Tugas Kelompok Kimia Koordinasi
Makalah Kimia Koordinasi
Sejarah Kimia Koordinasi Dan Teori Medan Ligan
Disusun Oleh :
ANISAH
DYAH AYU ANGGRAINI
EGA ROFINA
EMA AMERINA
FIFIT RIANI
GENTA AFRANITA
LINDA LISMAWATI
MAFTUHIN
MARTIN FRANKLIN JILIUS
RISKA FITRIANI
SITI MAYSAROH
SRI RAHMAWATI
SUSANTO
SYAMSUL RIZAL
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
Kimia Koordinasi Page 1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kimia
Koordinasi.
Makalah ini ditulis sebagai tugas yang diberikan kepada kami.Penulis sangat
berterima kasih kepada ibu Halida Sophia,M.Si sebagai dosen pengasuh mata kuliah
Kimia Koordinasi yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran kepada kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Pekanbaru, 14 November 2011
Kimia Koordinasi Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………..…………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………..……………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..…………………………………… 4
BAB II ISI
2.1 Teori Jorgensen ……………………………………..…………………………………………………… 5
2.2 Teori alferd Werner ……………………………………..……….…………………………………… 6
2.3 Teori Langmuir ……………………………………..…….……………………………………………… 7
2.4 Teori Modern ……………………………………..…………………………..…………………………. 7
2.5 Teori Medan Ligan ……………………………………………………………………………………… 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………….. 19
3.2 Saran ………………………………………………………………………………………………………... 19
DAFTAR PUSTAKA
Kimia Koordinasi Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal perkembangannya, senyawa kompleks banyak mengundang
pertanyaan bagi para ilmuwan disaat itu akan sifatnya yang stabil. Kestabilan dari
senyawa tersebut tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan teori-teori mengenai
struktur dan valensi atom yang dikenal saat itu. Misalnya saja, bagaimana CoCl3 yang
merupakan suatu garam yang stabil dapat bereaksi dengan sejumlah senyawa
seperti NH3 dan menghasilkan sejumlah senyawa baru : CoCl3.6NH3; CoCl3.5NH3 dan
CoCl3.4NH3 ? Struktur semacam apa yang dimiliki oleh senyawaan tersebut?
Bagaimana ikatan yang terbentuk antar atom dalam senyawaan itu?
Untuk meneliti sifat dan struktur dari senyawa semacam itu, para ilmuwan
membuat berbagai macam senyawa dengan reaksi kimia yang sederhana untuk
mencari suatu pola tertentu dari senyawa-senyawa tersebut.
Kimia Koordinasi Page 4
BAB II
ISI
2.1 Teori Jorgensen
Teori Rantai yang dikemukakan oleh seorang kimiawan Denmark, S.M.
Jorgensen sekitar tahun 1875, merupakan salah satu usaha utama untuk
menjelaskan ikatan yang terbentuk dalam senyawa kompleks.
Jorgensen mengajukan teorinya berdasarkan reaksi pengendapan AgCl oleh
CoCl3.xNH3.
CoCl3.6NH3 (jingga-kuning) + AgCl (excess) 3 AgCl
CoCl3.5NH3 (pink) + AgCl (excess) 2 AgCl
CoCl3.4NH3 + AgCl (excess) 1 AgCl
CoCl3.3NH3 (biru-hijau) + AgCl (excess) -
Berdasarkan perbandingan mol AgCl yang terendapkan, maka Jorgensen
mengusulkan struktur untuk CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3 masing-masing
sebagai berikut :
Kimia Koordinasi Page 5
CoCl3.6NH3
CoCl3.5NH3
Menurut Jorgensen, atom Cl yang terikat langsung pada Co terikat sangat kuat
sehingga tidak dapat diendapkan, sementara atom Cl yang terikat pada NH3 mudah
lepas sehingga dapat diendapkan oleh perak nitrat. Hasil eksperimen untuk reaksi
CoCl3.6NH3, CoCl3.5NH3, CoCl3.4NH3 sesuai dengan struktur teoritis yang diajukan.
