44
˛ ˝•›‹»‡ —»fi•²„¿‹¿² •²• «²‹« ¿²¿¶»‡»² »¿¿fi¿² …• ¿·•‡¿²‹¿² »²„¿‚ fi¿”‹ —¿²…«¿² ²‹»fi²¿‹•–²¿· ˛»›»¿fi‰‚ ²›‹•‹«‹» ”–fi ·•‡¿‹» ¿²… ˝–‰•»‹§ ¿fi‹‚ ²›‹•‹«‹» –·«‡•¿ ¸²•“»fi›•‹§ »»fi¶¿ ›¿‡¿ …»²„¿² ‚» »²‹»fi ”–fi ·•‡¿‹» ˛•› ¿²… ²›‹•‹«‹ —»fi‹¿²•¿² –„–fi ²…–²»›•¿ ˙

Versi bahasa INDONESIA

  • Upload
    docong

  • View
    239

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

ÝÎÕ

Í·­¬»³ л®·²¹¿¬¿² Ü·²· «²¬«µ Ó¿²¿¶»³»² Õ»¾¿µ¿®¿² ¼·Õ¿´·³¿²¬¿² Ì»²¹¿¸æ Ü®¿º¬ п²¼«¿²

ײ¬»®²¿¬·±²¿´ λ­»¿®½¸ ײ­¬·¬«¬» º±® Ý´·³¿¬» ¿²¼ ͱ½·»¬§

Û¿®¬¸ ײ­¬·¬«¬»ô ݱ´«³¾·¿ ˲·ª»®­·¬§

Þ»µ»®¶¿ ­¿³¿ ¼»²¹¿²

̸» Ý»²¬»® º±® Ý´·³¿¬» η­µ ¿²¼

ײ­¬·¬«¬ 뮬¿²·¿² Þ±¹±®ô ײ¼±²»­·¿

ÓßÇ îððç

豬± Ý®»¼·¬­ º®±³ ´»º¬ ¬± ®·¹¸¬

Û­¬¸»® ݱ²®¿¼ñ×Î×

Ú®¿²½»­½± Ú·±²¼»´´¿ñ×Î×

Û­¬¸»® ݱ²®¿¼ñ×Î×

Ucapan Terima Kasih Tool dan metode yang diuraikan dalam dokumen ini disusun dari laporan kegiatan penelitian, "Development of Fire Early Warning and Response Systems in Central Kalimantan, Indonesia” yang dilaksanakan selama tahun 2007 - 2008 oleh International Research Institute for Climate and Society (IRI) dengan dukungan dari CARE Indonesia sebagai bagian dari Central Kalimantan Peatlands Project (CKPP). CKPP adalah sebuah konsorsium yang didukung oleh DGIS Belanda dan dikelola oleh Wetlands International. Tim peneliti dari IRI yang memberikan sumbangan pada proyek ini diantaranya: Shiv Someshwar (Principal Investigator), Pietro Ceccato (co-PI), Mike Bell, Benno Blumenthal, Conrad Ester, Yosua Qian, Andrew Robertson, dan Mike Tippett. Beberapa peneliti dari Institut Pertanian Bogor yang terlibat dalam kegiatan ini, dipimpin oleh Rizaldi Boer, direktur Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (C-CROM-SEAP) dan peneliti lain yaitu I Nengah Surati Jaya dan Rilus Kinseng, serta bantuan teknis oleh Kiki Kartikisari. Materi ini dipersiapkan oleh Kalpana Venkatasubramanian, Ashley Curtis, Remi Cousin dan Ester Conrad, dengan sumbangan pemikiran dari Mike Bell, Pietro Ceccato, Francesco Fiondella, Joshua Qian, Andrew Robertson, Jason Rodriguez, dan Megan Sheremata dari IRI. Materi ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Institut Pertanian Bogor. Terima kasih diucapkan atas dukungan dari US National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), NA050AR4311004, dan Columbia University. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Esther Conrad Asia and Pacific Regional Program International Research Institute for Climate and Society Earth Institute, Columbia University 61 Route 9W, Palisades, NY 10964 Email: [email protected] Phone: +1-845-680-4411 Web: http://iri.columbia.edu

2

PENDAHULUAN Kebakaran lahan gambut merupakan masalah serius di Indonesia, di mana lebih dari 80% lahan gambut Asia Tenggara ditemukan. Kebakaran ini mengakibatkan kerugian besar di bidang ekonomi, yang kemudian menyebar luas ke masalah kesehatan, peningkatan kemiskinan lokal, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Selain itu juga penyumbang yang signifikan terhadap emisi karbon global. Di Indonesia, khususnya provinsi Kalimantan Tengah, jutaan hektar hutan telah ditebang, dan rawa-rawa gambut telah dikonversi untuk pertanian. Lahan gambut kering berisiko tinggi untuk terbakar khususnya ketika curah hujan di bawah normal. Pemerintah provinsi dan kabupaten di Kalimantan Tengah telah melakukan upaya-upaya yang signifikan untuk mengurangi kejadian kebakaran, melalui peningkatkan kesadaran tentang dampak, pengembangan sistem cepat tanggap untuk memerangi kebakaran, dan membuat kebijakan untuk pengendalian penggunaan api. Sebagai pelengkap pada upaya ini, sebuah sistem peringatan dini berdasarkan informasi iklim musiman dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan pemangku kebijakan lainnya untuk merespon lebih awal dan membantu mencegah dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran. Sejak tahun 2007, International Research for Climate and Society (IRI) Columbia University telah bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan mitra lainnya untuk mengembangkan peringatan dini musiman dan respon sistem. Upaya ini merupakan bagian dari Central Kalimantan Peatlands Project (CKPP), sebuah konsorsium penelitian yang didanai oleh Belanda DGIS dan dikelola oleh Wetlands International. Penelitian yang dilakukan bekerjasama dengan CARE Indonesia dan Institut Pertanian Bogor, bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (BLHD), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Indonesia (LAPAN). Upaya ini menghasilkan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara titik api dan curah hujan pada skala waktu musiman, dan mendemonstrasikan prakiraan musiman menggunakan temperatur permukaan air laut – sea surface temperatures (SSTs) di Samudera Pasifik. IRI mengembangkan sebuah alat yang tersedia secara online di IRI data library, agar para pemangku kepentingan dapat mengakses indeks curah hujan di Kalimantan Tengah yang diperoleh dari satelit, dan dapat memanfaatkan hasil prakiraan dari SST untuk meramalkan risiko kebakaran 1-2 bulan ke depan. Dokumen ini telah dikembangkan untuk memungkinkan para pemangku kebijakan untuk memahami konsep penting dibalik prakiraan kejadian kebakaran, dan menggunakan peralatan peringatan dini di IRI Data Library untuk menganalisa data curah hujan satelit dan membuat prakiraan kejadian kebakaran pada bulan-bulan mendatang. Materi ini, yang juga dilengkapi dengan latihan, dirancang untuk digunakan selama lokakarya di Institut Pertanian Bogor

3

pada bulan Mei 2009. Lokakarya yang akan difokuskan pada pemahaman konsep-konsep diatas dan melibatkan para pemangku kebijakan dalam mengidentifikasi langkah untuk mengembangkan dan mengadaptasi tools online ini untuk pengambilan keputusan di lapangan. IRI dan Institut Pertanian Bogor akan terus bekerjasama dengan para pemangku kebijakan untuk mendukung penggunaan sistem peringatan dini ini dalam pengambilan keputusan. I. MEMAHAMI DAN MENGANALISA HUBUNGAN ANTARA CURAH

