KOMPETENSI PROFESIONAL GURU KIMIA
FAKTA DAN KENYATAAN
DISUSUN OLEH
1. BAIQ MUNAWARATUL ISLAMIYAH (E1M015012)
2. HUSNA HAYATI (E1M015031)
3. MUTIA ZAHRANE (E1M015049)
4. ROSITA DEWI (E1M015061)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
Kata Pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan YME, atas segala kebesaran
dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
penalitian berjudul “Kompetensi Profesional Guru Kimia, Fakta Dan Kenyataan”.
Dalam penulisan penelitian ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh karena itu,
terselesaikannya laporan penelitian ini tentu saja bukan karena kemampuan kami semata-
mata. Namun karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.
Dalam penyusunan laporan percobaan ini, kami menyadari pengetahuan dan
pengalaman penulis masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran dari berbagai pihak agar laporan percobaan ini lebih baik dan
bermanfaaat.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola kehidupan
insan tertentu dan suatu sistem yang dikelompokkan menjadi dua sistem yakni sistem
mekanik dan sistem organik. Sistem mekanik adalah melihat pendidikan sebagai suatu proses
yang melibatkan input-proses-output yang terdapat kausal bersifat langsung dan linier.
Pandangan ini menunjukkan bahwa intervensi untuk mempengaruhi output dapat didesain
dengan memanipulasi input. Sebagai mana diketahui input dalam proses pendidikan
mencakup siswa, guru, kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, ruang kelas dan
pergedungan, peralatan dan kondisi lingkungan. Artinya, upaya untuk meningkatkan mutu
output dilakukan dengan menambah atau meningkatkan kualitas input.
Dalam kasus dunia pendidikan di Indonesia, seringkali standar bagi pemula atau
guru baru belum dapat dipenuhi. Namun setelah mereka aktif sebagai guru, kemudian ada
langkah-langkah memenuhi standar tersebut. Misalnya para guru yang masih under-standard
tadi melakukan upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas diri, baik dengan cara
melanjutkan studi atau kegiatan lain yang misalnya semisal. Untuk dapat melaksanakan
tugasnya sebagai guru yang baik, pemerintah Indonesia bersama berbagai lembaga terkait
telah merumuskan dan menyusun butir penting yang harus dipenuhi oleh para guru yang
kemudian disebut dengan standar profesionalitas guru.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, perlu kiranya kita mengetahui standar
profesionalitas guru baik hakikat standar profesionalitas maupun upaya peningkatan
profesionalitas. Oleh karena itu dalam makalah ini, penyusun akan dibahas mengenai
“Kompetensi Profesional Guru Kimia, Fakta Dan Kenyataan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kompetensi profesional?
2. Apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja ciri-ciri seorang guru yang kimia yang profesional?
4. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya guru kimia yang profesional?
5. Bagaimana cara mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya guru kimia yang profesional?
C. Tujuan Penelitian
1. Memahami pengertian kompetensi profesional.
2. Mengetahui program-program yang telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan pendidikan di Indonesia.
3. Mengetahui ciri-ciri seorang guru yang kimia yang profesional.
4. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya guru kimia yang
professional.
5. Mengetahui cara mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya guru kimia
yang profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi Profesional Kimia
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, standar berarti sesuatu yang dipakai
sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan timbangan. Standar dapat
berarti juga dipahami sebagai kriteria minimal yang harus dipenuhi. Pengertian lain
menurut Wikipedia, standar adalah suatu norma atau persyaratan yang biasanya berupa
suatu dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa
atau teknis yang seragam.
Jadi standar profesionalitas guru adalah sesuatu ukuran yang sah atau resmi
yang dijadikan sebagai dasar untuk menentukan keprofesionalan guru. Guru yang
memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan
memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Di samping tugas mengajar sebagai tugas pokok seorang guru, ada juga beberapa
persoalan atau tugas prinsip yang semua guru harus mengetahui dan menguasainya
sebagai bagian dari tugas seorang guru yang profesional yakni tugas administrasi
kurikulum dan pengembangannya, pengelolaan peserta didik, personel, prasarana,
keuangan, layanan khusus, dan hubungan sekolah-masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen menyatakan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Menurut Finch & Crunkilton, (1992:
220) Menyatakan “Kompetencies are those taks, skills, attitudes, values, and
appreciation thet are deemed critical to successful employment”. Pernyataan ini
mengandung makna bahwa kompetensi meliputi tugas, keterampilan, sikap, nilai,
apresiasi diberikan dalam rangka keberhasilan hidup/penghasilan hidup. Hal tersebut
dapat diartikan bahwa kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan,
kemampuan, dan penerapan dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja.
