48
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER)INDONESIA
4.1. Gambaran Umum Karet
Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk
dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai lateks. Berdasarkan cara
memperolehnya karet dapat digolongkan menjadi dua yaitu karet alam dan karet
sintesis. Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon karet (Hevea
brasiliensis). Sedangkan karet sintesis dibuat dari secara polimerisasi fraksi-fraksi
minyak bumi. Jumlah produksi karet alam saat ini masih di bawah produksi karet
sintesis. Namun demikian, karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintesis
karena keunggulan yang dimiliki karet alam belum dapat ditandingi oleh karet
sintesis. Keunggulan karet alam jika dibandingkan dengan karet sintesis antara
lain:
1. Karet alam memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna
2. Karet alam memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
3. Karet alam memiliki daya aus yang tinggi
4. Karet alam tidak mudah panas (low heat build up), dan
5. Karet alam memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove
cracking resistance)
Keunggulan yang dimiliki oleh karet sintesis antara lain karet sintesis
tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa
dipertahankan supaya tetap stabil. Karet alam dan karet sintesis sudah mempunyai
49
pangsa pasarnya masing-masing dan tidak saling mematikan atau bersaing penuh.
Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer.
4.1.1. Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal secara luas, diantaranya
merupakan bahan olahan. Bahan olahan karet dapat berupa bahan setengah jadi
atau pun bahan jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet
yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal secara luas dan
diperdagangkan antara lain:
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang
diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis. Menurut pengolahannya bahan
olah karet dibagi menjadi empat macam yaitu lateks kebun, sheet angin, slab
tipis, dan lump segar.
2. Karet alam konvensional
Menurut buku Green Book yang dikeluarkan oleh International Rubber Quality
and Packing Conference (IRQPC), karet alam konvensional dimasukkan ke
dalam beberapa golongan mutu. Karet alam konvensional menurut standar
mutu pada Green Book terbagi menjadi ribbed smoked sheet (RSS), white
crepes dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe
remills, thick blanket crepes ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe,
dan off crepe.
50
3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang
dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses
pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat digunakan untuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi
bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang
berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Standar
mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (Standar Indonesian
Rubber).
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet spesifikasi teknis juga
didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi
dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks
pekat tidak berlaku untuk jenis karet yang satu ini. Persaingan antara karet
alam dan karet sintesis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis.
6. Karet siap olah atau tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang
setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
51
Pembuatan tyre rubber dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing karet
alam terhadap karet sintesis. Tyre rubber memiliki daya campur yang baik
sehinnga mudah digabungkan dengan karet sintesis. Malaysia mulai
memproduksi tyre rubber sejak tahun 1972 sedangkan di Indonesia tyre rubber
belum umum diproduksi.
7. Karet reklim atau reclaimed rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas,
terutama ban-ban mobil. Karenanya, karet reklim dapat dikatakan sebagai
suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Kelemahan karet reklim
adalah kurang kenyal dan kurang tahan terhadap gesekan sesuai dengan
sifatnya sebagai karet bekas pakai.
4.1.2. Karet Sintesis
Karet sintesis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku
minyak bumi. Pengembangan karet sintesis secara besar-besaran dilakukan sejak
zaman Perang Dunia II. Ini berdasarkan anggapan yang terjadi selama dan
sesudah perang bahwa kenyataannya jumlah persediaan karet alam tidak mampu
memenuhi seluruh kebutuhan dunia akan karet. Negara-negara industri maju
merupakan pelopor berkembangnya jenis-jenis karet sintesis. Karet sintesis
memiliki sifat yang khas seperti tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak,
pengaruh udara, dan bahkan ada yang kedap terhadap gas.
Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, karet sintesis digolongkan menjadi
dua jenis yaitu karet sintesis yang digunakan secara umum serta karet sintesis
yang digunakan untuk keperluan khusus. Jenis karet sintesis yang dapat digunakan
52
secara umum antara lain: SBR (styrene butadiene rubber) dan BR (butadiene
rubber) atau polybutadiene rubber dan IR (isoprene rubber) atau polyisoprene
rubber. Sedangkan yang termasuk dalam karet sintesis untuk kegunaan khusus
adalah IIR (isobutene isoprene rubber), NBR (nytrile butadiene rubber) atau
acrilonytrile butadiene rubber, CR (clhroroprene rubber), dan EPR (ethylene
propylene rubber).
4.2. Industri Karet Remah (crumb rubber)
Industri karet remah merupakan suatu usaha industri pengolahan karet
yang melakukan kegiatan mengubah bahan baku karet (lump, slab dan scrap)
menjadi karet remah dalam Standar Karet Indonesia (BPS, 2010). Industri karet
remah merupakan industri hulu karet alam yang produknya merupakan bahan
baku yang banyak digunakan oleh industri hilir karet alam, seperti industri ban,
conveyor, barang-barang karet, dan lain-lain.
