Page | 25
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1. Kehilangan Tulang
Meskipun periodontitis merupakan suatu penyakit jaringan gingiva,
perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena
kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi.12
Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada keadaan normal memiliki
keseimbangan antara besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh
faktor sistemik dan faktor lokal. Saat nilai resorpsi lebih besar dari nilai
pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan tulang alveolar dapat menurun.12
III.1.1. Kerusakan Tulang Akibat Inflamasi Gingiva yang Meluas
Gingiva yang meluas penyebab utama kerusakan tulang pada
penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan
penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan permulaan
dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke
periodontitis.12
Periodontitis selalu didahului oleh gingivitis, sedangkan tidak semua
gingivitis berkembang menjadi periodontitis. Faktor yang menyebabkan
perluasan inflamasi ke jaringan penyokong dan menginisiasi perubahan
Page | 26
gingivitis menjadi periodontitis belum diketahui, namun dikaitkan dengan
komposisi bakterial yang terdapat pada plak. Pada penyakit periodontal yang
parah, kandungan bakteri yang bergerak (mobile) dan spirochaeta meningkat
sedangkan bakteri kokus dan batang berkurang.12
Perluasan inflamasi dikaitkan pula dengan potensi patogenik dari
plak, resistensi host, termasuk pula reaksi imunologi manusia, dan reaksi-
reaksi jaringan seperti derajat fibrosis gingiva, luas attached gingiva,
fibrogenesis dan osteogenesis yang reaktif. Sistem fibrin-fibrinolitik disebut
sebagai “walling off” dari peningkatan lesi.12
III.1.2. Histopatologi
Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan
menyebar mengikuti jalur “blood vessel” menuju tulang alveolar. Pada regio
Page | 27
molar, inflamasi dapat meluas ke sinus maksilaris dan mengakibatkan
penebalan sinus mukosa.12
Pada bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat
longgar di sekitar pembuluh darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke
tulang melalui saluran pembuluh lalu memperforasi puncak septum
interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke sisi-sisi
septum interdental. Pada bagian fasial dan lingual, inflamasi gingiva
menyebar melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan berpenetrasi
melalui pembuluh darah.12
Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam
ruangan kosong dan mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan
eksudat, pembuluh darah yang baru, dan memproliferasi fibroblast. Jumlah
multinuclear osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat lalu lapisan
tulang menghilang, diganti dengan lakuna.12
III.1.3. Tingkat Kehilangan Tulang
Suatu penelitian terhadap buruh teh di Srilanka tanpa pemeriksaan
oral hygiene dan perawatan gigi, Loeet dkk menemukan bahwa tingkat
kehilangan tulang dengan rata-rata 0.2 mm per tahun pada permukaan fasial
dan sekitar 0.3 mm per tahun pada permukaan proksimal saat penyakit
periodontal dibiarkan berkembang tanpa adanya perawatan. Namun, tingkat
Page | 28
kehilangan tulang dapat bervariasi tergantung pada tipe penyakit yang ada.
Loe dkk mengidentifikasi tiga kelompok pasien dengan penyakit periodontal
berdasarkan kehilangan perlekatan di bagian interproksimal dan mortalitas
gigi :12
1. Sekitar 8 % orang memiliki progresi penyakit periodontal yang cepat ,
ditandai oleh hilangnya perlekatan sebesar 0.1-1.0 mm per tahun.
2. Sekitar 80 % individu memiliki progresi penyakit periodontal yang
sedang dengan kehilangan perlekatan sebesar 0.05-0.5 mm pertahun.
3. Tersisa 11 % orang progresi kerusakan periodontal yang minimal atau
tidak ada sama sekali (0.05-0.09 per tahun).
III.1.4. Periode Kerusakan
Kerusakan periodontal terjadi dalam satu episode, dengan cara
intermitten, dengan periode inaktif atau pasif. Periode kerusakan merupakan
akibat dari hilangnya kolagen dan tulang alveolar dengan bertambah
dalamnya poket periodontal. Alasan dari onset periode kerusakan belum
sepenuhnya dijelaskan, meskipun teori berikut telah diajukan:12
1. Aktivitas kerusakan yang hebat berhubungan dengan ulserasi
subgingiva dan reaksi inflamasi akut yang berakibat pada kehilangan
tulang alveolar secara cepat.
