perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tidak lagi menjadi hal yang luar biasa apabila seorang laki-laki menjadi
pemimpin. Laki-laki memang terbiasa menjadi pemimpin, entah itu pemimpin
dalam satuan organisasi sosial terkecil yakni keluarga ataupun pemimpin suatu
negara. Umumnya, dunia politik merupakan lapangan aktivitas laki-laki.
Secara tradisi yang merupakan hasil konstruksi sosial, ranah publik adalah
dunianya laki-laki, sedangkan ranah privat (domestik) adalah dunianya
perempuan. Nazehda Shevdova, seorang peneliti pada Institut of The USA and
Canada Studies, meneliti bahwa ranah politik berlaku sebagai model politik
maskulin. Menurutnya, laki-laki mendominasi secara luas dunia politik, sangat
dominan dalam memformulasikan aturan-aturan permainan politik, dan
mendefinisikan standar untuk politik. Selain itu, kehidupan politik sering diatur
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai laki-laki.1
Struktur politik yang didominasi oleh laki-laki pada dasarnya telah
menciptakan sebuah budaya yang “mengeluarkan” perempuan. Senioritas dan
machoisme telah menjadi klik informal laki-laki dalam dunia politik dan hal ini
menjadi penghambat karir politik perempuan.2
1 Nur Iman Subono, Partisipasi Perempuan, Hambatan, dan Pembuat Kebijakan, Jurnal
Perempuan: Perempuan dan Partisipasi Politik, Edisi 34, hal. 23, Juli 2003 2 Ibid, hal: 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Norma budaya yang ada menekankan peranan perempuan hanyalah
berkisar antara suami, anak, dan rumah. Akibatnya, sulit bagi perempuan untuk
masuk dan berhasil dalam dunia politik dibandingkan dengan laki-laki.3
Perempuan seakan-akan memiliki dilema antara dua “dunia”. Hal ini yang
seringkali menjadi batu sandungan bagi perempuan untuk dapat berhasil dalam
karir politik yang menyita perhatian dan waktunya.
Peran perempuan dalam pembangunan yang tercantum dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) juga menyiratkan perempuan memiliki kesempatan
lebih luas untuk bergerak di luar keluarga, namun keluarga tetap menjadi yang
utama bagi perempuan.
Pada situs resmi Inter-Parliamentary Union (IPU), menurut data Juli
2013, diketahui Rwanda memiliki jumlah perempuan terbanyak dalam parlemen
yakni 56,3% dan diikuti oleh Andorra sebanyak 50%, Cuba sebanyak 48,9% dan
Sweden sebanyak 44,7% . Inggris Raya menempati rangking ke-56 dengan jumlah
22,5%. Amerika Serikat berada pada urutan ke-77 dengan jumlah 17,7%. Negara
kita, Indonesia menempati rangking ke-74 dengan jumlah perempuan di parlemen
sebanyak 18,6 %.4
3 Billy Sarwono Atmonobudi, Pemaknaan Karir Politik Presiden Perempuan dalam Masyarakat
Patriaki, Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, Vol. 3 No. 2, hal 1-2, Mei-Agustus 2004 4 Admin, Women in Parliaments: World Classification, http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm,
diakses pada tanggal 28 Juli 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel berikut menunjukkan keterwakilan perempuan di parlemen dunia
yang data bersumber dari situs resmi IPU untuk situasi 1 Juli 2013:5
Tabel 1.1 Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen Dunia tertanggal
1 Juli 2013
Jenis Kelamin Jumlah Presentase
Laki-laki 36.456 79,1%
Perempuan 9.633 20,9%
TOTAL 46.520 100%
Sumber: www.ipu.org
Data di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki masih mendominasi
kancah politik. Perempuan hanya menempati tempat sekitar 20,9% menurut
perhitungan rata-rata di dunia. Masih sangat sedikit perempuan yang terjun
langsung pada karir politik. Kemudian masih dari data dari IPU yang
menunjukkan presentase keterwakilan pada tahun 1995, 1997, 2002, dan 2013
dalam parlemen di 7 wilayah regional di dunia mengalami peningkatan. Berikut
tabelnya,6
Tabel 1.2 Perempuan di Parlemen Nasional di Dunia (%)
(1995, 1997, 2002, 2013)
Wilayah Regional 1995
(%)
1997
(%)
2002
(%)
2013
(%)
Sub-Sahara Afrika 9,8 10,1 13,6 21,3
Amerika 12,7 12,9 16,5 24,8
Negara-negara Arab 4,3 3,3 5,7 15,7
5 Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm,
diakses pada tanggal 28 Juli 2013 6 Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm,
diakses pada tanggal 28 Juli 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Asia 13,2 13,8 15,2 18,8
Eropa 13,2 13,8 15,5 24,4
Pasifik 6,3 9,8 15,2 12,8
Sumber: www.ipu.org
Dari data di atas dapat disimpulkan terjadi peningkatan partisipasi
perempuan untuk ikut aktif dalam politik. Data di atas juga menunjukkan setiap
tahunnya makin banyak perempuan yang berani masuk untuk berkarir dalam
kancah politik.
Berikut data dari IPU untuk Juli 2013 mengenai presentase banyaknya
yang menjadi President of Parliament (Ketua DPR) menurut jenis kelamin yang
ada di Eropa, yakni:7
Bagan 1.1 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Eropa
(%)
Sumber: www.ipu.org
7 Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline-
e/LeadershipPositions.asp?LANG=ENG®ION_SUB_REGION=R7&typesearch=1&Submit1
=Launch+query, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
Laki-laki
79%
Perempuan
21%
Jumlah President of Parliaments di Eropa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Data di atas dapat diketahui bahwa situasi politik di Eropa pada tahun
2013 masih didominasi oleh laki-laki. Sedangkan, perempuan masih manjadi
minoritas yakni sebanyak 21%. Kemudian, berikut juga data yang dirilis oleh IPU
untuk Juli 2013 presentase Presidents of Parliaments (Ketua DPR) untuk semua
wilayah, dan semua sistem parlemen, berikut data yang dibedakan menurut jenis
kelamin, yaitu:8
Bagan 1.2 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Seluruh
Dunia (%)
Sumber: www.ipu.org
Hasil survey yang dilaksanakan oleh IPU pada seluruh dunia juga tidak
begitu jauh dari hasil survey di Eropa. Pada tingkat seluruh dunia, perempuan
masih saja menjadi pihak minoritas. Masih sebanyak 9.615 perempuan yang
mengambil karir di politik. Sementara, hingga saat ini laki-laki masih menjadi
dominasi sebanyak 79% atau sebanyak 35.782 orang. 9
Perempuan juga bisa menjadi pemimpin seperti halnya laki-laki.
Perempuan juga memiliki kualitas dan hak yang sama dengan laki-laki untuk
8 Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline-
e/WomenInParliament.asp?REGION=All&typesearch=1&LANG=ENG, diakses pada tanggal 28
Juli 2013 9 Ibid
79%
21%
Presentase President of Parliaments di Seluruh
Dunia
Laki-laki: 35782 Perempuan: 9615
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
menjadi pemimpin. Jenis kelamin bukanlah alasan perempuan untuk tidak
menjabat sebagai seorang pemimpin. Pembedaan yang ada lebih mengarah kepada
permasalahan gender. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert
Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada
pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari
ciri-ciri fisik biologis.10
Kemudian dalam Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan (The
Convention on Political Rights for Women) pada tanggal 12 Desember 1958, pasal
3 menjelaskan bahwa “perempuan juga menduduki posisi pemerintahan dan
menerapkan semua fungsi-fungsi pemerintah yang ditetapkan oleh hukum
nasional, dengan kedudukan yang sama dengan laki-laki, tanpa ada diskriminasi.”
