1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Prinsip hukum Monroe-Kellie
Ruang intra kranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200
mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra
kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat
sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang
intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu: otak ( 1400 g), cairan
serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume
pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang
yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial
(Lombardo,2006 ).
Ruang intra krnial dibatasi oleh tuang-tulang kranium sehingga volume
dari ruang tersebut relatif tetap. Keseimbangan isi komponen dalam ruang
intra kranial diterangkan dengn konsep Doktrin Monro-Kellie
(Sumardjono,2004).
Isi ruang intra kranial adalah: (Sumardjono,2004).
1. Parenkhim otak, 1100-1200 gram, merupakan komponen paling
besar, kurang lebih 70%.
2. Komponen vaskuler, terdiri dari darah arteri, arteriole, kapiler,
venula, dam vena-vena besar 150 cc, kurang lebih 15-20%, tetapi
kapasitas variasi yang cukup besar.
3. Komponen CSS (Cairan Serebro Spinal) 150 cc, 15-20% pada
keadaan tertentu sangat potensial untuk pengobatan, karena CSS
dapat dikeluarkan.
2
Gambar 2.1 Doktirn Monroe -Kellie (Sumardjono,2004)
Tekanan Intra Kranial (TIK) dipertahankan 10 mmHg. Jika TIK lebih dari
20 mmHg dianggap tidak normal, jika TIK lebih dari 40 mmHg termasuk
kenaikan TIK berat (Sumardjono,2004).
Otak yang mengalami kontusio akan cenderung menjadi lebih besar, hal
tersebut dikarenakan pembengkakan sel-sel otak dan edema sekitar contusio.
Sehingga akan menyebabkan space occypying lesion (lesi desak ruang) intra
kranial yang cukup berarti. Karena wadah yang tetap tetapi terdapat adanya
tambahan massa, maka secara kompensasi akan menyebabkan tekanan intra
kranial yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan kompresi pada otak dan
penurunan kesadaran. Waktu terjadinya hal tersebut bervariasi antara 24-48
jam dan berlangsung sampai hari ke 7-10 (Sumardjono,2004).
Kenaikan TIK ini secara langsung akan menurunkan TPO (Tekanan
Perfusi Otak), sehingga akan berakibat terjadinya iskemia dan kematian. TIK
3
harus diturunkan tidak melebihi 20-25 mmHg. Bila TIK 40 mmHg maka
dapat terjadi kematian (Sumardjono,2004).
Gambar 2.2 Hubungan Tekanan Intrakranial, Ruang Intrakranial dan isinya
(Sumardjono,2004)
II.2 Space Occupying Lesion Intrakranial
II.2.1 Definisi Space Occupying Lesion
Space Occupying Lesion merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intraKranial.
(Long, C,1996)
II.2.2 Mekanisme Patofisiologi Space Occupying Lesion
Kranium merupakan kerangka baku yang berisi tiga komponen
yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah. Kranium mempunyai
sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum dan memiliki
tentorium yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
Timbulnya massa yang baru di dalam kranium seperti neoplasma, akan
4
menyebabkan isi intrakranial normal akan menggeser sebagai
konsekuensi dari space occupying lesion (SOL).
CSS diproduksi terutama oleh pleksus koroideus ventrikel lateral,
tiga, dan empat. Dua pertiga atau lebih cairan ini berasal dari sekresi
pleksus di keempat ventrikel, terutama di kedua ventrikel lateral.
Saluran utama aliran cairan, berjalan dari pleksus koroideus dan
kemudian melewati sistem cairan serebrospinal. Cairan yang
disekresikan di ventrikel lateral, mula-mula mengalir ke dalam ventrikel
ketiga. Setelah mendapat sejumlah cairan dari ventrikel ketiga, cairan
tersebut mengalir ke bawah di sepanjang akuaduktus Sylvii ke dalam
ventrikel keempat. Cairan ini keluar dari ventrikel keempat melalui tiga
pintu kecil, yaitu dua foramen Luschka di lateral dan satu foramen
Magendie di tengah, dan memasuki sisterna magna, yaitu suatu rongga
cairan yang terletak di belakang medula dan di bawah serebelum
(Guyton, 2007).