4.2.1. Perkembangan Industri Karet Remah (crumb rubber) Indonesia
Pada awalnya sebagian besar karet alam Indonesia diperdagangkan dalam
bentuk karet lembaran yaitu karet sit asap (ribbed smoked sheet). Teknologi karet
remah diperkenalkan sejak tahun 1968. Sejak saat itu, produksi karet sit menurun
digantikan dengan karet remah. Hampir 90% karet alam Indonesia setiap tahunnya
diproduksi menjadi karet remah. Karet remah menjadi salah satu olahan karet
yang diperjualbelikan di pasar baik dalam negeri maupun internasional.
Tingginya permintaan pasar terhadap karet remah untuk dijadikan bahan
pembuatan komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor dan ditunjang
dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya (bahan olah karet), menyebabkan
53
perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah sedemikian pesat. Pada tahun
1969 terdapat 65 pabrik karet remah di Indonesia, dan pada tahun 2008 tercatat
ada sekitar 183 pabrik karet remah di Indonesia. Perusahaan karet remah
cenderung meningkat setiap tahunnya (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Perusahaan Karet Remah dan Jumlah Pekerja di Indonesiatahun 1993-2008
Tahun
Banyaknya
Tahun
Banyaknya
Perusahaan Pekerja
1993 100 22.153 2001 88 22.632
1994 104 22.004 2002 89 22.791
1995 101 20.450 2003 87 25.474
1996 99 20.668 2004 87 24.946
1997 97 20.565 2005 87 24.946
1998 96 21.8302006* 122 30.841
1999 92 22.763 2007* 122 37.069
2000 91 21.560 2008* 183 40.949*) Tidak termasuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD
Sumber : BPS, 2010
Perusahaan karet remah belum berkembang dengan baik di Indonesia.
Jumlah perusahaan karet remah Indonesia berfluktuatif atau tidak stabil pada
tahun 1993 sampai dengan 2008 (Tabel 4.1). Namun demikian, pada tahun 2008
jumlah perusahaan karet remah indonesia mencapai 183 perusahaan. Perusahaan
karet remah Indonesia juga menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat, lebih
dari 20.000 pekerja setiap tahunnya dapat terserap di bidang pengolahan karet
remah.
Permintaan yang tinggi dari sektor transportasi terhadap karet alam sukar
dipenuhi oleh karet lembaran, karena karet jenis ini memerlukan waktu
pengolahan yang cukup lama yakni 7-14 hari. Dengan teknologi karet remah,
bahan olah karet secara cepat, kurang dari 1 hari dapat diolah menjadi karet
54
mentah yang siap untuk dijual. Karet remah lebih bermutu jika dibandingkan
dengan karet lembaran yang penilaiannya hanya berdasarkan teknis langsung.
Karet remah lebih banyak digunakan untuk bahan dasar produksi barang-barang
yang membutuhkan unsur keelastisan seperti ban.
Pada saat karet lembaran masih mendominasi produksi karet alam, petani
berperan sebagai penghasil lateks, dan banyak juga yang sekaligus sebagai
pengolahnya untuk dijadikan karet sit. Namun, sejak penerapan teknologi karet
remah, petani umumnya hanya berperan sebagai penyedia bahan olah berupa lump
dan slab. Lump merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang
digumpalkan menjadi berbentuk mangkok berdiameter sekitar 10-15 cm,
sedangkan slab berbentuk balok tipis hingga berukuran sekitar 35cmx50cm, tebal
20 cm.
Bahan olah karet dari petani dijual ke prosesor akhir yakni pabrik karet
remah untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR (Standard Indonesian Rubber)
10, atau SIR 20. Pengolahan melibatkan serangkaian proses mulai dari pengecilan
ukuran, pencucian, homogenisasi, pengeringan dan pengemasan. Sejak
dimulainya era karet remah, SIR 20 senantiasa mendominasi jenis karet remah
yang diproduksi. Saat ini ekspor karet remah SIR 20 sekitar 85%. Dengan
demikian tampak bahwa bahan olah karet lump dan slab sangat penting
peranannya sebagai bahan baku untuk pembuatan karet remah.1
1 http://blogs.unpad.ac.id/satriani/2010/06/01/prospek-pengembangan-industri-karet/. Diakses pada12 Februari 2011
55
4.2.2. Jenis Bahan Baku Karet Remah
Karet remah (crumb rubber) adalah bahan olahan karet (bokar) yang
diproses melalui tahap peremahan. Bahan olahan karet sendiri adalah lateks kebun
serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis).
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.
