Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ureung InongHABAHABAHABA
HABA Ureung Inong
2
02 Sekapur Sirih03 POSISI GERAKAN PEREMPUAN
ACEH05 Penguatan Kelembagaan RPPA 06 Penelitian Tentang Peran Perempuan
Dalam Perdamaian07 Kampanye Gerakan Perempuan
Aceh dan Best Practise WPS08 Penyusunan Konsep Peningkatan
Kapasitas
Daftar Isi
REDAKSI
PENERBITFlower Aceh
PENANGGUNG JAWABDesy SetiawatyTIM REDAKSI
Elvida, Nisa, Evi WahyuniLayout & Cover
Hendra LesmanaALAMAT REDAKSI
Jalan Residen danubroto no.7Geuceu Kayee Jato, Banda Raya
Banda AcehTelp. 0651 - 28462
Websitewww.gerakanperempuanaceh.org
Assalamualaikum
Dalam edisi pertama ini Haba Ureung Inong mencoba menuangkan kegiatan bulanan serta memberi sedikit informasi mengenai posisi gerakan perempuan Aceh, kami juga memasukkan info penguatan kelembagaan RPPA, Penelitian tentang peran perempuan dalam perdamaian, penyusunan konsep peningkatan kapasitas dan kampanye gerakan perempuan best practice WPS.semoga bermanfaat
Salam redaksi
Sekapur sirih
Ureung InongHABAHABAHABA
3
HABA Ureung Inong
esadaran perempuan Aceh Kterhadap isu-isu sentral di Aceh seperti penegakan
syariat Islam, kekerasan atas nama agama dan konflik sumber daya alam menuntut perempuan Aceh untuk mempersiapkan model strategi, kekuatan serta sinergi yang lebih luas dan matang.
Perkembangan menarik terkait DPIA adalah terjadinya transformasi sosial yang melibatkan hampir seluruh komponen perempuan di Aceh. Mulai dari DPIA I pada 2000, DPIA II pada 2005 hingga DPIA III pada 2011. Gerakan perempuan Aceh yang semula hanya terdiri dari organisasi perempuan, organisasi masyarakat, komunitas akar rumput, organisasi agama, pemerintah, meluas dan merangkul hampir seluruh elemen masyarakat perempuan Aceh bahkan ke level individu.
Jalan di tempat
Pascarehab-rekon, terjadi penurunan aktifitas program berbagai organisasi nonpemerintah (LSM) perempuan sebagai akibat langsung dari menurunnya konsentrasi dukungan finansial dari para donor, yang sedikit banyak berpengaruh terhadap kerja-kerja pengembangan kemasyarakatan
dan advokasi terhadap persoalan perempuan. Di samping juga dukungan pemerintah, terkait pemenuhan hak-hak perempuan sampai saat ini juga masih jalan di tempat.
Namun komunitas akar rumput yang berada di gampong-gampong justru menjadi pilar yang menyokong gerakan perempuan Aceh dan tetap terus bergerak mendorong partisipasi perempuan dalam mempengaruhi penetapan kebijakan maupun dalam kegiatan-kegiatan strategis demi memastikan keterwakilan perempuan dan pemenuhan hak-haknya.
Meluasnya kesadaran partisipasi perempuan di ranah publik ini memunculkan sekian banyak tantangan yang bermuara pada dua isu penting, yaitu syariat Islam dan politik. Dari sisi hambatan finansial dan regulasi, perempuan nyaris tidak menemui kendala dalam mengaktualisasikan diri, tetapi tidak dengan hambatan kultural. Perempuan-perempuan yang memiliki potensi memimpin dan pengambil kebijakan, lagi-lagi masih 'dicekal' dengan stigma bahwa perempuan belum boleh memimpin.
Demikian juga halnya dengan
stigma bagi beban dan peran di wilayah domestik. Terkait bagi beban antara laki-laki dengan perempuan, di beberapa kabupaten di Aceh perempuan selain bekerja di sawah mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah, dan ini termasuk persoalan perempuan yang paling klasik secara budaya.
