63
EVALUASI LAHAN DAN PEWILAYAHAN KOMODITI PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN (Bahan kajian MK. Landuse Planning, smno.pdip.ppsfpub.2013) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut para ahli, usahatani adalah suatu organisasi produksi, petani sebagai pelaksana untuk mengorganisasi tanah (alam), tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian baik yang didasarkan atas pencaharian laba atau tidak. Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua biaya dan alat yang diperlukan, dengan kata lain keberhasilan suatu usahatani berkaitan erat dengan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan. Kemampuan menghasilkan produk pertanian pangan ditentukan oleh berbagai faktor, termasuk biofisik, sosial, ekonomi dan politik. Beberapa faktor bio-fisik penting yang berpengaruh terhadp keberhasilan usahatani adalah sumberdaya lahan dan air, kondisi agroklimat, teknologi pengelolaan tanaman, varietas tanaman yang memberikan respon tinggi terhadap pengelolaan, dan penyediaan sarana produksi. Di dalam sistem pertanian, lahan merupakan alat produksi yang mempunyai peran ganda, yaitu sebagai temapat pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur hara, sumber air, tempat peredaran udara, dan tampat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pengelolaan. Oleh karena itu pengetahuan tentang sifat-sifat dan karakteristik lahan merupakan dasar dari usaha pengembangan komoditi secara intensif. Di samping faktor lahan, pengetahuan tentang kondisi agroklimat juga memegang peranan penting. Beberapa unsur agroklimat seperti suhu, curah hujan , kelembaban, radiasi matahari dan angin, merupakan dasar pertimbangan penting untuk menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dan periode pengusahaannya. Kesalahan dalam menentukan syarat 1

 · Web viewMenurut para ahli, usahatani adalah suatu organisasi produksi, petani sebagai pelaksana untuk mengorganisasi tanah (alam), tenaga kerja dan …

  • Upload
    lamdan

  • View
    222

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

EVALUASI LAHAN DAN PEWILAYAHANKOMODITI PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN

KEHUTANAN(Bahan kajian MK. Landuse Planning, smno.pdip.ppsfpub.2013)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut para ahli, usahatani adalah suatu organisasi produksi, petani sebagai pelaksana untuk mengorganisasi tanah (alam), tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian baik yang didasarkan atas pencaharian laba atau tidak. Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua biaya dan alat yang diperlukan, dengan kata lain keberhasilan suatu usahatani berkaitan erat dengan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan. Kemampuan menghasilkan produk pertanian pangan ditentukan oleh berba-gai faktor, termasuk biofisik, sosial, ekonomi dan politik. Beberapa faktor bio-fisik penting yang berpengaruh terhadp keberhasilan usahatani adalah sumberdaya lahan dan air, kondisi agroklimat, teknologi pengelolaan tanaman, varietas tanaman yang memberikan respon tinggi terhadap pengelolaan, dan penyediaan sarana produksi.

Di dalam sistem pertanian, lahan merupakan alat produksi yang mempunyai peran ganda, yaitu sebagai temapat pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur hara, sumber air, tempat peredaran udara, dan tampat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pengelolaan. Oleh karena itu pengetahuan tentang sifat-sifat dan karakteristik lahan merupakan dasar dari usaha pengembangan komoditi secara intensif. Di samping faktor lahan, pengetahuan tentang kondisi agroklimat juga memegang peranan penting. Beberapa unsur agroklimat seperti suhu, curah hujan , kelembaban, radiasi matahari dan angin, merupakan dasar pertimbangan penting untuk menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dan periode pengusahaannya. Kesalahan dalam menentukan syarat iklim bagi tanaman akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak normal, sehingga produktivitasnya akan jauh menyimpang dari potensi sebenarnya.

Terbatasnya sumberdaya alam yang berpotensi mendukung program pengembangan pertanian merupakan salah satu kendala yang harus diha-dapi. Kondisi ini akan dapat teratasi dengan tersedianya sumberdaya manusia yang handal. Perlu disadari bahwa kondisi lahan yang produktif terus berkurang. Hal ini dikarenakan berkembangnya sektor industri non pertanian, sehingga mendesak lahan yang ada. Ini terutama nampak sekali di daerah perkotaan. Dengan demikian, keber-hasilan pengembangan pertanian akan tergantung pada sumberdaya manusia yang mampu mengelola dan memanipulasi sumberdaya alam yang kurang produktif menjadi lebih baik. Usaha ini dapat dilakukan misalnya dengan cara

1

mendapatkan teknologi budidaya yang tepat, penyediaan varietas unggul, manajemen lahan dan air.

Keterlibatan sumberdaya manusia tidak hanya sebatas meningkatkan produktivitas lahan saja, namun juga sampai pada peningkatan nilai tambah dari suatu produk yang telah dihasilkan. Hal ini dapat ditempuh melalui perbaikan kualitas produksi, pengolahan produk mentah menjadi bahan siap dikonsumsi serta menejemen pemasaran yang menjamin stabilitas harga.

Dalam berusahatani terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengusahakan komoditi pada lahan yang dimilikinya. Faktor ekonomi meliputi penguasaan modal, harapan keuntungan yang lebih besar dari usahatani yang akan dipilih jika dibandingkan dengan bentuk usahatani lainnya, umur tanaman, kestabilan hasil produksi, mudah tidaknya hasil tersebut dijual sewaktu-waktu. Faktor teknis di antaranya adalah kualitas dan luas lahan yang dimiliki, ketahanan komoditas terhadap hama dan penyakit, potensi produksi, tingkat adaptasi dan kesesuaian dengan iklim. Faktor sosial meliputi tradisi dan kebiasaan yang telah berlangsung lama, usahatani tetangga, ketersediaan tenaga kerja, kepentingan petani dan keluarganya, tingkat pendidikan dan sebagainya.

Dalam pelaksanaan proses produksi pada suatu usahatani, petani dihadapkan pada masalah keterbatasan faktor produksi, baik kualitas maupun kuantitas. Dengan demikian petani harus pandai memilih dan mengkoordinasikan jenis-jenis tanaman yang menguntungkan serta meng-kombinasikan faktor produksi yang ada sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang maksimal (Adiwilaga, 1973). Menurut Mubyarto (l977), petani di Indonesia sudah berfikir dan bertindak secara rasional dan selalu ingin berusaha meningkatkan pendapatannya setiap ada kesempatan. Petani selalu menanam jenis tanaman yang kira-kira dapat menjadi sumber kenaikan pendapatan. Meskipun demikian umumnya masih lambat dalam menyerap teknologi. Hal ini antara lain dikarenakan pengetahuan petani yang terbatas.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pendekatan dalam perencanaan pengembangan produksi pertanian sudah seharusnya berorientasi kepada "resources base" yang berarti bahwa kedudukan sumberdaya alam di suatu wilayah merupakan titik sentral perencanaan dan pelaksanaan. Sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan evaluasi terhadap keberadaaan suatu wilayah yang diperlukan dalam penentuan prioritas lokasi dan komoditas berdasarkan sebaran daerah produksi suatu komoditas dalam suatu kurun waktu tertentu, agroklimat dan klasifikasi tanah di suatu daerah, keadaan sekarang dan potensi pasar suatu komoditas.

1.2. TujuanMelakukan pemetaan, evaluasi lahan dan pewilayahan komoditi

tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan di wilayah Kebupaten.

II. PEWILAYAHAN KOMODITAS TANAMAN

2

2.1. Prinsip Pewilayahan Komoditas

Dinamika pembangunan pertanian hingga saat ini telah membuktikan bahwa kebutuhan sumberdaya ekonomi semakin banyak dan senantiasa menghadapi berbagai kendala yang semakin serius, terutama ketersediaan sumberdaya lahan yang layak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan pentajaman prioritas pemanfaatan sumber-daya lahan dan sekaligus pengetatan pengawasan konversi lahan. Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah Tata Guna Lahan. Kebijakan umum ini telah berupaya membatasi penggunaan lahan sesuai dengan kapabilitasnya. Namun demikian kebijakan umum ini masih harus didukung dengan kebijakan-kebijakan yang lebih rinci di setiap kawasan penggunaan lahan pertanian.

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan konsepsi Pewilayahan Komoditas untuk mendukung kebijakan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan secara lebih luas lagi untuk lebih memantapkan pendekatan pewilayahan pembangungan pada umumnya. Pada hake-katnya konsepsi pewilayahan komoditi ini ingin membatasi upaya pengembangan suatu komoditi pertanian pada lokasi yang memenuhi persyaratan agroekologis, memenuhi kelayakan agroekonomi dan agro-sosio-teknologi, aksesibilitas lokasi memadai, dan diseconomic-externality yang ditimbulkannya dapat dikendalikan.

Persesuaian syarat agroekologis menjadi landasan pokok dalam pengembangan komoditi. Penyimpangan dari persyaratan ini bukan hanya akan menimbulkan kerugian finansial dan ekonomi, tetapi juga akan mengakibatkan biaya-sosial yang berupa degradasi dan kemerosotan kualitas sumberdaya lahan (Brinkman dan Smyth, 1973; Siderus, 1986). Di lokasi-lokasi tertentu, seperti lahan kering di bagian hulu DAS, biaya sosial tersebut bisa bersifat internal seperti kemunculan tanah-tanah kritis dan bersifat eksternal seperti sedimentasi di berbagai fasilitas perairan (Young, 1986; Hernandez, 1986), serta merosotnya kualitas perairan di daerah bawahnya (Soemarno, 1989). Atas dasar inilah maka evaluasi kesesuaian agroekologis merupakan bottle neck dalam kerangka metodologi pewilayahan komoditi. Beberapa metode dan prosedur dapat digunakan untuk kepentingan ini ( FAO, 1976; Wood dan Dent, 1983; Flach, 1986; Purnell, 1986; dan Stocking, 1986).

Evaluasi kesesuaian komoditi secara agroekologis dilakukan pada satuan analisis sistem-lahan dengan melibatkan berbagai jenis komoditi. Dengan demikian suatu wilayah akan terbagi ke dalam sejumlah sistem-lahan dan setiap sistem-lahan dimungkinkan adanya beberapa komoditi yang sesuai. Penyusunan skala prioritas bagi pengembangan sistem-lahan dapat dilakukan berdasarkan pertim-bangan location-value yang merupakan fungsi dari tingkat aksesibilitasnya. Sedangkan prioritas komoditi dapat disusun berda-sarkan keunggulan komparatif dan daya dukung agro-sosio-teknologinya.

Dalam kebijakan pembangunan pertanian secara nasional dan re-gional, pendekatan pengembangan wilahay tersebut dijabarkan dalam bentuk Kebijakan Pewilayahan Komoditas. Pewilayahan komoditas ini dianggap menjadi suatu sarana yang sangat penting dalam mengamankan produktivitas komoditi strategis, mengingat semakin besarnya intensitas

3

persaingan antar komoditas dan persaingan antar sektor pembangunan. Persaingan-persaingan ini pada akhirnya akan terjelma kepada tingginya tekanan atas lahan dan tingginya laju konversi penggunaan lahan. Hal ini selanjutnya akan berdampak sangat luas, baik terhadap pengembangan komoditas itu sendiri maupun terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan kualitas lingkungan hidup secara luas.

2.2. Pendekatan Agribisnis Sistem usaha pertanian yang mengintegrasikan faktor produksi lahan,

tenagakerja, modal dan teknologi/manajemen sangat dipengaruhi oleh kondisi spesifik wilayah, yang mencakup bio-fisik, ekonomi, dan sosial. Sektor pertanian hingga saat ini masih diartikan sebagai "sistem usaha pertanian" yang sangat berkaitan erat dengan sistem lainnya seperti industri hulu, industri hilir, pemasraan/perdagangan dan permin-taan datri konsumen. Keseluruhan aspek-aspek ini terintegrasi dalam pengertian makna yang luas lazim disebut "Sistem Agribisnis" . Keseluruhan sistem yang berkaitan dengan sektor pertanian tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya, kelembagaan, dan kebijaksanaan pembangunan pertanian.