HUJAN DAN KEBAKARAN

A. Tinjauan Singkat Hubungan Curah Hujan dan Kebakaran di Kalimantan Tengah

1. Faktor Utama yang Mempengaruhi Aktivitas Kebakaran a. Perilaku Manusia dan Aktivitas Kebakaran Kebakaran telah lama merupakan bagian integral dari kehidupan dan aktivitas sehari-hari di Kalimantan, serta beberapa wilayah lain di Indonesia dan menjadi bagian yang banyak dikaji. Namun, penyebaran api, khususnya di ladang gambut, sekarang merupakan masalah yang serius, menyebabkan kerugian ekonomi, masalah kesehatan, peningkatan kemiskinan lokal, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kebakaran ini juga memberikan konstribusi yang signifikan kepada emisi karbon global. Di Kalimantan Tengah, juga di provinsi lainnya, lahan gambut yang sangat luas telah dikeringkan dan telah dikonversi untuk pertanian, perkebunan dan penggunaan lahan lainnya, dimana berisiko lebih besar untuk kebakaran. Upaya yang signifikan telah dilakukan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten di Kalimantan Tengah dan bagian lain dari Indonesia untuk mengurangi kejadian kebakaran.

Aktivitas kebakaran berbeda dari tahun ke tahun, beberapa tahun ditandai dengan jumlah titik api yang lebih tinggi dari rata-rata (gambar 1). Ini menunjukkan bahwa selain terkait dengan perilaku manusia, ada faktor-faktor lain yang menentukan banyaknya kejadian kebakaran pada tahun tertentu (Ceccato et.al. in press). Faktor terpenting apakah yang menentukan seberapa banyak kejadian kebakaran pada tahun tertentu?

Tujuan Pembelajaran: Untuk memahami hubungan antara anomali curah hujan dan aktivitas kebakaran di tingkat provinsi di Kalimantan Tengah, dan mampu menggunakan peralatan analisis curah hujan di Indonesia untuk mengidentifikasi aktivitas curah hujan

4

Gambar 1: Kerapatan titik api di empat provinsi: Barat, Tengah, Selatan dan Timur untuk periode Januari 1998 sampai Desember 2006. Angka kerapatan ini diperoleh dengan membagi jumlah titik api berdasarkan area dari masing-masing provinsi

a. Kebakaran, Iklim,dan Indikator-indikator Biofisik Di sini kita akan membahas mengenai iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) dan faktor biofisik (status vegetasi – kandungan kehijauan dan kelembaban) untuk melihat apakah faktor-faktor tersebut mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian kebakaran dan manakah yang memiliki dampak yang lebih besar.

Curah hujan: Empat Provinsi di Kalimantan menerima curah hujan sepanjang tahun. Namun, terdapat musim 'kering' yang nyata dari Juni sampai Oktober (Gambar 2) dengan peningkatan hujan dari Timur ke Barat Kalimantan. Daerah Timur dan Selatan Kalimantan lebih kering (khususnya antara bulan Juni hingga November) dibandingkan daerah tengah dan barat (Gambar 3). Sebagian besar kegiatan pembakaran dilakukan selama musim ini karena petani dan pemilik lahan membersihkan lahan sebelum melakukan aktivitas penanaman pada bulan Oktober atau November.

Namun, walaupun pembakaran selalu dimulai selama musim ini setiap tahunnya, jumlah kebakaran tiap tahun bervariasi. Analisa jumlah curah hujan dan aktivitas api dari tahun 1998-2006 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan setiap tahun memiliki kaitan signifikan pada jumlah kebakaran. Secara khusus, tahun dengan curah hujan di bawah normal (curah hujan di bawah rata-rata curah hujan untuk tahun tersebut) cenderung memiliki jumlah kebakaran yang lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun dimana curah hujan diatas normal. Hubungan ini akan dijelaskan lebih rinci pada bagian 3 di bawah ini.

5

Gambar 2: Curah hujan musiam di empat provinsi di Kalimantan (1989-2006): “Musim kemarau” adalah mulai Juni sampai Oktober

6

Gambar 3: rata-rata curah hujand (2003-2008) dari CMORPH precipitation (mm/day) dimusim kemarau (June-July-August-September-October-November).

Vegetasi: status Vegetasi sering digunakan sebagai indikator risiko kebakaran. Berdasarkan analisis status vegetasi yang berasal dari sensor satelit MODIS menunjukkan bahwa vegetasi masih hijau dan basah ketika kebakaran berlangsung pada Agustus dan September (Gambar 4). Analisis temporer dari status vegetasi juga menunjukkan bahwa tidak banyak variasi dalam status vegetasi dalam hal kehijauan dan kelembaban yang dapat menjelaskan peningkatan atau penurunan jumlah kebakaran yang diamati selama periode tahun 1989-2006. Temuan ini harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena nilai yang diperoleh tinggi. Terdapat suatu fenomena kejenuhan dalam sinyal dan variasi kelembaban yang tidak dapat dideteksi secara benar dengan menggunakan pengukuran-pengukuran satelit. Dalam kasus ekosistem Kalimantan, penggunaan status vegetasi yang diperoleh dari data tersensor jarak jauh bukan merupakan indikator yang baik untuk risiko dari aktivitas kebakaran.

7

Gambar 4: Tanaman Hijau Musiman di bulan Agustus dan September masih tinggi ketika aktivitas kebakaran mencapai puncaknya

Suhu dan kelembaban relatif: Suhu di Kalimantan sangat stabil dengan variabilitas yang sangat kecil. Sehubungan dengan kelembaban relatif, variasi-variasinya berhubungan dengan variasi dari curah hujan.

2. Sumber Data

Hal ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan utama bertanggung jawab atas variabilitas antar-tahunan dari kegiatan api adalah anomalies curah hujan selama musim (Juni - Oktober).

Kotak 1: Validasi dari Fire Danger Rating System (FDRS) -Bahaya Kebakaran Penilaian System - di Kalimantan Tengah. Penelitian oleh IRI dan IPB telah menunjukkan bahwa anomali curah hujan, daripada suhu dan kelembaban relatif, adalah variabel utama yang mempengaruhi kegiatan api di Kalimantan Tengah. Ini mungkin membantu dalam memvalidasi penggunaan FDRS (Sistem Penilaian Bahaya Kebakaran), yang telah digunakan di Kalimantan Tengah untuk jangka pendek peringatan dini (yakni, beberapa hari). Bekerjasama dengan BMG dan LAPAN, studi lebih lanjut untuk memvalidasi FDRS atas Kalimantan Tengah sedang berlangsung melalui analisis tambahan analisis dari meteorologi, kebakaran dan vegetasi.

