Upload
nur-asiiyah
View
127
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGILANGAN MINYAK NABATI
Proses pengolahan minyak nabati bergantung pada sifat alami minyak atau
lemak dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Untuk mendapatkan
minyak yang benar-benar murni dan baik dikonsumsi maka dalam proses
penghilangan impuritisnya harus benar-benar maksimal.. Berikut adalah diagram
pengolahan minyak secara umum.
Ekstraksi
Penjernihan
Pemucatan
Deodorisasi Hidrogenasi winterisasi
Pemucatan Deodorisasi
Deodorisasi
Interesterifikasi
Plasticizing Pemurnian
EKSTRAKSI
Pengertian Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk
mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali
campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar
sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah
dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat
erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam
konsentrasi yang terlalu rendah.
Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak
wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat
dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan
menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.
Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih ekstraksi
jenis apa yang digunakan, yaitu:
- berbentuk padat atau cair
- kadar minyak yang terkandung dalam bahan bakunya berdasarkan
referensi
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak
atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.Adapun
ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry rendering
dan wet rendering),mechanical expression dan solvent extraction.
Klasifikasi Ekstaksi
Ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu:
1) rendering (dry rendering dan wet rendering)
2) mechanical expression
3) solvent extraction
Berikut adalah bagan jenis-jenis ekstraksi yang digunakan dalam proses
pengolahan minyak nabati.
Minyak / Lemak
Trigliserida
Ekstraksi
Rendering Mechanical Expresion Solvent ekstraksi
Wet rendering Dry rendering
Sokletasi Maserasi Perkolasi
1.Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi.Pada
semua cara rendering,penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik,yang
bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung didalamnya.
Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara,yaitu :
1. Wet rendering
2. Dry rendering
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air
selama berlangsungnya proses tersebut.Cara ini dikerjakan pada ketel yang
terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan
40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi).Penggunaan temperature rendah pada
wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau
lemak.Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi
dengan alat pangaduk,kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan
perlahan-lahan sampai suhu 50°C sambil diaduk.Minyak yang terekstraksi akan
naik keatas akan naik keatas dan kemudian dipisahkan.Proses wet rendering
dengan menggunakan temperature rendah kurang begitu popular,sedangkan
proses wet rendering dengan mempergunakan temperature yang tinggi disertai
dengan tekanan uap air,dipergunkan untuk menghasilkan minyak atau lemak
dalam jumlah yang besar.Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau
digester.Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan
tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam.
b. Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama
proses berlangsung.Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan
dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator).Bahan yang
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa
penambahan air.Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk.Pemanasan dilakukan pada
suhu 220°F sampai 230°F (105°C-110°C).Ampas bahan yang telah diambil
minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.Minyak atau lemak yang dihasilkan
dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan
dari bagian atas ketel.
2.Pengepresan Mekanik (mechanical expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau
lemak,terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian.Cara ini dilakukan
untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi(30-
70%).Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum
minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.Perlakuan pendahuluan tersebut
mencakup pembuatan serpih,perajangan dan penggilingan serta tempering atau
pemasakan.
Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu:
1. Pengepresan hidraulik (hydraulic pressing)
2. Pengepresan berulir (expeller pressing)
a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing,bahan di pres dengan tekanan sekitar
2000pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm).Banyaknya minyak atau lemak yang
dapat diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan,tekanan yang
dipergunakan,serta kandungan minyak dalam bahan asal.Sedangkan banyaknya
minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 persen,tergantung
dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.
Gambar.1 hydraulic press
Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara
pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar
Pemasakan/ pemanasan
pengepresan
Minyak kasar
penggilinganperajanganBahan yang mengandung
minyak
Gambar.2 Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan
b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri
dari proses pemasakan atau tempering.Proses pemasakan berlangsung pada
temperature 240°F (115,5°C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2.Kadar air
minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen,sedangkan
bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 persen.
Gambar.3 expeller pressing
Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi.
3.Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam
pelarut minyak dan lemak.Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak
yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah,dan mutu minyak kasar yang
dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing,karena sebagian
fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.Pelarut minyak atau lemak yang biasa
digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum
Ampas/bungkil
eter,gasoline carbon disulfide,karbon tetra klorida,benzene dan n-heksan.Perlu
perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5
persen.Bila lebih,seluruh system solvent extraction perlu diteliti lagi.
Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi. Ekstraksi
yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejennis ekstraksi dengan
pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut
relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu
senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak
nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Untuk
mendapatkan minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat dilakukan dengan
metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.
Adapun prinsip sokletasi ini adalah Penyaringan yang berulang ulang
sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya
adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah
menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan
tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.
Gambar.4 Rangkaian Alat Sokletasi
Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda
maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ),
tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan
digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang
diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang
didapatkan untuk
pemisahan ini adalah sokletasi
Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara
pemanasan,sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan
membasahi sampel,secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam
labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang
telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary
evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran
organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat
diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.
Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :
1. Pelarut yang mudah menguap Ex : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida
dan alkohol
2. Titik didih pelarut rendah.
3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
7. Ekstraksi sinambung dengan menggunakan alat soklet merupakan suatu
prosedur ekstraksi kontituen kimia tumbuhan dari jaringan tumbuhan yang
telah dikeringkan.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut –
pelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan
pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa
– senyawa trepenoid dan lipid – lipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan
etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa yang lebih polar. Walaupun
demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari
senyawa – senyawa yang diekstraksi.
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan
yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam
sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena
sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi
penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang
disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi
tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa
dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena
sampel tidak terendam seluruhnya.
Dibanding dengan cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih
efisien, karena:
1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara
berulang kali.
2. Waktu yang digunakan lebih efisien.
3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi.
4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
3. Proses sokletasi berlangsung cepat.
4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah
rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi
penguraian.
2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi
meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah
menguap .
Pemurnian
Tujuan utama pada proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang
masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah
dalam industry.
Pada umumnya minyak untuk bahan pangan dimurnikan melalui proses
sebagai berikut :
1. Pemisahan ALB dengan cara netralisasi
2. Dekolorisaasi dengan proses pemucatan
3. Deodorisasi
4. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)
Disamping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna
sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan warna yang
menarik.
Lemak hewan seperti lemak babi dan lemak susu (butter flat) yang
diperoleh dengan proses rendering atau sentrifusi, dapat dikonsumsi langsung
tanpa melaluli proses pemurnian.
Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
Kotoran dalam minyak
Kotoran yang terdiri dari biji atau pertikel jaringan, lender dan getah, serat-serat
yang berasal dari kulit, abu atau mineral yan terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca, serta
air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara
mekanis, yaitu dengan cara pengendapan, penyaringan dan sentrifusi.
Kotoran yang Berbentuk Suspensi Koloid dalam Minyak
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung
nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan
menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti
pengendapan, sentrifusi atau penyaringan dengan menggunakan adsorben.
Kotoran yang Terlarut dalam Minyak (Fat Soluble Compound)
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol,
hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat
warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan
dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan
resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.
Selain kotoran tersebut diatas, beberapa jenis minyak mengandung
senyawa beracun, misalnya seperti minyak biji kapas mengandung gossypol, dan
mustard oil mengandung ester dari asam iso-thiosianat dan etil alcohol.
Perlakuan pendahuluan
Tujuan perlakuan pendahuluan adalah:
- Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan
mengurangi jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses
deodorisasi, pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan
pendahuluan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan pendahuluan.
- Proses pemisahan gum dilakukan pada minyak untuk tujuan tertentu,
misalnya biji lin yang digunakan untuk pembuatan lak (lacquer).
- Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi minyak
yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi.
Salah satu proses perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan pada minyak
yang akan dimurnikan adalah proses pemisahan gum(de – gumming).
2.2.1 Pemisahan gum (de – gumming)
Degumming adalah suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi
jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Getah-getah (gum) dalam minyak nabati
perlu dihilangkan untuk menghindari perubahan warna dan rasa selama langkah
rafinasi berikutnya. Proses Pennwalt melibatkan pengolahan asam fosfor satu
tingkat dan pengolahan air panas satu tingkat diikuti oleh penghilangan secara
terus-menerus getah-getah terhidrat dalam super sentrifusi super degumming.
Aplikasi proses tersebut dapat digunakan untuk minyak kacang, minyak kapas,
minyak sawit, minyak jagung, dan lain-lain.
Lemak dan minyak mengandung senyawa kompleks phospor organik yang
berhubungan dengan phospolipid (phospatida) atau biasanya gum. Phospatida
dibuang dengan berbagai macam pengolahan yang diikuti dengan pengendapan,
dengan sentrifugasi, serta penyerapan dengan filter. Secara teknis degumming
berhubungan dengan operasi pemurnian minyak yang mana normalnya
mengandung kotoran dalam bentuk koloid maupun terlarut dalam minyak itu
sendiri.