Dari keseluruhan sistem agribisnis seperti yang di-abstraksikan di atas, dapat diambil beberapa aspek atau bidang kajian epenting, yaitu:

(a). Sistem Agribisnis dan Perdagangan/pemasaran(b). Sumberdaya manusia dan kelembagaan(c). Pengelolaan sumberdaya alam(d). Sistem usaha pertanian (atau usahatani)(e). Pengembangan agroindustri(f). Rintisan dan pengembangan produk.Istilah "agribisnis" telah menjadi semakin populer, berbagai macam

pengertian dan pemahaman tentang istilah ini telah berkembang. Ada yang mengartikan agribisnis sebagai kegiatan agroindustri, khususnya industri yang menghasilkan bahan-bahan dan peralatan pertanian atau industri hulu. Ada pula yang mengartikannya sebagai kegiatan agroindustri hulu dan hilir. Agroindustri hilir adalah industri yang mengolah hasil pertanian menjadi hasil final yang bisa langsung dikonsumsi oleh manusia. Ada yang mengartikan "agribisnis" sebagai agroindustri hulu, agroindustri hilir, distribusi dan kegia-tan produksi pertanian (farming). Akhirnya ada pula yang mengartikan "agribisnis" secara lebih luas lagi, ditambah dengan kegiatan /usaha pendukungnya.

Dari asal katanya, "agribisnis" terdiri dari dua suku kata, yaitu "agri" (agriculture = pertanian) dan "bisnis" (business = usaha komersial). Oleh karena itu, agribisnis adalah kegiatan bisnis yang berbasis pertanian. Sebagai konsep, agribisnis dapat diartikan sebagai jumlah semua kegiatan-kegiatan yang berkecipung dalam industri dan distribusi alat-alat maupun bahan-bahan untuk pertanian, kegiatan produksi komoditas pertanian, pengolahan, penyimpanan dan distribusi komoditas pertanian atau barang-barang yang dihasilkannya (Davis dan Golberg, 1957). Menurut Snodgrass dan Wallace (1974), kegiatan agribisnis tersebut merupakan kegiatan pertanian yang kompleks sebagai akibat dari pertanian yang semakin

4

modern. Pertanian meliputi perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Agribisnis dapat memfokuskan kegiatannya pada satu segmen dari keseluruhan industri atau keseluruhan kegiatan secara terintegrasi. Agribisnis dapat berupa perusahaan besar seperti perkebunan besar, pabrik pupuk, pabrik pestisida, pabrik minyak, pabrik susu, perusahaan perikanan, dan lainnya. Selain itu juga dapat berupa perusahaan kecil, seperti perkebunan rakyat, nelayan, petani, pedagang (bakul), peternak, dan lainnya. Menurut Balbin dan Clemente (1986), pengertian agribisnis dapat diperluas mencakup pemerintah, pasar, asosiasi perdagangan, koperasi, lembaga keuangan, sekelompok pendidik dan lembaga lain yang mempengaruhi dan mengarahkan bermacam-macam tingkatan arus komoditas. Halcrow (1981) mengartikan agribisnis hanya meliputi kegiatan industri jasa dan material untuk usahatani (produksi pertanian) dan industri pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian. William dan Karen (1985) mengartikan agribisnis sebagai perusahaan besar (profit company) yang berbeda dengan petani kecil. Ciri-ciri agribisnis adalah merupakan suatu industri yang kompleks dan berstruktur vertikal, setiap komponen secara terpisah independen tetapi dalam arti yang luas saling tergantung membentuk sebuah sistem komoditas. Oleh karena itu peng ambilan keputusan yang baik memerlukan pengertian tentang keseluruhan struktur industri dan harus mampu memahami titik sentral dari berbagai bagian yang relevan dari berbagai bagian sistem struktural. Kelangsungan hidup industri komoditas dapat dilacak dari kelangsungan hidup perusahaan yang membentuk industri tersebut. Agribisnis berorientasi pasar.

Sektor pertanian sebagai sektor primer mempunyai kaitan ke belakang dan ke depan yang luas. Gabungan sektor pertanian dan sektor lainnya tersebut merupakan sektor agribisnis. Untuk meningkatkan peranan sektor pertanian, yang perlu diperhatikan adalah sektor agribisnis dalam arti luas. Termasuk kegiatan industri sarana produksi pertanian, industri mesin dan peralatan pertanian , lembaga keuangan, koperasi dan sektor lainnya.

Berdasarkan keterangan di atas, "agribisnis" secara luas dapat dipandang sebagai "bisnis" yang berbasis pertanian. Secara struktural usaha bisnis ini terdiri atas tiga sektor yang saling bergantung, yaitu (i) sektor masukan, yang ditangani oleh berbagai industri hulu yang memasok bahan masukan kepada sektor pertanian , (ii) sektor produksi (farm), yang ditangani oleh berbagai jenis usahatani yang menghasilkan produk-produk bio-ekonomik, dan (iii) sektor keluaran, yang ditangani oleh berbagai industri hilir yang mengubah hasil usahatani menjadi produk konsumsi awetan/olahan dan yang menyalurkan produk ini melalui sistem pemasaran kepada konsumen.

Dengan demikian "agribisnis" meliputi seluruh sektor yang terlibat dalam pengadaan bahan masukan /input usahatani; terlibat dalam proses produksi bio-ekonomik; menangani pemrosesan hasil-hasil usahatani; penyebaran, dan penjualan produk-produk pemrosesan tersebut kepada konsumen. Dalam kaitannya dengan komoditas di suatu wilayah , sebagian besar aktivitas ekonomi dapat dilakukan oleh petani dan penduduk pedesaan dengan skala ekonomi yang berbeda-beda.

2.3. Evaluasi Kesesuaian Sumberdaya Lahan

5

Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu.

Tipe penggunaan lahan ("major kind of land use") adalah golongan utama dari penggunaan lahan pedesaan, seperti lahan pertanian tadah hujan, lahan pertanian irigasi, lahan hutan, atau lahan untuk rekreasi. Tipe pemanfaatan lahan ("land utilization type, LUT") adalah suatu macam penggunaan lahan yang didefinisikan secara lebih rinci dan detail dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan. Suatu LUT terdiri atas seperangkat spesifikasi teknis dalam konteks tatanan fisik, ekonomi dan sosial yang tertentu. Beberapa atribut utama dari LUT a.l. adalah:

(1). Produk, termasuk barang (tanaman, ternak, kayu), jasa (misalnya. fasilitas rekreasi), atau benefit lain (misalnya cagar alam, suaka alam)

(2). Orientasi pasar, subsisten atau komersial(3). Intensitas penggunaan kapital(4). Intensitas penggunaan tenagakerja(5). Sumber tenaga (manusia, ternak, mesin dengan menggunakan

bahan bakar tertentu)(6). Pengetahuan teknis dan perilaku pengguna lahan(7). Teknologi yang digunakan (peralatan dan mesin, pupuk, ternak,

metode penebangan, dll)(8). Infrastruktur penunjang(9). Penguasaan dan pemilikan lahan(10).Tingkat pendapatan.

"Karakterisik lahan" merupakan atribut lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Misalnya kemiringan, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, biomasa vegetasi, dll. Sedangkan "Kualitas lahan" adalah kompleks atribut lahan yang mempunyai peranan spesifik dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Contohnya ketersediaan air, resistensi erosi, bahaya banjir, dan aksesibilitas. "Kriteria diagnostik" adalah suatu peubah yang mem-punyai pengaruh tertentu terhadap hasil (atau input yang diperlukan ) pada penggunaan tertentu, dan peubah ini juga berfungsi sebagai dasar untuk menilai kesesuaian suatu bidang lahan bagi penggunaan tersebut. Peubah ini bisa berupa kualitas lahan, karakteristik lahan, atau fungsi dari beberapa karakteristik lahan.

Beberapa macam kualitas lahan yang berhubungan dengan per- tumbuhan dan produktivitas tanaman adalah (i) hasil tanaman, (ii) ketersediaan air, (iii) ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zone perakaran, (v) kondisi bagi per-kecambahan, (vi) kemudahan pengolahan, (vii) salinitas atau alkalinityas, (viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir, (xi) rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.

Beberapa kualitas lahan yang berhubungan dengan produktivitas hutan adalah (i) bahaya kebakaran, (ii) hama dan penyakit, (iii) faktor lokasi yang mempengaruhi perkembangan tanaman muda, (iv) tipe dan jumlah jenis

6

kayu indigenous. Dalam konteks evaluasi sumberdaya lahan dikenal ada dua macam istilah, yaitu "kapabilitas" (kemampuan) lahan dan "suitabilitas" (kesesuaian) lahan. Kemam puan lahan dianggap sebagai kapasitas inherent dari sumberdaya lahan untuk mendu kung penggunaannya secara umum; sedangkan kesesuaian lahan mencerminkan kesesuaian bidang lahan bagi penggunaan yang spesifik. Pendapat lain menyatakan bahwa kemampuan lahan lebih mengarah kepada aspek konservasi, sedangkan kesesuaian lahan lebih mengarah kepada produktivitas.

Khusus dalam hubungannya dengan aktivitas pembangunan dalam sektor pertanian dikenal istilah "penggunaan lahan pertanian" dan "evaluasi lahan pertanian" yang melibatkan berbagai macam kegiatan. Dalam hubungan ini, kesesuaian lahan juga bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi penggunaan tertentu. Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan oleh hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input yang berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dengan demikian ada dua macam klasifikasi kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian potensial.

2.3.1. Evaluasi Sumberdaya Lahan Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam

rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usahatani. Evaluasi lahan ini mesuplai petani dengan hasil-hasil inventarisasi yang memberinya informasi secara tepat dan akurat tentang apa yang telah dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang diperlukan. Ter-masuk ke dalam inventarisasi tersebut adalah penelitian dan penilaian tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah lapisan bawah, kedalaman solum dan subsoil, warna tanah lapisan atas, struktur tanah, keadaan batu-batuan, mudahnya diolah, perme-abilitas subsoil, drainase permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, bahaya erosi bila tanah diolah, faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan kelas lahan, dan kelas kapabilitas lahan. Disamping itu, semua tanah-tanah pertanian juga diuji kesuburan, reaksi tanah, dan kondisi alkalinitas/ salini tasnya.

2.3.2. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kerangka Klasifikasi menurut Metoda FAO (1976)

"Kesesuaian lahan" adalah keadaan tingkat kecocokan dari sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu bidang lahan ini dapat berbeda-beda tergantung pada tataguna lahan yang diinginkan. Metode FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri dari empat kategori, yaitu:1. Order : keadaan kesesuaian secara global 2. Kelas : keadaan tingkatan kesesuaian dalam order 3. Sub-Kelas : keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis

pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan.

7

4. Unit : keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

2.3.3. Kesesuaian Lahan untuk Padi sawahUntuk penilaian kesesuaian lahan tanaman padi sawah ini digunakan

modifikasi dari sistem Steele dan Robinson (1972). Pada sistem ini aslinya dikenal lima kelas :

P-I : Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah P-II : Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah P-III : Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah P-IV : Lahan kurang sesuai untuk tanaman padi sawah P-V : Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawah.

Untuk menyesuaikan dengan kerangka pada metode FAO (1975), korelasinya adalah sbb:

Kelas P-I menjadi kelas S1. Kelas P-II menjadi Kelas S2 Kelas P-III menjadi Kelas S3 Kelas P-IV menjadi Kelas N1 Kelas P-V menjadi Kelas N2.

Sebagai pedoman dalam penilaian ditambahkan kriteria kuantitatif dari besaran faktor pembatas kesuburan.

1. Kesesuaian pada tingkat kelasPedoman pengelompokkan menjadi kelas kesesuaian lahan untuk

tanaman padi sawah mengikuti kriteria berikut ini.

(1). Kelas S1 : Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah. Pada umumnya lahan ini sedikit sekali pembatasnya dengan sifat-sifat

mempunyai kedalaman efektif 75 cm, teksturnya lebih halus dari berlempung halus (fine loamy), permeabilitas lambat, hampir datar dan drainase agak terhambat hingga terhambat. Mempunyai tingkat kesuburan tanah sangat tinggi atau sedang dan tidak mempunyai atau mengandung kadar garam atau bahan-bahan beracun dalam jumlah yang membahayakan . Air mudah ditahan pada tanah-tanah ini dengan alat pengontrol air yang biasa dipakai. Air irigasi cukup, paling tidak untuk satu kali tanam selama setahun tanpa adanya resiko kerusakan oleh kekeringan atau banjir.

