23'7 LIT Salatiga LAPORAN AKHIR
STUDI PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN . .
SEMARANG SELAT AN, KOTA SEMARANG, JAW A TENG AH
'I
TAHUN 2012
Penyusun
Bambang Heriyanto Ristiyanto
Farida Dwi Handayani Wiwik Trapsilowati
Aryani Pujiyanti
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
VEKTOR DAN RESERVOIR PENY AKIT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.
. ,
SALATIGA
2012
I.
LAPORAN AKHIR
STUDI PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN
SEMARANG SELATAN, KOTA·SEMARANG,JAWA TENGAH
TAHUN2012
Penyusun
Bambang Heriyanto Ristiyanto
Farida Dwi Handayani Wiwik Trapsilowati
Aryani Pujiyanti
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHA TAN R.I.
SALATIGA
2012
K.�ltt�N·r�HlAN M;SEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN.PENELITIAN DAN PENGEMBANG1AN KESEHATAN
BALA! BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN .VEKTOR DAN RES�RVOIR P.ENYAKIT ··� . JI. H�sanuclin No 123.PIJ. 13ox 200, S:ilatiga 50721
Tclepon (0298) 327096; 312107, F11ksimile (0298) 122604; 312107 E-mnil : [email protected]
'
SURAT KEPUTUSAN KEPALA BALA! BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT NOMOR: HK.OO.O?Nll/631/2012
TENT ANG
Penelitian dengan judul "Assesment dan penanggulangan KLB penyakit tular reservoir''
MENIMBANG: 1.
\, Bahwa dalam rangka peningkatan kinerja riset di lingkungan Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang berfokus pada bidang priaritas teknologi kesehatan khususnya program pengendalian vektor dan reservoir penyakit, maka dipandang perlu dilakukan penelitian.
2. Bahwa mereka yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan ini dipandang cakap untuk melaksanakan penelitian tersebut.
MENGINGAT: 1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2347/MENKES/PER/Xl/2011 tertanggal 22 November 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit.
2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian No. LB.02.0SNll/594/2012 tertanggal 23 Februari 2012 dengan judul penelitian Assesment dan penanggulangan KLB penyakit tular vektor.
3. Daftar lsian Pelaksanaan Anggaran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (DIPA B2P2VRP) Tahun Anggaran 2012 Revisi ke-1 Nom�Jr 0813/024-11.2.01/13/2012 tertanggal 22 Februari 2012.
MENETAPKAN: Pertama Membentuk tim pelaksanaan penelitian dengan susunan sebagai berikut:
a. Peneliti Madya : 1) Ors. Bambang Heriyanto, M.Kes (Ketua Pelaksana)
2) Ors. Ristiyanto, M.Kes b. Peneliti Muda : 3) Wiwik Trapsilowati, SKM, M.Kes c. Peneliti Pertama : 4) Farida Owi Handayani, S.Si, MS
5) Aryani Pujiyanti, SKM, MPH d. Pembantu Peneliti : 6) Sri Ani Handayani, SKM, M.Kes
7) Wiwik Owi Lestari, SKM 8) Wahyuni, SKM 9) Muhidin, SKM 10) Bernadus Yuliadi 11) Mega Ty as Prihatin
e. Sekretariat Penelitian : 12) Rodhiyah Nur Janti
---·------·---------·-- ·--- ·-- ·- - ---
Kedua
Ketiga
KEMENT ERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESl SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKI JI. Ha.1anudin No. 12.3 P•.>. Bux 200. Snlntiga 50721
Tclep()n (0298) 327096; 3 J 2107, Faksimile (0298) 122604; 312107 E·mnil : h2p2vrp@litbnr:ig.depkes.J?o.id
Tim pelaksanaan penelitian bertugas: a. Melaksanakan penelitian sampai selesai dan menyerahkan laporan
kepada Kepala menurut Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian No. LB.02.05Nll/594/2012 tertanggal 23 Februari 2012.
b. Menurut pertanggungjawaban keuangan menurut ketentuan yang berlaku.
Semua pengeluaran untuk pelaksanaan Surat Keputusan ini dibebankan pada Daftar lsian Pelaksanaan Anggaran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (OIPA B2P2VRP) Tahun Anggaran 2012 Revisi ke-1 Nomor 0813/024-11.2.01/13/2012 tertanggal 22 Februari 2012.
Keempat Surat Keputusan ini berlaku mulai tanggal 02 Januari 2012 sampai 31 Desember 2012 dengan catatan segala sesuatu akan ditinjau kembali apabila dikemudlan hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.
Tembusan:
Ditetapkan di Salatiga Pada tanggal 27 Februari 2012
Ke pa la,
Drs. Barn bang Heriyanto, M. Kes NIP 195406201981101002
1. Kepala Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Jakarta 2. Bendaharawan Rutin Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan
Reservoir Penyakit di Salatiga 3. Yang bersangkutan
-------------------·· -----·-------
l(EMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKI' JI. Hasanudin No. 123 PO. BOX 200, Salatiga 50721
Telepon: (0298) 327096; 312107, Faksimile: (0298) 322604; 312107 E-mail : [email protected]
SURAT PERSETUJUAN PELAKSANAA N PENELITIAN NO. LB. 02.05Nll/59412012
Perset1,.1juan pelaksanaan penelitian ini diberikan atas dasar ketentuan yang diatur dalam pasal di bawah ini:
1. Judul p.enelitian·
2. Tujuan ·
3. Ketua Pelaksana
4. Waktu pelaksanaan
BAB! IKHTISA R
: Assesment dan penanggulangan KLB penyakit tular reservoir
Mencegah penularan leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah
Ors. Bambang Heriyanto, M.Kes
02 Januari 2012 s/d 31 Oesember 2012
BAB II B I AYA
1 . Seluruh pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan penelitian dibebankan pada Daftar lsian Pelaksanaan Anggaran Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (DIPA B2P2VRP) Tahun Anggaran 2012 berdasarkan surat revisi ke-1 Nomor 0813/024-11.2.01/13/2012 tertanggal 22 Februari 2012.
2. Biaya tersebut diperinci dalam pos pengeluaran sebagai berikut:
a. Belanja Bahan : Rp 52.840.000,-b Honor yang terkait dengan output kegiatan : Rp 24.960.000,-c. Belanja Barang Non Operasional Lainnya : Rp 47.200.000,-d. Belanja Perjalanan Lainnya '-: ;.....;R""'""p_ 1;...;:::2=5�.0�0�0�.0�0""' 0 ..... ,-e. Jumlah seluruhnya : Rp 250.000.000,-
3. Penyediaan biaya untuk keperluan penelitian tersebut akan diberikan secara bertahap dan merupakan uang yang harus dipertanggungjawabkan oleh Ketua Pelaksana. Cara pertanggungjawaban harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan atas petunjuk pelaksanaan yang diberikan oleh Kepala.
BAB Ill PELAKSANAA N
Mengenai pelaksanaan pembiayaan diatur sebagai berikut : 1 . Ketua Pelaksana mengajukan Surat Permintaan Pembayaran kepada Kepala melalui
Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
. . · · -- --- - ---··-·- - - - -----· ----·-- ··· --· ···---
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESl1 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKI JI. Hasanudin No. 123 PO. BOX 200, Salatiga 50721
Telepon : (02,98) 327096 ; 312107, Faksimile : (0298) 322604 ; 312107 E-mail : [email protected]
2. Kepala memberikan persetujuan pembayaran setelah persyaratan·yang dikaitkan dengan pengajuan surat permintaan pembayaran dipenuhi secara lengkap oleh Ketua Pelaksana.
BAB IV PENGAWASAN
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan penelitian Tahun 2012 dilakukan oleh Kepafa selaku Penanggungjawab yang bertanggung jawab kepada Kepala Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
;�. Pengawasan dapat dilakukan sewaktu-waktu dan Ketua Pelaksana wajib memberikan kesernpatan serta memberikan keterangan yang diminta.
3. Apabila dipandang perlu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , dapat melakukan atau menunjuk pejabat fain untuk melakukan pengawasan.
BAB V PELAPOR AN
1. Ketua Pelaksana wajib memberikan laporan pertanggungjawaban keuangan setiap 3 (tiga) bulan dan harus diterima oleh Kepala paling lambat tanggal 5 (lima), bulan berikutnya dan melaporkan kepada Kepala Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
2. Ketua Pelaksana wajib memberikan laporan kemajuan penelitian setiap 3 (tiga) bulan dan sesuai dengan ketentuan pelaporan yang berlaku.
3. Ketua Pelaksana wajib membuat laporan akhir pene"litian yang terdiri dari: a. Laporan Administrasi b. Laporan Hasil Penelitian c. Abstrak Hasil Penelitian d. Executive Summary (ringkasan untuk pengambilan keputusan pimpinan) dan paling
lambat diserahkan pada Januari 2013. ·
BAB VI PERSYARAT AN LAIN
1. Segala penemuan dan hasif penelitian ini menjadi milik Sadan penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
2. Hasil penelitian ini harus diterbitkan di dalam "Bulletin Penelitian Kesehatan", apabila naskah ilmiah hendak diajukan ke majalah lain, supaya terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Kepala Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
3. Apabila naskah ilmiah tersebut hendak diajukan di dalam suatu pertemuan i!miah supaya terlebih dahulu dimintakan persetujuan Kepala Sadan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
l\EMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESI SADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYA� JI. Hasanudin No. 123 PO. BOX 200, Salatiga 5072 I
Telepon : (0298) 327096 ; 312107, Faksimile : (0798) 322604 ; 312107 E-mail : [email protected]
BAB VII SA N K S I
1. Apabila laporan pertanggungjawaban keuangan dan laporan kemajuan penelitian tidak masuk pada waktu yang telah ditentukan, maka tidak akan diberikan uang muka pada bulan berikutnya.
2. Selama Ketua Pelaksana belum menyelesaikan laporan akhir, maka ia tidak akan dipertimbangkan menjadi Ketua Pelaksana untuk penelitian berikutnya.
8 AB VIII KETENTUAN PENUTUP
Apabila penyelesaian penelitian tidak dapat dilaksanakan pada waktunya karena suatu hal yang berada di luar kekuasaan Ketua Pelaksana, Kepala dapat mengusulkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk meninjau kembali dan mempertimbangkan kernungkinan perpanjangannya.
Menerima dan menyetujui Kepala,
J!f Ors. Bambang Heriyanto, M.Kes NIP 195406201981101002
23 Februari 2012
Ketua Pelaksana,
Ors. Bambang Heriyanto, M.Kes NIP 195406201981101002
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, hanya atas rahmatdan petunjukNya dapat diselesaikan laporan akhirpenelitian berjudul "Penanggulangan Leptospirosis Di Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah Tahun 2012", dibiaya oleh Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan dilaksanakan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga (B2P2VRP). Penelitian ini merupakan langkah awal penanggulangan leptospirosis di daerah bertipe ekologi perkotaan.
Sumber data dari laporan ini berupa data kasus leptospirosis berasal dari Sudbid P2M dan PL, Dinas Kesehatan Kota Semarang, Jawa tengah, survei pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakar terhadap pencegahan leptospirosis dengan wawancara, survei inang reservoir leptospirosis, dan survei lingkungan, dilanjutkan dengan pengumpulan data dari basil intervensi penyuluhan, pemberian desinfektan pada lingkungan air dan pengendalian. Selain pengambilan data dari lapangan, juga dilakukan pengambilan data laboratotrium dari pemeriksaan secara laboratorium, yaitu deteksi bakteri Leptospira patogenik dari inang reservoir, terutama tikus dan air yang menggenang di sekitar lingkungan rumah. Tnformasi tambahan untuk melengkapi laporan ini adalah penelusuran data statistik dari BPS Kota Semarang, browsing di internet referensi buku dan sumber, sumber lainnya.Diantara sumbersumber tersebut disusun, semua informasi dan fakta yang sesuai untuk laporan akhir penelitian ini, sehingga data-data di dalam Japoran ini cukup akurat, untuk dgunakan sebagai tindakan Ianjutan penanggulangan leptospirosis.
Dalam penulisan laporan ini pastilah ada banyak kendala yang ditemui, tetapi laporan ini diharapkan untuk tepat waktu, dan dapat digunakan sebagai keperluan administrasi atau penyusunan kebijakan kewaspadaan dini dan penanggulangan leptospirosis dimasa datang. Akhir kata jika ada tulisan yang tidak berkenan pada hati pembaca mohon dimaklumi. Semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Salatiga, l Sep tern ber 2012
II
ABSTRAK
Akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011 KotaSemarang, Jawa Tengah telah terjadi Kejadian Luar Biasa Leptospirosis. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran dan peningkatan kasus leptospirosis dilakukan studi penanggulangan leptopspirosis. Tujuan penelitian ini adalah menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah. Studi penanggulangan leptospirosis dilakukan di Kecamatan Semarang Selatan, KotaSemarang, Jawa Tengah. Penelitian penanggulangan lepfospirosis dilakukan pada bulan Februari-Juli 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian ekperimental. Rancangan penelitian eksperimental semu menggunakan One group pretest posttest design. Metode penelitian yaitu, penyuluhan kesehatan pada masyarakat dengan metoda ceramah/tatap muka, penyebaran leaflet dan poster, serta pemasangan: baliho. Aplikasi desinfektan (Sodium hipokhlorit (1:4.000) pada tempat penampungan air penduduk (gentong, bak mandi, ember dll), dan penggunaan chlorine d{ffeser(kaporit) untuk genangan air. Pengendalian tikus menggunakan live trap untuk habitat rumah dan tempat sampah berperangkap tikusuntuk habitat luar rumah (pekarangan). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik random sederhana (simple random sampling). Sampel dipilih secara purposif yaitu masyarakat yang tinggal di R W dengan jumlah kasus tertinggi di Kelurahan Bulustalan dan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan. Analisis data menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian menunjukan ada perubahan pengetahuan responden yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan metode promosi kesehatan (perpaduan penyuluhan, leaflet, poster dan ba �iho). Metode promosi kesehatan dengan penyuluhan tatap muka lebih disukai oleh responden dibandingkan dengan metode leaflet, poster dan baliho. Angka kepadatan relatif tikus sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi (habitat rumah).Jumlah tikus positif bakteri leptospirosis sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi.Pemberian sodium hipoklorit dosis 1% mampu meningkatkan kadar klorin dalam air dan membunuh bakteri leptospira.Promosi kesehatan untuk pencegahan leptospirosis direkomendasikan menggunakan metode penyuluhan j;mgsung.Pengendalian tikus dengan cara pemasangan live trap secara mandiri oleh masyarakat dalam rangka pencegahan leptospirosis Perlu dilaksanakan surveilans sumber penularan leptospirosis secara terpadu mcliputi lingkungan, rodensia dan hewan lain.Perlu pemantauan dan pemberian desinfektan pada badan badan air, termasuk pemberian desinfektan terhadap got sebelum dilakukan kerja bakti bersih got.Untuk mengurangi sumber penularan leptospirosis perlu diupayakan rat proofing (rumah anti tikus) , PHBS, perbaikan sanitasi lingkungan, dan penanganan hewan ternak dan hewan peliharaan dengan baik.Desain metode penanggulangan leptospirosis di Kota Semarang adalah menerapkan cara terpadu: promosi kesehatan penyuluhan tatap muka, penggunaan desinfektan pada badan air dan pengendalian tikus dengan tempat sampah berperangkap dan atau live trap.
ill
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pendahuluan. Akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011 Kota Semarang, Jawa Tengah telah terjadi Kejadian Luar Biasa Leptospirosis, total kasus leptospirosis 116 orang dan meninggal 19 orang untuk Kota Semarang dan 79 orang serta meninggal 25 orang untuk Kota Semarang, Jawa Tengah. Oleh karena itu untuk mencegah penyebaran dan peningkatan kasus leptospirosis dilakukan studi penanggulangan leptopspirosis;. Tujuan. Tujuan umum penelitian ini adalah menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah. Tujuan khusus adalah membandingkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penduduk sebelum dan sesudah penyuluhan, mengukur angka keberhasilan penangkapan tikus sesudah clan sebelum pengendalian tikus, membandingkan jumlah tikus positif bakteri Leptospira patogenik sebelum dan sesudah pengendalian tikus dan jumlah genangan air positif bakteri Leptospira patogenik sebelum dan sesudah pemberian desinfektan. Metode Penelitian. Studi penanggulangan Ieptospirosis di Kelurahan Randusari dan Bulustalan, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Penelitian penanggulangan leptospirosis dilakukan pada bulan Februari-Juli 2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian ekperimental. Rancangan penelitian adalah eksperimental semu menggunakan one group pretest posttest design. Metode penelitian yaitu, penyuluhan kesehatan pada masyarakat dengan metoda ceramah/tatap muka, penyebaran leaflet dan poster, serta pemasangan baliho. Aplikasi desinfektan (Sodium hipokhlorit (1 :4.000) pada tempat penampungan air penduduk (gentong, bak mandi, ember dll), dan penggunaan chlorine diffuser (kaporit) untuk genangan air. Pengendalian tikus menggunakan live trap untuk habitat rumah dan tempat sampah berperangkap tikus untuk habitat luar rumah (pekarangan). Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive. Besar sampel minimum 89 sampel penduduk beresiko terpapa,r leptospirosis. Analisis data menggunakan uji beda .•
Hasil Penelitian: Hasil intervensi pada masyarakat men:unjukkan bahwa terdapat perubahan pengetahuan responden yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan metode promosi kesehatan (perpaduan penyuluhan, leaflet, poster dan baliho). Metode promosi kesehatan dengan penyuluhan tatap muka lebih disukai oleh responden dibandingkan dengan metode leaflet, poster dan baliho. Angka kepadatan relatif tikus sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi (habitat rumah).Jumlah tikus positif bakteri leptospirosis sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi. Penggunaan tempat sampah berperangkap perlu pengkajian lebih lanjut.