Kompetensi guru terkait dengan kewenangan melaksanakan tugasnya, dalam
hal ini dalam menggunakan bidang studi sebagai bahan pembelajaran yang berperan
sebagai alat pendidikan, dan kompetensi pedagogis yang berkaitan dengan fungsi guru
dalam memperhatikan perilaku peserta didik belajar (Djohar, 2006 : 130).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah hasil
dari penggabungan dari kemampuan-kemampuan yang banyak jenisnya, dapat berupa
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugas keprofesionalannya. Menurut Suparlan
(2008:93) menambahkan bahwa standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga
komponen yang saling berkaitan, yaitu pengelolaan pembelajaran, pengembangan
profesi, dan penguasaan akademik.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, adapun
macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain:
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui
pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial
sebagai berikut;
a. Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial:
memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk
kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan
kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin
dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan
strategi yang dipilih.
c. Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial:
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi
proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery
learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan
kualitas program pembelajaran secara umum.
e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya,
memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan
berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai
dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai
guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
b. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian
dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
c. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang
didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
d. Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
e. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak
sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan
memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki
subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki
indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan
tenaga kependidikan.
c. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta
didik dan masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut
memiliki indikator esensial sebagai berikut:
a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki
indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren
dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan
menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam
pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam
kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a)
pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin
ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c)
penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk
perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas
secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
B. Upaya Nyata Dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru Kimia
Dalam upaya meningkatkan kompetensi professional guru kimia, pemerintah
bersama dinas pendidikan di daerah setempat telah melaksananakan beberapa upaya
atau program bagu guru mata pelajaran kimia yang saat ini telah terlaksana. Beberapa
program tersebut diantaranya:
1. In Service Education
Program In Service Education adalah suatu usaha yang memberi
kesempatan kepada guru-guru untuk mendapatkan penyegaran. Menurut Jacobson
In Service Education adalah upaya untuk membawa guru kearah up to date. Dalam
upaya nyata pada In Service Education yang bisa dilaksanakan adalah:
a. Melaksanakan Pendidikan akta IV bagi Guru-guru yang belum mempunyai akta
IV atau guru-guru hasil pendidikan non tenaga kependidikan.
b. Melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana (S2, S3) yang sesuai dengan bidang
kejuruan yaitu Kimia.
2. In Service Training
Pada umumnya yang paling banyak dilakukan ialah melalui pola penataran-
penataran yang diantaranya:
a. Penataran Penyegaran
Yaitu usaha peningkatan kemampuan Guru agar sesuai dengan kemampuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memantapkan kemampuan tenaga
kependidikan agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari dengan lebih baik, sifat
penataran ini adalah memberi penyegaran sesuai dengan perobahan yang terjadi.
b. Penataran Peningkatan Kualifikasi
Yaitu usaha peningkatan kemampuan guru sehingga mereka memperoleh
kualifikasi formal tertentu sesuai dengan standar yang ditentukan.
c. Penataran Penjenjangan
Adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan Guru sehingga
dipenuhi persyaratan suatu kepangkatan atau jabatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Upaya nyata pada In Service Training adalah:
1. Melaksanakan penataran-penataran bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK), maupun Non kependidikan (Non LPTK) dengan
tujuan, memberi penyegaran sekaligus up date keilmuan khususnya Kimia.
2. Pembentukan wadah-wadah peningkatan kualitas guru.
Musyawarah guru mata pelajaran yang kemudian akan disebut dengan MGMP
sebagai salah satu bentuk kegiatan untuk meningkatkan kemampuan guru agar lebih
siap dalam menghadapi berbagai kesulitan . Pembelajaran MGMP memiliki kedudukan
yang sangat penting untuk meningkatkan pemahaman guru dalam keseluruhan proses
pembelajaran. Kehadiran MGMP sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran terutama untuk menyamakan persepsi, substansi materi, pemilihan
metode, serta penentuan pola evaluasi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Program
MGMP ini berprinsip “ dari guru, oleh guru, dan untuk guru”. Berdasarkan hasil
wawancara banyak guru mata pelajaran kimia yang kurang tertarik untuk menghadiri
MGMP. Tidak adanya evaluasi terhadap implementasi guru disekolah yang sebenarnya
dapat dilakukan oleh kepala sekolah maupun rekan guru. Hal inilah yang
mengakibatkan tidak adanya keinginan untuk guru meningkatkan keprofesionalannya.
Materi pada pelatihan di MGMP harus disesuaikan dengan kebutuhan esensial guru
kimia baik dalam materi maupun strategi pembelajaran kimia dan standar kompetensi
guru yang harus dicapai sesuai dengan ketetapan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional no.16 tahun 2007.
C. Ciri-Ciri Guru Kimia Yang Profesional
Menjadi professional dalam suatu profesi memiliki arti bahwa profesi yang
kita laksanakan telah mencapai tujuan dari profesi tersebut. Pendidik atau guru adalah
tenaga profesional seperti yang diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2 UU RI No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 2 ayat 1 UU RI No 14/2005 tentang Guru
dan Dosen, serta Pasal 28 ayat 1 PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Landasan yuridis dan kebijakan tersebut menunjukkan adanya keseriusan
dan komitmen yang tinggi Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan
penghargaan kepada guru sebagai pelaksana pendidikan di tingkat pembelajaran yang
bermuara akhir pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Hal ini sejalan dengan arah kebijakan Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42
UU RI No 20/2003 yang mensyaratkan pendidik (guru) harus memiliki kualifikasi
akademik minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan mengajar, sehat jasmani
dan rohani, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Demikian pula ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 1 PP No 19/ 2005 dan Pasal 8 UU RI No
14/2005 yang mengamanatkan guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal D4/S1
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi profesi-onal,
pedagogik, kepribadian, dan sosial.