Bagi peran di wilayah domestik belum merupakan hasil perundingan, tetapi masih konstruksi budaya turun temurun. Sehingga kritik atas budaya ini masih perlu didiskusikan untuk melihat apakah tradisi ini dipaksakan kepada perempuan atau sudah merupakan kesepakatan berbagi peran antara laki-laki dengan perempuan.
Gerakan perempuan Aceh tidak boleh terjebak untuk mengukur keberhasilan gerakannya dengan banyaknya perempuan yang pergi ke wilayah publik. Karena tidak mungkin menafikan bahwa peran-peran domestik perempuan signifikan, sehingga keberhasilan para ibu yang mendidik anak-anak dan mengayomi keluarga di rumah sebagai bagian terpenting pembangunan peradaban suatu bangsa. Dan ini harus mendapat nilai yang sepadan jika
POSISI GERAKAN PEREMPUAN ACEHHABA Ureung Inong
Sejak Duek Pakat Inong Aceh (DPIA) I pada 2000, gerakan perempuan Aceh telah memulai tonggak sejarah baru dalam memperjuangkan hak-haknya. Perempuan Aceh telah menjadi inspirasi atas disahkannya kuota 30% kursi perempuan dalam parlemen secara nasional dan penyelesaian konflik Aceh secara damai di meja perundingan. Kedua capaian ini menjadi catatan penting untuk melihat bagaimana perjalanan gerakan perempuan Aceh selama lebih dari satu dekade itu.
DPIA memandatkan kepada gerakan perempuan Aceh memberi perhatian pada tiga isu utama, yaitu syariat Islam, pemenuhan hak korban, dan keterlibatan perempuan dalam politik. Tulisan ini mencoba menganalisa bagaimana posisi perakan perempuan Aceh di tengah sekian banyak persoalan yang masih menyudutkan posisi perempuan.**
4
HABA Ureung Inongibandingkan dengan
dkeberhasilan gerakan
perempuan Aceh dari sisi
banyaknya jumlah perempuan
yang menjadi tuha peut, camat,
anggota legislatif atau wali kota.
Refleksi kesadaran
Ketika perempuan Aceh
melakukan gerakan, sangat
kuat refleksi kesadaran bahwa
ini adalah gerakan politik yang
membawa seluruh aspirasi
masyarakat perempuan Aceh
dan diperjuangkan oleh seluruh
komponen perempuan Aceh.
Tidak hanya organisasi baik LSM
perempuan atau organisasi
perempuan lainnya, tapi juga
secara individu. Sehingga
refleksi yang dilakukan menjadi
refleksi yang mampu
mentransformasi setiap
perubahan yang telah dilakukan
selama ini.
Salah satu yang sangat
terlihat adalah bagaimana
keterlibatan penuh gerakan
perempuan Aceh dalam
Jaringan Masyarakat Sipil Peduli
Syariat (JMSPS) memperbaiki
konsep syariat Islam di Aceh.
Mereka bukan lagi berada pada
posisi sekadar anti dan tolak
syariat Islam, namun sudah
sampai kepada tahapan
bagaimana merumuskan konsep
syariat Islam dengan alat ukur
Islam humanis untuk menilai
praktek pemerintahan yang
Islami dan penerapan Islam
yang humanis di Aceh yang
tidak melulu mengatur urusan
perempuan. Hal ini merupakan
perubahan yang sangat
fundamental bagi perakan
perempuan Aceh.
Refleksi-refleksi ini didorong
oleh kesadaran yang kuat
bahwa Aceh memiliki karakter
kebudayaannya sendiri. Sejalan
dengan itu paradigmatis
gerakan perempuan Aceh
sejatinya memiliki karakter yang
identik dan membumi dengan
konteks Aceh, sehingga gerakan
perempuan Aceh tidak bisa
menghindar dari mendiskusikan
konsep syariat Islam yang
mengejawantah dalam adat di
Aceh dan hal-hal lain yang
berkaitan dengannya.