Kesimpulan. Ada perubahan pengetahuan responden yang signifikan sebelum dan sesudah penerapan metode promosi kesehatan (perpaduan penyuluhan, leaflet, poster dan baliho ). Metode promosi kesehatan dengan penyuluhan tatap muka lebih disukai oleh responden dibandingkan dengan metode leaflet, poster dan baliho. Angka kepadatan relatif tikus sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum intervensi (habitat rumah).Jum\ah tikus positif bakteri leptospirosis sesudah intervensi Iebih . rendah daripada sebelum intervensi.Pemberian sodium hipoklorit dosis I% mampu meningkatkan kadar k.lorin dalam air dan membunuh bakteri leptospira. Sumber penularan potensial leptospirosis di Kota Semarang adalah lingkungan air meliputi bak mandi, got dan parit. Reservoir leptospirosis potensial di Kota Semarang Tikus riul R. norvegicus , tikus rumah R. tqnezumi, dantikus kebun, R exulam, (ditemukan dalam rumah). Hewan piaraan dan temak positif leptospirosis. Rekomendasi. Promosi kesehatan untuk pencegahan leptospirosis direkomendasikan menggunakan metode penyuluhan langsung.Pengendalian tikus dengan cara pemasangan
iv
live trap secara mandiri oleh masyarakat dalam rangka pencegahan leptospirosis Perlu dilaksanakan surveilans sumber penularan leptospirosis secara terpadu meliputi lingkungan, rodensia dan hewan lain.Perlu pemantauan dan pemberian desinfektan pada badan badan air, termasuk pemberian desinfektan terhadap got sebelwn dilakukan kerja bakti bersih got.Untuk mengurangi sumber penularan Jeptospirosis perlu diupayakan rat proofing (rumah anti tikus) , PHBS, perbaikan sanitasi lingkungan, dan penanganan hewan ternak dan hewan peliharaan dengan baik. Desain metode penanggulangan leptospirosis di Kota Semarang adalah menerapkan cara terpadu: promosi kesehatan penyuluhan tatap muka, penggunaan desinfektan pada badan air dan pengendalian tikus dengan tempat sampah berperangkap dan atau live trap.
v
DAFf AR ANGGOTA TThf P ENELITI
No. Kedudukao dalam Tim Nam a
1. Ketua Pelaksana Drs. Bambang Heriyanto. M. Kes
2. Peneliti Utama Drs. Ristiyanto, M.Kes
3. Peneliti Utama Farida Dwi Handayani, S.Si., M.S .
4. Peneliti Wiwik Trapsilowati, SKM, M.Kes
5. Peneliti Aryani Pujiyanti, SKM, MPH
6. Pembantu Peneliti Sri Ani Handayani, SKM, M.Kes
7. Pembantu Peneliti Wiwik Dwi Lestari, SKM
8. Pembantu Peneliti Wahyuni, SKM
9. Pembantu Peneliti Muhidin, SKM
10. Pembantu Peneliti B. Yuliadi
I I. Pemb1'Iltu Peneliti Mega Tyas Prihatin
12. Pembantu Peneliti lka Martiningsih,S.Pd
13. Sekretariat Penelitian Rodhiyah Nur Janti
Vl
DAFfAR ISi
Judul ....................................... ............................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Abstrak .......................................... .... .. ...... ....................................................... ................... iii
Ringkasan Eksekutif ...................... ............ ....... ..... .............................. ....................... ..... .... iv
Daftar Anggota Tim Peneliti ........ ............... ......................... ....... ...... ...... ...... ......... ............ vi
Daftar lsi .. .... ....... .......................... .... .. ..................... ........ ......... � ..... .............. .. ............. ...... vii'
Daftar Tabel ...................................................................................................................... viii
Daftar Gambar ...................................................................... ............................................. ix Daftar Lampiran . ......... ......... ....... .... ............................. . ................................. .................. xii
BAB I. Pendahuluan .. ... .......... ... ................ ... . ..... . .............................................. ............... I I . I . Latar belakang ............. . . . . . . . . . . ............ ........ ... .. . . . . . . . ........... ........ . ...... .............. ........ I 1.2. Tujuan Penelitian .. ................................... ...... ..... ....................... ...... ...................... 3 1.3. Manfaat ......................... . ................ .. . . .. ................................................................. 4
BAB II. Metode Penelitian ...................................................... . . . ............................ ..... . . .... 6 2.1. Tinjauan Pustaka ........ ........ . ... ........ .................................. .. ..... . ............................. 6 2.2. Kerangka Teori ..................................................................................................... 19 2.3. Kerangka Konsep .......... . ........ ................ ........................................... ................... 22
2.4. Hipotesis ............................................................................................................... 25
2.5. Tempat dan Waktu ... ...... . ........................... ..... ............................... ....................... 25
2.6. Jenis dan Desain Penelitian ................................. ..... ...... . ............... ....................... 25
2.7. Variabel . . ........ ....... . ...... .... ............................................................... ..................... 26
2.8. Populasi dan Sarnpel ...... . ........... ........... ..... .... .. ...... ............... ...... . ......................... 26
2.9. Cara Pemilihan dan Estimasi Besar Sampel ....... ...................... ............... .............. 26
2.10. Cara Pengumpulan Data .............. ............ ........ ..................... ... ..... ........ ....... .... ... .. 27
2.11. lnstrumen clan Cara Kerja ........................ ........ ............ .............. ................... ......... 28
2.12. Definisi Operasional .................... ............ ......... ...... .............. ........ . .............. ......... 44
2.13. Analisis Data .. .... ......................... ...... ............... ...... ..... .................. ................... .... 45
BABIII. Hasil ............ ....... ............ ......... ........................................... .......... ........................ 46
BAB IV. Pembahasan ...... ...... .. ..... ........ .......... .... ....... ................. .. .... ... ..... ......... ................ . 64
BAB V. Kesimpulan dan Saran .. ................ ...... ....... ................. ....... ............... .... .............. 66
Daft:ar Kepustakaan ........................................................................................................... 67
Lamtt'lran .......................... ........... . .................................... ...... ...... .... .................................. 69
vii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Isolasi bakteri Leptospira spp. dari ginjal beberapa jenis tikus di Indonesia .. .......... 9
Tabel 2. Bahan kimia untuk desinfektan bakteri Leptospira sp . .......................................... 13 Tabet 3. Hasil penangkapan tikus per blok skrining di Kota Semarang Tahun 2012 ...... ... 51
Tabel 4. Rekapitulasi kondisi lingkungan di wilayah blok screening di Kota Semarang .. . . 55 Tabel 5. Karakteristik responden di Kecamatan Semarang Selatan berdsarkan kelompok
perlakuan ....... .............. ....................... ................................................................. 57
Tabel 6. Karakteristik responden berdasarkan kelurahan ..... ....... ...... .. ...... . ..... . ....... ......... .. .. 58
Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan .... ......... ...... ............. ..... .. ..... ......... 58
Tabel 8. Distribusi pengetahuan responden di Kecamatan Semarang Selatan berdasarkan
kelompok perlakuan .... ............. ..... . . ........................................ .............................. 59
Tabel 9. Hasil analisis statistic rerata skor pengetahuan di Kecamatan Semarang Selatan
Tahun 2012 ........................................................................................................... 60
Tabel 10. Metode promosi kesehatan yang disukai oleh responden di Kecamatan semarang
Selatan Tahun 2012 .............................................................................................. 61
Tabel 11. Kondisi rumah responden di Kelurahan Randusari, bulustalan, dan Sendangguwo 62
Tabel 12. Kondisi rumah untuk penanggulangan leptospirosis .............................................. 64 Tabel 13. Pengukuran pH air .... ..... ... ..... .. .... ..... ........... ........ ........ ..... . ...... .. ......... ... ..... ..... ..... 66
.
Tabel 14. Kandungan sisa Klor di dalam air bak mandi dan got.. .................. ......... ..... ..... ..... 67
Tabel 15. Spesifikasi tempat sampah berperangkap .... ...... .. ... ........ ............... . ... .. .. ...... .... . .... 71
Tabel 16. Lokasi distribusi pembagian tempat sampah be�rangkap ............................... . . . 72
Tabel 17. Hasil Penangkapan Tikus dengan menggunakan Tempat Sampah Berperangkap . . . 82
Tabel 18. Umur tikus Rattus norvegicus berdasarkan Jenis kelamin .. . ........ .................. . ....... 75
Tabel 19. Umur tikus Rattus tanezumi berdasarkan Jenis kelamin . . . .. . ...... .... .. .... ........ ......... 77
Tabel 20. Jumlah kasus menurut usia .... .............. ........ ... ...... ........... ... .... ..... . .. ... ...... .. ............ 79
Tabet 21. Cluster Kasus leptospirosis . .............. .. ... .. ...... .... ... .. .. ... ........ . ..... .. ..... ...... ..... ......... 83
Tabel 22. Luas dan persentase kelas kerawanan di masing- masing kecamatan . . . ... ... ....... .. 85
DAFT AR GAMBAR
Garn bar I. Kerangka 'feori ................................................................................................ 21
Gambar 2. Kerangka Konsep ........... .................................................................................. 24
Gambar 3. Alat Chlorine diffuser yang telah dilubangi ...................................................... 37
Gambar 4. Chlorine diffuser yang siap digunakan ..................... , ........................................ 37
Gambar 5. Tempat sampah berperangkap .......................................................................... 46
Gambar 6. Peta Kota Semarang Jawa Tengah .................................................................... 50
Gambar 7. Proporsi jenis tikus tertangkap, diperiksa dengan metode PCR dan positif
Leptospira patogenik yang diperoleh dalam skrining di Kota Semarang Tahun
2012 ....................... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ................................. ............ . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
Gambar 8. Distribusi responden di Kecamatan Tembalang berdasarkan skor pengetahuan.59
Gambar 9. Metode promosi kesehatan yang disukai oleh responden di Kecamatan
TembalangTahun 2012 ................................................................................ .. . 61
Gambar 10. Distribusi kondisi rumah baik untuk penanggulangan leptospirosis .................. 65
Gambar 11. Keadaan suhu dan kelembaban di wilayah Kelurahan Randusari, Bulustalan
serta control di Kelurahan Sendangguwo pada pre-intervensi, dan evaluasi ...... 66
Gambar 12. Masyarakat di wilayah intervensi yang menerima dan menggunakan Sodium
hipoklorit ......................................................................................................... 68
Gambar 13. Tempat sampah berperangkap .......................................................................... 71
Gambar 14. Sebaran umur tikus riul R. norvegicus menurutjenis kelamin ........................... 75
Gambar 15. Sebaran umur tikus rumah R.tanezumi menurutjenis kelamin .......................... 77
Gambar 16. Peta kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2010-2012 .............................. 80
Garn bar 17. Peta kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2010-2012 (Dengan layer
Sungai) ............................................................................................................. 23
Gambar 18. Peta kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2010-2012 (Dengan Layer
Daerah Banjir).� ................................................................................................ 81
Gambar 19. Peta kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2010-2012 (Dengan Layer
Permukiman) .................................................................................................... 84
Gambar 20. Peta Posisi Cluster Kasus Leptospirosis Kota Semarang Tahun 2010-2012 ...... 97
Gambar 21. Peta Kerawanan leptospirosis Kota Semarang ......... ........... � ............................. 87
ix
1.1. Latar Belakang
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum Perang Dunia I I pene!itian tentang leptaspirosis telah dilakukan di
Kabupaten Semarang, seperti yang tertulis pada risalah l>artoatmodjo 1, bahwa tahun
1936 bakteri leptaspira patagenik, Leptospira interogan s dengan serovar bataviae,
icterohaemorrhagiae, javanica, pyrogenes dan semarang berhasil diisolasi dari tikus
sawah Rattus argen tiventer di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah. Akan tetapi setelah kemerdekaan, kasus leptospirosis di wilayah Kabupaten/Kata
Semarang, Jawa Tengah hampir tidak tercatat, karena kurangnya publikasi medis2•
Leptaspirosis kembali merebak dan meresahkan masyarakat di Kata Semarang
awal tahun 2002, setelah ditem ukan 3 kasus dan 1 kasus meninggal dunia dengan angka
kematian/CFR (case fatality rate) 33,3%. Sejak itu setiap tahun, hingga sekarang
ditemukan kasus leptospirosis di Kata Semarang dan menimbulkan kematian. Tahun
2003 dilaparkan 12 kasus dan 2 kasus meninggal dunia (CFR = 16,67%), tahun 2004
terdapat 37 kasus dan 1 3 ka�us meninggal dunia (CFR = 35,14%), tahun 2005 ditemukan
11 kasus dengan 2 kasus meninggal dunia (CFR = 1 8,18%), tahun 2006 dilaparkan 3
kasus dan 1 kasus meninggal dunia (CFR = 33,3%), tahun 2007 ditemukan 8 kasus dan I
kasus meninggal dunia (CFR = 13,3%), tahun 2008 dilaporkan 178 kasus dan 4 kasus
meninggal (CFR 2,2%), tahun 2009 ditemukan 235 kasus dan 9 kasus meninggal dunia
(CFR 3,8%), tahun 2010 ditemukan 71 kasus dan 6 kasus meninggal dunia (CFR 8,4%),
tahun 201 1 dilaporkan 70 kasus dan 25 kasus meninggal dunia (CFR 35,7%) dan tahun
2012 (Januari-Februari) dilaparkan 12 kasus tanpa kematian3•
Selama tahtm 2009, Kota Semarang menduduki posisi terti'nggi leptospirosis di
Jawa Tengah. Tingginya kasus leptospirosis di Kota Semarang kemungkinan disebabkan
oleh banyaknya genangan air banjir dan rob, tetapi penyakit ini juga ditemukan pula di
kawasan tidak rawan banjir, seperti di Kecamatan Gunung Pati dan Banyumanik.
Walaupun banyak kasus leptospirosis dapat di Kota Semarang disembuhkan, karena obat
untuk leptospirosis mudah didapatkan dan tersedia cukup memadai, namun timbulnya
kematian, yang diduga disebabkan oleh keterlambatarl pengobatan, menyebabkan
penyakit tersebut meresahkan bagi masyarakat. Pasien leptospirosis parah di Rumah
Sakit di Kota Semarang, tercatat bertahan sekitar 4- 9 hari, setelah itu meninggal dunia4.
Basil pen yelidikan epidemiologi (PE) Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2011
menunjukkan bahwa pekerjaan kasus leptospirosis adalah buruh ( 18,0% dari 70 kasus
leptospirosis), tidak bekerja (16,0%), karyawan swasta (15,0%), pedagang (7,0%), tukang
batu/bangunan (7,0%), wiraswasta (6,0%), sopir (5,0%), ibu rumah tangga (5,0%),
penjahit, pelajar, tukang Jas/patri, (masing-masing berturut-turut 4,0%), tukang parkir,
pensiunan, pengambil sampah, tukang, ojek, dan bengkel (masing-masing berturut-turut
2,0%). Sebaran kasus leptospirosis menurut umur paling banyak ditemukan pada umur di
atas 50 tahun (28,0%), kemudian umur 41-50 tahun (17,0%), 31-40 tahun (11,0%), 0-10
tahun (5,0%), 11-20 tahi.m (4,0%), dan 21-30 tahun (4,0%). Faktor resiko kejadian
leptopsirosis, diduga kontak tikus (53,0%), banjir/lumpur (35,0%), kontak air tergenang
(33,%), Iuka di kaki (31,0%), bersihkan di selokan (12,0%s), renang, memancing,
mencangkul, kontak anjing (masing-masing berturut-turut 4%) dan mandi di sungai
(2,0%). Hasil PE tersebut mengindikasikan bahwa hampir semua kasus leptospirosis
adalah orang yang kontak dengan tikus dan genangan air sekitar rumah. Selain itu hewan
peliharaan seperti anjing berpotensi sebagai sumber penularJ. Hasil penelitian Gasem 1,
menemukan bakteri Leptospira serovar canicola pada pasien leptospirosjs dan anjing
peliharaannya. Sedangkan hasil peneJitian Ramadhani dkk3 menu�jukkan bahwa tikus
rumah Rattus tanezumi dan tikus riul R. norvegicus positif mengandung bakteri
2
............. . --""'-·-•
·
�-·-··---· "•w -•
Leptospira patogenik (Leptospira interogans) serovar icterohaemorraghiae, bataviae dan
autumnalis. Kasus leptospirosis di Kota Semarang belurn pemah ditemukan relaps,
sehingga semua penderita leptospirosis adalah kasus baru.
Penanggulangan leptospirosis yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota
Semarang adalah PE di sekitar tempat tinggal penderita, ceramah klinik Leptospirosis
bagi dokter Puskesrnas dan Rurnah Sakit, pertemuan Leptospirosis bagi petugas P2B2
dan petugas Surveilans Puskesmas, penyediaan dan pelatihan RDT bagi Puskesmas,
penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang Leptospirosis, screening (penapisan)
Leptospirosis di (tempat pembuangan sampah, rawan banjir), rapat koordinasi di lokasi
KLB Leptospirosis, dan pertemuan SKD Leptospirosis bagi Puskesmas. Walaupun telah
dilakukan kegiatan penanggulangan leptospirosis tersebut diatas namun kasus
leptospirosis masih sering ditemukan dan menimbulkan kematian.
Guna menentukan metode penanggulangan leptospirosis untuk mencegah kejadian
luar biasa dimasa yang akan datang di Kota Semarang, perlu studi upaya-upaya
mengetahui sumber penular/reservoir yang potensial, pemetaan kasus Jeptospirosis,
pengendalian reservoir, manipulasi lingkungan dan penyuluhan spesifik lokal di daerah
bermasalah leptospirosis. Diharapkan hasil studi ini dapat digunakan oleh pemegang
program untuk menentukan indikator kewaspadaan dini secara sistematis, dinamis dan
informatif, sehingga pengambil keputusan memudahkan menentukan prioritas tindakan,
tempat dan waktu pencegahan penularan leptopsirosis secara dini.
1.2. Tujuan Penelitian
1.2.1. Tujuan umum
Mendesain metode penanggulangan leptospirosis di Kota Semarang, Jawa
Tengah.
3
1.2.2. Tujuan kbusus
a. Membandingkan perubahan pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan
leptospirosis sebelum dan sesudah penyuluhan tentang cara pencegahan
penularan leptospirosis.
b. Mengukur penerimaan masyarakat terhadap metode promosi kesehatan
(penyuluhan, leaflet, poster dan banner/baliho ).
c. Membandingkan angka keberhasilan penangkapan tikus sesudah dan sebelum
pcngendalian tikus.
d. Membandingkan jum lah tikus positif bakteri Leptospira patogenik sebelum dan
sesudah pengendalian tikus.
e. Mendeskripsikan jumlah genangan air positif bakteri Leptospira patogenik
sebelum dan sesudah pemberian desinfektan.
f. Menjaring kasus baru dan rnengetahui sumber penularan leptospirosis.
1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota Semarang
Sebagai bahan pertimbangan dan acuan program pemberantasan leptospirosis Dinas
Kesehatan Kota Semarang dalam melaksanakan sistem kewaspadaan dini dan
mencegah terjadinya kejadian luar biasa leptospirosis.
2. Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian penanggulangan leptospirosis ini dapat menjadi rnetode
pencegahan leptospirosis dan diterima oleh masyarakat untuk melindungi diri dari
sumber penular leptospirosis.
4
3. Ilmu Pengetahuan
Sebagai ilmu pengetahuan tentang cara pencegahan penularan leptopirosis di daerah
perkotaan
5
BAB II �
METODE PENELITIAN (
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Leptospira dao Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Leptospira spp,. famili Treponemataceae, ordo Spirochaetales. Bakteri Leptospira
sp. berbentuk spiral dengan pilinan yang rapat, panjangnya 5 - 15 µm dan lebar
0,1-0,2 µm. Salah satu ujungnya bengkok mem bentuk kait, aktif bergerak, baik
gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, tetapi
tidak ditemukan adanya flagella. Mikrograf elektron menunjukkan suatu filamen
aksial tipis dan selaput yang halus. Bakteri ini sangat halus, sehingga dalam
lapang pandang gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Bakteri
ini tidak mudah diwarnai, tetapi dapat dilapisi dengan larutan argentum (Ag)5.
Leptospira tumbuh baik secara aerobik pada suhu 28 - 30°C dalam media setengah
padat kaya protein. Dalam media biakan selama 6 - 1 0 hari, timbul koloni bulat
dengan garis tengah 1-3 mm. Bakteri ini juga tumbuh pada selaput khorioalantois
telur berembrio. Leptospira mendapatkan energi dari oksidasi asam lemak
berantai panjang dan tidak dapat menggunakan asam amino atau karbohidrat
sebagai sumber energi utama. Garam amonium merupakan sumber utama nitrogen.
Leptospira dapat bertahan hidup berminggu-minggu dalam air, terutama
pada pH alkali. Sistem klasifikasi menurut patogenitas, bakteri Leptospira terbagi
dua yaitu, L. interrrogans (patogen) dan L. biflexa (non patogen). Sebanyak 1 70
serotipe Leptospira patogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di
Indonesia dan sejak tahun 1 936 telah diketahui serotipe Leptospira, yaitu bataviae,
ichterohaenwrrhagiae, javanica, pyrogenes maupun semarang1 .
6
2-::!l!ll .. :!H!
Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur),
tanaman yang telah terkontaminasi oleh urin hewan - hewan infektif bakteri
leptospira Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh melalui selaput lendir
(mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran
cerna dari makanan yang terkontaminasi oleh urin tikus yang terinfeksi leptospira.
Masuknya bakteri leptospira pada hospes secara kualitatif berkembang bersamaan
dengan proses infeksi pada semua serovar leptospira. Namun masuknya bakteri
secara kuantitatif berbeda bergantung: agent, induk semang, dan Iingkungan.
Melalui cara lain dapat saja terjadi yaitu melalui permukaan mukosa misalnya
melalui Iuka abrasi, mukosa (cavitas buccae I bucca/ cavity ), saluran hidung atau
konjungtiva. Bakteri Jeptospira akan masuk dalam peredaran darah yang ditandai
dengan adanya demam dan berkem bang pada target organ serta akan menunjukan
gejala infeksi pada organ tersebut. Bakteri ini beberapa hari akan tinggal pada
organ seperti hati, limfa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Mekanisme
sistem imunitas tubuh akan aktif apabila bakteri menjalar ke jaringan hati dan ginjal
serta berada di tubular ginjal.mPenyakit infeksi bakteri Leptospira patogenik ini
dikenal sebagai leptospirosis. Gambaran klinik bervariasi bergantung dari kondisi
manusianya, spesies hewan dan umurnya6.
Penularan leptospirosis dapat tcrjadi secara langsung dan ti<lak langsung.
Penularan langsung terjadi11;
a. Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung bakteri
leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu
b. Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan, terjadi pada
orang yang merawat hewan atau menangani tubuh hewan misalnya pekerja
potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan
7
c. Dari manusia .ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan
seksual pada masa konvalesen atau dari· ibu penderita leptospirosis ke janin
melalui sawar plasenta dan air susu ibu
Sedangkan penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai,
danau, selokan air dan lumpur yang tercemar urin hewan.
2.1.2 Reservoir leptospirosis di Indonesia
Leptospirosis merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis).
terutama tikus.
Sebagai host (inang), pada hewan dan manusia, dapat dibedakan atas
maintenance host dan incidental host . Dalam tubulus ginjal maintenance host,
leptospirosis akan menetap sebagai infeksi kronik. Biasanya infeksi didapat pada
usia dini, dan prevalensi ekskresi kronik melalui urin meningkat dengan
bertambahnya umur hewan.