2. Aktivitas kerusakan yang hebat sejalan dengan perubahan limfosit-T
ke limfosit B-infiltrat sel plasma.
Page | 29
3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan flora yang bebas, tidak
melekat, motil, gram negative, anaerob, dan periode remisi yang
sejalan dengan pembentukan kepadatan, flora yang tidak melekat, non
motil, gram positif yang cenderung melakukan mineralisasi.
4. Invasi ke dalam jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri yang
diikuti oleh meningkatnya pertahanan lokal host yang mengontrol
perlawanan.
III. 2. Patomekanisme Kerusakan Tulang
Prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada
periodontitis dan ditambah dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan
pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari
monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap
resorbsi tulang. Penelitian tentang kekurangan osteoklas pada tikus,
menunjukkan peran sangat penting dari sel dalam resorbsi tulang. Osteoklas
multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar pada hewan dan
manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong oleh
keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan
proses ini merupakan pokok dalam mengontrol perkembangan proses
resorpsi tulang alveolar. Gambar 10 menunjukkan inflamasi sitokin yang
terlibat dalam resorpsi tulang periodontal.14
Page | 30
Gambar 10: Peran Inflamasi sitokin pada resorpsi tulang periodontal.
Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan
host (pada penyakit periodontal). Produk bakterial plak meningkatkan
diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel
gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal
tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk menghambat kerja dari
osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut.12 Jadi, aktivitas resorpsi
tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat
sehingga terjadilah kehilangan tulang.
Selain itu, pada penyakit yang berkembang cepat misalnya aggressive
periodontitis, mikrokoloni bakteri atau sel bakteri tunggal mungkin ditemukan
antara serat kolagen dan sepanjang permukaan tulang.
Beberapa faktor host melepaskan sel inflamasi yang dapat
menginduksi resorpsi tulang secara in vitro dan memainkan peran penting
Page | 31
pada penyakit periodontal. Faktor tersebut meliputi host yang melepaskan
prostaglandin dan prekursornya, interleukin-1α (IL-1α) dan IL-β serta TNF-α.
Saat diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2 (PGE2) menginduksi
perubahan vaskuler pada proses inflamasi; saat diinjeksikan pada permukaan
tulang, PGE2 menginduksi resorpsi tulang dengan ketiadaan sel inflamasi
dan dengan beberapa osteoklas multinukleat. Selain itu, NSAIDs seperti
flurbiprofen dan ibuprofen, yang menghambat produksi PGE2, memperlambat
kehilangan tulang secara alami yang terjadi pada penyakit periodontal anjing
kecil dan manusia. Efek ini terjadi tanpa perubahan pada inflamasi gingiva
dan meningkat pada periode 6 bulan setelah penghentian konsumsi obat.12
Berdasarkan penelitian Bartold PM dkk, mereka menjelaskan bahwa
patomekanisme kerusakan tulang alveolar berhubungan dengan sistem
imunologi yang terkait dengan sejumlah regulasi molekul utama pada sistem
imunologi.