Gerakan Perempuan Aceh
harus menyikapi secara serius
skema perubahan terkait
dukungan dunia luar terhadap
persoalan Aceh baik secara
ekonomi maupun politik.
Gerakan Perempuan Aceh tidak
boleh tidak harus membangun
kekuatan dari dalam baik dari
sisi mendorong memperkuat
masing-masing organisasi
perempuan maupun komunitas
akar rumput dengan semangat
swadaya maupun
menumbuhkan kekuatan
fundrising yang akan
membangun kemandirian dari
sekian banyak organisasi
perempuan yang memiliki
kelompok-kelompok dampingan
di berbagai daerah di Aceh.
Selain juga membangun model
kaderisasi yang terstruktur.
Dalam menyikapi isu
partisipasi perempuan dalam
politik, penting untuk
digarisbawahi bahwa gerakan
perempuan Aceh harus memiliki
peta yang akurat, terkait siapa
saja yang akan mempersiapkan
diri menjadi calon legislatif.
Perempuan Aceh harus kembali
menduduki posisi pengambil
keputusan dan tidak boleh
berpuas diri dengan
meningkatnya jumlah
perempuan di kursi legislatif
yang memperjuangkan
kepentingan partainya.
Strategi massif
Gerakan perempuan Aceh
harus membangun strategi
massif, koordinasi dan
mempersiapkan kader yang
dipastikan akan
memperjuangkan kepentingan
perempuan dan rekomendasi
DPIA, serta isu strategis lainnya
dalam setiap pengambilan
keputusan strategis di level
legislatif maupun partai.
Demikian pula dalam
merumuskan indikator
keberhasilan, hendaknya
gerakan perempuan Aceh
menjadikan kekhasan Aceh
dalam hal adat dan syariat
Islam sebagai satu kesatuan
kultur identitas Aceh.
Terakhir, gerakan
perempuan Aceh harus tetap
pada titahnya yaitu menjadi
energi bagi perubahan Aceh,
menuju terwujudnya Aceh baru
yang berkeadilan, damai,
bermartabat dan sejahtera
dengan kebijakan yang berpihak
pada perempuan melalui proses
partisipasi politik perempuan di
berbagai level dan membangun
konsep pendidikan yang adil
gender.**
5
HABA Ureung Inong
Audiensi dengan Pengurus Partai Politik
Audiensi dengan Parpol
dilakukan di tingkat Provinsi dan
daerah berdasarkan permintaan
dar i anggota RPPA untuk
menguatkan posisi RPPA di
daerah. Audiensi tingkat provinsi
dilakukan dengan pengurus PKPI
sedang kabupaten audiensi
dilakukan dengan Partai aceh
dan demokrat (kab.Bener
meriah), partai aceh, Gerindra
dan nasdem (kab. Aceh tengah),
partai aceh, golkar dan democrat
( kota langsa)
Secara umum pertemuan
dengan partai politik di provinsi
dan kabupaten/Kota diawali
dengan penyampaian tujuan
audiensi yaitu membuka ruang
komuniksi dan saling berbagi
informasi dengan parpol di
Aceh terutama terkait
kebijakan dan khususnya
u n t u k m e n d u k u n g
p a r t i s i p a s i p o l i t i k
perempuan, memperkuat
komitmen dan ruang kerja
sama/sinergisasi terkait
upaya-upaya peningkatan
p a r t i s i p a s i p o l i t i k
perempuan.
Para pengurus parpol
y a n g d i k u n j u n g i
memberikan respon positif atas
kegiatan ini, dan mendukung
keberadaan BSUIA dan RPPA
sebaga i par tner untuk
bekerjasama memikirkan
upaya-upaya yang dapat
mendukung peningkatan
partisipasi politik perempuan
di Aceh.