Peran hewan piaraan sebagai sumber penularan leptospirosis pada manusia
telah diteliti oleh Scott-Orr dan Darodjat ( 1978). Has ii penel itian terse but
menunjukkan bahwa 20% dari sapi potong di Jawa Tengah dan Jawa Timur positif
terhadap serovar hardjo. Scott-Orr et al. (1980) menemukan 37% sapi perah dari
Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara positif terhadap
serovar hardjo dan tarassovi, serta 48,7% babi dari beberapa propinsi di Jawa dan
luar Jawa positif terhadap beberapa serovar dan terbanyak terhadap serovar
pomona.
Sapi, babi, anjing, dan kucing yang merupakan hewan piaraan juga
menunjukkan adanya infeksi Leptospira. Kucing merupakan hewan piaraan dekat
dengan manusia setelah anjing, walaupun jarang menunjukkan gejala leptospirosis,
namun ternyata 77,78% positif antibodi terhadap Leptospira. Sedangkan pada
8
tikus terdeteksi antibodi anti�Leptospira sebanyak 2 9,46% pada tahun 2002,
48,00% pada tahun 2004, 1,46% pada tahun 2008, 10,99% pada tahun 2009 dan
6,38% pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa hewan-hewan tersebut dapat
berperan dalam penjagaan Leptospira di alam dan sebagai sumber penularan
leptospirosis di antara hewan-hewan tersebut dan juga ke manusia.
Reservoir utama bakteri Leptospira sp. adalah tikus got R. norvegicus
(Tabel 1 ) 7• Selain pad a tikus, bakteri Leptospira pemah ditemukan pad a tubuh Jalat
(Musca sp) dan Caplak Dermancentor sp. dan Rhipicephalus sanguinus yang
ditemukan pada anjing8•
Jenis bakteri Leptospira yang ditularkan oleh tikus merupakan bakteri
berbahaya bagi manusia daripada semua jenis Leptospira yang ada pada hewan
Tabel I . Isolasi bakteri Leptospira spp. Dari ginjal beberapa jenis tikus di Indonesia.
No. Lokasi Jenis tikus Serovar Penulis
2
3 4
Jakarta
Jawa barat
R. norvegicus
R. norvegicus
R. rattus diardii
R. bartelsi
R. argentiventer Sumatra R. rattus diardii Sulawesi R. hoffmani
Sumber : Ima Nurisa dan Ristiyanto, 2004.
L. bataviae l. javanica L. tarassovi L. baJaviae L. baJaviae L. bangkok L. javanica L. cel/edoni L. australis L. javanica L. australis
Peenen dkk, 1971.
2.1.3 Pengendalian leptospirosis di masyarakat
Pencegahan penularan leptospirosis di masyarakat terdiri dari pencegahan
primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah suatu cara yang
diaplikasikan agar orang sehat dapat terhindar dari leptospirosis, seperti
kegiatannya bersifat promotif, termasuk di sini proteksi spesiftk dengan cara
vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder adalah suatu cara yang diterapkan agar
9
orang sakit leptospirosis terhindar dari komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian 9• Prinsip kerja dan langkah pencegahan primer meliputi :
a. Pencegahan hubungan dengan air I tanah yang terkontaminasi.
Pekerja berisiko terinfeksi leptospira, misalnya pekerja irigasi, petani sawah,
pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja pemotongan hewan, petugas
survei di hutan, pekerja tambang, direkomendasikan memakai pakaian khusus
(sepatu boot, sarung tangan, jas laboratorium dll) sebagai pelindung terhadap
bahan terkontaminasi bakteri Leptospira patogenik. Steri lisasi anggota badan
setelah bekerja, terutama pekerja laboratorium daan pemotongan hewan dengan
sodium hipokhlorit dengan pengenceran I : 4000 atau deterjen.
b. Sanitasi air minum penduduk (kualitas air aman bagi kesehatan).
Pengelolaan air minum terstandar nasional, filtrasi dan dekhlorinasi untuk
membunuh bakeri patogen termasuk bakteri leptospira.
c. Pemberian Vaksinasi.
Pencegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti melindungi pekerja
laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan piaraan efektif untuk mencegah
leptospirosis.
d. Pencegahan dengan penggunaan antibiotik.
Pemberian penisilin 2 juta unit per hari selama 5 hari secara intramuskuler dapat
melindungi masyarakat yang diduga telah terkontaminasi oleh Leptospira
patogenik.
e. Pengendalian reservoir bakteri Leptospira patogenik
Tikus merupakan reservoir Leptospira patogenik, dan kehidupannya berdekatan
dengan manusia.Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian baik secara
mekanik, fisik, biologi maupun kimiawi.
1 0
f. Usaha promotif,
Cara edukasi pencegahan leptospirosis dengan melibatkan profesi kesehatan I
kedokteran, dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat.
Menurut Blum, derajat kesehatan manusia dipengaruh.i oleh beberapa faktor
yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis dan keturunan. Demikian pula,
penanggulangan leptospirosis, faktor lingkungan, perilaku, sosial dan pelayanan
medis perlu diinformasikan ke masyarakat agar memahami cara melindungi diri
terhadap penularan leptospirosis, pengobatan dan mengetahui pelayanan kesehatan
yang berkompeten YO.
Seperti telah disebutkan di atas dalam penanggulangan leptospirosis ada 4
komponen penting yang berperan yaitu, reservoir (tikus), lingkungan air, agen
penyakit dan masyarakat. Hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Dep. Kes. R.J pada tahun 1992 menunjukkan bahwa pengendalian
reservoir leptospirosis terutama tikus untuk mencegah penu laran pen yak it
bersumber tikus adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang peran tikus
dalam penularan penyakit kepada manusia terlebih dahulu. Pengetahuan tentang
biologi, dan ekologi tikus, dilengkapi dengan epidemiologi penyakit, dan contoh
contoh cara sederhana untuk mengendalikan tikus di dalam atau di luar rumah,
sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melindungi diri terhadap
penularan leptospirosis. Cara tersebut ditekankan pada peran serta masyarakat.
Pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan kognitif, dengan
harapan masyarakat mampu mencari solusi atas pennasalahan yang dihadapi
dengan dilandasi pengetahuan dan wawasan masyarakat. fl
Penggunaan media/alat bantu dalam penyampaian pesan mempermudah
masyarakat menyerap atau memahami materi yang disajikan. Media/alat bantu
1 1
tersebut disesuaikan dengan kondisi masyarakat setem pat. Kondisi masyarakat
merupakan kebiasaan, budaya, nilai, kepercayaan serta tokoh masyarakat di suatu
wilayah. Kondisi ini sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap
sesuatu yang baru 12•
Cara efektif meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
adalah menggunakan metode penyuluhan yang tepat dan dilengkapi dengan
penyajian alat peraga yang sesuai topik penyuluhan. Misalnya penyuluhan dengan
metode tatap muka lebih disukai oleh masyarakat desa, leaflet, poster, baliho dll
cenderung diminati oleh masyarakat kota. 13
2.1.4 Teknis Pencegaban Leptospirosis
Menurut WH09, strategi dalam perencanaan dan pelaksanaan pencegahan
penularan leptospirosis, terdapat tiga komponen penting yang perlu diperhatikan,
yaitu ;
a. Mencegah penularan leptospirosis pada manusia
b. Mengendalikan inang reservoir leptospirosis
c. Mengendalikan faktor resiko lingkungan (air dan tanah)
Dalam mencegah penularan dan penyebarana leptospirosis pada mansia,
terdapat tiga cara digunakan, yaitu: kemoprofilaksis dengan antibiotik, imunisasi
dengan vaksin dan pengobatan penderita leptospirosis.
Di antara ketiga komponen tersebut pengendalian jenis tikus sebagai
sumber patogen bukanlah ha! yang mudah untuk memperoleh basil sesuai dengan
harapan. Ini disebabkan komponen tersebut secara alami tersebar luas, dan mudah
beradaptasi di berbagai lingkungan yang dibuat oleh manusia. Walaupun demikian,
pengendalian terhadap komponen tersebut merupakan cara yang tetap dilakukan
untuk mencegah penularan Jeptospirosis6•
� �;. ,_ .. � -- - �- - -
1 2
2.1.5 Pencegahan penyakit di lingkungan air dengan desinfektan
Salah satu upaya yang dapat dianjurkan dalam penanggulangan leptospirosis
adalah penggunaan desinfektan di lingkungan rumah, seperti, "lisolisasi" seluruh
lantai, dinding dan bagian rumah lain yang diperkirakan tercemar air banjir14.
Bahan kimia untuk desinfektan yang direkomendasikan oleh WHO' untuk
lingkungan pemukiman dapat dilihat pada Tabel 2. Dari berbagai jenis bahan kimia
desinfektan tersebut klorin merupakan desinfektan yang telah digunakan secara
internasional.
Tabel 2 Bahan kimia untuk desinfektan bakteri Leptospira sp.
Janis Bahan Kimia
Asam Solusi
Asam Asetat
Asam Sitrun
Alkali
Deterjen Cationic
Deterjen Anionic
Khlorin
lodin
Lysol
Air Laut
Dosis Leta! (M ematikan)
pH< 6,5 0,01% pada air
0,0 I% pada air
pH > 8,4 > 100 ppm
> 1000 ppm
Antara 0,5 ppm hingga 3 ppm
I ppm !eta! setelah 1 0 menit
0,1% NaCl 3,5%
Sodium hipoklorit adalah garam yang tidak stab i l yang digunakan sebagai
agen bleaching dan desinfektan. Sodium hipoklorit dengan rumus kimia NaOCI
adalah senyawa khlor yang sering digunakan untuk membunuh bakteri patogen
yang hidup di air. Sodium hipoklorit mengandung khlor aktif 16�1 00% sedang yang
ada dipasaran sekitar 60%8• Pertimbangan penggunaan sodium hipoklorit dalam
pengolahan air adalah, mudah didapat, dapat dibeli dipasaran, mudah
penggunaannya, tidak berbahaya, dan murah harganya15• Hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan sodium hipoklorit adalah penggunaan pH air,
waktu kontak dan pengadukan. Kemampuan sodium hipoklorit dalam pengolahan
air adalah dapat membunuh bakteri dan mikroorganisme seperti amoeba, ganggang
] J
dan lain-lain, mengoksidasi ion-ion logam seperti F ..... , menjad i Fe3+ dan memecah
molekuJ organis seperti warna, sehingga dapat menurunkan kadar besi dalam air
dan dosis sodium hipoklorit16• Untuk mendapatkan dosis kaporit yang tepat, harus
dengan uji coba. Hal yang perlu diperhatikan adalah volume air yang akan diberi
kaporit, konsentrasi khlor aktif dan sisa khlor dan daya serap khlor. Kaporit yang
diberikan ke dalam air akan beraksi dengan unsur-unsur atau senyawa pereduksi
yang biasanya terkandung di dalam air, seperti H2S, Fe++, Mn++, NH3, N02, dan zat
organik. Dosis khlor dalam air minum yang diperbolehkan. bila meninggalkan sisa
khlor 0,2-0,5 mg/I. Khlor yang diberikan pada air dengan pH kurang dari 6,5 atau
lebih dari pH 9,2 dapat merubah air menjadi beracun yang mengganggu kesehatan8.
Faktor-faktor yang mempengaruhi khlorinasi agar tujuan khlorinasi tercapai
harus diperhatikan beberapa faktor antara lain, jumlah dan bentuk senyawa khlor9.
Dos is yang terlalu kecil kurang mem beri efek bakterisit dan dosis terlalu besar
menyebabkan air berbau khlor terlalu keras. Disamping itu perlu pula diperhatikan
bentuk senyawa khlor yang digunakan. Bentuk gas khlor mempunyai kadar khlor
aktif mendekati 1 00%, sedang kaporit mengadung kadar khlor lebih rend ah
dibanding dengan kadar gas khlor yaitu kurang lebih 70%, namun harganya relatif
murah. Bentuk kh!or da!am air HOCI, OCL- monokhloramin, dikh!oramin. Bentuk
HOCI dan ocr sebagai khlor bebas mempunyai daya disinfeksi 25 kali besar
dibanding khlor terikat. HOCI mempunyai daya disinfeksi 40 sampai 80 kali
dibanding dengan OCL. Besar daya sergap khlor (Chlorine demand) adalah jumlah
k:hlor yang dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan kimia dalam air, yang
merupakan selisih antara jumlah k:hlor yang dibubuhkan ke dalam air dengan sisa
k:hlor total (sisa khior bebas dan sisa khlor terikat) dalam keadaan stabil pada akhir
proses khlorinasi setelah periode lama kontak. Besar daya sergap khlor bergantung
14
pada karakteristik air yang akan diolah (dikhlorinasi). Semakin tinggi kandungan
bahan-bahan kimia dalam air yang bersifat reduktor terhadap khlor, semakin tinggi
pula daya sergap khlomya. Lama kontak khlor adalah waktu yang dibutuhkan oleh
khlor untuk bereaksi dengan bahan-bahan kimia di dalam air. Lama kontak ini
memberikan batasan waktu pengukuran untuk mengetahui kadar sisa khlor total
(sisa khlor bebas dan terikat) setelah khlor dibubuhkan ke dalam air. Lama kontak
yang dibutuhkan biasanya adalah J 0-15 menit bahkan sampai 60 rnenit. pH dan
suhu air pada proses khlorinasi, pH dan suhu air berpengaruh terhadap persentase
distribusi HOC! dan ocr. Makin tinggi suhu air makin tinggi pula efektifitas
disinfektan 16•
Penambahan kaporit dalam air akan menjernihkannya dengan cara merusak
struktur sel bakteri, sehingga kuman akan mati. Sodium hipoklorit membutuhkan
waktu 30 menit untuk membunuh semua bakteri pada air yang bersuhu lebih tinggi
atau sekitar l 8°C, jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan lagi selama
1 jam karena semakin rendah suhu maka semakin lama waktu yang diperlukan
untuk membunuh bakteri. Efektivitas kaporit juga dipengaruhi oleh pH (keasaman)
air. Khlorinasi tidak akan efektif jika pH air lebih dari 7.2 atau kurang dari 6,5.
Penggunaan kaporit di sumur, kolam atau genangan-genangan air dengan luas dan
kedalaman tertentu digunakan alat Chlorine diffuser16•
2.1.6 Pengendalian tikus sebagai reservoir leptospirosis
Pengendalian tikus mengandung arti cara menguasai, mengekang dan
menahan binatang tersebut agar tidak menimbulkan kerugian yang berarti bagi
manusia. Pengertian lengkapnya diuraikan oleh Lee dkk. sebagai berikut;
pengendalian merupakan suatu tindakan atau kegiatan dengan penggunaan cara
15
yang diperkenalkan ataupun yang sudah ada di suatu lingkungan, dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan kepadatan populasi17·22.
Pengendalian tikus di lingkungan rumah yang perlu diperhatikan, bukan
hanya jumlah tikus atau mencit yang berhasil dibunuh setiap harinya, tetap i
kebersamaan antar anggota keluarga dan masyarakat setempat dalam menjaga
!ingkungan rumahnya masing-masing dalam menghindari tikus untuk berlindung,
bersarang, dan mendapatkan makanan secara berkelanjutan. Menurut Green-
Mckenzie18•23, ada 2 unsur utama yang perlu diperhatikan dalam pengendalian
tikus di lingkungan rumah, yaitu meniadakan kebutuhan hidup tikus dan membuat
atau melengkapi struktur bangunan rumah dengan bahan anti tikus. Dalam
pelaksaannya, kedua unsur tersebut berkaitan erat dengan pengelolaan kebersihan
lingkungan rumah yang meliputi pengaturan perabot rumah tangga, tempat
pembuangan sampah, saluran air, penyimpanan bahan makanan, bentuk dan
struktur bangunan, serta kebiasaan dari masyarakat itu sendiri dalarn menerapkan
pengendalian tikus di lingkungannya.
Dalam menentukan cara pengendalian tikus yang tepat dan berhasil guna,
perlu pengetahuan dasar tentang jenis, kebiasaan, dan tanda-tanda kehadiran tilrus,
seperti adanya urine, feses atau kotoran tikus, kerusakan benda rumah tangga akibat
keratan tikus, jejak tikus yang berupa jejak kaki, bekas sentuhan badan tikus pada
dinding yang biasanya berwarna gelap dan kotor/berminyak, sarang tikus, bau, dan
tikus hidup atau mati. Di samping itu, apabila dalam pengendalian tikus di
lingkungan rumah dan sekitarnya akan menggunakan racun tikus atau rodentisida,
perlu diketahui secara seksama: sifat, ciri, dan bentuk formulasi racun tikus,
resistensi tikus terhadap racun yang digunakan dan bahaya racun tikus bagi
manusia dan hewan bukan sasaran. Penggunaan racun tikus sebaiknya merupakan
16
yang diperkenalkan ataupun yang sudah ada di suatu lingkungan, dikelola
sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan kepadatan populasi 17•22•
Pengendalian tikus di lingkungan rumah yang perlu diperhatikan, bukan
hanya jumlah tikus atau mencit yang berhasil dibunuh setiap harinya, tetapi
kebersamaan antar anggota keluarga dan masyarakat setempat dalam menjaga
lingkungan rumahnya masing-masing dalam menghindari tikus untuk berlindung,
bersarang, dan mendapatkan makanan secara berkelanjutan. Menurut Green
Mckenzie18·23, ada 2 unsur utama yang perlu diperhatikan dalam pengendalian
tikus d i lingkungan rumah, yaitu meniadakan kebutuhan hidup tikus dan membuat
atau melengkapi struktur bangunan rumah dengan bahan anti tikus. Dalam
pelaksaannya, kedua unsur tersebut berkaitan erat dengan pengelolaan kebersihan
lingkungan rumah yang meliputi pengaturan perabot rumah tangga, tempat
pembuangan sampah, saluran air, penyimpanan bahan makanan, bentuk dan
struktur bangunan, serta kebiasaan dari masyarakat itu sendiri dalam menerapkan
pengendalian tikus di lingkungannya.
Dalam menentukan cara pengendalian tikus yang tepat dan berhasil guna,
perlu pengetahuan dasar tentang jenis, kebiasaan, dan tanda-tanda kehadiran tikus,
seperti adanya urine, feses atau kotoran tikus, kerusakan benda rumah tangga akibat
keratan tikus, jejak tikus yang berupa jejak kaki, bekas sentuhan bad an tikus pada
dinding yang biasanya berwarna gelap dan kotor/berm inyak, sarang tikus, bau, dan
tikus hidup atau mati. Di samping itu, apabila dalam pengendalian tikus di
lingkungan rumah dan sekitarnya akan menggunakan racun tikus atau rodentisida,
perlu diketahui secara seksama: sifat, ciri, dan bentuk formulasi racun tikus,
resistensi tikus terbadap racun yang digunakan dan bahaya racun tikus bagi
manusia dan hewan bukan sasaran. Penggunaan racun tikus sebaiknya merupakan
16
alternatif terakhir setelah cara - cara lain sudah tidak mampu menurunkan populasi
tikus di dalam rumah19'24.
Dewasa ini manusia terus mengembangkan dan mencan cara
mengendalikan tikus yang efektif dan efisien. Secara konvensional garis besar
metode pengendalian tikus dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu
pengendalian secara sanitasi, fisik - mekanis, biologis atau hayati, kimiawi dan
kultur teknis. Pengendalian secara kultur teknis pada umumnya diterapkan di
daerah pertanian dengan membuat lingkungan yang tidak menguntungkan atau
tidak mendukung bagi kehidupan dan perkembangan populasi tikus seperti;
pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak tanam dan
penggunaan tanaman perangkap (trap crop). Dari berbagai macam cara
pengendalian tersebut di atas yang sering digunakan oleh masyarakat di lingkungan
rumah dan sekitamya adalah peracunan dan penggunaan perangkap, balk perangkap
mati (snap trap) maupun hidup (live trap)19•25·n.
Cara ini mungkin banyak kelemahannya, baik berkenaan dengan luas area,
perangkapnya sendiri maupun um pan yang digunakan. Meskipun demikian cara ini
dapat bermanfaat untuk mengurangi populasi tikus dalam waktu yang relatif lama
apabila perangkap tersebut dipasang secara berkesinambungan. Dengan
penggunaan perangkap dapat diperoleh tikus dalam keadaan hidup atau mati,
tergantung dari jenis perangkap yang digunakan. Penggunaan erangkap perlu;
pemantauan, penempatan dan pemberian umpan yang tepat. Umpan yang cocok
perlu disesuaikan dengan tempat pemasangan. Di daerah pemukiman pedesaan
seperti di daerah di pedesaan lereng gunung Merapi, Kabupaten Boyolali,
Pegunungan Dieng Wonosobo, pedesaan lereng Merbabu, Kecamatan Getasan Kab.