8

Data untuk variabel-variabel yang digunakan dalam bagian ini dikumpulkan dari data satelit berbagai sumber. Kadang-kadang data untuk satu variabel dikumpulkan dari dua sumber yang berbeda dan dibandingkan untuk memastikan konsistensinya. Bagian ini menjelaskan sumber data untuk aktivitas api dan curah hujan, dan perhitungan anomali curah hujan. Aktivitas Api - Data aktivitas api di lapangan tersedia selama beberapa tahun dan hanya untuk daerah terpilih. Dengan demikian, data satelit digunakan untuk menentukan jumlah api aktif, yang disebut hotspot. Data untuk hotspot dikumpulkan dan dikonsolidasikan dari 2 satelit:

• National Oceanographic and Atmosphere Administration (NOAA)-Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR)

• TERRA-Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) MODIS hotspot diperoleh dari CARE Indonesia dan AVHRR hotspot dikumpulkan oleh South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP), Japan International Cooperation Agency (JICA) dan dari Universitas Pertanian Bogor. Dengan menggunakan pengamatan-pengamatan ini, jumlah hotspot dihitung untuk tiap bulan antara bulan Januari 1998 dan Desember 2006. Kotak 2: Deteksi titik api dari data remote sensing Terdapat beberapa satelit dan sistem pengindera jarak jauh yang dapat digunakan untuk memantau api dari udara. Sensor yang digunakan untuk memantau kebakaran terutama di Indonesia adalah sensor NOAA-AVHRR dan Terra-MODIS. Kedua sensor ini telah digunakan untuk mengambil sejumlah hotspot dalam kajian ini. Sensor lainnya, seperti (A) ATSR, juga telah digunakan dalam studi lainnya. Sensor ini mengukur energi yang dihasilkan oleh titik api dan untuk itu produk yang berasal dari pengukuran satelit sering disebut sebagai "hotspot" daripada api. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi deteksi dari hotspot, seperti awan dan asap, tanah panas dan kilauan matahari. Berbagai algoritma telah dikembangkan untuk memperhitungkan faktor-faktor itu, yang sering menghasilkan estimasi hot spot yang berbeda. Dalam studi ini, variabilitas dari jumlah hotspot diperoleh dari AVHRR dan MODIS beberapa tahun dibandingkan dengan data hotspot dari (A) ATSR (Van der Werf dkk., 2008) dan asap emisi (Field et al., 2009) selama jangka waktu yang sama. Studi menunjukkan adanya variabilitas temporer dari pengamatan yang diperoleh dari AVHRR dan MODIS hotspot dengan puncaknya terjadi pada tahun 2002, 2004 dan 2006, dan aktivitas hotspot yang berkurang terjadi pada tahun 1998 sampai 2001, 2003 dan 2005.

9

Estimasi curah hujan – Estimasi curah hujan dari stasiun data di Kalimantan terbatas dan tidak memberikan data yang lengkap untuk seluruh tahun. Dengan demikian perkiraan curah hujan dari dua satelit curah hujan memperkirakan produk yang digunakan untuk membuat database curah hujan. Estimasi curah hujan dikumpulkan dan dikonsolidasikan dari 2 sumber:

• NOAA-Climate Prediction Center (CPC) Merged Analysis (CMAP) tersedia untuk seluruh periode data kebakaran namun resolusi spasialnya rendah (2.5 degrees)

• NOAA-CPC Morphing Technique (CMORPH) mempunyai spasial resolusi tinggi (0.25 degrees) namun hanya tersedia sejak tahun 2003

Karena resolusi spasial rendah, CMAP data yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara api dan curah hujan hanya di tingkat provinsi. Data CMORPH dengan resolusi spasial yang lebih tinggi, dapat digunakan untuk studi pada tingkat lokal (di tingkat kabupaten misalnya). Anomali Curah Hujan - anomali curah hujan untuk setiap bulannya dihitung dengan mengurangkan nilai rata-rata bulanan curah hujan dari curah hujan pada bulan tersebut yang diestimasi selama periode dataset. Perbandingan Sumber Data - Bekerjasama dengan BMKG, analisis dilakukan untuk membandingkan perkiraan satelit curah hujan yang diperoleh dari CMROPH dan CMAP dengan stasiun data dariPalangkaraya. Gambar 5, 6 dan 7 menggambarkan bahwa ada kesepakatan yang baik dari tiga sumber data curah hujan.

Gambar 5: Perbandingan antara perkiraan data curah hujan CMORPH dan pengukuran curah hujan di Palangkarata met station averaged over a 10-day period (Station data from BMKG)

10

Gambar 6: Perbandingan antara perkiraan data curah hujan dari CMORPH dengan pengukuran curah hujan di Palangkaraya met station averaged over a monthly period (Station data from BMKG)

Figure 7: Comparison between CMORPH and CMAP rainfall estimate data averaged over Central Kalimantan on a monthly basis (Station data from BMKG)

11

3. Tahapan Memahami Hubungan antara Curah hujan dan Kebakaran

Penelitian yang dilakukan oleh IRI, bekerjasama dengan Universitas Pertanian Bogor, telah menunjukkan adanya keterkaitan yang penting antara anomali curah hujan dengan aktivitas api. Sementara kebakaran terjadi setiap tahun, jumlah mereka bertambah ketika curah hujan lebih rendah dari normal selama tahun tersebut. Latihan berikut ini menunjukkan hubungan antara penggunaan anomali curah hujan dan kepadatan api hotspot api(jumlah fasilitas hotspot per km2). Data anomali curah hujan bulanan(dihitung dari CMAP perkiraan dari total curah hujan) dan kepadatan api hotspot dari Juni 1998 sampai October 2006 dipadukan untuk memahami bagaimana percikan akitivitas api berkaitan dengan negatif anomali curah hujan(lebih rendah daripada rata-rata curah hujan), dan penurunan pada aktivitas kebakaran terjadi selama periode positif anomali curah hujan(lebih tinggi dari rata-rata aktivitas curah hujan). Kita mulai dengan pertama-pertama memadukan anomali Curah hujan Anomalies (Gambar 8) dengan kepadatan Hotspot(Gambar 9) untuk Kalimantan Tengah dari Juni 1998 hingga October 2006. Pada Gambar 8, memperlihatkan bahwa periode curah hujan di atas rata-rata ditampilkan sebagai titik di atas baris "0" (seperti Agustus 98 dan Oktober 99) dan periode di bawah rata-rata curah hujan ditampilkan sebagai titik di bawah baris "0"(seperti Oktober 02, Oktober 04 dan Oktober 06). Gambar 9 menunjukkan kepadatan hotspot selama bulan-bulan di setiap tahun (jumlah fasilitas hotspot per km2). Perhatikan variabilitas antar tahunan pada tahun yang memiliki kepadatan hotspot yang lebih rendah dari yang lain. Apakah Anda melihat hubungan antara anomali curah hujan pada Gambar 8 dan kerapatan hotspot pada Gambar 9? Perhatikan pada tahun-tahun dengan curah hujan kurang dari normal (2002, 2006) dan dengan curah hujan lebih dari normal (1999, 2005). Bagaimanakah kejadian kebakaran pada tahun-tahun ini ditunjukkan pada Gambar 9?

12

Figure 8

Figure 9

13

Sekarang lihatlah kedua grafik ini lagi dalam Gambar 10. Perhatikan bagaimana lingkaran titik-titik pada grafik anomali curah hujan (anomali curah hujan negatif) berhubungan dengan lingkaran titik-titik pada grafik hotspot (kejadian tinggi) pada Gambar 10. Hal ini menunjukkan bahwa pada periode curah hujan lebih rendah dari rata-rata berhubungan dengan kejadian kebakaran yang lebih tinggi.