III.2.1. Osteoimmunologi
Sistem imun dan inflamasi sangat penting terhadap perkembangan
periodontitis. Baru-baru ini peran dari sistem kekebalan tubuh dalam
metabolisme tulang dan resorpsi tulang telah diakui. Hubungan antara sistem
kekebalan tubuh dan metabolisme tulang disebut osteoimmunology, dan ini
merupakan bidang yang berkembang pesat dari penelitian. Osteoimmunologi
berusaha mendefinisikan dan memahami interaksi sel kekebalan tubuh dan
Page | 32
sitokinnya dengan sel-sel tulang. Kedua sistem kekebalan tubuh dan tulang
berbagi sejumlah besar dari regulasi sitokin dan molekul lain. Hal ini jelas
bahwa pemahaman akan osteoimmunologi pusat pengembangan sarana
baru untuk mencegah dan mengendalikan patologis kerusakan tulang pada
penyakit seperti periodontitis. Sampai saat ini, sejumlah regulasi molekul
utama telah diidentifikasi dan umumnya terkait dengan receptor activator of
nuclear factor kappaB ligand (RANKL), receptor activator of nuclear factor
kappaB (RANK), serta terkait molekul sinyal dan faktor transkripsi.14
1. RANK dan RANKL
RANKL merupakan kunci mediator pada proses pembentukan
osteoklas. Protein yang terikat pada membran ini merupakan bagian dari
Tumor Necrosis Factor dan diekspresikan dalam berbagai tipe sel meliputi
osteoblas, fibroblast dan sel T. selama metabolisme tulang normal, RANKL
diekspresikan oleh osteoblas. Namun, bagian inflamasi dari RANKL juga
diekspresikan oleh sel imun seperti limfosit T. ekspresi RANKL juga diatur
oleh modulator lain dalam metabolisme tulang meliputi hormon paratiroid,
vitamin D3, dan interleukin-11. Pengikatan RANKL pada reseptor RANK
dipermukaan pre-osteoblas menyebabkan aktivasi jun terminal kinase dan
aktivasi nuclear factor-kappaB, yang mengarah pada pembentukan
osteoklas. Pada saat RANKL dianggap penting dalam memicu osteoklas
yang menyebabkan resorpsi tulang, tumor necrosis factor juga telah
Page | 33
dilaporkan mampu menginduksi osteoklas dalam resorpsi tulang dengan
ketiadaan RANKL. Namun, temuan ini telah berubah, dan RANKL umumnya
diterima sebagai komponen penting bagi pembentukan osteoklas.
Menurunnya fungsi RANKL pada tikus menunjukkan fenotip anosteopetrotik
yang berakibat pada ketiadaan osteoklas. Pemberian RANKL pada hewan
tersebut mengembalikan fungsi pembentukan osteoklas yang berakibat pada
resorpsi tulang yang meluas dan perkembangan osteoporosis.14
RANKL juga memegang peranan penting dalam osteoimunologi.
Produksi RANKL diatur dalam hubungannya dengan kehadiran sel inflamasi
sitokin seperti tumor necrosis factor alpha dan interleukin-1. Sejumlah
penelitian telah mengemukakan peran RANKL pada resorpsi tulang
periodontal. Peningkatan ekspresi RANKL telah ditemukan pada jaringan
periodontal yang mengalami inflamasi. Hal ini juga telah menunjukkan bahwa
terjadi ekspresi yang tinggi dari RANKL pada sel fibroblast dan imunonuklear
pada jaringan periodontal yang mengalami inflamasi dan hal ini nampaknya
berkaitan erat dengan kehilangan tulang. Penyebaran RANKL pada jaringan
periodontal yang mengalami inflamasi berhubungan dengan kehilangan
tulang.14
2. Osteoprotegerin
Osteoprotegerin merupakan inhibitor alami dari RANKL. Komponen ini
merupakan molekul yang menyerupai reseptor tumor necrosis factor yang
Page | 34
