Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa serabut dari korteks lobus parietalis menuju nucleus pada thalamus,
yaitu Ventral Posteromedial Nucleus (VPM) dan Ventral Posterolateral Nucleus
(VPL). Serat-serat ini memiliki fungsi untuk menghambat (feedback) dari stimulus
nyeri. Bila adanya suatu lesi dari thalamus yang menyebabkan hilangnya atau
menurunnya fungsi dari penghambatan ini akan memberi efek timbulnya nyeri yang
terasa lebih keras yang dinamai Nyeri Thalamus.1
Nyeri thalamus adalah suatu gejala yang termasuk dalam suatu sindrom yang
disebut sindrom talamik. Umumnya nyeri thalamus ini disebebkan oleh suatu
gangguan serebrovaskular dan bisa juga disebabkan oleh suatu metastasis dari suatu
karsinoma bronkus di thalamus. Selain itu beberapa pustaka menyebutkan bahwa
nyeri thalamik memiliki beberapa sinonim seperti Central Post Stroke Pain (CPSP)
dan Dejerine-Roussy Syndrome.1.2
Salah satu penyakit serebrovaskular yang sering menyebabkan nyeri thalamus
adalah stroke. Walaupun prevalensinya rendah pada pasien stroke (1-8%) tetapi
penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderitanya. Karena
penderita akan merasakan nyeri pada berbagai stimulus yang dirasakan tubuh akibat
rusaknya system penghambatan dari thalamus. Berbagai terapi sudah digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri ini pada orang stroke seperti antidepresan adrenergic,
tetapi efeknya sering tidak terlalu baik. Antiepilepsi seperti lamotrigin juga bisa
digunakan sebagai terapi tambahan. Namun akhir-akhir ini sedang berkembang
penggunaan Gabapentin atau pregabalin sebagai terapi yang berpotensi, tetapi masih
belum memberi hasil yang maksimal.2
Melihat efek buruk yang diterima pada penderitanya, masih belum begitu
adekuatnya terapi yang ada, dan masih begitu banyak pembahasan tentang topik ini
membuat kami penulis tertarik untuk mengangkat tema thalamic pain ini untuk
menganalisis dan sintesis lebih mendalam mengenai nyeri thalamus. Sehingga kami
memilih tema ini dalam penulisan paper ini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Epidemiologi Nyeri Thalamus
Secara definisi maka nyeri thalamus dapat didefinisikan sebagai nyeri yang
diakibatkan adanya kerusakan pada serabut serat saraf dari korteks lobus parietalis
menuju nucleus pada thalamus, yaitu Ventral Posteromedial Nucleus (VPM) dan
Ventral Posterolateral Nucleus (VPL). Serat-serat ini memiliki fungsi untuk
menghambat (feedback) dari stimulus nyeri. Bila adanya suatu lesi dari thalamus
yang menyebabkan hilangnya atau menurunnya fungsi dari penghambatan ini akan
memberi efek timbulnya nyeri yang terasa lebih keras atau nyeri yang menetap.
Beberapa pustaka menyebutkan bahwa nyeri thalamik memiliki beberapa sinonim
seperti Central Post Stroke Pain (CPSP) dan Dejerine-Roussy Syndrome.1,2
Nyeri yang terasa lebih keras atau nyeri yang menetap pada pasien akan
memberi penurunan kualitas hidup dari pasien. Berbagai penyakit yang terdapat
diotak, utamanya pada thalamus akan menyebabkan terjadinya nyeri thalamus seperti
tumor, infeksi, multiple sklerosis dan trauma. Tetapi penyakit cerebrovaskular adalah
penyebab terpenting dari penyakit ini seperti stroke. Secara epidemiologi sekitar
30.000 orang di United State menderita nyeri ini, tetapi untuk angka pastinya masih
belum diketahui karena nyeri thalamus ini cukup susah untuk dibedakan dari tipe
nyeri lainnya. Pada stroke pun dapat terjadi berbagai jenis nyeri seperti shoulder pain,
painful spasticity, persistent headache, dan nyeri muskolosketelal lainnya yang
mempersulit diagnosis dari penyakit ini.3
Umur dan jenis kelamin bukanlah faktor predisposisi dari penyakit ini. Nyeri
yang dirasakan penderitanya dapat terasa spontan atau dirangsang oleh sesuatu. Nyeri
spontan adalah gejala tersering yang dilaporkan, sekitar 85% dari pasien akan