Tujuan dari proses degumming adalah :
1. Memisahkan dan membuang asam
2. Mencegah crude oil tertinggal selama penyimpanan dan pemindahan
3. Mencegah pengasaman oleh gum
4. Pemurnian secara fisik
5. Mengurangi kehilangan minyak pada tahap netralisasi
Proses-Proses Degumming
Ada 6 tipe proses deguming dalam industri minyak nabati. Perbedaan dari
masing-masing tipe adalah pada metoda dari prosesnya, penggunaan bahan kimia
dan kandungan dari phospatida dalam crude minyak nabati. Tipe-tipe degumming
adalah:
1. Dry Degumming
Proses dry degumming melibatkan pembuangan gum melalui proses
presipitasi dalam kondisi asam. Proses ini menggunakan minyak rendah
phospatida dan cocok untuk persiapan minyak untuk physical refining.
2. Water Degumming
Water degumming adalah proses dari pembuangan gum melalui proses
presipitasi menggunakan hidrasi air murni crude oil melalui pemisahan sentrifus.
Metoda ini digunakan untuk mengesktrak gum untuk produk lecithin, minyak
kedelai dan crude oil yang mengandung phospor dengan konsentrasi 200 ppm.
Dalam proses ini air digunakan sebagai bahan utama untuk menghilangkan
phospatida yang dapat terhidrasi dari minyak nabati serta dapat dilakukan pada
keadaan batch atau continous tergantung pada tipe minyak yang akan dilakukan
proses degumming atau jumlah minyak yang akan diproses. Pada proses water
degumming ini efek dari penambahan air dan perbedaan level temperatur
(pemanasan) akan sangat berpengaruh pada kualitas pemurnian.
3. Acid Degumming
Dalam proses ini gum dipresipitasi dengan proses beberapa kondisi asam
dan dihilangkan menggunakan pemisahan dengan metoda sentrifus. Pada metoda
ini gum bisa dihidrasi pada suhu tinggi dari 40°C. Dalam proses kilang organik
asam sitrat sering digunakan dan pembuangan phospatida sisa melaui bleaching
menggunakan silika hydrogel.
4. Enzymatic Degumming
Enzymatic degumming adalah degumming khusus yang dipertinggi
dengan menggunakan beberapa enzim makanan. Tipe minyak yang digunakan
pada proses ini adalah minyak kacang kedelai dan minyak lobak. Keuntungan dari
enzymatic degumming tidak ada busa yang terbentuk sehingga tidak ada minyak
yang hilang yang melalui pemisahan busa.
5. EDTA-degumming
EDTA degumming proses kimia-fisika degumming. Proses ini melibatkan
pemisahan sempurna phospatida dengan bahan pengkelat yaitu ethylene diamine
tetra acetic acid(EDTA).
6. Membran degumming
Proses membran degumming biasanya digunakan dalam industri ekstraksi.
Pemisahan dengan membran merupakan pemisahan ukuran eklusi dan tekanan.
Proses ini membagi komponen-komponen yang berbeda menurut berat
molekulnya atau ukuran partikel serta bergantung pada interaksi dengan
permukaan membran dengan campuran komponen minyak. Phospatida dapat
dibuang dari trigleserida di dalam bentuk miscell menggunakan membran
permeabel yang sesuai dengan proses degumming.
Proses ini umumnya digunakan Phospatida, protein, karbohidrat dan
komponen koloid yang memiliki pengaruh buruk untuk menjaga kemurnian
minyak. Bahan-bahan tersebut merupakan senyawa-senyawa yang tidak
diinginkan dalam suatu kilang. Ada 2 jenis phospatida yaitu yang dapat dihidrasi
dan yang tidak dapat dihidrasi. Phospatida yang dapat dihidrasi bisa dihilangkan
dengan mudah dengan menambahkan air pada proses dengan menggunakan aliran
cepat pada suhu yang terus meningkat atau aliran lambat pada suhu rendah.
FLOWCHART PROSES DEGUMMING
Gambar 4. Flowchart Proses Degumming
Blok diagram untuk proses diatas adalah :
Gambar 5. Blok Diagram Proses Degumming
Crude oil dari proses sebelumnya dialirkan ke tanki penampungan,
kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa yang dilengkapi dengan flow
meter ke degumming reactor 1. Pada reactor 1 ini ditambahkan reagen asam
seperti H3PO4, H2SO4, H2C2O4, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk
mengikat gum dari minyak. Selanjutnya, sebagian crude oil yang keluar dari
reactor 1 dialirkan menuju degumming reactor 2, dan sebagian lagi tetap tinggal di
reactor 1. Pada reactor 2 ini dialirkan air panas dengan suhu 800C, tujuannya
adalah untuk optimalisasi pengikatan gum. Lalu, sebagian keluaran dari reactor 2,
tetap tinggal di dalam reactor, sedangkan sebagian yang lain dialirkan menuju
degumming sentrifuge. Pada degumming centrifuge ini, terjadi pemisahan antara
gum dengan minyak. Sehingga produk keluaran dari degumming sentrifuge ini
adalah minyak yang bebas dari gum dan gum itu sendiri.
Degumming reactorTangki
Degumming Reaktor
Degumming
centrifuge
Crude Oil
Degummed Oil
Gums
2.2.2 Tahap – Tahap Pemurnian
2.2.2.1 Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas
(ALB) dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas
dengan basa atau pereaksi lainnya sehinggga membentuk sabun (soap stock)
dengan tujuan memurnikan minyak. Pemisahan asam lemak bebas juga dapat
dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi.
Proses Netralisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara,yaitu :
Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri,
karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya.
Selain itu penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat warna dan
kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak
bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifuce.
Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara
mekanis maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat
menghilangkan fosfatida, protein, resin , dan suspensi dalam minyak yang tidak
dapat dihilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen minor dalam
minyak berupa sterol, khlorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil
dapat dikurangi dengan netralisasi.
Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil
trigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan
persenyawaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak
terjadi sebagai berikut :
Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan
antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam
lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3
persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar
94 persen, karena mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94) persen
= 6 persen
Refining factor = kehilangan total (% )
asamlemak bebasdalam minyak (%) =
63
= 2
Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi.
Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi terlalu tinggi akan
bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi
dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak dalam
minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam
minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen
yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih konsentrasi
larutan alkali yang digunakan dalam netralisasi adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi dari Minyak Kasar
Konsentrasi dari alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam
lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam
lemak bebas, makin besar pula konsentrasi alkali yang digunakan
2. Jumlah Minyak Netral (Trigliserida) yang Tersabunkan Diusahakan
Serendah Mungkin
Makin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan, maka
kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan semakin besar pula
sehingga angka refinning factor bertambah besar.
3. Jumlah Minyak Netral yang Terdapat dalam Soap Stock
Makin encer larutan kaustik soda, makin besar tendensi larutan sabun
untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Dengan menggunakan
larutan alkali encer, kemungkinan terjadinya penyabunan trigliserida
dapat diperkecil, akan tetapi kehilangan minyak bertambah besar
karena sabun dalam minyak akan membentuk emulsi.
4. Suhu Netralisasi
Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock)
yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat.
Pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak
karena sebagian minyak akan diserap oleh sabun.
5. Warna Minyak Netral
Makin encer larutan alkali yang digunakan, makin besar jumlah larutan
yang dibutuhkan untuk netralisasi dan minyak netral yang dihasilkan
berwarna lebih cepat.
Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah trigliserida tidak
ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan
dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan.
Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan
menimbulkan busa dalam minyak.
Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan
pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu
terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah adsorben yang
dibutuhkan pada proses pemucatan.
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat
dilakukan di bawah suhu 500C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi
dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan
reaksi sebagai berikut :
Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas
CO2 dan H2O. Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun
yang terbentuk dan mengapung partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas
tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara
menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vakum.
Cara Netralisasi :
Minyak yang akan dinetralkan , dipanaskan pada suhu 35-400C dengan
tekanan lebih rendah dari atmosfir. Selanjutnya ditambahkan larutan natrium
karbonat, kemudian diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan
65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20 rpm dan tekanan
vakum diperkecil selama 20-30 menit. Dengan cara tersebut gas CO2 yang
terbentuk akan menguap dan asam lemak bebas yang tinggal dalam minyak
kurang lebih sebesar 0,05 persen. Sabun yang terbentuk dapat diendapkan dengan
menambahkan garam, misalnya natrium sulfat atau natrium silikat, atau
mencucinya dengan air panas. Setelah dipisahkan dari minyak selanjutnya
dilakukan proses pemucatan.
Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat dipisahkan dengan cara
menyaring menggunakan filter press. Asam lemak bebas yang telah membentuk
sabun (soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut direaksikan
dengan asam mineral.
Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang
terbentuk bersifat pekat dan dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun
bermutu baik. Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik, terutama setelah
mengalami proses deodorisasi. Di samping itu trigliserida tidak ikut tersabunkan
sehingga rendemen minyak netral yang dihasilkan lebih besar.
Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam
praktek, dan di samping itu untuk minyak semi drying oil seperti minyak kedelai,
sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas
CO2.
Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”
Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan
menggunakan pelarut menguap (solvent extraction). Hasil ekstraksi merupakan
campuran antara pelarut dan minyak disebut miscella.
Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan
kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam
miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai
dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara
menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut
dengan cara penguapan.
Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak
bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan
trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap
stock dengan cara penyulingan dalam ruangan vakum.
Pemisahan asam (de-ecidification) dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan
asam lemak bebas langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa,
sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling
terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam alat penyulingan
dengan letak horizontal.
Di sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa berlubang tempat
menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah dipanaskan pada suhu
kurang lebih 2400C.
Kadang-kadang ke dalam ketel disemprotkan superheated steam bersama air,
yang akan berubah menjadi uap air panas pada tekanan rendah (kurang lebih 25
mmHg), sehingga asam lemak bebas menguap bersama-sama dengan uap panas
tersebut. Hasil sulingan berupa campuran uap air dan asam lemak bebas untuk
menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang
terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak dengan
kadar lebih rendah dari 1 persen harus dinetralkan dengan menggunakan
persenyawaan basa. Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi
umumnya mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil
hidrolisa sebagian molekul trigliserida.
Selama proses penyulingan, asam lemak akan mengadakan reaksi re-
esterifikasi dengan mono dan digliserida sehingga membentuk trigliserida, dengan
reaksi sebagai berikut :
Pada umumnya kadar asam lemak bebas dalam minyak setelah
penyulingan kira-kira 0,1-0,2 persen, sedangkan hasil kondensasi masih
mengandung kira-kira 5 persen trigliserida. Jadi penggunaan uap pada proses
penyulingan akan membawa sejumlah kecil fraksi trigliserida.
Pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan digunakan untuk
menetralkan minyak kasar yang mengandung kadar asam lemak bebas relatif
tinggi, sedangkan minyak kasar yang mengandung asam lemak bebas lebih kecil
dari 8 persen, lebih baik dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa.
Pemisahan asam dengan menggunakan pelarut organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut
organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak.
Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahakan asam lemak bebas adalah
furfural dan propane.
Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air dalam jumlah
kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam piridine,
sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari
pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak
bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut,
maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan
bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam lemak
bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.
Pengujian Asam Lemak Bebas
Pengukuran jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau
lemak dapat digunakan bilangan asam. Bilangan asam adalah jumlah miligram
KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram
minyak atau lemak.
Caranya adalah dengan jalan melarutkan sejumlah minyak atau lemak
dalam alkohol eter dan diberi indikator phenolpthalein. Kemudian dititrasi dengan
larutan KOH 0,5 N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap.
Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau
lemak tadi.
Bilangan asam =ml.KOH x N.KOH x 56,1gram contoh
Dari rumus diatas, faktor 56,1 adalah bobot molekul larutan KOH. Apabila
dipergunakan NaOH untuk titrasi, maka faktor tersebut menjadi 39,9.
Aplikasi netralisasi minyak
o Proses Pembuatan Minyak Ikan
Proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan larutan alkali atau
pereaksi lainnya untuk membebaskan asam lemak bebas dengan membentuk
sabun dan membentuk koagulasi bahan-bahan yang tidak diiinginkan.
Penambahan larutan alkali ke dalam minyak mentah akan menyebabkan reaksi
kimia maupun fisik, yaitu:
1. Alkali akan bereaksi dengan asam lemak bebas dan membentuk
sabun,
2. Gum menyerap air dan menggumpal melalui reaksi hidrasi,
3. Bahan-bahan warna terdegradasi, terserap oleh gum atau larutan
oleh alkali,
4. Bahan-bahan yang tidak teratur yang terdapat dalam minyak akan
menggumpal.
Selanjutnya minyak yang telah dinetralkan dibiarkan beberapa saat supaya
terjadi pemisahan sabun yang terbentuk. Lapisan sabun berada pada lapisan
bawah dan lapisan minyak pada bagian bawah. Kemudian sabun tersebut diambil.
Untuk menghilangkan sabun-sabun yang masih tersisa, pada minyak ikan
ditambahkan air panas sambil diaduk dan kemudian dibiarkan supaya terjadi
pemisahan minyak dan air. Setelah itu air yang terpisah dibuang.
o Proses Pembuatan Minyak Sawit
Proses netralisasi konvensional dengan penambahan soda kaustik
merupakan proses yang paling luas digunakan dan juga proses purifikasi terbaik
yang dikenal sejauh ini. Penambahan larutan alkali ke dalam CPO menyebabkan
beberapa reaksi kimia dan fisika sebagai berikut:
2.2.2.1 Alkali bereaksi dengan Free Fatty Acid (FFA) membentuk sabun.
2.2.2.2 Fosfatida mengabsorb alkali dan selanjutnya akan terkoagulasi melalui
proses hidrasi.
2.2.2.3 Pigmen mengalami degradasi, akan terabsorbsi oleh gum.
2.2.2.4 Bahan-bahan yang tidak larut akan terperangkap oleh material
terkoagulasi.
2.2.2.2 Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk
menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini
dilakukan dengan cara fisika yang menggunakan berbagai absorben, seperti tanah
serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga
menggunakan bahan kimia. Selain warna, pemucatan juga berperan mengurangi
komponen minor lainnya seperti aroma, senyawa bersulfur dan logam-logam
berat. Selain itu, pemucatan juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak
seperti peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya sedikit
komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan dilakukan setelah proses
pemurnian alkali.
Zat-Zat Pengotor yang sering terdapat dalam minyak bumi
1. Senyawa Sulfur
Crude oil yang densitynya lebih tinggi mempunyai kandungan Sulfur yang lebih
tinggu pula. Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan
akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam
keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida
sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline) dan air.
2. Senyawa Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2 % dan terus
naik dengan naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa terus naik apabila
produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada
dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida,
senyawa monosiklo dan disiklo dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa
asam Naphthenat (asam alisiklik) dan asam alifatik.
3. Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,%.
Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat
racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum / getah pada fuel oil.
Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen
klas dasar yang mempunyai berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak
dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul yang
tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer.
4. Konstituen Metalik
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses
catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan
produk gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukkan coke. Pada power
generator temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen
logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang
dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama
vanadium dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan
turunnya titik lebur campuran sehingga merusakkan refractory itu.
Klasifikasi Proses Pemucatan
Proses pemucatan terbagi dua, yaitu :
Pemucatan Secara Fisika
Pemucatan Minyak dengan Adsorben
Ada dua bentuk adsorbsi yaitu :
a. Adsorbsi positif, yaitu penyerapan substart yang tidak diinginkan sehingga
bahan relatif tidak mengandung substart tersebut.
b. Adsorbsi negatif, yaitu proses penyerapan pelarut dari substart yang tidak
diinginkan. Dalam hal ini pelarutannya yang dipisahkan dari substart yang
tidak diinginkan cara ini jarang dilakukan karena dianggap tidak efektif.
Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat
(bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan
diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam
ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan
pada suhu sekitar 105oC, selama 1jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat
minyak mencapai suhu 70-80oC, dan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0-
1,5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben
dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan
dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2-
0,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.
Macam-macam Adsorben:
Adsorben yang biasa digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari bleaching
clay, arang dan arang aktif.
a. Bleaching Clay (bleaching earth)
Bleaching Clay pertama kali ditemukan pada abad ke-19 di Inggris dan
Amerika. Dalam perdagangan Bleaching Clay mempunyai nama dan komposisi
kimia yang berbeda. Sebagai contoh ialah Bleaching Clay yang berasal dari Rusia,
Kanada dan Jepang dikenal dengan nama gluchower kaolin.
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama
terdiri dari SiO2, Al2O3, air, ion kalsium, magnesium oksida, dan besi oksida.
Tabel 1. Perbandingan komposisi antara dua jenis Bleaching Clay
Komponen
Kimia (%)
Jenis adsorben
Landau raw clay Florida clay 8
SiO2 59,0 56,5
AL2O3 22,9 11,6
Fe2O3 3,4 3,3
CaO 0,9 3,1
MgO 1,2 6,3
Sumber: Andersen A.C.J. dan P.N. William (1962)
Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh
warna tersebut akan dihilangkan.
Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan
partikel adsorben, yang dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Daya pemucat
tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching
clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya dengan air
telah hilang, sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna.
Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl atau H2SO4) akan
mempertinggi daya pemucat karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi
dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori
adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat
menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.
Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben
mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan
pH adsorben mendekati netral. Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan
adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk
tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu activated clay yang
bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan
mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak
dari adsorben.
b. Arang (Bleaching Carbon)
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan pada umunya diperoleh dari
hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon. Umumnya
arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya
adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan
uap atau bahan kimia.