Semarang Jawa Tengah, dan pegunungan Bromo, Jawa Timur, umpan yang cocok
17
adalah kelapa bakar atau jagung muda , sedang di daerah pemukiman perkotaan dan
pelabuhan Semarang, Purwokerto, Cilacap (Jawa Tengah) dan Surabaya, Pasuruan,
Probolinggo (Jawa Timur ) dan daerah perkotaan lainnya penggunaan ikan asin,
selai kacang atau daging bakso merupakan umpan alternatif yang disukai oleh
tikus13• Sebaiknya dalam wilayah 1 0 m2 diberi satu ·perangkap, sebagai contoh
rumah tipe 45 membutuhkan minimal 3 - 4 perangkap tikus. Perangkap dipasang di
dapur, atap rumah, atau tempat-tempat lain yang sering dilewati tikus20•28.
Pengendalian tikus di dalam rumah dan di luar rumah pada umumnya
dilakukan dengan metoda yang berbeda, karena berhubungan dengan ketersediaan
pakan, luas area, predator, cuaca, dan pertimbangan ekonomi. Pengendalian tikus di
luar rumah saat ini diutamakan dengan pengendalian yang berwawasan l ingkungan
dan tanpa penggunaan rodentisida21 •26.
BzP2VRP saat ini sedang mengembangkan perangkap sesuai untuk
digunakan di l ingkungan luar rumah daerah perkotaan yaitu, tempat sampah
berperangkap tikus. Perangkap ini merupakan modifikasi dari perangkap hidup (live
trap) yang dilengkapi dengan keranjang sampah. Mekanisme kerja perangkap ini
adalah tikus masuk ke dalam perangkap karena tertarik dengan sisa-sisa makanan
yang ada di keranjang sampah. Pintu perangkap dirancang otornatis, yaitu tikus
dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, dan dilengkapi pintu lain untuk mengambil
tikus yang terperangkap. Model keranjang sampah berperangkap tikus dibuat dari
bahan yang higenis, menarik, kuat dan tahan terhadap cuaca.
18
2.2 KERANGKA TEORI
Kejadian luar biasa leptospirosis tergantung adanya interaksi 3 faktor yaitu agent,
host, dan environment. Faktor agent antara lain jumlah bakteri Leptospira patogenik di
inang reservoir, dan lingkungan yang berpotensi ditularkan ke manusia. Agent akan masuk
ke dalam tubuh manusia atau reservoir lainnya (tikus, hewan·temak, dan piaraan) melalui
Iuka, mukosa, konjungtiva atau kulit utuh, terutama saat inang tersebu t berada atau
bersentuhan dengan air/genangan airr. Faktor host antara lain : usia, status gizi, kebersihan
dan daya tahan tubuh. Sedangkan lingkungan meliputi : l ingkungan fisik, biologik,
kimia, dan sosial. Lingkungan berperan penting pada kejadian leptospirosis, terutama
lingkungan air, karena dapat menjadi sumber bakteri leptospirosis saat hisup bebas.
Dengan adanya bakteri Leptospira patogenik di inang reservoir, lingku ngan air dan
kegiatan manusia yang beresiko tertular leptospirosis, maka akan terjadi kejadian luar
biasa leptospirosis. Lingkungan fisik terdiri dari habitat/tempat tinggal, karakteristik
genangan air, curah hujan, dan topografi. Lingkungan biologik terdiri dari adanya
populasi tikus di dalam dan sekitar rumah, hewan ternak/piaraan sebagai hospes perantara.
Lingkungan kimia terdiri dari pH tanah dan pH air. Lingkungan sosia! terdiri dari riwayat
peran serta dalam kegiatan sosia! atau kebiasaan yang berisiko terhadap leptospirosis,
pekerjaan dan kebiasaan
Strategi perencanaan dan pelaksanaan pencegahan penularan leptospirosis, terdapat
tiga komponen penting yang perlu diperhatikan, yaitu mencegah penularan leptospirosis
pada manusia, mengendalikan inang reservoir leptospirosis dan mengendalikan faktor
resiko lingkungan (air dan tanah). Dalam mencegah penularan dan penyebarana
leptospirosis pada manusia, terdapat 3 cara digunakan, yaitu: kemoprofilaksis dengan
antiobiotik, imunisasi dengan vaksin dan. pengobatan penderita leptospirosis. Di antara
ketiga komponen tersebut pengendalian jenis tikus sebagai sumber patogen bukanlah ha!
1 9
yang mudah untuk memperoleh hasil sesuai dengan harapan. lni disebabkan komponcn
tersebut secara alami tersebar luas, dan mudah beradaptasi di berbagai lingkungan yang
dibuat oleh manusia. Walaupun demikian, pengendalian terhadap komponen tersebut
merupakan cara yang tetap dilakukan untuk mencegah penularan leptospirosis.
20
Inang/Reservoir penyakit • Manusia • Populasi tikus • Hewan temak_ (sapi,
karribiri.g, dll.) '·- � . H,ewan-piaraan (anjing,
·· · · kucing dll:) ·
Gambar I . Kerangka teori kejadian luar biasa leptospirosis
21
2.3 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teoritis di atas, untuk penelitian ini dibuat kerangka konsep
penelitian dibatasi faktor resiko utama terjadinya kejadian luar biasa leptospirosis.
Komponen kejadian luar biasa Leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah terjadi di
lingkungan daerah perkotaan, melibatkan masyarakat (manusia) sebagai inang kebetulan
(accidental host), Jingkungan berair (genangan air atau tanah basah) dan inang reservoir,
terutama tikus, tempat bakteri Leptospira patogenik hid up.
Setiap penduduk yang belum mengetahui cara pencegahan beresiko terpapar
leptospirosis (miskonsepsi masyarakat) digunakan dalam penelitian sebagai variabel
terikat (variabel dependent). Di dalam lingkungan hidup penduduk beresiko tertular
leptospirosis terdapat faktor-faktor berperan sebagai pemicu kejadian luar biasa
leptospirosis, yaitu penduduk dengan perilaku meliputi, pengetahuan, sikap dan tindakan
berpotensi sebagai faktor resiko penularan leptospirosis. Lingkungan air meliputi tempat
penampungan air di dalam rumah (bak mandi di!.) dan genangan air, kolam dll di luar
rumah, tanpa desinfektan, pH dan suhu air yang sesuai bagi kelangsungan hidup bebas
bakteri Leptospira patogenik. Inang reservoir leptospirosis, terutama jenis-jenis tikus,
tinggal bersama dengan penduduk, baik di dalam maupun di luar rumah berpotensi
sebagai inang penguat (amplifying host) bakteri Leptospira patogenik. Faktor perilaku
penduduk (pengetahuan, sikap dan tindakan), lingkungan air (pH, suhu, dan keberadaan
bakteri Leptospira patogenik), dan inang reservoir (kepadatan relatif (diukur dengan
keberhasilan penangkapan tikus)) dalam penelitian ini sebagai variabel bebas (variabel
dependent).
Variabel bebas pengetahuan penduduk diintervensi dengan penyuluhan, pembagian
leaflet, poster dan baliho berisi tentang pencegahan leptospirosis ·diintervensikan pada
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam rnelindungi diri
22
dari penularan Jeptospirosis. Lingkungan air, baik di dalam rumah (tempat penampungan
air) maupun di Juar diberi desinfektan. Untuk tempat penampungan air di dalam rumah
(bak mandi, gentong dll) dan genangan air yang kedalamnya kurang dari 50 cm atau
tanah becek diberi Sodium hipochlorit. Sedangkan kolam atau kubangan air lainnya
dengan kedalaman lebih dari 50 cm diberi chlorin diffuser ·untuk meneliminasi bakteri
Leptospira patogenik. Inang reservoir Leptospira patogenik (terutama tikus) di habitat
rumah dan luar rumah (pekarangan ) penduduk dikendalikan menggunakan keranjang
sampah berperangkap untuk menurunkan kepadatan relatif (keberhasilan penangkapan
tikus), baik tikus yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi bakteri Leptospira patogenik.
Intervensi dilakukan secara serempak pada waktu yang sama. Hasil penelitian diharapkan
terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam pencegahan Jeptospirosis,
dapat mengeliminasi bakteri Leptospira di tempat penampungan air di dalam rumah dan
genangan air di luar rumah dan menurunkan angka keberhasilan penangkapan tikus yang
berarti menurunkan populasi tikus bail< yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi bakteri
Leptospira patogenik di habitat rumah dan luar rumah (pekarangan) dan untuk melindungi
diri terhadap penularan lepto spirosis. Hasil tersebut diharapkan berdampak pada
masyarakat mandiri mencegah leptospirosis selanjutnya terjadi penurunan kasus
leptospirosis dan tidak terjadi kejadian luar biasa.
23
·Iii
H I I . ·1 1 1 I: 11
input
Reservoir utama: Tikus
Intervensi
Pengendalian tikus 1 . Perangkap kawat
dalam rumah
2. Tempat Sampah berperangkap di
luar rum.ah
Metode Penanggulangan
Garn bar 2. Kerangka Konsep
Penurunan Kasus Leptosphosis
24
2.4 HlPOTESIS
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka, hipotesis dalam penelitian ini adalah
1 . Ada perbedaan pengetahuan pencegahan leptospirosis sebelum dan sesudah
pemberian intervensi metode promosi kesehatan pada masyarakat di Kota Semarang.
2. Ada perbedaan angka keberhasilan penangkapan tikus • sesudah dan sebelum
pengendalian tikus.
3. Ada perbedaan jumlah tikus positif bakteri Leptospira patogenik sebelurn dan
sesudah pengendalian tikus.
4. Ada perbedaan jumlah genangan air positif bakteri Leptospira patogenik sebelum
dan sesudah pernberian desinfektan.
2.5 TEl\'.IPAT DAN WAKTU
Penelitian penanggulangan leptospirosis dilakukan di Kecarnatan Semarang Selatan.
Kegiatan dilakukan bulan Maret-Juli 2012.
2.6 JENIS DAN DESAIN PENELITIAN
2.6. l Intervensi
Jenis studi adalah penelitian terapan, yaitu mengimplementasikan metode
pencegahan leptospirosis di Kota Semarang. Desain penelitian yang digunakan adalah
rancangan kuasi eksperimen, non equivalen kontrol group.
K.eterangan :
0 1
03
x 02
04
O 1: pengukuran variabel sebelum perlakuan (pre test) pada kelompok intervensi X : intervensi 02: pengukuran variabel sesudah perlakuan (post test) pada kelompok intervensi. 03: pengukuran variabel sebelum perlakuan (pre test) pada kelompok pembanding. 04: pengukuran variabel sesudah perlakuan (post test) pada kelompok P.embanding.
25
2.7 V ARIABEL
1 . Variabel terikat (dependent variables) adalah pengetahuan masyarakat, keberhasilan
penangkapan tikus, dan tempat penampungan air/genangan air.
2. Variabel bebas (independent variable) adalah metode promosi kesehatan, metode
pengendalian tikus, dan metode pemberian desinfektan.
2.8 POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi sasaran
Populasi adalah masyarakat di kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang.
2. Subjek
Subjek tindakan kedaruratan adalah penduduk di wilayah kelurahan Bulu Stalan dan
Randusari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
3. Unit
Individu penduduk sarnpel (Kepala Keluarga) di wilayah kelurahan Bulu Stalan dan
Randusari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
2.9 CARA PEMILIHAN DAN ESTIMASI BESAR SAMPEL
2.9.1 Pemilihan sampel Intervensi
Daerah intervensi adalah kelurahan dengan jumlah kasus leptospirosis
paling tinggi pad a Tahun 20 1 1 -2012. Daerah intervensi untuk menerima
model promosi kesehatan dipilih berdasarkan R W dengan kasus tertinggi.
Sampel masyarakat untuk intervensi promosi kesehatan dipilih secara
purposif, dengan kriteria inklusi l )tinggal di wilayah penelitian, 2)bersedia
ikut serta di dalam proses penelitian.
26
- - =::!.:.!L!.:!L
2.10 CARA PENGUMPULAN DATA
2.10.1 Kasus leptospirosis
Pengumpulan data kasus leptospirosis dengan cara menelusuri prevalensi
leptospirosis di Dinas Kesehatan Kota Semarang dan puskesmas pada Tahun
2009-2012.
2.10.2 Evaluasi tingkat pengetahuan dao penerimaao masyarakat terhadap metode promosi kesebatan
Metode promosi kesehatan yang diberikan adalah penyuluhan, pemberian
leaflet, pemasangan poster dan baliho. Evaluasi dilakukan untuk
membandingkan tingkat pengetahuan masyarakat di dalam pencegahan
leptospirosis sebelum dan sesudah menerima mendapat metode promosi
kesehatan. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terstruktur.
Wawancara dilakukan oleh enumerator dari tim peneliti.
2.10.3 Pengukuran penerimaan tcrhadap metode promosi kesebatan
Evaluasi dilakukan untuk mengukur penerimaan masyarakat terhadap
model promosi kesehatan yang dilakukan. Pengambilan data dilakukan dengan
wawancara terstruktur menggunakan kuesioner.
2.10.4 Cara pengumpulan data lingkungan abiotik
Data abiotik merupakan data sekunder meliputi data pengukuran curah
hujan, suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dari Dinas Pertanian/Bapeda
Kota Semarang.
2.10.5 Cara pengukuran kandungan kblorin di tempat penampungan air dao badan air
Pengukuran sisa khlor sebelum dan sesudah pemberian desinfektan
dilakukan dengan chemical kit.
27
=
2.10.6 Cara pengumpulao data pemberian desinfektan.
Pengumpulan data desinfeksi dengan pemberian desinfektan pada semua
penampungan air dalam rumah kasus leptospirosis dan badan air di lingkungan
rumah seperti kolam dan genangan air sungai.
2.10.7 Cara pengumpulan data sebaran pada bakteri Lepiospira sp pada inang reservoir/tikus, dan lingkungan air.
Sebaran bakteri Leptospira spp ditetapkan dengan penentuan titik
koordinat tempat tinggal penderita leptospirosis, habitat tempat penangkapan
tikus, dan penelusuran peta tata guna lahan/ekosistem dan topografi.
2.10.8 Cara pengumpulan data pengendalian tikus.
Pengendalian reservoir leptospirosis, terutama tikus dikendalikan dengan
live trap di habitat dalam rumah dan keranjang sampah berperangkap tikus
untuk luar rumah (pekarangan). Indikator pengendalian tikus dengan
menggunakan keberhasilan penangkapan (trap success).
2.11 INSTRUMEN DAN CARA KERJA
2.11.1 Bahan dan alat
1 . Bahan dan alat pengumpulan data kasus leptospirosis
a. Alat tulis
b. checklist
2. Bahan dan alat pengumpulan data PSP
a. Kuesioner
b. Alat tulis
3. Bahan dan alat penyuluhan.
I set
25 lembar
200 set
1 set
a. Slide berisi penularan dan pencegahan leptospirosis I unit
b. Alat peraga Uenis dan pengendalian tikus) 1 set
c. Poster, leaflet dan baliho 1 paket
28
4.
5.
6.
Bahan dan alat pengumpulan data kasus leptospirosis
a. Alat tulis l set
b. Formulir data 25 lembar
Bahan dan alat pengumpulan data lingkungan abiotik
a. Kuesioner 100 set
b. Alat tulis I set
c. Pedoman wawancara mendalam untuk toma 1 set
d. Alat perekam data I unit
e. GPS 1 unit
f. Kam era I unit
g. Formulir 10 lembar
Bahan dan alat pengumpulan data ke_padatan populasi tikus
a. Perangkap kawat
b. Kantong kain putih
c. Alat bedah
d. Kawat halus
e. Ka pas
f. Timbangan
g. Penggaris, l 5cm & 60cm
h. Formulir data
i. Kloroform
j. Papan tripleks, 20x60cm
k. Paku payung I paku kecil
I. Kertas label & benang
m. Kantong plastik kecil (7 Yz x 1 5 cm)
.
50 prk
50 ptg
2 set
l gulung
2 gulung
1 unit
1 unit
50 lembar
I liter
25 lembar
1 ons
200 set
100 lembar
29
n. Tali rafia
o. Baterai lengkap
p. Umpan (khusus untuk kelapa)
1 gulung
6 buah
1 0 buah
7. Bahan dan alat pengumpulan data sebaran bakteri Leptospira spp. pada
tikus, lingkungan air dan tanah.
a. GPS 1 set
b. Formulir JO lembar
8. Bahan dan alat pengumpulan data bakteri Leptospira pada tikus
a. Alat suntik (3cc, Sec, I Occ) @ 100 unit
b. Jarum suntik (21 G, 22 G, 23 G) @ 100 unit
c. Leptotek Ori Dot 100 unit
9. Bahan dan alat pengumpulan data bakteri Leptospira pada badan air dan
tanah
a. Pipet
b. Botol kecil, 5 cc (I dram )
c. Label tempel
d. Formulir data
e. Kantong plastik, 20x40cm
f. Bunsen
g. Ice box
100 pipet
100 botol
lOO lembar
25 lembar
25 lembar
1 unit
1 unit
l 0. Bahan dan alat proses desinfeksi lingkungan air dan tanah.
a. Botol plastik 2 cc I 00 unit
b. Sodium hipoklorit I % (I : 4000) 100 ml
.
1 1 . Bahan dan alat mengukur kandungan klor dengan Free C!orine test Kit
a. Tabung komparator warna, bentuk kubus I set
30
b. Reagen 1 20 ml
c. Reagen 2 1 5 m l
d. Reagen 3 10 ml
e. Air sampel 5 ml
2.11.2 Cara kerja
2.11.2.l Persia pan
Koordinasi dengan dinas kesehatan dan permohonan l.J!Il dan
penelusuran kasus leptospirosis di Dinas Keseha tan Kota Semarang.
2.11.2.2 Cara kerja pengumpulan data kasus leptospirosis
Pengumpulan data kasus leptospirosis secara retrospektif, yaitu
menelusuri data kasus leptospirosis yang tercatat pada buku induk rekam
. medis tahun 2009-20 1 1 dari Dinas Kesehatan Ko ta Semarang, .
2.11.2.3 Cara intervensi penyuluhan pendudok dan penyebaran poster, leaflet dan balibo.
1 ). Penyuluhan dilakukan sebanyak I kali.
2). Sebelum penyuluhan, peserta akan diberikan pre test selama 10 menit.
3). Penyuluhan tentang pencegahan leptospirosis menggunakan metode
ceramah -tanya jaw ab pad a masyarakat.
4). Ceramah akan dilakukan selama 1 5 menit dengan menggunakan LCD,
dilanjutkan dengan sesi diskusi selama 20 menit.
5). Dalam penyuluhan disajikan pula alat peraga berupa poster penularan
Jeptospirosis, jenis tikus dan alat-alat pengendaliannya dan setiap peserta
penyu luhan juga diberi leaflet yang berisi informasi tentang leptospirosis
dan pencegahannya.
6). Setelah penyuluhan akan dilakukan post test dengan alokasi waktu yang
sama (10 menit).
31
7). Pendidikan kesehatan juga diberikan rnelalui pernasangan baliho pada
ternpat-tempat yang mudah dibaca oleh masyarakat.
2.11.2.4 Evaluasi intervensi model promosi kesebatan
1 ). Evaluasi intervensi dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
dengan menggunakan kuesioner tertutup.
2). Cara kerja yang dilakukan mirip dengan survei PSP sebelum intervensi
dilakukan.
2.11.2.5 Evaluasi penerimaan intervensi masyarakat
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang berisi tentang
penerimaan masyarakat terhadap metode intervensi yang diberikan meliputi
metode pengendalian tikus, pemberian desinfektan, promosi perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) serta upaya pelaporan-pengobatan leptospirosis oleh
masyarakat. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terstruktur.
2.11.2.6 Cara kerja pemetaan sebar.m kasus leptospirosis, tikus dan media air/tanab menganduog bakteri leptospira
1 ). Penentuan titik koordinat obyek meliputi titik rumah kasus leptospirosis,
titik pengambilan sampel tikus, titik pengambilan sampel air dan tanah
menggunakan metode Stop And Go yaitu titik-titik yang akan ditentukan
posisinnya tidak bergerak.
2). Pencatatan titik koordinat menggunakan receiver GPS.
3). Titik koordinat yang terekam di dalam GPS diolah di dalam program
software Sistem lnformasi Geografis untuk menentukansebarannya.
2.11.2.7 Cara kerja pengumpulao data lingkungan abiotik dan biotik
2.11.2.7.1 Cara kerja pengumpulan data abiotik; curab !J.ujan, suhu dan kelembaban
32
Penelusuran dan pencatatan data curah hujan, suhu dan
kelembaban tahun 201 1 - 2012 (sampai bulan Januari) di Badan
Meterologi, Klimatologi dan Geofisika, Kota Semarang, Jawa
tengah.