mengeluh nyeri spontan. Dari hasil penelitian jika diberi skala 0 – 10 pada sebagian
besar pasien akan memberi nilai nyeri antara 3 dan 6. Dari hasil penelitian juga
didapatkan bahwa nyeri yang dirasakan penderita jika nyerinya terus menerus adalah
seperti sensasi terbakar, tertusuk – tusuk, nyeri dingin, dan seperti teremas. Namun
2
pada pasien yang merasakan nyeri tidak terus menerus mengeluh nyeri terasa seperti
terasa terkoyak atau seperti setelah terluka dan seperti terkena tembakan.3
2.2 Neuroanatomi Thalamus
2.2.1 Topografi
Setiap hemisper serebri memiliki sebuah thalamus dan masing-masing terletak
di sisi ventriculus tertius. Ujung anterior thalamus sempit dan bulat serta merupakan
batas lateral foramen interventriculare. Ujung posterior melebar membentuk pulvinar,
yang tergantung melewati colliculus superior. Permukaan inferior berhubungan
dengan tegmentum mesencephali dan permukaan medial thalamus membentuk
dinding lateral ventriculus tertius dan biasanya berhubungan dengan thalamus sisi
berlawanan melalui sebuah pita substansia grisea. Permukaaan superior thalamus di
tutupi oleh lapisan tipis substansia alba yang disebut stratum zonale, sedangkan
permukaan lateralnya oleh lapisan lain yang disebut lamina medularis externa.4
Gambar 1 Lokasi Thalamus4
2.2.2 Batas-batas Anatomi Thalamus
Thalamus berbentuk oval dengan penonjolan dibagian posteriornya. Sumbu
panjangnya membentuk sudut membuka keatas dengan bidang horizontal sehingga
bagian inferiornya juga dapat dikatakan bagian ventral. Dibagian depan, thalamus
berbatasan dengan foramen intervertriculare (Monroi), ke belakang berhubungan
3
dengan tegmentum mesencephalon. Permukaan medialnya dibatasi lapisan ependim
yang membentuk dinding ventriculus III sedangkan bagian lateralnyanya, yang
berbatasan dengan capsula interna dilapisi oleh lamina medullare externa. Bagian
lateral atas thalamus membentuk sebagian dasar ventriculus lateralis yang juga
dilapisi plexus choroideus. Bagian atasnya dilapisi oleh stratum zonale. Diujung
posterior thalamus terdapat pulvinar yang berhubungan dengan fungsi pendengaran
dan pengelihatan. Pada bagian lateroanterior terdapat corpus geniculatum mediale
(CGM) dan corpus geniculatum laterale (CGL). Thalamus kiri dan kanan
dihubungkan oleh massa intermedia atau adhesion interthalamica. Disebelah dalam
thalamus dibagi menjadi pars anterior, pars medial, dan pars lateral oleh lamina
medullare interna yang berbentuk huruf “Y”. pada masing-masing bagian terdapat
kelompok kelompok sel saraf membentuk nukleus thalami.4
2.2.3 Nukleus Thalamus
Anterior
Mengandung nukleus anterior thalami. Nukleus tersebut menerima tractus
mamillothalamicus dari nukleus mammilare.Nukleus anterior thalami ini juga
menerima hubungan timbal-balik dengan gyrus cinguli dan hipotalamus. Fungsi
nukleus anterior thalami berhubungan erat dengan fungsi sistem limbic, yaitu
berkaitan dengan emosi dan mekanisme memori yang baru. 4
Medial
Mengandung nukleus dorsomedialis yang besar dan beberapa nucleus yang
lebih kecil. Nukleus dorsomedialis mempunyai dua cara hubungan dengan seluruh
korteks prefrontalis lobus frontalis hemispherium cerebri. Nukleus ini juga
mempunyai hubungan yang sama dengan seluruh kelompok nukcleus thalamus
lainnya. Bagian medial thalamus berperan mengintegrasikan berbagai informasi
sensorik, termasuk informasi somatic, visceral, dan olfaktorius serta mengaitkan
informasi tersebut dengan perasaan emosional dan keadaan seseorang.4
4
Lateral
Terbagi menjadi dua, yaitu, deretan dorsal dan ventral.4
1. Nukleus deretan dorsal
Deretan ini meliputin nukleus dorsalis lateralis thalami, nucleus
posterolateral thalami, dan pilvinar thalami. Hubungan nukleus ini belum
jelas, namun ketiganya diketahui memiliki hubungan dengan thalamus
lainnya, juga dengan lobus parietalis, gyrus cinguli, serta lobus occipitalis dan
temporalis.