Tabel 2. Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
Komponen (%) Kering Udara Kering Oven
Air 9,9 -
Bahan menguap 8,1 9,0
Abu 2,0 2,2
“fixed carbon” 80,0 88,8
Sumber: Andersen A.C.J. dan P.N. William (1962)
Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati atau hewani antara lain serbuk
gergaji, ampas tebu, tempurung, tongkol jagung, dan tulang. Pada umumnya
pengarangan dilakukan pada suhu 300-500 °C. Suhu pengarangan pada ruangan
tanpa udara dilakukan pada suhu 600-700 °C. Pada proses pengarangan akan
terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi
peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan.
Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang
bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.
c. Arang Aktif (Aktivated Carbon)
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang
dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas
adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar,
hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon,abu,air,
persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai pengaktif adalah HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2,
Ca3(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu tinggi.
Unsur-unsur kimia dari persenyawaan yang ditambahkan akan meresap ke
dalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen
kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar. Persenyawaan
hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara
oksidasi menggunakan oksidator lemah sperti CO2 yang disertai dengan air.
Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel,
ukuran partikel, volume dan luas penampang kapiler, sifat kimia permukaan
arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar
air.
Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang
Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang
tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya
adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah
besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan arang dan zat yang diserap.
Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial, maka jenis adsorbsi
terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis.
Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan
listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan
perbedaan potensial karena panas.
Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan muatan listrik
antara arang dan zat atau ion yang diserap. Bahan yang mempunyai muatan listrik
positif akan diserap lebih efektif oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan
sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap bahan non-elektrolit tidak
dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebasaan arang sebagai adsorben. Jumlah
arang aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah
warna yang diserap (gambar 4).
Perbandingan daya pemucat antara arang aktif dan activated clay pada
proses pemucatan minyak kelapa seperti tercantum dalam gambar 5. Dari gambar
tersebut dapat diketahui bahwa daya pemucat arang aktif lebih baik dari activated
clay, karena arang aktif dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97 persen dari
total zat warna yang terdapat dalam minyak.
Keuntungan penggunaan arang aktif sebgai bahan pemucat minyak ialah
kerena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay,
sehingga arang aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah
lebih kurang 0,1-0,2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap
sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga
memperbaiki mutu minyak.
Arang aktif
Gambar 6. Hubungan Antara Arang Aktif Yang Ditambahkan Dengan
Jumlah Warna Yang Diserap (hassler, 1953).
Jumlah warna yang diserap (%)
Gambar 7. Perbedan Antara
Daya Pemucatan Antara Arang Aktif Dan Activated Clay (Anderson, 1953)
Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif
jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam
activated clay, dan proses otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang
dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated carbon).
Adsorben yang telah bercampur dengan minyak dapat dipisahkan dengan
cara penyaringan menggunakan filter press. Biasanya dalam filter press terdapat
dua macam kain saring, yaitu kain goni (jute) pada bagian bawah dan kain katun
(kapas) atau nilon pada bagian atas filter, dengan tekanan dalam filter press
kurang lebih 3,0-3,5 kg/cm2.
Pemucatan minyak secara kimia
Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan
bahan pangan (edible fat), karena pemucatan secara kimia lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan adsorben. Keuntungan penggunaan bahan
kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak yang
dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap
tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi
antara bahan kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak.
Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi atas dua macam reaksi
pemucatan, yaitu:
a. Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan
tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil
karena proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai
bahan pemucat adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin
dioksida.
Pemucatan dengan peroksida: konsentrasi larutan peroksida yang
digunakan biasanya 30-40 persen dan jika konsentrasi peroksida lebih tinggi,
maka minyak cendrung akan mengalami kerusakan karena proses oksidasi.
Minyak yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu disaring: peroksida baik
digunakan untuk memucatkan minyak kacang tanah, minyak wijen, rape oil dan
minyak ikan.
Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam, sehingga wadah
yang digunakan pada proses pemucatan harus dilapisi dengan email, aluminium,
atau stainless steel. Jenis peroksida yang sering digunakan ialah natrium
peroksida, kalsium peroksida atau benzoil peroksida.
b. Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam
asam mineral (an-organik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan
oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) akan menghasilkan
klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat, dengan reaksi sebagai berikut:
Na2Cr2O7 + 4 H2SO4 NaSO4 + Cr2(SO4)3 + 4H2O + 3O
atau
Na2Cr2O7 + 8HCl 2 NaCl + 2CrCl3 + 4 H2O + 3O
3 O + 6 HCl 3 H2O + 3 Cl2
Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan
mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam
minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan
terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat
dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat
menimbulkan karat pada logam.
c. Pemucatan dengan pemanasan
Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi,
mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang
mengandung pigmen klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak
terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion besi, sabun, (soap stock)
dan hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan terhadap bahan-
bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.
d. Pemucatan dengan cara reduksi
Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang
dapat timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat
mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium
hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini
biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.
Sebagai contoh ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 %
dan larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap minyak
yang digunakan untuk pembuatan sabun.
Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben
Cara yang sederhana untuk mengestraksi minyak yang tertinggal dalam
adsorben ialah mencampurkan adsorben tersebut dengan bahan yang akan
diekstraksi minyaknya. Umumnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk
memperoleh kembali minyak yang tertinggal dalam adsorben yaitu sebagai
berikut:
a. Pemisahan minyak dengan Menggunakan Surface Active Agent
Surface Active Agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dari
adsorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air
mendidih (kira-kira 100oC) dengan tekanan 1 atmosfer. Larutan alkali dengan
tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan
mencuci minyak yang tergabung dalam adsorben. Minyak yang diperoleh lebih
kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.
b. Ekstraksi dengan Pelarut Organik
Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam
adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan
cara penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika
dibandingkan dengan cara pemisahan minyak menggunakan Surface Active Agent,
maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu sebagai
berikut:
Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yng
diperoleh mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam
adsorben.
Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil
kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak.
Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak
yang mudah mengering ( drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada
suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.
Gambar 8. Skema dari Proses Bleaching
Kelebihan dan Kelemahan Proses Pemucatan
1. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan adsorben
Adanya kehilangan minyak dan daya pemucatannya kurang bagus jika
dibandingkan dengan proses kimia. Kelebihannya tidak ada reaksi samping
antara adsorben dan minyak, karena adsorben hanya bertindak sebagai zat
penjerap.
2. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan bahan kimia
Kelemahannya adanya kemungkinan terjadinya reaksi antara bahan kimia dan
trigliserida sehingga menurunkan flavor minyak. Kelebihan penggunaan
bahan kimia dapat menghindari hilangnya sebagian minyak dan zat warna
dapat dihilangkan mnjadi zat tidak berwarna.
Blok diagram Bleaching
Umpan berupa CPO yang telah melewati tahap pemurnian yaitu
degumming masuk ke dalam mixer static sebanyak 20 %. Didalam mixer static
tersebut ditambah bleaching earth sebagai absorben yang berfungsi
menghilangkan impurities. Kemudian didalam mixer di aduk semapai CPO
tersebut bercampur merata dengan absorben bleaching earth yang telah
ditambahkan. Pada alat mixer tersebut suhu yang digunakan sekitar 40-60oC.
Kemudian umpan sebanyak 80 % dimasukkan ke dalam Heat Exchanger agar
suhu dari CPO tersebut meningkat menjadi 90-130oC. Kemudian hasil dari alat
mixer dan HE dilanjutkan ke dalam alat bleacher. Dalam alat ini suhu berkisar
antara 100-130oC untuk mendapatkan proses bleaching yang optimum. Kemudian
setelah bleacher, CPO dan absorben yang telah bercampur dipisah kan melalui
fliter niagra. Temperatur dijaga pada 80 – 120 oC untuk proses filtrasi yang baik.
Pada filter Niagara, slurry melewati lembaran filter dan bleaching earth terjebak
dalam lembaran filter. Sebenarnya, bleaching earth harus bersih dari filter Niagara
setelah 45 menit operasi untuk mendapatkan filtrasi yang baik. Setelah dipisahkan
akan terbentuk akan terbentuk BPO (bleached palm oil).
2.2.2.3 Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfir atau keadaan vakum.
Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang akan digunakan
untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung
flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses
deodorisasi ; misalnya lemak susu, lemak babi, lemak coklat, dan minyak olive.
Flavor dalam Minyak
1. Flavor Alamiah (natural flavor)
Flavor secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak
dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan,
rendering atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut
terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpena, sterol dan
tokoferol.
Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir disebaban oleh
glukosida dan allyl thio sianoida. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak
yang berasal dari biji-bijian, misalnya minyak brassica, rape seed, colza dan
mustard.
2. Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak atau Bahan yang
Mengandung Minyak
Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian.
Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak,
yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil, alkohol
dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen
tersebut terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0,1 persen dari berat
minyak.
Cara Deodorisasi
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan
dipasang vertikal. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan
minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada
suhu 200-250oC pada tekanan 1 atmosfer (gauge) dan selanjutnya pada tekanan
rendah (lebih kurang 10 mmHg) sambil dialiri dengan uap panas selama 4-6 jam
untuk mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang
tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut
perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.
Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam
minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut dari
minyak bersama-sama uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi
akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak
oleh uap air.
Keterangan :
1. Ketel deodorisasi
2. Tedeng (sekat)
3. Katup pengeluaran udara dari
dalam minyak
7. Corong pemasukan uap ke dalam
kondensor
8. Pipa pemasukan air dingin dari
bagian atas kondensor
4. Corong pengeluaran minyak
5. Pipa penghubung antara ruang
kosong di atas permukaan minyak
dengan ad. 3
6. Pipa uap ke kondensor
9. Pipa pengeluaran air kondensasi
10. Ujung pipa kondenser yang
terendam air
11. Pipa penghubung ke pompa
vakum
Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan
dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak
turun menjadi lebih kurang 84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak
dikeluarkan dari ketel.
Asam lemak bebas dapat menguap, peroksida akan berkurang dan jumlah
yang tertinggal lebih kurang 0,015 – 0,030 persen. Fraksi tidak tersabunkan yang
terdiri dari klorofil, vitamin E, hidrokarbon (terutama sequalene dan sterol) akan
berkurang sebanyak kira-kira 60 persen dari jumlah fraksi tidak tersabunkan.
Kerusakan minyak yang telah mengalami proses deodorisasi dapat
disebabkan oleh proses oksidasi, hidrolisa, mikroba, dan ion logam seperti Cu,
Mg, Zn yang merupakan katalisator dalam proses oksidasi minyak. Logam
tersebut dapat membentuk persenyawaan kompleks dengan hasil oksidasi asam
lemak dan berubah menjadi radikal bebas, dengan reaksi sebagai berikut:
Dengan menambahkan metal inactivator seperti asam sitrat, asam tartarat
dan asam fosfat, maka akan terbentuk kompleks dengan ion logam, sehingga
logam tidak dapat aktif dalam proses pembentukan radikal bebas.
Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak
banyak mengalami kerusakan dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara
penanganan dan kemasan yang dipakai.
Block diagram Deodorisasi
BPO dari tahap Bleaching dimasukkan ke dalam heat exchanger dengan
suhu awal 80-120 oC menjadi 210-250oC. Setelah itu masuk ke dalam deodorizer,
dilakukan dengan status tinggi. Setelah itu di masukkan kedalam kolom vakum
pad suhu 240-280oC dengan tekanan dibawah 10 torr, Panas bleaching minyak
terjadi pada temperatur ini melalui perusakan termal pigmen karotenoid.
Penggunaan steam langsung (direct steam) menjamin pembuangan residu FFA,
aldehida dan keton yang tidak diharapkan rasa dan baunya. Berat molekul yang
lebih rendah dari fatty acid yang teruapkan naik ke kolom dan tertarik keluar oleh
sistem yang vakum. Lalu dihasilkan minyak nabti yang telah hilang rasa dan
baunya.
Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak
banyak mengalami kerusakan dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara
penanganan dan kemasan yang dipakai.
a. Pengaruh Deodorisasi Terhadap Komposisi Minyak dan Lemak
Jika minyak mengandung asam lemak bebas, maka setelah dproses
deodorisasi jumlah asam lemak bebas tersebut sekitar 0,015-0,03 persen. Pada
batas nilai ini, kecepatan hidrolisa dari minyak sama dengan kecepatan penguapan
asam lemak pada waktu dialiri uap. Bila komponen yang tidak tersabunkan dari
minyak atau lemak nabati telah terpisah sebelumnya, maka setelah proses
deodorisasi kandungan dari sterol, klorofil dan vitamin E akan berkurang dalam
jumlah kecil. Pada proses deodorisasi, hidrokarbon dan zat warna terutama
karotenoid dapat terpisah dalam jumlah besar. Peroksida dan peroksidan yang
terdapat pada minyak akan turut terpisah, sehingga menambah daya tahan minyak
dan lemak terhadap proses oksidasi.
Untuk mempertinggi mutu minyak yang dihasilkan, maka pada waktu
proses deodorisasi, ditambahkan antioksidan seperti asam fosfat, asam sitrat, asam
tartrat sehingga minyak tersebut lebih tahan terhadap oksidasi.
Kontaminasi logam yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau
lemak, karena logam dan lemak akan mempersingkat waktu penyimpanan
Tabel 3 Hubungan Antara Konsentrasi Logam yang Terdapat dalam Lemak
Babi, dengan Lama Penyimpanannya
Jenis Logam Konsentrasi (ppm) Pengurangan waktu
penyimpanan
Tembaga 0.05 Mengurangi waktu
penyimpanan
setengahnya
Mangan 0.6 Idem
Besi 0.6 Idem
Kromium 1.2 Idem
Nikel 2.2 Idem
Seng 19.6 Idem
Alumunium 50.0 Idem
Penggunaan anti-oksidan sangat penting dalam pengolahan minyak untuk
mencegah kehilangan flavor dari minyak. Akan tetapi anti-oksidan jarang
ditambahkan ditambahkan pada minyak nabati, karena secara alamiah minyak
nabati mengandung anti-oksidan (vitamin E dan anti-oksidan lainnya).
Proses deodorisasi biasanya dilakukan dengan memanaskan minyak pada
temperatur 200oC-250oCdengan tekanan sebesar 1-6 mmHg, dan dialiri uap selam
0,3-12 jam. Suhu rendah dan tekanan tinggi diperlukan pada waktu pengaliran uap
untuk mencegah proses polimerisasi oleh panas (proses deodorisasi dilakukan
pada temperatur yang lebih redah, yaitu pada 200oC).
Minyak yang telah mengalami deodorisasi tidak lagi mengandung
senyawa polimer atau masih terdapat dalam jumlah yang tidak berarti. Selama
proses deodorisasi, komponen monogliserida dan digliserida yang terdapat pada
minyak akan diubah menjadi trigliserida.
b. Deodorisasi Secara Fisika Dalam Industri
Gambar 9. Diagram alir Proses Pemurnian Minyak Nabati secara Fisika
dalam Industri
Degumming CPO sebagai umpan untuk proses bleaching menuju
bleacher. Dalam bleacher, ada 20 % slurry dan 80 % CPO yang didegumming
dicampur bersama dan proses bleaching terjadi. Proses bleaching termasuk
penambahan bleaching earth untuk menghilangkan beberapa impurities yang tidak
diinginkan (semua pigment, trace metals, produk oksidasi) dari CPO dan akan
memperbaiki rasa aslinya, bau akhir, dan kestabilan oksidasi produk. Hal ini juga
membantu mengatasi masalah proses berikutnya dengan adsorpsi trace sabun, pro-
oxidant metal ion, dekomposisi peroxide, pengurangan warna, dan adsorb
impurities minor. Temperatur dalam bleacher harus sekitar 100-130 oC untuk
mendapatkan proses bleaching optimum untuk periode bleaching 30 menit. Steam
dengan tekanan rendah dimasukkan dalam bleacher untuk menggerakkan slurry
berkonsentrasi untuk kodisi bleaching yang lebih baik.
Slurry mengandung minyak dan bleaching earth kemudian melalui filter
Niagara agar bersih, bebas dari partikel bleaching earth. Temperatur dijaga pada
80 – 120 oC untuk proses filtrasi yang baik. Pada filter Niagara, slurry melewati
lembaran filter dan bleaching earth terjebak dalam lembaran filter. Sebenarnya,
bleaching earth harus bersih dari filter Niagara setelah 45 menit operasi untuk
mendapatkan filtrasi yang baik. Bleached palm oil (BPO) dari filter Niagara
dipompa menuju tank buffer yang sebagai storage sementara sebelum proses lebih
lanjut.
Pada umumnya, dicheck pada filter kedua, perangkap filter yang
digunakan dengan filter Niagara untuk menjamin bahwa tidak ada bleaching earth
lolos terjadi. Adanya bleaching earth mencemari deodorizer, mengurangi stabilitas
oksidasi dari produk minyak dan berlaku sebagai katalis untuk aktifitas
dimerizaition dan polimerisasi. Karena itu, beberapa koreksi dapat diambil
secepatnya.
BPO keluar dari filter dan melalui rangkaian sistem pengembalian panas
(heat recovery system), Schmidt plate heat exchanger dan spiral (termal minyak:
250-305 oC) heat exchanger memanaskan BPO dari 80 – 120 oC sampai 210 – 250 oC. BPO panas dari spiral heat exchanger kemudian diproses ke tahap selanjutnya
dimana FFA dan warna dikurangi dan lebih penting, menghilangkan bau
menghasilkan produk yang stabil dan bau yang berkurang.