Beberapa pembahasan
yang didiskusikan bersama
selama proses audiensi
dengan partai politik adalah :1. Proses Rekruitmen
2. Penentuan Dapil dan Nomor
Urut
3. Kaderisasi Perempuan
Dalam Partai Politik dan
Peningkatan Kapasitas
4. Strategi Parpol untuk
Memenangkan Ca l eg
Perempuan Pada Pemilu
2014
5. Sinergisasi Pelatihan untuk
Saksi Parpol
6. Pengawalan Suara Caleg
Perempuan
Beberapa strategi yang berhasil
dirumuskan dari hasil audiensi
dengan Pengurus Parpol yang
dikunjungi diantaranya adalah:
1) Mempersiapkan diri dan
mental untuk siap menang
dan kalah.
2) Melakukan pertemun door to
door dan inisiasi pertemuan
d e n g a n k e l o m p o k
p e r e m p u a n , p e m u d a ,
p e m a n g k u a d a t , d a n
k e l o m p o k l a i n n y a d i
masyarakat.
3) Membuat kontrak politik
yang berisi janji politik caleg
yang mengikat dengan
konstituen.
4) Me lakukan pendekatan
pendidikan politik kepada
masyarakat (menolak golput,
politik hitam, politik uang
dan kekerasan).
5) Menganalisis kinerja legislatif
incumbent, sebagai strategi
untuk bersaing.
6) Memastikan saksi yang loyal
dan jujur.
7) Kerjasama dengan caleg
yang berbeda level (DPR-
RI/DPRA/DPRK).
8) Fokus pada beberapa
desa/kecamatan yang
sangat potensial sebagai
lumbung suara.
9) M e n g g u n a k a n
p e n d e k a t a n k e
masyarakat dengan cara
yang humanis, t idak
b e r j a r a k d a n n o n -
kekerasan.**
Penguatan Kelembagaan RPPA
6
HABA Ureung Inong
A. Training FPARPelatihan ini difasilitasi oleh dua
orang fasilitator yaitu Analiansyah
dan T. Lembong Misbah, serta
d i pe r kua t o l eh dua o rang
narasumber yaitu Eka Sri Mulyani,
MA, Ph.D dan Rasyidah, M. Ag.
Narasumber mempresentasikan
dua tema utama, yaitu paradigma
penelitian FPAR dan aplikasi FPAR.
Selanjutnya, fasilitator berperan
memperdalam masing-masing
tema. Karena kegiatan ini sifatnya
adalah pelatihan, maka fasilitator
akan lebih banyak memperdalam
aspek aplikasi FPAR.
Peserta yang dilibatkan dalam
pelatihan ini adalah mayoritas
aktivis perempuan. Pelatihan bagi
aktivis ini memiliki makna yang
sangat penting, yaitu selama ini
aktivis perempuan ini aktif dalam
m e n j a l a n k a n p r o g r a m
pendampingan masyarakat .
P r o g r a m F PA R s e j a u h i n i
d i l a k s a n a k a n u n t u k
pendamp ingan masyaraka t
kelompok perempuan untuk
m e m b e r d a y a k a n d a n
mengembangkan pengetahuan
yang mereka mi l i k i secara
terorganisir.
Tujuan yang ingin diperoleh dari
pelatihan ini adalah dipahaminya
konsep penelitian FPAR dan
perbedaannya dengan keilmuan
sosial positivistik danPeserta dapat
menerapkan metode ini dalam
penelitian dan pendampingan
masyarakat, khususnya untuk
kelompok perempuan. Kegiatan
ini dilaksanakan di Ruang Sidang
Rektor 3 lantai 3, Biro Rektor UIN
Ar-Raniry Banda Aceh, pada
tanggal 21 s.d 23 Januari 2014
dengan dihadiri oleh 30 orang
peserta yang terdiri dari aktivis
perempuan sejumlah 22 orang dan
peserta dari lingkungan UIN Ar-
Raniry sejumlah 8 (delapan)
orang.
B. Pengumpulan Data Sumber data penelitian “Peran
Perempuan dalam Mewujudkan
dan Memelihara Perdamaian di
Aceh” yang sedang dikerjakan oleh
PSW (Pusat Studi Wanita) UIN Ar-
Raniry adalah sumber primer yang
diperoleh melalui wawancara
mendalam. Pengumpulan data
tersebut telah dilakukan pada
akhir Januari s.d awal Februari
2014 yang lalu. Pengumpulan data
dilakukan oleh tim peneliti yang
dibagi kepada empat kelompok.
