64
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantong semar (Nepenthes spp.) sebuah nama tumbuhan karnivora. Kantong semar (Nepenthes spp.), pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne. Nama Nephentes diambil dari sebuah nama gelas anggur. Di Indonesia, disebut sebagai kantong semar, dengan sebutan beragam di berbagai daerah, periuk monyet (Riau), kantong beruk (Jambi), ketakung (Bangka), sorok raja mantri (Jawa Barat). ketupat napu (Dayak Katingan), telep ujung (Dayak Bakumpai), dan selo begongong (Dayak Tunjung). Tumbuhan yang termasuk dalam golongan tumbuhan liana (merambat) di tanah ataupun di reranting pohon, berumah dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Hidup di tanah (terrestrial), ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain (epifit). Kantong Semar (Nepenthes spp.) merupakan perubahan bentuk dari ujung daun yang 1

Itanimuya.jigsy.com/files/documents/laporan-ACC.doc · Web viewOleh karena itu perlu di uji tentang hama dan penyakit penting dan cara pengendaliaanya pada tanaman kantong semar (Nepenthes

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

I

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kantong semar (Nepenthes spp.) sebuah nama tumbuhan karnivora. Kantong semar (Nepenthes spp.), pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne. Nama Nephentes diambil dari sebuah nama gelas anggur. Di Indonesia, disebut sebagai kantong semar, dengan sebutan beragam di berbagai daerah, periuk monyet (Riau), kantong beruk (Jambi), ketakung (Bangka), sorok raja mantri (Jawa Barat). ketupat napu (Dayak Katingan), telep ujung (Dayak Bakumpai), dan selo begongong (Dayak Tunjung).

Tumbuhan yang termasuk dalam golongan tumbuhan liana (merambat) di tanah ataupun di reranting pohon, berumah dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Hidup di tanah (terrestrial), ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain (epifit). Kantong Semar (Nepenthes spp.) merupakan perubahan bentuk dari ujung daun yang memiliki fungsi menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Tumbuhan ini digolongkan sebagai tumbuhan karnivora (carnivorous plant), selain Venus Flytrap (Dionaea muscipula), sundews (Droseraceae) dan beberapa jenis lainnya. Tumbuhan karnivora umumnya hidup pada tanah miskin hara, khususnya nitrogen, seperti kawasan kerangas.( Firawanti, 2007)

Ciri khas yang ada pada keluarga ini adalah kemampuannya untuk memangsa binatang, terutama serangga, sebagai nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhannya, dengan membentuk kantung pada ujung daunnya. Banyak yang mengira kantung tersebut adalah bunga. Padahal sebenarnya kantung itu adalah daun yang berubah fungsi menjadi alat bagi tumbuhan untuk memperoleh nutrisi yang dibutuhkannya. Sedangkan yang tampak seperti daun sebenarnya adalah tangkai daun yang melebar seperti tangkai daun pada tumbuhan akasia (Putra, 2007).

Sekitar 200 jenis kantong semar (Nepenthes spp.) telah teridentifikasi di seluruh dunia. Lebih dari separuhnya terdapat di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Pulau Kalimantan dijuluki sebagai surganya kantong semar (Nepenthes spp.). Sebenarnya kantong semar (Nepenthes spp.) banyak terdapat di hutan pantai dan di dataran tinggi, namun seiring terjadinya pembalakan hutan, kantong semar (Nepenthes spp.) menjadi barang langka yang berharga mahal. Sebagai tempat budidaya kantong semar (Nepenthes spp.) adalah di kawasan Caringin, Bogor, Jawa Barat. Di tempat tesebut, Apriza Suska, seorang Insinyur Pertanian lulusan Institut Pertanian Bogor, membudidayakan sedikitnya 80 jenis Nepenthes spp. (Suprayandi, 2007).

Nepenthes spp. merupakan tumbuhan unik dari hutan yang belakangan menjadi trend sebagai tumbuhan khas komersil di Indonesia. Di Sumatera sendiri, trend ini mulai berlangsung sejak tahun lalu dan semakin marak saat ini, karena bentuknya yang unik, sehingga tumbuhan ini mulai diperjualbelikan oleh masyarakat. Namun, kebanyakan yang diperjualbelikan khususnya di Sumatera masih merupakan Nepenthes spp. yang diambil langsung dari alam, bukan dari hasil penangkaran atau budidaya.

Hal tersebut sangatlah memprihatinkan mengingat habitat asli mereka terancam oleh kebakaran, pembalakan, pembukaan lahan, dan konversi lahan. Hutan Indonesia selama periode 1997-2000 mengalami laju pengurangan mencapai angka sekitar 2,84 juta ha/tahun atau sekitar 8,5 juta ha selama tiga tahun. Penghitungan penutupan lahan di Indonesia pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan menunjukkan adanya peningkatan persentase penutupan lahan hutan di Indonesia, tetapi penutupan tersebut tidak terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Anonim, 2005). Artinya, hutan di Pulau Sumatera mengalami penurunan setiap tahunnya. Tentu saja kondisi hutan yang seperti ini turut mengancam keberadaan flora dan fauna yang ada di dalamnya.

Eksploitasi kantong semar (Nepenthes spp.) dari alam untuk kepentingan ekonomi semata serta degradasi hutan akan mengancam habitat alami dari kantong semar (Nepenthes spp.). Selain ancaman hilangnya habitat asli yang terdapat pula permasalahan yang lain yaitu adanya serangan hama dan patogen pada tumbuhan tersebut. Oleh karena itu perlu di uji tentang hama dan penyakit penting dan cara pengendaliaanya pada tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). (Fatahul et al, 2006).