Sisterna magna berhubungan dengan ruang subrakhnoid yang
mengelilingi seluruh otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal
kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna dan mengalir ke dalam
vili arakhnoidalis yang menjorok ke dalam sinus venosis sagitalis besar
dan sinus venosus lainnya di serebrum (Guyton, 2007).
5
Gambar 2.3 Pembentukan Cairan Serebrospinal
(Guyton, 2007)
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh
jaringan otak, darah, dan CSS. Setiap bagian menempati suatu volume
tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar
50 200 mm H2O atau 4 15 mm Hg. Ruang intrakranial adalah suatu
ruangan baku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang
tidak dapat ditekan: otak (1400 g), CSS (sekitar 75 ml), dan darah
(sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur
utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya
dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005).
Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu
dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15
mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas 20 mmHg dan diatas
40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah. Penyebab
peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang diakibatkan trauma
kepala. Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak sehingga mencapai
tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya tekanan
6
intrakranial pasca pecah aneurisma sering kali diikuti dengan
meningkatnya kadar laktat CSS dan hal ini mengindikasi terjadinya
suatu iskhemia serebri. Tumor otak yang makin membesar akan
menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan (Satyanegara,
2010).
Gambar 2.4 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan
Kompresi Pada Jaringan Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
(Satyanegara, 2010)
II.2.3 Macam-Macam Space Occupying Lesion
1. Tumor Otak
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau
proses desak ruang (space occupying lesion) yang timbul di dalam
rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supertentorial maupun
infratentorial (Satyanegara, 2010)
7
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada
prognosanya didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi
klinis yang berkaitan dengan tingkah laku biologis. Sifat-sifat
keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi morfologi
makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas
kategori-kategori (Satyanegara, 2010):
a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu,
ditemukan adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis
maupun rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Secara
histologis, menunjukkan struktur sel yang reguler, pertumbuhan la,a
tanpa mitosis, densitas sel yang rendah dengan diferensiasi struktur
yang jelas parenkhim, stroma yang tersusun teratur tanpa adanya
formasi baru.
b. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur
tanpa batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk
metastasis dan rekurensi pasca pengangkatan total.
Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik
progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya
disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan
kenaikan intrakranial (Price, 2005).
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada aprenkim otak
dengan kerusakan jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat
tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai
hilangnya fungsi secara akut dan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah
8
ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitar sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal (Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu bertambahnya massa dalam tengkorak,
terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya
massa karena tumor akan mendesak ruang yang relatif tetap pada
ruangan tengkorak yang kaku. Obstruksi vena dan edema akibat
kerusakan sawar darah otak dapat menimbulkan peningkatan volume
intrakranial dan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateralis ke ruangan subarakhnoid
menimbulkan hidrosefalus (Price, 2005).
Gambar 2.5 Skema Faktor Peningkatan Tekanan
Intrakranial
Dikutip dari: Buka Ilmu Bedah Saraf Satyanegara,
2010
Peningkatan tekanan intrakranial dapat membahayakan jiwa
apabila terjadi cepat akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme
kompensasi antara lain bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel,
dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak
diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum. Herniasi
9
unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior
melelui incisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil
serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa posterior (Price, 2005).
Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow
berdasarkan tampilan sitologinya dan dalam perkembangan
selanjutnya dikemukakakn berbagai variasi modifikasi peneliti-
peneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi universal awal
dipeloporo oleh Bailey dan Cushing (1926) berdasarkan histogenesis
sel tumor dan sel embrional yang dikaitkan dengan diferensiasinya
pada berbagai tingkatan dan diperankan oleh faktor-faktor, seperti
lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita, dan tindakan operasi yang
dilakukan. Sedangkan pada klasifikasi Kernohan (1949) didasari
oleh sistem gradasi keganasan di atas dan menghubungkannya
dengan prognosis.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Otak Oleh Chusing dan Kernohan
Cushing Kernohan
Astrositoma
Oligodendroglioma
Ependioma
Meduloblastoma
Glioblastoma multiforme
Pinealoma (teratoma)
Ganglioneuroma (glioma)
Astrositoma grade I dan II
Oligodendroglioma grade
Ependioma
Meduloblastoma
Astrositoma grade III dan IV
Pinealoma
Neuroastrositoma grade I
10
Neuroblastoma
Papiloma pleksus khoroid
Neuroastrositoma grade
Tumor campur
Dikutip dari: Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, 2010
Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer
yang tersering. Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen
yang berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti
astrositoma pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas
seperti glioblastoma multiforme. Astrositoma berdiferensiasi baik
biasanya adalah lesi infiltratif berbatas samar yang menyebabkan
parenkim membesar dan batas substansia grisea/substansia alba
kabur (Vinay Kumar dkk, 2007).
Gambar 2.4 Astrositoma
(Vinay Kumar dkk, 2007)
11
Gambar 2.6 MRI Anaplastik Astrositoma
(Buku Ilmu Bedah Saraf Sastranegara, 2010)
Oligodendroglioma
Oligodendroglioma paling sering ditemukan pada masa dewasa
dan biasanya terbentuk dalam hemisferium serebri. Kelainan
sitogenik yang sering terjadi pada oligodendroglioma adalah
hilangnya heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan
lengan pendek kromosom 1. Secara makroskopis, oligodendroglioma
biasanya lunak dan galantinosa. Tumor ini memiliki batas yang lebih
tegas dibandingkan dengan astrositoma infiltratif dan sering terjadi
kalsifikias. Secara mikroskopis, oligodendroglioma dibedakan
dengan adanya sel infiltratif dengan nukleus bulat seragam (Vinay
Kumar dkk, 2007).
Prognosis untuk pasien dengan oligodendroglioma lebih sulit
diperkirakan. Usia pasien, lokasi tumor, ada tidaknya peningkatan
kontras dalam pemeriksaan radiografik, aktivitas proliferatif, dan
12
karakteristik sitogenik juga memiliki pengaruh pada prognosis
(Vinay Kumar dkk, 2007).
Ependimoma
Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar
muncul di dalam salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis
di korda spinalis. Ependimoma intrakranial paling sering terjadi pada
dua dekade pertama kehidupan sedangkan lesi intraspinal terutama
pada orang dewasa. Ependioma intrakranial paling sering timbul di
ventrikel keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat CSS dan
menyebabkan hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial
(Vinay Kumar dkk, 2007).
Ependimoma memiliki lesi yang berbatas tegas yang timbul dari
dinding ventrikel. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam
rongga ventrikuler sebagai massa padat, kadang-kadang dengan
papilar yang jelas (Vinay Kumar dkk, 2007).
Gambaran klinis ependimoma bergantung pada lokasi
neoplasma. Tumor intrakranial sering menyebabkan hidrosefalus dan
tanda peningkatan tekanan intrakranial. Karena lokasinya di dalam
sistem ventrikel, sebagian tumor dapat menyebar ke dalam ruang
subarakhnoid (Vinay Kumar dkk, 2007).
13
Gambar 2.7 Ependimoma
(Vinay Kumar dkk, 2007)
Glioblastoma
Glioblastoma dapat timbul dengan masa yang berbatas tegas
atau neoplasma yang infiltratif secara difuse. Potongan tumor dapat
berupa masa yang lunak berwarna keabuan atau kemerahan, daerah
nekrosis dengan konsistensi seperti krim kekuningan, ditandai
dengan suatu daerah bekas perdarahan berwarna cokelat kemerahan
(Vinay Kumar dkk, 2007).