Akan tetapi teori Jorgensen ini tidak dapat menjelaskan struktur yang sesuai untuk
senyawa CoCl3.4NH3.
2.2 Teori Alfred Werner
Pada tahun 1893, ilmuwan berkebangsaan Swiss, Alfred Werner mengajukan
suatu teori mengenai ikatan yang terbentuk dalam suatu kompleks.
Postulat-postulat dari teori Werner adalah sebagai berikut :
1. Dalam senyawa kompleks, ion logam yang menjadi atom pusat dapat
memiliki dua macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi sekunder.
2. Logam pusat memiliki kecenderungan untuk menjenuhkan baik valensi
primer maupun valensi sekudernya.
3. Valensi primer diisi oleh anion, dan tidak menentukan geometri dari
kompleks. Spesi yang mengisi valensi primer dapat diionkan sehingga dapat
diendapkan.
Kimia Koordinasi Page 6
CoCl3.4NH3
4. Valensi sekunder dapat diisi baik oleh anion maupun spesi netral. Spesi yang
mengisi valensi sekunder terikat dengan kuat dan memiliki kedudukan khusus
dalam ruang
5. Banyaknya spesi yang mengisi valensi sekunder menentukan bentuk
geometri dari kompleks
2.3 Teori Langmuir
kimiawan fisika Amerika, Irving Langmuir, tiap atom akan melengkapi kulit
elektron terluar dan mencapai kestabilan. Selubung luar yang lengkap secara normal,
menurut Lewis, terdiri dari delapan elektron – konfigurasi dari gas langka yang stabil,
yang disebut gas mulia. Inilah aturan oktet, dan ia membantu menjelaskan mengapa
periodisitas Mendeleyev sering terjadi dalam kelipatan delapan.
2.4 Teori Modern
Dalam pengertian modern, valensi primer dalam Teori Werner adalah tingkat
oksidasi dari logam pusat. Spesi yang mengisi valensi sekunder adalah ligan, dan
jumlah valensi sekunder dalam istilah modern disebut sebagai bilangan koordinasi.
Berdasarkan postulat-postulat di atas, Werner dapat meramalkan struktur
dari CoCl3.xNH3.
Misalnya pada senyawa CoCl3.6NH3, Werner menyatakan bahwa struktur
senyawa tersebut adalah sebagai berikut:
Kimia Koordinasi Page 7
Dalam struktur di atas, Co memiliki 6 valensi sekunder (----) dan memiliki bentuk
geometris oktahedral. Kesemua valensi sekunder diisi oleh NH3. Co masih memiliki
tiga valensi primer ( ) dan ketiganya diisi oleh Cl. Karena Cl terikat pada valensi
primer, maka Cl dapat terionkan dan diendapkan menjadi AgCl dengan larutan perak
nitrat.
Untuk senyawa CoCl3.3NH3, Werner mengajukan struktur sebagai berikut:
Pada CoCl3.3NH3, Cl terikat pada valensi primer dan pada valensi sekunder,
sehingga tidak dapat terionkan dan diendapkan oleh perak nitrat.
Dalam teori modern, maka valensi primer pada Teori Werner menunjukkan
bilangan oksidasi dari logam pusat, sementara valensi sekunder adalah bilangan
koordinasi yang menunjukkan banyaknya ligan yang dapat diikat oleh logam pusat.
2.5 Teori Medan Ligan
Teori medan ligan (Ligand Field Theory), disingkat LFT, adalah sebuah teori
yang menjelaskan ikatan pada senyawa kompleks koordinasi. Ia merupakan
aplikasi teori orbital molekul pada kompleks logam transisi. Ion logam transisi
mempunyai enam orbital atom terhibridisasi dengan energi yang sama untuk
berikatan dengan ligan-ligannya. Analisis LFT bergantung pada geometri kompleks.
Kimia Koordinasi Page 8
NH3
NH3NH3
NH3
NH3NH3
Co
Cl
Cl
Cl
Co
NH3
NH3NH3Cl
Cl Cl
Walaupun begitu, untuk tujuan tertentu, kebanyakan analisis berfokus pada
kompleks oktahedral dengan enam ligan berkoordinasi dengan logam.
a. Ikatan σ
Orbital-orbital molekul yang dibentuk oleh koordinasi dapat dilihat sebagai
akibat dari donasi dua elektron oleh tiap-tiap donor σ ligan ke orbital-d logam.