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan Praktik Kerja Lapang adalah:

1. Mengenal keadaan umum dan struktur kelembagaan PKT-Kebun Raya Bogor.

2. Mengetahui tingkat kerusakan tumbuhan kantong semar akibat hama dan penyakit di PKT Kebun Raya Bogor.

3. Mengetahui cara pengendalian hama dan penyakit penting tumbuhan kantong semar di PKT Kebun Raya Bogor.

Sasaran pelaksanaan Praktik Kerja Lapang yaitu untuk:

1. Mengetahui keadaan umum dan struktur kelembagaan PKT-Kebun Raya Bogor.

2. Mengetahui hama dan penyakit penting serta tingkat kerusakan dan cara pengendalian yang ditimbulkannya di PKT-Kebun Raya Bogor.

C. Manfaat

1. Menambah pengalaman kerja yang tidak didapatkan dalam perkuliahan dan sebagai studi banding antara teori dengan praktik di lapangan.

2. Menambah pengetahuan tentang hama penting dan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya serta cara pengendaliannya.

3. Hasil praktik kerja lapang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kantong semar (Nepenthes spp.) pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Di Indonesia, sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat di Riau mengenal tumbuhan ini dengan sebutan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat.

Di Kalimantan setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut kantong semar (Nepenthes spp.). Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu, suku Dayak Bakumpai dengan telep ujung, sedangkan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga (Mansur, 2006). Sampai saat ini telah diketahui 103 jenis kantong semar yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006).

Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong. Kemampuannya yang unik dan berasal dari negara tropis itu menjadikan kantong semar sebagai tumbuhan hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Sayangnya, di negaranya sendiri justru tak banyak yang mengenal dan memanfaatkannya (Witarto, 2006).

Menurut Purwanto (2007), klasifikasi kantong semar (Nepenthes spp.) sebagai berikut:

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Choripetalae

Ordo

: Nepenthales

Famili

: Nepenthaceae

Genus

: Nepenthes

Spesies: Nepenthes spp.

Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur/ oval, silinder, corong, dan pinggang.

a. Penyebaran

Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tumbuhan ini. Di Indonesia terdapat 64 jenis kantong semar, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran kantong semar. Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papua sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan Jawa dua jenis (Mansur, 2006).

b. Habitat

Kantong semar hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tumbuhan ini dapat hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kantong semar dataran rendah (0 sampai dengan 500 m dpl), menengah (500-1000 m dpl), dan dataran tinggi (> 1000 m dpl). Karakter dan sifat kantong semar berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis kantong semar yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain.

Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya dapat mencapai 30º C pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m.

c. Status Perlindungan

Status tumbuhan kantong semar termasuk tumbuhan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Hal ini sejalan dengan regulasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), dari 103 spesies kantong semar di dunia yang sudah dipublikasikan, 2 jenis: N. rajah dan N. khasiana masuk dalam kategori Appendix-1. Sisanya berada dalam kategori Appendix-2. Itu berarti segala bentuk kegiatan perdagangan sangat dibatasi.

d. Potensi

Kantong semar memang belum sepopuler tumbuhan hias lainnya seperti anggrek, dan aglaonema. Namun, saat ini kepopuleran kantong semar sebagai tumbuhan hias yang unik semakin meningkat seiring dengan minat masyarakat pecinta tumbuhan hias untuk menangkarkannya. Nama tumbuhan dari famili Nepenthaceae ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Bahkan di negara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tumbuhan ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tumbuhanan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia. Selain berpotensi sebagai tumbuhan hias, kantong semar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional (Mansur, 2006). Sementara itu, kandungan protein di dalam kantongnya berpotensi untuk pengembangan bertani protein menggunakan tumbuhan endemik Indonesia (Witarto, 2006). Dalam penelitiannya baru-baru ini, Witarto (2006), berhasil mengisolasi protein dalam cairan kantong atas dan kantong bawah dari N. gymnamphora dari Taman Nasional Gunung Halimun. Cairan sebanyak 800 ml yang dikumpulkan dari kantong, dapat dimurnikan protein sebanyak 1 ml. Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu diperoleh dari serangga yang terperangkap dalam kantong semar (Nepenthes spp.) sedangkan enzim pemecah protein yang ada dalam kantong semar (Nepenthes spp.) adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II.

III. GAMBARAN UMUM PKT KEBUN RAYA BOGOR

A. Iklim, Topografi, dan Geografi

Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330m dpl. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 26°C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor adalah 21,8°C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat.

Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%. Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan Gunung Gede, sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota Bogor bahkan persentase hujan di kota Bogor dalam setahun dapat mencapai 70%. Hal tersebut menjadikan kota Bogor dikenal sebagai "Kota Hujan". Selain terkenal sebagai "Kota Hujan", kondisi iklim kota Bogor juga dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat

penelitian botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang (Anonim, 2009)

Kedudukan Kota Bogor yang dekat dengan ibukota negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Selain itu, Bogor juga sebagai jalur tujuan Puncak/Cianjur, sehingga berpotensi juga dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. Sejarah Berdiri Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor

Pada tahun 1811, ketika perang Napoleon di eropa, Indonesia pada waktu itu bernama Hindia Belanda atau Nederlandsch Indie, direbut oleh Inggris dari kekuasaan Belanda. Ketika Napoleon jatuh (1815/1816) para pemimpin negara di Eropa membuat perjanjian, antara lain tentang pembagian wilayah kekuasaan. Pada tahun 1816 Inggris menggembalikan kekuasaan Indonesia ke tangan Belanda. Peperangan yang terjadi di Eropa menyebabkan Belanda mengalami kelesuan, kemudian Kerajaan Belanda mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk itu dikirimlah C.Th.Elout, A.A Boykens dan G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, ke Indonesia dan Dr. Casper Goerge Carl Reinwardt selaku penasehat.

Pada tanggal 15 April 1817 Reinwardt mencetuskan gagasannya untuk mendirikan Kebun Botani yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron Van Der Capellen, Komisaris Jendral Hindia Belanda dan beliau akhirnya menyetujui

gagasan Reinwardt. Kebun Botani ini didirikan di samping Istana Gubernur Jendral di Bogor pada tanggal 18 Mei 1817, dilakukan pemancangan patok pertama yang menandai berdirinya Kebun Raya yang diberi nama 'Slands Plantentiun te Buitenzorg'. Berdirinya Kebun Raya ini menandai tegaknya kekuasaan Belanda dengan dimulainya kegiatan ilmu pengetahun Biologi,terutama bidang botani di Indonesia secara terorganisasi.