bertindak sebagai pengikat dan penghambat ikatan RANKL ke RANK dan
oleh karena itu dapat mencegah osteoclastogenesis. Penelitian
osteoprotegerin pada tikus telah menunjukkan bahwa hewan memiliki fenotip
osteoporotic. Namun, tikus yang memproduksi osteoprotegerin berlebihan
dapat berkembang menjadi osteoporosis. Hal ini terjadi karena kurangnya
pembentukan osteoklas dan rendahnya tingkat resorpsi tulang. Selanjutnya,
kerusakan tulang yang dimediasi oleh tumor necrosis factor dapat dicegah
melalui pemberian osteoprotegerin, oleh karena itu dapat mengurangi jumlah
osteoklas. Osteoprotegerin dihasilkan oleh sel ligament periodontal manusia,
sel fibroblast gingiva dan sel epithelial, dan ekspresinya dimodulasi oleh sel
inflamasi sitokin. Peneliti telah menunjukkan sebelumnya bahwa terdapat
penurunan level osteoprotegerin pada jaringan granulomatous yang
berhubungan dengan kehilangan tulang alveolar, yang merujuk pada
keseimbangan antrara tingkat RANKL dan osteoprotegerin yang mengatur
kerusakan tulang yang diamati pada penyakit periodontitis.14
3. Rasio RANKL/osteoprotegerin pada jaringan periodontal yang
mengalami inflamasi
Sejumlah penelitian terkini telah menganalisis konsentrasi dan
distribusi osteopritegerin dan RANKL pada jaringan periodontal yang sehat
dan yang mengalami inflamasi. Rasio RANKL/osteoprotegerin pada jaringan
periodontal yang mengalami inflamasi telah ditemukan mengalami
Page | 35
peningkatan karena terjadi peningkatan RANKL atau penurunan
osteoprotegerin atau keduanya. Temuan tersebut sejalan dengan penelitian
yang mengamati peranan RANKL/osteoprotegerin dalam resorpsi tulang
pada kondisi seperti rheumatoid arthritis. Tidak hanya peningkatan rasio
RANKL/osteoprotegerin pada sisi yang mengalami inflamasi, namun baru-
baru ini dilaporkan bahwa rasio ini berhubungan dengan keparahan penyakit.
Sebagai contoh, rasio RANKL/osteoprotegerin meningkat pada cairan
krevikuler gingiva yang didapat dari pasien dengan periodontitis kronis atau
agresif yang dibandingkan dengan yang didapat dari pasien dengan gingivitis
atau yang sehat. Temuan tersebut mengidentifikasi target terapeutik yang
menjanjikan dan perkembangannya yang meluas dan penggunaan obat-
obatan yang dapat memodulasi RANKL/RANK/esteoprotegerin, mengarah
pada peningkatan osteoprotegerin dan penurunan RANKL, sejalan dengan
tingkat keseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang.14
4. Regulator interseluler dari osteoklas
Saat RANKL terikat pada RANK, sejumlah interseluler yang
menstimulasi akses masuk diaktifkan, termasuk tanggung jawab dalam
menghasilkan factor seperti tumor necrosis factor receptor-6 dan c-Fos yang
kesemuanya terlibat dalam diferensiasi dan aktivasi osteoklas. Semua akses
masuk tersebut juga meliputi induksi dan aktivasi nuclear factor of activated
Page | 36
T-cells-1 yang dinilai sebagai induk faktor transkripsi dari
osteoklastogenesis.14
5. Faktor reseptor tumor necrosis factor-6
Faktor reseptor tumor necrosis factor-6 memainkan peran penting
dalam hubungannya dengan interseluler yang mengikuti interaksi
RANKL/RANK. Tahap awal dari stimulasi RANK adalah pengikatan protein
adaptor factor reseptor tumor necrosis factor-6 pada domain sitoplasma
RANK. Hal ini berperan dalam pembentukan osteoklas yang telah ditunjukkan