Dengan adanya kesadaran akan kesetaraan gender, perempuan juga bisa
berkarier dalam dunia politik. Bukan hanya dalam jabatan rendah saja, namun
juga bisa menjadi pemimpin suatu negara. Hingga saat ini masih sangat sedikit
tokoh dunia perempuan yang memegang jabatan sebagai pemimpin negara.
Pemimpin negara perempuan ada Margaret Thatcher dari Inggris, Benazir Bhutto
dari Pakistan, Corazon Aquino dari Filipina, dan tentunya dari Indonesia ada
Megawati Soekarnoputri.
Presiden-presiden perempuan ini tentunya memiliki segudang kisah
perjuangan mereka. Mulai dari yang dielu-elukan oleh masyarakat hingga
kontroversional. Norris menunjukkan bahwa dibandingkan dengan rata-rata
10
Riant Nugroho, Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008, hal: 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
perempuan pada umumnya, politisi atau pemimpin perempuan digambarkan lebih
ambisius, dan konfrontatif.11
Hal ini sepertinya senada dengan Margaret Thatcher.
Margaret Thatcher adalah Perdana Menteri Inggris wanita pertama dan sejauh ini
merupakan satu-satunya.
Berikut adalah tanggapan dari Jenny Anderson dari Huffington Post
mengenai Margaret Thatcher, 12
“Margaret Thatcher was a firm believer in the individual; success comes
from hard work and naked grit and determination. She never took into
account circumstances that are beyond a person's control, which some
people are bound by. She was a champion of serious competition; take no
prisoners”.
Dari pernyataannya, dapat disimpulkan bahwa Thatcher merupakan sosok
yang ambisius dan keras, hingga dijuluki Iron Lady oleh pers Uni Soviet.
Margaret Thatcer membuktikan bahwa kaum perempuan menduduki
posisi puncak dalam sistem politik Inggris dan bertahan, adalah sebuah
pencapaian yang bahkan jarang bisa disamai oleh para penerusnya yang semuanya
laki-laki.13
Ia pernah berkata dalam pidatonya suatu waktu pada 1982, yang
membuat merah telinga para politisi Inggris, yang kebanyakan adalah laki-laki,
"dalam politik, bila ingin segalanya cuma diomongkan belaka, mintalah ke laki-
laki... tapi, bila ingin segalanya jadi beres, mintalah ke perempuan." 14
11
Billy Sarwono Atmonobudi, loc. cit. 12
Jenny Anderson, Why Margaret Thatcher Is No Feminist Icon,
http://www.huffingtonpost.co.uk/jenny/margaret-thatcher-feminism_b_1196544.html, diakses
pada tanggal 16 Januari 2013 13
Horton dan Sally Simmons, Wanita-wanita yang Mengubah Dunia, Erlangga, 2009, hal: 161 14
Renne R. A, dkk, Jasa Sang Perempuan Besi Untuk Dunia,
http://m.news.viva.co.id/news/read/403859-jasa-sang--perempuan-besi--untuk-dunia, diakses
tanggal 11 April 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Selama masa pemerintahannya, Thatcher memiliki banyak pendukung-
pendukung kebijakannya dan peraturan yang dibuatnya. Namun juga tidak sedikit
pihak yang membenci masa kepemimpinannya. Masa pemerintahannya tergolong
banyak menuai kontroversi karena kebijakan-kebijakannya yakni pengusung
ideologi pasar bebas, privatisasi industri, dan pembatasan peran serta negara,
mencekal buruh yang mengakibatkan suasana politik Inggris menjadi panas dan
menghancurkan ekonomi keluarga-keluarga yang mata pencahariannya dari
tambang, perang Falkland antara Inggris dan Argentina yang memperebutkan
kepulauan di Laut Atlantik Selatan pada tahun 1982 dan menimbulkan kebencian
pada masyarakat Argentina. Thatcher juga berperan dalam keruntuhan Uni Soviet.
Ia dan Ronald Reagan memusuhi komunisme dan kemudian Margaret Thatcher
berusaha mengakhiri perang dingin. Selanjutnya, Margaret Thatcher bekerjasama
dengan Mikhail Gorbachev meruntuhkan Uni Soviet. Margaret Thatcher
mendapatkan julukan „Iron Lady‟ dari pers Uni Soviet saat itu karena sikapnya
yang ambisius dan kuat seperti besi. Thatcher juga menolak Inggris disatukan
dengan Eropa.15
Namun langkah-langkah kebijakannya yang kontroversional itu mampu
membawa Inggris dari keterpurukan dan inflasi yang tinggi yakni 25% hingga
dapat menurun drastis menuju di bawah 4%.16
Begitu banyak pihak yang pro dan
kontra dengannya. Namun, Margaret Thatcher tidak merasa „jatuh‟ atas semua
celaan dan kebencian terhadap dirinya. Pada tanggal 3 Mei 1989 pada saat
15
Rika Theo, Lima Kebijakan Kontroversional Margaret Thatcher,
http://internasional.kontan.co.id/news/lima-kebijakan-kontroversial-margaret-thatcher, diakses
pada tanggal 11 April 2013 16
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
perayaam 10 tahun ia menjadi perdana menteri, Margaret Thatcher berkata, “Jika
Anda bertujuan untuk disukai, Anda akan siap berkompromi untuk apapun dan
kapanpun, dan Anda takkan mencapai apa-apa."17
Di samping semua pernyataan negatif maupun positif mengenai dirinya,
Margaret Thatcher telah membuktikan kepada dunia bahwa ia merupakan
perempuan yang mampu memimpin suatu negara, bahkan menjadi satu-satunya
tokoh dunia yang mampu menjadi Perdana Menteri Inggris tiga masa periode
pemerintahan. Bahkan setelah Margaret Thatcher berkuasa, belum ada tokoh
dunia perempuan lainnya yang menjadi pemimpin negara yang dapat melampaui
lamanya Margaret Thatcher menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.
Tokoh-tokoh sejarah dunia merupakan sumber kisah yang sering
diadaptasi menjadi film. Meski akhir film tersebut sudah diketahui, tapi tetap saja
menarik untuk disimak. Seringnya, jabatan presiden, perdana menteri, atau raja
dikemas dalam bentuk film agar lebih menarik dalam penyampaian pesan dan
informasi kepada khalayak. Berhubung perjalanan hidup seseorang cukup panjang
dan tidak mungkin dimasukkan semua ke dalam film berdurasi 2 jam, biasanya
pula sebuah film mengambil pilihan di tiga bagian kehidupan. Pertama, perjalanan
untuk mencapai posisi puncak. Kedua, periode masa genting negara
membutuhkan keputusan yang tepat dan cepat. Ketiga, di masa- masa terakhir
tokoh sejarah tersebut.18
17
Renne R. A, dkk, loc. cit. 18
Ajiedd, The Iron Lady (2011), http://cinereview-ajiedd.blogspot.com/2012/01/iron-lady-
2011.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Ada beberapa film-film Hollywood lainnya yang bercerita mengenai
kepala negara antara lain, W. (2008) yang mengkisahkan George Walker Bush,
film televisi The Special Relationship (2010) mengenai hubungan Tony Blair dan
Bill Clinton, atau film Jerman Downfall (2004) tentang kejatuhan Hitler.