Setelah kemerdekaan, tahun 1949 'Slands Plantentiun te Buitenzorg' berganti nama menjadi Jawatan Penyelidikan Alam, kemudian menjadi Lembaga Pusat Penyelidikan Alam (LLPA) dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia, Direktur LPPA yang pertama adalah Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Pada waktu itu LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensisi dan Laboratorium Penyelidikan Laut.Untuk pertama kalinya tahun 1956 pimpinan Kebun Raya dipegang oleh bangsa Indonesia yaitu Sudjana Kasan menggantikan J. Douglas.

Untuk perkembangan koleksi tanaman sesuai dengan iklim yang ada di Indonesia, Kebun Raya Bogor membentuk cabang di beberapa tempat, yaitu :

a. Kebun Raya Cibodas di Jawa Barat didirikan oleh Teysman pada tahun 1866. Luas Kebun Raya Cibodas mencapai 120 Ha dan berada pada ketinggian 1400 m dpl. Kebun Raya Cibodas dibangun sebagai kebun koleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan sub-tropis. Tahun 1891, Kebun Raya Cibodas dilengkapi laboratorium penelitian flora dan fauna.

b. Kebun Raya Purwodadi (Hortus Purwodadi) di Jawa Timur didirikan oleh Van Sloten pada tahun 1941. Luas Kebun Raya Purwodadi mencapai 85 Ha dan berada pada ketinggian 250 m dpl. Kebun Raya Purwodadi dibangun sebagai kebun koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis.

c. Kebun Raya 'Eka Karya' Bedugul-Bali didirikan pada tahun 1959 oleh Prof. Ir. Kusnoto Setyodiwiryo. Luas Kebun Raya 'Eka Karya' mencapai 159,4 Ha dan berada pada ketinggian 1400 m dpl. Kebun Raya 'Eka Karya' dibangun sebagai kebun koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering.

C. Struktur Organisasi

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (LIPI) dipimpin oleh seorang Kepala Pusat yang secara struktural membawahi bidang Konservasi Ex-situ, bagian tata usaha, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, UPT Balai Konservasi Tumbuhan Purwodadi dan UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ”Eka Karya” Bali serta kelompok fungsional Peneliti yang bersifat non struktural (Gambar 1).

Gambar 1. Struktur Organisasi PKT Kebun Raya Bogor-LIPI

D. SDM PKT Kebun Raya Bogor

Saat ini, PKT Kebun Raya Bogor memiliki SDM yang terdiri atas SDM teknis berjumlah 63 orang dan SDM peneliti sebanyak 15 orang. SDM teknis terdiri dari 10 orang dengan jenjang pendidikan S0 dan 53 orang dengan jenjang pendidikan SLTA. Sedangkan SDM peneliti terdiri dari 15 orang dengan jenjang pendidikan S1, S2, dan S3. SDM yang dimiliki PKT Kebun Raya Bogor terdiri atas beberapa disiplin ilmu, di antaranya biologi, kehutanan, pertanian, arsitektur lanskap, informatika, dan teknis lainnya (Tabel 1). Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu agenda prioritas yang akan dilaksanakan dengan konsisten melalui:

a. Penerimaan dan pengangkatan pegawai baru sesuai bidang yang diperlukan / dibutuhkan.

b. Pendidikan, pelatihan ataupun pemagangan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pegawai, terutama yang berkaitan dengan manajemen konservasi dan pendayagunaan tumbuhan, teknik pengeloaan koleksi, identifikasi tumbuhan, pemanduan dan pelayanan umum, manajemen administrasi perkantoran, serta aspek-aspek lain yang relevan dengan bidang kegiatan kebun raya. Kesempatan belajar ke jenjang yang lebih tinggi di optimalkan.

Tabel 1. Jumlah dan Sebaran SDM PKT Kebun Raya Bogor

KEBUN RAYA

SDM PENELITI

SDM TEKNIS

KRITERIA DISIPLIN ILMU

Jumlah (Orang)

Jenjang Pendidikan

Jumlah (Orang)

Jenjang Pendidikan

Kebun Raya Bogor

15

S1, S2, S3

10

S0

Biologi, Pertanian, Kehutanan, perpustakaan, Arsitektur Lanskap, Informatika, dan teknis lainnya.

53

SLTA

E. Visi Misi dan Tujuan PKT Kebun Raya Bogor

1. Visi

Menjadi salah satu Kebun Raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan dan pariwisata.

2. Misi

a. Melestarikan tumbuhan tropika.

b. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.

c. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan.

d. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

3. Tujuan

a. Mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya.

b. Melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka.

c. Memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex situ tumbuhan.

d. Meningkatkan jumlah dan mutu terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan.

e. Menyiapkan bahan untuk perumusan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan.

f. Meningkatkan pendidikan lingkungan.

g. Meningkatkan pelayanan jasa dan informasi perkebunrayaan.

F. Tugas Pokok dan Fungsi PKT Kebun Raya Bogor

1. Tugas Pokok.

Penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika serta evaluasi dan penyusunan laporan.

2. Fungsi

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

b. Penyusunan pedoman, pembinaan dan pemberian bimbingan teknis penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

c. Penyusunan rencana dan program serta pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

d. Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

e. Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

f. Evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

g. Evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuhan tropika.