Dalam kolom pre-stripping dan deodorizing, proses deacidification dan
deorization terjadi secara bersamaan. Deodorisasi pada temperature tinggi, vakum
yang tinggi, dan proses destilasi vakum. Operasi deodorizer dengan alat: 1.
Dearasi minyak, 2. Memanaskan minyak, 3. Steam strips minyak, 4.
Mendinginkan minyak sebelum meninggalkan sistem. Semua material adalah
stainless steel.
Pada kolom, minyak umumnya dipanaskan kira-kira 240 – 280 oC di
bawah vakum. Vakum kurang dari 10 torr biasanya dijaga oleh ejector dan
booster. Panas bleaching minyak terjadi pada temperatur ini melalui perusakan
termal pigmen karotenoid. Penggunaan steam langsung (direct steam) menjamin
pembuangan residu FFA, aldehida dan keton yang tidak diharapkan rasa dan
baunya. Berat molekul yang lebih rendah dari fatty acid yang teruapkan naik ke
kolom dan tertarik keluar oleh sistem yang vakum. Uap fatty acid meninggalkan
deodorizer didinginkan dan dikumpulkan dalam kondensor fatty acid sebagai fatty
acid. Fatty acid kemudian didinginkan dalam fatty acid cooler dan dikeluarkan
menuju storage tank fatty acid dengan temperature sekitar 60 – 80 oC sebagai
destilat asam lemak kelapa sawit (palm fatty acid distillate/ PFAD), by produk
dari proses refinery.
Produk bawah (bottom product) dari pre-stripper dan deodorizer adalah
refined, bleached, deodorized palm oil (RBDPO). RBDPO panas (250-280 oC)
dipompa melalui Schimidt Heat Exchanger untuk memindahkan panasnya ke
BPO yang masuk dengan temperature rendah. Lalu, melalui perangkap filter
lainnya untuk mendapat minyak akhir (120 – 140 oC) untuk mencegah earth trace
dari reaching tangki produk. Setelah itu, RBDPO melalui RBDPO cooler dan
plate heat exchanger untuk memindahkan panas ke umpan CPO. RBDPO
dipompa ke storage dengan temperatur 50 – 80 oC. (Galz-dari Refinery of Palm
Oil)
2.3 Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan cara
menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan
mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak, sehingga membuat
minyak tersebut menjadi tahan lama.
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan
dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai
katalisator.
Mekanisme proses Hidrogenasi :
H2
R – CH = CH – CH2 – COOHR R - CH2 – CH2 – CH2 – COOH
Asam lemak tidak jenuh Ni asam lemak jenuh
Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak
dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikatn titik cair. Juga dengan
hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan
terhadap proses oksidasi.
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang
mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen.
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi
daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena
nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga
mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam
proses hidrogenasi minyak. Hidrogenasi suatu lemak bersifat selektif, yaitu lemak
dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi akan lebih mudah terhidrogenasi.
Misalnya hidrogenasi lemak yang mengandung linoleat, konversi linoleat menjadi
oleat atau isomer – isomernya lebih banyak daripada konversi asam olet menjadi
asam stearat.
Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi. Pada
temperature sekitar 400oF (2050C) dicapai kecepatan reaksi yang maksimum.
Penambahan tekanan dan kemurniaan gas hidrogen yang dipergunakan akan
menaikkan kecepatan reaksi proses hidrogenasi. Dalam proses hidrogenasi
tersebut karbon monoksida dan sulfur merupakan katalisator beracun yang sangat
berbahaya.
Hidrogenasi suatu lemak bersifat selektif, yaitu lemak dengan derajat
ketidakjenuhan lebih tinggi akan lebih mudah terhidrogenasi. Misalnya,
hidrogenasi lemak yang mengandung linoleat, konversi linoleat menjadi oleat atau
isomer – isomernya lebih banyak daripada konversi asam olet menjadi asam
stearat.
Hidrogenasi akan mengakibatkan hilangnya ikatan rangkap, yang akan
menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi dan juga
bersifat plastis. Proses hidrogenasi akan merubah asam linolenat menjadi asam
linoleat, serta asam linoleat diubah menjadi asam oleat. Tahap hidrogenasi juga
akan menurunkan kadar asam lemak bebas sampai sekitar 0,1-0,3 %.
(Ketaren,1986)
Linolenat Linoleat Oleat
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon
asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak
didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring . Hasilnya adalah minyak
yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan. Minyak-
minyak nabati sering memiliki kandungan lemak (minyak) tak jenuh tunggal
(mono-unsaturated) dan tak jenuh majemuk (polyunsaturated) yang tinggi,
olehnya itu minyak-minyak nabati berwujud cair pada suhu kamar. Kandungan
lemak dan minyak yang tinggi ini membuat minyak-minyak nabati mudah
tersebar tidak beraturan pada bahan makanan seperti roti, dan tidak cocok
digunakan untuk pemanggangan kue (baking powder).
Minyak bisa dikeraskan (ditingkatkan titik lebur) dengan cara
menghidrogenasinya dengan bantuan katalis nikel. Beberapa kondisi (seperti suhu
yang tepat, atau lamanya waktu hidrogen dilewatkan ke dalam minyak) harus
dikontrol dengan hati-hati sehingga beberapa (tidak harus semua) ikatan karbon-
karbon rangkap mengalami hidrogenasi. Prosedur ini menghasilkan sebuah
"minyak yang terhidrogenasi parsial" atau "lemak yang terhidrogenasi parsial".
Untuk memperoleh tekstur akhir yang diinginkan, anda perlu menghidrogenasi
cukup banyak ikatan. Akan tetapi, ada manfaat kesehatan yang mungkin diperoleh
ketika memakan lemak atau minyak tak-jenuh-tunggal atau tak-jenuh-majemuk
ketimbang lemak atau minyak yang jenuh, sehingga semua ikatan karbon-karbon
rangkap yang ada dalam minyak tersebut tidak perlu dihidrogeasi semuanya.
Proses hidrogenasi pada minyak juga bertujuan untuk menstabilkan minyak
sehingga masa simpannya lebih panjang. Proses oksidasi pada minyak terjadi
karena aksi oksigen dari udara terhadap minyak. Dalam bahan yang mengandung
minyak/lemak, konstituen yang paling mudah mengalami oksidasi adalah asam
lemak tidak jenuh. Semakin tinggi suhu pemanasan maka terjadinya oksidasi
minyak akan semakin cepat. Selain itu oksidasi juga akan dipercepat oleh adanya
radiasi misalnya oleh panas atau cahaya, adanya katalis atau bahan pengoksidasi
seperti peroksida, perasid, ozon, asam nitrat dan beberapa senyawa organic nitro
dan aldehid aromatic.
Diagram alir berikut menunjukkan proses hidrogenasi sempurna dari
sebuah minyak tak-jenuh-tunggal yang sederhana.
Kekurangan hidrogen sebagai sebuah bahan untuk mengeraskan lemak dan minyak
Gambar 10. Proses hidrogenasi dari minyak tak jenuh tunggal
Lemak yang dikandung minyak atau margarin merupakan trigliserida yang
tersusun atas lemak jenuh (saturated fat) dan tak jenuh. Lemak trans lebih sering
dijumpai dalam margarin. Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui
proses hidrogenasi parsial (yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya).
Pengolahan ini dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidatif agar tak mudah
mengalami proses oksidasi.
Sebetulnya proses hidrogenasi parsial dilakukan industri pangan untuk
membuat margarin. Secara natural, lemak trans juga terbentuk dalam rumen atau
lambung ternak besar seperti sapi. Jadi, produk-produk seperti mentega atau susu
mengandung lemak trans dalam jumlah 2-5%. Dan pada proses hidrogenasi ikatan
rangkap minyak tadi mengalami isomerisasi dari konfigurasi cis menjadi trans. Ini
membuat susunan kimiawinya yang sejajar menjadi berseberangan dan berbahaya
bagi kesehatan. Sehingga akan menimbulkan beberapa risiko kesehatan yang
mungkin ditimbulkan akibat memakan lemak atau minyak yang terhidrogenasi.
Para konsumen mulai menyadari hal ini, dan pabrik-pabrik yang memproduksi
makanan juga terus mencari cara-cara alternatif untuk mengubah minyak menjadi
padatan yang bisa dioleskan pada makanan.
2.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi
Hidrogenasi asam-asam lemak dalam trigliserida tidak merupakan suatu
funsi sari letak asam leamk tersebut. Persentase berat dari asam lemak dalam 2
posisi tidak merubah selam hidrogenasi. Persentase berat asam lemak pada 2
posisi sedikit berubah, jika dilakukan prose hidrogenasi berlebih yang bertujuan
untuk mengeliminir asam linoleat dan mereduksi asam linoleat hingga berkurang
25 persen dari jumlah semula. Asam lemak tidak jenuh yang terpenting dari
minyak makan adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Proses
hidrogenasi mengubah asam lemak linolenat menjadi asam linoneat, serta asam
linoleat diubah menjadi asam oleat. Sebelum asam oleat tesebut diubah menjadi
asam stearat, asam oleat cenderung akan membentuk asam isooleat, tetapi pada
kondisi hidrogenasi yang sesuai, terbentuknya asam isooleat dapat dihindarkan.