(2). Kelas S2: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawahPembatas adalah kecil dan termasuk satu atau lebih dari pembatas-

pembatas berikut ini: 1. Kedalaman efektif 50-75 cm2. Sebaran besar butir berliat, berlempung halus atau berdebu halus3. Permeabilitas 0.5 - 2.0 cm/jam4. Tingkat kesuburan tanah rendah

8

5. Salinitas 1500-2500 mmhos/cm6. Reaksi tanah yang sedikit membatasi produksi (pH pada lapisan 0-30 cm

adalah 4.5-5.0 atau 7.5-8.0)7. Kemiringan 1-3%8. Sedikit berkerikil yang menghambat pertumbuhan tanaman9. Kadang-kadang ada sedikit kekurangan air10.Kadang-kadang ada kerusakan sedang yang disebabkan oleh

banjir/genangan

Air pada lahan ini dapat ditahan di tempat tanpa kesulitan. Air irigasi cukup tersdia untuk satu kali tanam dalam setahun. Dapat mengalami sedikit /sebentar menderita kekurangan air tanah tetapi produksi tidak begitu banyak berpengaruh oleh adanya kekeringan. Kadar hara dapat menjadi faktor pembatas akan tetapi biasanya masih dapat diatasi dengan pemupukan.

(3). Kelas S3: Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah. Lahan ini mempunyai satu atau lebih dari pembataspembatas berikut:

1. Kedalaman efektif 25-50 cm2. Permeabilitas 2.0 - 6.5 cm/jam3. Tingkat kemasaman yang ekstrim (pH lapisan 0.30 cm adalah 4.0-4.5)4. Sebaran besar butir (tekstur) berdebu kasar dan berlempung kasar5. Lereng 3-5%6. 50-80% wilayah rata tanpa mikro relief7. Sedikit berkerikil dan berbatu8. Resiko sedang dalam periode < 4 tahun, dalam 10 tahun yang

disebabkan oleh sedikit kekurangan air9. Drainase sangat terhambat atau sedang10. Sedang (tapi sering) kerusakan oleh banjir/genangan sewaktu-waktu

kerusakan bisa menjadi hebat.

Perlengkapan dan fasilitas pengendali air mungkin diperlukan untuk menahan air. Air irigasi cukup tersedia untuk satu kali tanam pada kebanyakan tahun, tetapi periode kering dapat menyebabkan kerusakan sedang pada tanah yang mempunyai kapasitas memegang air rendah. Dalam beberapa hal pemupukan diperlukan untuk mempertinggi hasil tanaman.

(4). Kelas N1: Lahan tidak sesuai pada saat ini.Lahan mempunyai pembatas satu atau lebih dari faktor-faktor berikut

ini:1. Kedalaman efektif 10-25 cm2. Sebaran besar butir (tekstur) berskeletal3. Permeabilitas 6.5-25 cm/jam4. Kesuburan tanah sangat rendah5. Reaksi tanah pada kedalaman 0-30 cm adalah 3.5-4.0 atau 8.0-8.56. Salinitas 2500-4000 mmhos/cm 7. Kemiringan 5-8%

9

8. Relief mikro: 40-50% pada wilayah datar9. Adanya resiko yang serius disebabkan oleh adanya kekurangan air10. Drainase cepat11. Banjir/genangan sering terjadi dan membahayakan

(5). Kelas N2: Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawahLahan mempunyai banyak pembatas yang sukar diatasi, sehingga

membuatnya tidak sesuai untuk tanaman padi sawah. Pembatasnya termasuk lereng terjal, dan keadaan topografi yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkan atau menahan air, kedalaman efektif dangkal sekali dan sangat berbatu, teksturnya berpasir dan berskeletal, permeabilitas sangat cepat, salinitas tinggi dan bahay banjir/genangan yang sangat membahayakan. Kebanyakan lahan-lahan dari kelas ini pada daerah tinggi atau bergunung. Lahan ini mungkin sesuai untuk padangrumput atau hutan.

2. Kesesuaian pada tingkat subkelas Kelas kesesuaian untuk tanaman padi sawah juga dapat dirinci lagi

menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatasnya. Faktor yang biasa menjadi pembatas dalam subkelas pada lahan untuk tanaman padi sawah ialah:s : Pembatas pada zone perakaran (kedalaman efektif, tekstur,

permeabilitas dan adanya batu)n : kesuburan tanahm : Kekurangan air untuk tumbuhnya tanaman. Ini dapat disebabkan oleh

sumber airnya, yaitu hujan, sungai dan air lainnya yang tidak cukup pada periode pertumbuhan tanaman

f : Banjir/genangan (frekuensi dan lamanya), kedalaman air genangan dan kecepat-an air harus dipertimbangkan dalam penentuan pembatas ini.

t : Pembatas topografi berupa lereng yang persentase kemiringannya tinggi (> 5%) dan ke-tinggian tempat lebih dari 750 m dpl, serta adanya mikro relief yang nyata yang membatasi pertumbuhan tanaman. Keadaan topografi seperti ini tidak memungkinkan untuk mengum-pulkan air tanpa masukan (input) yang tinggi dan sulitnya penggunaan alat-alat mekanis.

x: Salinitas atau alkalinitas, pembatas ini berupa kandungan garam yang tinggi sehingga mem-batasi pertumbuhan tanaman.

a : Reaksi tanah. Lahan mempunyai kemasaman yang tinggi atau yang rendah yang sukar diatasi.

2.3.4. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Lahan Kering

Pada dasarnya digunakan metode yang dikemukakan oleh Robinson dan Soepraptohardjo (1975) dalam " A Proposed Land Capability Appraisal System for Agricultural Use in Indonesia".

1. Kesesuaian lahan pada tingkat kelas Pedoman untuk mengelompokkan ke dalam kelas kesesuaian lahan

tanaman pangan dan tanaman tahunan dapat mengikuti tabel kriterianya masing-masing.

10

2. Kesesuaian lahan pada tingkat subkelasBeberapa jenis pembatas baik untuk tanaman pangan maupun

tanaman tahunan pada lahan kering yang merupakan kriteria subkelasnya adalah:s : Pembatas pada zone perakaran, berupa kedalaman efektifnya kurang,

teksturnya agak kasar hingga sangat kasar, kapasitas memegang air rendah dan berbatu.

n : kesuburan tanah, tingkat kesuburan sangat rendah dan susah untuk diatasi.

a : reaksi tanah, yaitu reaksi tanah yang sangat ma-sam dan susah untuk diatasi

x : salinitas dan alkalinitas, yaitu kandungan garam yang tinggi dan akan dapat mempengaruhi tanaman.

d : kelas drainase alamiah, yaitu berupa kelebihan air yang disebabkan oleh muka air tanah (water table) yang tinggi, permeabilitas lambat, atau aliran permukaan yang lambat atau kombinasi ketiganya.

f : banjir, dalam menentukan bahaya banjir ini harus diperhatikan frekuensi, lama, dalam, kecepatan air dan juga kemungkinan masuknya air asin dari laut.

e : erosi, ketahanan terhadap erosi, tingkat kerusakan erosi terdahulu dan besarnya persentase lereng adalah faktor yang perlu diperhatikan

t : relief, harus diperhatikan persentase lereng dan atau relief mikro.r : tipe hujan; jumlah curah hujan setiap tahun dan distribusinya karena

mempengaruhi upaya-upaya pemeliharaan tanaman.

Land evaluation for PLUTs -with carbon sequestration criteria

This procedure is one of the central components of the overall methodological framework shown in Figure 20. The land evaluation process follows the methodological framework proposed by FAO (1986) and adopted almost globally as the standard method for land evaluation for rainfed and irrigated agriculture. Land evaluation is crucial to ensure that PLUTs are suitable for the area by meeting the biophysical characteristics and qualities of the local environment, in addition to having high CSP.The procedural stages for evaluating the suitability of PLUTs are standard practice in land evaluation. Figure 21 illustrates the stages in land suitability assessment incorporating criteria for carbon sequestration. The key aspects of the procedures in land suitability assessment can be consulted in FAO (1986). Such procedures, some of which are charted in following figure.

11

Land suitability assessment for PLUTs,including carbon sequestration potential. Sumber: http://www.fao.org/docrep/007/y5490e/y5490e0m.jpg

The initial step in the land suitability assessment involves the compilation of a preliminary list of PLUT by climate suitability (temperature, radiation and soil moisture regimes) and photosynthetic pathway. This starts with the identification and compilation of a list of plant species that are actually grown or can be found in the area of study that meet two requirements: (i) there are official records or anecdotal evidence indicating that they have adapted to, and have been grown in the area of study; and (ii) such species possess advantageous photosynthetic characteristics, particularly as they relate to CO2 assimilation efficiency, including variations under different management and growing periods in the study area.Of particular interest are certain agricultural, agroforestry or forestry species that: (i) can accumulate biomass rapidly; (ii) are well adapted climatically, in addition to producing food, fibre and fodder for the local populations; and (iii) are economically viable. Two types of databases and knowledge bases need to be examined:

crop requirements databases. The adaptability requirements to climate and soil.

physiological and phenological databases for selection of crops, trees and grass species based on photosynthetic pathway (efficiency).

Each species has different photosynthetic pathways, which determine the speed of biomass accumulation. The types of plant species of interest, according to their photosynthetic efficiency and speed of biomass accumulation, are groups C4 (typically, 70-100 mg CO2/dm2/h; Group III and IV crops) and C3 (40-50 mg CO2/dm2/h; Group II and V crops). Photosynthetic efficiency refers to the net speed of CO2

12

interchange in saturation by light, and to the terminal velocity of growth (accumulated biomass) of each plant species.

13

Tabel 1. Pedoman kriteria pengelompokkan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman pangan lahan kering

Faktor yang dipakai dalam mengevaluasi kelas kesesuaian

Sim-bol

Kelas kesesuaian lahan

S1 S2 S3 N1 N21. Kedalaman efektif

> 75 cm > 50 > 25 > 10 lainnya

2. Tekstur zone perakaran*)

s (a) (b) (c) (d) (e)

3. Pori air tersedia Tinggi Tinggi-sedang

Tg-rendah

Tg-rendah

Tg-sngt rendah

4. Kesuburan tanah**)

n ST - Sd ST - Rd ST - SR ST - SR ST - SR

5. Reaksi tanah a pH 5.0-7.0

4.5-8.0 4.0-8.0 pH<4.0 pH<3.0 - >8.0

6. Salinitas tanah DHL x 103 (mmhos/cm)

x <1.5 <2.5 <4.0 >4.0 Lainnya

7. Kelas drainase d sedang/ Sedang/baik

Agak cepat-

Cepat - Sangat cepat

baik agak terhambat

Sngt terhambat

Sngt terhambat

8. Kerusakan banjir f Jarang: < 1 x dalam 10 tahun

Kerusakan sedang kadang-kadang <3 x dlm 10 th

Kerusakan sedang mungkin - sering: < 4 xdalam 10 th

Sering terjadi kerusakan serius; memerlukan pengaturan air

Jarang sampai sering kerusakan yang serius

9. Erosi e Tdk ada /sedikit

Sedang Berat Sangat berat

Sangat berat

10. Lereng/relief mikro

t <3% /relief mikro

Relief mikro < 8% sedikit

Relief mikro <8% sedang

<15% banyak

Diperlukan pera taan/teras >15% lerengkompleks

11. Tipe Hujan; Oldeman et al.

r A1; A2 A;B1;B2;B3

A;B;C;D1;D2

A;B;C;D;E1;E2

A;B;C;D;E.