Pembagian kelompok tersebut
didasarkan pada empat wilayah
penelitian, yaitu Aceh Selatan,
Aceh Besar, Aceh Utara, dan Bener
Meriah.
Tim peneliti membagi kelompok
berdasarkan wilayah kerjanya dan
b e r t a n g g u n g j a w a b u n t u k
mengumulkan data dengan
melakukan wawancara terhadap
narasumber yang kriterianya telah
ditetapkan dalam workshop desain
penelitian. Penentuan narasumber
di bantu oleh asisten peneliti yang
merupakan orang d i lokas i
penelitian, sehingga diharapkan
responden yang dipilih benar-
b e n a r d a p a t m e m b e r i k a n
informasi yang dibutuhkan. Para
asisten peneliti tersebut adalah
Sarinah untuk wilayah Aceh
Selatan, Nurliani untuk Aceh
Utara, Rahmi Mironi untuk wilayah
Aceh Besar dan Rosna untuk
wilayah Bener Meriah.
C. Diskusi Refleksi Proses Penelitian
Tim peneliti, dalam kegiatan
“refleksi penelitian” ini, akan
m e n a m p i l k a n d a t a y a n g
diperolehnya dalam bentuk yang
te lah terk las i f ikas i . Hal in i
diharapkan dapat membantu
peneliti lain dan seluruh peserta
r e f l e k s i membe r i k an da t a
tambahan dan pemaknaan
terhadap data. Selain itu bisa jadi
t e r d a p a t t a w a r a n b e n t u k
klasifikasi data dari peserta
refleksi. Karena pemikiran dan
pengalaman peserta yang berasal
dari latar belakang yang beragam
t e n t u s a j a a k a n b a n y a k
memunculkan atau memperkuat
isu- isu tertentu yang layak
menjadi perhat ian penel i t i .
B e r d a s a r k an g aga s an i n i ,
pemik i ran dan pengalaman
peserta diskusi diharapkan akan
memberi makna yang signifikan
pada pengayaan data dan kualitas
hasil analisa data.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk
merefleksi dan penyampaian data
hasil penelitian oleh tim peneliti
dari empat wilayah penelitian
(Aceh Selatan, Aceh Besar, Aceh
Utara, dan Bener Meriah) dengan
maksud untuk mendapatkan
tambahan data dan membuka
wacana dalam analisa data.
Kegiatan ini telah dilakukan
sebanyak dua kali dan masing-
masing berlangsung selama satu
hari pada tanggal 6 Februari 2014
bertemat di Takammul Meeting
Room UNI Ar-Raniry dan diikuti
oleh 25 peserta (19 perempuan
dan 6 laki-laki). Sedangkan
kegiatan yang kedua berlangsung
pada tanggal 21 Maret 2014 yang
juga dihadiri oleh 25 orang peserta
(19 perempuan dan 6 laki-laki).**
Penelitian Tentang Peran Perempuan Dalam Perdamaian
A. Dokumentasi Best Practice WPS dan Gerakan Perempuan Aceh (Film & Media Cetak)
Dokumentas i pembela jaran
berharga dalam pelaksanaan
program WPS di Aceh akan
d isusun da lam bentuk f i lm
d o k u m e n t e r y a n g a k a n
m e n g g a m b a r k a n p e r a n
perempuan dalam berbagai
t a h a p a n . B e b e r a p a k a l i
pertemuan sudah dilakukan untuk
mendiskusikan penyusunan alur
cerita dan skrip film. Saat ini skrip
sudah dalam bentuk final dengan
alur film sebagai berikut:
1. Tahapan konflik: akan
d i s a m p a i k a n p e r a n
perempuan pada masa
k o n f l i k , d i m a n a
p e r e m p u a n m e n j a d i
tameng per l indungan
ke l ua rga dan tu l ang
p u n g g u n g e k o n o m i .