Biasanya pada pembutan mentega putih dengan cara hidrogenasi ini, asam yang
terdapat pada minyak sebagai sisa dari proses pengolahan sebelumnya, akan
dihidrogenasi terlebih dahulu. Pemisahan dan pembentukan asam isooleat akan
dibantu dengan pemanasan pada suhu tinggi, konsentrasi katalisator yang tinggi
serta pengadukan dan penggunaan tekanan yang rendah.
Kecepatan reaksi tergantung pada sifat alamiah substansi yang
dihidrogenasi, sifat dan konsentrasi katalis, konsentrasi hidrogen, suhu, tekanan,
dan frekuensi pengadukan.
Pada pembuatan mentega putih, kondisi dipilih sedemikian rupa sehingga
akan menghasilkan asam stearat dengan jumlah maksimum dan asam isooleat
berjumlah minimum.
2.3.2 Katalisator Yang Digunakan Pada Proses Hidrogenasi
Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi
daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena
nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga
mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter alam
proses hidrogenasi minyak.
2.3.3 Pembuatan Hidrogen
Hidrogen yang digunakan pada proses ini dibuat dengan proses elektrolisa
dan proses steam iron. Proses elektrolisa yang dilakukan sangat sederhana, yaitu
dengan larutan natrium hidroksida encer. Cara ini dapat menghasilkan hydrogen
murni. Cara steam iron adalah proses pembuatan hidrogen yang mengikutsertakan
proses reduksi dan oksidasi dari besi panas dalam dapur api yang dipanaskan pada
suhu 1500oF – 1700oF (815,5oC – 926,5oC). Uap yang dipergunakan dialirkan
secara berlebihan melalui besi panas. Oksigen pada uap akan bercampur dengan
besi dan akan membebaskan hidrogen. Pada tahap akhir dari siklus usap, gas biru
yang terbentuk dari uap akan menghembus melaui alat pemanas dan terus
menembus melalui besi panas untuk mereduksi logam besi yang telah teroksidasi.
Kelebihan dari reduksi gas dialirkan melalui besi panas dan dibakar dalam
checkerwork. Pengurangan gas dilakukan dengan jalan mengalirkan gas tersebut
melalui bagian bawah dapur api.
Hidrogen yang dihasilkan pada proses steam iron kurang murni untuk
dipakai pada proses hidrogenasi minyak dan lemak makan, karena mengandung
komponen-komponen sulfur, karbondioksida dan karbon monoksida.
Pemisahan karbon monoksida dapat dilakkan dengan mereaksikan
hidrogen dengan uap pada suhu tinggi. Sedangkan hidrogen sulfide dapat
dipisahkan dengan jalan melewatkan gas melalui ketel pemurnian yang diisi
dengan besi sulfide (FeS) .
2.4 Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan salah satu proses modifikasi untuk mengubah
karakteristik fisiko kimiawi lemak dan minyak. Proses modifikasi lainnya adalah
blending, fraksinasi, dan hidrogenasi. Reaksi Interesterifikasi pada lemak dan
minyak akan menyebabkan pertukaran antara satu asam lemak dengan asam
lemak yang lain didalam molekul trigliserida atau antara trigliserida yang dapat
mengubah sifat kimia dan fisika pada lemak.
Ester asam lemak dalam bentuk trigliserida sering dilakukan reaksi
interesterifikasi antara 2 lemak yang padat dengan minyak yang cair untuk
mengubah posisi asam lemak tersebut yang teresterkan pada gugus hidroksil dari
C1,2,3 gliserol, sehingga dengan demikian kandungan padatan minyak / lemak
tersebut yang terukur secara pulsa NMR akan menurun. Hal ini dapat terjadi
karena asam lemak tidak jenuh yang tadinya berada pada posisi C2 serta diapit
oleh asam lemak jenuh pada posisi C1,3 dan berbentuk padat akan menjadi lebih
cair apabila pada posisi C1 atau C3 berupa asam lemak tidak jenuh. Hal ini telah
dibuktikan untuk mempertukarkan posisi Eikosapentanoat dari posisi C1 atau C3
ke posisi C2 atau sebaliknya.
Perubahan letak posisi asam lemak secara reaksi interesterifikasi akhirnya
digunakan untuk merekayasa lipida yang tersabunkan menjadi sumber bahan
makan yang bermanfaat bagi kesehatan. Trigliserida di dalam tubuh manusia
hanya terhidrolisa oleh enzim pankreas pada posisi C1 dan C3 sedangkan C2 tetap
dalam bentuk esternya. Ester yang masih terikat dengan gliserol pada posisi C2
sepanjang apapun rantainya tetap dapat diserap oleh tubuh sebagai sumber energi,
sedangkan asam lemak bebas hasil hidrolisa pada posisi C1 dan C3 apabila
berantai panjang sulit terabsorbsi oleh tubuh.
Dalam hubungan ini telah disintesis trigiliserida yang pada posisi C1 dan
C3 berupa asam lemak rantai pendek seperti C8 dan C10 yang banyak terdapat
pada minyak kelapa. Lipida seperti ini disebut sebagai Medium Chain
Triglicerides (MCT), yang mana dapat digunakan untuk mengobati pasien
pengidap penyakit HIV, gagal pencernaan, liver ataupun bagi seseorang yang
dalam proses penyembuhan dari pembedahan serta dapat juga digunakan untuk
orang yang memiliki permasalahan alergi terhadap bahan makan tertentu.
Trigliserida juga banyak diubah menjadi monogliserida dan digliserida, karena
baik monogliserida dan digliserida luas penggunaannya sebagai bahan
pengemulsi.
Oleh karena itu trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol
diubah menjadi monogliserida dan digliserida dengan bantuan katalis seperti
natrium metoksida dan basa Lewis lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan
campuran yang terdiri atas 40 - 80% monogliserida, 30 - 40% digliserida, 5 - 10%
trigliserida, 0,2 - 9% asam lemak bebas dan 4 - 8% gliserol. Untuk mendapatkan
monogliserida yang murni yang akan digunakan dalam bahan makan, farmasi dan
kosmetik maka harus dilakukan destilasi molekuler. Dalam hubungan untuk
meningkatkan perolehan hasil monogliserida maka dilakukan reaksi bertingkat
secara transesterifikasidengan gliserol yang kemudian diikuti dengan reaksi
interesterifikasi dengan metilester asam lemak, sehingga monogliserida yang
diperoleh dapat mencapai 60 - 70%.
Contohnya pada pembuatan Pengganti Mentega Coklat melalui proses
interesterifikasi antara minyak kelapa dengan stearin kelapa sawit yang diperkaya
Omega-3 asam lemak ikan sardencis dengan menggunakan katalis natrium
etoksida.
Dengan menganalisa berbagai perbandingan hasil interesterifikasi minyak
kelapa dengan stearin kelapa sawit (70gr: 30gr) diperoleh kandungan lemak padat
yang rendah (4,29%) pada suhu tubuh dan padat pada suhu kamar dan memenuhi
syarat sebagai pengganti mentega coklat. Dilakukan modifikasi Omega-3 (n-3)
Etil Ester Asam Lemak Ikan Sardencis pada perbandingan hasil interesterifikasi
minyak kelapa dengan stearin kelapa sawit (70gr: 30gr). Dengan menganalisa
berbagai perbandingan modifikasi Omega-3 (n- 3) Etil Ester Asam Lemak Ikan
Sardencis dengan melakukan interesterifikasi dengan menggunakan katalis
natrium etoksida diperoleh perbandingan minyak kelapa dengan stearin kelapa
sawit dan Omega-3 (70gr: 30gr: 10gr) memiliki kandungan lemak padat yang
lebih rendah (2,18%) pada suhu tubuh tetapi memiliki struktur padat pada suhu
kamar.
Berdasarkan persyaratan bahan pangan, mentega coklat yang baik yaitu
yang padat pada suhu kamar dan meleleh pada suhu tubuh serta memiliki
kandungan lemak padat yang rendah, maka interesterifikasi antara minyak kelapa
dengan stearin kelapa sawit dan dimodifikasi dengan Omega-3 (n-3) etil ester
asam lemak ikan sardencis menggunakan katalis natrium etoksida memenuhi
persyaratan sebagai pengganti mentega coklat.
Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan antara dua
buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. Katalis yang
sering digunakan untuk reaksi ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk
metoksilat atau etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan
menyebabkan terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran
gugus alkil.