2. Nukleus deretan ventral
a) Nukleus ventralis anterior. Nukleus ini dihubungkan dengan
formation reticularis, substansia nigra, corpus striatum, dan korteks
premotorik, serta berbagai nukleus thalamus lainnya. Oleh karena
terletak pada jaras antara corpus striatum dan area motorik korteks
frontalis, nukleus ini kemungkinan mempengaruhi aktifitas korteks
motoris.
b) Nukleus ventralis lateralis. Nukleus ini mempunyai hubungan
sama seperti pada nucleus ventralis anterior tetapi, mendapatkan
banyak input dari cerebellum dan sedikit dari nukleus ruber.
Proyeksi utamanya menuju daerah motorik dan premotorik cortex
cerebri sehingga kemungjinan nukleus ini juga berperan dalam
aktifitas motorik.
c) Nukleus ventralis posterior. Nukleus ini terbagi menjadi nukleus
ventralis posteromedialis dan nukleus ventralis posterolateralis.
Nukleus ventralis posteromedialis menerima serabut-serabut
asendens trigeminus dan jaras pengecapan, sedangkan nukleus
ventralis posterolateralis menerima traktus sensorik asendens yang
penting, lemniscus spinalis. Proyeksi thalamokortikal dari nukleus-
nukleus yang penting ini berjalan melalui crus posterius capsula
interna dan corona radiata menuju area sensorik somatik primer
cortex cerebri di gyrus postcentralis (area 3,1, dan 2).
5
Nukleus Thalamus Lainnya
Nukleus-nukleus ini, antara lain nukleus intralaminares, nukleus di garis
tengah, nukleus reticularis, serta corpus geniculatum mediale dan corpus
geniculatum laterale.4
a. Nukleus intralaminares
Sekumpulan kecil sel-sel saraf di dalam lamina medullaris interna. Nukleus
ini menerima serabut-serabut aferen dari formation reticularis, tractus
spinothalamicus dan tractus trigeminothalamicus. Mengirimkan serabut serabut-
serabut eferen ke nukleus thalami lain nya yang kemudian diproyeksikan ke cortex
cerebri, dan mengirimkan serabut ke corpus striatum. Nukleus-nukleus ini diduga
mempengaruhi tingkat kesadaran dan kesiagaan seseorang. 4
b. Nukleus di garis tengah
Terdiri dari kelompok sek saraf yang terletak di dekat ventriculus tertius dan
didalam hubungan intertalamik. Nukleus ini menerima serabut aferen dari formation
reticularis. Fungsi tepat nya tidak diketahui. 4
c. Nukleus reticularis
Lapisan tipis sel saraf yang tersusun berlapis diantara lamian medullaris
externa dan ekstremitas posterior capsula interna. Serabut-serabut aferen dari cotex
cerebri dan formatio reticularis berkumpul pada nukleus ini dan outputnya,terutama
nukleus thalami lainnya. Fungsi nukleus reticularis belum dimengerti seluruh nya,
tetapi kemungkinan berkaitan dengan mekanisme regulasi aktivitas thalamus oleh
cortx cerebri. 4
d. Corpus geniculatum mediale
Membentuk sebagia jaras audiotorik dan merupakan sebuah penonjolan pada
permukaan posterior thalamus dibawah pulvinar. Serabutserabut aferen ke corpus
geniculatum mediale membentuk brachium inferior dan berasal dari colliculus
inferior. Harus diingat bahwa colliculus inferior inferior merupakan tempat
berakhirnya serabut-serabut lemniscus lateralis. Corpus geniculatum mediale
menerima informasi auditorik dari kedua telnga, terutama dari telinga sisi
6
kontralateral. Serabut-serabut eferen meninggalkan corpus geniculatum mediale
dengan membentuk radiatio audiotorius, yang berjalan menuju cortex audiotorik di
gyrus temporalis superior. 4
e. Corpus geniculatum laterale
Membentuk bagian jaras visual dan merupakan sebuah penonjolan pada
permukaan bawah pulvinar thalami. Nukleus ini terdiri terdiri dari enam lapisan sel
saraf dan merupakan tempat tempat berakhirnya semua serabut saraf, kecuali
beberapa serabut tractus opticus ( kecuali serabut yang menuju nukleus pretectalis).