G. Tugas Pokok Tiap Bidang PKT Kebun Raya Bogor

1. Bidang Konservasi Exitu

a. Tugas Pokok

Menyusun rencana Bidang Konservasi Ex-Situ, mendistribusikan dan mengkoordinasikan kegiatan fungsi Pemeliharaan Koleksi, Registrasi Koleksi, Seleksi dan Pembibitan, dan Reintroduksi Tumbuhan Langka.

b. Fungsi

1. Menyusun rencana/program kerja Bidang Konservasi Ex-Situ sesuai dengan tugas, fungsi dan arahan pimpinan.

2. Mendistribusikan tugas kedinasan sesuai dengan proporsi dan atau disposisi pimpinan.

3. Mengkoordinasikan kegiatan lintas Sub Bidang di jajarannya.

4. Menyelia, memantau, memeriksa, menilai dan mengevaluasi pelaksanaan tugas di Sub Bidang di Jajarannya.

5. Mempersiapkan pedoman, strategi dan atau konsep-konasep konservasi Ex-Situ.

6. Memberikan saran dan atau pertimbangan dalam bidang konservasi Ex-Situ.

7. Melaksanakan tugas kedinasan laian atas perintah atasan.

8. Menyusun laporan.

2. Bagian Tata Usaha

a. Tugas Pokok

Menyusun rencana kerja Bagian Tata Usaha, mendistribusikan dan mengkoordinasikan kegiatan administrasi, layanan jasa dan informasi, pengelolaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kerumahtanggaan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI.

b. Fungsi

1. Menyusun rencana kerja/program Bagian Tata Usaha sesuai dengan tugas, fungsi dan arahan pimpinan.

2. Mendistribusikan tugas kedinasan sesuai dengan proporsi dan atau disposisi pimpinan.

3. Mengkoordinasikan kegiatan lintas Sub Bagian di Jajarannya.

4. Menyelia, memantau, memeriksa, menilai dan mengevaluasi pelaksanaan tugas di Sub Bagian di Jajarannya.

5. Memberikan saran dan pertimbangan salam aspek ketatausahaan.

6. Memberikan saran dan pertimbangan dalam aspek ketatausahaan.

7. Melaksanakan tugas kedinasan lain atas perintah atasan dan membuat laporan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Hama pada Kantong Semar dan Pengendaliannya

Tidak terlalu banyak serangga yang menyerang tumbuhan kantong semar (Nepenthes spp.). Namun demikian ada beberapa jenis hama yang mengganggu pertumbuhannya, misalnya hama kutu putih (Bemisia tabaci). Hama kutu putih menyerang dengan cara menghisap cairan yang ada pada daun kantong semar (Nepenthes spp.). Pengamatan yang dilakukan dua kali dalam 25 hari mendapatkan beberapa jenis hama dan penyakit pada tumbuhan kantong semar (Nepenthes spp.)

Tabel 2. Intensitas Serangan Hama

Jenis hama

Intensitas serangan hama

Pengamatan 1

Pengamatan 2

Kutu Putih ( Bemisia tabaci )

Ulat (Agrius convolvius)

Bekicot (Acathina fulica)

Kutu Sisisk atau Kutu Perisai (Lepidosaphes beckii)

Helopeltis sp.

0,75%

3,47%

4,22%

1%

11,9%

-

3,50%

4,73%

-

16,8%

1. Kutu Putih (Bemisia tabaci)

Kutu Putih (Bemisia tabaci) termasuk kadalam serangga dari ordo homoptera. Serangga ini berukuran kecil dan mempunyai semacam tepung pada tubuhnya dan dilapisi lilin berwarna putih seperti kapas. Pada umumnya, kutu putih menenpel di bawah daun atau batang tamaman, bahkan juga pada kantongnya. Kutu Putih (Bemisia tabaci) menyerang kantong semar (Nepenthes spp.) dengan menusuk dan menghisap cairan sel-sel, mengakibatkan daun dan batang keriput serta berubah bentuk (Purwanto, 2007).

Hama ini menimbulkan kerusakan secara langsung dengan mengisap cairan tanaman, dan pada tingkat kerusakan berat dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Kotoran yang dikeluarkan kutu mengandung embun madu sebagai tempat hidup cendawan jelaga.  Akibat serangan kutu putih menyebabkan pertumbuhan tanaman merana dan bunga maupun buah rontok.

Kutu berbentuk oval dan pada bagian punggung terdapat garis-garis yang diselimuti lapisan lilin tipis. Nimfa muda sangat aktif bergerak dan bergerombol selama 4 minggu pertama. Nimfa menjadi dewasa setelah 37-50 hari. Sebanyak 270 nimfa berkembang dalam tubuh induknya, tetapi yang berhasil menjadi dewasa hanya 30 ekor. Kutu jantan sangat jarang dijumpai. Kutu berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin). Masa peletakan telur selama 4-5 minggu.

Gambar 2. Kutu Putih (Bemisia tabaci)

Hasil yang yang didapatkan selama 25 hari pengamatan adalah keberadaan kutu putih ini sudah tidak aktif lagi karena sudah dilakukan pengendalian yaitu dengan mencuci daun yang terserang kutu putih ini. Pencucian ini dilakukan jauh sebelum mahasiswa datang untuk praktik kerja lapang, sehingga pada saat pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa tidak ditemukan daun yang menampakkan gejala terserang hama kutu putih di dalam green house. Namun untuk mengetahui gejala serangan yang disebabkan kutu putih mahasiswa melakukan pengamatan pada tanaman kantong semar di luar green house yang menampakkan gejala serangan kutu putih, yaitu daun mengeriput. Tingkat kerusakaan yang ditimbulkan oleh serangan kutu putih dilihat dari gejala serangan yang nampak pada tumbuhan kantong semar (Nepenthes spp.). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerusakan yang diakibatkan serangan kutu putih tidak begitu parah. Kutu putih hanya merusak keindahan tumbuhan kantong semar tanpa mengakibatkan kematian terhadap tumbuhan kantong semar. Selain pengendalian dengan cara mencuci daun yang terserang kutu putih (teknik pencucian) yang dilakukan pihak PKT Kebun Raya, menurut Purwanto (2007), pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:

a. Sanitasi atau kebersihan pohon/tanaman dan kebun.

b. Pemanfaatan musuh alami seperti semut hitam, dan cendawan parasit Empusa fresenii, predator Cryptolaemus montrouzieri (Coccinellidae) dan Leptomastidae abnormis (Encyrtidae).

c. Pemanfaatan insektisida botani seperti larutan (ekstrak) umbi bawang putih dicampur cabai.

d. Apabila pengendalian secara hayati belum dapat menghilangkan keberadaan kutu putih bisa dilakukan pengendalian alternatif terakhir yaitu insektisida kimia, misalnya metindo dan pegasus yang sudah dicampur biosoft.

