi cairan, sepsis, atau
toksisitas obat, terutama setelah operasi, trauma, atau luka bakar. Biasanya ada penurunan
output urin, dan peningkatan serum urea dan kreatinin. Output urin yang kurang dari
400mL/hari disebut oliguria.4
Etiologi
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh
tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun
beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya:8
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Menderita penyakit kanker (cancer)
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu
sendiri (polycystic kidney disease)
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak
dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.
Selain itu, dilihat penyebab gagal ginjal akut secara garis besar bisa dibagi menjadi 3
bagian, yaitu pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal
(uropati obstruksi akut).9
Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :
Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar, diare,
asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih sekitar 3% neonatus
masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade
jantung, dan emboli paru.
Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septik, anafilaksis dan cedera, dan pemberian
obat antihipertensi.
9 | P a g e
Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan, penggunaan
obat anastesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi
pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal,embolisme,
trombosis, dan vaskulitis.
Pada wanita hamil disebabkan oleh perlengketan plasenta dan perdarahan postpartum
yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) disebabkan oleh :
Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,
vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis
ginjal, dan toksemia kehamilan.
Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, dan
vaskulitis.
Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida, sefalosporin,
siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat warna kontras
radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan
mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma,
nefropati rantai ringan,
Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,
rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,
leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam) dan penyakit infiltratif
(leukemia, limfoma, sarkoidosis).
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :
Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura
bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, dan
bola jamur bilateral.
Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker
kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.
10 | P a g e
Gambar 1. Types of acute renal failure
Epidemiologi
Sekitar 1% dari pasien rumah sakit mengaku telah mengalami GGA sejak pendaftaran
pertama, dan estimasi dari tingkat kejadian 2-5% selama perawatan kasus. Dalam pasca
operasi bedah umum terdapat 1% yang berkembang menjadi GGA selama 30 hari. Perkiraan
tingkat morbiditas GGA bervariasi 25-95%. Angka kematian di rumah sakit adalah 40-50%
dalam perawatan intensif. Penyakit ini tidak kenal ras atau gender, wanita dan laki-laki bisa
berpotensi mengalami penyakit GGA.8
Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung
kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau
ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki
sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN (Blood, Urea, Nitrogen), oliguria
dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.9
Terdapat 3 tahapan klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Stadium Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula
mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-
gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-
tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.
3. Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan
tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah,
11 | P a g e
nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.9
gambar 2. Patogenesis gagal ginjal akut
Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut
antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing
sedikit, kencing merah/darah, sering kencing. Sindrom ini sering ditemukan lewat
peningkatan kadar kreatinin dan ureum serum disertai dengan penurunan output urin.8
12 | P a g e
Komplikasi10
Asidosis metabolik
Akibat katabolisme dan ketidakmampuan ginjal menseksresi ion hidrogen
Hiperkalemia
Sering ditemukan akibat kegagalan ekskresi dan peningkatan aktivitas katabolisme dalam
tubuh. Hiperkalemia dapat menyebabkan gangguan irama jantung.
Hiperfosfatemia
Terjadi disebabkan oleh penurunan kadar kalsium dalam darah.
Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif terjadi setelah jantung mengalami kegagalan untuk memompa cairan
yang masuk ke jantung (preload).
Edema paru
Keadaan ini terjadi akibat ginjal tidak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah
yang cukup. Posisi pasien setengah duduk dapat membolehkan cairan dalam paru didistribusi
ke vaskular sistemik.
Penatalaksanaan
Pengobatan dibagi atas atas medica mentosa (menggunakan obat–obat yang di minum)
dan juga non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat). Tujuan utama dari pengelolaan
gagal ginjal akut adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis,
melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta mempertahankan
pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.
Hal-hal berikut ini merupakan prioritas tatalaksana pasien dengan GGA, sebagai
berikut :
Mencari dan memperbaiki faktor pre dan pasca renal.
Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan.
Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal.
Memperbaiki atau meningkatkan produksi urin.
Monitar balans cairan.
Mencari dan memperbaiki komplikasi akut (Hiperkalemia, Hipernatremia, asidosis
metabolik, Hiperfosfatemia, Edema Paru).
Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.
a) Medica mentosa
13 | P a g e
Furosemid (DOC), awal diberikan intravena bolus 40 mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberi tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam
1-6 jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1
gram/hari.
Dopamin, dalam dosis kecil (misalnya, 1-5 mcg / kg / menit) menyebabkan
dilatasi selektif dari vaskular ginjal, meningkatkan perfusi ginjal. Dopamin juga
mengurangi penyerapan natrium, sehingga mengurangi kebutuhan energi
tubulus yang rusak. Hal ini meningkatkan aliran air seni.11
N-acetylcysteine
Digunakan untuk pencegahan toksisitas kontras pada individu yang rentan
seperti yang dengan diabetes mellitus.5
b) Non-medica mentosa
Kebutuhan nutrisi pada GGA amat bervariasi sesuai dengan penyakit dasarnya atau kondisi
komorbidnya, dari kebutuhan yang biasa, sampai dengan kebutuhan yang tinggi seperti pada
pasien yang dengan sepsis. Rekomendasi nutrisi GGA amat berbeda dengan GGK, dimana
pada GGA kebutuhan nutrisi disesuaikan dengan kataboliknya. Pada GGK justru dilakukan
pembatasan-pembatasan.12
Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang menyertai,
perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk prognosa. Penyebab
kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%),
jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi,
septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya
sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.
Kesimpulan
Gangguan ginjal akut merupakan suatu gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
terjadinya perubahan secara mendadak berkaitan dengan fungsi ginjal dimana salah satu
diantaranya adalah fungsi bersihan ginjal yang pada akhirnya menyebabkan gangguan ginjal
akut memiliki manifestasi sebagai azotemia atau terjadinya peningkatan kadar sisa
metabolisme nitogen berupa ureum dan kreatinin dalam serum. Diagnosis GGA ditegakkan
14 | P a g e
berdasarkan klasifikasi RIFLE/AKIN. Maka berdasarkan keluhan utama, pemeriksaan fisik
dan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gagal ginjal akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6,
Volume 2. Jakarta: EGC; 2012.h. 865,1320.
2. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.
3. O’Callaghan C. The renal system at a glance. Oxford: Wiley-Blackwell; 2009.p.18-
9,88-91.
15 | P a g e
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et all. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5.
Jakarta: Internal Publishing; 2009.h.935-40, 1041-8.
5. Gray KJP, Welsh W, editor. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2009.h.172,423-7,472-4.
6. Sudiono H, Iskandar, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Urinalisis. Edisi 2. Jakarta: FK
UKRIDA; 2008.h.54-6.
7. Nelson WE, Behrman ER, Kliegman R, Arvin MA. Nelson ilmu kesehatan anak.
Edisi 15, Volume 2. Jakarta: EGC; 2012.h.1658-63,1455-8.
8. Wongso S, Nasution AH, Adnan HM, Isbagio H, Tambunan S, Albar Z, et all. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta; FKUI: 2000.h.124-7.
9. Syakib B. Patogenesis gagal ginjal akut. Naskah lengkap gagal ginjal akut, penyakit
ginjal, sistemik ginjal dan sistem kardiovaskuler pada hipertensi. Jakarta: PERNEFRI;
2005.h.1-7.
10. Sudowo AW, et all. Buku ajar ilmu penyakit dalam (PAPDI). Dalam: Agus
Tessy, Penatalaksanaan pada hipertensi penyakit ginjal. Edisi 5, Jilid 2. Jakarta :
Interna Publishing; 2009.h.1041-9.
11. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, et all.
Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2008.h.52-4.
12. Marilyn DE. Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC; 2007.h. 176-9.
16 | P a g e