Berkaitan dengan hal itu saat ini banyak guru-guru di tingkat lanjutan pertama
maupun menengah bersemangat melanjutkan studi S-2. Namun peningkatan jumlah
guru yang berkualifikasi S-2 tidak berarti secara otomatis meningkat pula
profesionalismenya, karena untuk menjadi guru yang profesional bukan hanya
bermodalkan ijasah S-2. Demikian pula semangat guru mengikuti berbagai aktivitas
ilmiah, seperti seminar, lokakarya, workshop, TOT, dan sebagainya, juga tidak mampu
menjamin terciptanya profesionalisme guru, jika aktivitas tersebut hanya seperti angin
lalu, lewat begitu saja tanpa dipahami, dihayati, dan diamalkan ketika melaksanakan
pembela-jaran di kelas.
Adanya sertifikasi dan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi
guru-guru yang belum lulus sertifikasi merupakan suatu usaha nyata Pemerintah (dalam
hal ini Dinas Pendidikan) dalam rangka pembentukan guru yang profesional. Pada
kenyataannya, setelah melalui sertifikasi guru masih belum memiliki kiat jitu untuk
menjadi guru yang profesional. Pada kesempatan inilah kita akan membahas bersama
tentang bagaimana kiat-kiat untuk menjadi guru yang profesional.
Menurut UU RI No. 14/2005 Pasal 1 ayat 4, profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Guru merupakan keteram-
pilan profesional yang untuk menyandang profesi tersebut harus menempuh jenjang
pendidikan tinggi pada program studi kependidikan (Mohamad Ali, 1985 : 31-34).
Pekerjaan yang profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan mereka yang
khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Nana Sudjana, 1988 : 14).
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip, yaitu memiliki:
1. bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia.
3. kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat.
8. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9. organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Menurut Journal Education Leadership edisi Maret 1993 (dalam Dedi
Supriadi, 1998 : 98) ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional, yaitu (1)
memiliki komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya, (2) secara mendalam
menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan, (3) bertanggung jawab memantau
kemampuan belajar peserta didik melalui berbagai teknik evaluasi, (4) mampu berpikir
sistematis dalam melakukan tugas, dan (5) menjadi bagian dari masyarakat belajar di
lingkungan profesinya.
Untuk menjadi guru yang profesional, maka harus berupaya seoptimal
mungkin memenuhi keempat kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogik,
sosial, dan kepribadian. Adapun kiat-kiat agar dapat menjadi guru profesional ditinjau
dari keempat kompetensi tersebut adalah :
1. Ditinjau Dari Kompetensi Profesional Guru
Seorang guru yang profesional sangat dituntut untuk dapat menguasai materi
secara mendalam, struktur, konsep, dan metode keilmuan yang koheren dengan materi
ajar, hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan mampu menerapkan konsep-
konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal tersebut, maka ada
beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Selalu berusaha agar tidak ketinggalan perkembangan ilmu yang berkaitan dengan
bidang studi yang diajarkan dengan cara membaca berbagai literatur (buku, majalah,
koran, ensiklopedia, hasil penelitian, dan lain-lain), bertanya, berdiskusi (sharing)
dengan teman sejawat maupun pakar, membuka internet. Ada satu kiat yang sangat
menarik untuk dicoba, yaitu “bacalah satu ilmu baru setiap hari”, maka dalam
sebulan kita memperoleh 30 ilmu baru. Dalam satu tahun memperoleh berapa ilmu
baru ? (Dapat dihitung sendiri). Penambahan ilmu setiap hari ini sepertinya tidak ada
manfaatnya, tetapi hal ini akan terasa manfaatnya ketika kita berbicara dengan orang
lain atau berbicara dalam satu forum resmi, karena tanpa kita sadari ilmu yang
pernah dibaca dan termemori tersebut membantu kita dalam melogika dan menalar
berbagai permasalahan. Tidak percaya ? Coba saja !
b. Carilah keanehan hubungan antar konsep yang mudah diingat. Sebagai contoh, pada
biologi menghafal bagian lidah dan rasa yang dikecap, menggunakan kata “maap”
sebagai urutan dari ujung lidah tengah kanan-kiri dan ke belakang berturut-turut
“manis-asin-asam-pahit”. Pada fisika, energi kinetik (energi karena gerak) dan energi
potensial (energi karena kedudukan), kita menghafal bahwa “K (kinetik) tidak akan
bertemu dengan K (kedudukan)”. Demikian juga pada kimia katoda mengalami
reduksi, anoda mengalami oksidasi, dengan menghafal huruf mati bertemu huruf
mati (k dengan r) dan huruf hidup bertemu huruf hidup (a dengan o).
c. Jika kita menemui dua konsep yang artinya berkebalikan, hafalkan salah satu, bukan
dihafal dua-duanya. Hal ini karena jika hafal dua-duanya bisa saling tertukar di otak
kita, sebaliknya jika hanya hafal satu pasti yang tidak dihafal memiliki arti kebalikan
dari yang kita hafal.