Figure 10

14

Hal Ini Mengindikasikan Apa?

Tool yang dikembangkan untuk memantau anomali curah hujan di IRI data library (lihat bagian berikutnya) dapat membantu menilai potensi kejadian kebakaran di wilayah tertentu. Selain itu, jika kita dapat meprakirakan anomali curah hujan, kita dapat juga memprakirakan risiko kejadian kebakaran lebih awal sekitar 1-2 bulan ke depan. Pendekatan ini dijelaskan dalam bagian II.

Referensi: Ceccato, P., Nengah Surati Jaya, I., Qian, J.H., Tippett, M.K. Robertson, A.W., Someshwar, S. (in press) Early Warning and Response to Fires in Kalimantan, Indonesia. In: Advances in Operational Weather Systems for Fire Danger Rating. Michael Brady and Mannava Sivakumar (Eds). Springer Field, R.D. Van der Werf, G.R., Shen, S.P. (2009) Human amplification of drought-induced biomass burning in Indonesia since 1960. Nature Geoscience 2, 185-188 Van der Werf, G.R., Dempewolf, J., Trigg, S.N., Randerson, J.T., Kasibhatla, P.S., Giglio, L., Murdiyarso, D., Peters, W., Morton, D.C., Collatz, G.J., Dolman, A.J., DeFries, R.S. (2008). Climate regulation of fire, emissions and deforestation in equatorial Asia. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 105(51) 20350-20355

Hasil ini menunjukkan bahwa dengan memonitor anomali curah hujan, dimungkinkan untuk memperkirakan risiko kejadian kebakaran di provinsi Kalimantan Tengah.

15

B. MEMAHAMI ‘Rainfall Analysis Tool’ DI IRI CLIMATE AND FIRE RESOURCES ROOM

Mengetahui eratnya hubungan kejadian kebakaran dan curah hujan, informasi terkini dari curah hujan dapat membantu memberikan suatu indikasi kemungkinan kondisi kebakaran di daerah-daerah tertentu. “Rainfall Analysis Tool” Indonesia pada IRI data library memungkinkan pengguna untuk melihat peta yang menampilkan data curah hujan dari satelit menurut provinsi, kabupaten, atau daerah lain yang dipilih, untuk jangka waktu yang tertentu. Curah hujan diestimasi dari data CMORPH dari US Climate Prediction Centre yang diperbaharui setiap dekad (8-11 hari), dan tersedia dari tahun 2003 hingga saat ini. Data yang disajikan adalah rata-rata selama bebrapa dekad ("dekad" adalah bagian dari satu bulan, setara dengan 10 – 40 hari). Untuk daerah atau periode waktu tertentu yang dipilih, tool ini menghasilkan grafik analisa data curah hujan yang diperoleh dengan membandingkan kondisi rata-rata dan terhadap tahun-tahun sebelumnya, yang memungkinkan pengguna untuk memperoleh pola curah hujan saat ini. Bagian ini adalah panduan langkah-langkah untuk mengakses dan memahami informasi dari “Rainfal Analysis Tool”. Untuk melihat Fire Resource Room klik pada: http://iri.columbia.edu/maproom/fire

16

Klik pada Indonesia Rainfall Analysis Tool (lingkaran merah di atas) untuk masuk ke halaman peralatan.

17

Gambar di atas menunjukkan peta Indonesia dan perkiraan hujan dekadal di tingkat provinsi dan kabupaten.

Dengan scroll-down menu 'Time Period Drop-down', anda dapat memilih periode-periode sepuluh hari yang berbeda untuk memvisualisasikan estimasi curah hujan selama jangka waktu tersebut pada seluruh daerah.

18

Untuk memperbesar ke wilayah tertentu, gunakan tombol kiri dari mouse untuk klik dan tarik sebuah daerah.

Klik pada satu titik di peta untuk mendapatkan peta analisis hujan untuk daerah yang diinginkan. Mengklik pada setiap titik menghasilkan 3 grafik:

1. Dekadal pada periode yang diamati vs rata-rata jangka panjang curah hujan di wilayah yang dipilih

Untuk kembali ke peta penuh Indonesia klik

pada disebelah kiri gambar

Dalam peta ini, anda dapat menampilkan pantai, negara, provinsi dan daerah perbatasan dengan memilih mereka dari

dan klik

19

2. Perbandingan dekadal hujan beberapa tahun 3. Curah hujan kumulatif 12 bulan

Klik pada setiap grafik untuk mendapatkan tampilan yang besar dari grafik untuk titik tertentu yang spesifik.

Berikutnya akan membahas mengenai masing-masing grafik 1. Dekadal yang diamati vs rata-rata jangka panjang curah hujan Grafik ini dapat membantu menentukan kapan periode ketika curah hujan berada di bawah atau di atas rata-rata dari tahun 2003-2008. Dekadal hujan yang diestimasi dari 1 Jan 2003 hingga saat ini ditampilkan (garis hitam solid) bersama-sama dengan rata-rata hujan rata-rata tahun 2003-2008 untuk wilayah yang sama (garis putus-putus abu-abu). Garis-garis biru menunjukkan periode dimana hujan diperkirakan berada di atas rata-rata dan garis-garis merah menunjukkan periode dimana hujan diperkirakan akan berada di bawah rata-rata.

Scroll down untuk membaca keterangan lebih lanjut pada setiap grafik dan informasi tentang sumber data.

20

Klik pada untuk menentukan jangka waktu (tanggal mulai dan tanggal akhir) dan grafik yang terkait pada periode tersebut. CONTOH Sebagai contoh dapat dipilih satu set tanggal, misal: 1 Jan 2007 sampai 20 Mar 2009. Cantumkan tanggal pada kotak tanggal, kemudian klik untuk mendapatkan grafik untuk jangka waktu yang ditentukan.

Kotak di bawah grafik memberikan pilihan untuk memperbesar grafik (plot ukuran) atau mengubah tampilan grafik (mengubah font, warna, dll) Peta dapat didownload dan disimpan dalam berbagai format seperti PDF, JEPG, GIF, dll

21

2. Perbandingan hujan beberapa tahun

Grafik ini membandingkan hujan tahun berjalan dengan 3 tahun sebelumnya dan menunjukkan bagaimana pola curah hujan dalam tahun berjalan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Estimasi curah hujan dari tahun 2009, 2008, 2007 dan 2006 ditampilkan pada grafik yang sama untuk memudahkan perbandingan. Estimasi Dekadal hujan tahun berjalan (2009) akan ditampilkan sebagai garis hitam tebal. Estimasi air hujan dari 3 tahun lainnya - 2008, 2007 dan 2006 - diberikan dalam garis biru, ungu, dan hijau.

Grafik untuk periode 1 Jan 2007 hingga 20 Maret 2009. Bulan yang ditandai dengan garis merah menunjukkan hujan di bawah rata-rata (seperti Jan-Feb-Maret 2008) dan garis biru menunjukkan hujan di atas rata-rata (seperti Sep-08, dan 08-Nov-09 Feb).