2.11.2.7.2 Cara kerja pengumpulan data kepadatan populasi tikus
a. Penangkapan tikus dilakukan di dusun dengan kasus
leptospirosis tertinggi di Kecamatan Candisari, Kota
Semarang, Jawa Tengah.
b. Perangkap tikus dipasang pada rumah penduduk dan kasus
leptospirosis dalam wilayah dusun.
c. Jumlah perangkap yang digunakan untuk menangkap tikus
sebanyak 200 perangkap._ 150 perangkap di pasang di dalam
rumah dan 50 perangkap dipasang di luar rumah (kebun).
d. Penangkapan tikus dilakukan 3 hari berturut-turut selama
penelitian.
e. Penangkapan tikus dilakukan dengan memasang perangkap
pada sore hari mulai pukul 1 6.00 WlB kemudian
perangkapnya diambil esok harinya antara puku! 06.00 - 09.00
WIB.
f. Untuk penangkapan di dalam rumah, digunakan 2 perangkap.
Peletakan perangkap di dapur atau di kamar. Perangkap
diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus,
rnisalnya dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran.
33
- -:-�Ii�-=--::::: :
g. Untuk memikat masuknya tikus ke dalam perangkap. dipasang
umpan kelapa bakar yang diganti 2 hari sekali. Tikus yang
terperangkap segera dimasukkan ke dalam kantong kain.
h. Untuk penangkapan tikus di luar rumah/kebun (50 perangkap ),
tiap area luasnya lebih kurang 10 m2 • dipasang 1 perangkap.
Peletakan perangkap dilakukan secara transek
2.11.2.8 Cara kerja identifikasi tikus
Tikus yang telah diambil darahnya diidentifikasi dengan kunci
identifikasi dengan mengukur berat badan, menghitung jumlah mammae,
mengukur panjang total, panjang ekor, panjang telapak kaki belakang dan
panjang telinga. Dilihat pula warna dan jenis bulu serta warna dan panjang
ekor.
2.11.2.9 Cara kerja pemberiao desinfeksi penampungan air dan badan .air alami
2.11.2.9.1 Cara kerja pengukuran Klorin di penampungan air dan badan air (kolam dan genangan air penduduk)
a). Pengukuran dilakukan segera sebelum dan setelah sodium
hipoklorit ditambahkan dalam air, untuk menilai efektifitas
klorin
b ). Di lakukan pemeriksaan residu klorin.
Pemeriksaan dilakukan dengan Total Chlorine Test Kit*
secara kolorimetri dengan cara sebagai berikut :
1. Tabung komparator warna yang tersedia di dalam kit
diambil dan dibuka tutupnya.
2. Menambahkan lima (5) tetes rea_gen I (Sodium
hydroxide) , dua (2) tetes reagen 3 (Aqueous solutions)
34
dan tiga (3) tetes reagen 2 (Sulphuric acid) ke dalam
tabung komparator warna.
3 . lsi tabung komparator warna dengan air sampel yang
akan diukur kadar Klornya hingga batas 5 ml.
4. Tutup kembali tabung komparator wama dan campurkan
air dan reagen dengan cara memutar bolak- balik
beberapa kali.
5. Hitung total klor dalam air sampel dengan cara
membandingkan warna air yang telah dicampur dengan
standart warna pada bagian samping tabung komparator
dan catat kadar Klornya dalam mg/L (ppm).
2.11.2.9.2 Cara kerja pemberian d·esinfektan di penampuogan air setiap kasus leptospirosis
a. Setelah wawancara dan observasi lingkungan rumah
dilakukan pemberian sodium hipoklorit di penampungan air
kasus leptospirosis, seperti di ember, gentong, bak mandi
dan penampungan air lainnya.
b. Setiap penampungan air kasus leptospirosis (ember, bak dll.)
diberi sodium hipoklorit I % dengan dosis I ml untuk 4 liter
air, atau 1 sendok makan untuk 20 liter air.
2.11.2.9.3 Cara kerja pemberian desinfektan di badao air (kolam dan geoaogao air) di lingkungan kasus leptospirosis
a). Cara kerja perakitan chlorine diffuser 1 . Pipa PVC berukuran besar panjang 50 cm, diameter 2
inchi dan berukuran kecil, panjang 3 5 cm, diameter 1
inchi, dilubangi dengan paku reng di bagian ruasnya.
35
-:-:::-- -- -:-:!! "'::Fc:-T:-··· -.... -
Pembuatan lubang berjarak 1 0 cm dari ujung ptpa.
Lubang sebanyak 5 Jubang secara mel ingkar dan
berderet-deret merata dari bagian atas sampai bawah
ruas pipa (Gambar 3). 2. Untuk pipa besar, salah satu ujung pipa dan pada ke dua
sisinya, jarak 5 cm dari bibir pipa, dilubangi untuk tali.
3. Tali plastik sepanjang 30 cm dimasukkan ke lubang ke
dua sisi ujung pipa PVC besar yang telah dibuat. Tali
tersebut diikatkan secara simpul mati, sehingga tidak
mudah lepas.
4. Untuk pipa kecil, diisi campuran 1 gelas pasir dan I
gelas kaporit da_n tutup dengan penutup pipa kecil
(dop).
5. Pangkal pipa besar ditutup dop dan diisi pasir sebanyak
1 gelas, kemudian pipa kecil dimasukkan ke dalam pipa
besar. Pipa besar diisi kembali dengan pasir sampai
penuh, sambil diketok-ketok agar terjadi pemampatan.
6. Ujung pipa besar ditutup rapat dengan dop dan alat
chlorine diffaser siap digunakan (Garn bar 4).
- :36 an Pipa l<ecil (� • •
• • • •
Pipa besar 50cm • • • • • •
• • • • • • •
• • •
• • • • • !
• • • •
•
: ) :& Diameter: 1 lidE
, @ lubang
: ' {} rm.eter = 2 indli • •
�
Gambar 3. Alat Chlorine d(ffuser yang telah dilubangi
-tt�:--
b). Cara kerja penempatao chlorine diffuser di badan air
ala mi
I . Chlorine diffuser ditenggelamkan ke Tali
dalam badan air. Untuk badan air pengika
dalam (kedalaman lebih dari 100 i\ � I· .... � I cm), chlorine diffuser
.. - - - - -
ditenggelamkan secara tegak lurus - - . .. �
- -- - - -
(vertikal) dan talinya diikatkan pada - - - - -- - - - -
pasak yang telah disiapkan, ..._ � -
sedangkan untuk badan air yang Gambar 4. Chlorine diflusser yang siap
dangkal (kurang dari 50 cm), digunakan chlorine diffuser . diletakan secara horisontal hingga
seluruh alat tenggelam dalam air dan talinya diikatkan
padapasak yang telah disiapkan.
2. Untuk badan air yang luasnya kurang dari 50 m2 diberi
1 buah chlorine diffuser, setiap kelipatan 50 m2 luas
badan air ditambah I alat chlorine diffuser.
3. Chlorine diffuser efektif membunuh bakteri dalam
badan air selama 3 bulan.
2.11.2.10 Cara kerja deteksi bakteri Leptospira di lingkungan air.
2.il.2.10.1 Cara pengambilan air di badan air
a. Botol sampel
1 . Bersihkan botol sampel
2 . Tutup botol bagian bawah dengan menggunakan kertas
sampai dengan leher botol. Dengan kertas yang terpisah
tutup mulut botol yg telah disumbat dengan kapas.
3. Bo tol kemudian disteril dengan menggunakan autoklaf
pada suhu 1 2 1 °c tekanan 1 Atm. selama 15menit. Botol
sampel harus disesuaikan dengan sumber air yang akan
diambil sampelnya, yaitu:
1 . Sumur gali, reservoir dan sejenisnya Menggunakan botol yang ada tali dan pemberat.
2. Sumur pompa, kran/perpipaan Botol sampel tanpa tali dan pemberat.
3. Sungai, danau/waduk
Langsung menggunakan botol sampel tanpa tali dan
pemberat atau bila perlu juga menggunakan botol
sampel bertali dan pemberat.
b. Teknik pengambilan sampel air
I . Siapkan botol sampel yang telah disterilisasi.
2. Tangan pengambil didesinfeksi dahulu dengan menggunakan alkohol 70%.
3. Boto! sampel yang telah steril dibuka pembungkus atasnya,
pegang botol pada bagian bawah yang masih ada
pembungkusnya (tangan tidak langsung menyentuh botol).
Botol tidak boleh jauh dari api bunsen.
.
4. Masukkan sampel air kedalam botol sampai berisi kurang
lebih lOOml.
38
5. Aseptiskan mulut botol dengan api bunsen sebelum botol
dibungkus kembali.
6. Pada badan air pilih bagian badan air dengan aliran air yang
masih mengalir. Usahakan jangan terlalu ditepi, jangan
terlalu pada permukaan air dan jangan pada dasar sungai.
Mulut botol sampel steril diletakan horizontal searah
dengan arah aliran air.
7. Sampel air yang telah didapat harus segera dibawa dalam
keadaan dingin (masukkan dalam termos es dan isi dengan
pecahan es batu) ke laboratorium untuk segera dianalisis.
Apabila sampel air tidak segera dianalisis, maka sampel
boleh disimpan dalam tempat dingin seperti refrigerator
tetapi sebaiknya tidak Jebih dari 24jam .
c. Label sampel
Untuk menghindari kesalahan dalam analisis, maka botol
sampel perlu diberi label yang berisi :
1 . Nama dan alamat pengirim sampel
2. W aktu dan tanggal pengambilan sarnpel
3. Jenis sumber air dan tempat pengambilan sampel
4. Jenis pengolahan air yang dilakukan Gika ada)
5. Tanda tangan pengambil sarnpel
2.11.2.10.2 Preparasi sampel air
I . Sampel air disaring dengan kertas saring Whatman berdiameter
pori 3 µm.
39
2 . . Kertas sarmg dibentuk seperti corong supaya bakteri yang
tersaring terkumpul di bagian tengahnya.
3. Setelah kering, bagian tengah kertas saring digunting kecil-kecil
± 10-20 mg lalu dimasukkan dalam tube 1,5 mL.
2.11.2.10.3 Cara kerja pengendalian tikus
a. Cara kerja pengendalian tikus dengan perangkap kawat di habitat rumah
I . Pengendalian tikus dilakukan di dusun dengan kasus
leptospirosis tertinggi di Kecamatan Candisari, Kota
Semarang.
2. Perangkap tikus dipasang pada rumah penduduk dalam
wilayah dusun.
3. Jumlah perangkap yang digunakan untuk mengendalian
tikus di habitat rumah I 00 perangkap. Untuk pengendalian
tikus di dalam rumah, digunakan 2 perangkap. Peletakan
perangkap di dapur atau di kamar. Perangkap diletakkan di
tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus, misalnya
dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran.
4. Umpan digunakan kelapa bakar diganti 2 hari sekali. Tikus
yang terperangkap segera dimasukkan ke dalam �mber
berisi air, selama 1 5 menit (sampai mati). Tikus mati di
kubur dalam tanah (kedalaman 20 cm).
5. Pengendalian tikus dengan memasang perangkap pada sore
hari mulai pukul 16.00 WIB kemudian perangkap dilihat
esok harinya antara pukul 06.00 WIB oleh peneliti ·
40
Pengendalian tikus di habitat rumah dilakukan 3 hari
berturut-turut selama penelitian.
b. Cara kerja pengendaliao tikus dengan keranjang sampah berperaogkap tikus
1 . Pengendalian tikus di habitat rumah
Pengendalian tikus dihabitat rumah menggunakan live trap
oleh masyarakat. Perangkap tikus dipasang pada rumah
sampel penduduk dalam wilayah dusun. Jumlah perangkap
yang digunakan untuk mengendalikan tikus di habitat
rumah sebanyak 1 50 perangkap. Penangkapan tikus
dilakukan oleh penduduk selama 1 4 hari berturut-turut.
Penangkapan di dalam rumah, digunakan 2 perangkap.
Peletakan perangkap d i dapur atau di kamar. Perangkap
diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi
tikus, misalnya dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran.
Untuk memikat masuknya tikus ke dalam perangkap,
dipasang umpan kelapa bakar yang diganti 2 hari sekali.
Tikus yang terperangkap dibunuh dan dikubur oleh
masyarakat. Cara membunuh tikus yaitu memasukkan
perangkap dan tikus dalam air selama 1 5-30 r:ienit.
Kemudian tikus mati dikubur. Cara lain membunuh tikus
adalah tikus dalam perangkap dipindah dalam kantong kain
atau plastik. Kemudian tikus dalam kantong dipukul
kepalanya satu kali sampai mati dengan pe)llukul.
41
2. Pengendalian tikus di habitat )oar rumah
Keranjang sampah berperangkap tikus (Gambar 5) dipasang
di Juar mmah/pekarangan sebanyak 50 perangkap oleh
masyarakat. Tiap area luas 1 0 m2 dipasang 1 perangkap (50
perangkap). Peletakan perangkap di atas tanah dilakukan
secara transek. Perangkap dipasang sepanjang hari. Setiap
pagi antara pukul 06.00 - 09.00 WIB perangkap dilihat.
Perangkap dipasang selama penelitian dilakukan. Tikus
yang tertangkap dibunuh dan dikubur dalam tanah.
42
50 cm 40 cm · · -··· ··-·- · -1 ··-- -··--·· -··--·-- ·--· -·-·-··-·-- - . � ·· -
DESIGN KERANGKA PERANGKAP
' Ba�n �rttnglill'I � di;,nit11e1 6 rnm Ks114'at \ff0.6 U.�IXarl 1 )I lcm
T.AMPAK AYA.S
Plf1lut:.fQ>lll'l,,r,.IJt 11r(Jlt"""""''"'l>'N".,.....
............._ Keranjang sampah diambil - dengan cara diangkat ke atas
25 cm
J11•JJP<11 1 ..,.,.._, :J, ,;oXi.:i'.1 -•1-'QV<;.>nJ•.>11> ,...,,,1.,.. ,11.;"1'"�P""K"<>n l n,ot:o '��IY>'I d>n p<d fllvnr.,�•n r...1:u � !'.on
!{c<';lnl'"'i''-r>...-.p.oh:•rl'l(;-l'lh�1.<llV> 11�A ;i�. n!.i:tr• i'\'Ol,.>'T'Ol.lrm....,./1JNl'll"1IY.fl'-f� ,�1)
Garn bar 5. Keranjang sampah berperangkap.
43
== :1: :_; -
2.12 DEFINISI OPERASIONAL
1. Kasus leptospirosis
Kasus leptospirosis adalah penduduk positif mengandung bakteri leptospira, setelah
dilakukan pemeriksaan serologi dan atau leptotek di Rumah Sakit. Data kasus
leptospirosis diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, Jawa Tengah. Skala :
rasio. Satuan : penderita
2. Keadaan lingkungan rumah,
Keadaan tempat tinggal kasus leptospirosis yang berhubungan dengan ;
a. Dinding rumah, yaitu penyekat rumah yang terbuat dari tembok, papan, dan
bambu. Skala : nominal. Satuan: tembok, papan, bambu
b. Ventilasi, yaitu tempat udara dapat keluar masuk ruangan, berbebtuk pintu,
jendela, dan Ju bang angin. Skala ordinal. Satuan ; pintu, jendela, lubang angin
c. Lantai, yaitu bagian bawah ruangan yang terbuat dari ubin, semen dan tanah.
Skala nominal. Satuan: ubin, semen, tanah.
d. Kebersihan rumah, yaitu bebas dari sampah, teratur dan rapi. Skala: nominal.
Satuan : ya dan tidak
3. Jumlah penduduk yaitu, banyaknya warga yang menempati daerah penelitian. Skala:
rasio. Satuan : jiwa .
4. Jenis kelamin, yaitu sifat jasmani yang membedakan subyek penelitian sebagai laki-
laki dan perempuan. Skala : nominal. Satuan : jiwa.
5. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan fonnal tertinggi yang pemah
ditempuh oleh kasus leptospirosis. Tingkat pendidikan ditentukan dari hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner dan skala ordinal.
• Pendidikan dasar, yaitu pendidikan terakhir yang ditempuh oleh subjek penelitian
setingkat sekolah dasar (tamat/tidak tamat/tidak pemah sekolah) hingga SLTP.
• Pendidikan menengah, yaitu pendidikan terakhir yang ditempuh oleh subjek
penelitian setingkat sekolah lanjutan tingkat atas
• Pendidikan tinggi, yaitu pendidikan terakhir yang ditempuh oleh subjek penelitian
di atas SLTA .
6. Pekerjaan yaitu, kegiatan yang dilakukan oleh kasus leptospirosis untuk mencari
natkah. Skala : nominal.
44
. == �1;·.:.. ---·
7. Aktivitas berisiko, yaitu kebiasaan sehari-hari responden yang memungkinkan
terjadi kontak dengan bakteri Leptospira patogenik me!iputi :
a. Aktivitas di sawah
b. Aktivitas merawat ternak
c. Aktivitas dengan sampah
d. Aktivitas di kebun
e. Kebiasaan minum air mentah
f. Kebiasaan memakai alas kaki
Skala : nominal. Satuan : ya dan tidak.
8. pH air yaitu, ukuran kuantitatif ikatan hydrogen dalam air yang diukur dengan
pHmeter. Skala : rasio. Satuan :-
9. Badan air alami yaitu, bentuk penampungan air alami yang tersedia di alam seperti
sungai, saluran air, kubangan dan lain-lain. Skala : nominal. Satuan :-
10. Populasi tikus yaitu, banyaknya tikus yang ada di lingkungan penduduk daerah
penelitian. Skala : rasio. Satuan : ekor.
1 1 . Insidensi leptospirosis pada tikus yaitu, jumlah tikus di daerah penelitian yang
positif bakteri leptospira yang diperiksa secara serologi di laboratorium dibagi
dengan jumlah tikus keseluruhan yang diperiksa pada waktu tertentu. Skala rasio.
Satuan: ekor.
2.13 ANALISIS DA TA
Analisis data meliputi analisis situasi leptospirosis menggunakan statistik deskriptif.
Hasil pre-post test tingkat pengetahuan pad.a penyuluhan, jumlah tempat penampungan
air dan badan air sebelum dan sesudah diberi desinfektan, dan keberhasilan penangkapan
tikus sebelum dan sesudah pengendalian tikus di habitat rumah dan sawah dianalisis
menggunakan paired t test. Keberhasilan penangkapan (trap success) dihitung
berdasarkan jumlah tikus tertangkap dibagi dengan jumlah perangkap dan hari
pemasangan dikalikan 100%.
45
BAB ID
HAS IL
3.1. Karakteristik Kota Semarang
Kota Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. �ecara geografis, terletak
diantara 109° 35' - 1 1 0° 50' Bujur Timur dan 6° 50'-7° 10' Lintang Selatan. Luas wilayah
373,70 K.m2 dan secara administratif terbagi menjadi 16 Kecamatan, terdiri dari 1 17
Kelurahan. Kota Semarang memlliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut
(Gambar4):
- Sebelah Utara
- Sebelah Selatan
- Sebelah Timur
- Sebelah Barat
: Laut Jawa
: Kabupaten Semarang
: Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan
: Kabupaten Kendal
Topografi Kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan.
Kawasan bagian Utara berbatasan dengan Laut Jawa merupakan daerah pantai, kemiringan
antara 0% sampai 2%. Bagian Tengah merupakan daerah dataran rendah, kemiringan antara
2-15%. Ketinggian tempat bervariasi antara 0-3,5 m dpl. Dataran rendah sangat sempit, yaitu
sekitar 4 kilometer dari garis pantai dan kawasan bagian tengah dikenal dengan sebutan Kota
Bawah. Kawasan tersebut sering dilanda banjir, disebabkan luapan air laut (rob). Daerah
perbukitan merupakan kawasan bagian Selatan, kemiringan antara 1 5-40% dan beberapa
kawasan dengan kemiringan diatas 40% (>40%), sedangkan ketinggian antara 90-200 m dpl
(DPL), dikenal dengan sebutan Kota Atas, di antaranya meliputi Kecamatan Candisar�
Mijen, Gunungpati, Tembalang dan Banyumanik.
Seperti wilayah di Indonesia lainnya, Kota Semarang beriklim tropis dengan 2 musim,
yaitu musim kemarau pada bulan April-September dan musim penghujan antara bulan
Oktober-Maret. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.790 mm, suhu udara berkisar antara
23°C sampai dengan 34° C, dengan kelembaban udara tahunan rata-rata 77%.
Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang berada pada
kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong besar seperti yaitu
Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali
Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron.