Keterangan: *) tekstur tanah pada zone perakaran: (a) Berliat, berlempung halus, berdebu halus (b) Berliat, berlempung halus, berdebu halus (c) Berliat, berlempung halus dan kasar, berdebu halus dan kasar (d) Berliat, berlempung halus dan kasar, berdebu halus dan kasar, berskeletal (e) ............................. " ............................, berpasir dan berskeletal

14

**) penilaian kesuburan tanah seperti penjelasan di atas.

Tabel 2. Pedoman kriteria pengelompokkan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan lahan kering

Faktor yang dipakai dalam

Sim-

Kelas kesesuaian lahan

mengevaluasi kelas kesesuaian

bol S1 S2 S3 N1 N2

1. Kedalaman efektif >100 cm > 75 > 50 > 25 lainnya 2. Tekstur zone perakaran*)

s (a) (b) (c) (d) (e)

3. Pori air tersedia Tinggi Tinggi-sedang

Tg-rendah

Tg-rendah

Tg-sngt rendah

4. Kesuburan tanah**) n ST - Sdg ST - Rd ST - SR ST - SR ST - SR 5. Reaksi tanah a pH 5.0-7.0 4.5-8.0 4.0-8.0 pH<4.0 pH<4.0-

>8.06. Salinitas tanah DHL x 103 (mmhos/cm)

x <1.5 <2.5 <4.0 >4.0 Lainnya

7. Kelas drainase d sedang/baik

sedang/baik

agak cepat- agak

terhambat

cepat - sngt

terhamb at

Sangat cepatsn

gt terhamb

at8. Kerusakan banjir f < 3 x

dalam 10 tahun

< 4 x dlm 10

th

Sering tapi tak

serius

Sering sekali serius

Serius sekali-sngt

serius9. Erosi e Tidak

ada/sedikitSedang-agak berat

Berat -sngt berat

Berat- sangat berat

Sangat berat

10. Lereng/relief mikro t < 8 % < 8% <15% < 30% > 30%11. Tipe Hujan, Oldeman et al.

r A,B A,B,C1,C2,C3

A,B,C,D1,D2,D3

A,B,C,D, E1,E2

A,B,C,D,E

Untuk tanah Histosol: 12. Jenis gambut k Saprik Saprik Saprik Hemik Fibrik13. Ketebalan gambut g <50 cm < 50 < 50 < 100 Lainnya14. Kesuburan tanah n ST- Sdg ST - Rd ST-SR ST - SR --15. Toksisitas c (kedalaman cat clay) >150 cm >100 >100 >50 Lainnya16. Salinitas DHL x 103 x <1.5 <2.5 <4.0 <4.0 Lainnya (mmhos/cm)

15

2.3.5. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman

1. JAGUNG (Zea mays)

1. IklimTemperatur berkisar antara 16 - 32oC, dan kisaran optimumnya 20-

26oC. Curah hujan berkisar 500-5000 mm/th, kisaran optimumnya 1000-1500 mm/th.

2. TanahPersyaratan kebutuhan tanah adalah : tanah dalam, konsistensi

gembur, permeabilitas sedang, drainase agak cepat hingga baik, tingkat kesuburan tanah sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu dengan kandungan humus sedang, reaksi tanah (pH ) antara 5.2 - 8.5 dan kisaran optimumnya 5.8-7.8.

Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 1.7 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 5.9 dS/m atau ESP mencapai 15%, dan tanaman tidak mampu berproduksi (penurunan hasil 100%) kalau DHL = 10 dS/m.

Kehilangan hara (kg/h/siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi yaitu:N = 165P2O5 = 55K2O = 135

3. HasilTadah hujanProduksi jagung yang diusahakan pada berbagai kondisi dan

manajemen sbb:

Komersial = 6-9 ton biji/ha ( 33 ton pakan ternak/ha)Rataan petani = 0.5-1.5 ton biji/hha

Irigasi:Komersial = 6-9 ton biji/ha (80 ton pakan ternak/ha)

16

Persyaratan penggunaan lahan untuk: Jagung

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahanKelas kesesuaian lahan: S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)Temperatur rataan (oC) 20-26 -

26-3016-2030-32

<16>32

Ketersediaan air (wa)Curah hujan, mm 500-

12001200-1600400-500

>1600300-400 <300

Kelembaban, % >42 36-42 30-36 <30Ketersediaan oksigen (oa)Drainase Baik –

Agk terhamb

at

Agk cepat Terhambat Sgt trhb- Cepat

Media perakaran (rc)Tekstur h, s ah ak KBahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) >60 60-40 40-25 <25Gambut:Ketebalan (cm( <60 60-140 140-200 >200+ dg sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+HemikFibrik+

Fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) <16 <= 16Kejenuhan basa (%) >50 35-50 <35PH (H2O) 5.8-7.8 5.5-5.8

7.8-8.2< 5.5 >

8.2C-organik (%) >0.4 <= 0.4Toksisitas (xc): Salinitas, dS/m

<4 4.6 6.8 >8

Sodositas (xn): Alkalinitas, ESP, %

<15 15-20 20-25 >25

Bahaya sulfidik (xs):Kedalaman sulfidik (cm) >100 75-100 40-75 <40Bahaya erosi (eh)Lereng (%) <8 8-16 16-30 >30Bahaya erosi sr R - sd b SbBahaya banjir (fh): Genangan

F0 = F1 >F2

Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

Keterangan: Tekstur: h = halus; ah= agak halus; s = sedang; ak = agak kasar. + : gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr=sagat ringan; r= ringan; sd= sedang; b= berat; sb= sngt berat.

17

2. KEDELAI (Glycine maximum)

1. IklimTemperatur berkisar antara 18 - 32oC, dan kisaran optimumnya 23-

25oC. Curah hujan selama masa pertumbuhannya berkisar 350-1000 mm , kedelai membutuhkan periode kering pada masa pematangannya. Siklus pertumbuhannya sekitar 90-120 hari..

2. TanahPersyaratan kebutuhan tanah adalah : kedalaman perakaran

maksimum 180 cm, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, drainase agak cepat hingga baik, tidak tahan genangan, tingkat kesuburan tanah sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu dengan kandungan humus sedang, reaksi tanah (pH ) antara 5.5 – 8.2 dan kisaran optimumnya 5.5-7.5.

Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 5 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 7.5 dS/m atau ESP mencapai 20%, dan tanaman tidak mampu berproduksi (penurunan hasil 100%) kalau DHL = 10 dS/m.

Kehilangan hara (kg/h/siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi yaitu:N = 125; P2O5 = 30; K2O = 40

3. Hasil: Tadah hujanProduksi jagung yang diusahakan pada berbagai kondisi dan

manajemen sbb:Komersial = 1.5 – 2.5 ton biji/haRataan petani = 0.8-1.3 ton biji/hha

Irigasi: Komersial = 2.5- 3.5 ton biji/haRataan petani: 1.5 – 2.0 ton biji/ha

Tanaman kedelai pada lahan tegalan di Grobogan (Sumber: http://www.thejakartapost.com/files/images/p14-b-1.jpg)

18

Persyaratan penggunaan lahan untuk: KEDELAI (Glycine maximum)

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahanKelas kesesuaian lahan: S1 S2 S3 NTemperatur (tc)Temperatur rataan (oC) 23-25 20-23 25-28 18-20 28-

32<18 >32

Ketersediaan air (wa)Curah hujan, mm pada masa pertumbuhannya

350-1100 250-3501100-1600

180-2501600-1900

<180>1900

Kelembaban, % 24-80 20-24 80-85

<20 >85

Ketersediaan oksigen (oa)Drainase Baik –

Agk terhambat

Agk baik Terhambat Sgt trhb- Cepat

Media perakaran (rc)Tekstur H, ah S Ak KBahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) >75 50-75 20-50 <20Gambut:Ketebalan (cm( <60 60-140 140-200 >200+ dg sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+Hemik Fibrik+

Fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) <16 <= 16Kejenuhan basa (%) >35 20-35 <20PH (H2O) 5.5-7.5 5.4-5.5

7.5-7.8< 5.4 > 7.8

C-organik (%) >1.2 0.8-1.2 <0.8Toksisitas (xc): Salinitas, dS/m

<6. 6-7 7-8 >8

Sodositas (xn): Alkalinitas, ESP, %

<15 15-20 20-25 >25

Bahaya sulfidik (xs):Kedalaman sulfidik (cm) >100 75-100 40-75 <40Bahaya erosi (eh)Lereng (%) <8 8-16 16-30 >30Bahaya erosi sr R - sd B SbBahaya banjir (fh): Genangan

F0 = F1 >F2

Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

Keterangan: Tekstur: h = halus; ah= agak halus; s = sedang; ak = agak kasar. + : gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr=sagat ringan; r= ringan; sd= sedang; b= berat; sb= sngt berat.

19

3. TEBU (Saccharum officinarum)

1. IklimRataan suhu harian 28oC, Temperatur tahunan berkisar antara 21 -

34oC, dan kisaran optimumnya 24-30oC. Curah hujan untuk masa pertumbuhannya sekisar 1300 mm/th, yang berkisar antara 110 -180 mm/bulan. Kelembaban udara pada masa pematangan < 70%.

2. TanahPersyaratan kebutuhan tanah adalah : tanah dalam 75 cm, konsistensi

gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase baik, reaksi tanah (pH ) antara 4.5 - 8.5 dan kisaran optimumnya 5.5-7.5.

Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 1.7 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 10.4 dS/m atau ESP mencapai 20%, dan tanaman tidak mampu berproduksi (penurunan hasil 100%) kalau DHL = 18.6 dS/m.

Kehilangan hara (kg/h/siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi yaitu:N = 85; P2O5 = 60; K2O = 180

3. HasilTadah hujanProduksi yang diusahakan pada berbagai kondisi dan manajemen

sbb: Komersial = 70 - 100 ton batang/haRataan petani = ………………… ton /haIrigasi: Komersial = 110- 150 ton batang/ha.

Pertanaman tebu dengan sistem cemplongan (Sumber: http://vietnambusiness.asia/wp-content/)

20

Persyaratan penggunaan lahan untuk: TEBU (Saccharum officinarum)

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahanKelas kesesuaian lahan: S1 S2 S3 N

Temperatur (tc)Temperatur rataan (oC) 24-30 30-32

22-2421-22 34-32

<21 >34

Ketersediaan air (wa)Curah hujan, mm, 10 harian

>60 50-60 30-50 <30

Kelembaban, % <= 70 >70Sinar matahari, jam/th >1800 1400-1800 1200-1400 <1200Ketersediaan oksigen (oa)Drainase Baik – Agk

baikAgk

terhambatTerhambat

- Agk cepat

Sgt trhb- Cepat

Media perakaran (rc)Tekstur h, s ah Ak KBahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) >60 60-40 40-25 <25Gambut:Ketebalan (cm( <60 60-140 140-200 >200+ dg sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+Hemik Fibrik+

Fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) <16 <= 16Kejenuhan basa (%) >50 35-50 <35PH (H2O) 5.5-7.5 5.0-5.5

7.5-8.0< 5.0 >

8.0C-organik (%) >0.4 <= 0.4Toksisitas (xc): Salinitas, dS/m

< 5 5-8 8- 10 > 10

Sodositas (xn): Alkalinitas, ESP, %

<10 10-15 15-20 >20

Bahaya sulfidik (xs):Kedalaman sulfidik (cm) >125 125-100 60-100 < 60

Bahaya erosi (eh)Lereng (%) <8 8-16 16-30 >30Bahaya erosi sr R - sd b SbBahaya banjir (fh): Genangan

F0 = F1 >F2

Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

Keterangan: Tekstur: h = halus; ah= agak halus; s = sedang; ak = agak kasar+ : gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral

21

Bahaya erosi: sr=sagat ringan; r= ringan; sd= sedang; b= berat; sb= sngt berat.4. MELON (Citrulus vulgaris SHHRAD)

Iklim

Tanaman dapat tumbuh pada kondisi kisaran temperatur 16 – 41oC, dan optimumnya 18 -35oC. Curah hujan yang optimum berkisar antara 400 – 700 mm selama masa pertumbuhannya.

TanahSolum tanah tebal paling tidak 80 cm, konsistensi gembur (lembab),

permeabilitas sedang, drainase agak cepat hingga baik, tekstur beragam dengan reaksi tanah (pH) berkisar antara 5.0 – 8.2 dan yang optimum antara 5.8 – 7.6.

Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 2.5 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 6.3 dS/m atau ESP mencapai 20%, dan tanaman tidak mampu berproduksi (penurunan hasil 100%) kalau DHL mencapai 10 dS/m.

Kehilangan hara (kg/ha/ siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi yaitu:

N = 80-100, P2O5 = 55 - 135, K2O = 40 - 95.

3. HasilProduksi tanaman yang diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan

manajemen adalah:

Tadah hujan:Komersial = ……… ? ton / haRataan petani = ……. ? ton /ha

Irigasi:Komersial = ………? ton buah segar /ha.Rataan petani = ………? ton/ha.