pada tikus yang defisiensi factor reseptor tumor necrosis factor-6, yang telah
ditemukan memiliki fenotip osteopetrotik. Pada hewan tersebut, pembentukan
osteoklas disinyalir sebagai akibat dari tidak sempurnanya stimulasi
pengikatan RANK/RANKL. Beberapa target utama dari faktor reseptor tumor
necrosis factor-6 meliputi faktor transkripsi (nuclear factor kappaB, activator
protein-1 dan nuclear factor of activated T-cells-1) dan berbagai jenis protein
kinases yang diaktivasi oleh mitogen, seperti p38 stress kinase, c-jun terminal
kinase, extracellular signal-regulated kinases (ERK) dan phosphoinositide 3-
kinases (Pi3K) / protein kinase B (AKT).14
Nuclear factor kappa-light-chain mengaktifkan sel B, sebuah faktor
transkripsi yang sangat penting yang diperlukan untuk keberhasilan
pembentukan dan aktivasi osteoklas. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa
nuclear factor-kappaB pada tikus mengembangkan osteoporosis karena
Page | 37
kurangnya osteoklas. Aktivasi yang diikuti oleh pengikatan RANKL pada
RANK, nuclear factor-kappaB yang terletak dalam sitoplasma dari sel yang
tidak terstimulasi, masuk ke dalam nucleus dan mengaktifkan inhibitor
kompleks NfkappaB kinase (IkB) kinase. Ada dua bagian katalitik yaitu
IkappaB kinase (IKK) complex – IKK-a (IKK-1) and IKK-b (IKK-2) yang
berhubungan dengan komponen regulator ketiga-IKK-c. Dari semua
komponen tersebut, IKK-b sangat penting bagi aktivasi nuclear factor-kappaB
melalui phosphorylation of IKK-a yang menyebabkan degradasi dan aktivasi
dari nuclear factor-kappaB. Pilihan lain, IKK-a dapat mengaktifkan nuclear
factor-kappaB melalui fosforilasi dan proses proteasom dari P-100, yang
menghasilkan produk p52 aktif. Kedua akses tersebut dinilai penting bagi
pembentukan osteoklas.14
6. Famili activator protein-1
Kompleks faktor transkripsi dikenal sebagai activator protein-1 yang
diaktivasi oleh pengikatan RANK ⁄ RANKL. Activator protein-1 merupakan
kompleks dimer yang tersusun atas Jun (c-Jun, JunB, JunD), Fos (c-Fos,
FosB, Fra-1, Fra-2) dan mengaktifkan factor transkripsi (ATF) (ATFa, ATF2,
ATF3, ATF4, B-ATF) proteins (115). Dari semuanya, c-Fos merupakan
activator protein-1 utama yang diinduksi oleh pengikatan RANK⁄RANKL.
Tikus yang defisiensi c-Fos mengalami fenotip osteopetrotik yang berat
sebagai akibat dari ketidakmampuannya untuk membentuk osteoklas.
Page | 38
Komponen utama lain dari kompleks activator protein-1 adalah Jun family of
proteins. Tidak seperti c-Fos, tikus tanpa c-Jun dan JunB tidak menunjukkan
penghambatan yang sempurna dari pembentukan osteoklas, dan hal ini
menunjukkan bahwa komponen activator protein-1 dapat saling mengganti
satu sama lain selama osteoklastogenesis. Hal penting dari c-Fos dalam
osteoklastogenesis telah ditunjukkan dalam pengamatan bahwa induksi
factor nuclear yang diaktivasi oleh sel T-1 RANKL tidak terjadi dalam sel c-
Fos. Arti penting dari nuclear factor of activated T-cells-1 dalam
osteoklastogenesis di diskusikan di bawah ini.14
7. Nuclear factor of activated T-cells
Seperti yang dijelaskan di atas, pengikatan RANKL ⁄ RANK
mengaktifkan nuclear factor-kappaB, activator protein-1 dan protein kinases
yang diaktivasi oleh mitogen, yang dinilai penting dalam osteoklastogenesis.