46
.... .,,,..
l"U'IJ'$:·
l-nnl
I .. '"""
I L, ....
I
10,INll"' 1'0"18'311't IG"211'21rl!! 1'G"U'10"! tll"HU"'f: , .. ......,.,. t1D'2t-.re 1G'2nrf! I WWW H'115'"V8
Kab. Deltl&k
1' -� I ""'
r ¢.��----..._, Kob. Kendal,_,.; �,_._ :;:'
) ? '-"•
Ngol!yen ' } G.
'----"' "j .. �·- '"""' , .
0 r----- ·�.__// � � r
I" l--... � ,,.--' -·-->
,...( (
\' \ -�.. � � ) l >
\ r ( � . '""? "'� I -�·
r" '
, �M 0
� "., \
.!, � _0; \ t � 'L0 CY"'
0 1.5 3 - -
1'0"\"UI"'!
I
( / , \ _j\ j I \ ., '" "�-------- ,,__,__ '�
� __, �/ '
I \
Kab. Sem...-g \ 9 ' 12 6 � Km
U!l"1nn'! tts"'ll1Zl"I!! 111'2210'! 1 G'2Ul"l 1m'2hn"t: UD'21""1! tll'Hw f
tra
"""'
7VOI
.........
........
'W'$
L .. -
Gambar 6. Peta Kota Semarang, Jawa Tengah
PETA 1-0TA�MA.R#llG
u
! Proyeksi : Geoarafi Datum : WG S 1984
Legenda:
LJ Ken Semorong
lnza1
--ru,. ,_ I ' ' t ) . ....,, . / . . -.l"'i· / I J.-1;-'f !N h I, 0 ' Kota s emaraig
Surnber: -PotaPdml-KotaSemerarg
,1l� ��"s"":::i,.., '�.¢ �2U01• lndo,..la
J.7
Kota Semarang merupakan daerah hilir, daerah limpasan debit air dari sunga1 yang
melintas. Karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedrum ketinggian yang sangat curam,
sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir dan
mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.
Pola tata guna lahan terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, sawah, tambak,
hutan, perusahaan, jasa, industri dan penggunaan lainnya dengan sebaran perumahan sebesar
33,70%, tegalan sebesar 1 5,77%, kebun campuran sebesar 1 3,47%, sawah sebesar 1 2,96%.
Penggunaan lainnya yang meliputi jalan, sungai dan tanah kosong sebesar 8,25%, Tambak
sebesar 6,96%, Hutan sebesar 3,69%, Perusahaan 2,42%, Jasa sebesar 1 ,52% dan Industri
sebesar 1 ,26%.
3.2. Intervensi Pada Masyarakat dalam Penanggulangan Leptospirosis
3.2.1. Karakteristik Responden
Daerah intervensi di Kecamatan Semarang Selatan meliputi Kelurahan Bulu
Stalan dan Randusari, sedangkan daerah kontrol sama dengan di Kecamatan
Tembalang yaitu adalah Kelurahan Sendangguwo. Responden untuk daerah intervensi
sebanyak 127 orang, sedangkan di daerah kontrol sejumlah 48 orang. Pada Tabel 5
dapaf diketahui karakteristik responden berdasarkan kelompok perlakuan, persentase
responden perempuan dan kelompok umur 1 5-49 tahun merupakan kelompok
terbanyak, baik di daerah intervensi maupun daerah kontrol. Berdasarkan tingkat
pendidikan, di daerah intervensi terdapat proporsi yang hampir sama antara tingkat
pendidikan dasar dan menengah, sedangkan di daerah kontrol sebagian besar
responden memiliki latar belakang tingkat pendidikan dasar. Ibu rumah tangga
merupakan pekerjaan responden terbanyak di kedua kelompok, diikuti dengan
pedagang/wiraswasta dan karyawan swasta.
48
Tabel 5 . Karakteristik responden di Kecamatan Semarang Selatan berdasarkan
kelom2ok �erlakuan intervensi kontrol
n % n % Umur 15-49 tahun 78 61,4 3 3 68,8
50-80 tahun 49 38,6 1 5 3 1 ,3
Jenis kelamin Laki�laki 32 25,2 8 16,7
Perempuan 95 74, 8 40 83,3 Pendidikan Dasar 5 1 40,2 3 8 79,2
Menengah 57 44,9 1 0 20,8
Lan jut 1 9 15,0 0 0
Pekerjaan Tbu rurnah tangga 60 47,2 2 1 43,8
Buruh 1 8 14,2 7 14,6
Pedagang/wiraswasta 16 12,6 1 3 27,I
PNS 9 7,1 0 0
Karyawan swasta 20 15,7 4 8,3
Pelajar ,8 l 2,1
Tidak bekerja 3 2,4 2 4,2
Tabel 6. Karakteristik resQOnden berdasarkan kelurahan
Bulu Stalan Randusari Sendangguwo n=65 n=62 n=48
n % n % n % Umur 15-49 tahun 37 56,9 4 1 66,1 33 68,8
50-80 tahun 28 43,1 21 33,9 1 5 3 1 ,3 Jenis kelamin Laki-laki 1 1 16,9 21 33,9 8 16,7
Perempuan 54 83,1 41 66,1 40 83,3 Pendidikan Dasar 19 29,2 32 5 1 ,6 38 79,2
Menengah 30 46,2 27 43,5 10 20,8 Lanjut 16 24,6 3 4,8 0 0
Tabel 7. Karakteristik resronden berdasarkan 12ekedaan
Bulu Stalan Randusari Sendangguwo n=65 n=62 n=48
n % n % n %
Pekerjaan Ibu rumah tangga 32 49,2 28 45,2 2 1 43,8 Buruh 8 12,3 10 16,1 7 14,6
Pedagang/wiraswasta 6 9,2 10 16,1 1 3 27,l PNS 8 1 2,3 1 1,6 0 0
Karyawan swasta 1 0 15,4 10 16, 1 . 4 8,3
Pelajar 0 0 I 1,6 1 2,1
Tidak bekerja 1 1,5 2 3,2 2 4,2
Lainn�a 0 0 0 0 33 68,8
49
- -- - - - ---�-----·····-- ------------ ----------- - -- -----,,_------=:=�------ - -------------------------- -
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa untuk persentase karakteristik: umur dan jenis
kelamin juga hampir sama di 3 kelurahan. Di Kelurahan Bulustalan dan Randusari
pendidikan terbanyak adalah tingkat menengah, sedangkan di Kelurahan
Sendangguwo adalah tingkat pendidikan dasar.
3.2.2. Promosi kesehatan tentang leptospirosis
Intervensi untuk pengetahuan pencegahan leptospirosis pada masyarakat
dilakukan dengan penyuluhan menggunakan metode ceramah dan simulasi,
pemberian leaflet/brosur, pemasangan poster dan baliho. Materi promosi kesehatan
berisi tentang etiologi leptospirosis, cara pengendalian tikus rumah, desinfeksi
bakteri Leptospira patogen dan tindakan pencegahan leptospirosis melalui perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS). Poster dipasang di papan pengumuman RW dan di
balai kelurahan, sedangkan baliho dipasang di dekat jalan utama menuju daerah
intervensi sehingga memudahkan dibaca oleh masyarakat.
3.2.2.1. Tingkat pengetabuan masyarakat
Distribusi responden berdasarkan skor pengetahuan pada pengukuran
sebelum dan sesudah intervensi ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar 8,
persentase responden dengan pengetahuan kurang dan cukup mengalarni
penurunan setelah intervensi, diikuti dengan kenaik:an persentase responden
dengan pengetahuan yang baik.
50
100% l 90% 80%
� 70% C<S 60% .... = 50% - ---c:; � 40% � 30%
20% 10% 0%
pre
intervensi pengetahuan
kontrol
s bail<
I cukup • kurang
Gambar 8. Distribusi pengetahuan responden di Kecamatan Semarang Selatan berdasarkan kelompok perlakuan
Gambar 8 menunjukan kelompok intervensi persentase responden dengan
pengetahuan baik meningkat >30%, sebaliknya di kelompok kontrol, terjadi
penurunan sebesar 2,1%.
Tabel 8. Distribusi responden di Kecarnatan Semarang Selatan berdasarkan jawaban
. yang benar terhadap pengetahuan leptopirosis pada saat pre test
Etiologi leptospirosis Penyebab Cara penularan Tanda awal Jenis reservoir
Metode pencegahan dan pengendalian tikus
Cara pencegahan kontak bakteri Guna sodium hipoklorit Periksa nakes untuk pencegahan dini Cara pengendalian tikus rumah Cara pencucian perangkap tikus
n %
36 77
102 105
38 46 94 1 5 5 1
28,3 60,6 80,3 82,7
29,9 36,2 74,0 1 1 ,8 40,2
Berdasarkan jawaban responden saat pre test (Tabel 8) dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden telah mengetahui tentang tanda awai dan jenis reservoir
leptospirosis. Pengetahuan responden umumnya masih kurang mengenai penyebab,
51
' _c __ -_--_--_- ____ - --- - ----" --===------�------:: -:::::_ - =--=-....:o=.=i= - --�-i
cara pencegahan kontak bakteri dan kegunaan sodium hipoklorit, serta cara
pengendalian tikus rumah dan cara pencucian perangkap tikus.
Tabel 9. Hasil analisis statistik rerata skor pengetahuan di Kecamatan Semarang Selatan Tahun 2012
mean selisih mean t E Daerah intervensi
Pre 4,96±2,1 1 3,88 -18,14 0,00 Post 8,84±2,05
Daerah kontrol Pre 3,73±2,70 0,28 0,673 0,50
Post 3,52±2,41
Hasil paired t test diketahui ada perbedaan yang signifikan pada rerata
skor pengetahuan pre dan post test dengan selisih mean sebesar 3,88 (Tabel 9). Pada
daerah kontrol diperoleh p value>0,05 sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna
secara statistik pada rerata skor pengetahuan pre dan post pada responden yang tidak
menerima perlakuan.
3.2.2.2. Penerimaan masyarakat terbadap metode promosi kesebatan ten tang
pencegahan leptospirosis
Gambar 9 menunjukkan pemilihan metode promosi kesehatan oleh
responden di Kecamatan Semarang Selatan. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa sebagian besar responden di kelurahan intervensi memilih
penyuluhan dengan metode cerarnah dan simulasi sebagai metode promosi
kesehatan yang paling disukai untuk pencegahan leptospirosis di lingkungan
mereka. Kurang lebih sebesar 10% responden di daerah intervensi menyukai
brosur, sedangkan poster dan baliho memiliki presentase yang paling rendah.
- ----
=�----=-------=- -------- --- - �
52
100
,...., 80 � ¢ - 60 � .... = 40 � .... � � 20
0
81-.4 83.3
3.7 3.7 . 3.7 3.7
Randusari Bulustalan Metode promosi kesehatan
• ceramah-simulasi 11 brosur P1l poster Dbaliho
Garnbar 9. Metode promosi kesehatan yang disukai oleh responden di Kecamatan Semarang Selatan Tahun 2012
3.3. Intervensi pengendalian Lingkungan
3.3.1 Intervensi Pengendalian Lingkungan di Kecamatao Semarang Selatan
3.3.1.1 Karakteristik lingkuogan
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan menunjukkan bahwa wilayah
intervensi di Kelurahan Randusari RT 5 dan RT 6 adalah daerah dengan topografi
sedildt berbukit, dan merupakan area pemakarnan umum, dimana rumah masyarakat
ada di sekitar area Tempat Pemakan Umum dan merupakan daerah permukiman
non-perumahan (perkampungan). Sumber air yang digunakan oleh masyarakat
berasal dari PDAM.
Kelurahan Bulustalan yang merupakan salah satu daerah intervensi juga
memiliki topografi lingkungan yang berupa dataran dan merupakan daerah
pemukiman non-perumahan. Sumber air yang digunakan adalah PDAM, meskipun
ada beberapa rumah yang menggunakan dua jenis sumber air yaitu dari PDAM dan sumur.
Wilayah yang dijadi.kan kontrol dalam kegiatan ini adalah Kelurahan
Sendanguwo, di.mana daerah kontrol juga merupakan daerah pemuki.man non
perumahan (perkampungan). Masyarakat Sendangguwo juga menggunakan air dari
dua sumber yaitu PDAM dan sumur.
'.. .. - - -- � - - ..;. -- _ _: � - - --- ----
53
-- ----
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, kondisi lingkungan rumah
masyarakat di Kecamatan Semarang Selatan, khususnya pada daerah intervensi di Kelurahan Randusari dan Bulustalan serta Kelurahan kontrol menunjukkan bahwa
rumah penduduk di ketiga kelurahan tersebut semuanya sudah berupa rumah
permanen, (bukan dari bamboo atau papan).
Secara lebih rinci, kondisi rumah di daerah intervensi (Kelurahan Randusari
clan Bulustalan) serta di daerah Kontrol (Kelurahan Sendangguwo) disajikan dalam
Tabel 10. Tabel 10.
Kondisi rumah responden di Kelutahan Randusari, Bulustalan, dan Sendangguwo
Kel. Kel. Sendangguwo
Kondisi Rumah Randusari Bulustalan (Kontrol)
% % % Bak Mandi Ada 57,7 89,6 95,2
Tidak 42,3 10,4 4,8
Drum Ada 7 1 ,2 18,8 35,7 Tidak 28,8 8 1 ,3 64,3
Atap rumah berplafon Ada 26,9 72,9 35,6
Tidak 73,1 27,1 64,4
Atap dapur berplafon Ada 2 1 ,2 56,3 1 4,9
Tidak 78,8 3,8 85, 1
A tap kamar mandi Ada 25,0 56,3 12,6 berpafon
Tidak 75,0 43,8 88,4
Sampah organik Ada 5 1 ,9 72,9 60,4 dalam rumah
Tidak 48,l 27,l 39,6
Tempat sampah Ya 30,8 39,6 55,9 tertutup Tidak 69,2 60,4 44 , l
Jalan tikus masuk Ada 82,7 66,7 79,3 rum ah
Tidak 17,3 33,3 21,7
Jalan tikus masuk Ada 78,8 66,7 75,0 kamar mandi
Tidak 21,2 33,3 25,0
Cahaya di kamar Ada 76,9 85,4 80,5
54
man di Tidal< Pohon menjulang di Ada atap rumah Tidak
23,l
26,9 73,1
14,6
31,3 68,8
19,5
23,0 78,0
Tabel 1 0 menjelaskan bahwa sebagian besar rum.ah di wilayah Kelurahan
Randusari menggunakan drum untuk keperluan m�nyimpan air baik untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti memasak maupun untuk mandi dan
mencuci, meskipun ada juga yang menggunakan bak mandi dan drum. Sebagian
besar (76.9%) kamar mandi juga ada pencahayaan sinar matahari. Kondisi rumah
sebagian besar tidak memiliki tempat sampah tertutup di dalam rumah dan
meletakkan sampah organik di dalam rumah, sehingga ha! ini berpotensi untuk
mengundang tikus masuk ke dalam rumah mencari makanan. Hal ini juga
ditunjukkan dengan 82.7% memiliki akses tikus masuk ke dalam rumah, dan lebih
dari dua pertiga masyarakat juga memiliki kamar mandi yang menjadi akses tikus
keluar masuk ke dalam ru.mah dengan mudah. Sebagian besar rumah di Kelurahan
Randusari tidak terdapat pohon yang menjulang tinggi hingga ke atap rumah.
Wilayah intervensi di Kelurahan Bulustalan merupakan wilayah yang
menyerupai perurnahan, dengan rumah yang berderet dalam satu wilayah.
Sebagian besar masyarakat (89.6%) sudah menggunakan bak mandi dan hanya
sebagian kecil yang menggunakan drum, itupun hanya digunakan sebagai tempat
penampungan air. Rumah yang ada di Kelurahan ini sebagian besar memiliki
pencahayaan yang baik di kamar mandinya, sirkulasi udara yang cukup, serta
sebagian besar juga sudah melakukan plafonisasi rumah, baik untuk rumah, kamar
man.di maupun dapur, namun masih ada beberapa rumah yang memiliki sampah
organik di dalam rumah dan tidak ditunjang dengan tempat sampah yang tertutup.
Selain itu, rumah di Kelurahan Bulustalan masih banyak ditemukan akses jalan
masuk tikus baik lewat rumah maupun kamar mandi.
Berdasarkan karakteristik rumah yang sesuai dengan upaya pengendalian
lcptospirosis, maka distribusi tipe rumah yang baik maupun yang kurang baik dari
kelurahan intervensi maupun kontrol dapat disimpulkan dalam Tabel 1 0.
55
,,,.... -= �� --- - =--= - �· ;_ � � - ----=----=
---- ' "<; -
Tabel 1 1 .
Kondisi rumah untuk penanggulangan leptospirosis
Wilayah Intervensi Kontrol
Ke!. Randusari Kel. Ke!. No. Kriteria Kondisi Bulus1alan Sendangguwo
Rum ah % % %
l . Rumah Rapat tikus 32.7 67.3 47.7 2. Ru mah Kurang Ra pat 62.5 37.5 52.3
tikus
Berdasarkan data Tabel 11, tampak bahwa kondisi rurnah yang baik untuk
penanggulangan leptospirosis baik di Kelurahan Randusari maupun Kelurahan
kontrol yaitu Sendangguwo masih dibawah 50%, sedangkan di Kelurahan
Bulustalan sudah 67.3% rumah termasuk dalam kategori rumah baik, meskipun
masih ada 37 .5% yang tergolong rurnah kurang baik. Sebagai kontrol kondisi
rumah di Kelurahan Sendangguwo sekitar 52.3% sudah termasuk rumah baik
untuk penanggulangan leptospirosis.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa
sebagian besar kondisi sekitar rumah responden tidak terdapat pohon yang
dahannya menjulang ke atap rumah, namun kondisi atap yang belum berplafon
merupakan salah satu jalan untuk tikus masuk ke dalam rumah, begitu juga akses
saluran pembuangan yang terbuka dan berhubungan dengan got dari luar rumah
juga merupakan salah satu akses tikus masuk ke rurnah. Secara jelas kondisi
rumah di masing�masing kelurahan tampak pada Gambar 1 0.
56
Kelompok rumah balk untuk penanggulangan leptospirosis
Rapattikus Kurang rapat tlkus
20.00 18.00 16.00
Alamat
14.00 Bulustalan
12.00 10.00
�� 00 1 8.00 :_] 1 6 00 Randusari 14.00 12.00
· 10.00
20.00 18.00 16.00 14.00
Sendangguwo
12.00
i----1 -10.00 20 15 10 5 0 5 1 0 1 5 20
Gambar 10. Distribusi kondisi rumah baik untuk penanggulangan leptospirosis
3.3.1.2 Penggunaan Sodium Hipok.lorit
Pada pemeriksaan suhu udara dan kelembaban di wilayah intervensi dan juga
di wilayah kontrol selama pelaksanaan intervensi dan evaluasi baik evaluasi pertama
maupun evaluasi kedua disajikan dalam Gambar 1 1 .
57
100 .....-�������������-80 +---����������--. 60 -+----40 +-������-20
0
Suhu lingkungan Kelembaban
• Randusari • Bulustalan
• Ii Sendangguwo
Gambar 1 1 . Keadaan suhu dan kelernbaban di wilayah Kelurahan Randusari,
Bulustalan serta kontrol di Kelurahan Sendangguwo pada pre
intervensi, dan evaluasi.
Berdasarkan gambar diatas tampak bahwa suhu rata-rata wilayah
intervensi adalah berkisar dari 3 1°c - 35°C, dengan kelembaban rata-rata berkisar
dari 57% - 80%. Kondisi pH air bak mandi maupun air got/genangan di wilayah
intervensi semua dalarn kondisi alkali yaitu pH rata-rata pada saat intervensi 7.7 -
8.3 pada air di bak mandi. Selain itu, air got juga memiliki range pH 7.9 - 8.6.
Pada saat dilakukan evaluasi tidak banyak terjadi perubahan pH air baik pada bak
mandi maupun pada got. Data selengkapnya tampak pada Tabel 1 1 .
Tabel 12.
Pengukuran pH air No Kelurahan pH air bak mandi pH air Got
Pre Post Pre Post
1 . Randusari 7.54 8 . 1 6 8.63
2. Bulustalan 8.63 8.53 8.35 8 . 1 8
3. Sendangguwo 8.28 8.28 7.9 7.9
(kontrol)
Berdasarkan data Tabet 1 2 dapat diketahui bahwa pH air di bak mandi
maupun di got semua dalam keadaan basa, sehingga hal ini dapat menjadi kondisi
yang baik untuk pertumbuhan bakteri Leptospira. Dalam upaya penanggulangan
58
No.
1 .
2.
3 .