P e r e m p u a n j u g a
menjalankan peran-peran
k e m a n u s i a n u n t u k
menolong korban konflik.
2. T a h a p a n i n i s i a s i
perdamaian: perempuan
dalam berbagai posisinya
selalu berupaya untuk
mewujudkan perdamaian.
BSU IA l ah i r s ebaga i
organisas i yang akan
mengawal rekomendasi
perdamaian yang digagas
dalam Duek Pakat Inong
Aceh yang pe r t ama .
Pelibatan beberapa orang
perempuan dalam meja
p e r u n d i n g a n a k a n
didokumentasikan sebagai
sebuah catatan sejarah
3. T a h a p a n
P e n a n d a t a n g a n a n
perjanjian damai: pada
t a h a p a n i n i a k a n
digambarkan bagaimana
peran perempuan menjadi
terlemahkan karena situasi
yang mula i kondus i f.
Banyak agenda reintegrasi
y a n g m e n g a b a i k a n
p e r e m p u a n , d a n
domestikasi perempuan
mulai terjadi.
4. T a h a p a n M e n g i s i
Perdamaian: ada banyak
upaya yang telah dilakukan
oleh perempuan dalam
mengisi perdamaian, baik
m e l a l u i a d v o k a s i
kebijakan, pendampingan
l a n g s u n g k e p a d a
masyarakat dan kampanye
media.
Keseluruhan proses pembuatan
film ini akan didasarkan pada hasil
penelitian yang dilakukan oleh
PSW UIN Arraniry. Film ini akan
menggunakan bahasa yang positif
dan tidak mengedepankan unsur
kekerasan dan kesedihan. Yang
akan di munculkan dalam film ini
adalah semangat perempuan
untuk melakukan sesuatu dalam
situasi apapun.
B. Media Outbont (Kalender)Dalam periode pelaporan ini b e r h a s i l d i c e t a k d a n didistribusikan Kalender 2014. Kalender ini dicetak dalam bentuk kalender meja, yang didalamnya terdapat banyak informasi terkait dengan perdamaian dan upaya-upaya yang di lakukan oleh perempuan. Untuk menarik minat bagi penerima kalender membaca berbagai informasi yang terdapat pada kalender, maka disediakan kuis dengan hadiah yang menarik.
Kalender yang dicetak berjumlah
1250 eks dan didistribusikan
k e p a d a b e r b a g a i e l e m e n
masyarakat melalui BSUIA dan
simpulnya di kabupaten/kota serta
melalui mitra WPS Aceh kepada
seluruh kelompok dampingannya
di kabupaten/kota khususnya yang
menjadi wilayah program WPS
Aceh.
C. Kampanye Media (follow up penggunaan media sebagai alat kampanye dan penguatan website)
Kegiatan kampanye media dirancang untuk memastikan isu-isu yang terkait dengan perempuan dan perdamaian yang dijalankan oleh mitra WPS Aceh dapat tersosialisasi dengan baik dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Flower Aceh selaku mitra yang bertanggungjawab untuk pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan media sudah menyediakan staf khusus untuk merancang dan memperkuat website yang diberi nama
www.gerakanperempuanaceh.org.