Kemudian ada The Iron Lady (2011) yang mengkisahkan pemerintahan Margaret
Thatcher yang konstroversional. Dari kesemua film-film mengenai kepala negara
tersebut, hampir semuanya mengangkat cerita dari tokoh pemimpin negara laki-
laki kecuali film The Iron Lady.
Banyak film merupakan refleksi dari kenyataan atau kisah nyata
kehidupan. Sebagai dokumen sosial dan budaya yang mencerminkan
masyarakatnya, dan sebagai corak narasi yang multitafsir, film bisa berucap
banyak tentang budaya dan masyarakat yang menghasilkannya.19
Sebagai salah satu produk kemajuan teknologi, film merupakan medium
penyebaran pesan secara efektif kepada komunikan. Film merupakan salah satu
sarana media massa yang digunakan untuk pendidikan, hiburan, penyampaian
ideologi sutradara film, serta representasi suatu budaya masyarakat.
Molly Haskel berpendapat film perempuan adalah film yang member
banyak aspirasi untuk perempuan. Kemudian Aquarini menandaskan film yang
menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur
19
Ibrahim dan Idi Subandy, Budaya Populer sebagai Komunikasi, Jakarta:Jalasutra. 2007, hal: 173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
masyarakatnya sendiri tetapi kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam
artian memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya.20
Film The Iron Lady disutradarai oleh seorang perempuan bernama
Phyllida Lloyd ini dapat dikategorikan sebagai film perempuan. Film perempuan
merupakan film yang dibuat oleh perempuan, tentang perempuan dan untuk
perempuan. Film dalam kategori ini mendefinisikan sifat perempuan. Film The
Iron Lady merupakan film biopic Margaret Thatcher yang diperankan oleh Meryl
Streep. Margaret Thatcher menjadi perdana menteri pertama di Inggris pada abad
20. Film yang disutradarai oleh Phyllida Lloyd ini dirilis pada tahun 2011 dan
telah memenangi Academy Award ke 84 dengan nominasi Meryl Streep sebagai
Aktris Terbaik dan Make-up terbaik. Bahkan Rotten Tomatoes dalam websitenya
memberikan predikat Meryl Streep berakting dengan sempurna dalam film ini.
Tak hanya pujian, film yang memakan budget $ 30 juta untuk
pembuatannya21
ini juga menuai protes yang menjadikan film ini begitu
kontroversional, khususnya dari seluruh Inggris. Dilansir dari Daily Mail,
bioskop-bioskop Inggris, terlebih di Inggris Selatan, dibanjiri oleh penonton yang
sangat ingin melihat film biopic dari mantan pemimpin negara mereka, Margaret
Thatcher. Bahkan pecinta sinema London banyak yang tidak dapat menonton
karena tiket telah habis terjual sehingga pengelola bioskop membuat peringatan
untuk membeli tiket beberapa hari sebelum menonton untuk menghindari
20
Sri Samiati dkk, Pengarustamaan Paradigma Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Menuju Pengarustamaan Gender, Solo: CakraBooks, 2011, hal: 21 21
Admin, The Iron Lady, http://www.boxoffice.com/statistics/movies/the-iron-lady-2011, diakses
pada tanggal 25 Maret 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
kekecewaan dari penonton yang kehabisan tiket. Daily Mail melaporkan, salah
satu anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, Louise Mensch ikut
mengantri di bioskop untuk menonton film The Iron Lady dan berkicau di jejaring
sosial Twitter miliknya, “I‟m in a packed cinema in Kettering watching the Iron
Lady!! Proves she is loved!!”.22
Namun, protes mengalir deras dari sekelompok mantan pekerja tambang
batu bara dari Derbyshire yang menamai kelompoknya dengan sebutan „The Real
Iron Ladies‟ seperti yang dikutip dari BBC. Mereka menganggap film The Iron
Lady merupakan “Hollywood rewriting of history‟.23
Dalam BBC juga tertulis
bahwa Women's Action Group turut melakukan aksi protes terhadap film The Iron
Lady.
Tak hanya itu, politikus-politikus Inggris juga berpendapat kurang baik
mengenai film biopic tersebut. Dalam wawancara kepada BBC Radio 4, Perdana
Menteri Inggris David Cameron mengatakan bahwa, “My sense was a great piece
of acting, a staggering piece of acting, but a film I wish they could have made
another day.”24
Hal ini dikarenakan Margaret Thatcher masih hidup sewaktu
masa pembuatan dan peluncuran film The Iron Lady. Douglas Hurd, yang
melayani di Kabinet Thatcher sebagai foreign secretary, mendesripsikan film ini
„menjijikan‟. Kemudian Norman Tebbit, employment secretary dalam Kabinet
22
Sara Nathan, Maggie splits the nation again: Divide on new film as cinemas are packed in the
South, but picketed in the North, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2084429/The-Iron-
Lady-Divide-film-cinemas-packed-South-North.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013 23
Admin, 'Real Iron Ladies' stage protest against Thatcher film, http://www.bbc.co.uk/news/uk-
england-derbyshire-16438897, diakses pada tanggal 17 Maret 2013 24
Daniel Martin, 'Why did they have to make it now?': David Cameron blasts insensitive timing of
Thatcher film The Iron Lady, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2083022/David-Cameron-
blasts-Margaret-Thatcher-fil-The-Iron-Lady.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Thatcher berkata bahwa, “She was never, in my experience, the half-hysterical,
overemotional, overacting woman portrayed by Meryl Streep.”25
Masih dilansir
dari Daily Mail, Michael Portillo, junior local government minister Kabinet
Thatcher, mengatakan dirinya merasa tidak nyaman (akan film tersebut).
Sutradara film The Iron Lady, Phyllida Lloyd membela diri dan
mengatakan, “We all felt that a portrait of somebody who is experiencing a
failure of strength and health and forgetfulness is not a shameful thing to put on
the screen.”26
Lloyd juga mengatakan ia berusaha membuat film ini dari sisi
perempuan. Ia menyebut film ini merupakan film „political in a feminist way‟.
