46
PANGAN DAN PERBAIKAN GIZI

 · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

PANGAN DAN PERBAIKAN GIZI

Page 2:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …
Page 3:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

BAB VII

PANGAN DAN PERBAIKAN GIZI

A. PENDAHULUAN

Kebijaksanaan-kebijaksanaan di bidang pangan yang telah dilaksanakan sejak Repelita I telah berhasil mewujudkan swasem-bada beras mulai tahun 1985/86. Penyempurnaan-penyempurnaan kebijaksanaan harga yang telah dilakukan, antara lain penyem-purnaan kebijaksanaan harga dasar gabah pada tahun 1986/87 dengan merinci harga dasar ke dalam 4 jenis harga pembelian di tingkat KUD juga telah berhasil menstabilkan harga gabah di tingkat produsen. Hal ini tampak dari perkembangan harga di tingkat produsen yang menunjukkan tingkat harga yang wajar dan selalu berada di atas harga dasar yang ditetapkan. Harga di tingkat konsumen walaupun menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya, akan tetapi masih berada di bawah harga batas tertinggi yang ditetapkan. Pemenuhan kebutuhan bahan pangan se- lain beras juga makin ditingkatkan. Penyediaan fasilitas pe-nyimpanan dan cara-cara penyimpanannya juga makin ditingkatkan dan disempurnakan untuk mendukung usaha pelestarian swasembada beras dan pengelolaan persediaan bahan pangan lain.

Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang sudah dapat dicapai seperti tersebut di atas, usaha-usaha lain yang masih perlu dilanjutkan adalah mempertahankan tingkat produksi bahan pangan terutama beras, meningkatkan usaha-usaha perbaikan kualitas gabah/beras serta menurunkan kehilangan selama panen dan pengolahan. Selain itu untuk mengurangi keter-gantungan pada beras masih terus dilakukan pula usaha-usaha penyediaan bahan pangan lain yang mencukupi kebutuhan masyara-kat Indonesia.

Keberhasilan mewujudkan swasembada beras dan peningkatan penyediaan bahan pangan lainnya membawa dampak positif terhadap perbaikan keadaan gizi masyarakat pada umumnya. Namun demikian disadari bahwa belum semua lapisan masyarakat telah menikmati peningkatan keadaan gizinya dengan memadai oleh karena berbagai hal. Oleh karena itu dalam Repelita IV, kebijaksanaan di bidang pangan tetap dikaitkan dengan upaya perbaikan gizi.

VII/3

Page 4:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

B. PENGADAAN DAN PENYALURAN PANGAN

1. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Usaha-usaha yang dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan pangan telah mampu mewujudkan swasembada beras, serta tersedia-nya bahan-bahan pangan lain secara cukup dan terjangkau oleh masyarakat. Namun untuk memantapkan persediaan bahan pangan khususnya gula pasir, maka dalam tahun 1986/87 telah dilaku-kan impor gula pasir. Sementara itu impor gandum juga masih di-lakukan untuk mendukung usaha diversifikasi pangan. Untuk me-mantapkan tingkat produksi dan kualitas hasil, dilakukan pula usaha-usaha penyempurnaan pasca panen. Selain itu cara-cara pe-nyimpanan juga terus disempurnakan baik cara maupun sarana penyimpanannya.

Penerapan kebijaksanaan harga dasar dan harga tertinggi untuk mendukung kebijaksanaan pengadaan dan penyaluran bahan pangan masih terus dilakukan. Dalam tahun pengadaan 1986/87 pengadaan yang biasanya dimulai 1 Februari telah dimajukan menjadi 1 Januari.

a. Harga Dasar

Untuk merangsang petani agar selalu meningkatkan produksi, maka harga dasar yang ditetapkan, sebelum memulai pengadaan selalu ditinjau kembali. Pada tahun pengadaan 1985/86 harga dasar ditetapkan sebesar Rp.175,00 per kilogram gabah kering giling (Tabel VII-1). Harga dasar untuk tahun pengadaan 1986/87 tidak dinaikkan karena dianggap masih cukup merangsang petani untuk menjual gabahnya ke KUD. Selanjutnya untuk lebih menge-fektifkan pelaksanaannya, harga pembelian yang ditetapkan di tingkat KUD diperinci ke dalam 4 macam tingkat harga, yaitu Ga-bah Kering Giling, Gabah Kering Lumbung, Gabah Kering Desa dan Gabah Kering Panen. Dengan perincian harga dasar seperti terse-but di atas, realisasi pengadaan pada tahun 1986/87 telah men-capai sekitar 1.636,9 ribu ton, yang berarti penurunan sebesar 15,9% dibanding pengadaan tahun 1985/86 (Tabel VII-2). Penurun-an ini antara lain disebabkan karena kualitas gabah yang diha-silkan sudah lebih baik, atau harga di pasaran umum sudah cu-kup tinggi sehingga petani cenderung untuk memasarkan hasil produksinya ke pasaran umum bukan ke KUD, ataupun petani sudah mampu menyimpan sebagian hasil produksinya sendiri.