Kampanye Gerakan Perempuan Aceh dan Best Practise WPS
7
HABA Ureung Inong
A . P e n y u s u n a n K o n s e p
Peningkatan Kapasitas (Pulih
Aceh)
K e g i a t a n p e n g e m b a n g a n
k a p a s i t a s s t a f k e m u d i a n
d i l an j u t kan da l am sebuah
k e g i a t a n P e l a t i h a n d a n
P e n g e m b a n g a n K o n s e p
Penguatan Psikososial Berbasis
Komunitas untuk Penanganan
Korban Kekerasan. Kegiatan ini
berlangsung selama 5 (lima) hari,
dilaksanakan di Banda Aceh dan
diikuti oleh 10 (sepuluh) orang
peserta yaitu 3(tiga) orang laki-laki
dan 7(tujuh) orang perempuan
terdiri dari Staf Pulih Aceh dan Staf
P2TP2A Aceh Selatan. Kegiatan
pelatihan dan pengembangan
konsep Penguatan psikososial
be rbas i s komun i t a s un tuk
penanganan korban kekerasan
bertujuan untuk:
1. Mengembangkan konsep
penguatan psikososial
berbasis komunitas untuk
p e n a n g a n a n k o r b a n
kekerasan berupa modul
untuk memastikan proses
peningkatan kapasitas
tersebut ber langsung
d e n g a n b a i k d a n
sistematis. Pengembangan
konsep atau penyusunan
modul juga dimaksudkan
untuk menjadikan proses
belajar bisa terus berlanjut
d a n d i k e m b a n g k a n
menjadi lebih baik.
2. Memberikan pemahaman
bagi peserta mengenai
pendekatan psikososial
dan penguatan psikososial
berbasis komunitas untuk
penanganan perempuan
korban kekerasan.
3. Memberikan pemahaman
kepada peserta mengenai
i s u d a n k e b u t u h a n
psikososial perempuan
korban kekerasan.
4. Memberikan pemahaman
diri untuk pengembangan
diri sebagai pendamping
komunitas.
5. Memberikan keterampilan
k o n s e l i n g d a n
ps i koedukas i kepada
peserta dalam melakukan
kegiatan pendampingan
p e r e m p u a n k o r b a n
kekerasan dan keluarga
korban.
6. Memberikan pemahaman
bagi peserta mengenai
k e t r a m p i l a n d a l a m
p e n a n g a n a n k a s u s
kekerasan
7. Memberikan pemahaman
kepada peserta tentang
sistem rujukan
8. Memberikan pemahaman
kepada peserta mengenai
Mekanisme aman berbasis
komunitas.
Hasil yang dicapai dari kegiatan Pelatihan dan Pengembangan Konsep Penguatan Psikososial Berbasis Komunitas untuk Penanganan Korban Kekerasan adalah adanya konsep penguatan psikososial berbasis komunitas untuk penanganan korban kekerasan.
B. Penyusunan Konsep Peningkatan Kapasitas (LBH APIK Aceh)
LBH APIK Aceh memil ih
m e l a k u k a n k e g i a t a n
m e m b a n g u n d u k u n g a n
melalui workshop terlebih
dahulu di 2 kabupaten (Aceh
Utara dan Bener Meriah)
dengan pertimbangan proses
FGD yang dilakukan di tiap
kecamatan dapat melibatkan
pemerintah daerah, tokoh kunci
d an kon t a k p e r s on d i t i a p
kecamatan untuk membantu
mempermudah proses identifikasi
tokoh adat perempuan yang akan
dilibatkan dalam pelatihan nanti.
Proses ini membantu untuk
mendapatkan masukan sejauh
mana keterlibatan perempuan dan
dukungan yang diberikan oleh
pemerintah daerah dan otoritas
gampog/desa terhadap tokoh
perempuan untuk menjadi bagian
da lam proses penyelesa ian
s e n g k e t a / m a s a l a h d i
gampog/desa.
Dari pertemuan ini berhasi l
dipetakan sejauh mana dukungan
pemerintah daerah di tingkat
kecamatan, MAA, MAG dan
otor i tas gampog/desa atas
keterlibatan perempuan dalam
p r o s e s p e n y e l e s a i a n
sengketa/kasus di gampog/desa
dan apa yang menjadi harapan
para pihak tersebut terhadap
perempuan-perempuan tokoh
adat yang akan mendapatkan
peningkatan kapasitas dalam
p r o s e s p e n y e l e s a i a n
sengketa/kasus melalui program
ini . Workshop ini sekal igus
menitipkan harapan agar para
pihak ini akan terlibat dalam
kegiatan workshop membangun
dan menyusun konsep untuk
peningkatan kapasitas tokoh adat
perempuan.
8
HABA Ureung Inong
Penyusunan Konsep Peningkatan Kapasitas