Walaupun film The Iron Lady banyak diprotes dari berbagai pihak, film
tersebut sangat menarik untuk ditonton hingga meraup keuntungan sebesar £2,15
juta pada pembukaan minggu pertama di Inggris.27
Film ini tidak hanya melejit di
Inggris, namun negara lain seperti Amerika, Jepang, Australia, Spanyol, Brazil,
Denmark, Belgia, Prancis, Mexico, Belanda, New Zealand, Norwegia, Polandia,
Portugal, dan Serbia. Di negara-negara ini, film The Iron Lady meraup
keuntungan di atas $ 1 juta. Bahkan, di Jepang dan Australia, film ini mampu
meraih pendapatan di atas $ 10 juta. The Iron Lady meraup total keuntungan dari
pendapatan kotor dari seluruh dunia sebesar $ 114, 9 juta.28
25
Ibid 26
Ibid 27
Admin, The Iron Lady: Meryl Streep Rules At The Box Office,
http://www.huffingtonpost.co.uk/2012/01/09/the-iron-lady-meryl-streep-box-
office_n_1194201.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2013 28
Admin, The Iron Lady, http://boxofficemojo.com/movies/?page=main&id=ironlady.htm,
diakses pada tanggal 25 Maret 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Peneliti tertarik dengan film The Iron Lady (2011) yang mengkisahkan
Margaret Thatcher, mantan pemimpin negara perempuan di Inggris, sebagai
obyek dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan analisis wacana sebagai metode
analisis data penelitian karena peneliti ingin melihat lebih jelas rekaman
kebahasaan film ini dalam mengkomunikasikan ekspresi-ekspresi dan gagasan-
gagasan semangat perjuangan dari Margaret Thatcher sebagai perempuan dalam
politik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana wacana kekuatan perempuan dalam politik dalam film
The Iron Lady?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui wacana kekuatan
perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan seperti diatas
maka penelitian dihararapkan dapat mengetahui bagaimana wacana
kekuatan perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady. Penelitian
ini juga bertujuan untuk melihat penggambaran perjuangan seorang
perempuan yang berjuang keras dalam dunia politik yang ditampilkan
dalam adegan serta dialog-dialog yang muncul dalam film.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
E. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi Sebagai Pembentukan Makna
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yakni
communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian, atau
pertukaran di mana komunikator mengharapkan pertimbangan atau
jawaban dari komunikan. Komunikasi adalah salah satu hal yang
paling persuasif, penting, dan rumit dalam hidup manusia.
Komunikasi sebagai pengetahuan sosial melibatkan pengertian
bagaimana manusia berlaku dalam membuat, menukar, dan
mengartikan pesan-pesan.29
Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi
adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. Hal
ini juga senada dengan gagasan dari John R. Wenburg dan William
W. Wilmot yakni komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.
Gerald I. Hovland juga berpendapat mengenai komunikasi yakni
komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan
kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima.30
Kemudian menurut John Fiske, salah satu mahzab komunikasi
adalah produksi dan pertukaran makna. Menurutnya, bagaimana pesan
29
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, Albuquerque, Wadsworth
Publishing Company, 1999, hal: 5 30
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dan teks dapat menghasilkan makna yang juga berkenaan dengan
peran teks terhadap kebudayaan. Fiske memandang perbedaan budaya
antara pengirim dan penerima merupakan alasan dari kesalahpahaman
dalam suatu komunikasi.31
Pendapat-pendapat pakar komunikasi di atas dapat
disimpulkan komunikasi memiliki peran penting dalam pembentukan
makna antara komunikator terhadap komunikan. Kata-kata yang
diucapkan komunikator mendorong komunikan untuk memberi makna
terhadap kata-kata itu. Perbedaan budaya dapat memberikan
keberagaman cara berkomunikasi sehingga memberikan makna yang
berbeda-beda. Dalam komunikasi, bahasa sebagai lambang mampu
mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya baik
mengenai hal yang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang
hal ataupun peristiwa yang terjadi saat sekarang tetapi juga pada
waktu yang lalu atau masa mendatang.
Selain bahasa, menurut Littlejohn isyarat adalah basis dari
seluruh komunikasi. Suatu isyarat menandakan sesuatu selain dirinya
sendiri, dan makna adalah hubungan suatu obyek atau ide dan suatu
isyarat. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang
sungguh luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-
bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana isyarat
31
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif,
Yogyakarta, Penerbit Jalasutra, 2004, hal: 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
berhubungan dengan artinya adan bagaimana isyarat disusun.32
Pentingnya peranan media sekunder dalam penyampaian pesan adalah
karena efisiensinya dalam mencapai komunikan. Pesan yang
disampaikan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan
kepada umum mengenai kepentingan umum.
2. Film
Film pertama kali dibuat pada akhir abad 19. Dulu, film masih
berbahan dasar seluloid yang amat mudah terbakar. Namun, seiring
dengan perjalanan waktu, para ahli berusaha menyempurnakan film
agar lebih aman dan enak ditonton.
Menurut James Monaco, film adalah salah satu medium
komunikasi massa, yaitu alat penyampai berbagai jenis pesan dalam
peradaban modern ini. Dalam penggunaan lain, film menjadi alat bagi
seniman-seniman film untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu
wawasan keindahan.33
Definisi film menurut Undang-undang Perfilman tahun 1992,
Bab 1 pasal 1, “Film adalah karya cipta seni dan budaya yang
merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat
berdasarkan asas sinematrogafi dengan direkam pada pita seluloid,
pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi
lainnya...”
32
Stephen W. Littlejohn, op. cit., hal: 64 33
Marselli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta: Gramedia, 1996, hal: 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Film merupakan media penyampai pesan yang berbicara
melalui bahasa dan gambar yang dipadukan. Film diharapkan mampu
memberikan ilham kepada penontonnya sekaligus media penetrasi
yang ampuh.
Denis McQuail membagi film menjadi tiga tema besar, tema
pertama yakni pemanfaatan film sebagai alat propaganda dalam upaya
pencapaian tujuan nasional masyarakat, kedua adalah munculnya
beberapa aliran seni film. Ketiga merupakan lahirnya film dengan
bertema dokumentasi sosial.34
Graeme Turner berpendapat bahwa film sangat membantu
pembuat film dalam usahanya untuk berkomunikasi.35
Karena film
dapat menjangkau khalayak yang luas, mencakup seluruh dunia, maka
sutradara mencoba menyampaikan pesan melalui gambar-gambar
yang terangkai dalam scene demi scene yang terproyeksikan di atas
layar. Tak hanya melihat gambarnya, penonton juga dapat membaca
teks yang mendukung kuatnya penyampaian pesan sutradara.
Kemudian Turner juga menyebutkan bahwa film merupakan
sebuah proses dalam pembuatan gambar, suara, tanda, yang
merupakan representasi dari realitas yang ada pada masyarakat.