Cairan ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa
bahan pemantap. Bahan baku yang digunakan dalam pengolahan karet remah
dibedakan menjadi bahan baku lateks dan bahan baku karet rakyat yang bermutu
rendah. Bahan baku yang berasal dari lateks diolah menjadi koagulum dan lump.
Pabrik karet remah (crumb rubber) ada yang mengolah karet remah dengan bahan
koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya
koagulum lateks yang diolah tersebut memiliki mutu rendah seperti slabs karet
rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain. Bahan
baku yang paling dominan adalah lump karena pengolahan karet remah (crumb
rubber) bertujuan untuk mengangkat derajat bahan baku mutu rendah menjadi
produk yang bermutu tinggi.
4.2.3. Areal Perkebunan, Produksi dan Produktivitas Karet RemahIndonesia
Areal perkebunan merupakan salah satu input utama yang mempengaruhi
produksi komoditi pertanian seperti karet. Semakin luas areal perkebunan yang
dimiliki maka semakin besar pula peluang untuk menghasilkan komoditi tersebut.
Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua setelah
Thailand. Luas areal perkebunan karet yang dimiliki Indonesia merupakan
perkebunan karet terluas yang ada di dunia, pada tahun 2010 luas areal
56
perkebunan karet Indonesia mencapai 3,45 juta hektar (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2010). Areal perkebunan karet Indonesia didominasi oleh
perkebunan rakyat, karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia adalah
perkebunan rakyat (Tabel 4.2)
Tabel 4.2 Perkembangan Luas Areal Karet Indonesia Tahun 2006-2010
TahunLuas Lahan (Ha)
PR PBN PBS Jumlah
2006 2.832.982 238.003 275.442 3.346.427
2007 2.899.679 238.246 275.792 3.413.717
2008 2.910.208 23.821 275.799 3.424.217
2009 2.911.533 239.375 284.362 3.435.2702010 2.934.378 236.714 274.029 3.445.121
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010
Perkebunan karet tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Areal
perkebunan karet di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan swasta. Pada tahun 2010 luas
areal perkebunan karet Indonesia seluas 3,45 juta hektar, sekitar 2,93 juta hektar
(85%) diantaranya diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan yang
diusahakan perkebunan besar negara sekitar 6,9% dan perkebunan swasta 8,1%
dari total perkebunan yang dimiliki Indonesia.
Perbandingan jumlah komoditi yang dihasilkan dengan input yang
digunakan mencerminkan produktivitas dari komoditi tersebut. Semakin besar
produktivitas yang dihasilkan maka semakin produktif atau semakin besar
kemampuan lahan tersebut dalam menghasilkan karet. Nilai produktivitas karet
remah Indonesia berkisar antara 0,3 hingga 0,7. Produktivitas lahan perkebunan
yang tinggi dalam menghasilkan karet akan berpengaruh positif terhadap jumlah
57
produksi karet remah. Semakin tinggi produktivitas maka semakin banyak karet
remah yang dihasilkan, jika semakin banyak kuantitas karet remah yang
dihasilkan maka semakin tinggi peluang untuk dijual.
4.2.4. Ekspor Karet Remah Indonesia
Karet yang dihasilkan Indonesia diperjualbelikan baik di pasar domestik
dan luar negeri. Karet yang dipasarkan berbentuk karet sintesis dan karet alam.
Penjualan karet sintesis dan karet alam saling bersaing di pasar. Persaingan antara
karet alam dan karet sintesis terkait dengan jumlah produksi dan kualitas atau
mutu merupakan alasan untuk produksi karet remah (crumb rubber). Karet remah
merupakan hasil olahan secara khusus dari karet alam. Karet alam yang diekspor
Indonesia sebagian besar berbentuk karet remah (crumb rubber). Kinerja ekspor
karet remah Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Perkembangan Produksi dan Penjualan Karet Remah Indonesia
Tahun Produksi (Ton)Penjualan (Ton)
Dalam Negeri Ekspor
2000 1.260.487 70.365 1.185.149
2001 1.396.492 64.991 1.341.451
2002 1.491.465 90.836 1.395.897
2003 1.608.166 83.636 1.524.006
2004 1.693.805 91.674 1.600.858
2005 1.659.992 87.686 1.562.469
2006 1.981.749 137.525 1.811.513
2007 2.412.834 169.926 2.226.981
2008 2.341.659 120.639 2.148.439Sumber : BPS, 2010
Karet remah Indonesia lebih banyak dipasarkan di pasar luar negeri
(ekspor) dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Pada tahun 2008, produksi
karet remah Indonesia mencapai 2.341.659 ton dan karet remah yang dipasarkan
58
di dalam negeri sekitar 120.639 ton sedangkan karet remah yang diekspor keluar
negeri sekitar 2.148.439 ton. Jadi, sekitar 90% karet remah Indonesia dipasarkan
ke luar negeri. Karena karet remah lebih banyak di pasarkan di luar negeri maka
kualitas dan harga serta volume penjualan harus dijaga agar dapat bersaing dengan
produsen karet remah negara lain.