VII/4

Page 5:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 1

HARGA DASAR PADI/GABAH,1983/84 - 1986/87

(Rp/Kg)

Repelita IV

Page 6:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

Jenis Harga Dasar 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87

Gabah Kering Panen - - - 105,0Di KUD

Gabah Kering Desa - - - 135,0Di KUD

Gabah Kering Lumbung - - - 150,0Di KUD

Gabah Kering Giling 145,0 165,0 175,0 175,0Di KUD

VII/5

Page 7:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 2

PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI DAN IMPOR BERAS,1983/84 - 1986/87(ribu ton beras)

1)Angka diperbaiki2)Angka sementara3)Pengembalian beras dari Filipina

VII/6

Page 8:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

Dilihat dari perkembangan hasil pengadaan di setiap dae-rah, tampak penurunan hasil pengadaan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, namun di lain pihak ada kenaikan di daerah Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Nusa Tenggara Barat (Tabel VII-3).

b. Harga Batas Tertinggi

Harga batas tertinggi ditetapkan dengan tujuan agar harga beras di pasaran dapat dijangkau oleh konsumen. Harga batas tertinggi selalu disesuaikan dengan perkembangan harga dasar gabah dan perkembangan harga bahan kebutuhan lain. Perbedaan harga batas tertinggi antara daerah surplus, swasembada dan defisit juga selalu dikendalikan agar distribusi beras merata ke semua daerah.

Tabel VII-4 menunjukkan perkembangan harga batas ter-tinggi untuk daerah surplus, daerah swasembada dan daerah defi-sit dari tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87.

Harga batas tertinggi dari tahun 1984/85 dibandingkan de-ngan 1983/84 dinaikkan antara 8-117 yaitu kenaikan sebesar Rp.30,00 untuk daerah surplus dan defisit, dan Rp.35,00 untuk daerah swasembada. Dengan kenaikan yang relatif tinggi ini penyaluran beras secara keseluruhan dalam rangka pengamanan harga di tingkat konsumen menurun 19,6% yaitu dari 1.861 ribu ton dalam tahun 1983/84 menjadi 1.496 ribu ton dalam tahun 1984/85 (Tabel VII-5).

Untuk tahun 1985/86 kenaikan harga batas tertinggi untuk masing-masing daerah sebesar Rp.5,00 per kilogram. Dengan peningkatan harga batas tertinggi yang relatif kecil, diperlu-kan penyaluran beras yang lebih besar. Hal ini tampak dalam jumlah penyaluran beras secara keseluruhan yang meningkat sebe-sar 18,1% dibanding tahun sebelumnya. Sebaliknya dalam tahun 1986/87 untuk mengendalikan harga batas tertinggi yang kenai-kannya relatif lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu Rp.15,00 per kilogram untuk daerah surplus dan defisit dan perbedaan harga untuk daerah swasembada sebesar Rp.20,00 per kilogram, maka diperlukan penyaluran sebesar 1.693 ribu ton yang berarti turun 4,2% dibanding tahun sebelumnya. Uraian tersebut di atas menggambarkan adanya keterpaduan antara lang-kah-langkah penetapan harga beras tertinggi dengan penyaluran beras dalam rangka pengendalian harga di tingkat konsumen.

VII/7

Page 9:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 3

HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERIMENURUT DAERAH TINGKAT I,

1983/84 - 1986/87(ton setara beras)

1)Angka diperbaiki2)Angka sementara

VII/8

Page 10:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 4

HARGA BATAS TERTINGGI BERAS,

1983/84 - 1986/87(Rp/Kg)

D a e r a h 1983/84Repelita IV

1984/85 1985/86 1986/87

Surplus 320,0 350,0 355,0 370,0

Swasembada 325,0 360,0 365,0 385,0

Defisit 340,0 370,0 375,0 390,0

VII/9

Page 11:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII – 5

JUMLAH PENYALURAN BERAS,1983/84 - 1986/87

(ribu ton)

Sasaran Penyaluran 1983/84

Repelita IV

1984/851) 1985/861) 1986/872)

Golongan Anggaran 1.373 1.368 1.413 1.461

PN / PNP 89 59 77 82

Penyaluran ke Pasaran Umum

399 69 277 150

J u m l a h : 1.861 1.496 1.767 1.693

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VII/10

Page 12:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

GRAFIK VII — 1

JUMLAH PENYALURAN BERAS,1983/84 — 1986/87

Penyaluran ke Pasaran Umum

MDIEEEII PN / PNP

Golongan Anggaran

Page 13:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …
Page 14:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

c. Sarana Penyangga

Penyediaan sarana penyangga selalu dimantapkan dalam rangka usaha pengendalian harga. Untuk itu usaha-usaha untuk menghim-pun cadangan pangan terus ditingkatkan baik jumlah maupun mutu-nya. Fasilitas gudang dan cara-cara penyimpanan stok juga terus ditingkatkan serta disempurnakan.

1) Penyediaan Sarana Penyangga

Penyediaan sarana penyangga dilakukan dengan mengadakan pembelian di dalam negeri sekaligus sebagai usaha pelaksanaan kebijaksanaan harga dasar, serta dengan melakukan impor beras baik secara komersial maupun dari bantuan pangan.