22

Dari grafik ini, dapat dilihat pola-pola berikut ini:

1. Periode curah hujan rendah (musim kemarau) dari Juni sampai September.

2. Curah hujan pada tahun 2006 (warna hijau) tampaknya lebih rendah selama bulan kemarau dibandingkan tahun lainnya.

Curah Hujan Kumulatif 3-12 bulan Grafik ini dapat membantu menentukan bagaimana curah hujan kumulatif saat ini dibandingkan dengan rata-rata kumulatif curah hujan pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan apakah kumulatif curah hujan tahun ini berada di bawah atau di atas rata-rata kumulatif curah hujan seperti yang diberikan oleh garis putus-putus abu-abu. Estimasi curah hujan kumulatif selama periode 12-bulan belakangan ini ditampilkan di sini (garis hitam) bersama-sama dengan rata-rata kumulatif hujan untuk tahun-tahun sebelumnya (2003-2008) (garis titik-titik abu-abu). Garis merah menunjukkan bulan dimana kumulatif hujan berada di bawah rata-rata dan garis biru menunjukkan bulan dimana kumulatif hujan di atas rata-rata.

23

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari grafik adalah: 1. Dari April 08 sampai Oktober 08, diperkirakan curah hujan kumulatif berada di bawah rata-rata, seperti yang ditunjukkan oleh garis merah. 2. Setelah Nov-08, diperkirakan curah hujan kumulatif di atas rata-rata, seperti yang ditunjukkan oleh garis biru.

II. PRAKIRAAN KEJADIAN KEBAKARAN DI KALIMANTAN TENGAH

Dalam bagian sebelumnya, telah diketahui eratnya hubungan anomali hujan dalam menentukan tingkat kejadian kebakaran di Kalimantan Tengah. Bagian ini berfokus pada potensi untuk memprediksi kebakaran pada beberapa bulan ke depan. Jika kita dapat memprediksi perilaku curah hujan di Indonesia, adalh mungkin untuk memperkirakan tingkat resiko kebakaran. Bagian ini membahas sifat-sifat iklim yang penting yang membuat pendekatan ini dapat di jelaskan untuk digunakan dalam mengembangkan ramalan probabilitas dari aktivitas kebakaran di Kalimantan Tengah yang menggunakan suhu permukaan laut (SSTs).

Tujuan Pembelajaran: Untuk mengembangkan pemahaman tentang beberapa konsep iklim terkait prakiraan kebakaran di Kalimantan Tengah dengan menggunakan SST, dan untuk penyusunan tool “Predicting Fire Activity” yang disajikan di IRI Maproom untuk mengkaji risiko kebakaran musiman.

24

A. Konsep Iklim

Apakah ENSO? ENSO merupakan kepanjangan dari dari "El Nino / Southern Oscillation." ENSO meliputi pemanasan dan pendinginan di daerah khatulistiwa dari Samudera Pasifik yang tidak beraturan yang mempengaruhi angin dan hujan tropis. Memahami berbagai fase ENSO (La Nina, Neutral, dan El Nino) adalah penting untuk memahami dan mengantisipasi perubahan pola curah hujan di daerah tropis, khususnya di Indonesia (Gambar 11).

Figure 11: ENSO Basics (http://topex-www.jpl.nasa.gov/education/images/el-nino-skit-fig.jpg)

Mengapa suhu permukaan laut (SST) dan NINO4 penting? ENSO dipantau dengan mengukur suhu samudra, yang juga dikenal sebagai suhu permukaan laut (SST). SSTs di beberapa tempat yang berbeda di Samudera Pasifik sampai bagian sebelah timur Indonesia umumnya digunakan sebagai indikator dari berbagai tahapan ENSO yang berbeda. Satu tempat SST yang dihitung ditunjukkan oleh kotak pada Gambar 12. SSTs yang diukur di daerah ini digunakan untuk menyusun sebuah indeks yang disebut "NINO4." Indeks NINO4 menggunakan April sampai September untuk anomali SST (perbedaan dari rata-rata), yang berkisar dari sekitar -1 ° C (lebih dingin dari rata-rata) dan 1 ° C (lebih hangat daripada rata-rata).

Gambar 12: NINO4

25

Apa saja yang berbeda fase ENSO? Suhu permukaan laut di Pasifik tropis yang berubah dari normal menjadi dingin (termasuk pada NINO4) menyebabkan tahapan Neutral atau La Nina ENSO. SST yang hangat mengakibatkan tahapan ENSO yang disebut El Nino. Apa yang menyebabkan ENSO? ENSO ini disebabkan oleh interaksi antara udara dan Samudera Pasifik. Kondidi Neutral atau kondisi La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut normal atau dingin menyebabkan angin bertiup sangat sangat kencang dan hujan jatuh ke sebelah barat Pasifik, termasuk ke Indonesia. Sementara itu, seperti bak air raksasa, samudra menyesuaikan suhunya, dan air yang lebih dingin dari pusat dan timur Pasifik secara bertahap diganti dengan air hangat di barat Samudera Pasifik. Perubahan cuaca yang menghangat ini menyebabkan kondisi El Nino, karena laju angin melemah dan hujan berpindah ke timur menjauh dari Indonesia. Rantai peristiwa ini terus berlangsung, dan ENSO berputar bolak-balik antara tahapan La Nina dan El Nino. Namun, waktu dan intensitas perputaran ini sangat berbeda dari waktu ke waktu (Gambar 13). Mengapa El Nino menyebabkan kekeringan di Indonesia? Selama tahapan neutral atau La Nina ENSO, hujan turun di Indonesia dan Pasifik Barat (Gambar 11-atas). Selama tahapan El Nino ENSO banyak hujan bergerak ke arah timur, sehingga curah hujan berkurang dan kondisi yang lebih kering terjadi di Indonesia (Gambar 11 - bawah).

26

Gambar 13: Evolusi ENSO Dapatkah ENSO di ramalkan? Di Pasifik tropis, ENSO adalah komponen yang paling mudah di ramalkan dalam suatu sistem iklim. Suhu permukaan laut berubah secara perlahan, sehingga sekali La Nina atau El Nino telah dimulai, adalah mungkin untuk membuat prakiraan musiman untuk beberapa bulan ke depan. Model "Cane Zebiak, yang dibuat oleh dua ilmuwan yang sekarang berada di Columbia University, adalah yang pertama yang berhasil memprediksi El Nino beberapa bulan sebelumnya yaitu selama terjadinya kegiatan El Nino di tahun 1986-1987. Dapatkah prediksi ENSO membantu mengurangi resiko kebakaran hutan di Indonesia? Karena peristiwa El Nino biasanya dimulai pada bulan April sampai Juni, sering mungkin untuk memprediksi curah hujan di Indonesia selama musim kemarau (Juni hingga Oktober untuk Kalimantan), serta untuk memperkirakan saat musim kemarau akan berakhir.

27

B. Menggunakan Suhu Permukaan Laut (SSTs) untuk Prakiraan Kebakaran

1. Pemahaman Data

Gambar 14: Plotting the data Informasi apa yang diperlukan? Berdasarkan pemahaman kami tentang dapamk kuat dari ENSO terhadap curah hujan di Indonesia, kami dapat menggunakan SST dan data hotspot kebakaran untuk membuat sebuah model untuk meramalkan aktivitas kebakaran di musim kemarau mendatang. Kekuatan ramalan model ini berasal dari sifat ENSO dapat teramalkan (begitu suatu kegiatan kebakaran telah dimulai) yang memungkinkan kita untuk menggunakan data NINO4 yang terbaru untuk meramal jumlah kebakaran untuk satu dan dua bulan mendatang. Ramalan kegiatan kebakaran didasarkan pada pemahaman tentang hubungan terdahulu antara hotspot kebakaran denganSSTs, yang kemudian digunakan untuk meramal aktivitas kebakaran di masa yang akan datang. Scatterplot merupakan cara sederhana melihat hubungan ini. Setiap lingkaran di scatterplot (Gambar. 14) merupakan kegiatan hotspot kebakaran selama satu bulan di Kalimantan Tengah yang di set berlawanan dengan nilai SST dari NINO4 dari 2 bulan sebelumnya (yang disebut 2 lag bulan).