d. Selalu berusaha sharing dengan guru satu bidang studi, baik dari kelas yang
setingkat maupun yang berbeda tingkat, agar wawasan ilmu selalu bertambah (terjadi
pengayaan ilmu). Sharing juga dilakukan dengan guru yang serumpun (masih
memiliki kaitan dengan bidang studi kita), agar ketika mengajar kita mampu
memberi gambaran pada peserta didik bahwa materi yang kita ajarkan ada kaitan
dengan bidang studi yang lain. Hal ini kita lakukan agar ilmu yang dimiliki peserta
didik memiliki jalinan keterpaduan yang memperkaya pengetahuan mereka. Pada
pembelajaran IPA terpadu, meskipun masing-masing guru bertugas mengajar sesuai
bidang ilmunya (biologi, fisika, kimia), namun sangat disarankan untuk mengaitkan
satu sama lain agar terlihat keterpaduannya. Akan lebih baik lagi jika guru-guru IPA
dapat mengajarkan secara tematik.
e. Berusaha membuat ringkasan setiap materi pokok, baik yang berupa materi teoretis
maupun rumus-rumus untuk perhitungan.
f. Berusaha mengaitkan setiap konsep yang diajarkan dengan kehidupan peserta didik
agar tercipta pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
g. Berusaha merancang aktivitas lab (praktikum / eksperimen) sederhana sendiri
berdasarkan literatur-literatur yang dibaca.
Semua kiat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang memang memiliki
kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk maju disertai keinginan untuk dapat menjadi
guru yang profesional.
2. Ditinjau Dari Kompetensi Pedagogik Guru
Seorang guru yang ahli di bidang ilmu tertentu belum tentu ahli dalam
mengajarkan kepada orang lain. Hal ini terbukti ketika seorang ahli matematika dari
LIPI diminta mengajar matematika agar prestasi matematika peserta didik meningkat.
Kenyataannya ahli tersebut gagal mengajar dan mengakui bahwa ia ahli dalam ilmu
matematika, bukan ahli dalam mengajarkan matematika (Dedi Supriadi, 1998 : 88).
Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang
mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini berarti menyangkut
bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti
membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi
penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan
pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Bagaimana kiat-kiat menjadi guru profesional agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara optimal, berikut ini beberapa kiatnya:
a. Membuat perencanaan yang matang mengenai semua yang akan dilakukan dalam
proses pembelajaran, yaitu dengan membuat silabus dan RPP.
b. Melakukan persiapan pembelajaran yang menyangkut persiapan materi (misal
membuat hand-out, ringkasan), metode yang akan diterapkan, dan media yang akan
digunakan.
c. Berusaha mencari strategi pembelajaran yang baru, baik strategi menerapkan
metode-metode pembelajaran baru yang memenuhi PAIKEM (pembelajaran aktif,
inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) maupun menerapkan berbagai ke-
canggihan teknologi dalam bentuk media pembelajaran.
d. Refleksi diri setiap selesai pertemuan untuk melihat kekurangan dalam mengajar dan
kemudian berusaha memperbaiki terus menerus. Perbaikan pembelajaran dapat
dilakukan melalui penelitian tindakan kelas.
e. Senantiasa mengasah kemampuan dasar mengajar, seperti cara membuka pelajaran,
bertanya, memberi penguatan, menjelaskan, mengelola kelas, mengeva-luasi, dan
menutup pelajaran.
f. Berusaha hafal semua siswa, bukan hanya yang pandai atau yang bodoh. Hal ini
merupakan bentuk kepedulian dan perhatian kita pada peserta didik.
g. Piawai dalam memodifikasi metode pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik, potensi sekolah, dan ketersediaan sarana prasarana, dan memper-
timbangkan kemampuan akademis, tenaga, waktu, dan biaya.
h. Berusaha menciptakan suasana relaks dalam belajar dengan cara menyelingi
berbagai aktivitas menyenangkan, seperti belajar sambil bermain, berteka-teki, dan
selingan humor.
i. Memperluas dan memperdalam materi ajar sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitif peserta didik.
j. Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan
berbagai metode penilaian dan memanfaatkan hasil penilaian tersebut untuk
perbaikan kualitas pembelajaran dan perancangan program remedi maupun
pengayaan. Setiap hasil penilaian dikembalikan kepada peserta didik agar peserta
didik memperoleh feedback dari apa yang telah dikerjakannya.
k. Mampu membimbing peserta didik dalam pengembangan potensi akademik mela-lui
kegiatan positif (misal karya ilmiah remaja) maupun potensi non akademik (misal
olah raga).
Jadi, agar guru memenuhi kriteria guru yang profesional maka mereka harus
senantiasa berusaha secara terus menerus memperbaiki kualitas pembelajarannya
melalui pengembangan kemampuan mengajarnya, mulai dari perencanaan, pelaksa-
naan, sampai pada penilaian pembelajaran.