Pada tahun 1983/84 impor beras hampir sama dengan pengadaan gabah/beras dari dalam negeri. Dari sarana penyangga sejumlah 2.325,3 ribu ton, 47,9% diperoleh dari hasil impor. Dari selu-ruh impor pada tahun tersebut yaitu sebesar 1.114,6 ribu ton, 81,6% berasal dari hasil pembelian secara komersial dari luar negeri (Tabel VII-2).

Dalam tahun 1984/85 hasil pengadaan secara keseluruhan naik sebesar 10,4% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 2.325,3 ribu ton menjadi 2.566,8 ribu ton. Kenaikan ini disebabkan oleh karena meningkatnya hasil pembelian dalam negeri sebesar 96,7% dibanding dengan tahun sebelumnya. Impor beras dalam tahun tersebut menurun 83,4%, yang disebabkan karena turunnya ban-tuan pangan sebesar 73,8% dan impor komersial sebesar 85,6%. Pengadaan sarana penyangga pada tahun 1985/86 sebesar 1.946,6 ribu ton, yang berarti penurunan sebesar 24,2% dari penyediaan sarana penyangga tahun sebelumnya. Walaupun hasil pembelian tahun 1985/86 menurun, akan tetapi untuk pertama kalinya Indo-nesia tidak mengimpor beras dari luar negeri. Demikian pula dalam tahun 1986/87, walaupun penyediaan sarana penyangga turun sebesar 9,5% akan tetapi hasil pengadaan dalam negeri ini masih mampu memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri sehingga impor beras juga tidak dilakukan lagi.

Dari hasil penyediaan sarana penyangga beras selama ini, telah mampu diberikan bantuan pangan dan pinjaman beras ke negara lain. Seperti tampak dalam tahun 1986/87, pemasuk-an beras sebesar 125 ribu ton merupakan pengembalian pinjaman beras dari Filipina.

VI1/12

Page 15:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

2) Penyediaan Gudang-gudang

Dengan tidak adanya impor beras untuk penyediaan sarana penyangga, maka penyimpanan cadangan pangan harus lebih diman-tapkan. Untuk itu jumlah gudang dan cara-cara penyimpanannya terus ditingkatkan.

Sampai dengan tahun 1983/84 jumlah gudang yang ada di seluruh Indonesia sudah mencapai 511 unit dengan kapasitas 1.561,5 ribu ton. Dalam tabel VII-6 tampak bahwa dari keselu-ruhan gudang tersebut, 85,9% tersebar di daerah-daerah dan sisanya terletak di DKI Jakarta. Pada tahun 1984/85 jumlah gudang di daerah ditambah sebanyak 40 unit, sehingga kapasi-tasnya meningkat sebesar 7,4% dari tahun sebelumnya. Penambahan ini disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu itu dengan adanya kenaikan produksi yang diiringi dengan kenaikan hasil penga-daan dalam negeri sebesar 96,7% dari tahun sebelumnya (Tabel VII-2).

Dalam tahun 1985/86 jumlah gudang ditambah lagi sebanyak 31 unit, yaitu 8 unit di DKI Jakarta dan 23 unit di daerah-daerah. Sedangkan pada tahun 1986/87 jumlah gudang di DKI Jakarta ditambah sebanyak 24 unit dan di daerah ditambah seba-nyak 157 unit, sehingga secara keseluruhan jumlah gudang yang ada meningkat sebesar 31,1% dan kapasitasnya meningkat sebesar 49,9%. Penambahan jumlah gudang di DKI Jakarta ini dimaksudkan untuk mempermudah pengelolaan cadangan pangan nasional, sedang-kan penambahan gudang di daerah selain dimaksudkan untuk menam-pung produksi di daerah yang bersangkutan, juga untuk memper-kuat penyediaan sarana penyangga di masing-masing daerah.

d. Impor Gandum dan Penyaluran Tepung Terigu

Kebutuhan tepung terigu memperlihatkan kecenderungan yang makin meningkat. Dilihat dari jumlah tepung terigu yang disalurkan (Tabel VII-7) nampak bahwa penyaluran dari tahun 1984/85 sampai dengan 1986/87 makin meningkat. Penyaluran te-pung terigu tahun 1984/85 sebesar 1.337 ribu ton, kemudian pada tahun 1985/86 menjadi 1.412 ribu ton yang berarti peningkatan 5,6%. Pada tahun 1986/87 jumlah tepung terigu yang disalurkannaik lagi 5,2% dari tahun sebelumnya menjadi 1.486 ribu ton.