Serabut-serabut merupakan akson sel lapisan ganglion retina dan berasal dari
setengah lapang pandang temporal mata sisi ipsilateral dan setengah lapang pandang
nasal mata kontralateral. Serabut-serabut terakhir ini menyilang garis tengah di
chiasma opticum Oleh karena itu, masing-masing corpus geniculatum laterale
menerima informasi visual dari lapang pandang sisi yang berlawanan. Serabutserabut
eferen meninggalkan corpus geniculatum laterale untuk membentuk radiation optica,
yang berjalan ke korteks visual di lobus occipitalis. 4
Tabel 1: Nukleus Pada Thalamus5
7
Gambar 2: Topografi Nukleus Thalamus5
Gambar 3 Perjalanan Impuls6
8
2.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari nyeri pada kejadian stroke, cedera otak traumatis
dan multiple sclerosis tidak terlalu berbeda, namun patofisiologi yang mendasarinya
berbeda. Karakteristik klinis CPSP mirip dengan nyeri neuropatik sentral dan nyeri
neuropatik perifer. Meskipun lesi terletak sama di otak, mekanisme patofisiologis
dapat berbeda tergantung pada lokasi lesi di SSP.2,3
Nyeri terbakar lebih umum terjadi pada pasien dengan infark medulla lateralis
dibandingkan pada pasien dengan infark thalamik, dan deskripsi dari rasa sakit dapat
berbeda tergantung pada apakah lesi tersebut terletak di medial atau lateral.
Saat ini, ada beberapa penelitian yang menghubungkan antara mekanisme dari
nyeri, lokasi dan patologi lesi, manifestasi klinis, dan respon terhadap pengobatan.
Konsekuensinya, setiap penjelasan terhadap mekanisme yang diusulkan harus
didasarkan pada karakterisitik klinis penyakitnya, seperti kehilangan sensori
(deafferentation), hipersensitivitas (sensitisasi dan inhibisi), penurunan atau
peningkatan sensasi suhu dan nyeri. Proses hantaran sensori suhu dan rasa tertusuk
terjadi melewati thalamus melalui jaras spinothalamik dan jaras
spinotrigeminothalamik yang memproyeksikannya ke talamus.
9
Gambar 4 teori-teori mekanisme nyeri sentral3
Sensitisasi sentral
Adanya lesi pada SPP yang menghasilkan baik perubahan anatomi,
neurokimia, eksitotoksik, dan inflamasi, dapat memicu peningkatan rangsangan saraf.
Dikombinasikan dengan hilangnya inhibisi dan meningkatnya fasilitasi, peningkatan
rangsangan ini dapat mempengaruhi sensitisasi sentral (central sensitization), yang
dapat menyebabkan nyeri kronis.3
Mekanisme ini didukung oleh fakta bahwa banyak dari obat farmakologi yang
tersedia untuk pengobatan nyeri sentral bertindak sebagian dengan mengurangi
10
hipereksitabilitas neuronal. Nyeri spontan pada CPSP mungkin terkait dengan
hipereksitabilitas atau spontaneous discharge dari neuron di thalamus atau korteks.
Perubahan dalam fungsi traktus spinotalamikus
Gangguan nyeri dan sensasi suhu merupakan keluhan yang terjadi secara
umum pada pasien dengan CPSP, dan lesi pada traktus spinotalamikus mungkin
penyebab dari munculnya sindrom ini. Defisit dalam fungsi jaras spinotalamikus
dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan laser-evoked potential. Namun biasanya
gangguan tersebut juga terjadi pada lesi SSP tanpa keluhan nyeri. Adanya
hipersensitivitas dengan rangsang tusuk dan rangsangan termal (dingin) lebih umum
terjadi pada pasien stroke dengan nyeri sentral dibandingkan dengan yang tanpa nyeri
sentral. Hal menunjukkan bahwa hipereksitabilitasi dan aktivitas yang sedang
berlangsung di traktus spinotalamikus mungkin merupakan mekanisme yang
mendasari pada kejadian ini.3
Teori disinhibisi
Input ke SSP terus dikontrol dengan keseimbangan antara sistem fasilitasi dan
inhibisi, termasuk interaksi antara inti batang otak (medula ventromedial rostral &
periaqueductal gricea), sumsum tulang belakang dan sirkuit talamokortikal
supraspinal. Ketidakseimbangan mekanisme diatas diduga menjadi mekanisme yang
