widal 2

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Praktikum Biologi Fabio UnsoedSenin, 02 Juli 2012Laporan Imunologi Reaksi Widal

REAKSI WIDAL

Oleh :Nama : Azwar Abdul AzizNIM : BIJ010151Rombongan : IIKelompok :4

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

KEMENTERIAN PENDIDIKANDAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2012

I.PENDAHULUANA. Latar BelakangDemam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5 juta individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk mengurangi kasus yang fatal dari 20% menjadi 1%. Demam tifoid disebabkan olehSalmonella typhimerupakan penyakit infeksi sistemik, bersifatendemis dan masih merupakan masalah kesehatandi Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid sangat diperlukanagar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan,sehingga komplikasi dapat dihindari. Diagnosispasti demam tifoid dengan cara mengisolasi kumanS. typhii,memerlukan waktu yang cukup lama(47 hari) dan tidak semua laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja (Verma, 2010).Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide).Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).Antigen merupakan suatu substansi yang dapat merangsang hewan atau manusia untuk membentuk protein yang dapat berikatan dengannya dengan cara spesifik. Antibodi merupakan suatu substansi yang dihasilkan sebagai jawaban (respon) terhadap antigen yang reaksinya spesifik terhadap antigen tersebut. Antibodi yang dihasilkan tadi hanya akan bereaksi dengan antigennya atau dengan antigen lain yang mempunyai persamaan dekat dengan antigen pertama. Antibodi yang terdapat dalam cairan tubuh biasanya disebut antibodi humoral dan beberapa diantaranya dapat menghasilkan reaksi yang dapat dilihat dengan mata (visibel). Antibodi spesifik dibentuk di dalam sel tertentu yang bereaksi secara spesifik dan langsung terhadap antigen. Antibodi semacam ini dikenal sebagai antigen seluler (Soenarjo, 1989).Aglutinasi merupakan reaksi serologi klasik yang dihasilkan gumpalan suspensi sel oleh sebuah antibodi spesifik yang secara tidak langsung meyerang spesifik antigen. Beberapa uji telah digunakan secara luas untuk mendeteksi antibodi yang menyerang penyakit yang dihasilkan mikroorganisme pada serum dalam waktu yang lama. Fase pertama aglutinasi adalah penyatuan antigen-antibodi terjadi seperti pada presipitasi dan tergantung pada kekuatan ion, pH dan suhu. Fase kedua yaitu pembentukan kisi-kisi tergantung pada penanggulangan gaya tolak elektrostatik partikel-partikel (Olopoenia dan King, 1999).

B. TujuanTujuan praktikumini adalah untuk mendeteksi penyakit typus dan berat ringannya infeksi oleh bakteriSalmonella typhiidengan melihat titer antibodi dalam serum.