KLB leptospirosis ini, sebagai bentuk intervensi yang dilakukan untuk membunuh
bakteri Leptospira di lingkungan khususnya pada air di bak mandi adalah dengan
memberikan Sodium hipoklorit. Menurut WHO (2006), dosis sodium hlpoklorit
(NaOCI) 1 % rnampu untuk membunuh bakteri Leplospira sp. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap kadar Klor sisa
.
dalam air bak mandi tampak bahwa pada Kadar Klor di Kelurahan Randusari
sebelum intervensi adalah sebesar 1.15 mg/I dan setelah intervensi maka nilai sisa
klor sudah meningkat menjadi 1 .23 mg/I. Begitu juga dengan nilai sisa klor di
Kelurahan Bulustaian, dimana sebelum intervensi sebesar 1 .25 mg/I dan pada
evaluasi menurun menjadi 0,90 mg/I. Pada daerah kontrol yaitu daerah
Sendangguwo, dimana sisa klor yang didapat saat pengukuran awal adalah 1,63
mg/I dan pada saat evaluasi menjadi 0,63 mg/I. Secara rinci, hasil pengukuran
kadar Klor seperti dalam Tabel 1 3.
Tabel 1 3. Kandungan sisa Klor di dalam air oak mandi dan got
Standart WHO Sisa k1or Pengukuran Sisa Klor * (mg/L) Kelurahan dalam air untuk
membunuh leptospira sp Bak Mandi Got (mg/L) Pre Post I Pre Post I
Randusari 1 . 1 5 1 .23 0
Bulustalan 0.5 - 3 1 .25 0.90 . 0
Kontrol 1 .63 0.63 (Sendangguwo)
Keterangan : * : pengukuran dilakukan dengan Klor Test Kit - : kondisi got kering sehingga tidak bisa diukur.
Tabel 13 menunjuk.kan bahwa masyarakat kelurahan Randusari dan
Bulustalan memiliki nilai sisa Klor yang tinggi dan menurut WHO, dengan nilai
sisa Klor diatas 0.5 mg/L yang dapat membunuh bakteri leptospira di air.
Berdasarkan survey yang dilakukan, bahwa pada daerah intervensi masyarakat
yang diberikan sodium hipoklorit sejumlah 100 KK, namun ·pada saat evaluasi di
dapatkan basil seperti pada Gambar 12.
�- --:-- -= =� ---- --=� --�'§ "1 =_:' - - ---- __ -_-_-_____
_
59
··---------- ------ .. ' ---·-- -----···-- -----·----- - ----- - ----
Mene ·
Gambar 12. Masyarakat di wilayah intervensi yang menerima dan menggunakan Sodium hipoklorit
Dari sejumlah masyarak.at yang menerima dan menggunakan Sodium
hipoklorit (48.20%), masyarak.at yang menggunak.an dengan benar sebesar 86.6 %
dan hanya 13.4 %-nya masih menggunakan dengan cara yang kurang benar
khususnya dosis yang digunakan.
3.4. Intervensi pengendalian reservoir Leptospirosis (tikus)
3.4.1. Pengendalian tikus d i habitat nnnah
3.4.1 .1 . Jenis dan jumlah tikus tertangkap di Habitat Rumah
Sebelwn intervensi pengendalian tikus dengan perangkap kawat oleh sampel
penduduk, di habitat rumah, jumlah tikus rumah R. tanezumi di daerah perlakuan di
Kelurahan Bulustalan tertangkap 1 5 ekor dengan keberhasilan penangkapan 7,5%,
Kelurahan Randusari, tertangkap 29 ekor dengan keberhasilan penangkapan 14,5%.
Evaluasi sesudah intervensi pengendalian tikus menggunakan perangkap kawat oleh
sampel penduduk selama 1 4 hari, di daerah perlakuan, Kelurahan Bulustalan, tikus
tertangkap 10 ekor dengan keberhasilan penangkapan 5 %. Kelurahan Randusari tikus
tertangkap 6 ekor dengan keberhasilan penangkapan 3,0%.
60
No. 1 . 2.
Tabel 1 4
Trap success sebelum dan sesudah perlakuan
Kelurahan Randusari Bulustalan
J umlah tikus tertangkap
Pre 29 15
Post 6
I O
Trap Succes
Pre 1 4,50% 1,5%
Post 3% 5%
3.4.1.2. Distribusi jumlab jenis tikus dan keberhasilan penangkapan di
habitat rumab
Tabel 14 menunjukkan bahwa, Kelurahan Randusari (29 ekor)
banyak tertangkap tikus daripada kelurahan Bulustalan (15 ekor), terutama
tikus rumah (R. tanezumi), diikuti oleh tikus riul (R. norvegicus)
3.4.2.Pre dan Post-Intervensi Pengendalian tikus di habitat rumab
Tabel 1 3 menunjukkan bahwa keberhasilan penangkapan tikus d i Randusari,
sebelum intervensi pengendalian tikus secara mekanik menggunakan perangkap
kawat, relatif tinggi 24,5% daripada sesudah intervensi pengendalian tikus. Demikian
juga di Kelurahan Bulustalan, keberhasilan penangkapan tikus sebelum intervensi
(7,5%) lebih tinggi daripada sesudah intervensi (5,0%). Bedasarkan analisis ANOVA
menunjukkan keberhasilan penangkapan sebelum dan sesudah pengendalian tikus
menggunakan perangkap kawat oleh sampel penduduk selama 6 dan 21 hari di daerah
perlakuan dan pembanding, menunjukkan berbedaan yang bermakna (p<0,5).
3.4.3. Pengendalian tikus di habitat luar rumah
Tempat Sampah Berperangkap merupakan salah satu jenis perangkap yang
bertujuan untuk pengendalian tikus di lingkungan pemukiman. Alat ini dimodifikasi dan
dikembangkan oleh B2P2VRP Salatiga sebagai salah satu metode pengendalian
penyakit tular reservoir (leptospirosis) dan diujicobakan pertamakali pada Kejadian
Luar Biasa Leptospirosis di Kota Semarang pada tahun 2012.
Jenis perangkap ini merupakan bentuk adopsi dari Trap Barrier System (TBS)
yang sering digunakan untuk pengendalian tikus di daerah per8awahan (pertanian).
Berbeda dengan TBS, Tempat Sampah Berperangkap tetap menggunakan umpan
berupa sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga (dornestik) sehingga sasaran utarna
6 1
tertuju pada tikus domestik. Untuk tujuan pengendalian penyakit tular reservoir yang
lebih reliable dan relevan, tempat sampah berperangkap akan terns dimodifikasi dan
dikembangkan.
Tabel 15 Hasil Penangkapan Tikus dengan menggunakan Tempat Sampah Berperangkap
No Kelurahan RT/RW Jumlah Tikus
Tempat Masuk Pengamatan Trap
1
2
Randusari
Bulustalan
06/VII 07NII 02!III 03/III
sampah perangkap
penangkapan berperangkap
12 12 1 (2 tikus) 20 2 (2 tikus)
4
30 hari 30 hari 30 hari 30 hari
success
0,0% 0,27% 0,33%
0,0%
Catalan: Tikus yang masuk perangkap berdasarkan laporan warga peletakao perangkap di tempat statis selama satu bu Ian (30 hari)
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan, Tingkat keberhasilan
penangkapan tikus dengan menggunakan tern pat sampah berperangkap pa I ing
tinggi sebesar 0,33% di RT 02/III, Kelurahan Bulustalan.
Tingkat keberhasilan penangkapan yang sangat rendah, menunjukkan
tingkat efektifitas yang rendah dari penggunaan tempat sampah berperangkap.
Hal ini diduga oleh berbagai sebab diantaranya: Kurangnya sosialisasi cara
pemakaian tempat sampah berperangkap; Sebagian besar masyarakat di
lokasi penempatan perangkap, kurang mengerti cara penempatan jenis
sampah yang benar.
Berdasarkan survei yang dilakukan petugas selama pemantauan
perangkap, diketahui jenis sampah yang ditempatkan di perangkap umumnya
berupa sampah anorganik (plastik bekas pembungkus makanan, snack dan
bahan organik sisa, berupa daun pembungkus tempe, ranting daun ubi jalar).
Tikus merupakan binatang yang makan segala jenis makanan ( omnivora),
seperti biji-bijian (beras, gabah, jagung), umbi-umbian, serangga dan lain
lain, tetapi bila makanan berlimpah, tikus akan menjacti selektif dan hanya
makan apa yang disukainya. Perkembangan tikus sangat erat kaitannya
dengan ketersediaan makanan, baik kualitas rnaupWl kuantitas (Rochman et 62
al., ( 1982). Bila makanan berlimpah banyak tersedia tikus tidak berkeliaran,
hanya rentang lintasan berjarak 50 m dari habitatnya, tetapi bila makanan
tidak cukup tersedia tikus dapat berimigrasi sejauh 700 m dalam satu ma.lam
baik sendiri-sendiri maupun secara berkelompok (Buckle, 1982).
Keterbatasan lahan tanah diduga menj�di penyebab rendahnya
efektivitas tempat sampah berperangkap. Berdasarkan pengamatan lapangan
di Kelurahan Randusari, Lokasi penempatan perangkap merupakan daerah
pusat kota dan areal pemakaman umum di Kota Semarang dengan
pemukiman yang padat penduduk dan akses jalan yang sempit (hanya bisa
dilalui kendaraan bermotor roda 2).
Penempatan tempat sampah berperangkap akan mengganggu mobilitas
warga sehingga banyak warga yang memilih menggantung tempat sampah
atau diletakkan ditempat sekedarnya tanpa diberi umpan sampah, hal ini juga
tidak berbeda dengan Kelurahan Bulustalan, dengan kondisi pemukiman yang
padat dan dengan akses jalan yang sempit membuat warga enggan memasang
perangkap jenis ini. Partisipasi masyarakat yang rendah. Indikatornya dilihat
dari banyaknya perangkap yang didiamkan atau. tidak diisi dengan sampah
organik (rumah tangga), sehingga tikus jarang ada yang masuk perangkap
ditambah dengan karakter neophobia dari tikus.
Tempat sampah berperangkap dengan bahan dari besi dianggap
mempunyai nilai ju al ekonomis yang tinggi, Penempatan perangkap tanpa ada
pengawasan diduga menjadi penyebab keengganan warga memasangnya,
sebab tinggal dikawasan yang padat penduduk dan berbagai jenis profesi, ada
kemungkinan jenis perangkap ini mudah hilang jika ditempatkan. Tempat
sampah berperangkap meru.pakan benda baru yang dianggap asing bagi tikus,
sehingga keberadaan sampah organik rumah tangga dihara-pkan mampu
menarik tikus untu.k masuk dalam perangkap ill. Penggunaan tempat sampah
berperangkap masih perlu diperbaiki, dimodifikasi dan diuji lebih lanjut.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
Menurut Simon-morton, et al ( l 995), pengetahuan adalah variabel perantara dari perilaku.
Pengetahuan merupakan dasar suatu keterampilan, dan keterampilan _pada akhimya menentukan
kemampuan seseorang untuk berperilaku. Pada pengukuran tingkat pengetahuan sebelum
intervensi, sebagian besar responden telah mengetahui cara penularan maupun jenis hewan
reservoir leptospirosis, tetapi responden yang tahu tentang metode pengendalian tikus dan
penggunaan desinfektan persentasenya masih rendah. Penggunaan Sodium hipoklorite pada dosis
1 % juga sudah mampu untuk membun.uh bakteri leptospira di lingungan air.(WHO, 2003; WHO,
1 982; ). Hasil ini sesuai dengan studi Wiwanitkit (2006) di India yang menunjukan bahwa
walaupun responden telah mengetahui penularan leptospirosis melalui urin tikus, tetapi mereka
belum mampu melakukan upaya menghindari kontak dengan bakteri karena masih rendahnya
pengetahuan tentang desinfektan yang dapat digunakan di keluarga.
Berdasarkan basil penelitian, kelompok masyarakat yang mendapatkan metode promosi
kesehatan menunjukan peningkatan pengetahuan yang signifikan. Hasil tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di India, bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan
penyuluhan dan media massa (poster, leaflet, baliho) terbukti efektif sebagai metode komunikasi
untuk sosialisasi pencegahan leptospirosis (Bipin et al., 20 IO). Pada jenis pemilihan metode
promosi kesehatan yang paling disukai, sebagian besar responden lebih memilih metode ceramah
dan simulasi dalam menyampaikan informasi tentang leptospirosis daripada penggunaan media
massa. Walaupun media massa memiliki keuntungan mampu menjangkau sasaran seca.ra lebih
luas, akan tetapi ceramah dan simulasi rnerniliki keuntungan dapat rnenyajikan materi yang lebih
luas dan memberikan kesempatan pada peserta untuk berinteraksi langsung dengan narasurnber
untuk memperdalarn rnateri yang disajikan Simon-rnorton, et al ( 1995).
Penularan leptospirosis dapat juga dikarenakan akibat pengaruh lingkungan. Leptospira
dapat bertahan hidup di air dan di tanah yang becek. Lingkungan yang basah dan lembab serta
tidak terkena sinar matahari secara langsung merupakan ternpat yang berpotensi untuk media
penularan leptospirosis (Soeharsono, 2002).
Pengambilan sampel air yang dilakukan di wilayah Kelurahan Bulustalan dan Kelurahan
Randusari meliputi air bak mandi, air got, air sungai serta genangan. Penularan melalui
64
lingkungan air dapat terjadi apabila anggota tubuh berada dalam air dan kontak dengan bakteri
melalui membran mukosa. Menurut DR.Sanna bahwa bakteri leptospira dapat bertahan d i air
selama beberapa minggu hingga beberapa bulan, meskipun tidak mengalami perkembangbiakan.
Wilayah Kelurahan Bulustalan merupakan wilayah dengan tipe pemukiman padat
penduduk. Hasil pengukuran lingkungan air bak mandi memiliki nilai pH awal sebesar 8,63 dan
ph akhir sebesar 8,53 sedangkan hasil pengukuran pada air got memiliki nilai pH awal sebesar
8,35 dan ph akhir sebesar 8, 18 . Adapun pengukuran sisa klor didapat nilai awal sebesar 1,25
dan akhir sebesar 0,90. Kondisi ini menurut WHO, dengan nilai sisa Klor diatas 0.5 mg/L
mampu membunuh bakteri leptospira di air.
Wilayah Kelurahan Randusari rnerupakan wilayah dengan tipe pemukiman non
perumahan. Hasil pengukuran lingkungan air bak mandi memiliki nilai pH awal sebesar 7,54
dan ph akhir sebesar 8,16 sedangkan hasil pengukuran pada air got memiliki nilai pH sebesar
8,63. Adapun pengukuran sisa klor didapat nilai awal sebesar 1, 1 5 dan akhir sebesar 1,23.
Kondisi ini menurut WHO, dengan hilai sisa Klor diatas 0.5 mg/L mampu membunuh bakteri
leptospira di air. Kondisi lingkungan dan kandungan bakteri di lingkungan tidak mudah untuk terdeteksi
karena bakteri tersebut tidak melakukan multiplikasi (perbanyakan) di lingkungan, meskipun
sanggup bertahan di lingkungan dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selain itu tidak
terdapatnya bakteri leptospira pada saat pengambilan sampel belum menjamin bahwa air tersebut
akan terus aman, karena kontak dengan agents (bakteri leptospira) dapat terjadi kapan saja,
sehingga monitoring dan menjaga dari kontak dengan bakteri leptospira harus kontinyu
dilakukan. (Sarma RVSN, 2005).
Keberhasilan penangkapan tikus di Randusari, sebelum intervensi pengendalian tikus
secara mekanik menggunakan perangkap kawat, relatif tinggi 14,5% daripada sesudah intervensi
pengendalian tikus 3%. Demikian juga di Kelurahan Bulustalan, keberhasilan penangkapan tikus
sebelum intervensi (7,5%) lebih tinggi daripada sesudah intervensi (5,0%). Bedasarkan analisis
ANOVA menunjukkan keberhasilan penangkapan sebelum dan sesudah pengendalian tikus
menggunakan perangkap kawat oleh sampel pendudu.k selama 6 dan 21 hari di daerah perlakuan
clan pembanding, menunjukkan berbedaan yang bermakna (p<0,5). Berqasarkan hal tersebut
intervensi yang berupa pemasangan perangkap secara kontinyu mampu menurunan populasi
tikus secara signifikan.
65
5.1. Kesimpulan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1 . Ada perubahan pengetahuan responden yang signifik�n sebelum dan sesudah
penerapan metode promosi kesehatan (perpaduan penyuluhan, leaflet, poster dan
baliho)
2. Metode promosi kesehatan dengan penyuluhan tatap muka lebih disukai oleh responden
dibandingkan dengan metode leaflet, poster dan baliho.
3 . Angka kepadatan relatif tikus sesudah intervensi lebih rendah daripada sebelum
intervensi (habitat rumah).
4. Pemberian sodium hipoklorit dosis 1 % mampu meningkatkan kadar klorin dalam air
dan membunuh bakteri leptospira.
5.2. Saran
1 . Promosi kesehatan untuk pencegahan leptospirosis direkomendasikan menggunakan
metode penyuluhan langsung.
2. Pengendalian tikus dengan cara pemasangan live trap secara mandiri oleh masyarakat
dalam rangka pencegahan leptospirosis
3. Perlu pemantauan dan pemberian desinfektan pada badan badan air, termasuk pemberian
desinfektan terhadap got sebelum dilakukan kerja bakti bersih got.
4. Desain metode penanggulangan leptospirosis di Kecamatan Semarang Selatan, Kota
Semarang adalah menerapkan cara terpadu: promosi kesehatan penyuluhan tatap muka,
penggunaan desinfektan pada badan air dan pengendalian tikus dengan tempat sampah
berperangkap dan atau live trap.
66
DAFT AR KEPUSTAKAAN
l . Widarso H.S., Gasem M.H., Purba W., Suharto T., Ganefa S. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Cetakan II, Sub Direktorat Zoonosis Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Departemen kesehatan R.I., Jakarta.
2. Soejoedono, RS. Statutus Zoonosis di Indonesia. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonios. Fakultas kedokteran Hewan IPB. Bogor.2006
3. Handayan� Ansis Leptospirosis Tahun 201 l s/d Desember Dinas Kesebatan Kota Semarang. 2012
4. Mardijanto, J. Penderita Leptospirosis di Jateng Meningkat, Warga Diminta Waspada. 2012 5. Vijayachari, P., Leptospirosis (laboratory manual). Regional Medical Research Centre Indian
Council of Medical Research, Port Blair, India. 2010. . 6. Bovet. P., Yersin, C., Merien, F., Davis, C.E., dan Perolat, P., 1999, Factor associated with
clinical leptospirosis : a population based-kontrol study in Seychelles ( indian Ocean), Int. Epid. Ass
7. Nurisa, I., dan Ristiyanto. Penyakit Bersurnber Tikus di Indoensia.Bull. Kes. 4 (1) : 22-27. 2004.
8. Everett, Leptospiros is. http://www.leptospirosis travel medicine for the traveler.2001 . 9. World Health Organization, 2003. Human leptospirosis Guidence For Diagnosis,
Surveillance and Kontrol. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data (NLM classification: WC 420), Malta.
10. Kadr� A. 1 990. Entomologi Perubatan. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.
1 1 . Information Leptospirosis Center. available from http://www.leptospirosis.org/topic. php?t=l 1 Weber. Diseases Transmitted by Rats and Mice. Thompson Publications. California. 1982
12. Anies, 2004. Leptospirosis, Bukan Semata Penyakit Pascabanjir. http://www.suaramerdeka com semata-mata fakta!.htm - -
1 3 . Rejeki, D. Sarwani Sri. 2005. Faktor Risiko Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis Berat (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang). Program Studi Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang
14. Murtiningsih, Berty, 2003. Faktor Risiko Leptospirosis di Provinsi Yogyakarta dan Sekitarnya. Program Pascasarjana Ilnm Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada. Y ogyakarta.
15. Inswlasr4 Agustina Lubis Dampak Proses Chlorinasi Air Pada Kesebatan. Cermin 40 Dunia Kedokteran No. 82, 1993
16. Triwanyuni Retno. Penurunan Kadar Besi Dalam Air Dengan Menggunakan Kaporit. Makalah Seminar PHBS, Yogyakarta 2005.
17. Lee, CY., HH. Yap, NL. Chong and Z. Jaal. Urban Kontrol (Malaysian perspective). Vector Kontrol Research Unit School of Biological Sciences. Universiti Sains Malaysia. Penang malaysia. 1999.