Untuk mengimbangi kebutuhan tepung terigu yang terus meningkat ini maka impor gandum juga terus ditingkatkan. Impor gandum yang dalam tahun 1984/85 hanya 1.293 ribu ton dinaikkan menjadi 1.502 ribu ton pada tahun 1985/86. Dengan kenaikan

VII/13

Page 16:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 6

JUMLAH PEMBANGUNAN GUDANG GABAH/BERASDI JAKARTA DAN DI DAERAH-DAERAH,

1983/84 - 1986/87

Posisi padaakhirtahun

DKI Jakarta Daerah-daerah lain Jumlah

Gedung(unit)

Kapasitas(ribu ton)

Gedung(unit)

Kapasitas(ribu ton)

Gedung(unit)

Kapasitas(ribu ton)

1983/84 72 252,0 439 1.309,5 511 1.561,5

1984/85 72 252,0 479 1.425,5 551 1.677,5

1985/86 80 280,0 502 1.489,0 582 1.769,0

1986/87*) 104 364,0 659 2.287,2 763 2.651,2

*) Angka sementara

VII/14

Page 17:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 7

IMPOR DAN PENYALURAN GANDUM,1983/84 - 1986/87

(ribu ton)

U r a i a n 1983/84Repelita IV

1984/85 1985/86 1986/87

Stok Awal 118 192 148 238

Impor 1.722 1.293 1.502 1.591

Jumlah Tersedia 1.840 1.485 1.650 1.829

Penyaluran 1.648. 1.337 1.412 1.486

Stok Akhir 192 148 238 343

VII/15

Page 18:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

GRAFIK VII – 2IMPOR DAN PENYALURAN GANDUM

1983/84 – 1986/87

VII/16

Page 19:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

impor sebesar 16,2% tersebut, maka stok akhir tepung terigu meningkat dari 148 ribu ton pada tahun 1984/85 menjadi 238 ribu ton pada tahun 1985/86 atau naik 60,8%. Dalam tahun 1986/87, untuk mengimbangi peningkatan penyaluran sebesar 5,2% maka impor dinaikkan 5,9% yaitu menjadi sebesar 1.591 ribu ton, sehingga stok akhir juga meningkat sebesar 44,1%. Makin mantap-nya penyediaan tepung terigu, menunjukkan adanya usaha-usaha untuk mendukung penganekaragaman konsumsi bahan pangan.

e. Pengadaan dan Penyaluran Gula Pasir

Pengadaan gula pasir dalam negeri merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan gula pasir di dalam negeri. Pada saat tertentu apabila produksi gula pasir dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka dilakukan impor dari negara lain.

Dilihat dari perkembangan kebutuhan, berdasarkan penyaluran gula pasir di dalam negeri, pada tahun 1983/84 disalurkan gula pasir sebanyak 1.919 ribu ton, tahun 1984/85 sebesar 1.779 ribu ton dan tahun 1985/86 sebesar 1.359,5 ribu ton. Penyaluran gula pasir dalam tahun 1986/87 meningkat sebesar 652 ribu ton atau 47,9% dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 2.011,5 ribu ton.

Pengadaan gula pasir dalam negeri pada tahun 1983/84 sebe-sar 1.600 ribu ton, tahun 1985/86 meningkat lagi menjadi 1.690 ribu ton, tahun 1985/86 meningkat lagi menjadi 1.706,2 ribu ton. Pengadaan gula pasir dalam negeri tahun 1986/87 melonjak menjadi 1.980,0 ribu ton yang berarti 16,0% lebih tinggi diban-ding tahun sebelumnya.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas dan untuk sarana persediaan, maka dalam tahun 1983/84 diimpor gula pasir seba-nyak 16 ribu ton. Dalam tahun 1984/85 hasil pengadaan hanya dapat memenuhi 95,0% dari kebutuhan pada tahun yang sama. Akan tetapi kekurangan yang hanya sebesar 89 ribu ton masih dapat dipenuhi dari persediaan yang ada, sehingga tidak perlu diimpor gula pasir dari luar negeri. Dalam tahun 1985/86 hasil penga-daan dalam negeri 25,5% lebih tinggi dibanding kebutuhan dalam negeri, sehingga dalam tahun tersebut juga tidak diimpor gula pasir dari luar negeri. Pada tahun 1986/87 peningkatan penya-luran, gula pasir sangat besar yaitu mencapai 47,9% dari kebu-tuhan tahun sebelumnya, di pihak lain pengadaan dalam negeri hanya meningkat 16,0%, maka untuk memenuhi peningkatan kebu-

VII/17

Page 20:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

tuhan tersebut dalam tahun 1986/87 diimpor gula pasir sebanyak 163,9 ribu ton.

2. Hasil-hasil Kebijaksanaan Yang Telah Dicapai

Hasil kebijaksanaan pengadaan dan penyaluran bahan pangan untuk mendukung usaha pengendalian harga bahan pangan terutama beras, nampak dalam hasil monitoring harga baik di tingkat pro-dusen maupun konsumen. Dalam Tabel VII-8 terlihat perkembangan harga gabah di pedesaan tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87 yang selalu berada di atas harga dasar yang ditetapkan. Pencatatan harga gabah sampai dengan bulan Februari 1985/86 dilakukan dalam bentuk gabah kering giling atau angka konversi-nya dari segala jenis kualitas ke dalam gabah kering giling. Akan tetapi sejak bulan Maret 1985/86, setelah harga dasar diperinci lebih lanjut ke dalam 4 jenis kualitas, maka penca-tatan dilakukan dalam bentuk gabah kering panen, yaitu jenis gabah yang selalu ada di setiap daerah dan kemudian dikonversi--kan kepada harga gabah kering giling.