Menurutnya lagi, masyarakat dapat dimengerti jalan kehidupannya
dan sistem nilai-nilai yang berlaku melalui bentuk temporer dalam
34
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga, 1996, hal: 14 35
Graeme Turner, Film as Social Practice, London: Routledge, 1993, hal: 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
televisi, film, radio, olahraga, komik, musik, dan fashion.36
Selanjutnya Turner juga menyebutkan film dapat diteliti sebagai
produk sosial dan sebagai sebuah praktik sosial yang dapat menujukan
sistem dan proses budaya.37
Irawanto Budi mengatakan bahwa film dalam prespektif
komunikasi massa dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan
dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi, dan
efeknya. Perspektif ini lebih mendekatkan kepada fokus film sebagai
proses komunikasi. Disamping itu, meletakkan film dalam konteks
sosial, politik, dan budaya dimana proses komunikasi berlangsung,
sama dengan memahami preferensi penonton yang pada gilirannya
menciptakan citra penonton film. Pendeknya, akan lebih bisa
ditangkap hakikat dari proses menonton dan bagaimana film berperan
sebagai sistem komunikasi simbolis.38
3. Kekuatan Perempuan dalam Politik
1. Perempuan dalam Politik
Secara umum dalam karier politik di dunia, jumlah laki-
laki lebih dominan dibandingkan dengan jumlah perempuan
yang menjadi anggota parlemen. Di negeri kita sendiri,
Indonesia, juga demikian. Indonesia yang menganut sistem
36
Ibid, hal: 40 37
Ibid, hal: 41 38
Irawanto Budi, Film, Ideologi, dan Hegemoni Militer dalam Sinem Indonesia, Jogjakarta: Media
Persindo, 1999, hal: 1-6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
patrilienal sangat mewarnai budaya Indonesia. Hal ini
menjadikan perempuan Indonesia masih sangat terpengaruh
dengan buah pemikiran dari sistem patrilineal tersebut.39
Ada dua faktor utama yang menjelaskan apa saja
hambatan utama perempuan dalam partisipasi politik yang
diajukan oleh Center for Asia-Pasifics Women in Politics,
yakni 1) pengaruh dari mengakarnya peran dan pembagian
gender antara laki-laki dan perempuan yang tradisional yang
membatasi atau menghambat partisipasi perempuan di bidang
kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan dan 2)
kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih kuat
atas akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar di
berbagai kelembagaan sosial-politik.40
Tidak hanya laki-laki, perempuan juga dibutuhkan
dalam dunia politik, ada 3 alasan mengapa perempuan penting
untuk terlibat dalam politik, yakni:1) Sebuah pemerintahan
oleh laki-laki untuk laki-laki tidak dapat mengklaim menjadi
sebuah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Pernyataan
ini dikelurkan oleh Inter-Parliamentary Union Council pada
April 1992. 2) Perempuan pada dasarnya adalah pelaku politik
yang lebih bisa memahami kepentingan dan kebutuhan mereka
39
Razya Hanim, Perempuan dan Politik: Studi Kepolitikan Perempuan di DKI Jakarta, Jakarta:
Madani Institute, 2010, hal: 23 40
Nur Iman Subono, op. cit., hal: 21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sendiri dengan lebih baik. Padahal selama ini umumnya segala
keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu dan
persoalan-persoalan perempuan selalu menjadi agenda politik
laki-laki. Florence Butegwa mengatakan bahwa “partisipasi
perempuan dalam politik bukanlah sebuah kemewahan, tapi
sebuah kebutuhan.” 3) Perempuan membawa gaya dan nilai
politik yang berbeda. Salah satu aktivis perempuan terkenal,
Viginia Wills, menyebutnya dengan istilah “nilai-nilai
perempuan yang istimewa” (distinctively female values) yang
merupakan hasil sosialisasi keluarga dan masyarakat secara
umum terhadap perempuan sejak mereka kecil hingga
dewasa.41
Untuk lebih mempopulerkan karier dalam bidang
politik, perempuan secara khusus dapat memberdayakan dan
memberikan dorongan kepada kalangan perempuan, baik
individu maupun kelompok, untuk memberanikan diri mengisi
jabatan-jabatan strategis dunia politik.
Berbagai penelelitian tentang perempuan dan politik
menunjukkan dua hal yang menjadi budaya politik perempuan
yang merupakan hasil sosialisasi itu sebagai berikut, 1)
Pengalaman perempuan sebagai ibu dan peranan tradisional
dalam rumah dan keluarga mejadikan perempuan lebih peduli
41
Ibid, hal: 30-33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dibandingkan laki-laki untuk memenuhi kebutuhan orang lain.
Perempuan yang duduk dalam parlemen umumnya lebih
mengutamakan masalah kesehatan dan reproduksi, pendidikan,
pengasuhan anak, kesejahteraan dan lingkungan. 2) Perempuan
di parlemen umumnya lebih bersifat realistis dan praktis dalam
pekerjaan mereka. Mereka lebih berinisiatif dan menerima
perubahan dalam metode dan sasaran, dan juga mampu bekerja
bersama-sama. Umumnya, mereka hati-hati memperimbangkan
akibat-akibat yang timbul dari keputusan yang dibuat.42
Akses perempuan dan partisipasi politik perempuan
dalam parlemen merupakan hak asasi perempuan yang paling
mendasar. Dalam Beijing Platform for Action menyatakan
“Tanpa partisipasi aktif perempuan dan memasukan perspektif
perempuan dalam semua tingkat pengambilan keputusan, maka
tujuan dan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian tidak
akan dapat dicapai.”
2. Kekuatan Perempuan
Perempuan berasal dari kata empu. Kata empu ini
sendiri memiliki makna yang memiliki, yang mempunyai.
Dengan kata itulah sebenarnya perempuan adalah sosok yang
memiliki, yang mempunyai, atau yang berkuasa. Mulia dan
Farida menjelaskan ada tiga unsur kepemimpinan dalam diri
42
Ibid, hal: 33-34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
seseorang, yaitu kekuasaan, kompetensi diri, dan agresi kreatif.
43 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekuatan yang
berasal dari kata „kuat‟ yang artinya banyak tenaganya, tahan,
tidak mudah goyah, ketat, tahan. Kekuatan sendiri memiliki arti
keteguhan dan kekuhan.44
Di Indonesia sendiri ada Raden Ajeng Kartini sebagai
tokoh pejuang persamaan hak laki-laki dengan perempuan.
Kartini, seorang perempuan Indonesia yang berasal dari tanah
Jawa, merupakan seorang perempuan dari kelas bangsawan
Indonesia. Berawal dari kemampuannya berbahasa Belanda,
Kartini senang membaca buku-buku, koran-koran, dan majalah
Belanda dan Kartini tertarik dengan kemajuan pemikiran
perempuan-perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk
memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa
perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini tidak hanya semata-mata memperjuangkan emansipasi
perempuan, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat
perjuangan perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi
dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih
luas. Tak hanya itu, Kartini juga mendirikan sekolah untuk
perempuan pertama yang diberi nama Sekolah Kartini di
43
Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik, Jakarta: Gramedia, 2005, hal: 1 44
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2013,
hal: 746-747
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Rembang. Kemudian, kegigihannya mengundang perhatian.
Berkat kegigihannya, didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan
Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.
Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan
Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang
tokoh Politik Etis. Kartini menunjukkan dia adalah seorang
perempuan yang juga memiliki kekuatan untuk maju. Ia
berusaha memajukan perempuan-perempuan Indonesia dengan
tindakan-tindakannya yang berarti.
Arif Saifudin Yudhistira menuliskan bahwa,45
“Kerajaan pada awalnya milik perempuan kemudian
mereka sendiri menobatkan banyak raja di Timur,
Roma, Perancis, secara kurang lebih langsung, selama
banyak periode dalam sejarah, perempuan pernah
menjadi ratu, mereka juga pernah memegang keilahian.
Dengan membaca Eume‟nides karya Eschyle, tragedy
yang menjadi bagian dari trilogy Drestie. Pembaca ingat
bagaimana perempuan pernah berkehendak membagi
kesaktian kata-kata dewa dengan anaknya lelaki.
Mengapa sebagai akibatnya mereka kehilangan
segalanya: keilahian, kerajaan, dan identitas?”