28

Apa hubungan antara SST dan titik api? Melihat lokasi pada scatterplot, kita dapat melihat bahwa bulan-bulan yang aktifitas hotspot kebakarannya tinggi biasanya disertai oleh nilai-nilai NINO4 yang lebih tinggi. Nilai NINO4 yang lebih rendah cenderung memiliki aktivitas kebakaran yang lebih rendah. Garis regresi melengkung menggambarkan hubungan nonlinear ini. Perlu diketahui bahwa titik-titik besar yang tersebar berarti bahwa hubungannya tidak sempurna dan "bising", dan ketidakpastian ini harus mencerminkan berbagai kemungkinan. 2. Mebuat Model ramalan Probabilitas Apa yang dimaksud dengan decision matrix? Decision matrix memberikan cara sederhana untuk membuat model prakiraan berdasarkan scatterplot. Untuk membuat decision matrix, scatterplot data dipisahkan menjadi empat kategori, atau kuadran, yang ditentukan oleh nilai-nilai ambang batas untuk NINO4 (garis vertikal) dan jumlah hotspot kebakaran (garis horisontal). Pemilihan berbagai ambang batas untuk menciptakan kuandran (lihat Kotak 3) sangat mungkin. Namun, dalam contoh ini, nilai rata-rata untuk setiap data yang ditetapkan digunakan (median adalah nilai tengah dari serangkaian nilai-nilai yang ditetapkan, namun nilai ini tidak selalu sama dengan mean, atau nilai rata-rata). Dengan cara ini, nilai NINO4 dapat dikategorikan sebagai "tinggi" atau "rendah" didasarkan jika nilai mereka di atas atau di bawah rata-rata dari 0,4. Demikian pula jumlah hotspot kebakaran dikategorikan sebagai"tinggi" atau "rendah," tergantung apakah jumlahnya di atas atau di bawah rata-rata dari 387 hotspot kabakaran. Selanjutnya, kita membuat matriks keputusan dengan melaporkan jumlah titik-titik data (lingkaran) di masing-masing kuadran, dan konversi nilai ini ke persen.

29

Gambar 15: Membuat Model Peramalan Probabilitas

30

Bagaimana decision matrix dapat digunakan sebagai model prakiraan? Berdasarkan decision matrix (Gambar 15), dapat diketahui bahwa apabila nilai NINO4 di atas rata-rata (> 0,4), jumlah hotspot kebakaran juga di atas rata-rata (lebih dari 387 kebakaran) 78% dari waktu (18 kali dari 23 kali). Nilai-nilai tersebut disoroti dalam warna merah muda baik di scatterplot dan matriks keputusan. Bila nilai NINO4 dibawah nilai ambang batas rata-rata yaitu 17 kali dari 22 kali (77% dari waktu) maka jumlah kebakaran juga di bawah rata- rata dari 387. Bagaimana cara menggunakan decision matrix untuk membuat peramalan bernilai peluang? Decision matrix sederhana dapat digunakan untuk membuat prakiraan bernilai peluang tentang kemungkinan kejadian kebakaran selama musim kemarau. Untuk melakukan ini, Anda harus "mencocokkan" nilai NINO4 yang terbaru dengan model peramalan matriks keputusan untuk suatu provinsi tertentu, dan waktu “lead”. Sebagai contoh, mari kita katakan bahwa bulan ini bulan April 2008 dan nilai dari NINO4 =- 0,98. Ini di bawah nilai rata-rata ambang batas dari NINO4 yaitu 0,4. Melihat bahwa matriks keputusan dari kolom NINO4 “rendah” (Gambar 16 - disorot dalam warna biru), dan ketika nilai NINO4 di bawah 0,4, kita dapat melihat bahwa 17 kali dari 22 kali di masa lalu (77% dari waktu) ada “sedikit” jumlah hotspot kebakaran yang terjadi(kurang dari 387 kebakaran) dan 5 kali dari 22 kali di masa lalu (23% dari waktu) ada “besar” jumlah hotspot kebakaran (lebih dari 387 kebakaran). Menggunakan model ini, kita bisa meramalkan bahwa terdapat 77% kesempatan, atau kemungkinan bahwa jumlah hotspot kebakaran akan "rendah" (kurang dari 387 kebakaran) pada bulan Juni 2008 berdasarkan nilai NINO4 yaitu -0,98 di bulan April 2008.

31

Figure 16: Menggunakan model untuk meramal kebakaran

C. Sifat Peluang dari Suatu Prakiraan Apa yang dimaksud dengan prakiraan bernilai peluang?

Kotak 2: Dapatkah saya memilih ambang batas yang berbeda untuk NINO4 atau Jumlah Hotspot kebakaran?

Median yang telah dipilih untuk contoh ini untuk kenyamanan, dan juga karena median dapat mengurangi variabilitas sampel dari perkiraan probabilitas menjadi minimum. Hal ini sangat penting dalam percobaan peramalan ini, karena hanya data dari sembilan (5-bulan) musim yang tersedia. Namun, peramalan dapat "disesuaikan" untuk membuatnya lebih bermanfaat bagi para pengambil keputusan dengan memilih batas ambang kebakaran yang berbeda, misalnya, 1,000 hotspot kebakaran. Perlu diketahui bahwa rata-rata nilai ambang batas dari NINO4 berkesan wajar karena nilai ini dekat dengan nilai yang digunakan untuk menetapkan suatu peristiwa El Nino (anomali SST sebesar 0.5 atau lebih biasanya dapat menggambarkan terjadinya El Niño.

32

Prakiraan bernilai peluang menjelaskan "kesempatan" dari sesuatu yang terjadi, seperti uang logam yang dilempar ke udara memiliki 50% kesempatan untuk mendapatkan sisi depan dan 50% kemungkinan untuk mendapatkan sisi belakang. Ini berbeda dari prakiraan deterministik, yang memprediksi hanya satu nomor atau hasil yang spesifik (hanya memilih depan ATAU belakang dalam undian koin). Pendekatan peluang seringkali lebih bermanfaat daripada mencoba untuk memprediksi satu hasil tertentu yang pasti, dan pendekatan ini memberikan informasi yang lebih bermanfaat kepada para pembuat keputusan. Khususnya, para pengambil keputusan akan mengetahui tingkat ketidakpastian dari peramalan, berdasarkan ketidakpastian dalam pengamatan terdahulu antara hubungan NINO4 dan jumlah hotspot kebakaran.