mendasari nyeri sentral, termasuk yang menunjukkan bahwa nyeri sentral adalah hasil
dari lesi dari sistem lateral, menyebabkan disinhibisi dari sistem medial (gambar 1A -
C).3
Head dan Holmes pada tahun 1911 menyarankan bahwa nyeri sentral
disebabkan oleh lesi di thalamus lateralis yang mengganggu jalur inhibisi,
menyebabkan disinhibisi dari thalamus medial(gambar 1 A). Sebuah modifikasi dari
hipotesis ini diusulkan dalam teori disinhibisi thermosensory, yang menyatakan
bahwa CPSP adalah hasi dari hilangnya inhibisi normal nyeri dari dingin akibat
adanya lesi. Ini menghasilkan ketidakseimbangan antara traktus spinotalamikus
lateralis yang menghasilkan sensasi dingin dan traktus spinotalamikus medial yang
11
menghasilkan sensasi nyeri (gambar 1 B). Lesi dari lateral traktus spinotalamikus,
juga telah diduga menyebabkan disinhibisi dari Spino reticulothalamic yang terletak
di medial atau jalur paleospinothalamic (Gambar 1 C).3
Perubahan dalam aliran darah otak regional yang dapat divisualisasikan
dengan menggunakan MRI fungsional , PET , atau SPECT (Single photon emission
computed tomography). Perubahan tersebut telah ditunjukkan selama evoked pain
pada pasien dengan infark medulla lateralis dan CPSP. Peningkatan aliran darah otak
regional di thalamus, area somatosensori, parietal inferior, insula anterior, dan
medialkorteks prefrontal yang ditemukan selama stimulasi daerah allodinia. Pada
individu sehat, ada peningkatan aktivitas dalam korteks cingulate anterior yang
dihubungkan dengan rangsangan bahaya , tetapi respon ini tidak terlihat selama
allodynia. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan dari jalur somatosensori dan nyeri
terjadi setelah stroke mungkin terjadi pada sistem diskriminatif nyeri lateral.3
Perubahan thalamus
Thalamus diduga memainkan peranan penting dalam mekanisme yang
mendasari nyeri sentral, dimana CPSP umum terjadi setelah adanya lesi pada
thalamus. Dalam satu studi, 9 dari 11 pasien dengan lesi thalamus dan murni stroke
sensorik memiliki infark kecil di thalamus, yang semua terbatas pada inti
posterolateral. 6 dari pasien ini tidak memiliki gangguan sensorik, dan 3 pasien
mengeluhkan dysaesthesia. Dalam serangkaian pasien dengan infark thalamus, hanya
lesi terletak di bagian ventral posterior thalamus yang menyebabkan terjadinya
CPSP.2,3
Thalamus juga diduga terlibat dalam nyeri sentral di pasien yang lesinya tidak
langsung melibatkan thalamus. Data dari studi PET menunjukkan penurunan aliran
darah otak regional di thalamus pada pasien dengan CPSP yang memiliki rasa sakit
spontan pada saat istirahat.
Hypoactivity ini hanya mungkin menunjukan deafferentation,tapi mungkin
juga terkait dengan patofisiologi nyeri neuropatik. Hiperaktif thalamus telah
ditemukanselama allodynia dengan menggunakan SPECT dan PET. Peningkatan
12
bursting activity telah ditemukan di caudal ventral inti thalamus pada pasien dengan
nyeri sentral yang dilihat oleh penggunaan microelectrodes selama operasi otak. Studi
nyeri sentral terbaru pada hewan dalam primata dan hewan pengerat menunjukkan
bahwa peningkatan rangsangan nukleus adalah hasil plastisitas homeostatik
maladaptif karena hilangnya input ascending yang normal melalui saluran
spinotalamikus (gambar 1 D). Meskipun pola bursting mungkin tidak spesifik untuk
pasien dengan nyeri kronis, aktivitas bursting pada pasien dengan nyeri sentral
tampaknya berbeda dalam lokasi dan karakteristik dibandingkan dengan pasien yang
bebas rasa sakit dengan deafferentiation serupa. Stimulasi listrik oleh microelectrodes
pada daerah-daerah tertentu di kedua lateral dan thalamus medial dapat menimbulkan
rasa sakit. Ada peningkatan kejadiann stimulus-evoked pain di daerah ventro-caudal