Kata-kata di atas mencerminkan perempuanlah yang
berkuasa pada masa dahulu. Sejarah mencatat Plato pernah
menuliskan mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Banyak yang berpendapat Plato melihat Dewi Athena sebagai
45
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pemimpin perempuan yang ideal. Plato berpendapat asal nama
Athena berasal dari kata Atheonóa, dari kata theos yang artinya
„dewa‟ dan nous yang artinya „pikiran‟. Etomologi tersebut
menyebutkan asal-usul Athena sebagai dewi kebijaksanaan.46
Hal ini menunjukkan perempuan juga diperhitungkan sebagai
simbol kekuatan. Perempuan tidak dipandang sebelah mata dan
dapat menjadi contoh bagi Plato.
Namun yang terjadi sekarang, ada stereotip yang
seakan-akan membatasi perempuan. Stereotip klasik seakan
mengkotak-kotakkan perempuan dengan sifat feminim dan
laki-laki dengan sifat maskulin. Kefeminiman tidak memuat
ketegaran, keperkasaan, dan ketegasan yang merupakan inti
dari kekuasaan. Gambaran klasik mengenai kefeminiman
identik dengan kepasrahan, kepatuhan, kesetiaan, dan
kemanjaan, kekanak-kanakan, kelembutan, keramahan, dan
ketidaktegaran. Walaupun waktu telah berlalu dan kondisi
seiring berubah, namun stereotip ini sulit dihilangkan.47
Selama
ini perilaku politik mencakup kemandirian, kebebasan
berpendapat, dan tindakan agresif. Semua karakter tersebut
46
Liem Freddy, Mendobrak Ketabuan, Bhinneka, Desember 2012, hal: 10 47
Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 3-4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dipandang sebagai sifat maskulin dan tidak ideal dalam diri
perempuan.48
Liem Freddy berpendapat,49
“Anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah
daripada laki-laki adalah sebuah kekeliruan yang secara
turun-temurun ditradisikan. Sama seperti asumsi-asumsi
buruk pada tangan kiri yang dipatri pada alam bawah
sadar kita pada proses pengasuhan, pengaruh
lingkungan seperti kebudayaan, nilai estetika-estetika
yang telah ada dan tumbuh-kembang di masyarakat.
Secara tak langsung kita telah membunuh karakter
tangan kiri kita sendiri berdasarkan pada asumsi-asumsi
itu. Apabila dikaji lagi, dikotomi sifat dan karakter
manusia (feminim-maskulin) sebenarnya lebih banyak
dibentuk oleh pengaruh empiris. Simone de Beauvoir
pernah mengatakan bahwa sejatinya tidak pernah ada
sifat dasar laki-laki ataupun perempuan. Pola yang telah
mendogma dalam masyarakat yang mengharuskan
bagaimana seorang manusia dengan jenis kelamin laki-
laki maupun perempuan harus bersifat dan berkarakter.
Pun salah satunya adalah asumsi bahwa perempuan
lebih lemah daripada laki-laki. Sudah saatnya manusia
membuang asumsi-asumsi keliru yang men-tradisikan
itu.”
Dunia politik sesungguhnya identik dengan dunia
kepemimpinan. Kekuasaan selalu didefinisikan sebagai
kekuatan atau ketegaran atau kemampuan bertindak yang
diperlukan demi tujuan yang lebih besar. Seorang penguasa
harus menampilkan ketegaran, kekuatan, dan kemampuan
mempengaruhi orang lain. Mulia dan Farida menyadari wajah
kekuasaan telah berubah. Mulia dan Farida merasa wajah
kekuasaan yang selama ini penuh dengan rona maskulin perlu
dipoles dengan sentuhan feminin. Kekuasaan perlu
48
Ibid, hal: 1 49
Erika Jong, Apa Kata Mereka?, Bhinneka, Desember 2012, hal: 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dipromosikan menurut definisi perempuan yang mencakup
kemampuan menciptakan masyarakat yang lebih berharkat,
sesuai hakikat perempuan sebagai pengasuh dan pemelihara.
Dengan demikian, definisi baru kekuasaan adalah gabungan
ciri-ciri maskulin dan feminin, tanpa ada diskriminasi. Mulia
dan Farida menyebutkan bahwa kekuatan perempuan (women
power) semacam ini tidak berpusat pada diri sendiri, melainkan
lebih diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Maka, women
power mengintegrasikan kualitas perempuan dengan beberapa
karakteristik laki-laki dan kedua atribut itu memiliki nilai yang
sama. Dalam kelembutan dan kasih sayang justru terpendam
kekuatan yang dahsyat.50
3. Komunikasi Feminisme
Ilmu pengetahuan feminis dalam tradisi modernis
terfokus untuk menyelidiki dua hal, yakni 1) ilmu pengetahuan
feminis yang utamanya bekerja untuk sosial, politik, dan
kualitas ekonomi dari jenis kelamin, dan 2) berusaha untuk
membongkar dan menyusun kembali sistem sosial untuk
membuatnya lebih bebas bagi perempuan dan laki-laki.51
Dalam hubungannya yang paling mendasar, ilmu pengetahuan
50
Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 4-12 51
Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2009,
hal: 475
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
ini dapat dipandang sebagai feminisme liberal dan feminisme
radikal.52
Feminisme liberal merupakan fondasi pergerakan
perempuan pada tahun 1960-an dan 1970-an yang didasari oleh
demokrasi liberal, gagasan dimana kebenaran melibatkan
kepastian dalam kesetaraan hak bagi semua individu. Feminis
liberal merasa perempuan telah ditekan sebagai sebuah
kelompok dan mereka belum mendapatkan hak yang sama
dengan pria, seperti perempuan kurang mendapatkan
kesempatan untuk meningkatkan karier pilihan mereka.53
Feminis radikal menekankan perempuan tidak hanya
dalam hak politik saja, tetapi mereka lebih jauh mengkritik inti
struktur sosial patriarkis. Pegerakan feminis radikal mengakar
pada struktur sosial dan menuntut dasar pendefinisian ulang
dari semua aspek masyarakat.54
Fokus karya dalam ilmu akademis dan pada komunikasi
pada khususnya cenderung mengenai feminisme liberal, yakni
memahami perbedaan jenis kelamin dan gender dalam rangka
memajukan sebuah nilai feminim supaya sejajar dengan nilai
maskulin. Pakar feminis berusaha untuk menjelaskan
52
Ibid 53
Ibid, hal: 476 54
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
persepektif dan pandangan dunianya dimana wacana
perempuan berbeda diciptakan; ekspektasi dan pola komunikasi
perempuan yang berbeda; dan cara perempuan melengkapi,
menantang, dan menyimpangkan dugaan tersebut. Selain itu,
pakar feminis juga berusaha untuk menambah praktik
komunikasi perempuan untuk semua ilmu dan nilai wacana
yang sering lebih pribadi dan rentan yang menggolongkan
pengalaman perempuan. Kemudian, mereka juga berpendapat
bahwa pemasukan perempuan dan wacana perempuan yang
merupakan sebuah uraian perilaku komunikasi dapat menjadi
keuntungan semua orang.55
Cheris Kramarae adalah seorang peneliti komunikasi
dan gender yang mengkaji teori-teori yang berhubungan
dengan gender sampai tradisi sosial budaya. Semua teori terkait
dengan bagaimana bahasa dapat dipengaruhi oleh gender dan
sebaliknya membangun sebuah dunia sosial khusus.56
Menurut
Kramarae, pengalaman seseorang tidak lepas dari dari
pengaruh bahasa. Kategori laki-laki dan perempuan
menurutnya merupakan hasil dari pembentukan secara
linguistik.57
55
Ibid 56
Ibid, hal: 169 57
Ibid, hal: 170
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Kemudian Kramarae menyatukan penelitian dua orang
antropolog, yakni Edwin Ardner dan Shirley Ardner. Edwin
Ardner mengamati antropolog cenderung menggolongkan
masyarakat ke dalam istilah maskulin. Ardner memandang
bahwa bahasa asli dari sebuah kebudayaan memiliki unsur bias
yang melekat pada pria. Shirley Ardner mengemukakan bahwa
pembungkaman perempuan memiliki beberapa manifestasi dan
bukti pada wacana publik. Wanita kurang dapat merasa
nyaman dan kurang ekspresif di muka umum daripada pria. 58
Kramarae memperluas karya Ardner dengan cara
menyatukannya dengan hasil penelitian pada perempuan dan
komunikasi. Kramarae fokus kepada cara perempuan
menerjemahkan persepsi mereka sendiri dan pemaknaan
mereka sendiri ke dalam dunia sudut pandang pria.59
Kramarae
mendukung agar perempuan dapat memiliki kendali pada
dunianya sendiri dengan membuat bentuk komunikasi yang
lebih nyaman dan ramah untuk mereka. Ia ingin membuat
sebuah dunia yang saling berkaitan, daripada pemisahan dan
sebuah dunia yang menghargai daripada yang menolak
perbedaan. Karya bahasa dan kekuasaan merupakan cara
Kramarae untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan
58
Ibid 59
Ibid, hal: 171
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
kekuasaan dan menyarankan strategi untuk meningkatkan
kekuatan dari perempuan.60
Karylin Kohrs Campbell adalah orang pertama yang
menganjurkan teori gaya feminim dan kemudian diteliti oleh
Bonnie J. Dow dan Mari Boor Toon. Mereka meneliti usaha-
usaha Kramarae untuk memahami aspek gender pada bahasa.