22

Persyaratan penggunaan lahan untuk: MELON (Citrulus vulgaris SHHRAD)

Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahanKelas kesesuaian lahan: S1 S2 S3 NTemperatur (tc)Temperatur rataan (oC) 22-30 30-32

20-2232-3518-20

<18>35

Ketersediaan air (wa)Curah hujan, mm 400 -

700700-1000 300-400

200- 300 >1000

< 200

Kelembaban udara, % 24-80 20-24 80-90

<20 >90

Ketersediaan oksigen (oa)Drainase Baik –

Agk terham

bat

Agk cepat Terhambat Sgt trhb- Cepat

Media perakaran (rc)Tekstur s ah H, Ak KBahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) > 100 75 - 100 50-75 < 50Gambut:Ketebalan (cm( <60 60-140 140-200 >200+ dg sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+Hemik Fibrik+

Fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) <16 <= 16Kejenuhan basa (%) > 35 20- 35 < 20PH (H2O) 5.8 -7.6 5.5 –5.8

7.6 - 8.0< 5.5> 8.0

C-organik (%) > 1.2 0.8 – 1.2 <0.8Toksisitas (xc)Salinitas, dS/m

< 4 4 -6 6 - 8 > 8

Sodositas (xn)Alkalinitas, ESP, %

< 15 15-20 20 - 25 > 25

Bahaya sulfidik (xs)Kedalaman sulfidik, cm

> 100 100-75 40 - 75 < 40

Bahaya erosi (eh)Lereng (%) < 8 8-16 16-30 >30Bahaya erosi Sr R - sd b SbBahaya banjir (fh): Genangan

F0 = F1 >F2

Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25Keterangan: Tekstur: h = halus; ah= agak halus; s = sedang; ak = agak kasar. + :

gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr=sagat ringan; r= ringan; sd= sedang; b= berat; sb= sngt berat.. (Djaenudin dkk., 1991)

23

5.KACANG TANAH (Arachis hypogaea)

1. IklimTemperatur berkisar antara 18 - 34oC, dan kisaran optimumnya 25-

27oC. Curah hujan selama masa pertumbuhannya sekitar 300 mm , dan kisaran optimumnya 400- 1100 mm selama masa pertumbuhannya..

2. TanahPersyaratan kebutuhan tanah adalah : kedalaman tanah zone

perakaran > 75 cm, konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase agak cepat hingga baik, tidak tahan genangan, tingkat kesuburan tanah sedang, tekstur pasir berlempung ingga liat tipe 1:1, dengan reaksi tanah (pH ) antara 4.0 - 8.5 dan kisaran optimumnya 6.0 -7.0.

Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai > 3.2 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 4.9 dS/m atau ESP mencapai 20%, dan tanaman tidak mampu berproduksi (penurunan hasil 100%) kalau DHL = 6.5 dS/m.

Kehilangan hara (kg/h/siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi yaitu:N = 50; P2O5 = 15; K2O = 15; CaO = 10

3. HasilTadah hujan: Produksi yang diusahakan pada berbagai kondisi dan

manajemen sbb: Komersial = 2.0 - 3.0 ton polong kering /haRataan petani = 1 - 2 ton polong kering /ha

Irigasi: Komersial = 3.5- 4.5 ton polong kering/haRataan petani: 1.5 - 2.0 ton polong kering /ha

Tumpangsari kacangtanah dengan jagung (Sumber: http://vasatwiki.icrisat.org/images/c/cf/C12.jpeg)

24

Persyaratan penggunaan lahan untuk: KACANG TANAH (Arachis hypogaea)

Persyaratan penggunaan/

Kelas kesesuaian lahan:

Karakteristik lahan S1 S2 S3 NTemperatur (tc)Temperatur rataan (oC)

25-27 <18 20-25 27-30 18-20 30-34

Ketersediaan air (wa)Curah hujan (mm) pada masa pertumbuhannya

200-300 400-1100 < 200

300-400 1100-1600 1600-1900 >1900

Kelembaban;% 50 – 80 < 50 > 80Ketersediaan oksigen (oa): Drainase

Baik - Agk terhambat

Agk cepat

Terhambat

Sgt trhb- Cepat

Media perakaran (rc)Tekstur S Ah H ak KBahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm)

>75 50-75 25 – 50 < 25

Gambut:Ketebalan (cm) <60 60-140 140-200 >200+ dg sisipan/pengkayaan

<140 140-200 200-400 >400

Kematangan Saprik+ Saprik;Hemik+

Hemik;Fibrik+

Fibrik

Retensi hara (nr)KTK liat (cmol) <16 <= 16Kejenuhan basa (%) >35 <= 35PH (H2O) < 5.0 6.0-7.0 5.0-6.0 7.0 - 7.5 > 7.5C-organik (%) >1.2 0.8 - 1.2 < 0.8Toksisitas(xc): Salinitas; dS/m

< 4.0 6 – 4 6-8 >8

Sodositas (xn)Alkalinitas; ESP(%) <10 15-10 20-15 >20Bahaya sulfidik (xs):Kedalaman sulfidik (cm)

>100 75-100 40-75 <40

Bahaya erosi (eh)Lereng (%) <8 8-16 16-30 >30Bahaya erosi Sr R – sd B SbBahaya banjir (fh):Genangan F0 = - >F1Penyiapan lahan (lp)Batuan di permukaan (%)

<5 5-15 15-40 >40

Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25

Keterangan: Tekstur: h = halus; ah= agak halus; s = sedang; ak = agak kasar; + : gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr=sagat ringan; r= ringan; sd= sedang; b= berat; sb= sngt berat.

25

2.4. Evaluasi Lahan Hutan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, "area lahan tertentu" dapat disebut sebagai 'Satuan Pemetaan Lahan' atau 'Satuan Peta Lahan'. Area ini merupakan area lahan yang dipetakan dengan karakteristik atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tipe pemanfaatan lahan (Land Utilization Type, LUT) merupakan spesifikasi lebih lanjut dari Tipe Utama Penggunaan Lahan. LUT ini ditandai oleh seperangkat spesifikasi teknis, dalam suatu tatanan fisik, ekonomi, dan sosial yang ada. Atribut kelengkapan dari LUT meliputi data atau asumsi-asumsi tentang tujuan dan produk, persyaratan fisik dan ukuran pemilikan lahan, persyaratan infrastruktur, kapital dan tenagakerja, teknologi dan sumber enerji yang digunakan, taraf pengelolaan dan penguasaan lahan.

1. Tipe Pemanfaatan Lahan untuk HutanBeberapa atribut penting bagi LUT untuk hutan adalah produk, slope,

tenagakerja, kapital, taraf teknologi dan pengelolaan. Beberapa definisi penting disajikan berikut ini:

(1). Tingkat Produksi Rendah : 0 - 5.0 m3/ha/tahun Moderat : 5.1 - 10.0 Medium : 10.1 - 15.0 Tinggi : 15.1 - 25.0 Sangat Tinggi : > 25.0

(2). Slope 0 - 3.0 % 15.1 - 30.0 % 3.1 - 5.0 % 30.1 - 50.0 % 5.1 - 8.0 % 50.1 - 70.0 % 8.1 - 15.0 % 70.1 - 100 % > 100 %

(3). Input tenagakerja per hektar per tahun: Rendah : 0.00 - 0.25 TOK/ha/tahun Medium : 0.26 - 1.00 Tinggi : 1.10 - 3.00 Sangat tinggi : > 3.00(4). Input tenagakerja total Rendah : 0.00 - 5.00 Moderat : 6.00 - 25.00 Medium : 26.00 - 100.00 Tinggi : 101.00 - 500.00 Sangat tinggi : > 500.00 (5). Investasi kapital, Rp/ha/th Rendah : 0.00 - 2 500.00 Moderat : 2 501.00 - 25 000.00 Medium : 25 001.00 - 250 000.00 Tinggi : 250 001.00 - 2 500 000.00

26

Sangat tinggi : > 2 500 000.00

(6). Investasi kapital total, Rp x 1000 Rendah : 0 - 500 Moderat : 501 - 5 000 Medium : 5 001 - 50 000 Tinggi : 50 001 - 500 001 Sangat tinggi : > 500 001 (7). Teknologi

A. Tradisional : manusia dengan per-alatan yang dioperasikan secara 'tangan' (handtools), tenagakerja ternak.

B. Semi-tradisional : Tenagakerja manusia dengan motor, traktor pertanian, sedikit tenagakerja manusia dengan handtools .

C. Semi-maju : Mesin-mesin yag dirancang secara khusus, hampir tidak ada tenagakerja manusia.

D. Teknologi Maju: Mesin-mesin multi-fungsi yang dirancang untuk menggantikan semua tenagakerja manusia.

(8). Tingkat pengelolaanA. Rendah : Satu tingkat dalam organisasi lokal, belajar pengetahuan

melalui proses pewarisan dan coba-coba, tidak ada sistem perencanaan untuk produktivitas dan pengembangannya, kendali anggaran dilakukan secara harian dengan uang tunai atau barang, pengalaman operasional hanya dengan teknologi tradisional.

B. Medium : Dua tingkat dalam organisasi lokal, latihan kerja, sasaran jangka panjang diketahui, rencana kerja tahunan, sistem pemantauan yang ekstensif terhadap produktivitas dan pengembangan, anggaran tunai tahunan, pengalaman operasional dengan teknologi tradisional dan semi-tradisional.

C. Tinggi : Tiga tingkat dalam organisasi lokal, ada beberapa jasa pelengkap, tenagakerja terlatih dan semi-terlatih, ada rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan, proses pelaporan, kendali anggaran tahunan, sistem pemantauan untuk produktivitas dan pengembangan, pengalaman operasional dengan teknologi semi-maju.

D. Sangat tinggi: Tiga tingkat atau lebih dalam organisasi lokal, jasa pelengkap sangat banyak, tenagakerja terlatih dan sering mengikuti latihan kerja, rencana jangka panjang dan rencana kerja tahunan jelas, sistem pelaporan dan pemantauan dengan komputer, sistem kendali anggaran permanen, pengalaman operasional dengan teknologi semi-maju dan maju.

2.4.1. Tipe-tipe LUT Hutan Ada banyak tipe LUT Hutan yang dapat dideskripsikan, beberapa di

antaranya adalah: Hutan lindung tetap, Hutan konservasi air alamiah, Hutan konservasi tanah alamiah, Hutan produksi alamiah: pengelolaan ekstensif, Hutan produksi alamiah: pengelolaan intensif, Hutan tanaman kaju komersial (timber), Hutan tanaman kayu pulp, Hutan tanaman kayu bakar, Hutan

27

tanaman bambu, Hutan rakyat, Agro-hutani (agroforestry), Hutan tanaman konservasi tanah, Hutan wisata.

2.4.2. Tujuan Tipe Pemanfaatan Lahan untuk HutanBerbagai tipe pemanfaatan lahan untuk hutan mempunyai spesifikasi

yang jelas mengenai tujuan pengelolaannya. Beberapa hal pokok dijelaskan dalam Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Tujuan dari tipe-tipe pemanfaatan lahan untuk hutan

No. Tipe Pemanfaatan Tujuan1. Hutan lindung Konservasi hutan alam pegunungan sebagai sumber tetap pendidikan plasma nutfah dan untuk kepentingan penelitian dan 2. Hutan konservasi air alamiah

Pengamanan kesinambungan suplai air, untuk pertanian dan domestik.

3. Hutan konservasi tanah alamiah

Konservasi tanah terhadap erosi dalam rangka un-tuk mencegah kerusakan mekanik dan sedimentasi pada sistem penampung dan penyaluran air, sangat penting ada lereng yang curam dan mudah longsor.

4. Hutan produksi alamiah dengan pengelolaan ekstensif

Produksi kayu gergajian dan hasil kayu tambahandi hutan alam pegunungan dengan tingkat produksi rendah

5. Hutan produksi alamiah yang intensif

Produksi kayu gergajian dan kayu lain dengan produktivitas medium, dengan preservasi fisiognomihutan.

6. Hutan tanaman Produksi kayu gergajian untuk kebutuhan lokal kayu timber dan ekspor.7. Hutan tanaman Produksi kayu pulp sangat fleksibel dengan biaya kayu pulp murah.8. Hutan tanaman Produksi kayu bakar dengan biaya murah kayu bakar 9. Hutan bambu Produksi material multiguna &sekaligus untukkonservasi

tanah10. Hutan rakyat Produksi kayu campuran di sekitar wilayah desa11. Agro-hutani Sistem hutan tanaman dengan ternak dan

budidayatanaman pertanian menggunakan sistem rotasi yangterkendali

12. Hutan tanaman konservasi

Vegetasi penutup tanah di daerah yang sangat peka erosi dalam rangka untuk mengamankan daerah di bawahnya-

13. Hutan wisata Menciptakan fasilitas wisata di kawasan hutan.

2.4.4. Persyaratan Tipe-tipe Pemanfaatan Lahan Hutan

Beberapa persyaratan pokok bagi setiap tipe pemanfaatan lahan hutan disajikan dalam Tabel 4.