Namun, karena akses juga dapat diaktivasi oleh interleukin-1, yang tidak
dapat menginduksi osteoklastogenesis, akses diferensiasi osteoklas terminal
nampaknya spesifik untuk perkembangan osteoklas. Sebagai contoh, nuclear
factor of activated Tcells-1 yang telah dikenal sebagai kunci molekul
intraseluler secara spesifik terlibat dalam regulasi diferensiasi osteoklas
terminal. Ekspresi nuclear factor of activated T-cells-1 bergantung pada
ekspresi dari tumor necrosis factor receptor factor-6, nuclear factor-kappaB
dan c-Fos, yang kesemuanya diaktivasi oleh RANKL. Adanya peranan
Page | 39
penting dari nuclear factor of activated T-cells-1 dalam pembentukan
osteoklas berasal dari pengamatan bahwa defisien sel stem embrionik
nuclear factor of activated T-cells-1 dapat menyebabkan sel precursor tidak
dapat berdiferensiasi menjadi osteoklas dan ekspresi ektopik dari nuclear
factor of activated T-cells-1, dan dengan ketiadaan RANKL, dapat
menstimulasi sel precursor dari sum-sum tulang untuk berdiferensiasi
menjadi osteoklas. Nuclear factor of activated Tcells-1 telah ditentukan
sebagai faktor terakhir yang menyebabkan ekspresi gen osteoklas seperti
calcitonin receptor (CTR), cathepsin K, tartrateresistant acid phosphatase
(TRAP) dan b3 integrin serta osteoclast-associated receptor (OSCAR).14
III.2.2 Pembentukan Tulang pada penyakit periodontal
Area pembentukan tulang juga ditemukan pada sisi yang berdekatan
dengan resorpsi aktif tulang dan sepanjang permukaan trabekula yang jauh
dari area inflamasi, yang nampaknya berupaya untuk menguatkan tulang
yang tersisa (buttressing bone formation). Respon osteogenik ini secara jelas
ditemukan secara eksperimen yang menghasilkan kehilangan tulang pada
hewan. Pada manusia, sulit untuk diamati namun telah dapat ditunjukkan
pada studi secara histometrik dan histologik.12
Respon tulang alveolar terhadap inflamasi meliputi pembentukan
tulang dan resorpsi alveolar, oleh karena itu kehilangan tulang pada penyakit
periodontal bukan merupakan suatu proses destruktif yang sederhana namun
Page | 40
terjadi akibat dari dominasi resorpsi dibanding pembentukan tulang.
Pembentukan tulang baru mengganggu tingkat kehilangan tulang, yang
mengimbangi beberapa derajat kerusakan tulang oleh inflamasi.
Spesimen otopsi dari individu dengan penyakit yang tidak dirawat
terkadang menunjukkan area dimana resorpsi tulang terhenti dan tulang baru
dibentuk kembali pada tepi tulang yang rusak sebelumnya. Hal ini
menunjukkan ciri khas yang intermittent dari resorpsi tulang pada penyakit
periodontal dan konsisten dengan tingkat yang bervariasi dari perkembangan
penyakit yang diamati secara klinis pada penyakit periodontal yang tidak
dirawat.
Periode remisi dan eksaserbasi (atau ketidakaktifan dan keaktifan,
secara berturut-turut) sejalan dengan ketidakaktifan atau eksaserbasi dari
inflamasi gingiva, yang bermanifestasi pada perubahan dari perluasan
perdarahan, jumlah eksudat dan komposisi dari plak bakteri.
Keberadaan pembentukan tulang sebagai respon terhadap inflamasi,
pada penyakit periodontal yang aktif, memiliki pengaruh pada hasil
perawatan. Tujuan dasar dari terapi periodontal adalah menghilangkan
inflamasi dan menghentikan stimulus terhadap resorpsi tulang dan oleh
karena itu cenderung terjadi efek konstruktif.
Page | 41
III. 3. Pola Kerusakan Tulang
Pada kasus periodontitis, tidak ada bentuk yang pasti dari sejumlah
dan bentuk kerusakan gigi. Penyakit ini menyerang pada beberapa gigi atau
pada seluruh gigi geligi. Ada sedikit kecenderungan tampak adanya destruksi
simetri bilateral, tetapi tidak tampak sama pada kasus bagian dalam. Pada
kasus general aggressive periodontitis, kebanyakan berdampak pada gigi
permanen. Tidak ada tanda kriteria mendasar dalam menetapkan infeksi
localized periodontal secara umum. Klasifikasi 1999 menggambarkan bentuk
kerusakan dari generalized aggressive periodontitis, termasuk kondisi
kehilangan perlekatan interproksimal secara umum paling sedikit tiga gigi
permanen dibandingkan gigi premolar dan insisivus. Hal ini hampir sama
kriteria yang digunakan oleh Burmeister dkk, yang menunjukkan pola umum
destruksi, tampak kehilangan perlekatan pada 8 gigi atau beberapa gigi,
paling kurang 3 jika bukan molar pertama atau insisivus. Kasus ini
menunjukkan manfaat penyelidikan epidemiologi, tetapi kebanyakan
kehilangan keperluan penyelidikan diagnosis dan pengelolaan pada tiap
individu. Misalnya, jika area 8 gigi terkena, kebanyakan kini lebih
mengkarakteristikkan penyakit ini kedalam localized dibandingkan kondisi
general.15
Kesepakatan kelompok dalam Lokakarya Klasifikasi 1999 mengatakan
bahwa tingkat penyakit dianggap localized jika ≤ 30% area gigi yang terkena,
Page | 42
dan generalized jika melibatkan > 30% area gigi. Kesepakatan ini tidak
berdasar pada beberapa data dan secara lengkap berubah-ubah. Satu-
satunya alasan termasuk perluasan deskripsi penyakit guna membantu
komunikasi diantara rekan sejawat mengenai masalah lokasi secara umum.