Pada kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y,
dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-
ikatan pada orbital dz2 dan dx
2−y
2. Orbital dxy, dxz dan dyz yang tersisa menjadi
orbital non-ikatan. Beberapa interaksi ikatan (dan anti-ikatan) yang lemah
dengan orbital s dan p logam juga terjadi, menghasilkan total 6 orbital molekul
ikatan (dan 6 orbital anti ikatan).
Gambar 1. Ligand-Field scheme summarizing σ-bonding in the octahedral complex
[Ti(H2O)6]3+.
Dalam istilah simetri molekul, enam orbital pasangan menyendiri ligan-ligan
membentuk enam kombinasi linear simetri tersuai (Symmetry adapated linear
combination) orbital atau juga disebut sebagai orbital kelompok ligan (ligand group
orbitals). Representasi taktereduksinya adalah a1g, t1u dan eg. Logam juga mempunyai
enam orbital valensi yang memiliki representasi taktereduksi yang sama, yaitu orbital
s berlabel a1g, orbital p berlabel t1u, dan orbital dz2 beserta dx
2−y
2 berlabel eg. Enam
Kimia Koordinasi Page 9
orbital molekul ikatan σ dihasilkan oleh kombinasi orbital SALC ligan dengan orbital
logam yang bersimetri sama.
b. Ikatan π
Ikatan π pada kompleks oktahedral terbentuk dengan dua cara: via
orbital p ligan yang tidak digunakan pada ikatan σ, ataupun via orbital molekul π
atau π* yang terdapat pada ligan. Orbital-orbital plogam digunakan untuk ikatan
σ, sehingga interaksi π terjadi via orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz. Orbital-orbital ini
adalah orbital yang tidak berikatan apabila hanya terjadi ikatan σ.
Satu ikatan π pada kompleks koordinasi yang penting adalah ikatan π logam
ke ligan, juga dikenal sebagai ikatan balik π. Ia terjadi ketika LUMO ligannya
adalah orbital π* anti-ikatan. Orbital-orbital ini berenergi sangat dekat dengan
orbital-orbital dxy, dxz dan dyz orbitals, sehingga mereka dapat membentuk orbital
ikatan. Orbital anti-ikatan ini berenergi lebih tinggi daripada orbital anti-ikatan
dari ikatan σ bonding, sehingga setelah orbital ikatan π yang baru terisi dengan
elektron dari orbital-orbital d logam, ΔO meningkat dan ikatan antara ligan
dengan logam menguat. Ligan-ligan pada akhirnya memiliki elektron pada orbital
molekul π*-nya, sehingga ikatan π pada ligan melemah.
Bentuk koordinasi ikatan π yang lain adalah ikatan ligan ke logam. Hal ini
terjadi apabila orbital simetri- π p atau orbital π pada ligan terisi. Ia bergabung
dengan orbital dxy, dxz dan dyz logam, dan mendonasikan elektron-elektronnya,
sehingga menghasilkan ikatan simetri-π antara ligan dengan logam. Ikatan
logam-ligan menguat oleh interaksi ini, namun orbital molekul anti-ikatan dari
ikatan ligan ke logam tidak setinggi orbital molekul anti-ikatan dari ikatan σ. Ia
terisi dengan elektron yang berasal dari orbital d logam dan
menjadi HOMO kompleks tersebut. Oleh karena itu, ΔO menurun ketika ikatan
ligan ke logam terjadi.
Stabilisasi yang dihasilkan oleh ikatan logam ke ligan diakibatkan oleh donasi
muatan negatif dari ion logam ke ligan. Hal ini mengijinkan logam menerima
ikatan σ lebih mudah. Kombinasi ikatan σ ligan ke logam dan ikatan π logam ke
ligan merupakan efek sinergi dan memperkuat satu sama lainnya.