3. Ditinjau Dari Kompetensi Kepribadian Guru
Guru dikatakan profesional jika mereka memiliki kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Hal ini dapat terbentuk, jika dalam setiap melaksanakan tugas guru selalu mem-
pertimbangkan segala tindakannya dari segala aspek yang melingkupinya. Ada bebe-
rapa kiat untuk menjadi guru profesional ditinjau dari kompetensi kepribadian, yaitu:
a. Berusaha menjadi guru yang taat aturan, seperti datang mengajar tepat waktu,
berpakaian rapi dan sopan.
b. Menunjukkan rasa empati terhadap peserta didik yang sedang menghadapi masalah
dan memiliki kepedulian yang tinggi untuk membantunya.
c. Menunjukkan kebanggaan sebagai guru dengan tampilan mengajar yang selalu segar,
bersemangat, dan menyenangkan, meski guru sedang memiliki masalah.
d. Menunjukkan konsistensi dalam berperilaku sesuai aturan yang berlaku.
e. Menerapkan pendekatan kasih sayang dalam mengajar (memberi tanpa meminta
imbalan pada peserta didik).
f. Berprestasi yang dapat membanggakan peserta didik dan sekolah.
g. Terbuka pada kritik yang disampaikan peserta didik, teman sejawat, dan siapapun
yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang dimiliki.
h. Menunjukkan keikhlasan dalam mengajar dan membimbing peserta didik yang
ditunjukkan melalui kesabaran menjawab setiap pertanyaan, melayani mereka yang
kesulitan, siap menolong kapanpun dibutuhkan.
i. Berusaha menunjukkan keteladanan dengan berperilaku dan bertindak yang terpuji,
seperti sopan, ramah, murah senyum, supel, adil, jujur, objektif, empati.
j. Sesekali memberikan selingan ”siraman rohani” berupa nasihat positif yang rasi-onal
sebagai pembentukan kepribadian dan perilaku siswa yang baik.
Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme seorang guru bukan
sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, keterampilan yang tinggi, tetapi
memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan sebagai seorang guru. Dengan demi-
kian guru yang profesional juga dituntut memiliki kepribadian yang tertampilkan dalam
bentuk perilaku dan berpikir yang mantap, stabil, dan berakhlak mulia.
4. Ditinjau Dari Kompetensi Sosial Guru
Guru adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Hal ini berarti selain
ia harus mengembangkan profesional yang berkaitan dengan pengembangan diri pribadi
juga harus mengembangkan kompetensinya yang berkaitan dengan kehidupan sosial,
karena sesungguhnya ia bagian dari masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu seorang
guru yang profesional dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Salah satu modal
bersosialisasi yang baik adalah kepandaian dalam berkomunikasi secara efektif, bai
dengan peserta didik, teman sejawat, maupun orangtua / wali orangtua dan masyarakat.
Selain berkomunikasi juga mengembangkan hubungan secara efektif dengan mereka.
Untuk menuju kepada profesionalisme yang berkaitan dengan kompetensi sosial ini,
ada beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Banyak bergaul dengan siapa saja tanpa memandang tingkatan usia dan status
ekonomi. Dengan demikian ketika melakukan pendekatan dengan berbagai kalangan
dapat beradaptasi dengan cepat.
b. Sering mengikuti aktivitas ilmiah / seminar, baik sebagai peserta maupun penyaji,
sehingga memiliki keberanian di dalam mengemukakan gagasan / ide. Hal ini posi-
tif dalam menunjang kemahiran berkomunikasi di depan kelas ketika mengajar.
c. Sering berbincang-bincang dengan peserta didik di saat-saat senggang tanpa harus
dalam suasana formal. Seringkali guru takut kehilangan wibawa ketika melakukan
hal tersebut, namun hal itu tidak akan terjadi ketika ketika mengajar di kelas kita
mampu membuat penciptaan citra diri yang positif sebagai pengajar / pendidik.
Dengan demikian, guru dapat bertindak sebagai sahabat, orangtua, pembimbing,
maupun pendidik dengan penempatan diri yang sesuai.
d. Menunjukkan keakraban melalui komunikasi yang bersahabat, sehingga peserta
didik merasa nyaman dan tanpa ragu “curhat” bila ada masalah.
e. Siap membantu peserta didik kapanpun diperlukan tanpa membeda-bedakan.
f. Memperlakukan peserta didik sesuai dengan kedudukannya, tidak meremehkan, dan
selalu menghargai apapun keadaannya. Hal ini penting, karena keberhasilan belajar
peserta didik selain dipengaruhi faktor intern juga hubungan sosialnya de-ngan guru
(Slameto, 1993 ; 54). Ketertarikan peserta didik pada pembawaan guru yang ramah
dan dapat diajak bicara akan menumbuhkan motivasi belajarnya.
g. Memiliki kemampuan empati (tanggap dan peka terhadap keadaan anak didik) yang
ditumbuhkan dengan cara sering berkomunikasi dan memperhatikan mereka.
h. Guru perlu mengetahui dunia trend-nya peserta didik, sehingga dapat melakukan
komunikasi yang baik, lancar, dan nampa “gaul” di mata peserta didik.
Sebaiknya guru tidak mudah marah tanpa alasan yang jelas, karena akan meng-
ganggu komunikasi selanjutnya dengan peserta didik. Rasa takut akan menye-babkan
peserta didik menjauh, sehingga komunikasi tidak terjalin dengan baik.
D. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Guru Kimia Profesional
Saat ini kita memang sedang mengalami yang namanya globalisasi. Dimana
seluruh dunia bergabung menjadi satu kesatuan. Termasuk dunia pendidikan. Pantas
saja, kita sebagai pandidik dituntut untuk terus berusaha meningkatkan kualitas
pendidikan yang untuk kategoti negara kita sendiri, yaitu Indonesia masih rendah
dibanding negara-negara tetangga lain.
Untuk itu, bagaimanapun caranya semua pendidik harus mempunyai sikap
yang profesional. Jika guru tersebut profesional, maka akan dihasilkan produk
pendidikan yang berkualitas. Guru yang berprofesional menjadikan atau proses
pembelajaran yang berkualitas, sehingga peserta didik pun senang mengikuti proses
pembelajaran tersebut dan pada akhirnya seseorang yang dihasilkan dari sekolah yang
berkualitas itu bisa bersaing di era globalisasi saat ini.
Kedudukan guru sebagai tenaga pengajar professional mempunyai visi dan
misi. Visinya adalah terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-
prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam
memperoleh pendidikan yang bermutu. Misinya adalah mengangkat martabat tenaga
pengajar, menjamin hak dan kewajiban tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi
tenaga pengajar, memajukan profesi serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu
pembelajaran, meningkatkan mutu pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan
ketersediaan tenaga pengajar antardaerah dari segi jumlah, mutu kualifikasi akademik,
dan kompetensi. Misi lainnya adalah mengurangi kesenjangan mutu pendidikan
antardaerah dan meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Dengan peningkatan profesionalisme guru ini, akan terwujud penyelenggaraan
pendidikan atau pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip prefesionalitas. Menurut
penelitian, kualitas pendidikan ditentukan oleh 60% kualitas guru. Apabila kualitas guru
itu jelek, maka kualitas pendidikan sebesar 60% itu juga akan jelek. Sebaliknya, apabila
kualitas guru tersebut baik, maka 40% kualitas pendidikan tersebut akan baik. untuk
40%, adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan lainnya. Dari
fakta tersebut, artinya apabila pendidikan ingin maju harus dimulai dari si guru tersebut.
Karena disini guru sebagai faktor kunci untuk memajukan pendidikan.
Tetapi, fakta dilapangan berkata lain. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Jakarta pada tahun 2012, bahwa berdasarkan tes uji kompetensi guru,
menunjukkan bahwa hasil UKG pada uji kompetensi profesional dan kompetensi
pedagogik guru masih rendah.
Data yang diperolah dari BNSP, sebanyak 49,3% guru SD tidak layak
mengajar. Data tu diperoleh ketika semua guru SD maupun MI diadakan Uji
Kompetensi. Ternyata 60% dari guru tersebut mendapatkan nilai dibawah 7. Hal ini
sangat memprihatinkan.
Selanjutnya, data yang diperoleh bahwa untuk guru yang diuji sebanyak 1048
orang guru SMP dalam uji kompetensi profesional khususnya penguasaan materi guru-
guru SMP rerata keseluruhan mata pelajaran 6,9. Sedangkan hasil dari uji kompetensi
pedagogik, guru yang mendapat nilai D (predikat kurang) adalah 35 persen, nilai C
(predikat cukup) adalah 63 persen, mendapat nilai B (predikat baik) hanya 2 persen,
ironisnya yang mendapat nilai A (predikat amat baik) adalah 0 persen. Dari data di atas
dapat diketahui bahwa kompetensi pedagogik yang memenuhi standar kompetensi
adalah 35 persen. Hal yang tidak jauh berbeda pun terjadi pada jenjang SMA dan SMK.
Pada tingkat SMA kompetensi profesional khususnya Penguasaan Materi Guru-
guru SMA keseluruhan mata pelajaran 5,7.
Fenomena di atas telah menjadi gambaran secara sekilas kepada kita, tentang
kondisi dunia pendidikan di negeri kita saat ini, dimana kualitas proses pembelajaran
kita masih jauh dari apa yang kita harapkan. Perlu upaya kerja keras tanpa henti dengan
melibatkan seluruh stakeholder, agar pendidikan kita di bumi serumpun sebalai ini
dapat bangkit dan mengejar ketertinggalan sehingga mampu berkompetisi secara
terhormat dalam era globalisasi ini. Oleh sebab itu reformasi pendidikan, dimana salah
satu isu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru merupakan sebuah
keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih
berkualitas.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kompetensi guru demikian rendah.
Mulai dari komitmen pemerintah rendah, kesejahteraan yang minim, pembinaan dan
perlindungan profesi yang belum memadai, kualitas input, LPTK sebagai lembaga yang
menghasilkan guru, sampai kepada persoalan kinerja guru yang sangat rendah.
Permasalahan itu langsung atau tidak langsung akan berkaitan dengan masalah mutu
profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal sudah sangat jelas hal
tersebut ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional yang
rendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme
guru disebabkan oleh:
1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan
banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri
tidak memadai
2. Belum adanya standart profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju
3. Kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang
lulusannya asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak dilapangan sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan
4. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri
E. Cara Menanggulangi Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Guru Kimia Yang
Profesional
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar dapat
ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah
berhasil dikembangkan.