28

Tabel 4. Persyaratan pokok bagi setiap tipe pemanfaatan lahan hutan

No. Tipe Pemanfaatan Lahan

Persyaratan

1.Hutan lindung tetap

Fisik : Tipe-tipe vegetasi alamiah yang relatif tidak terganggu, luas minimum setiap tipe vegetasi 50-100 ha, lokasi dan deskripsi tipe-tipe vegetasi Non-fisik : input tenagakerja ren-dah, investasi kapital rendah, teknologi tradisional; taraf pengelolaan medium, perlindungan terhadap gangguan, petak observasi permanen, pemantauan perkembangan vegetasi, latihan dan pendidikan.

2.Hutan konservasi

Fisik: Distribusi hutan seimbang per Sub DAS, air alamiah , luas total minimum 7000 ha; data setiap sub-DAS tentang kekurangan/kelebihan air dan debit air di batas hutan. Non fisik: input tenagakerja rendah; investasi kapital moderat; teknologi semi-tradisional, semi-maju atau maju; taraf pengelolaan medium, pengalaman dalam konservasi air dan pemantauan perkembangan hutan, konservasi tajuk dan perakaran, perlindungan terhadap gangguan, pemantauan curah hujan dan debit air di batas hutan.

3. Hutan alam untuk konservasi tanah

Fisik : komposisi vegetasi; klasifikasi erodibilitas DAS Non-Fisik: Input tenagakerja rendah; investasi kapital moderat; teknologi semi-tradisional atau semi-maju; taraf pengelolaan medium, pemantauan curah hujan, sedimentasi dan perkembangan vegetasi, stimulasi tajuk, topsoil yang strukturnya bagus dan perakaran yang dalam , perlindungan terhadap gangguan, ada perencanaan jalan dan metode pemanenan.

4. Hutan produksi alamiah yangekstensif

Fisik : data tentang komposisi dan dimensi vegetasi, estimasi tebang pilih; satuan-satuan hutan > 5 ha pada kemiringan > 100%, data tentangdata tentang kelas lereng, akses dari desa terdekat.Non-fisik: input tenagakerja rendah; investasi kapital rendah hingga moderat; teknologi semi-tradisional; taraf pengelolaan rendah hingga medium, pemantauan perkembangan hutan, perencanaan, perlakuan silvikultur, perlindungan terhadap gangguan, pengetahuan metode panen dan konservasi, pelatihan personil. Lanjutan.

5. Hutan produksi alamiah yang intensif

Fisik : data tentang komposisi dan dimensi vegetasi, estimasi tebang pilih; satuan-satuan hutan-> 25 ha pada lereng <70%, data tentang kelas ke miringan, sistem jalan yang terencana dengan aksesibilitas potensial yang bagus.

Non-fisik: input tenagakerja rendah hingga medium; investasi kapital medium hingga tinggi; teknologi semi-maju; taraf pengelolaan tinggi, perencanaan perlakuan silvikultur, perlindungan terhadap gangguan, pengetahuan tentang metode pembangunan jalan dan pemanenan, pelatihan personil.

29

6. Hutan tanam an kayu bakar

Fisik: data tentang komposisi spesies dan potensial hasil; pada slope< 50% pada wilayah di dekat desa. Non-fisik : input tenagakerja medium; investasi kapital rendah, rataan tingkat biaya medium hingga tinggi; teknologi tradisional; tingkat pengelolaan rendah atau medium, pada areal yang dapat tererosi operasi pemanenan lebih ekstensif.

7. Hutan tanam an bambu

Fisik : data komposisi spesies dan potensial hasil; sebaiknya padatanah-tanah yang subur.Non-fisik: input tenagakerja rendah hingga medium; investasi kapital rendah; teknologi tradisional; taraf pengelolaan rendah hingga medium, penelitian tentang sistem pengelolaan dan potensial hasil.

8.Hutan rakyat Fisik: data tentang komposisi spesies, potensi dan dimensi silvikultur; pada slope hingga 50%; DI sekitar wilayah desa.Non-fisik: input tenagakerja rendah hingga medium; investasi kapital rendah; teknologi tradisional atau semi-tradisional; taraf pengelolaan medium, perencanaan dan implementasinya di bawah supervisi lembaga kehutanan.

9. Agro-hutani Fisik: data tentang kompoisi spesies, potensial, dimensi dan hasil tanaman hutan dan tanaman pertanian, pengetahuan tentang kompetisi antara spesies pohon dan tanaman pertanian; pada tanah-tanah yang tingkat kesuburannya moderat dan peka erosi; pada slope < 30%; aksesibilitas internal dan eksternalnya baik.Non-fisik: input tenagakerja medium; investasi kapital rendah hingga medium; teknologi tradisional atau semi-tradisional; taraf pengelolaan medium atau tinggi, perencanaan yang baik dan intensif terhadap penggunaan lahan ini, termasuk sistem penelitian dan pengelolaannya.

10. Hutan tana-man konserva si tanah

Fisik: data komposisi spesies, potensi dan dimensi silvikultur,data penutupan tajuk dan penutupan permukaan tanah; pada areal yang sangat peka erosi, dengan slope > 70%.Non-fisik: input tenagakerja rendah; investasi kapital rendah; teknologi tradisional; taraf pengelolaan medium, pengetahuan tentang perlakuan silvikultur dan konservasi tanah.

11.Hutan wisata

Fisik: komposisi vegetasi yang sesuai, berselang- seling dengan tempat terbuka; kondisi iklim yang nyaman, lokasi kamping atau slope <15%, aksesibilitas eksternal dan internal yang bagus, fasilitas rekreasi yang memadai.Non-fisik: input tenagakerja medium hingga tinggi; investasi kapital medium hingga tinggi; teknologi tradisional atau semi- tradisional; taraf pengelolaan medium hingga tinggi, pengetahuan tentang pemanfaatan kawa san hutan untuk wisata.

30

2.4.5. Evaluasi Tingkat Kesesuaian LahanPada dasarnya tahap akhir dari proses evaluasi lahan adalah

"matching" kualitas satuan lahan dengan persyaratan dari suatu 'Tipe Pemanfaatan Lahan'. Setiap satuan lahan mempunyai informasi tentang berbagai parameter kualitas lahan. Informasi ini dapat dihimpun dari sumber data sekunder dan data primer melalui survei lapangan.

(1). Kriteria Kualitas Lahan Tiga macam kualitas lahan yang pokok adalah (i) aksesibilitas

eksternal, (ii) vegetasi, dan (iii) kelas kemiringan lahan. Kriteria yang berhubungan dengan kualitas lahan yang digunakan

dalam prosedur 'matching' disajikan dalam Tabel 5, 6 dan 7.

Tabel 5. Evaluasi tingkat kesesuaian kualitas lahan "aksesibilitas eksternal" untuk setiap Pemanfaatan Lahan (LUT); S = umumnya sesuai; NS = tidak sesuai; n.r. = tidak relevan)

No. LUT Deskripsi Sangat

mudahMudah Sulit Sangat

sulit 1. Hutan lindung tetap NS NS S S 2. Hutan alam konservasi air

n.r n.r n.r n.r

3. Hutan alam konservasi tanah

n.r n.r n.r. n.r

4. Hutan produksi alamiah: pengelolaan ekstensif Tradisional

S S S NS

Semi tradisional S S S NS Maju S S NS NS

5. Hutan produksi alamiah pengelolaan intensif : Tradisional

S S S NS

Semi tradisional S S S NS Semi maju S S NS NS Maju S NS NS NS6. Hutan tanaman Timber Tradisional

S S S NS

Semi tradisional S S NS NS Semi maju S S NS NS7. Hutan tanaman kayu pulp Semi tradisional

S S NS NS

Semi maju S S NS NS8. Hutan tanaman kayu bakar S S S NS9. Hutan tanaman bambu S S NS NS10. Hutan rakyat S S S NS11. Agro-hutani S S NS NS12. Hutan tanaman konservasi tanah

S S S NS

13. Hutan wisata S S NS NS

31

Keterangan: Tradisional dan semi tradisional : hanya akses dengan jalan kaki Maju dan semi maju : akses kendaraan.

Tabel 6. Evaluasi tingkat kesesuaian kualitas lahan "vegetasi" untuk setiap LUT.

No LUT Fase degradasi hutan alam: A B C D E F G Hutan tanaman 1 S1 S2 S3 NS NS NS NS NS 2 S1 S1 S2 S2 NS S3 S3 NS 3 S S S S S S S NS 4 S S S S NS S S NS 5 S S S NS NS S S NS 6 ù 7 | 8 | 9 | 10 |---- n.r 11 | 12 û 13 S S S S NS S S S

Keterangan: S = umumnya sesuai; S1 = sangat sesuai; S2 = sesuai; S3 = hampir sesuai; n.r = tdk relevan.

Tabel 7. Evaluasi kesesuaian karakteristik lahan "slope" untuk setiap LUT

No LUT Teknologi Kelas Slope: <30% 30-50 50-70 70-100 >100 1 n.r 2 n.r 3 NS S3 S2 S2 S1 4 Tradisional S1 S1 S2 S3 NS Semi-tradisional S1 S2 S3 NS NS Maju S1 NS NS Ns NS 5 Tradisional S1 S1 S2 S3 NS Semi tradisional S1 S2 S3 NS NS Semi maju S1 S2 NS NS NS Maju S1 NS NS NS NS 6 Tradisional S1 S1 S2 S3 NS Semi tradisional S1 S2 S3 NS NS Semi maju S1 S2 NS NS NS 7 Semi tradisional S1 S2 S3 NS NS Semi maju S1 S2 NS NS NS 8 S1 S1 S2 S3 NS 9 S1 S1 S2 S3 NS 10 S1 S1 S2 S3 NS 11 S1 S2 S3 NS NS 12 S3 S3 S2 S2 S1

32

13 S1 S2 S2 S3 NS

Keterangan: n.r. = tidak relevan; NS = tidak sesuai; S1 = sangat sesuai; S2 = sesuai; S3 = hampir sesuai.

III. METODOLOGI

3.1. Batasan istilah

(1). Sentra PengembanganSentra Pengembangan adalah suatu hamparan komoditas bersekala

ekonomi di suatu wilayah agroekosistem, dimana wilayah terebut dilengkapi dengan sarana-prasarana yang dibutuhkan, kelembagaan, pengolahan/ pemasaran, dan sektor lain yang menunjang perkembangan dari sentra komoditas tersebut.

(2). Komoditas AndalanKomoditas andalan adalah sejumlah komoditas yang dapat dibudi-

dayakan /dikembangkan di suatu wilayah kabupaten berdasarkan analisis kesesuaian agroekologi (tanah dan iklim)

(3). Komoditas UnggulanKomoditas unggulan adalah salah satu komoditas andalan yang

paling menguntungkan untuk diusahakan/dikembangkan di suatu wi-layah yang mempunyai prospek pasar dan peningkatan pendapatan/kesejahteraan petani dan keluarga serta mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup besar.

(4). Komoditas PenunjuangKomoditas penunjang ialah komoditas-komoditas lain yang dapat

dipadukan pengusahaannya dengan komoditas pokok (unggulan) yang dikembangkan di suatu lokasi/sentra komoditas unggulan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (lahan, tenagakerja, sarana / prasarana) dan peningkatan penda patan petani melalui peningkatan produksi maupun keterpaduan pengusahaannya akan meningkatkan efisiensi/saling memanfaat kan.

(5). AgribisnisAgribisnis merupakan suatu kegiatan penanganan komoditas secara

komprehensif mulai dari hulu sampai hilir (pengadaan dan penyaluran agro-input, proses produksi, pengolahan dan pema saran).

(6). Sekala Ekonomi Agribisnis Komoditas UnggulanSuatu luasan/besaran usahatani komoditas unggulan yang dapat

menghasilkan volume produksi tertentu untuk memenuhi kebutuhan pasar/agroindustri (sekala kecil/sedang/besar) di wilayah agroekosistem tertentu.