Misalnya, komunikasi tertulis, kebanyakan klinisi secara diagnosis sederhana
(misalnya periodontitis kronis) diikuti oleh sejumlah dampak pada gigi.
Sejumlah dampak pada gigi mejadi berkepanjangan, kerapkali penyakit ini
mudah diindikasikan adalah generalized. Kekeliruan kerasnya penggunaan
30% ujung cut-offantara penyakit bentuk localized dan bentuk generalized
ditunjukkan dengan baik pada kasus klasik localized aggressive periodontitis
dengan 12 gigi yang terkena (misalnya seluruh insisivus dan molar pertama.
Apabila pasien hanya memiliki 28 gigi, kemudian 12 / 28 atau 42,9% gigi
telah terkena. Tambahan pula, penggambaran 30% dengan cepat, beberapa
individu dengan localized periodontitis secara kontra dengan penyakit
generalized periodontitis.15
Beberapa pola kerusakan tulang sebagai berikut:12
1. Hilangnya tulang secara horizontal.
Hilangnya tulang secara horizontal yang paling sering dijumpai.
Tulang alveolar berkurang tingginya, margin tulang berbentuk horizontal
atau agak miring. Resopsi tulang pada pola ini terjadi karena adanya
aktivitas yang sama besar pada semua bagian tulang. Sehingga
Page | 43
kerusakan sama rata, dan cacat yang terbentuk adalah puncak alveolar
yang datar.
Gambar 11: Gambaran radiografis kehilangan tulang horizontal pada bagian proksimal gigi.
Gambar 12: A. horizontal bone loss dan B. vertical (angular) bone loss daerah distal pada molar pertama
2. Defek Vertikal atau Angular
Defek vertikal atau angular terjadi dalam arah ablique, yang
meninggalkan suatu bentuk kawah pada tulang sepanjang akar; dasar
dari defek bertempat di bagian apical dari sekeliling tulang. Pada sebagian
besar kasus, defek angular biasanya mengikuti poket periodontal
intraboni; poket intraboni, yang selalu memiliki defek angular di bawahnya.
Page | 44
Defek angular dikelompokkan berdasarkan jumlah dinding osseus.
Defek angular memiliki satu, dua atau tiga dinding. Jumlah dinding pada
bagian apikal dari defek dapat lebih besar dibanding pada bagian oklusal,
pada kasus dimana kombinasi defek osseus digunakan.
Defek vertikal terjadi secara interdental yang umumnya dapat dilihat
pada gambar radiografi, meskipun tebal, plat tulang terkadang
menyamarkannya. Defek angular juga dapat nampak pada permukaan
fasial dan lingual atau palatal, tapi defek tersebut tidak dilihat pada
radiografi. Ekposure dengan cara pembedahan merupakan salah satu
jalan untuk menentukan keberadaan dan konfigurasi dari defek osseus
vertikal.
Defek vertikal meningkat seiring dengan pertambahan usia. Sekitar
60 % dari masyarakat dengan defek angular interdental hanya memiliki
defek tunggal. Defek vertikal yang ditemukan secara radiografi telah
dilaporkan muncul paling sering pada permukaan distal dan mesial.