Demikian halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian
target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah, sehingga dapat
mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang
berkualitas tinggi.
Dalam rangka itu, peningkatan kemempuan profesional guru sekolah dasar
perlu ditingkatkan secara kontinya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pendidikan. Selanjutnya ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya
peningkatan kemampuan merupakan hak setiap guru. Jadi seorang guru berhak
mendapatkan sebuah pembinaan, studi banding, tugas belajar dan dalam bentuk
lain.hak-hak seperti itu merupakan sebuah langkah untuk dapat dikatakn sebagai guru
yang profesional. Tetapi hak-hak tersebut juga tidak akan berhasil jika si guru tidak
mampu dan tidak terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta harus memiliki
semangat kerja yang tinggi dan disiplin.
Lalu ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah
dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru
mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko
tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya
pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan
siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak
dirancang dan dilaksanakan secara professional, tidak menutup kemungkinan terjadi
adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh
jaringan listrik dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai
kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan
secara kontinu. Di sinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di
sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam rangka
peningkatan kemampuan profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas,
guru mata pelajaran Pendidikan Agama, guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, dan guru lainnya adalah supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus-
menerus. Dilakukannya supervisi dalam rangka peningkatan kemampuan profesional
guru sesuai dengan fungsi supervisi itu sendiri. Menurut Sergiovanni (1987), ada tiga
fungsi supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi,
dan fungsi kontrol.
Secara sederhana, supervisi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses
pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran
secara efektif dan efesien.
Dengan fungsi pengembangan berarti supervisi pendidikan, apabila
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan keterampilan guru dalam
mengelola proses pembelajaran. Dengan fungsi motivasi berarti supervisi pendidikan,
apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat menumbuh kembangkan motivasi
kerja guru. Dengan fungsi kontrol berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, memungkinkan supervisor (kepala sekolah) melaksanakan
kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru.
Berikut ini beberapa hal yang tidak boleh dilakukan seorang guru di dalam
kelas dengan harapan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh seorang guru
dalam menjalankan tugas keprofesionalannya:
1. Jangan Meremehkan RPP
2. Jangan Membiarkan Siswa Menyontek
3. Jangan Membanding-Bandingkan Siswa
4. Jangan Memarahi Siswa di Depan Umum
5. Jangan Menjudge Karakter Siswa
6. Jangan Membicarakan Kejelekan orang Lain di Depan Siswa
7. Jangan Menunjukkan Sifat Sempurna
8. Jangan Melakukan Pembelajaran yang Statis
9. Jangan Memberikan Beban Berlebih
10. Jangan Mementingkan Nilai Siswa
BAB III
HASIL PENELITIAN
NO NAMA TANGGAPAN
1 Husniawati Berdasarkan hasil survey siswa ini menyukai pelajaran Biologi
karena menurutnya Biologi itu membahas tentang tumbuhan dan
makhluk hidup, disamping itu dia juga menyukai pelajaran Kimia
karena cara gurunya menjelaskan pokok dari pelajaran yang benar-
benar penting saja dan tidak menjelaskan yang tidak penting, siswa
ini juga menyukai cara gurunya mengajar yaitu dengan cara yang
menyenangkan. Siswa ini menginginkan guru Kimianya mengajar
dengan cara yang serius. Menurutnya guru Kimianya memiliki
kompetensi profesional karena ketika sedang mengajar gurunya
serius dan tidak membosankan, serta menyimpulkan guru
Kimianya termasuk guru yang profesional karena bisa
menempatkan kapan serius dan bercanda.
2 Ainun
Awallunisa
Fatimah
Berdasarkan hasil survey siswa ini lebih menyukai pelajaram
Biologi karena pelajaran Biologi tidak memiliki hitung-hitungan.
Selain Biologi dia juga menyukai pelajaran Kimia karena
menurutnya pelajaran Kimia mudah dimengerti. Siswa tersebut
juga menyukai cara mengajar guru Kimianya karena guru tersebut
menjelaskan materi tanpa berbelit-belit, rinci dan tidak
menegangkan, serta bertanya kepada siswanya bila ada yang tidak
dimengerti dari materi yang diajarkan. Menurut siswa ini, gurunya
sudah termasuk guru yang profesional dan guru tersebut tidak
membeda-bedakan siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
3 Tri Riska Muliani Berdasarkan hasil survey siswa ini berpendapat dri semua pelajaran
IPA ia menyukai pelajaran Fisika karena pelajarannya tidak
membosankan dan asyik. Selain Fisika, ia juga menyukai pelajaran
Kimia karena menurutnya pelajaran Kimia itu pelajaran yang asyik
dan tidak terlalu rumit dalam menggunakan rumus-rumusnya.