2. Ulat tanduk (Agrius convolvius)

Hama ini ditemukan pada pertanaman dataran tinggi maupun dataran rendah. Larva bila diganggu akan membentuk posisi seperti sphinx (berdiri setengah badan). Berpupa di tanah, kokon dibangun dari daun-daun yang disusun seperti kantong. Ngengat merupakan penerbang yang baik, terbang dengan cepat. Beberapa aktif siang hari tetapi sebagian besar aktif petang dan tertarik cahaya. Dapat berkamuflase sesuai dengan keadaan lingkungannya.

Ulat dikenal dengan nama ulat bertanduk karena mempunyai tanduk pada ruas abdomen ke-8. Instar imago memiliki sayap normal, panjang dan ramping, bersisik biasa, sayap depan sempit, lebih panjang dari sayap belakang. Badan tegap, meruncing ke arah ujung, ukuran sedang sampai besar, mata tajam seperti elang. Imago dapat dikenali dari bentuk proboscis yang berkembang dengan baik (Pracaya, 2007).

Gambar 3. Ulat (Agrius convolvius)

Ulat tanduk (Agrius convolvius) terutama menyerang daun tumbuhan. Gejalanya mudah dikenali karena tampak bekas gigitan di bagian tepi daun dan kotoran ulat (Agrius convolvius) berserakan di sekitar tumbuhan kantong semar (Nepenthes spp.). Hasil pengamatan kerusakan akibat serangan ulat ini dilakukan pada kantong semar (Nepenthes spp.) yang berada di luar green house. Kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah, hal ini diduga karena adanya keanekaragaman tanaman inang yang berada diluar green house seperti tanaman anthurium, begonia, dan banyak dari jenis kekeladian. Sedangkan di dalam green house, tidak terdapat kerusakan yang disebabkan ulat tanduk (Agrius convolvius).

Pengendalian ulat tanduk (Agrius convolvius) ini dapat menggunakan cara mekanik yaitu secara manual dengan menangkap ulat yang ada kemudian dimatikan. Akan tetapi, bila serangan ulat cukup hebat maka dapat dikendalikan menggunakan insektisida hostantion, tamaron, atau metindo (Purwanto, 2007).

3. Bekicot (Acathina fulica).

Hewan ini memakan daun tanaman. Hasil pengamatan yang dilakukan menemukan bekicot pada jam 07.25 wib tidak memakan daun hanya bersembunyi dibelakang daun. Untuk tingkat kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu merugikan. Hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa serangan yang dilakukan bekicot (Acathina fulica) ini pada malam hari dan di PKT Kebun Raya Bogor tidak melakukan pengendalian. Menurut Iskandar (2009), menyebutkan bahwa pengendalian bekicot (Acathina fulica) efektif dilakukan pada pagi hari karena aktifitas makan pada malam hari. Pengendalian yang lain dapat dilakukan dengan cara meletakkan pellet beracun khusus untuk bekicot (Acathina fulica). Cara lain yang lebih mudah, yaitu memancing kedatangannya dengan meletakan tapai singkong atau ketan di atas permukaan tanah pada malam hari, lalu keesokan paginya siput (Acathina fulica) yang ada di sekitar tapai dibunuh.

Gambar 4. Bekicot (Acathina fulica)

4. Semut

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keberadaan semut sebenarnya tidak merusak secara langsung pada Nepenthes spp. Keberadaan semut dapat sebagai tanda/indikasi adanya hama lainnya seperti kutu putih, karena hama-hama tersebut mengeluarkan cairan manis yang disukai semut. Pengendalian yang dilakukan oleh PKT Kebun Raya Bogor adalah dengan merendam pot di dalam air, kemudian menciptakan lingkungan yang bersih disekitar tanaman.

Gambar 5. Semut

5. Kutu Sisik atau Kutu Perisai (Lepidosaphes beckii)

Kutu menyerang daun, ranting dan bunga serta bersembunyi pada tempat yang terlindung, seperti di permukaan bawah daun sepanjang tulang daun. Imago kutu ini berwarna coklat gelap satu jenis kutu bentuknya bervariasi yaitu kotak, bulat dan seperti bulan sabit. Kutu sisik betina meletakkan telur secara berkelompok sebanyak 40-80 butir pada bagian tubuhnya. Pada musim kemarau telur menetas antara 15-20 hari sedangkan musim hujan waktu penetasan lebih lama. Kutu betina ini mengalami 2 kali pergantian kulit sebelum mencapai dewasa bersayap, sedangkan kutu jantan mengalami 4 kali. Dalam satu tahun biasanya terdapat 3 generasi atau lebih. Kutu yang berbentuk bulan sabit lebih menyukai tajuk pohon sedangkan kutu yang bentuknya lain lebih menyukai bagian daun yang agak lemah (daun yang masih muda). Serangan biasanya lebih parah pada bagian tengah tajuk pohon. Kutu sisik betina meletakkan telur secara terpisah atau berkelompok peletakan telur kedua tidak akan berlangsung apabila telur pertama belum menetas. Pada kondisi dingin, nimfa tidak menjadi dewasa dan bersembunyi pada abdomen bagian bawah tubuh kutu betina dewasa. Kutu berbentuk bulat, berwarna oranye atau merah. Kutu betina mengalami 2 instar sebelum mencapai dewasa, sedangkan kutu jantan 3 instar. Menurut Iskandar (2009), secara umum, kutu berwarna ungu kecoklatan sampai hitam dan sepanjang tepinya berwarna abu-abu. Panjang kutu betina 1,5-2,25 mm. Upaya pengendalian yang sudah dilakukan oleh PKT-Kebun Raya Bogor adalah dengan pengendalian secara mekanik yaitu membersihkan kutu sisik ini dengan mencuci daun Nepenthes spp. Menurut Anonim (2009), bahwa pengendalian yang efektif dapat dilakukan dengan insektisida ketika telur belum menetas sehingga larva yang baru keluar akan segera mati sebelum sempat menggerek.