Dari perkembangan harga gabah tahunan tampak bahwa harga mulai naik( sejak bulan September sampai dengan Februari, ke-cuali pada tahun 1986/87 harga sudah menurun sejak bulan Janu-ari. Harga menunjukkan tingkat yang rendah sejak bulan Maret sampai dengan Agustus. Pola perkembangan harga ini menggambar-kan pola panen raya yaitu pada bulan Mei sampai Juli dan sudah mulai berkurang pada bulan Agustus. Musim paceklik ditunjukkan oleh perkembangan harga yang tampak tinggi pada bulan-bulan Desember sampai Februari, kecuali tahun 1986/87 musim paceklik terjadi pada bulan Oktober sampai dengan Desember dan panennya sudah dimulai Januari 1987. Selanjutnya, dari Tabel VII-8 ter-lihat juga khusus untuk tahun 1986/87 harga gabah pada umumnya berada diatas tahun-tahun sebelumnya dan selalu diatas harga dasar yang ditetapkan.

Dalam Tabel VII-9, yang merupakan ringkasan dari Tabel VII-8, nampak perbedaan harga rata-rata gabah di musim panen dan musim paceklik di daerah pedesaan. Sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87, perbedaan harga yang terkecil terjadi pada tahun 1984/85 yang besarnya hanya 9,18%. Ini berarti penu--runan perbedaan sebesar 48,5% dibanding perbedaan tahun sebelumnya. Dalam tahun 1985/86 perbedaan harga gabah antar musim meningkat sedikit untuk kemudian melonjak menjadi 21,46%. Akan tetapi walaupun perbedaan harga gabah antar musim ini meningkat, namun demikian harga pada musim panennya masih lebih tinggi dibanding harga dasar yang ditetapkan. Seperti

VII/18

Page 21:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 8

HARGA RATA-RATA GABAH.1)DI PEDESAAN INDONESIA,

1983/84 - 1986/87(Rp/Kg)

B u 1 a n 1983/84

RepelitaIV

1984/85 1985/86 1986/872)

April 155,41 181,01 187,36 179,02

Mei 161,97 173,69 184,95 170,58

Juni 165,67 176,83 183,64 175,40

Juli 167,78 172,80 187,33 183,60

Agustus 167,17 174,46 186,62 188,54

September 176,05 177,56 189,45 203,73

Oktober 182,18 177,75 192,50 231,17

Nopember 186,19 179,87 192,97 234,35

Desember 194,47 189,52 199,18 250,38

Januari 203,62 192,84 203,76 220,14

Februari 204,93 193,86 212,49 203,76

Maret 186,92 189,51 189,26 -

1) Gabah Kering Giling. Namun sejak bulan Maret 1986 penca-tatan dilakukan dalam bentuk Gabah Kering Panen lalu di-konversikan menjadi Gabah Kering Giling dengan mengguna-kan koefisien berupa persentase harga dasar Gabah Kering Giling terhadap realisasi harga rata-rata dari Gabah Kering Panen selama musim panen (April, Mei, Juni) dalam tahun 1986.

2) Angka sementara.

VII/19

Page 22:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

GRAFIK V I I – 3

HARGA RATA—RATA GABAH DI PEDESAAN INDONESIA.1983/84 - 1986/87

VII/20

Page 23:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 9

PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA-RATA GABAH i) DI MUSIM PANENDENGAN MUSIM PACEKLIK DI DAERAH PEDESAAN,

1983/84 - 1986/87(Rp/kg)

1)Gabah Kering Giling. Untuk tahun 1986/87 pencatatan dilakukan dalam bentuk Gabah Kering Panen lalu dikonversikan menjadi Gabah Kering Giling dengan menggunakan koefisien berupa persentase harga dasar Gabah Kering Giling terhadap realisasi harga rata-rata dari Gabah Kering Panen selama musim panen ( April, Mei, Juni ) dalam tahun 1986

2)Angka sementara

VII/21

Page 24:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …
Page 25:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …
Page 26:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

terlihat dalam Tabel VII-9, harga rata-rata gabah di musim pa-nen pada tahun 1983/84 sebesar Rp.165,14 yang berarti 12,2% lebih tinggi dari harga dasar yang ditetapkan yaitu Rp.145,00. Pada tahun 1984/85 dan tahun 1985/86, pada saat perbedaan anta-ra harga rata-rata gabah di musim panen dan musim paceklik ren-dah, harga rata-rata di musim panennya masing-masing sebesar 5,4% dan 5,6% di atas harga dasar yang ditetapkan. Khusus pada tahun 1986/87 walaupun perbedaan antar musimnya besar, akan tetapi harga terendahnya (musim panen) masih 0,9% berada di atas harga pembelian di KUD yang ditetapkan untuk gabah kering giling yaitu Rp.175,00.

Perkembangan harga gabah di pedesaan tersebut di atas me-nunjukkan bahwa kebijaksanaan pengadaan pangan sudah mampu mengendalikan harga gabah di tingkat di pedesaan.

Perkembangan harga rata-rata beras di beberapa kota penting dari tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87 dapat dilihat dalam Tabel VII-10. Beberapa kota yang harga berasnya relatif tinggi dibanding dengan lainnya adalah Palembang, Medan dan Banjarmasin.