18. Green-Mckenzie, Judith, 2004. Leptospirosis. http://www.eMedicine-leptospirosis Article by Judith Green-Mckenzie,MD,MPH.htm
67
19. Samadi, B. Cara efektifmemberantas tikus sawah. Pustaka Mina. Jakarta. 2010. 20. Hadi T.R., Ristiyanto, Ima NJ. dan Nina N . . Jenis-Jenis Ektoparasit pada tikus di Pelabuhan
Tanjung Mas Semarang. Proceeding Seminar Biologi VII, Pandaan Jawa Timur. 1991
2 1 . Ristiyanto, Widiarti, Hadi S., dan Akhid D., Studi Aplikasi Metode Pengendalian Reservoir Leptospirosis di kabupaten Sleman, D.I.Yogyakarta. Laporan Akhir Penelitian T.A., 2010. B2P2VRP. Salatiga. 2010.
22. Dwidjo, Bambang., 1989. Distribusi dan Faktor -faktor Risiko Penderita Leptospirosis di Kodya Semarang yang Dirawat di Rumah Sakit Dr. Kariadi. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
23. Priyanto, A., Soeharyo Hadisaputro2, Ludfi Santoso3,Hussein Gasem4, Sakundarno Adi5. Faktor-Faktor Risi.k:o Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis (Studi Kasus di Kabupaten Demak). www.pdffactory.com
24. Priyambodo, S. Pengendalian hama tikus terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta. 1995. 25. Hasanuzzaman, A. T. M. 1", M. S. Alam2 & M. M. Bazzaz, Comparative Efficiency of Some
Indigenous Traps to Capture Rats in the Wheat Field of Bangladesh . J Agric Rural Dev 7(1 &2), 121-125, June 2009
26. Icksang Ko, Leptospira. Harvard School of Public Health Centro de Pesquisa Gon9alo Moniz, Funda9ao Oswaldo Cruz (Fiocruz). Brazil Studies Program, DRCLAS, Harvard University
27. Thronley, C.N., Baker, B.G., Weistein, P., Maas, E.W., 2002, Changing epidemiology of human leptospirosis in New Zealand, Epidemiol. Infect.
· 28. Anies, 2004. Leptospirosis, Bukan Semata Penyakit Pascabanjir. http://www.suaramerdeka _com_semata-mata fakta!.htm
29. Simon-Morton, B.G., W.H.Greene, N.H.Gottlieb. Introduction to health education and health promotion.Second edition. Illnois: Waveland Inc.1 995
30. Bipin, V., Kavishvar A., Pate� PB, Patel, S, Panchal S. Educational Interventions to increase knowledge of leptospirosis in Navsari District. National Journal of Community Medicine 2010, Vol 1 .Issue 1 . 20 IO
31. Wiwanitkit, V. A note from a survey of some knowledge aspects of leptospirosis among a sample of rural villagers in the highly endemic area, Thailand (Internet). Tanggal diunduh 1 Agustus 2012. http://rrh.deakin.edu.au/
32. Soeharsono. Zoonosis Penyakit ·Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius. Yogyakarta.
2002
68
Lampiran 1
BIODATA KETUA PELAKSANA
1. NAMA PENGUSUL (Lengkap dengan gelar kesarjanaan dan keahlian)
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes
2. A L A M A T (Yang paling mudah dihubungi Jewat pos, telepon, faks. dan e-mail)
B2P2VRP; Jl. Hasanudin 123, Salatiga 50721 ; Tlp. 0298. 327096; 3 12 107
3. PENDIDIKAN PROFESIONAL (Geier akademis, nama institusi I lembaga dan tempat serta waktu
tanggal I tahun diperoleh)
a. Sarjana Biologi, UGM-Yogyakarta, 1976 b. Magister Sains, UGM -Y ogyakarta, 1986
4. RIW AYAT PEKERJAAN (Mulai dengan yang dijabat sekarang, diutamakan pekerjaan yang berhubungan
dengan penelitian)
1. Kepala SPVP, Salatiga tahun 201 0-sekarang 2. Peneliti
. Mady a
5. PUBLIKASI (diutamakan publikasi yang berhubungan atau terkait dengan materi permasalahan penelitian
yang diusulkan)
69
Lampiran 2
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
Yang bertanda tangan di bawah ini;
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, menyatakan bahwa laporan akhir penelitian "STUDI PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG, JAWA TENGAH, TAHUN 2012" telah disetujui sesuai ketentuan yang berlaku.
DISETUJUI
Kepala
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor dan Reservoir
Penyakit, Salatiga
NIP: 1 9540620 1 98 1 1 01 002
Salatiga,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2012
Ketua Pelaksana
J/f Nama: Ors. Bambang Heriyanto, M.Kes
NIP: 1 9540620 1981 1 0 1 002
70
- � -� --- = - =-------=--=----= - - -· , ,
_
-- ---- ---
Lampiran 3
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini;
Ke tua Panitia Pembina Ilmiah (PPI) tingkat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyak.it, menyatakan bahwa laporan akhir penelitian "STUDI PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG, JA WA TENGAH, T AHUN 2012" telah dapat disetujui sesuai dengan ketentuan yang berlaku
DISE'f.UJUI
Panitia Pembina Ilmiah
Nama: Dra. Blondine Ch. P ,.M.Kes.
NIP: 1949032519761 12002
Salatiga,. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2012
Kepala
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Vektor clan Reservoir
Penya.kit, Salatiga
Drs. Bambang Heriyanto, M.Kes .
NIP.:19540620198 1 1 01002
71
Lampiran 4
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGE:rvIBANGAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENY AKIT, BAD AN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN, DEPARTEMEN KESEHATAN R.I JL. HASANUDIN 123, TELP. 0298-327096,FAX.0298-322604 SALA TIGA, JAW A TENG AH.
STUDI KEBIJAKSANAAN TINDAKAN KEDARURA TAN PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA
SEMARANG, JAW A TENG AH
INFORMED CONSl!,"'NT
PERNYA TAAN BERSEDIA TURUT BERPAR TISJPASI
1. Dalam rangka penanggulangan penyakit leptospirosis di masyarakat, akan dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengarubi kejadian Ieptospirosis, untuk keberbasilan penelitian tersebut� partisipasi Bapak/ibu/Sdr sangat diharapkan dalam penelitian ini. Judul penelitian adalah
"STUDI PENANGGULANGAN LEPTOSPIROSIS DI KOTA SEMARANG, JA WA TENGAH"
2. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor risiko kejadian leptospirosis pada penduduk dan mengetahui prevalensi bakteri Leptospira sp. pada penduduk dan tikus di lingkungan pemukiman di Kota Semarang, Jawa Tengah.
3. Partisipasi bapak/ibu/sdr. berupa : a) Kesediaan diwawancarru Wltuk pengisian kuesioner yang berkrutan tentang pengetahuan,
sikap dan praktek serta pendapat Bapak/ibu/Sdr tentang penyakit leptospirosis. b) Kesediaan untuk dipasang perangkap tikus di rumah dan luar rumah (kebun, sawah dan
lain-lain) untuk pengendalian tikus. Tikus yang tertangkap dimohon <liserahkan ke petugas untuk diperiksa darahnya agar diketahui keberadaan kuman Leptospira sp di tubuh tikus. Hal ini sangat penting untuk menentukan potensi penularan leptospirosis dari tikus ke manusia, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan oleh masyarakat.
c) Diucapkan terima kasih, kepada bpk/ibu/sdr. atas partisipasinya.
4. Keuntungan kepada bpk/ibu/sdr : a) Apabila bpk./ibu/sdr terbebas dari leptospirosis, maka keluarga dan tetangga/orang
disekitar bpk./ibu/sdr. akan terhindar dari penyakit tersebut, sehingga bpk./ibu/sdr. telah berbuat yang terbruk bagi masyarakat.
5. Partisipasi bpk./ibu/sdr. adalah sukarela, bila bpk./ibu/sdr. tidak ingin berpartisipasi, bpk./ibu/sdr. tidak terkena sangsi apapun, atau kehilangan hak bpk./ibu/sdr sebagru warga.
72
6. Apabila responden adalah anak yang masih dalam pengawasan orang tua atau wali, informed consent ini dapat ditandatangani oleh orang tua atau wali ybs.
PERNYATAAN :
Dengan menandatangani/memberi cap jari pada pemyataan ini, saya menyatakan keikutsertaan saya dalam penelitian ini.
Nama I /20 1 1 .
Tanda tangan/cap jari peserta penelitian
Nama dan ta.tida·tangan saksi
73
Lampiran 5
KUESIONER EV ALUASI PENG ET AHUAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Nam a 2. Umur ... . . .. . . . . . tahun
3. Jenis kelamin 1. Laki-laki . 2. Perempuan
{lingkarilah nomor pilihan jawaban)
4. RT/RW
5. Kelurahan
6. Kecamatan
7. Pekerjaan 1. lbu rumah tangga {Lingkarilah nomor jawaban sesuai 2. Buruh
jenis pekerjaanBapak/lbu) 3. Pedagang/wiraswasta 4. PNS 5. Karyawan swasta 6. Peternak 7. Pelajar 8. ndak bekerja 9. lainnya: ..........................................
8. Pendidikan terakhir 1. Tidak sekolah (lingkarilah nomor jawaban sesual 2. Tidak tamat SD pendidikan terakhir Bapak/lbu) 3. Tamat SD
4. Tamat SMP 5. Tamat SMA 6. Tamat perguruan tinggi
Lingkarilah huruf (a), (b),(c) atau (d) pada salah satu pilihan jawaban di bawah ini. 1. Penyebab penyakit kencing tikus/leptospirosis adalah:
a. virus b. tidak tahu c. bakteri
2. Penularan penyakit kencing tikus/leptospirosis pada manusia terutama melalui:
a. bersentuhan dengan penderita b. Iuka terbuka c. tidak tahu
3. Tanda awal penyakit kencing tikus/leptospirosis adalah:
a. demam dan nyeri otot betis b.sakit kuning c.diare berat
4. Hewan yang wajib diwaspadai untuk mencegah penyebaran leptospirosis:
a.unggas b.kutu tikus c:tikus
-- ----------=-------- - --- - -=--========----= --= -- --= -"'-=========---= - - --
--- - �--�-- -- - - - - - -
74
S. Cara menghindari kontak dengan penyebab penyakit kencing tikus/leptospirosis :
a.tidak tahu b. menjauhi penderita c. menutup Iuka
6. Tindakan yang paling tepat untuk mencegah penyakit kencing tikus menjadi lebih pa rah:
a. periksa ke tenaga kesehatan b. periksa ke tenaga kesehatan c. imunisasi
jika ada demam tinggi setelah muncul sakit kuning
7. Alasan mengapa penyakit kencing tikus perlu diwaspadai sejak dini:
a.gejala awal tidak khas
obatnya
b.penularan cepat lewat udara c.belum ada
8. Takaran larutan kaporit cair/sodium hipoklorit untuk pengendalian penyakit kencing
tikus:
a. Satu {1) sendok makan untuk 100 liter air
b. Satu (1) sendok makan untuk 50 liter air
c. Satu (1) sendok makan untuk 20 liter air
9. Salah satu cara yang tepat untuk pengendalian tikus di rum ah
a. Menggunakan tempat sampah yang memiliki tutup
b. Membuang bangkai tikus pada selokan yang jauh dari rumah
c. Menyemprotkan kaporit cair
10. Cara untuk meningkatkan keberhasilan penangkapan tikus
a. Perangkap tikus dijemur sehari penuh
b. Perangkap tikus dicuci dengan detergen
c. Perangkap tikus dicuci dengan air bekas cucian beras
11. Larutan kaporit cair memiliki kegunaan
a. Menjernihkan air
b. Mengendapkan kotoran/lumpur pada air
c. Membunuh bakteri yang dapat menyebabkan sakit
12. Metode penyuluhan yang paling disukai untuk informasi tentang leptospirosis/penyakit kencing tikus di lingkungan Bapak/ibu :
a. Ceramah-tanya jawab
b. Brosur
c. Poster
d. Baliho
75
Lampiran 6
HASIL OBSERV ASI TERHADAP LINGKUNGAN RUMAH :
Cek List Ungkungan Penanggulangan Leptospirosis 2012
Nama KK
Ala mat
1. Apakah menerima Sodium hipoklorit 1 1. Ya 2. Tidak
2. Kondlsi Rumah 1. Ada 2. Tidak
1. Ada Bak Mandi . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2. Drum untuk Mandi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3. Atap rumah berplafon/eternit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4. Atap dapur berplafon/eternit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . · · · · · · · I
5. Atap Kamar Mandi berplafon/eternit · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · · . . . . . . . . . . . . . . .
6. Sampah Organik di dalam rumah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . · · · · · . .
7. Tempat sampah terbuka . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . · · · · · · · · . . . . . . . . . . . . .
· · · · · · · · · · · · . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8. Ada jalan untuk tikus masuk rumah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9. Ada jalan untuk tikus masuk ke kamar
mandi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . .
10. Ada cahaya di kamar mandi
11.Ada pohon yang dahannya menjulang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . · · · · · · . . . . . . . . . . . . .
keatap rumah
76
..
AWAS �� L.EPT"OSPIRQSIS
(l'elfY,M<l.1' KINCll!IQ. TIKU•)
Pencegahan Pcnularan leatOSPlroslS . Porlleku Hldup Sorslh dan Sohat (PHSS)
C. St1C'r� j>fY\).�'\ •.£- -:s:i..• err! P1.ali.l),l'tl,H .ap.at:llJ � oeta'il - gt!W � ...
2. Poo9C1nd1llan tlk••
.-. r;..,, oAmlll
c Cuo""lf"'""''"' �19".l'!'<P.,Y'�
Pendahuluan \tp!l,.-4>f""5 �IBU l""')'a\a <e->citlg '""' OlS<JtJal><a,i o!tl> naiuori Lep!C$piril. Pctt'l'yakn ri o�pai menul.lf )l;e ttewan Ci11'1 mlllllJ�a. <IP8blb tlcJ&I diotlili Ptf!Yi�l inl uopill merr,.et1abMn i<om;lian
Sumber Penul:iran Leptospirosis 8"1ol""!I Y°"IJ men/ad �..,,1;e, pcraMr �pc0<i;vooi> -okut, balli, kambin(J. clomb•. luldo, ·�· lucing. ""'"""'•'· rup.ic!onlandol<. l'o111.1laranlangsung da<I mMNsla kc manu1;a iwano�ljlldi. Kegiatan yang berpotensi tertular leptosplrosis
' f. u:� ��...rµv �,
.
, m� • -i:f\� 1\.1.""r"�·
(. 1utl(ltflmp..11 �t"'1'('..,p?1Mt'I l""Jll��llfl
O l ""'P -'"'"I"" li:..lm:>ttt oan \tta� pat.I.I cempat 1*'1.d ltlill'I tin�)-(45ero1
C PJ1.3f\JDerafl91t."1QUl'IU l'T'of11'1QL'ftdilt;l;=trl b�l.U <b o.ata.11nun31'1
"""" � $ •1up11 r•nt flllfl"- • .&�'liJ ·-,r-----'
L �"''· �,,.111.1"":;,�....: r ... 1�., .,,.;,-.qfl(
� �)�J ( I'-<..._.,.,. .,.. ,_,,..
... '��:��� -:.�:·��,,�
� ,.�;,@n, --�. � C l]!l"'ii'.N'1 f\>IT.ftto dt :;'JI
0 �\l.A'\l)OCD� mt.�'"Vri::>illli�� a.i- !erger-MlQ
Larnpiran 7
Siklus Penularan Leptospirosis
�- IOM!el;i; l>ik!tn L_. ""'-'� '""'"'' � <1<119an ""· canan clM ""'""" Y""CJ t<lol' 16/ter'T�f ollth M 'Wfli how-an. cienoerna 1cp:oui1ro61$ 8311.teti. IT'LHIJK �eda1am 1ubul\ manu1ia mel:llui sela""1 1€-ndf (mu�) tnata, hidong, t.uM y� ltoef!:•Tt1k;t 1.lan rn�ya�tet�"1!na.s1bai-!tll"IL�tJ(:J�fJ;f;,
Gejala Leptospirosis
O.m<m. mt!l(JglQil. saM kepiMa, l��vl �n mwil..1,\ 1�:1.l!'ig mata u1r.il paca be1'$ �pa1 ��g, nwta � ... al'!\3 l\nllg dM �. �··!'t.ed
Kewaspadaan Kader/ Masyarakat
,.oif.bt!a •1l99':ti ·.�..f.itf;:s r:ttaiia•�· 9e�b·6 �·· 1 �)liii"���d6ad\t �s.>..b.� tet'4ei.¥. \Jfl.J � � ptor'.at"".:O Coll'I µengol>l""1
3. P•m�rion desinlek11n pad• TPA (Bak m•ndi. em�r. Tong dll)
<.:. t111mv1r•t)n �t�·1.f11t.ttt1 ,11 ')'(1r1Mr.;:iu'l-r•" u'1Cy• "1,11•r11 10'1 'fl'"":�·tJ_ ;j( ... 1� 1 IJ1'trJC .. r.' .. , ,
.
� .,,_fJd :i:t 11 I-' I '
C. P�l'(flfTlpmta"! r.�1'11C-Uar.i,3:PC>4'Tll �11 1 &r\'!;.i· n1;,��n 11ntu!o: 20 -:tr �J
C PM'la4�0'l.'.)oitl� d1r.1.1:terOIS!!m.J!Oall h�<ll'r<
l.t"Q"tv'l�M��� ClllO'�dtf'llfjt:r
r.·.-;·, . . . !,\ 1 ·�_::J · . :··. f \ 1 1 - - �
C L-., PVC ,.,._...,.., 5 """' "'"98' &a-oeur)mm.'�.11"-p.lt:l rt""; t{ ' C P"'lfC<'�lMlfl'ICflt�car.p;;rtWl�re!-al'
r I k.�; (2 I) ,UrD.J:...ir:i cJer.q r11w d,\i otien 1 luMr.g cl�">rnolltt 3 mrn , ..
. 0 i!\'C. 11,ani.il,.... 2 fi�h• � ;>VC pu!VlmJ dan t� ... .. �>Jnel«i(..c ;j:;.;.;t1n'.'t""t'�
'- .. ........ -... -,1<•11" """ "'�·-.,,. ...... ,,�, ... _,k ;'(I\. f � .... A:'.
l""' l' • •-f'�(M'l:h'l·l �� Y\;oo )l;>' •S.,� 11 ........... W"",. .. lf I \r��� f."1'•" '-• , �_..�
77
Leaflet Studi Tindakan Kedaruratan Penanggulangan Leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah.
" ,.e Gambar 1. Lingkungan di tumah yang berpotensi menjadi tempat sarang tikus
78
� Gambar 3. Rumah kurang rapat tikus
Gambar 4. Lingkungan luar yang berpotensi penularan leptospirosis
79
Gambar ·s. Penanganan tikus yang tertangkap
80
LEPTOSPIROSIS ( Penyakit Kencing Tikus) Leptospirosis atau penyakit kencing,tikus .• di�'babkan oleh bakteri· Leptospira. Penyakit inl dapat menular ke hewan;.dan111)ariusla, apabila tidak diobati dapat
I b k . . 1-:,".�
·
��" ··�· '\• ' men m ulkan ematian ; •. ··'' -�. il';;•;y,/:, Gejala leptospir,o: ,;fJ:: . ·
. . .... A: sa11.._ �\ '0 ""11*1 i Jl�r,.,,,, � ,.., .,.. , .., ,1
O SIUl•Nlh .........
.... __.. ... Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk mencegah LEPTOSPIROSIS
'$"' .i,;. Jenis dan habitat tikus '.ff�� � di lingkungan manusia ____ --''��� _ -�
Cu,1 tangan dan 'kakl dengan �abun Hindair mandil berfoang di a:i1 kotor
Kaporltloasi air 1'1mpun9an untuk mandf dan menClJci
1 scndok makan unluk-20 liter
�';.\;.;; : ���l)j1.;:� fiifYfl f�p.11 P.IZ''f'!
�·, • ,..-r: }�, •,� ��;� .. ;) gfifr.:."'f•:P' �.il"IJll>?ll(<'Of}'lllQI
��1�)..ln n trr�ir-1•1"� Hind��lef11pal yang di•ukai tiku• . · .··.C:'.L.''-·· ,;-:
ti/ .,._, : , . .
·tefdiwr 6akar oan kvbur borogUI ,,;.as
Lampiran 8
Gamabr 27.Poster Studi Tindakan Kedaruratan Penanggulangan Leptospirosis di Kota Semarang, Jawa Tengah, tahun 2011
8 1
Gambar 28. Lingkungan di luar rurnah yang berpotensi tempat penularan leptospirosis
r:. Gambar 30. Lingkungan luar yang berpotensi penularan leptospirosis
82
.
• 'J/!f<,,' Gambar 3 1 . Pemasangan Baliho
Gambar 32. Pemasangan poster di kantor kelurahan
83