II. TINJAUAN PUSTAKAUji reaksi Widal menggunakan suspensi bakteriS.typhiidanS. paratyphidengan perlakuan antigen H dan O. Antigen ini dikerjakan untuk mendeteksi antibodi yang sesuai pada serum pasien yang diduga menderita demam typhoid. Antibodi IgM somatik O menunjukksn awal dan merepresentasikan respon serologi awal pada penderita demam thypoid akut, dimana antibodi IgG flagela H biasanya berkembang lebih lambat tetapi tetap memanjang. Salmonellasering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteris, infeksi sistemik dan demam enteric.Salmonellamerupakan bakteri Gram (-) batang, tidak berkapsul dan bergerak dengan flagel peritrich. (Soemarno, 2000). PanjangSalmonellabervariasi, kebanyakan spesies kecualiSalmonellapullorumgallinarumdapat bergerak dengan flagel peritrich, bakteri ini mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini termasuk asam dan kadang kadang gas dari glukosa dan maltosa, dan biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonellaresisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium tetratrionat, dan natrium desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh karena itu senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai untuk mengisolasiSalmonella dari tinja. (Jawetz, dkk. 1996).Salmonellapada umumnya harus diidentifikasikan dengan analisa antigenik seperti Enterobacteriaceae yang lain.Salmonellamempunyai antigen O dan antigen H, tetapi beberapa diantaranya ada yang memiliki antigen Vi. Antigen ini dapat mengganggu aglutinasi O atau anti serum O dan berhubungan dengan virulensi. Bagian paling luar dari dinding sel lipopolisakarida salah satunya adalah antigen O, yang terdiri dari satuan-satuan lipopolisakarida yang berulang, sehingga jika kehilangan antigen ini mengakibatkan bentuk koloni yang seharusnya menjadi kasar. Antigen H terletak pada flagel dan jika kehilangan antigen H dapat mengakibatkanSalmonellaini tidak dapat bergerak. Kedua antigen ini dapat digunakan untuk identifikasiSalmonella(Jawetzet al., 1974).Penyakit tifus yang berat menyebabkan komplikasi pendarahan, kebocoran usus, infeksi selaput, renjatan bronkopnemonia dan kelainan di otak. Terdapat gejala penyakit tifus segera di lakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit tifus, koma. Keterlambatan diagnose dapat menyebabkan komplikasi yang berakibat fatal, sampai pada kematian.Tanda-tanda dan gejala PA (Paratyphoid fever A) menunjukan tidak spesifitas, jenis penyakit ini sulit untuk didiagnosa secara akurat. Meskipun diagnosis definitife tetapi, dapat dibuat isolasi SPA (serovar Paratyphi A (SPA), dari spesimen klinis seperti darah, sumsum tulang, urin atau tinja atau dengan menunjukan meningkatnya titer O (somatic), H (flagelata), dan A (flagella), ditandai dengan aglutinasi antibodi dalam sampel serum yang berpasangan (Shukunet.al., 2011).

III. MATERI METODEA. MateriAlat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah object glass, mikropipet ukuran 20 l, 10 l, 5 l,yellow tips,dan mikroskop.Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum ini antara lain serum penderita thypus dan antigenS. typhiiH dari produk Murex.

B. MetodeMetode yang dilakukan dalam praktikumsecara skematis sebagai berikut:

Metode yang dilakukan dalam praktikumdiuraikan sebagai berikut:1. Diambil 3 buahobject glassdan pada masing-masingobject glassdipipetkan serum sebanyak 20l, 10l, dan 5l.2. Masing-masingobject glassditetesi 1 tetes reagenS. typhiiH, dicampur supaya larutan menjadi homogen.3.Object glassdigoyang-goyang selama 1 menit. Tepat 1 menit, diamati ada tidaknya aglutinasi.

Interpretasi Hasil :1. Tidak ada aglutinasi, hasil negatif (-). Penderita tidak terinfeksiS. typhiiH.2. Ada aglutinasi, hasil positif (+). Penderita terinfeksiS.typhiiH.a) Pada serum 20 l, titer Ab (+) 1/80 = infeksi ringanb) Pada serum 10 l, titer Ab (+) 1/160 = infeksi aktifc) Pada serum 5 l, titer Ab (+) 1/320 = infeksi berat

IV.HASIL DAN PEMBAHASANA.HasilTabel 1. Hasil pengamatan terjadinya aglutinasi pada serumKelompokTerjadi AglutinasiProbandus

201052,5

1++++Ria Murniati

2+++Ai Nurjanah

3+++Ai Nurjanah

4-Ria Murniati

5-Hikmah S.