6. Helopeltis sp.

Helopeltis sp. Termasuk ke dalam famili Miridae yang merupakan salah satu famili terbesar dari ordo Hemiptera dan umumnya serangga ini bersifat fitofag. Salah satu tanaman yang menjadi inang Helopeltis sp adalah tanaman Nepenthes spp, selain itu tanaman lain seperti cacao, kina, teh, avokad, jambu monyet, dan jambu biji juga merupakan inang dari hama ini.

Hama ini memiliki panjang sekitar 7-9 mm dan lebar 2 mm, mempunyai kaki panjang dan antena sangat panjang. Warnanya bermacam-macam, ada yang coklat, merah, orange, dan kuning. Telur berwarna putih dengan panjang 1,5-2 mm. Salah satu cara hama ini berkembang biak yaitu dengan memasukkan telur satu persatu dalam jaringan tanaman yang lunak. Umumnya telur diletakkan dalam tangkai daun dan urat-urat daun yang besar. Telur menetas setelah 1- 4 minggu tergantung suhu lingkungan.

Nimfa dewasa memakan dengan cara menusukkan bagian mulutnya yang berbentuk seperti tabung ke dalam jaringan daun, batang, dan buah berwarna hijau yang lunak. Sebelum makan, ludah yang sangat beracun dimasukkan terlebih dahulu pada sel-sel tanaman. Mula-mula daun akan terlihat bulat transparan, kemudian setelah beberapa hari daun menjadi berlubang (Kalshoven, 1981).

Gambar 6. Helopeltis sp.

Pembuktian intensitas serangan helopeltis sp. dilakukan pengujian dengan menggunakan 3 tumbuhan Nepenthes spp. seukuran, kemudian dengan menggunakan plastik menagkap 1 ekor helopeltis sp. dan disarungkan ke daun yang masih sehat. Hasilnya menunjukan dalam waktu satu malam 1 ekor dapat membuat lubang hampir 10% dari luasan daun. Berdasarkan perlakuan yang sudah dilakukan merekomendasikan untuk dilakukan pengandalian.

Sampai saat ini PKT Kebun Raya Bogor belum mengendalikan hama Helopeltis sp. Tetapi menurut Susanto (2006), pengendalian hama secara umum dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tanaman dan kebun, penghilangan sisa tanaman atau pemangkasan bagian tanaman, penggunaan bifungisida berupa agensia hayati dan penyemprotan bahan kimia.

B. Jenis penyakit pada Kantong Semar dan Pengendaliannya

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyakit yang menyerang tanaman kantong semar (Nepenthes spp.), yaitu bercak daun yang disebabkan jamur cercospora capsici dan busuk hitam yang disebabkan jamur phythium aphanidermatum. Data hasil perhitungan menunjukkan intensitas serangan bercak daun lebih tinggi dibandingkan busuk hitam (Tabel 3).

Tabel 3. Infeksi Penyakit

Jenis Penyakit

Intensitas penyakit

Pengamatan 1

Pengamatan 2

Bercak Daun

Busuk Hitam

0,33%

0,20%

0,33%

0,20%

1. Penyakit Bercak Daun.

Hasil pengamatan yang sudah dilakukan selama 25 hari menemukan infeksi disebabkan oleh bercak daun tidak begitu parah, karena dari jumlah keseluruhan tanaman hanya 5 pot yang teridentifikasi terinfeksi jamur Cercospora epipactis. Patogen penyebab bercak daun ini cepat menyebar melalui perantaraan air, serangga, angin, atau alat-alat yang digunakan untuk pemeliharaan. Gejala yang ditimbulkan berupa bintik-bintik atau bercak kuning dipermukaan bawah daun. Apabila bercak-bercak itu menyatu, daun akan mengering kemudian mati. Cara pengendaliannya adalah dengan memangkas bagian yang terinfeksi dan olesi dengan fungisida. Fungisida yang dapat digunakan misalnya antracol dan dithane (Purwanto, 2007).

Gambar 7. Bercak Daun

2. Penyakit Busuk Hitam.

Dari pengamatan yang dilakukan penyakit bususk hiatan ini tidak begitu parah karena dari seluruh tumbuhan Nepenthes spp. yang terdapat di PKT-Kebun Raya Bogor hanya 4 tanaman yang diduga terkena busuk hitam dan satu tanaman yang telah mati. Busuk hitam ini dapat dikenali yaitu bagian pangkal batang membusuk. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Pythium aphanidermatum. Upaya yang dilakukan di PKT Kebun Raya Bogor adalah dengan cara mencabutnya dan kemudian diganti dengan tanaman yang masih sehat. Sedangkan menurut Purwanto (2007), untuk mengendalikan infeksi yang meluas yaitu mengeluarkan tumbuhan dan potnya kemudian buang bagian yang sakit, setelah itu rendam larutan fungisida (misalnya Diconil dan Dithane). Kemudian tanam dalam medium yang baru. Setiap satu minggu sekali disemprot dengan fungisida.

Gambar 8. Busuk Hitam

V. ANALISIS SWOT

Analisis SWOT merupakan pandangan terhadap suatu objek untuk mengetahui kualitas objek tersebut. Pandangan yang dikaji berupa kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan hambatan (threat). Melalui analisis ini, objek dapat diketahui tentang kemajuannya. Objek tersebut dikatakan tidak berkembang, berkembang, atau maju.