Namun, defek tiga dinding yang paling sering ditemukan pada permukaan
mesial dari molar atas dan bawah.
3. Cacat tulang pada tulang alveolar.
Cacat ini dijumpai pada septum interdental maupun permukaan
tulang sebelah luar (oral atau vestibular).
Page | 45
4. Cacat tulang pada septum interdental.
Adanya cacat tulang ini dapat dilihat secara radiografis, tetapi
paling jelas diketahui dengan mengadakan probing sewaktu diadakan
pembukaan flap dalam prosedur operatif. Cacat tulang pada septum
interdental ini adalah:
a) Crater (cupping). Cacat tulang ini merupakan kavitas pada crest
septum interdental yang dibatasi oleh dinding oral dan vestibular
dan kadang-kadang dijumpai antara permukaan gigi dengan
vestibular atau dasar mulut.
b) Infrabony. Cacat tulang ini dapat bermacam-macam tergantung
pada jumlah dinding tulangnya.
III.3.1. Cacat Tulang Alveolar Pada Permukaan Oral atau Vestubular
Cacat tulang pada permukaan luar (oral atau vestibular) ini sangat
bervariasi, diantaranya adalah:15
1. Kontur tulang yang bulbous.
Kontur tulang yang bulbous biasanya disebabkan adanya eksositosis
atau terbentuknya pilling.
Page | 46
2. Hemisepta.
Sedangkan hemisepta akan menunjukkan adanya bagian interdental
septum yang rusak sepanjang penyakit. Bagian yang rusak ini dapat
terjadi pada bagian mesialnya ataupun bagian distalnya.
3. Margin Tulang inkonsisten.
Bentuk margin tulang yang inkonsisten merupakan cacat tulang
angular atau terbentuk U pada permukaan oral atau vestibular. Pada
gambaran radiografik hal ini akan sukar diketahui oleh karena tertindih
oleh gambaran gigi atau gambaran tulang lainnya.
4. Ledge.
Bentuk ledges terlihat sebagai penonjolan kecil dan rata akibat adanya
bony plato yang tebal mengalami resopsi.
5. Spine.
Cacat tuang spine menunjukkan adanya penonjolan tulang yang tajam
6. Margin tulang terbalik.
Bentuk margin tulang terbalik maksudnya pincak crest alveolar yang
tertinggi terdapat di pertengahan gigi.
Page | 47
III.3.2. Cacat Furkasi
Cacat furkasi juga dapat dikelompokkan menurut derajat kerusakan
tulang di daerah furkasi yang diukur pada bidang horizontal. Cacat furkasi ini
diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu:
1) Kelas 1.
Disebut juga cacat tahap awal. Merupakan cacat yang berpenetrasi
kurang dari 2 mm ke arah furkasi.
2) Kelas 2.
Merupakan cacat dimana kerusakan tulang lebih dari 2 mm ke arah
interradikular, tetapi tidak semua daerah furkasi sehingga ada sebuah
aspek tulang yang tetap utuh.
3) Kelas 3.
Merupakan cacat yang sedemikian rupa sehingga sebagian besar
tulang interradikular sudah rusak, dan sonde dapat dimasukkan
melewati dearah antara akar-akar gigi dari salah satu sisi ke sisi
lainnya.
Keterlibatan furkasi berdasarkan pengukuran horizontal, antara lain:9
1. Klas 1: furkasi dapat di probe dengan kedalaman 3 mm (F1).
2. Klas 2: furkasi dapat di probe dengan kedalaman lebih dari 3 mm,
namun tidak menembus sisi yang lain (F2).
Page | 48
3. Klas 3: furkasi menembus sisi yang lain dan dapat di probe seutuhnya
(F3).
Gambar 13: Klasifikasi keterlibatan furkasi
(A) Poket tanpa keterlibatan furkasi; (B) Klas 1; (C) Klas 2; (D) Klas 3
Recommended