O O O -
∕∕ ∕∕ ∕∕
NaOCH3 Na + R – C – O – R’ → R – C – O – Na + R – C O
Ester Natrium Metoksilat IonEnolat
O O
∕∕ ∕∕
R – C – O- + R* → R – C – O – R*
Biasanya interesterifikasi dengan bentuan katalisator natrium metoksida
menghasilkan minyak atau lemak berbentuk plastis dengan tekstur labih baik.
Interesterifikasi (penukaran ester atau transesterifikasi) menyangkut
pertukaran gugus asil antartrigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus
ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus
asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida, atau di antara
molekul trigliserida.
Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan mentega putih,
margarine dan enrobing fat. Mentega putih dibuat dengan penambahan
monogliserida seringkali disebut super gliserinated shortening. Monogliserida ini
bersifat aktif di bagian permukaan minyak atau lemak dan dapat diperunakan
untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam adonan, sehingga menghasilkan
bahan pangan dengan rupa dan konsistensi yang lebih baik.
Pembuatan monogliserida sangat sederhana, yaitu dengan mencampurkan
minyak, gliserol dan katalisator natrium metoksida (sekitar 0,1 % dari berat
minyak). Campuran kemudian dipanaskan pada suhu 190oF – 250oF ( 87,7oC –
121oC) pada kondisi udara yang lembab sampai tercapai kesetimbangan reaksi.
Pada keadaan tersebut katalisator dipisahkan dan hasil reaksi tadi didinginkan
dengan cepat untuk mendapatkan kadar monogliserida yang tinggi.
Pada pembuatan monogliserida secara besar-besaran, dilakukan
penyaringan bertahap yang gunanya untuk mendapatkan monogliserida dalam
konsentrasi yang tinggi, karena komponen”2-monogliserida” akan berisoerisasi
menjadi komponen ”1-monogliserida.
Interesterifikasi pada hakikatnya merupakan proses perbaikan kualitas dari
produksi minyak nabati yang mana memiliki tujuan untuk mengubah titik cair
lemak dengan menggunakan prinsip jika lemak dipanaskan dengan adanya suatu
katalisator (biasanya Natrium Ethoxida atau Natrium Methoxida) sampai
temperatur 110 – 1600C, maka gugusan asam lemak dapat berubah posisi.
Dengan interesterifkasi ini ,maka asam lemak jenuhnya dapat diubah menjadi
asam lemak tak jenuh.
Reaksi interesterifikasi dilakukan secara kontinyu dengan menggunakan reaktor
packed bed.
Gambar 11. Sistem reaktor untuk reaksi interesterifikasi menggunakan reaktor packed bed
2.5 Winterisasi
Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik
cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida
padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair. Winterisasi merupakan bentuk dari
fraksinasi atau pemindahan materi padat pada suhu yang diatur. . Hal ini termasuk
pemindahan jumlah kecil dari materi terkristalisasi dari minyak yang dapat
dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi mengeruh pada suhu
pendinginan. Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC selama
24 jam. Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal didiamkan
selama 6-8 jam. Kemudian minyak disaring sehingga akan menghasilkan 75-80%
minyak dan produk stearine yang akan digunukan untuk shortening pada industri.
Bermacam-macam lemak berwujud cair pada musim panas, sedangkan
pada musimdingin akan kelihatan seperti susu yang umumnya mengandung
sejumlah tristearin. Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung
sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan), dan
dikenal dengan nama stearin. Stearin atau tristearin, adalah trigliserida sebuah
glyceryl ester dari asam stearat, berasal dari lemak hewan diciptakan sebagai
produk sampingan dari pengolahan daging sapi. Ini juga dapat ditemukan dalam
tanaman tropis seperti kelapa.Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut
stearin) dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan
minyak yang tetap cair disebut winter oil.
Trigliserida atau gliserida yang terbentuk dari asam lemak jenuh dengan
rantai yang panjang, memiliki titik didih atau titik cair lebih tinggi daripada asam-
asam lemak jenuh rantai pendek. Demikian juga dengan asam-asam lemak tak
jenuh.
Tabel 4. Tabel titik cair asam asam lemak
Asam lemak jenuh lebih stabil dibandingkan asam lemak tidak jenuh,
akibatnya titik leleh asam lemak jenuh lebih tinggi. Kestabilan asam lemak jenuh
mudah dipengaruhi oleh temperatur. Jenis minyak yang memiliki asam lemak
tidak jenuh yang tinggi memiliki sifat mengering yang kuat bila dibandingkan
dengan minyak memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi tetapi tidak
berkonjugasi.
Berikut ditampilkan asam lemak tak berkonjugasi dan berkonjugasi.
Gambar 12. Asam lemak tak berkonjugasi dan berkonjugasi
Penggolongan minyak dan lemak seperti ini sangat diperlukan, karena sangat mempengaruhi produk hasil hidrolisa trigliserida dan destilasi asam lemak.
Contoh proses winterisasi yang terjadi pada pembuatan minyak
kedelai
Pembuatan minyak kedelai dilakukan dalam beberapa tahap. Salah satu
proses pembuatan minyak kedelai yaitu dengan proses winterisasi yang
merupakan salah satu dari tahap pemurnian. Minyak kedelai kasar terdiri dari
kotoran tidak terlarut dalam minyak dan yang terlarut dalam minyak. Kotoran ini
harus dibuang dengan cara pemurnian. Tujuan utama dalam proses pemurnian
minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang
tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
Kotoran yang tidak terlarut dalam minyak dapat dibuang dengan
menggunakan filtrasi. Sedangkan yang terlarut dalam minyak dapat dibuang
dengan beberapa teknik dibawah ini dimana sering digunakan dalam industri
untuk memproduksi minyak kedelai yang dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Titik cair yang dimiliki minyak kedelai sangat tinggi, yaitu sekitar -16oC
dan biasanya berbentuk padat (solid) pada ruang yang mempunyai suhu tinggi.
Berikut ini adalah teknik pemurnian yang biasa digunakan dalam industri
yang memproduksi minyak, khususnya minyak kedelai.
Keterangan :
D= deodorization, W= winterization, S= solidification, H2= hydrogenation
Pada proses diatas yang ditujukan oleh panah yang diberi tanda W & D
adalah proses winterisasi. Setelah dilakukan proses hidrogenasi pada minyak
dengan penambahan hydrogen, maka dilanjutkan dengan winterisasi. Gliserida
bertitik cair tinggi yang kadang-kadang mengandung sejumlah asam stearat dan
dapat berpisah pada suhu rendah didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar
6oC selama 24 jam. Pendinginan dihentikan dan minyak atau campuran kristal
didiamkan selama 6-8 jam dan hasilnya disebut stearin. Bagian yang membeku
pada suhu rendah dipisahkan melalui penyaringan sehingga akan menghasilkan
75-80% minyak dan produk stearine yang akan digunukan untuk shortening
pada industri. Proses ini dilakukan dalam chill room. Sedangkan minyak yang
tetap cair disebut winter oil.
2.5.1 Produk Winterisasi
Setelah menjalani proses winterisasi, produk yang diperoleh adalah bentuk lemak baru yang terdiri dari triglisserida yang komposisinya lebih seragam daripada campuran yang diperoleh dengan jalan mencampur lemak asalnya.
Proses tersebut memerlukan lemak netral anhidrat dengan kandungan perosida minimum. Esterifikasi tidak mempengaruhi nilai nutrisi zat penyusunnya. Setelah mengalami proses winterisasi, diharapkan produk:
1. Tahan terhadap suhu rendah dalam jangka waktu yang lama
2. Kandungan asam lemak jenuhnya berkurang
2.5.2 Tujuan Proses Winterisasi
Proses Winterisasi ini dilakukan dengan tujuan supaya pada saat minyak disimpan pada suhu rendah tidak mengalami pembekuan.
2.5.3 Prinsip dari Proses Winterisasi
Winterisasi merupakan pemisahan thermomechanical proses dimana komponen trigliserida dari lemak dan minyak dikristalkan dari bentuk cairnya.Kristalisasi terbagi dalam 2 tahap:
a. Nucleation
Berdasarkan komposisi trigliserida pada minyak yang ingin diwinterisasib. Crystal growth
Berdasarkan temperature kristalisasi, waktu, dan mechanichal power input/agitation
2.5.4 Proses Winterisasi pada Minyak Biji Kapas
1. Refined dan bleached minyak biji kapas ditransfer ke chilling unit pada
70-800F (21,1-26,70C)
2. Didinginkan ke 550F (12,80C) dalam waktu 6-12 jam (pada saat kristal
pertama biasanya terbentuk)
3. Didinginkan ke 450F (7,20C) dalam waktu 12-18 jam dengan mengurangi
cooling rate. Pada titik ini, 2-40F(1,1-2,20C) panas yang meningkat harus
diamati
4. Setelah temperatur minyak turun sedikit demi sedikit, sekitar 420F(5,60C)
dipertahankan