6-Ade Irma

Gambar 1. Tidak terjadi Aglutinasi

B.PembahasanHasil praktikum menunjukkan bahwa setelah serum praktikan yang masing-masing terdiri atas5 l, 10 l, 20 ldi tetesi dengan reagenSalmonella typhii,terbentuk gumpalan pada serum 10 lkarena tejadi reaksi antara antigen dengan antibodi. Sampel5 l dan 20 ltidak tebentuk gumpalan karena tidak adanya reaksi antara antigen dengan antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa serum praktikan tidak terinfeksi oleh bakteriS. Typhii. Kontrol menunjukkan hasil positif setelah ditetesi dengan reagen, dimana terbentuknya gumpalan atau aglutinasi, hal ini berarti bahwa serum tersebut terinfeksi oleh bakteriS. Typhii.Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Uji widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide).Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).Demam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5 juta individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk mengurangi kasus yang fatal dari 20% menjadi 1% (Verma, 2010). Demam tifoid disebabkan olehSalmonella typhimerupakan penyakit infeksi sistemik, bersifatendemis dan masih merupakan masalah kesehatandi Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid sangat diperlukanagar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan,sehingga komplikasi dapat dihindari. Diagnosispasti demam tifoid dengan cara mengisolasi kumanS. typhii,memerlukan waktu yang cukup lama(47 hari) dan tidak semua laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja. Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide).Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat (Jawetzet al., 1974).Antigen mempunyai dua atau lebih tempat reaksi atauantigen-reaction siteatauantigen-determinant site, sehingga secara umum dikenal sebagai substansi yang mempunyai multivalent dan multispesifik. Imunoglobulin-G (IgG) berstruktur elips memanjang dengan dua atau lebih permukaan tempat reaksi atau antibody-reaction siteyang sama, yaitu satu pada tiap ujungnya dan mempunyai kemampuan ikatan spesifik yang dikenal dengan bivalent atau monovalent (Volk, 1992). Interaksi antigen-ntibodi dibagi dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder, dan tersier. Interaksi primer atau interaksi awal antigen dengan antibodi merupakan suatu kejadian dasar yang terdiri dari pengikatan molekul antigen dengan molekul antibodi. Reaksi ini jarang terlihat, deteksi biasanya dikerjakan dengan reaksi-reaksi sekunder yang merupakan alat bantu untuk memvisualisasikan reaksi, misalnya presipitasi. Reaksi tertier merupakan ekspresi biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna untuk merusak. Interaksi antigen-antibodi kadang-kadang dinyatakan sebagai manifestasi tersier. Reaksi-reaksi tersebut adalah merupakan tanda-tanda biologik interaksi antigen-antibodi dan kadang-kadang berguna pada penderita tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit karena injuri imunologik (Bellanti, 1993).

Jawetzet al.(1974), menyatakan bahwa antigen mempunyai tiga struktur utama, yaitu :1. H atau antigen flagelar yang diinaktifkan oleh pemanasan diatas 600C dan bisa juga dengan alkohol dan asam. Antigen ini merupakan sediaan terbaik untuk uji serologi dengan penambahan formalin pada kultur motil muda. Antigen H ini mengandung beberapa unsur pokok imunologi. Di dalam spesies salmonella tunggal, antigen flagelar ini terbentuk dalam satu atau dua bentuk yang disebut fase 1 dan fase 2. Organisme cenderung akan bermutasi dari satu fase ke fase lain yang disebut dengan fase variasi. Antibodi yang berikatan dengan antigen H adalah IgG.2. O atau antigen somatik yang terbentuk pada permukaan tubuh bakteri baik dalam bentuk motil maupun non-motil dan resisten untuk memanjang pada pemanasan 1000C , alkohol dan cairan asam. Antigen O diambil dari bakteri basil non-motil atau dengan perlakuan dengan pemanasan dan alkohol. Kandungan sera antibodi anti-O, seperti aglutinasi antigen yang lambat pada masa granular. Antibodi terhadap antigen O yang utama adalah IgM.3. Antigen Vi yang ada pada perifer ekstrim tubuh atau pada kapsul. Antigen ini akan rusak oleh pemanasan selama 1 jam pada suhu 600C dan oleh asam dan fenol. Kultur yang mempunyai antigen Vi lebih virulen dari pada yang tidak punyai antigen Vi.Antibodi-antibodi yang mampu bereaksi dengan antigen dalam larutan salin disebut dengan antibodisalinataukompletyang sebagian besar terdiri atas antibodi IgM. Antibodi yang tidak mampu bereaksi dalam larutan salin disebut antibodiinkompletatau antibodiblockingyang termasuk di sini adalah antibodi IgG. Jenis antibodi 7S IgG tertentu tidak dapat mengaglutinasi sel darah merah dalam suspensi salin meskipun telah terikat kuat pada antigen (sel darah merah) (Bellanti, 1993).Menurut Olopoenia dan King (1999), ada beberapa hal yang akan menyebabkan hasil aglutinasi Widal menjadi positif maupun negatif. Hal yang menyebabkan uji aglutinasi Widal menjadi negatif antara lain tidak adanya infeksi olehS. typhii, tidak cukupnya inokulum antigen bakteri pada inang untuk menginduksi produksi antibodi, kesulitan teknis dan eror dalam penampilan uji, perlakuan antibodi sebelumnya, keragaman preparasi antigen komersial, dancarrier state.Hal yang akan menyebabkan hasil aglutinasi Widal menjadi positif antara lain pasien yang dites menderita demam typhoid, sebelumnya telah diimunisasi dengan antigenSalmonella, reaksi silang denganSalmonellanon-typhoid, keragaman dan minimnya standarisasi preparasi antigen komersial, infeksi dengan malaria atau Enterobacteriaceae lain, dan penyakit lain seperti dengue. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai.Adanya hasil negatif pada hasil praktikum menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara antigen dengan antibody. Antibodi dapat menimbulkan penolakkan sehingga interaksi tidak terjadi. Proses penolakkan ini dapat terjadi dalam dua bentuk yatitu penolakkan hiperakut terjadi bila antibodi anti donor yang terbentuk sebelumnya sudah ada di dalam sirkulasi resipien serta pada individu yang tidak dibuat peka, antibodi humoral anti-HLA berkembang bersama penolakkan yang diperantarai sel T. Antibodi ini penting sekali dalam penghantaranpenolakkanakut lambat, pada resipien yang telah diobati dengan obat-obatan imunosupresif setelah pencangkokan (Robbins dan Kumar, 1995).