33

3.2. Cakupan Analisis Beberapa aspek yang harus dicakup dalam Pewilayahan Komoditas

Pertanian adalah sbb: (1). Penetapan Lokasi dan Sasaran Jenis UsahaPemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan lahan, kesesuaian

lahan serta agroklimatnya, kesiapan prasarana, ketersediaan tenagakerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan lokasi yang bersangkutan. Pemilihan komoditas utama dan penunjang serta jenis usahanya didasarkan atas potensi menghasilkan keuntungan, potensi pemasarannya, kesiapan dan penerimaan masyarakat atas jenis usahatani yang akan dikembangkan, serta keselarasan dengan kebijakan pembangunan daerah. Untuk menduga keunggulan wilayah serta komoditas yang akan diplih dilakukan analisis kuantitatif dan kualitatif yang memperhatikan faktor-faktor ekonomi dan sosial.

(2). Penentuan Kegiatan yang DilakukanPenentuan kegiatan yang perlu dilakukan didasarkan atas analisis

kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan, yang dirinci menurut komponen-komponen penting sistem agribisnis, yaitu target grup, ketersediaan dan kesesuaian lahan, dan prasarananya, ketersediaan sarana produksi, kemampuan pengelolaan budidaya, penanganan pasca panen, pemasaran, dukungan prasarana dan kelembagaan. Dari analisis tersebut dapat diketahui upaya dan kegiatan yang diperlukan untuk mewujudkan sentra agribisnis, dalam satuan volume yang jelas. Keseluruhan kegiatan etersebut selanjutnya diuraikan menurut tahapan per tahun, disesuaikan dengan kondisi fisik lokasi, kondisi sosial ekonomi serta tingkat kemampuan masyarakat. Desain lokasi sentra tersebut harus dilengkapi dengan gambar fisiknya untuk mengetahui volume serta lokasi yang tepat atas pembangunan dan kegiatan fisik yang diperlukan.

(3). Rincian Kegiatan Sinergis Lintas Sektoral Tahapan kegiatan

tahunan tersebut selanjutnya diuraikan menurut program/proyek serta institusi yang harus memberikan kontribusi terhadap pembangunan sentra agribisnis. Secara garis besar hal ini dapat disajikan dalam bentuk matriks keterpaduan pengembangan Sentra Agribisnis Komoditas Unggulan. Kegiatannya a.l. meliputi:

(a). Pengembangan BudidayaPengembangan budidaya, baik komoditas unggulan maupun komple-

menternya, diidentifikasi menurut volume fisik yang jelas. Garis besar kegiatannya meliputi persiapan lahan dan petani, pelatihan usahatani, penyediaan agroinput, alat pertanian, dan penyelenggaraan penyuluhan, terutama dilaksanakan melalui bagian proyek yang ada di kabupaten terpilih. Pembinaan teknis budidaya, cara memanen dan cara untuk mempertahankan kualitas produk, perlakuan pasca panen, dilaksanakan oleh bagian proyek yang berada pada Dinas teknis yang terkait.

34

(b). Pembinaan Pasca Panen dan PemasaranPeningkatan ketrampilan teknis dalam penanganan pasca panen

seperti cara memanen, mengumpulkan dan menyeleksi hasil panen serta peralatan yang diperlukan untuk mempertahnakan kualitas hingga cara pengolahan produk untuk meningkatkan nilai tambah serta meningkatkan kemampuan pemasaran, khususnya yang menyangkut produk buah-buahan, dilaksanakan melalui program yang dikelola oleh Dinas Kabupaten dan Tingkat I. Untuk melaksanakan pembinaan dengan sarana yang tersedia di wilayah secara lebih optimal maka kerjasama dengna instansi perindustrian dan perdagangan setempat harus dilakukan. Sinergi kegiatan hanya dapat dicapai dengan koordinasi perencanaan dan pembagian tugas yang jelas.

(c). Pembinaan Pengembangan Usaha PertanianKelompok kegiatan yang menyangkut peningkatan kemam puan

mengelola usaha dan melaksanakan kemitraan dengna pedagang, eksportir maupun industri pengolahan pangan dilaksanakan melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama ke arah Koperasi, pembentukan forum komunikasi, pelaksanaan temu-temu usaha, pelatihan kewira usahaan, dan epeningkatan kemampuan BIPP sebagai pusat konsultasi dan pelayanan agribisnis.

(d). Kegiatan Penunjang

(1). Pelayanan Sarana ProduksiLembaga pelayanan ini diperlukan untuk membantu penyediaan

sarana produksi dan peralatan yang dibutuhkan para petani , pedagang dan pengolah untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Pelaytanan ini harus ada untuk menjamin keter sediaan sarana usahatani tepat waktu, jumlah, dan harga yang wajar. Instansi pemerintah setempat harus mampu menciptakan iklim usaha dan memberikan dukungan agar koperasi atau epengusaha dapat emenjalankan fungsinya secara wajar. Diperlukannya rekomendasi berbagai program insentif untuk mendorong tumbuhnya lembaga pelayanan, khususnya untuk lokasi yang terpencil.

(2). Pelayanan informasi teknologi spesifik lokasiDiidentifikasi jenis teknologi spesifik yang diperlukan untuk

pembangunan sentra agribisnis. Pelayanan ini mencakup pemilihan kultivar dengan kualitas tinggi yang secara ekonomis dapat diproduksi di lokasi setempat, teknologi perbanyakan benih, teknologi budidaya, pascapanen, pengolahan primer, sekunder hingga pengepakan buah segar maupun olahannya. Kerjasama peneliti-penyuluh dalam hal alih teknologi kepada petani harus dilaukan secara intensif.

(3). Pelayanan Perlindungan Tanaman Kegiatan perlindungan yang harus mengawali pelaksanaan sentra

agribisnis terutama adalah pengawasan sebagai tindakan preventif serta metode penanggulangan hama dan penyakit yang mungkin mengganggu tanaman atau ternak, serta komoditas pe-nunjangnya. Hal ini sangat

35

epenting untuk mencegah kerugian akibat kegagalan panen atau penurunan kualitas produk. Pelayanan ini perlu dirinci dengan volume dan jenis kegiatan yang jelas, dialokasikan pada kegiatan yang dikelola Dinas-dinas teknis atau institusi lain.

(4). Pelayanan perbenihan/PembibitanBalai benih di setiap lokasi harus dapat mengalokasikan kegiatan

untuk mendukung pengembangan komoditas unggulan maupun penunjang pada wilayah sentra agribisnis. Kegiatan yang diperukan beragam dan perlu dirinci menurut volume dan jenis. Aspek ini mencakup pengadaan benih induk, benih utama, benih sebar, pengawasan dan sertifikasi benih, serta pembinaan petani penangkar benih, khususnya untuk tanaman, ikan atau ternak unggulan serta komoditas penunjangnya.

(5). Pembinaan PenyuluhanBIPP ditingkatkan kemampuannya agar dapat memberikan kontribusi

sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat bertanya, berlatih, berbagi pengalaman antar petani dan tempat pertemuan antara petani, pedagang dan pengelola agroindustri. Untuk itu perlu dipersiapkan SDM serta perangkat keras dan lunak yang memadai untuk menjalankan fungsi pusat pelayanan agribisnis.

(6). PengairanSentra pengembangan agribisnis memerlukan air untuk budidaya ,

pasca panen, dan kegiatan penunjang lainnya. Kebutuhan air bersih akan meningkat kalau telah terdapat ekegiatan epengolahan, terutama dalam bentuk industri pangan. Program pengairan yang dikelola oleh instansi pemerintah diminta untuk mengalokasikan kegiatan penyediaan sumber air dan saluran pengairan untuk kawasan sentra ini. Koordinasi dengan instansi terkait sangat penting untuk mengarahkan kegiatan fisik yang tepat pada lokasi yang tepat pula.

(7). TransportasiSarana transportasi sangat vital dalam membangun sentra agribisnis,

dengan demikian program pembangunan sarana transportasi yang dikelola oleh instansi teknis harus menjamin tersedianya prasarana jalan serta fasilitas transportasi yang memadai di kawasan sentra produksi, yang menghubungkannya dengan pusat-pusat pelayanan dan pemasaran.

(8). EnergiEnergi diperlukan antara lain dalam proses budidaya unggas untuk

mesin penetas dan inkubator, serta proses penanganan pasca panen hasil tanaman dan perikanan, terutama untuk alat pengeringan, pengupasan, sortasi, pengolahan, perlakuan pemanasan, pendinginan dan sebagainya. Energi yang dibutuhkan dapat berupa listrik, bahan bakar minyak, gas atau bahan bakar dari limbah tanaman seperti kulit, kayu dan ranting hasil pangkasan.

36

(9). Sarana dan Prasarana PemasaranSarana dan prasarana pemasaran, seperti tempat penampungan,

alat-alat penyimpanan dengan fasilitas pendingin, alat-alat pengepakan, informasi harga serta fasilitas fisik pasar yang memadai, sangat vital dalam pengembangan snetra agribisnis. Kebutuhan fasilitas ini sangat beragam sesuai dengna komoditas unggulannya.

(10). Lembaga Keuangan/PermodalanTersedianya lembaga keuangan dan permodalan sangat penting bagi

para pelaku usaha agribisnis, sehingga harus diusahakan di lokasi sentra atau loaksi yang snagat mudah dicapai dari kawasan sentra, dengan biaya transportasi dan biaya administrasi yang minimum. Kerjasama antara Pemda dengan instansi terkait diperlukan untuk menyediakan sumber modal yang dapat diakses dengan prosedur yang cepat dan murah.

3.3. Jenis dan Sumber DataData dan informasi yang dikumpulkan diarahkan untuk dapat

memberikan gambaran tentang tata ruang wilayah DAti II serta per-untukannya untuk pengembangan pertanian. Dari peta kesesuaian lahan yang dihasilkan oleh RePPProT dan PPTA dapat diidentifikasikan kesesuaian lahan etersebut untuk pengembangan komoditas pertanian. Identifikasi komoditas yang dapat diusahakan pada kawasan pertanian tersebut juga penting sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan rencana pengembangan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara:a. Menggunakan data sekunder, baik yang berasal dari data RUTR

Kabupaten yang telah dikumpulkan instansi pemerintah daerah setempat maupun yang berasal dari studi-studi lain

b. Peta sistem lahan dari hasil Studi RePPProTc. Peta Kesesuaian Lahan (kalau sudah ada).d. Peta Status lahan/penggunaan lahan dari BPNe. Mengumpulkan data langsung di wilayah melalui instansi/lembaga di

kabupaten atau pengamatan langsung di lapangan. 3.4. Metode Analisis Pengkajian Komoditas

Seleksi Komoditas: Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Dalam penelitian ini seleksi komoditas yang nantinya merupakan

alternatif komoditas yang akan dikembangkan di suatu wilayah dengan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan tertentu. Inventarisasi dilakukan terhadap komoditas yang banyak diusahakan oleh penduduk setempat di wilayah analisis. Seleksi dilakukan terhadap sejumlah komoditas yang terdapat pada sejumlah dokumen, baik yang berasal dari hasil-hasil penelitian di lingkungan Perguruan Tinggi, maupun dari penelitian Badan-badan LITBANG di lingkungan Departemen Pertanian, Perdagangan, Industri dan BPS.

Kriteria yang digunakan sebagai dasar seleksi tertumpu pada segi tekniknya untuk dikembangkan lebih lanjut serta potensi pasarnya baik

37

domestik maupun ekspor, nilai tambah ekonomi bagi petani serta dampaknya terhadap kesempatan kerja. Dari seleksi ini akan didapatkan beberapa komoditas terpilih baik berupa tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, ternak dan perikanan.

Analisis Budidaya dan Pengkajian Kelayakan UsahaUraian tentang profil komoditas yang akan disajikan diusahakan agar

pembaca memperoleh gambaran tentang persyaratan tumbuh, penyebaran komoditas saat ini, teknik budidaya yang cukup memadai dan tingkat kelayakan untuk diusahakan. Untuk beberapa komoditas tertentu juga akan disajikan informasi mengenai industri pengolahan baik dari aspek teknis, investasi maupun prospek pasarnya.

Tujuan analisis ini terutama digunakan sebagai masukan guna mengadakan estimasi terhadap dampak pengembangan komoditas yang terutama akan menggunakan tolok ukur penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan petani. Disamping itu informasi yang diperoleh dari profil komoditas diharapkan dapat digunakan sebagai indikator awal tentang kelayakan komoditas yang bersangkutan. Hal ini akan bermanfaat bagi investor , perbankan, para perencana serta pelaksana kebijakan di lapang. Sesuai dengan makna sebuah "profil" maka informasi yang disajikan masih memerlukan penelitian dan pengkajian yang lebih rinci atau lebih dalam lagi dari berbagai segi sebelum dapat digunakan untuk tujuan penerapan di lapangan.