dan posteroinferior thalamus, dan microstimulation lebih cenderung menyebabkan
sensasi terbakar pada pasien dengan CPSP dibandingkan dengan pasien dengan nyeri
kronis lainnya. Oleh karena itu, thalamus mungkin memiliki peran substansial dalam
beberapa pasien dengan nyeri sentral, baik sebagai generator nyeri atau dengan
pengolahan abnormal input ascending. Deafferentation, hilangnya penghambatan
neuron yang mengandung GABA di thalamus, dan aktivasi mikroglial juga telah
diduga mendasari perubahan thalamus.3
Perubahan lain
Teori reverberation dinamis menunjukkan bahwa nyeri sentral timbul sebagai
akibat dari kekacauan dari pola osilasi di dalam corticothalamocortical sensorik
reverberatory loop yang berjalan antara thalamus dan korteks (gambar 1 E).3 Melzack
mengusulkan jaringan saraf, atau neuromatrix , yang mengatur sensasi pada tubuh
dan memiliki substrat ditentukan secara genetik yang dimodifikasi oleh pengalaman
sensorik. Dia menyarankan bahwa jaringan ini menghasilkan sensasi menyakitkan
abnormal, seperti phantom limb pain , ketika kekurangan input sensorik. Reorganisasi
struktural thalamus (inti ventro-caudal)dan korteks somatosensori telah ditunjukkan
dalam nyeri sentral dan dalam studi pada hewan dengan menggunakan pencitraan
fungsional dan tes neurofisiologis. Reorganisasi struktural belum diperiksa dalam
13
CPSP, dana pakah reorganisasi di daerah nyeri sentral lainnya memiliki hubungan
kausal langsung dengan nyerinya atau sekunder untuk perubahan yang terjadi pada
tingkat lain dari SSP masih belum jelas.3
2.4 Penyakit Terkait Nyeri Thalamus
Sindrom nyeri thalamus juga dikenal sebagai Central Post Stroke Pain
(CPSP) adalah gangguan neuropatik sentral ditandai dengan nyeri konstan atau
intermiten.7 Secara klasik dijelaskan bahwa nyeri ini muncul setelah lesi vaskular di
thalamus.8 Lesi pada thalamus lateral paling sering terlibat pada sindrom ini.9 Namun
belakangan nyeri ini diketahui bisa disebabkan oleh karena adanya lesi di sepanjang
telencephalon yang melibatkan jalur somatosensori dan ditunjukkan dengan adanya
lesi encephalic vaskular multipel pada sebagian besar pasien CPSP.8
Infark thalamus terjadi pada 11% kasus dari infark vertebrobasilar yang
diklasifikasikan menjadi infark area anterior, paramedian, inferiolateral dan posterior.
Sebagaimana thalamus memiliki peranan dalam fungsi sensasi, stroke thalamus
adalah yang paling umum menyebabkan gangguan sensorik murni10 terutama sensasi
termal pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.7 CPSP terjadi setelah infark pada
thalamus ventroposterolateral, subkortikal, kapsular, dan infark batang otak yang
letaknya lebih rendah. Infark ditandai dengan adanya keterlibatan sistem
spinotalamikus dan sedikit dari jalur lemniscal.10 Prevalensi CPSP diperkirakan antara
1 sampai 12% dari semua pasien stroke, sementara 18% pasien stroke dengan
gangguan somatosensori berkembang menjadi CPSP.7 Kebanyakan pasien akan
muncul keluhan pada 1-2 bulan pasca stroke, namun ada juga pasien yang muncul
keluhan CPSP setelah 1-6 tahun pasca stroke.7
Sindrom nyeri thalamus digambarkan sebagai rasa terbakar, shooting,
menusuk, sensasi dikoyak, sensasi diperas, dingin membeku, sensasi terpotong atau
berdenyut dan dapat diperburuk oleh rangsangan seperti sentuhan (misalnya kain
yang menyentuh kulit), gerakan, perubahan suhu atau stress. Allodynia, dysaesthesia
dan hiperalgesia umumnya berkaitan dengan sebagian besar pasien CPSP dan
merupakan bagian penting dari sindrom CPSP.10 Gejala lain biasanya tidak jelas dan
14
sulit untuk digambarkan, sehingga membuat diagnosis dini sangat sulit. Kebanyakan
pasien juga mengalami dysesthesia spontan dan gangguan stimulus yang
menimbulkan gangguan sensorik seperti dysesthesia, allodynia dan hiperalgesia.