Siswa ini menyukai cara guru Kimianya mengajar karena caranya
santai, asyik, dan cepat dimengerti dalam menjelaskan atau
menyampaikan materi. Siswa ini menginginkan guru Kimianya
mengajar dengan cara yang asyik, santai dan cepat membuat siswa
paham ketika menjelaskan materi. Menurutnya, guru Kimianya
memiliki kompetensi profesional karena Kimia sudah menjadi
bakat yang guru tersebut miliki, selain kompetensi profesional,
guru tersebut termasuk guru yang professional karena cara
mengajarnya cepat dipahami dan dimengerti ketika beliau sedang
menyampaikan materi.
4 Satriawan Akbar
Saputra
Berdasarkan hasil survey siswa ini menyukai Kimia karena dalam
pelajaran Kimia ada sebagian eksperimen-eksperimen yang cukup
menarik dan bermanfaat. Siswa tersebut tidak menyukai cara guru
Kimianya mengajar karena kurang menyeluruh ke semua siswa dan
menerangkannya cukup hanya dibuku dan LKS yang ada, serta
memberikan atau menugaskan untuk membuat rangkuman-
rangkuman mengenai baba tau materi yang akan dipelajari,
selanjutnya memberikan tugas-tugas. Siswa ini menginginkan guru
Kimia mengajar dengan cara; 1 mengajar tidak hanya murid yang
menonjol tetapi harus menyeluruh ke semua siswa, 2 tidak hanya
terpaku terhadap buku melainkan memberikan metode atau cara
yang lebih efektif untuk memecahkan soal, 3 memberikan
penjelasan yang bisa diterima oleh logika atau tidak rumit.
Menurutnya, guru Kimianya memiliki kompetensi profesional
karena memiliki pengetahuan tentang Kimia tetapi guru tersebut
dinilai tidak profesional karena tidak disiplin.
5 Anisa Hafifah S. Berdasarkan hasil survey, siswa ini lebih menyukai pelajaran
Biologi dan Matematika karena menurutnya pelajaran ini tidak
terlalu sulit. Siswa ini kurang menyukai pelajaran Kimia apabila
menemukan solusi dari materi yang diajarkan dan kadang
menyukai Kimia apabila materi yang dipelajari dianggap mudah.
Menurut siswa ini, cara mengajar guru Kimianya menyenangkan,
karena cara mengajarnya yang mudah dipahami dan tidak terlalu
serius. Menurutnya guru Kimianya profesional karena selalu
menyampaikan ulasa yang baik dari materi yang dibahas.
Berdasarkan hasil suvey tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
tidak terlalu menyukai pelajaran Kimia karena menurutnya pelajaran Kimia pelajaran
yang sulit untuk dimengerti, selain itu ini disebabkan juga dari cara gurunya yang
mengajar. Selain itu mereka lebih menyukai cara mengajar yang santai dan diselingi
dengan ulasan-ulasan materi. Mereka cara mengajar yang menyeluruh dan tidak hanya
fokus pada satu siswa yang menonjol, memberikan penjelasan yang masuk logika dan
dengan cara-cara yang menyenangkan. Sebagian besar menganggap guru Kimia mereka
telah memiliki kompetensi profesional dari segi pengetahuan saja namun belum
menyinggung kompetensi-kompetensi yang lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa:
1. Kompetensi Profesional adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
2. Program-program yang telah dilaksanakan secara nyata
diantaranya; In Service Education, In Service Training dan penataran-penataran.
3. Ciri-ciri dari guru Kimia yang sudah dikatakan professional
antara lain: (1) memiliki komitmen pada peserta didik dan proses belajarnya, (2)
secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan, (3) bertanggung
jawab memantau kemampuan belajar peserta didik melalui berbagai teknik evaluasi,
(4) mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas, dan (5) menjadi bagian dari
masyarakat belajar di lingkungan profesinya
4. Factor-faktor yang menyebabkan rendahnya keprofesionalan
guru Kimia antara lain; (1) Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya
secara utuh. Hal ini disebabkan banyak guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis
untuk meningkatkan diri tidak memadai, (2) Belum adanya standart profesional guru
sebagaimana tuntutan di negara-negara maju, (3) Kemungkinan disebabkan oleh
adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa
memperhitungkan outputnya kelak dilapangan sehingga menyebabkan banyak guru
yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan, dan (4) Kurangnya motivasi guru
dalam meningkatkan kualitas diri.
B. Saran
Dengan memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor
determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi
guru menjadi wacana yang sangat penting. Oleh karena itu, bagi pendidik maupun calon
pendidik hendaknya lebih memperhatikan standar profesionalitas guru khususnya bagi
pendidik yang ada di Indonesia. Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan akan
maksimal dan kualitas pendidikan pun juga akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni Syukir. 2013. Sikap Guru Profesional. Diunduh dari
http://asmunisyukir.wordpress.com/2013/01/17//sikapguruprofesional_mediaasmunisyu
kir.html pada tanggal 24 Oktober 2015.
Djam’an Satori. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.
H.M. Surya, dkk. 2005. Kapita selekta kependidikan SD. Jakarta: Universitas terbuka.
Syaiful Sagala. 2008. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:
Alfabeta, CV.
Anonim. 2014. Standar Profesional Guru. Diunduh dari
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/standar-profesionalitas-guru.html.pada tanggal
24 Oktober 2015.