Tabel VII-11 dan VII-12 merupakan ringkasan dari Tabel VII-10. Dalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga beras antar musim dalam tahun 1984/85 terlihat paling rendah yaitu hanya 1,87%. Pada tahun 1985/86 dan tahun 1986/87 perbedaan harga ini melonjak masing-masing menjadi 15,43% dan 20,25%. Walaupun demikian harga beras pada musim paceklik masih berada di bawah batas tertinggi yang ditetapkan.

Tabel VII-12 memperlihatkan perbandingan harga beras ter-tinggi dan terendah dengan harga rata-rata di beberapa kota penting. Dari persentase perbedaan harga tertinggi dengan harga rata-rata dan persentase perbedaan harga terendah dengan harga rata-rata, maka tahun 1986/87 menunjukkan angka yang terkecil. Ini berarti bahwa harga beras di kota-kota dalam ta-hun 1986/87 paling merata. Persentase perbedaan antara harga tertinggi dan terendah dengan harga rata-ratanya tidak jauh berbeda. Hal ini tampak pula dari rata-rata jumlah perbedaan persentase yang menunjukkan nilai paling rendah yaitu 20%.

Dilihat dari perkembangan penyediaan bahan pangan dan pra-sarana yang menunjang serta perkembangan harga baik di tingkat pedesaan maupun di kota-kota, dapat disimpulkan bahwa : Perta-

VII/22

Page 27:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 10

HARGA RATA-RATA DITIMBANG BERAS*) BULANANDI BEBERAPA KOTA TERPENTING,

1983/84 - 1986/87(Rp/Kg)

*) Beras jenis medium

VII/23

Page 28:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 11

PERBEDAAN HARGA RATA-RATA BERAS DI MUSIM PANENDAN MUSIM PACEKLIK DI KOTA-KOTA,

1983/84 - 1986/87(Rp/kg)

Repelita IV

U r a i a n 1983/84 1984/85 1985/861) 1986/872)

Harga rata-rata musim Panen (Mei, Juni, Juli) 271,66 296,45 280,68 298,44

Harga rata-rata musim Paceklik (Desember, Januari, Februari) 313,47 302,00 323,98 358,86

Perbedaan dalam persenTerhadap harga musim panen 15,39% 1,87%1) 15,43% 20,25%

1)Angka diperbaiki2)Angka sementara

VII/24

Page 29:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII – 12

PERBANDINGAN HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAHDENGAN HARGA RATA-RATA DI BEBERAPA KOTA PENTING,

1983/84 – 1986/87(Rp/kg)

VII/25

Page 30:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

ma, kebijaksanaan harga dasar sudah mampu memantapkan swasemba-da beras. Selanjutnya dari perkembangan harga gabah di tingkat pedesaan yang lebih tinggi dibanding harga dasar menunjukkan bahwa kebijaksanaan harga dasar ini telah mampu pula meningkat-kan harga gabah yang diterima petani. Kedua, kebijaksanaan harga batas tertinggi telah mampu mengendalikan harga beras di tingkat konsumen. Ketiga, perkembangan penyediaan bahan pangan yang makin mantap menunjukkan keberhasilan usaha-usaha pengane-karagaman pangan.

C. PERBAIKAN GIZI

Upaya untuk memperbaiki keadaan gizi erat kaitannya dengan kebijaksanaan pembangunan di bidang meningkatkan produksi dan penyediaan pangan serta peningkatan pendapatan masyarakat. Selain itu perbaikan gizi juga dipengaruhi oleh tingkat pendi-dikan dan pengetahuan masyarakat tentang pola makanan yang ber-gizi serta pola sosial budaya setempat.

Keadaan gizi dapat diukur dengan tingkat konsumsi pangan penduduk dan angka-angka penyakit kurang gizi utama yang ada, yaitu kurang kalori-protein (KKP), kurang vitamin A (KVA), ku-rang zat besi (anemia gizi) dan gangguan kurang zat iodium (GAKI). Ditinjau dari tingkat konsumsi, sejak akhir Repelita III kebutuhan pangan penduduk pada umumnya telah terpenuhi. Pada tahun 1984/85 dan 1985/86, meskipun relatif masih kecil telah terjadi peningkatan konsumsi per kapita per tahun atas beberapa jenis bahan pangan, yaitu kedelai, ikan laut, daging, telur, susu, kelapa dan gula pasir. Sedang jumlah energi (kalo-ri) dan protein per kapita per hari tetap seperti keadaan pada akhir Repelita III yaitu telah melebihi kecukupan gizi rata-rata penduduk dengan komposisi sumber energi terutama (70 %) dari beras, jagung dan ubi kayu. Sedang untuk sumber protein bila dibandingkan dengan keadaan akhir Repelita III telah mulai lebih balk mutu komposisinya. Pada tahun 1983/84, 62 % protein bersumber dari beras dan jagung, 11,2 % dari kacang kedele dan kacang tanah, dan 10,7 % dari ikan, daging, telur dan susu. Dalam tahun 1985/86 komposisi tersebut mulai bergeser kearah yang lebih baik yaitu 60 % dari beras dan jagung, 15,5 % dari kacang kedele dan kacang tanah, dan 12 % dari ikan, daging, telur dan susu.