A. Kekuatan

a. Aspek hukum

Kegiatan yang berlangsung di PKT-Kebun Raya Bogor didukung oleh sejumlah undang-undang dan status tenaga kerja sebagai pegawai Negeri Sipil, sehingga mempunyai kekuatan hukum dalam melaksanakan kegiatannya.

b. Aspek Sumber Daya Manusia

Para pegawai umumnya mempunyai jenjang pendidikan tinggi, semangat kerja dan disiplin yang tinggi. Hubungan antar pegawai berjalan dengan baik, terdapat sikap saling menghormati dan terjalin komunikasi yang baik dalam menjalankan tugas masing-masing.

Pelatihan-pelatihan, seminar dan program lain yang diikuti pegawainya akan memperlancar pelaksanaan berbagai kegiatan dan mendukung tercapainya fungsi dan peran PKT-Kebun Raya Bogor.

c. Aspek Kerjasama

PKT-Kebun Raya Bogor menjalin kerjasama yang baik dengan petani maupun civitas akademika. Hal ini dapat dibuktikan dalam keikutsertaan secara aktif dalam kegiatan pelatihan, penyuluhan, serta program lain yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan serta visi-misi PKT-Kebun Raya Bogor.

d. Aspek pegawai

Pembagian kerja dalam pelaksanaan lebih mudah dengan banyaknya pegawai. Peneliti berjumlah 15 orang dan sudah mewakili untuk melakukan penilitian di tiap jenis tanaman tetapi untuk bidang hama dan penyakit belum ada ahlinya.. Biasanya untuk 2 orang peneliti dibantu oleh 5 orang pekerja dan berada di masing-masing pos di PKT Kebun Raya Bogor. Tugas khusus yang diselenggarakan dijalankan secara profesional. Pegawai hanya melaksanakan tugas tertentu secara khusus sesuai dengan kemampuannya masing-masing, sehingga pegawai tidak terganggu oleh tugas lain akibat perangkapan tugas. Kekhususan tugas ini memberikan hasil yang baik dan memuaskan.

Kedisiplinan pegawai dalam melaksanakan tugas juga cukup baik. Pegawai hadir di tempat sebelum kegiatan bekerja di mulai dengan cara mengisi daftar hadir dengan sidik jari. Beberapa pegawai bekerja sebelum jam kerja, bahkan di luar jam kerja umumnya melaksanakan tugas yang belum selesai dilakukan saat jam kerja.

B. Kelemahan

Kelemahan PKT-Kebun Raya Bogor dalam menjalankan tugasnya antara lain adanya keterbatasan dana, fasilitas perpustakaan dan segi kesehatan tumbuhan.

a. Dana

PKT-Kebun Raya Bogor mengalami masalah kekurangan dana untuk kegiatan ekplorasi tanaman, serta untuk kegiatan penelitian.

b. Fasilitas perpustakaan

Fasilitas perpustakaan di PKT-Kebun Raya Bogor masih minim, koleksi buku masih sangat terbatas. Untuk menunjang kegiatan di PKT-Kebun Raya Bogor dan sebagai tempat studi pustaka bagi yang membutuhkan, maka perlu penambahan pustaka-pustaka yang baru terutama yang memakai bahasa Indonesia.

c. Segi kesehatan tumbuhan

PKT-Kebun Raya Bogor bergerak dibidang konservasi Ex-Situ tumbuhan sudah tidak diragukan lagi namun ada satu hal yang kurang dianggap penting yaitu adanya hama dan penyakit yang dapat menyerang tumbuhan. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya ahli hama maupun penyakit di PKT-Kebun Raya Bogor.

C. Peluang

Keterbatasan jumlah lembaga yang bergerak dibidang konservasi Ex-Situ tumbuhan membuka peluang bagi PKT-Kebun Raya Bogor untuk mengadakan kerjasama dengan masyarakat, maupun dinas diseluruh Indonesia untuk membuat kebun raya baru di setiap profinsi agar dapat mengidentifikasi jenis tumbuhan yang belum ada namanya.

D. Hambatan

Hambatan yang terjadi adalah berhubungan dengan dinas karantina tumbuhan yaitu pada saat adanya pertukaran bibit maupun benih dari kebun raya yang lain. Pertukaran ini rentan sekali bibit maupun benih membawa cikal bakal hama dan penyakit yang dapat menyebabkan tumbuhan tidak tumbuh dengan sempurna atau terjadi penularan ke tumbuhan yang tidak sakit.

VI. KEGIATAN YANG LAIN YAITU CARA PEMBUATAN HERBARIUM TANAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.)

Hasil wawancara dengan Bapak Koesnadi (Kepala sub bagian Herbarium PKT Kebun Raya Bogor) dan Bapak Tarno (Penjaga gudang Herbarium), mengenai cara pembuatan Herbarium tanaman kantong semar (Nepenthes spp.), yaitu sebagai berikut:

1. Kriteria Pengambilan Sampel

a. Bagian tanaman harus lengkap, minimum terdiri dari pucuk daun, bunga, dan buah karena identifikasi herbarium dapat dikenali dari bagian ini.

b. Bunga lebih penting dari pada buah (terkait dengan proses identifikasi).

c. Sampel tanaman harus steril.

2. Penanganan Pada Saat Pengambilan Sampel

a. Di Lokasi Pengumpulan

1. Cara basah

Material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen. Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa spesimen di dalam satu lipatan kertas.

Selanjutnya, liatan kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu di atas lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik yang akan digunakan. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram alkohol 70% atau spirtus hingga seluruh bagian tumbuhan tersiram merata, kemudian kantong plastik ditutup dengan rapat dengan isolatip atau hekter supaya alkohol atau spirtus tidak menguap keluar kantong.