Kimia Koordinasi Page 10
Karena enam ligan mempunyai dua orbital simetri π, terdapat total
keseluruhan dua belas orbital tersebut. Kombinasi linear simetri tersuainya
mempunyai empat degenerat triplet representasi taktereduksi, salah satunya
bersimetri t2g. Orbital dxy, dxz dan dyz pada logam juga mempunyai simetri ini,
sehingga ikatan π yang terbentuk antara logam pusat dengan enam ligan juga
mempunyai simetri tersebut.
Kompleks oktahedral berbilangan koordinasi enam
Lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi
yang sama.
Gambar 2. Perubahan energi elektronik selama proses pembentukan kompleks.
Medan listrik negatif yang sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan
tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada
interaksi elektrostatik. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam dan
medan listrik mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi
stabilisasinya (Gambar 2).
Kimia Koordinasi Page 11
Gambar 3. Posisi ligan dalam koordinat Catesius dengan atom logam di pusat
koordinat.
Kini ion tidak berada dalam medan negatif yang uniform, tetapi dalam medan
yang dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada atom
logam. Medan negatif dari ligan disebut dengan medan ligan. Muatan negatif, dalam
kasus ligannya anionik, atau ujung negative (pasangan elektron bebas) dalam kasus
ligan netral, memberikan gaya tolakan pada orbital d logam yang anisotropik
bergantung pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat koordinat
Cartesius (Gambar 6.5). Maka, orbital dx2-y2 dan dz2 berada searah dengan sumbu
dan orbital dxy, dyz, dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligand ditempatkan di
sumbu, interaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2, dz2) daripada
untuk orbital t2g (dxy, dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan orbital t2g
distabilkan dengan penstabilan yang sama. Dalam diskusi berikut ini, hanya
perbedaan energi antara orbital t2g dan eg sangat penting dan energi rata-rata
orbital orbital ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi dua orbital eg
dan tiga orbital t2gm dianggap Δo, tingkat energi eg adalah +3/5Δo dan tingkat
Kimia Koordinasi Page 12
energi orbital t2g adalah -2/5Δo (Gambar 4). (Δo biasanya juga diungkapkan dengan
10 Dq. Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan energi t2g -4 Dq).
Gambar 4. Pembelahan medan ligan dalam medan oktahedral dan tetrahedral.
Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10 elektron d dan bila orbital d yang
terbelah diisi dari tingkat energi rendah, konfigurasi elektron t2gxeg
y yang berkaitan
dengan masing-masing ion didapatkan. Bila tingkat energi nol ditentukan sebagai
tingkat energi rata-rata, energi konfigurasi elektron relative terhadap energi nol
adalah
LFSE = (-0.4x+0.6y)Δ0
Nilai ini disebut energi penstabilan medan ligan (ligand field stabilization
energy = LFSE). Konfigurasi elektron dengan nilai LFSE lebih kecil (dengan
memperhitungkan tanda minusnya) lebih stabil. LFSE adalah parameter penting
untuk menjelaskan kompleks logam transisi. Syarat lain selain tingkat energi yang
diperlukan untuk menjelaskan pengisian elektron dalam orbital t2g dan eg adalah
energi pemasangan. Bila elektron dapat menempati orbital dengan spin antiparalel,
namun akan ada tolakan elektrostatik antar elektron dalam orbital yang sama.
Tolakan ini disebut energi pemasangan (pairing energy = P). Bila jumlah elektron d
kurang dari tiga, energi pemasangan diminimasi dengan menempatkan elektron
Kimia Koordinasi Page 13
dalam orbital t2g dengan spin paralel. Dengan demikian konfigurasi elektron yang
dihasilkan adalah t2g1, t2g2, atau t2g3.
Dua kemungkinan yang mungkin muncul bila ada elektron ke-empat. Orbital
yang energinya lebih rendah t2g lebih disukai tetapi pengisian orbital ini akan
memerlukan energi pemasangan, P.