Tersedianya cukup pangan bagi rata-rata penduduk belum men-jamin dengan sendirinya bahwa seluruh lapisan masyarakat bebas dari masalah kekurangan gizi. Masalah tersebut masih dapat

VII/26

Page 31:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

terjadi antara lain oleh karena masih ada sebagian penduduk yang belum terjangkau peningkatan pendapatan dan belum mempero-leh kesempatan pendidikan yang memadai. Oleh karena itu dalam Repelita IV kebijaksanaan di bidang pangan, sebagaimana halnya dalam Repelita III, tetap dikaitkan dengan upaya perbaikan gizi.

Program perbaikan gizi dalam tahun 1986/87 merupakan kelan-jutan program tahun-tahun sebelumnya, yaitu berupa kegiatan-kegiatan penyuluhan gizi dalam Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), fortifikasi bahan pangan, dan pengembangan Sistem Ke-waspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dibeberapa daerah rawan pangan.

1. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)

UPGK adalah suatu kegiatan penyuluhan gizi yang dipadukan dengan upaya pemanfaatan pekarangan yang bertujuan untuk me-nanggulangi penyakit kurang gizi utama dan mendukung upaya penganekaragaman dan perbaikan konsumsi pangan keluarga dan masyarakat. Penanggulangan penyakit kurang gizi utama, khusus-nya kurang kalori-protein, kurang vitamin A, dan anemia gizi, adalah bagian panting dari upaya untuk menurunkan angka kema-tian bayi dan anak balita. Untuk itu sejak tahun 1985/86 seba-gian kegiatan UPGK yaitu penimbangan anak balita, penyuluhan gizi ibu dan anak, suplementasi vitamin A dan tablet besi dan pemberian oralit, dilaksanakan di Posyandu dalam suatu pela-yanan terpadu. Beberapa kegiatan selain UPGK yang dipadukan dalam Posyandu ialah imunisasi, kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB) dan penanggulangan diare. Posyandu merupakan pengembangan dari Pos Penimbangan dan Taman Gizi di pedesaan yang dalam Repelita III dan IV telah bertambah dan tumbuh dengan pesat di pedesaan dengan dibentuk dan dikelola oleh masyarakat sendiri.

Kegiatan UPGK lain yang tidak diselenggarakan dalam Posyan-du ialah intensifikasi penyuluhan gizi kepada masyarakat dan peningkatan pemanfaatan pekarangan untuk penganekaragaman dan perbaikan konsumsi pangan keluarga. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang lebih terpadu dengan bidang pertanian, dan yang didukung pula baik oleh bidang pendidikan dan agama, maupun pemerintah daerah dan swadaya masyarakat.

Dalam tahun 1986/87, desa yang melaksanakan UPGK bersama swadaya masyarakat telah berjumlah lebih dari 43.000 dengan sekitar 133.000 Posyandu. Hal ini berarti bahwa tiap desa rata-

VII/27

Page 32:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

rata telah mempunyai 3 Posyandu. Dalam dua tahun pertama Repe-lita IV, yaitu tahun 1984/85 dan 1985/86, jumlah desa UPGK baru mencapai 38.535 desa. Sedang Posyandu yang dalam tahun 1984/85 masih dikenal sebagai Taman Gizi atau Pos Penimbangan/Pos KB dan pos lain-lain, setiap tahunnya bertambah dengan kira-kira 29.762 pos. Dengan jangkauan tersebut pada tahun 1986/87 dapat dilayani kurang lebih 12 juta anak balita.

2. Penanggulangan Kurang Vitamin A dan Anemia Gizi

Dalam tahun 1986/87 upaya pencegahan kebutaan pada anak balita akibat kekurangan vitamin A makin terus ditingkatkan. Upaya tersebut dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan gizi, pe-manfaatan tanaman pekarangan, dan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang merupakan kelanjutan dan peningkatan upaya tahun-tahun sebelumnya. Kegiatan-kegiatan tersebut pada awalnya dilaksanakan melalui paket UPGK, Puskesmas dan upaya khusus, dan selanjutnya sejak tahun 1985/86 disalurkan melalui paket UPGK. Upaya pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A pada anak balita, terutama dilakukan dengan pemberian preparat vitamin A dosis tinggi. Dalam tahun-tahun 1984/85, 1985/86 dan 1986/87, anak balita baru yang memperoleh vitamin A dosis tinggi berturut-turut berjumlah sekitar 890 ribu, 784 ribu dan lebih dari 1,9 juta anak (Tabel VII-13). Selain dengan vitamin A dosis tinggi, penanggulangan kekurangan vitamin A digalakkan melalui penyuluhan gizi dan pemanfaatan tanaman pekarangan dalam program UPGK (Tabel VII-14).

Upaya lain untuk dapat meningkatkan konsumsi vitamin A dalam makanan keluarga sehari-hari, adalah dengan upaya forti-fikasi makanan yang akan diuraikan kemudian. Beberapa peneli-tian menunjukkan bahwa pemberian vitamin A dosis tinggi pada anak balita selain dapat melindungi mereka dari bahaya kebutaan juga memberikan daya tahan yang lebih kuat terhadap serangan penyakit infeksi. Dengan demikian pemberian vitamin A dosis tinggi diduga dapat menunjang upaya penurunan angka kematian bayi dan anak balita.