Pada tahun 2003 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan volume dan
harga ekspor karet remah Indonesia karena permintaan yang tinggi dari negara
Amerika Serikat, China, India dan Jepang. Konsumsi karet alam dunia pada tahun
2005 sebesar 8,74 ton (tumbuh 5,1 % dari tahun 2004), sementara produksi dunia
sebesar 8,68 juta ton. Pada tahun 2007 total konsumsi karet alam mencapai 9,735
juta ton sedangkan produksi hanya 9,685 juta ton sehingga ada selisih 30 juta ton
(kebutuhan pasar) yang tidak dapat terpenuhi (IRSG,2008).
4.2.5. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia
Harga ekspor komoditi diartikan sebagai suatu kesepakatan harga yang
timbul dari proses perdagangan suatu komoditi antara kedua belah pihak
(eksportir dan importir). Harga ekspor merupakan perbandingan antara nilai
ekspor dan volume ekspor, sehingga kenaikkan harga ekspor akan equivalent
dengan kenaikan nilai ekspor yang secara tidak langsung juga berpengaruh positif
terhadap daya saing suatu komoditi. Namun demikian, karet remah merupakan
komoditi yang bersifat inelastis, kinerja ekspor karet remah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap daya saing industri karet remah (Gambar 4.1).
59
Gambar 4.1. Harga Ekspor Karet Remah Indonesia 1993-2008
Karet remah akan tetap dibutuhkan dan dikonsumsi oleh konsumen
(perusahaan) untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Karet remah biasanya
digunakan sebagai bahan dasar untuk produksi ban. Harga ekspor karet remah
Indonesia meningkat dari tahun 1993 dari level harga 897,5 $/ton sampai dengan
1995 mencapai nilai 1954,78 $/ton dan menurun secara signifikan sampai tahun
1999 hingga mencapai harga 711,145 $/ton. Harga karet remah Indonesia
berfluktuatif dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, jumlah
permintaan konsumen dan kuantitas ekspor karet remah setiap tahunnya.
4.2.6. Pemasaran Karet Remah Indonesia
Bahan baku industri karet remah berasal dari hasil produksi perkebunan
rakyat, swasta dan pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah indonesia.
Perkebunan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan hasil
produksi yang didominasi dengan slab, sheet angin dan beberapa bentuk karet
beku lainnya. Alur pemasaran bahan baku karet remah dari petani sampai dengan
konsumen tingkat akhir karet remah disebut dengan saluran tata niaga.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
$/ton
60
Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku,
pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani,
pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan
tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet
remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir
akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek
jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.
Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia
Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan
petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir
karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara
lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan
eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin
yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.
60
Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku,
pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani,
pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan
tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet
remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir
akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek
jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.
Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia
Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan
petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir
karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara
lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan
eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin
yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.
60
Alur perjalanan karet remah dari pemilihan dan pembelian bahan baku,
pengolahan sampai dengan produk akhir melewati berbagai pihak seperti petani,
pedagang dan lain-lain (Gambar 4.2). Keadaan tersebut menyebabkan jaringan
tata niaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi karet
remah Indonesia. Saluran tata niaga dari petani karet sampai ke konsumen akhir
akan berpengaruh terhadap besarnya harga jual karet tersebut, semakin pendek
jalur tata niaga maka pemasaran produk tersebut akan lebih efektif.
Gambar 4.2 Saluran Tata niaga Karet Indonesia
Tata niaga karet merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan
petani dan perkebunan-perkebunan karet serta perusahaan-perusahaan eksportir
karet remah. Pihak-pihak yang terlibat dalam saluran tata niaga karet remah antara
lain petani, pengumpul, koperasi (KUD), pedagang besar, pabrik sampai dengan
eksportir. Sebagian besar bahan baku karet remah seperti slab dan sheet angin
yang diperoleh dari hasil petani karet rakyat memiliki kualitas yang rendah.
61
Petani karet rakyat belum menerapkan teknologi modern untuk mengelola
lahan perkebunan, masih menggunakan tata cara tradisional untuk menggarap
lahannya sehingga produksi yang dihasilkan kurang maksimal. Karet remah yang
didapat dari input yang tersedia dalam hal ini adalah areal perkebunan karet
mencerminkan besarnya nilai produktivitas. Produktivitas berkorelasi dengan
jumlah output komoditi yang dihasilkan. Semakin banyak komoditi yang
dihasilkan maka peluang untuk memasarkan produk baik dalam negeri maupun
pasar internasional sehingga daya saing karet remah tinggi.