Gambar 17: Peluang Prakiraan

Apakah peluang prakiraan dalam contoh ini? Pendekatan peluang tidak dapat dengan tepat memperkirakan berapa kebakaran akan terjadi, tetapi hanya dapat menyatakan "kemungkinan" bahwa sifat kebakaran adalah termasuk kategori kebakaran"rendah" (kurang dari 387 kebakaran) atau kategori "tinggi" (lebih dari 387 kebakaran). Dalam hal ini (Gambar 17), kita dapat mengatakan bahwa bulan April 2008 dengan nilai NINO4 -0,98 memungkinkan kita untuk meramal bahwa 77% kemungkinan kategori kebakaran adalah "rendah", NAMUN masih ada 23% kemungkinan bahwa kategori kebakaran dapat menjadi "tinggi." Perhatikan bagaimana probabilitas ini berbeda dari kemungkinan mendapatkan kesempatan 50% seperti yang dilakukan dengan koin. Jika tidak ada hubungan antara NINO4 dan jumlah hotspot kebakaran, kita dapat mengharapkan kesempatan untuk mendapatkan kategori "rendah" sebesar 50 % dan "tinggi" sebesar 50 % untuk setiap kebakaran yang terjadi.’

33

Apakah arti sebenarnya dari 23 % peluang untuk mengalami kebakaran kategori “tinggi” di bulan Juni? Penting untuk memahami nilai peluang sebelum menggunakan informasi untuk pengambilan keputusan. Ini TIDAK berarti bahwa 23% dari provinsi akan mengalami kebakaran, atau 23% dari para peramal memprediksi akan terjadi kebakaran di provinsi ini, atau 23% dari bulan tersebut akan ada kebakaran. Pengertian 23% peluang untuk mengalami kebakaran kategori “tinggi”di bulan Juni adalah untuk bulan-bulan dengan kondisi yang sama dengan Juni, dapat terjadi kebakaran kategori "tinggi" sebanyak 23 dari 100 kali di masa yang akan datang (dan sebaliknya akan ada kebakaran kategori "rendah" sebanyak 77 dari 100 kali di masa yang akan datang). D. Tool “Predicting Fire Activity” IRI telah membangun tool online untuk prakiraan kebakaran. Tool ini dapat diakses di: http://iri.columbia.edu/maproom/fire. Perangkat ini menggunakan data dan model ramalan yang sama tetapi tampilan tampak sedikit berbeda.

Dokumen Ini Alat yang Online

Figure 18: Memahami tampilan pada map room IRI Scatterplot pada tool online menggunakan warna, bukan baris ambang batas yang secara visual membedakan berbagai kategori, atau kuadran data. Scatterplot dan decision matrix yang digunakan ditampilkan berwarna (Gambar 18) untuk membedakan kuadran yang sama. Map room online memiliki pilihan yang interaktif untuk memilih provinsi, lag bulan dan pilihan ambang baik untuk nilai NINO4 maupun nilai kebakaran.

34

Nilai NINO4 yang terbaru secara otomatis diperbarui di situs ini sehingga Anda dapat membuat sendiri ramalan dengan informasi yang paling tersedia saat ini. Langkah-langkah berikut ini akan memandu Anda melalui cara untuk mengakses data indeks NINO4 dan secara interaktif menggunakan ramalan model untuk membuat prakiraan eksperimental anda sendiri.

Mulai di http://iri.columbia.edu/maproom/fire dan klik " Experimental Forecasts of Fire Activity in Central Kalimantan " (sudah dilingkari warna merah diatas) untuk memasukkan “tool page”.

35

Pada bagian atas halaman tool prakiraan, terdapat grafik bulanan nilai indeks NINO4 dari tahun 1998 sampai sekarang. Klik "Akses ke Data" selain grafik untuk mendapatkan data ini.

Pilihan tersebut akan membawa Anda ke data Indeks NINO4 dalam bentuk tabel yang secara otomatis diperbarui setiap informasi

36

bulanan baru telah tersedia. Gulir ke bawah ke bagian bawah tabel ini untuk menemukan nilai Indeks NINO4 yang terbaru (berlingkar merah di atas).

Kembali ke halaman web tool prakiraan (tombol kembali di internet browser) dan scroll down untuk melihat tool untuk meramalkan aktivitas kebakaran. Scatterplot diatas menunjukkan jumlah hotspot bulanan dan lag indeks NINO4. Scatterplot dibagi menjadi empat kuadran yang berkode warna (merah, hijau, biru, dan kuning) dengan menggunakan nilai ambang NINO4 dan hotspot kebakaran. Misalnya, titik-titik data di kuadran merah menunjukkan tempat dimana jumlah hotspot kebakaran yang "besar" bersesuaian dengan nilai Indeks NINO4 yang “tinggi”. Titik-titik data di kuadran kuning menunjukkan bahwa "rendah" jumlah hotspot kebakaran yang “rendah” bersesuaian dengan nilai Indeks NINO4 yang “rendah”. Decision matrix di bawah ini dibuat dengan menambahkan jumlah data di setiap kuadran scatterplot dan mengubah hasilnya ke dalam persen. Pengaturan standar untuk perangkat ini adalah hotspot kebakaran Tengah dan 2 bulan lag dari NINO4 dengan menggunakan median sebagai nilai ambang batas (lihat di bawah). Nilai Ambang batas juga terlihat di dalam legend. Misalnya teks legend di bawah bar merah dibaca "Fire> 387 & NINO4> 0,4" yang menunjukkan bahwa ambang batas median dari hotspot kebarakan = 387 dan

37

ambang batas median dari Indeks NINO4 = 0,4 dan titik-titik data merah jatuh di atas kedua ambang batas ini.

Para pengguna dapat mengubah model ramalan interaktif ini dengan scroll down dan memilih opsi lain dalam menu Propinsi, Ambang batas Kebakaran, Ambang batas NINO4, dan Lag Bulan (lihat gambar di atas). Pilihan-pilihan propinsi termasuk Barat, Selatan, Timur, dan Tengah. Pilihan-pilihan lag bulan untuk satu atau dua bulan telah tersedia, tergantung pada pengguna yang ingin membuat ramalan satu atau dua bulan yang akan datang. Scatterplot dan decision matrix di-update secara otomatis jika ada perubahan yang akan dibuat dengan menggunakan menu pull-down.

Setelah alat ini di siapkan secara interaktif untuk provinsi tertentu, lag waktu, dan ambang batas yang ditentukan oleh pengguna, model ini sekarang dapat digunakan untuk membuat ramalan berdasarkan nilai-nilai terakhir dari Indeks NINO.

38

CONTOH Katakanlah bulan ini adalah April 2008, dan data NINO4 setelah diakses (seperti yang dijelaskan di atas) diketahui nilainya = -0,98 pada bulan ini. Dengan menggunakan alat ini, (dengan pengaturan standar untuk Tengah, 2 bulan lag, dan ambang batas median), kita dapat melihat bahwa nilai NINO4 -0,98 jatuh di bawah ambang NINO4. Oleh karena itu, kita dapat memprakirakan bahwa pada daerah Tengah terdapat 77% peluang, atau peluang terjadinya kebakaran akan "rendah" (kurang dari 387 kebakaran) di bulan Juni 2008 (kuadran kuning). Namun, masih ada 23% peluang terjadinya kebakaran “tinggi” pada bulan Juni 2008 (kuadran biru). Lihat Bagian II B dokumen ini untuk informasi lebih lanjut tentang peramalan dan probabilitas.