Energi totalnya menjadi:
-0.4Δo × 4 + p = -1.6Δo + P
Bila elektron mengisi orbital yang energinya lebih tinggi eg, energi totalnya
menjadi:
-0.4Δo × 3 + 0.6Δo = -0.6Δo
Konfigurasi elektron yang akan dipilih bergantung pada mana dari keduanya
yang nilainya lebih besar. Oleh karena itu bila Δo > P, t2g4 lebih disukai dan
konfigurasi ini disebut medan kuat atau konfigurasi elektron spin rendah. bila Δo < P,
t2g3 eg1 lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan lemah atau konfigurasi
elektron spin tinggi. Pilihan yang sama akan terjadi untuk kompleks oktahedral d5,
d6, dan d7 dan dalam medan kuat akan didapat t2g5, t2g6, t2g6 eg1 sementara
dalam medan lemah akan lebih stabil bila konfigurasinya t2g3 eg2 , t2g4 eg2 ,
t2g5eg2.
Parameter pemisahanmedan ligan Δo ditentukan oleh ligan dan logam,
sementara energi pemasangan, P,hamper konstan dan menunjukkan sedikit
ketergantungan pada identitas logam.
Kompleks bujur sangkar
Kompleks dengan empat ligan dalam bidang yang mengandung atom logam
di pusatnya disebut kompleks bujur sangkar. Lebih mudah untuk dipahami bila kita
menurunkan tingkat energy kompleks bujur sangkar dengan memulainya dari tingkat
energi kompkes octahedral heksakoordinat. Dengan menempatkan enam ligan di
sumbu koordinat Cartesian, kemudian dua ligan perlahan-lahan digeser dari atom
pusat dan akhirnya hanya empat ligan yang terikat terletak di bidang xy. Interaksi
dua ligan di koordinat z dengan orbital dz2, dxz, dan dyz menjadi lebih kecil dan
tingkat energinya menjadi lebih rendah. Di pihak lain empat ligan sisanya mendekati
atom logam dan tingkat energi dx2-y2 dan dxy naik akibat pergeseran dua ligan. Hal
Kimia Koordinasi Page 14
ini menghasilkan urutan tingkat energinya menjadi dxz, dyz < dz2 < dxy << dx2-y2
(Gambar 5). Kompleks Rh+, Ir+, Pd2+, Pt2+, dan Au3+ dengan konfigurasi d8
cenderung membentuk struktur bujur sangkar sebab 8 elektron menempati orbital
terendah dan orbital tertinggi dx2-y2 kosong.
Gambar 5. Perubahan energi orbital dari koordinasi oktahedral ke bujur sangkar.
Kompleks tetrahedral
Kompleks tetrahedral memiliki empat ligan di sudut tetrahedral di sekitar
atom pusat. [CoX4]2- (X= Cl,Br, I), Ni(CO)4, dsb. adalah contoh-contoh komplkes
berbilangan oksidasi 4 (Gambar 3). Bila suatu logam ditempatkan di titik nol sumbu
Cartesian, seperti dalam kompleks oktahedral, orbital e (dx2-y2, dz2) terletak jauh
dari ligan dan orbital t2 (dxy, dyz, dxz) lebih dekat ke ligan. Akibatnya, tolakan
elektronik lebih besar untuk orbital t2, yang didestabilkan relatif terhadap orbital e.
Medan ligan yang dihasilkan oleh empat ligan membelah orbital d yang
terdegenerasi menjadi dua set orbital yang terdegenarsi rangkap dua eg dan yang
terdegenarsi rangkap tiga tg (Gambar 4). Set t2 memiliki energy +2/5 Δt dan set e
memiliki enegi -3/5 Δt dengan pembelahan ligan dinyatakan sebagai Δt. Karena
jumlah ligannya hanya 4/6 = 2/3 dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks
oktahedral, dan tumpangtindih ligannya menjadi lebih kecil maka pembelahan ligan
Kimia Koordinasi Page 15
Δt sekitar separuh Δo. Akibatnya, hanya konfigurasi elektron spin tinggi yang dikenal
dalam komplkes tetrahedral. Energi pembelahan ligan dihitung dengan metoda di
atas sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Energi penstabilan medan ligan (LFSE).