Campbell tidak hanya memaknai keahlian secara harafiah yang
secara tradisional berhubungan dengan ibu rumah tangga dan
dunia ibu seperti pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, tetapi juga
keahlian secara emosional, seperti pemeliharaan, empati, dan
alasan yang konkret.61
Dow dan Toon memperluas karya gaya feminim
mereka, dimana pembicara perempuan kontemporer bisa
mendapatkan akses kepada sistem politik. Pidato dari mantan
Gubernur Texas, Ann Richards, dipakai mereka untuk
memperlihatkan keberadaan gaya feminim dalam alur wacana
politik. Melalui pidato Richards, Dow dan Toon menemukan
penggunaan sebuah nada pidato pribadi serta kaidah kasih
sayang, pertalian, dan hubungan untuk menguasai
60
Ibid, hal: 172 61
Ibid, hal: 173
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pendengarnya supaya mempercayai persepsi dan penilaian
mereka sendiri.62
4. Wacana
Kata “wacana” berasal bahasa Latin yaitu discursus. Wacana
merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau
gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan. Firth beranggapan
mengenai wacana bahwa language as only meaningful in its context of
situation.63
Alex Sobur juga berpendapat bahwa wacana sebagai
rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang
disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang
koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental
bahasa.
Kemudian, Mills yang mengacu pada pendapat Folcault,
membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam, yakni wacana
dilihat dari level konseptual teoritis, konteks penggunaan, dan metode
penjelasan. Pada level konseptual teoritis, wacana diartikan sebagai
domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua anjuran atau teks
yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.
Dalam konteks penggunaannya, wacana berarti pernyataan-pernyataan
yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.
62
Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, loc. cit. 63
Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal: 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pada metode penjelasan, wacana merupakan sebuah praktik yang
diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Michael Stubbs (1993) berpendapat bahwa analisis wacana
merujuk pada upaya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih
luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Konsekuensinya,
analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan
dalam konteks sosial; dan khususnya interaksi atau dialog
antarpenutur.64
Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan
bahwa analisis wacana merupakan studi mengenai struktur pesan
dalam komunikasi. Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka
fungsi (pragmatik) bahasa.65
Analisis wacana merupakan suatu pernyataan bahasa
terstruktur yang diungkapkan melalui bahasa. Analisis wacana tidak
hanya meneliti tulisan-tulisan namun juga isi dan pesan dari tulisan-
tulisan tersebut yang memperhatikan konteks sosial dan waktu dalam
wacana.
Berdasarkan media yang digunakannya, maka wacana dapat
dibedakan menjadi dua, yakni 1) wacana tulis dan 2) wacana lisan.
Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan melalui media
tulis dan disampaikan dengan bahasa tulis. Namun, wacana lisan
64
Sumarlam, Teori dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra, 2005, hal: 10 65
Alex Sobur, op. cit., hal: 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
adalah wacana dengan bahasa lisan melalui media lisan. Untuk dapat
mengerti wacana lisan, maka komunikan harus menyimak dan
mendengarnya.
Llamzon dalam bukunya Discourse Analysis (1984)
menerangkan mengenai sifat-sifat wacana: 66
1) Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan atau
menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh
dengan maksud memperluas pengetahuan. Kekuatan wacana ini
terletak pada alur (plot).
2) Wacana procedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan
sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya.
3) Wacana hortatorik merupaka tuturan yang isinya bersifat ajakan
atau nasihat.
4) Wacana ekspositorik adalah rangkaian tuturan yang bersifat
memaparkan suatu pokok pikiran.
5) Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan
sesuatu berdasakan pengalaman penuturnya.
Untuk menganalisis sebuah wacana, ada beberapa model
analisis wacana, yakni Norman Fairclough, Sara Mills, Teun van Djik,
Foulcault, dan Michael Alexander Kirkwood Halliday yang seringkali
disingkat sebagai MAK Halliday.
66
Sumarlam, op. cit., hal: 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis
wacana MAK Halliday karena untuk mengetahui aneka fenomena teks
semata, dan juga menghubungkannya dengan konteks wacana
sehingga konfigurasi tersebut akan menentukan makna dalam sebuah
wacana. Baginya, bahasa merupakan fenomena sosial.67
Halliday
mengutamakan pemahaman bahasa dalam kajian teks. Menurutnya,
teks dan konteks merupakan aspek yang terbentuk dari proses yang
sama. Halliday berpendapat suatu wacana dapat dipahami melalui teks
dan konteks yang terkandung di dalamnya. Pengertian hal-hal yang
mengenai teks itu meliputi tidak hanya yang lisan dan tertulis, namun
juga kejadian-kejadian non-verbal dan keseluruhan lingkungan teks
tersebut. Tidak hanya lingkungan, latar belakang budaya secara
keseluruhan juga hal esensial, serta sebab yang terlibat dalam interaksi
komunikasi, sehingga konteks situasi dan konteks budaya diperlukan
untk memahami keduanya. 68
Halliday memahami wacana sebagai
bahasa yang sedang melakukan pekerjaan di dalam suatu konteks
situasi dan budaya. Menganalisa suatu wacana dilingkupi oleh tiga
aspek, yakni teks, konteks situasi dan konteks budaya.69
Menurutnya,
teks tidak dapat dipisahkan dengan konteksnya. Teks akan selalu
dipengaruhi mulai dari pembentukannya hingga proses
pemahamannya.