Sasaran pencegahan dan penanggulangan anemia gizi dalam Repelita IV lebih banyak diutamakan pada ibu hamil dan ibu menyusui, terutama dari golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini erat kaitannya dengan upaya menurunkan angka kematian bayi. Kegiatannya berupa penyuluhan gizi, pemanfaatan tanaman pekarangan, dan pemberian pil besi, melalui paket UPGK dan Puskesmas. Selama tiga tahun pertama Repelita IV lebih dari 2 juta ibu hamil telah mendapat pil besi, masing-masing 150.000

VII/28

Page 33:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 13

KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA,1983/84 - 1986/87

1) Angka kumulatif2) Angka tahunan3) Angka diperbaiki, dengan menggabungkan kegiatan

dibeberapa desa menjadi satu atau dua desa4) Tidak ada kegiatan PMT

VII/29

Page 34:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII - 14

DISTRIBUSI KAPSUL VITAMIN A MELALUI UPGK DAN PUSKESMAS,1983/84 - 1986/87*)

Repelita IVUraian 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87

Propinsi 27 27 27 27

Desa 4.313 3.000 4.000 5.000

Anak Balita 862.600 890.000 783.798 1.790.800

*) Angka tahunan

VII/30

Page 35:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

TABEL VII – 15

PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK DAN ANEMIA GIZI,1983/84 – 1986/87 8)

*) Angka tahunan

VII/31

Page 36:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

orang dalam tahun 1984/85, 660.000 orang tahun 1985/86, dan satu juta orang lebih dalam tahun 1986/87 (Tabel VII-15).

3. Penanggulangan Penyakit Gangguan Kurang Iodium (GAKI)

Upaya pencegahan dan penanggulangan GAKI yang dapat menye-babkan penyakit gondok endemik dan kretinisme tetap terus diga-lakkan dalam Repelita IV. Meskipun angka penyakit gondok ende-mik cenderung menurun, tetapi secara nasional jumlah penderita-nya masih cukup besar, yaitu diperkirakan masih lebih dari 20 juta penduduk dari semua propinsi, kecuali DKI Jakarta. GAKI disebabkan selain karena air dan tanah yang miskin akan zat iodium, juga karena faktor rendahnya tingkat sosial-ekonomi penduduk di daerah-daerah terpencil dan di pegunungan.

Upaya penanggulangan GAKI masih tergantung pada penyuntikan preparat iodium yang didukung oleh peningkatan konsumsi garam beriodium. Dalam Repelita III, jumlah penduduk yang memperoleh suntikan preparat iodium rata-rata setiap tahunnya baru menca-pai kurang lebih 900.000 orang, dan sejak tahun pertama Repeli-ta IV jumlah tersebut telah ditingkatkan. Selama tiga tahun pertama Repelita IV, (1984/85 - 1986/87) jumlah penduduk yang mendapat suntikan preparat iodium berjumlah kurang lebih 3,7 juta orang (Tabel VII-15).

Untuk lebih memasyarakatkan garam beriodium, produksi garam iodium dalam tahun 1986/87 lebih banyak diserahkan kepada peru-sahaan-perusahaan swasta.

4. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

SKPG bertujuan untuk mengembangkan kemampuan aparat Peme-rintah Daerah memantau persediaan dan konsumsi pangan penduduk pedesaan dari waktu ke waktu. Dengan demikian, aparat Peme-rintah Daerah dapat mengambil langkah-langkah sedini mungkin untuk menghadapi keadaan rawan pangan akibat kekeringan, hama, bencana alam dan lain sebagainya.

Dalam tahun 1984/85 dan 1985/86, berdasarkan pengalaman dari daerah rintisan SKPG di Lombok Tengah, SKPG dicoba dan dikembangkan di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dalam tahun 1986/87 telah dilakukan penilaian terhadap upaya pengem-bangan tersebut. Hasil penilaian menunjukkan perlunya SKPG terus dikembangkan lebih lanjut.

VII/32

Page 37:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …

5. Fortifikasi Bahan Pangan

Fortifikasi bahan pangan adalah upaya meningkatkan nilai gizi bahan pangan tertentu dengan menambahkan zat-zat gizi penting. Fortifikasi yang telah dilakukan sejak Repelita III adalah menambah zat iodium kedalam garam atau yodisasi garam dalam rangka penanggulangan GAKI.

Dalam rangka mendorong peningkatan konsumsi vitamin A pada makanan rakyat, khususnya anak-anak balita, maka dalam tahun 1984/85 dan 1985/86 telah dilakukan uji coba fortifikasi vita-min A ke dalam suatu bahan penyedap makanan dengan hasil yang cukup memuaskan. Dalam tahun 1986/87 fortifikasi vitamin A kedalam bahan penyedap tersebut telah diterapkan untuk daerah-daerah tertentu. Secara bertahap daerah cakupan fortifikasi vitamin A akan terus diperluas.

VII/33

Page 38:  · Web viewDalam Tabel VII-11 nampak perbedaan harga beras pada musim panen dan paceklik di kota-kota, sejak tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1986/87. Perbedaan harga …