Positif (+) Negatif (-)Positif (+) : Terjadi aglutinasi, berarti terdapat antibodi.Negatif (-) : Tidak terjadi aglutinasi, berarti tidak terdapat antibodi.

V.KESIMPULAN DAN SARANA.KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasansebelumnyadapat diambil kesimpulanbahwa:1.Praktikan yang sampel darahnya diambil ari kelompok 2, pernah menderita thypus karena serumnya mengalami aglutinasi setelah ditetesi dengan reagenS. Typhii.2.Serum yang mengandung Ab terhadapSalmonella typhiiapabila bereaksi dengan AgSalmonellatyphiiyang dilekatakan pada partikel, akan mengalami aglutinasi, karena Ab dalam serum akan mengikat Ag bakteriSalmonella typhii(hasil positif).3.Apabila serum penderita tidak mengandung Ab terhadapSalmonella, maka tidak akan terjadi aglutinasi karena tidak ada ikatan (interaksi) antara AgSalmonelladengan Ab terhadapSalmonella typhii(hasil negatif).

B.SaranSaran yang bisa diberikan adalah bahwa perlu adanya pengujian lebih lanjut mengenai ada tidaknyaSalmonella typhiipada darah praktikan.

DAFTAR REFERENSIBellanti, J. 1993. Imunologi III. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Jawetz, E, J. L Melnick, and E. A. Adelberg. 1974. Review of Medical Microbiology. Lange Medical Publication, Canada.

Jawetz, Ernest. 1996.Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Olopoenia, L.A and A.L King. 1999. Widal Aglutination Test 100 Years Later : Still Plaqued by Controversi. Howard University, Washington.

Robbins, S.L dan V. Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi I Edisi 4. ECG, Jakarta.

Soemarno. 2000.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta: Akademi Analis kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Soenarjo. 1989. Dasar-dasar Imuno Bioreproduksi pada Hewan. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

Shukun, W. Qian, W. Conjia, C. Deshen, S. and Xianhua, W. 2011. Value of a single serum widal agglutination test in diagnosis of paratyphoid fever A.International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics(ISSN-2250-9941) Vol. 1(8) pp. 209-214,

Verma, S, S. Thakur, A. Kanga, G Singh, and P. Gupta. 2010. EmergingSalmonellaparathypiA Enteric fever and changing trends in antimicrobial resistance pattern of salmonella in Shimla.Indian Journal Of Medical Microbiology, 28 (1): 51-53.

Volk, W.A. 1992. Basic Microbiology sevent Edition. Harper-Collins Publishers, New York.

Wardhani, P. Prihatini, M.Y. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,12 (1) : 31-37.