67
Deborah Schiffrin, Approach to Discourse, ed. Bahasa Indonesia Ancangan Kajian Wacana,
Syukur Ibrahim dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal: 26 68
MAK Halliday dan Ruqiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992, hal: 6-8 69
Riyadi Santosa, Logika Wacana, Surakarta, UNS Press, 2011, hal: 13-14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Dalam memahami teks, sebaiknya melihat konteks situasi dan
kultural. Halliday membagi konteks situasi ke dalam tiga aspek,
yakni:70
1. Pelibat Wacana
Pelibat wacana adalah pelaku yang ada dalam scene dalam
film, termasuk pemahaman peran dan makna antar pelibat.
2. Medan Wacana
Medan wacana merupakan tempat atau lingkungan atau hal
yang sedang terjadi pada scene dalam film. Hal ini
berkaitan dengan apa yang sedang terjadi, kapan, dan
dimana suatu scene dalam film.
3. Mode Wacana
Mode wacana adalah hal yang diharapkan oleh para pelibat
melalui bahasa dalam situasi tersebut. Mode wacana
merujuk pada bahasa dalam situasi (tekstual).
Ketiga aspek tersebut kemudian menjadi bahan analisa
untuk membentuk suatu konfigurasi kontekstual dan makna. Setiap
konteks situasi yang sebenarnya bukanlah hanya sebatas kumpulan
acak, melainkan suatu keutuhan yang khas yang berkaitan dengan
suatu budaya. Halliday memandang kebudayaan adalah orang yang
melakukan hal tertentu pada kesempatan tertentu dan memberinya
70
MAK Halliday dan Ruqiya Hasan, op. cit., hal: 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
makna dan nilai.71
Untuk lebih jelas, berikut gambar mengenai
hubungan antara teks dengan konteks situasi oleh Halliday,72
Bagan 1. 3. Hubungan antara Teks dengan Konteks Situasi
Sumber: MAK Halliday dan Ruqiya Hasan
Melalui gambar di atas, dapat dilihat bagaimana film The Iron
Lady dapat dianalisa dengan metode Halliday. Makna tekstual dapat
dijelaskan sebagai makna yang menjadikan kalimat sebuah teks, yang
berbeda dengan contoh susunan kata yang dibuat atau yang sudah
baku. Ada empat unsur makna menurutnya, yakni, pengalaman, antar
pelibat, logis, dan tekstual. Unsur-unsur makna itu semuanya terjalin
membentuk struktur dalam sebuah wacana.
71
Ibid, hal: 63 72
Ibid, hal: 36
Situasi: (diungkapkan oleh) Teks
Ciri Konteks
Medan
Wacana
Makna
Pengalaman (hal yang
berlangsung)
Pelibat
Wacana Makna antara
Pelibat (orang yang
ambil bagian)
Mode Wacana
Makna Tekstual (peran yang
diberikan
kepada bahasa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
F. METODE PENELITIAN
Metode penelitian dipergunakan peneliti guna memberikan
kerangka kerja dalam memahami objek yang akan menjadi sasaran ilmu
pengetahuan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan ditunjukkan
untuk melihat pesan yang dibawa oleh film terkait dengan wacana
kekuatan perempuan dalam politik.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif menurut Moleong adalah penelitian yang tidak
mengadakan perhitungan atau juga dengan penemuan-penemuan yang
tidak dicapai/diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur
statistik atau dengan cara kuantifikasi.73
Penelitian ini disebut
kualititatif karena penelitian ini memberi peluang untuk dapat melihat
dan menggambarkan objek penelitian secara detail serta membuat
intepretasi atas objek penelitian.74
Dalam penelitian yang menganalisis wacana dalam film The
Iron Lady ini akan melihat bagaimana penggambaran kekuatan
seorang perempuan dalam unsur dalam wacana pada film ditunjukkan
kepada penonton.
73
L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualiatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004, hal: 35 74
Alex Sobur, op. cit., hal: 147
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2. Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang mejadi objek penelitian adalah
adegan-adegan dalam film The Iron Lady yang mewacanakan
kekuatan perempuan dalam politik yang tergambarkan dalam film
tersebut.
Himawan Pratista berpendapat adegan adalah bagian dari
rangkaian yang dapat berupa teks atau gambar yang terdiri dari
beberapa frame atau juga bisa dari kumpulan beberapa shot.75
Pemilihan objek berupa film didasarkan pada ketertarikan
peneliti untuk menganalisis film ini yang mengandung pesan yang
kuat mengenai kekuatan perempuan dalam politik.
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu
a. Sumber data primer
Data primer yang digunakan diambil dari teks-teks dialog
yang ada dalam film The Iron Lady. Teks-teks dari dialog dalam
film dipilih secara selektif disesuaikan dengan teori dan
pembahasan yang digunakan peneliti dalam penelitian.
75
Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008, hal: 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
b. Sumber data sekunder
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder
yaitu buku yang berkaitan, artikel cetak, artikel di internet, dan
jurnal.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah mengumpulkan dialog-dialog yang dominan menampilkan
wacana kekuatan perempuan dalam politik pada film The Iron Lady.
Kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis wacana MAK
Halliday dengan memperhatikan aspek audio-visual dalam film.
Peneliti juga melakukan studi literatur, dari berbagai sumber untuk
mengetahui persoalan dalam film secara lebih mendalam untuk
kemudian dianalisis.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana
(discourse analysis) sebagai pendekatan analisis. Peneliti
menggunakan model analisis wacana MAK Halliday karena model ini
tidak hanya menganalisa teks secara struktural dan fungsional saja,
namun juga menganalisa latar belakang dari teks dan konteks secara
keseluruhan. Berikut langkah-langkah untuk menganalisis data dalam
penelitian yaitu:
a. Mencari rekaman film The Iron Lady.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b. Mengelompokkan adegan-adegan yang sesuai dengan wacana yang
menggambarkan kekuatan perempuan dalam politik.
c. Mencatat dialog (data audio) dan gambar (data visual) yang terjadi
dalam adegan-adegan yang telah dikelompokkan tersebut.
d. Menggabungkan antara data visual dengan data audio (naskah
dialog).
e. Menganalisis data visual dan data audio dengan mengunakan
kajian-kajian teori yang relevan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji aspek-aspek dari
konteks situasi dalam wacana dari bagian teks tertentu dari film The
Iron Lady yang menunjukan kekuatan perempuan dalam politik.
Peneliti akan menentukan kerangka adegan sebagai tahap awal
penelitian. Peneliti akan mencatat setiap adegan dengan konteks
situasi yang berbeda-beda yang di dalamnya terkandung fenomena
sosial yang dapat dianalisa melalui film tersebut. Peneliti akan melihat
siapa pelibat yang ada di dalam setiap adegan dalam film, medan
wacana yang merujuk kejadian yang terjadi dalam adegan di film serta
menganalisa susunan ciri-ciri medan dan pelibat. Kemudian
menganalisis mode wacana dengan melihat bagian yang diperankan
dengan bahasa oleh pelibat dalam film. Langkah selanjutnya, peneliti
akan menarik kesimpulan dari analisa yang telah dilaksanakan.