Dengan demikian, CPSP ditandai dengan kelainan signifikan pada sensitivitas suhu
dan nyeri serta gangguan sensorik allodynia dan dysesthesia. Karakteristik lainnya
mencakup berkurangnya kemampuan melokalisasi stimulus dan disosiasi antara jalur
termal dan pinprick sensation.7
Penelitian oleh de Oliveira, dkk., menunjukkan bahwa sebanyak 77,5% pasien
post stroke mengalami onset nyeri yang muncul tiba-tiba yang muncul dalam 3 bulan
pertama pasca stroke. Nyeri neuropatik yang paling banyak dirasakan bersifat
kontinyu (85,0%), dan bersifat intermiten (15,0%). Sedangkan tipe nyeri yang paling
banyak dirasakan yaitu rasa terbakar (70%), dan diikuti dengan nyeri yang seperti
tersetrum listrik (22,5%). Faktor pencetusnya berupa kontak dengan dingin (62,5%),
perubahan mood (52,5%), menggerakkan anggota tubuh yang nyeri (37,5%), dan
kontak dengan panas (20%). Lesi pada thalamus menimbulkan gambaran
abnormalitas sensori berupa heat and cold hypoesthesia (75%), hyperpathia (75%),
berkurangnya sensitivitas vibrasi (75%), hypalgesia (62,5%), dan taktil allodynia
(50%).2 Menurut penelitian oleh Gustin, dkk., selain pada pasien CPSP, pasien
dengan neuropati trigeminal juga mengalami suatu nyeri neuropatik yang disebabkan
oleh volume thalamus dan viabilitas sel saraf yang berkurang signifikan. Pada pasien
neuropati trigeminal keluhan nyeri yang dirasakan berupa sharp pain atau dull pain
yang dirasakan terus menerus dan sering berlangsung selama berjam-jam.11
CPSP umumnya disertai dengan stroke di sisi kiri dan nyeri dapat dirasakan di
sisi tubuh yang mengalami stroke seperti wajah, lengan, kaki, badan, dan kadang-
kadang nyeri dapat dirasakan pada separuh sisi tubuh. CPSP dapat mengurangi
kualitas hidup pasien yang telah mengidap stroke, rehabilitasi yang sulit, gangguan
tidur, dan menimbulkan ide bunuh diri karena intensitas dan sifat nyeri yang tidak
kunjung berhenti.10
2.5 Terapi
15
Obat NSAID (ibuprofen, asam asetilsalisilat dan inhibitor COX-2), anestesi
lokal (lidokain), antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (ketamin, cannabinoids,
dan botulinum toksin A) tidak dianjurkan.4 Namun, lidocaine dan propofol
direkomendasikan hanya untuk mengatasi nyeri jangka pendek pada pasien CPSP
dengan nyeri hebat.10
Golongan antidepresan (amitriptyline dan nortriptyline) serta golongan obat
antiepilepsi (lamotrigin, gabapentin, pregabalin dan carbamazepine) dapat digunakan
sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan mexiletine, fluvoxamine gabapentin
sebagai lini kedua.7,10 Pasien yang refrakter terhadap obat lini pertama, dapat
diberikan obat golongan opioid seperti morfin atau levorphanol meskipun belum ada
penelitian yang luas mengenai keberhasilan opiod untuk pengobatan CPSP.7
Amitriptyline merupakan obat antidepresan trisiklik yang dijadikan obat
pilihan pertama. Namun, penggunaannya dibatasi karena efek samping seperti mulut
kering, mengantuk dan sembelit, retensi urin, hipotensi ortostatik dan aritmia jantung.
Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa amitriptyline memiliki efek analgetik yang
jelas meskipun penggunaannya yang sesungguhnya adalah obat untuk memperbaiki
mood, namun efek analgesia ini tidak serta merta disertai dengan penurunan gejala
depresi. Kenyataannya, amitriptyline telah terbukti klinis efektif dalam pengobatan
nyeri neuropatik perifer pada pasien non depresi. Selain itu, dosis dan level
amitriptyline dalam darah yang rendah dapat digunakan sebagai obat penghilang rasa
nyeri.7 Amitriptyline tidak memberikan efek profilaskis pada pasien CPSP.10
Intervensi nonfarmakologi misalnya, deep brain stimulation dari central grey
matter telah digunakan beberapa tahun lalu untuk nyeri yang hebat. Tissue
plasminogen activator (tPA) digunakan untuk menyelamatkan area iskemik
penumbra dengan mencegah kerusakan pada saluran spinothalamocortical, dan
dengan demikian mengurangi risiko CPSP. Namun, penggunaannya masih sangat
terbatas pada pasien stroke tertentu saja dikarenakan kriteria spesifik yang ketat.7
Ablasi bedah dari bagian thalamus yang infark dengan tehnik stereotaktik
talamotomi telah terbukti mengurangi nyeri. Seperti pada sindrom nyeri kronis pada
umumya, faktor psikologis memainkan peran utama dalam menentukan intensitas
16
nyeri. Dengan demikian, terapi psikologis seperti terapi perilaku dapat bermanfaat
bagi pasien CPSP. Prognosis untuk sindrom nyeri sentral adalah buruk dengan
disertai tanpa resolusi spontan.10
2.6 Prognosis
Pada dasarnya prognosis untuk Thalamic Pain adalah buruk, karena thalamic
pain akan susah untuk dihilangkan dan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
hidup dari penderitanya. Tidak ada obat khusus untuk menterapi thalamic pain, tetapi
manajemen nyeri bertujuan untuk membantu penderita mengatasi lebih baik dengan
rasa sakit mereka dalam jangka panjang. Program ini dijalankan oleh kombinasi dari
professional kesehatan, seperti fisioterapi, psikolog klinis dan dokter yang dapat
membantu penderita dengan postur tubuh yang buruk, frustrasi, depresi dan hambatan
lainnya. Penderita belajar tentang langkah mereka, pernapasan, relaksasi dan latihan
berpikir positif. Program manajemen nyeri bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup penderita.2,3
17
BAB III
KESIMPULAN
Dari penulisan tinjauan pustaka ini dapat ditarik kesimpulan
1. Nyeri thalamus adalah suatu gejala yang termasuk dalam suatu sindrom yang
disebut sindrom talamik. Umumnya nyeri thalamus ini disebebkan oleh suatu
gangguan serebrovaskular dan bisa juga disebabkan oleh suatu metastasis dari
suatu karsinoma bronkus di thalamus. Salah satu penyakit serebrovaskular
yang sering menyebabkan nyeri thalamus adalah stroke. Umur dan jenis
kelamin bukanlah faktor predisposisi dari penyakit ini. Nyeri yang dirasakan
penderitanya dapat terasa spontan atau dirangsang oleh sesuatu. Nyeri spontan
adalah gejala tersering yang dilaporkan, sekitar 85% dari pasien akan
mengeluh nyeri spontan.
2. Thalamus dipikirkan memainkan bagian penting dalam mekanisme yang
mendasari nyeri sentral, dan CPSP umum terjadi setelah lesi mengenai
thalamus . Dalam satu studi, 9 dari 11 pasien dengan lesi thalamus dan murni
stroke sensorik memiliki infark kecil di thalamus, yang semua terbatas pada
inti posterolateral . 6 dari pasien ini tidak memiliki gangguan sensorik, dan 3
pasien melaporkan dysaesthesia. Dalam serangkaian pasien dengan infark
thalamus, hanya lesi terletak di bagian ventral posterior inti lateral dan medial
posterior ventral) thalamus menyebabkan CPSP Thalamus juga mungkin
terlibat dalam nyeri sentral di pasien yang lesinya tidak langsung melibatkan
thalamus. Data dari studi PET menunjukkan penurunan aliran darah otak
regional di thalamus pada pasien dengan CPSP yang memiliki rasa sakit
spontan pada saat istirahat.
3. Obat NSAID (ibuprofen, asam asetilsalisilat dan inhibitor COX-2), anestesi
lokal (lidokain), antagonis reseptor N-methyl-D-aspartate (ketamin,
cannabinoids, dan botulinum toksin A) tidak dianjurkan. Golongan
antidepresan (amitriptyline dan nortriptyline) serta golongan obat antiepilepsi
(lamotrigin, gabapentin, pregabalin dan carbamazepine) dapat digunakan
18
sebagai pengobatan lini pertama, sedangkan mexiletine, fluvoxamine
gabapentin sebagai lini kedua.4,7 Pasien yang refrakter terhadap obat lini
pertama, dapat Intervensi nonfarmakologi misalnya, deep brain stimulation
dari central grey matter telah digunakan beberapa tahun lalu untuk nyeri yang
hebat. Tissue plasminogen activator (tPA) digunakan untuk menyelamatkan
area iskemik penumbra dengan mencegah kerusakan pada saluran
spinothalamocortical, dan dengan demikian mengurangi risiko CPSP. Namun,
penggunaannya masih sangat terbatas pada pasien stroke tertentu saja
dikarenakan kriteria spesifik yang ketat
19