Efek Jahn-Teller
Bila orbital molekul poliatomik nonlinear terdegenerasi, degenerasinya akan
dihilangkan dengan mendistorsikan molekulnya membentuk simetri yang lebih
rendah dan akhirnya energinya lebih rendah. Inilah yang dikenal dengan efek Jahn-
Teller dan contoh khasnya adalah distorsi tetragonal dari kompleks oktahedral
kompleks Cu2+ heksakoordinat.
Kimia Koordinasi Page 16
Gambar 6. Pembelahan Jahn Teller ion Cu2+.
Ion Cu2+ memiliki konfigurasi d9 dan orbital eg dalam struktur oktahedral
diisi oleh tiga elektron.
Bila orbital eg membelah dan dua elektron menempati orbital yang lebih
rendah dan satu electron di orbital yang lebih atas, sistemnya akan mendapatkan
energy sebesar separuh perbedaan energi, δ, dari pembelahan orbital. Oleh karena
itu distorsi tetragonal dalam sumbu z disukai.
Kelemahan Teori Medan Ligan
a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatanb.tidak ada interaksi
antara orbital logam dengan orbital ligan.
b. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki
energiyang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan
terjadipemecahan tingkat energi orbital
c. akibat adanya tolakan darielektron pada ligan, pemecahan tingkat energi
orbital d ini tergantungorientasi arah orbital logam dengan arah datangnya
ligan
Kimia Koordinasi Page 17
Pembentukan Orbital Molekul σ Dalam Senyawa Kompleks
P a d a s e n y a w a k o m p l e k s , o r b i t a l m o l e k u l t e r b
e n t u k s e b a g a gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan
orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat bergabung dengan
orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki simetri yang
sama.Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk
orbitalmolekul adalah orbital-orbital eg(dx2-d n d z2) , 4 s , 4 p , 4 p x, 4py d a n
4 p z. Orbital-orbital t2g(dxy, dxzdan dyz) dari logam tidak dapat membentuk orbital
σ k a r e n a o r i e n t a s i a r a h n y a y a n g b e r a d a d i a n t a r a s u m b u x , y d a n
z .
Kimia Koordinasi Page 18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. ligan dianggap sebagai suatu titik muatanb.tidak ada interaksi
antara orbital logam dengan orbital ligan.
2. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki
energiyang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan
terjadipemecahan tingkat energi orbital
3. akibat adanya tolakan darielektron pada ligan, pemecahan tingkat energi
orbital d ini tergantungorientasi arah orbital logam dengan arah datangnya
ligan
4. Dalam pengertian modern, valensi primer dalam Teori Werner adalah tingkat
oksidasi dari logam pusat. Spesi yang mengisi valensi sekunder adalah ligan,
dan jumlah valensi sekunder dalam istilah modern disebut sebagai bilangan
koordinasi.
3.2 Saran
Dari makalah ini ada banyak gambar yang tidak di lenkapi karena terjadi sedikit
kesalahan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalh ini.
Kimia Koordinasi Page 19
DAFTAR PRSTAKA
Anonim.2010.Teori Medan Ligan – Wikipedia Bahasa Indonesia , eksiklopedia
bebas.html.
Ardha.2010. Teori Medan Kristal. Just Chemistry ITS Teori Medan Kristal by
ardha.html
Miessler,G,L.Tarr,D.A. Inorganic Chemistry Third Edition. St.Olaf Collage Northfiled,
Minnesota.
Oktaviar,D.2011. Teori Medan Ligan. http://education
inscience.blogspot.com/2011/10/teori-medan-ligan.html.
Oxtoby,D,W.2003. Prinsip-2 Kimia Modern 2 Ed. 4 - Google
Buku.htm#v=onepage&q=pembelahan medan ligand&f=false
Saito,T.1996. Buku Online Teks Kimia Anorganik. Terjemahan : Ismunandar. Iwanaki
Shoten, Tokyo.
Tanty.2011.Belajar Teori Medan Ligan.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/chemistry/2135743-belajar-teori-
medan-ligan/
http://www.scribd.com/doc/56573233/Bab-III-Teori-Ikatan-Dalam-Kompleks
Kimia Koordinasi Page 20