Uraian tentang teknik budidaya meliputi sejak persiapan, pemeliharaan sampai dengan pemungutan hasil. Berdasarkan pada teknologi budidaya yang diterapkan di lapang saat ini, dengan penyesuaian seperti yang dianjurkan oleh lembaga inovasi teknologi . Selain itu pemilihan teknologi terutama didasarkan pada kemampuan produsen , baik dari segi managerial maupun parsialnya. Pertimbanagn yang sama juga berlaku bagi industri pengolahan dengan mempertimbangkan skala yang memadai dan kemungkinan tersedianya bahan baku. Modal usahatani maupun industri pengolahan diasumsikan berasal dari perbankan, sehingga tingkat bunga harus disesuaikan.

Lama analisis keuangan atau finansial yang dilakukan akan bervariasi disesuaikan selama satu siklus umur komoditas dengan sekala usaha tertentu (misalnya luasan satu hektar). Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahanya digunakan beberapa tolok ukur yaitu pendapatan B/C, NPV atau IRR, khusus untuk tanaman semusim dapat digunakan pendapatan dan R/C.

Strategi Analisis Untuk memudahkan analisis dan evaluasinya, maka penelitian

Pewilayahan Komoditas tanaman Pertanian – Perkebunan - Kehutanan dibagi menjadi tujuh bidang meliputi :

(1). Kesesuaian Lingkungan Hidup Suatu tanaman/ternak/ikan untuk dapat berproduksi secara baik harus

hidup dan tumbuh pada daerah yang memenuhi persyaratan khusus. Di antara masing-masing komoditas tanaman memerlukan persyaratan yang

38

berbeda. Tiga faktor lingkungan tumbuh yang paling berperan dalam pembudidayaan tanaman adalah kualitas tanah (Tanah kapur dan Tanah Vulkanik), Curah hujan (Daerah basah dan Daerah kering) dan Ketinggian tempat (Dataran rendah, Dataran Menengah dan Dataran Tinggi).

(2). Pewilayahan Daerah Penyebaran Kajian wilayah pengembangan secraa makro dilakukan di seluruh

wilayah . Setelah diketahui syarat lingkungan tumbuh komoditas, maka perlu juga ditentukan wilayah yang kondisi lingkungannya memungkinkan untuk dikembangkan. Sehingga sentra produksi yang selama ini hanya terletak pada wilayah tertentu lokasinya dapat diperluas. Ini membuka peluang untuk meningkatkan kesempatan menciptakan lapangan kerja. Di samping itu usaha untuk meningkatkan volume eksport non-migas segera dapat terealisir.

(3). Paket Teknologi Budidaya dan Kondisi Sosio-Teknologi Produktivitas komoditas dapat tercapai dengan baik apabila diupa-

yakan dengan cara yang benar. Meskipun pemilihan lokasi sudah sesuai dengan syarat lingkungan tumbuh, namun apabila sistem budidaya yang diterapkan tidak tepat, maka produksi tanaman tidak akan sesuai dengan potensi yang ada. Oleh karena itu untuk optimasi produksi diperlukan penerapan teknologi budiaya secara terpadu mulai dari persiapan sampai pasca panen. Usaha-usaha yang dapat ditempuh meliputi, pengolahan tanah, penggunaan benih/bibit bermutu, sistem tanam, pemeliharaan serta pemungutan hasil.

(4). Penanganan Pasca panen dan Industri Pengolahan Hasil bumi yang diperoleh petani, fluktuasi harganya tidak dapat

ditentukan dengan pasti. Ini sangat tergantung kepada daya serap pasar. Pada saat pasar kekurangan stok, harga komoditas pertanian melojak tinggi, namun sewaktu terjadi panen raya, harga akan turun drastis. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan teknologi pasca panen yang mampu mengubah bahan mentah menjadi bahan olah yang tahan lama. Sehingga kontinuitas dan kuantitas barang di pasar dapat diatur.

(5). Analisis Finansial dan Ekonomi Pertama kali yang mendorong petani melakukan usaha tani adalah

tingkat pendapat (income) yang diperoleh per luasan areal yang diusahakan per satuan waktu. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh, maka minat petani untuk mengusahakan akan semakin tinggi pula. Oleh karena itu penentuan jenis komoditas yang diusahakan akan sangat ditentukan oleh analisis usahataninya. Dengan mengetahui analisis ushatani dengan sendirinya petani akan megusahakannya.

(6). Pemasaran Hasil Disamping analisis usaha tani, faktor lain yang sangat menentukan

minat petani untuk melakukan usahatani adalah masalah pemasaran, terutama yang berkenaan dengan efisiensi pemasaran, peluang pasar, dan perimbangan supply/demand. Meskipun nilai keuntungan yang diperoleh

39

petani tinggi, namun apabila pemasaran hasil sulit dilakukan, maka petanipun akan enggan untuk mengusahakan. Hal ini tentunya dapat diatasi dengan cara menciptakan pasar baru. Ini dapat ditempuh dengan cara memperbaiki kualitas atau mengembangkan komoditas yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri. Dengan demikian masalah pemasaran hasil dapat teratasi.

(7). Analisis kelembagaanTujuan dari analisis ini ialah untuk merekayasa kelem bagaan sosial-

ekonomi di tingkat pedesaan yang mampu menunjang penerapan Konsep Penanganan Sistem Agribisnis. Hasil yang diharapkan ialah rancangan kelembagaan sosial dan kelembagaan ekonomi di tingkat pedesaan yang dapat diakses oleh petani dan Kelompok Tani, serta dapat mengakses kelembagaan pada hierarkhi yang lebih tinggi.

Pada setiap tahap pengusahaan (usahatani) komoditas andalan, pemasaran dan pengolahannya diperlukan lembaga sosial-ekonomi sebagai suatu wadah, pola organisasi dan atribut yang dibutuhkan oleh para petani untuk dapat melakukan fungsinya. Lembaga sosial dapat dibedakan dengan organisasi atau seringkali disebut dengan istilah lembaga non-formal dan lembaga formal. Lembaga sosial timbul karena kebutuhan masyarakat, berakar pada norma sosial dan peralatan yang dimiliki oleh masyarakat, sedangkan organisasi pada umumnya dibentuk dengan tujuan tertentu, dengan kegiatan anggota yang saling mengisi dan tunduk pada aturan-aturan yang dibuat, agar bagian-bagian yang ada dapat berfungsi efektif. Dalam konsep struktur pedesaan progresif sebagaimana dikemukakan Mosher (1976), lokalitas usahatani dikemukakan pula sebagai salah satu model yang dapat diterapkan untuk pencapaian tujuan. Beberapa komponen pokok dan penunjang adalah adanya sarana kelembagaan yang menunjang dan pentingnya pendidikan pembangunan bagi petani dalam proses transfer teknologi.

Suatu bentuk kelembagaan dengan ikatan-ikatan dan hubungan sosial-ekonomi berdasarkan kebutuhan masyarakat diperlukan dalam penanganan Sistem Agrikoman sehingga memberikan manfaat dan memung-kinkan keterlibatan penuh anggota-anggotanya. Menemukan lembaga- lembaga tradisional yang tumbuh dalam komunitas pedesaan khususnya dalam pengusahaan komoditi andalan, sejak penanaman, pertanahan, pengerahan tenaga kerja, perkreditan, panen dan pengolahan serta pemasaran hasil merupakan langhkah awal dalam upaya rekayasa dan peningkatan fungsi kelembagaan tersebut. Selanjutnya, keberhasilan dalam produksi menuntut adanya bentuk-bentuk kelembagaan yang lebih besar dan berorientasi ekonomis sehingga mampu mengelola sistem pertanian secara lebih efektif dan mampu meningkatkan kesejahteran masyarakat.

Sebagaimana telah diberlakukan dalam pengelolaan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan di pedesaan telah diintroduksi pola-pola hubungan pertanian kontrak, BIMAS, dan PIR, yang melibatkan Kelompok Tani, KUD, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan hasil (industri pengolah, dll.) dan lembaga pemasaran. Masing-masing model pengemban-gan kelembagaan tersebut dalam penerapannya mempunyai kelemahan dan

40

keunggulan. Dalam wilayah pengembangan terdapat kelompok tani lahan kering dengan aktivitas sejak konservasi lahan hingga produksi pertanian. Agar kelompok tani yang ada dapat ditingkatkan fungsi dan peranannya diperlukan lembaga penunjang yang lebih luas khususnya dalam pengolahan hasil dan pemasaran.

3.5. Lokasi /wilayah pemetaanKegiatan Pewilayahan Komoditas Pertanian Perkebunan-Kehutanan

dilaksanakan di Kabupaten, meliputi seluruh daerah, terdiri atas lahan sawah, tegalan dan pekarangan.

41

DAFTAR PUSTAKA

Riha, S.J. 1985. Understanding Water Stress and Its Relation to Yield in Short Rotations of Multipurpose Tree Species. Dalam Adams, N.R. dan F.B. Cady. 1985. (ed.) Modeling Growth and Yield of Multipurpose Tree Species. Winrock International Institute for Agricultural Development - USAID. p. 41-49

Rippin, M. 1991. Alley cropping and Mulching with Erythrina poeppigiana (Walp.) O.F. Cook and Gliricidae sepium (Jacq.) Walp.: Effects on maize / weed competition and nutrient uptake. Diplomarbeit, Landwirtschaftliche Fakultat, Universitat Bonn, Germany.

Robinson, C. H. dan Soepraptohardjo, M. 1975. Land Capability Apraisal System for Agricultural Research in Indonesia. Soil Research Institute. Bogor.

Romero, C. dan T.Rehman. 1989. Multiple Criteria Analysis for Agricultural Decisions. ELSEVIER Science Publishers B.V., Amsterdam, The Netherlands.

Roose, E.J. 1977. Use of the universal soil loss equation to predict erosion in West Africa.. In: Soil Ero sion Prediction and Control. Proc. of The National Conference of Soil Erosion. SCS-USDA Special Publ. No. 21.

Rose, D.W. 1985. Overview of Yield Prediction for Multipurpose Tree Species. Dalam Adams, N.R. dan F.B. Cady. 1985. (ed.) Modeling Growth and Yield of Multipurpose Tree Species. Winrock International Institute for Agricultural Development - USAID. p. 9-17.

Sanchez, P.A. 1995. Science in Agroforestry. Agroforestry Systems 30:5-55. Kluwer Academic Publishers, Netherlands.

Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Sheng, T.C. 1972. A treatment oriented land capability classification scheme.

Dalam: Report on the Latin American Watershed Management Seminar. FAO TA 3112 Rome, FAO

Siderius, W. 1986. Land Evaluation for Land-use Planning and Conservation in Sloping Areas. ILRI Publications No. 40. International Institute for Land Reclamation and Improvement. P.O. Box 45, 6700 AA Wageningen, The Netherlands.

Singh, G., Y.K. Aroda, P. Narain, dan S.S. Grewal. 1990. Agroforestry Research (in India and Other Countries). A Surya Publication, Dehra Dun-248 001, India

Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito, Bandung.

Soemarno, Sudarto dan A. Affandie. 1995. Pewilayahan Komoditi Lahan Kering Miskin (Studi Kasus di Kecamatan Karangan, Trenggalek). . Review Hasil-hasil Penelitian dalam Rangka Implementasi PIP Universitas Brawijaya Tahun 1990/91 - 1993/94.

Soemarno. 1991. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Konto, Malang. Disertasi, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Institut Pertanian Bogor.

42

Soemarno. 1991a. Implementasi Model Tujuan Ganda dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Studi Kasus di Sub DAS Pinjal, Kabupaten Malang. Jurnal Universitas Brawijaya, Vol. 3 No.2, Hal. 41-60.

Soemarno. 1992. Studi Model Pewilayahan Komoditi Pertanian yang Berwawasan Lingkungan di Sub DAS Lesti, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Proyek Penelitian yang dibiayai oleh Proyek ARM Balitbang Pertanian.

Soepraptohardjo, M. dan C.H. Robinson. 1975. Land capability appraisal system for agricultural uses in Indonesia. Soil Research Institute, Bogor.

Wiersum, K.F. 1981. Aspects of planning and managing agroforestry Dalam: Observations on Agroforestry on Java, Indonesia. Report on an agroforestry course organised at Forestry Faculty, gajah Mada Univ. Yogjakarta, in Cooperation with Dept. of Forest Management Wageningen Agric. Univ.

43