39

DAFTAR ISTILAH (A)ATSR (Advanced) Along Track Scanning Radiometer atau Radiometer

pemindai. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di http://www.leos.le.ac.uk/aatsr/

Anomaly Selisih antara nilai rata-rata satu set data yang digunakan untuk menyimpulkan penyimpangan dari kondisi ”normal”. Anomali > 0 berarti nilainya diatas rata-rata, anomali < 0 berarti nilainya dibawah rata-rata.

CMAP NOAA – Climate Prediction Centre (CPC) Merged Analysis (CMAP) adalah kumpulan data curah hujan yang berasal dari setelit, dengan resolusi 2.50. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di: http://www.cdc.noaa.gov/data/gridded/data.cmap.html

CMORPH NOAA-CPC Morphing Technique (CMORPH) merupakan kumpulan data hujan harian yang berasal dari satelit dengan resolusi 0.250. Data ini tersedia mulai tahun 2003. Informasi lebih lanjut dapat dilihat di: http://www.cpc.noaa.gov/products/janowiak/cmorph_description.html

Decision Matrix

Tabel yang digunakan untuk merekam dan menganalisis hubungan variable-variabel berdasarkan kategori. Dapat digunakan sebagai model ramalan probabilistic .

Dekadal Precipitation

Satu bulan terdiri 3 minggu, minggu pertama dan kedua terdiri dari 10 hari (contoh 1-10, 11-20) dan minggu ketiga merupakan sisa dari jumlah hari dari satu bulan tsb. Jumlah hari untuk minggu ketiga bervariasi mulai dari 8-11 hari, tergantung bulannya.

Deterministic Forecast

Prediksi hanya salah satu hasil tanpa sebuah indikasi tingkat keyakinan terhadap prediksi tersebut. Misalkan, pelemparan sebuah koin dengan harapan mendapatkan kepala atau besok akan terjadi hujan sebesar 50 mm).

El Niño Fase “panas” ENSO terjadi setiap 3-7 tahun. Memanasanya daerah timur dan samudera pasifik bagian tengah mengakibatkan kurangnya hujan, kering dan meningkatnya resiko kebakaran di wilayah Indonesia.

El Niño/Southern Oscillation (ENSO)

ENSO merupakan kejadian iklim yang paling gampang terduga di pasifik tropis, menyebabkan pemanasan dan pendinginan yang tidak teratur d sekitar Samudera Pasifik Ekuator yang mempengaruhi pola hujan di daerah tropis terutama Indonesia. http://iri.columbia.edu/climate/ENSO/background/basics.html

Fire Danger Rating System

FDRS adalah sebuah alat yang dibangun oleh Kanada untuk mengestimasi resiko kebakaran berdasarkan penelitian yang panjang terkait dengan kondisi meteorology sampai ke tipe spesifik dari

40

sebuah vegetasi. FDRS dibuat untuk mendapatkan index bahaya kebakaran berdasarkan data iklim (hujan, suhu, kelembaban, dan angin) yang mampu memberikan hasil yang sama untuk daerah-daerah di Kanada. FDRS menyediakan informasi bahaya kebakaran untuk periode pendek (beberapa hari).

Fire Hotspot Pengukuran aktivitas kebakaran oleh satelit berdasarkan

pancaran panas dari api per kilometer persegi yang kemudian dianggap sebagai jumlah titik api.

Gambar diambil dari: http://maps.geog.umd.edu/firms/images/FirePixel.jpg

Hotspot Density

Dihitung dengan membagi jumlah titik panas dan luas area Kalimantan Tengah (153,794.2 km2) dan kemudian dibagi lagi dengan faktor 1000.

La Niña Fase “dingin” dari ENSO melibatkan mendinginnya daerah barat dan samudera pasifik tropis bagian tengah, hal ini mengakibatkan naiknya curah hujan di Indonesia .

Lagged Relationship

Kemampuan prediksi dari model ramalan didasarkan pada perbedaan waktu (1 sampai 2 bulan) antara NINO4 dan data titik panas yang digunakan di scatterplot. Sebagai contoh nilai NINO4 untuk bulan Mei bias digunakan untuk memprediksi jumlah titik panas pada bulan Juli berdasar perbadaan waktunya.

Mean Nilai rata-rata aritmatik dari sebuah kumpulan data. Dihitung dengan menambahkan beberapa set angka secara bersamaan kemudian membaginya dengan jumlah data yang ada.

Median Mendian adalah nilai tengah dari satu set data yang diurutkan dari tinggi-rendah atau sebaliknya. Median merupakan indicator yang lebih baik daripada mean dalam menunjukkan nilai rataan tengah pada sampel yang sedikit.

41

http://www.stat.psu.edu/online/program/stat504/01_overview/02_overview_central.html

MODIS TERRA-Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) adalah data satelit yang digunakan untuk mengidentifikasi titik api, informasi selengkapnya tersedia di: http://modis.gsfc.nasa.gov/

NINO4 Suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature – SST) yang terukur pada wilayah ini hingga wilayah timur Indonesia memberikan prakiraan dengan baik indikasi perubahan pola hujan terkait ENSO. Suhu lautan yang terukur disini digunakan untuk menghitung nilai indeks anomaly SST NINO4 yang kemudian akan digunakan untuk prakiraan kejadian kebakaran di Indonesia pada musim kemarau yang akan dating. http://iri.columbia.edu/climate/ENSO/background/monitoring.html

NOAA-AVHRR

National Oceanographic and Atmosphere Administration (NOAA)-Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) adalah satelit yang datanya dipergunakan untuk membuat prakiraan jumlah titik api kebakaran. Informasi selengkapnya tersedia di: http://noaasis.noaa.gov/NOAASIS/ml/avhrr.html

Probabilistic Forecast

Menjelaskan tentang “peluang” dari terjadinya sesuatu, seperti undian koin yang memiliki peluang 50% muncul bagian depan dan 50% muncul bagian belakang. Sebagai contoh, “peluang 80% akan terjadi hujan besok” berarti bahwa pada kondisi seperti besok, ada 80 hari terjadi hujan dari total 100 hari sample.

Scatter Plot Grafik yang digunakan untuk memvisualisasikan hubungan antara 2 set data (seperti titik api dan SST) berdasarkan variable umum (misalnya waktu)

Sea Surface Temperature (SST)

Ukuran suhu lautan. SST yang terukur di wilayah tropikal Samudera Pasifik seringkali digunakan sebagai indikator untuk menentukan fase ENSO

Threshold lines

Nilai Treshold (ambang batas) sangat menentukan dalam membagi data titik dalam scatterplot menjadi beberapa kategori diskret yang akan menjadi acuan dalam membuat decision matrix/model prakiraan probabilistik. Nilai ambang batas untuk setiap set data dapat diubah sesuai kebutuhan dalam pengambilan keputusan

IRI Data Sumber data yang dapat diakses bebas, disusun oleh tim IRI.

42

Library Pengguna dapat mengakses, menganalisa, memantau peta yang tersedia serta men-download lebih dari 300 set data kebumian dan iklim http://iridl.ldeo.columbia.edu

Climate and Fire Resource Room

Tool interaktif online (dalam bahasa Indonesia dan Inggris) yang dibangun oleh IRI untuk analisa hujan dan prakiraan resiko kebakaran sebagai bagian dari penyusunan Sistem Peringatan dan Respon Dini Kebakaran di Kalimantan Tengah, Indonesia. http://iri.columbia.edu/maproom/fire