2. Cara Kering

a) Pengeringan Langsung

Tumpukan meterial herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas tungku pengeringan dengan panas yang diatur. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok dan menjadi busuk (Onrizal., 2005).

b) Pengeringan Bertahap

Material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Selanjutnya ditumpuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringannya merata. Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi (Onrizal., 2005).

b. Di Tempat Koleksi Herbarium

1. Material basah harus segera dikeluarkan dari kantongnya, kemudian dirapikan tumpukannya dan bila perlu kertasnya diganti dengan kertas baru. Selanjutnya, tumpukkan material herbarium di pres di dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengeringan atau oven dengan suhu 80ºC selama 48 jam.

2. Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara berturut-turut material tersebut termasuk suku, marga, dan jenis apa. Hasil identifikasi ini ditulis pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung.

3. Material dicelupkan ke dalam larutan sublimat, yakni campuran alkohol 96% dan tepung sublimat dengan perbandingan 50 gram sublimat dalam 1 liter alkohol. Pada proses pengawetan ini dianjurkan agar menggunakan sarung tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.

4. Material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam larutan sublimat dimasukkan ke dalam liatan kertas koran, kemudian beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara 2 sasak, lalu diikat kencang.

5. Sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam tungku pengeringan dan dijemur sampai material menjadi kering. Material yang telah kering ini siap untuk diproses lebih lanjut sebagai koleksi herbarium yang tahan terhadap serangan jamur maupun hama.

6. Material herbarium dikeringkan kemudian di plak atau ditempelkan pada kertas gambar yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pembungkusan dilakukan pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang bersangkutan.

7. Material herbarium kering yang sudah dipak dan memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan herbarium.

Gambar 9. Dokumentasi pembuatan herbarium

VII. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kelembagaan PKT-Kebun Raya Bogor berjalan dengan teratur dan terorganisir dengan baik serta strukturnya sangat rapi.

2. Pada pertanaman kantong semar (Nepenthes spp.) ditemukan hama dan penyakit, di antaranya:

1. Kutu Putih (Bemisia tabaci)

2. Ulat (Agrius convolvius)

3. Bekicot (Acathina fulica)

4. Kutu Sisik atau Kutu Perisai (Lepidosaphes beckii)

5. Penyakit Bercak Daun

6. Penyakit Busuk Hitam

3. Intensitas serangan hama dan penyakit pada kantong semar (Nepenthes spp.) di PKT-Kebun Raya Bogor dikatakan masih dalam kategori rendah yaitu: Intensitas serangan untuk kutu putih (Bemisia tabaci) sebesar 0,75%, Ulat (Agrius convolvius) sebesar 3,47%, Siput sebesar 4,22%, Kutu Sisisk atau Kutu Perisai (Lepidosaphes beckii) sebesar 1%, Helopeltis sp. sebesar 11,9%, Bercak Daun sebesar 0,33%, dan Busuk Hitam sebesar 0,20%.

4. Pengendalian hama dan penyakit pada kantong semar (Nepenthes spp.) di PKT-Kebun Raya Bogor yaitu dengan cara merawat tanaman dan dijaga kebersihannya. Penggunaan pestisida juga dilakukan karena serangan hama dan penyakit tidak dapat dicegah, tetapi tidak terlalu sering/banyak.

B. Saran

1. Pengamatan secara kontinyu diperlukan untuk mendapatkan data hasil perkembangan keberadaan hama maupun penyakit di pertanaman Nepehenthes spp. yang lengkap.

2. Pengamatan terhadap perkembangan hama penyakit pada tanaman Nepehenthes spp. dapat dilanjutkan secara berkesinambungan terutama untuk mengetahui hubungan antara serangan patogen maupun jenis serangga dan kondisi lingkungan pertanaman.

3. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui cara dan waktu pengendalian yang efektif dan efisien (teknis dan ekonomis) di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Buku : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005. Departemen Kehutanan RI. http : // www.dephut.go.id diakses tanggal 11 Januari 2009.

, 2008. Selayang Pandang tentang Nepenthes spp. / Kantong Semar. (On-Line). http://k4tul.multiply.com/journal/item/2/-_NEPENTHES SPP._or_Kantung_Semar_- diakses tanggal 12 Januari 2009.

, 2009. Sejarah PKT-Kebun Raya Bogor. (On-Line).WWW.Bogor Botanik Garden.Com diakses tanggal 25 Februari 2009.

Fatahul, Adi dan Teten, 2006. Kantong semar (Nepenthes spp. sp.) Di hutan sumatera,

Tumbuhan unik yang semakin langka. (On-Line). http://www.dephut.go.id/files/Fatahul-Azwar.pdf diakses tanggal 11 Januari 2009.

Firawanti, 2007. Kantong Semar Nan Unik. (On-Line). http://firawantihayden.blogspot.com/2007/09/kantong-semar.html diakses tanggal 12 Januari 2009.

Firstantinovi, E.S. dan Karjono. 2006. ”Kami Justru Mendorong...”. Artikel Majalah Trubus Edisi 444 November 2006/XXXVII. Hal 21.

Iskandar, Y. 2009. Hama dan Penyakit Bonsai. (On-Line). http://hamayudhi.blogspot.com/ diakses tanggal 25 Februari 2009.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. P.T. Ichtiar Baru – Van Houve. Jakarta. Pp. 160-164.

Mansur, M. 2006. Nepenthes spp., Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Onrizal, 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. e-USU Responsitory. Universitas Sumatera Utara. Sumatra Utara.

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. 427 hal.

Purwanto, 2007. Budi Daya Ex-Situ Nepenthes spp. Kantong Semar nan Eksotis. Kanisius .Yogyakarta.

Putra, M. P. 2007. Budidaya Kantung Semar. (On-Line). http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20071114235346 diakses tanggal 12 Januari 2009.

Suprayandi, 2007. Nepenthes spp., Tumbuhan Penangkap Serangga. (On-Line). http://pesanantar.wordpress.com/2007/03/17/Nepenthes spp./ diakses tanggal 11 Januari 2009.

Soesanto, L. 2006.Pengantar Penyakit Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 268 hal.

Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id.

PAGE

39