i
ABSTRAK
PROFILAKSIS KOTRIMOKSAZOL PADA BAYI TERPAJAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS MENINGKATKAN KADAR
HEMOGLOBIN
Profilaksis kotrimoksazol pada bayi terpajan HIV adalah pemberian obat ini untuk mencegah infeksi oportunistik pneumocystis carinii pneumonia (PCP). Pneumocystis carinii pneumonia adalah infeksi oportunistik penyebab kematian tertinggi pada bayi 3-6 bulan. World Health Organization merekomendasikan pemberian obat ini pada bayi terpajan HIV sampai bayi terbukti tidak terinfeksi HIV dan sudah menghentikan ASI minimal 4-6 minggu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian profilaksis kotrimoksazol selama tiga bulan terhadap perubahan kadar hemoglobin pada bayi terpajan HIV. Sebanyak 39 subjek direkrut secara konsekutif di poliklinik anak RSUP Sanglah Denpasar sejak Mei 2016 sampai Januari 2017. Penelitian dikerjakan secara observasional analitik dengan desain before and after. Pada subjek dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk melihat kadar hemoglobin. Pemeriksaan pertama adalah sebelum pemberian profilaksis kotrimoksazol yaitu pada usia 6 minggu dan diulang pada usia 5 bulan. Normalitas distribusi data diuji dengan Shapiro-Wilk. Dilakukan uji Wilcoxon untuk menilai perbedaan rerata kadar hemoglobin karena data tidak terdistribusi normal. Terdapat 39 subjek yang diperiksa kadar hemoglobin sebanyak dua kali. Median hemoglobin awal adalah 9,2 g/dL dengan interquartel range 1 dan median kadar hemoglobin akhir adalah 11,3 g/dL dengan interquartel range 1. Terjadi peningkatan kadar hemoglobin tiga bulan sesudah pemberian profilaksis kotrimoksazol dengan beda rerata 2,1 (IK 95% 1,6-2,4). Kami menyimpulkan bahwa profilaksis kotrimoksazol aman diberikan pada bayi terpajan HIV sampai usia lima bulan. Kata kunci: Bayi terpajan HIV, profilaksis kotrimoksazol, kadar hemoglobin.
ii
ABSTRACT
COTRIMOXAZOLE PROPHYLAXIS INCREASE THE LEVEL OF HEMOGLOBIN IN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS EXPOSED
INFANT
Pneumocystis jiroveci pneumonia (known as Pneumocystis carinii) has been reported as a leading cause of death in infants with HIV infection. In 2000, the World Health Organizatian (WHO) and Joint United Nations Programme on HIV/AIDS recommended the use of cotrimoxazole as prophylaxis against pneumocystis jiroveci for HIV exposed infant. Eventhough, it remains controversial regarding the risks and benefit including risk for anemia in HIV exposed-uninfected infants. This study was aimed to know the effect of 3 months cotrimoxazole prophylaxis on hemoglobin level. Thirty nine subjects were recruited consecutively in outpatient pediatric clinic of Sanglah Central General Hospital Denpasar from May 2016 until January 2017. It was an observational study (before and after). Full blood count was performed in all subjects at 6 week and 5 month old to collect the data of hemoglobin level. Shapiro-Wilk was performed to assess the data distribution then Wilcoxon was performed to record the mean difference of hemoglobin level since it was not distributed normally. There were 39 subjects whom underwent the full blood count investigation. The first median hemoglobin level was 9.2 g/dL (IQR 1) and the last was 11.3 g/dL (IQR 1). The hemoglobin level was significantly increased after three months of cotrimoxazole prophylaxis with the mean difference of 2,1 ( 95% CI 1,6-2,4). We concluded that it is save to use cotrimoxazole up to five months old as prophylaxis for PCP in HIV exposed infant. Key word: HIV exposed infant, cotrimoxazole prophylaxis, hemoglobin level.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI........................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... iv
DAFTAR ISI……………………………………………………….…… vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….... xi
DAFTAR TABEL…………………………….………………………… xii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………. 5
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………... 5
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………….. 5
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………… 6
1.4.1 Manfaat Ilmiah…………...….…………………….. 6
1.4.2 Manfaat Praktis...………………………… ……….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 7
2.1. Definisi…………………………………..…………….... 7
iv
2.2 Epidemiologi ……………………………………….……. 7
2.3. Faktor Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak……….. 10
2.3.1 Faktor ibu………..………………………………... 10
2.3.2 Faktor bayi dan anak….………………………….. 11
2.3.3 Faktor tindakan obstetri …………………………. 12
2.4 Tindakan pencegahan...…..…….…...…..……………… 12
2.5 Diagnosis dan Pemantauan Bayi Terpajan HIV….….…. 14
2.5.1 Uji virologis………………………..……………. 15
2.5.2 Uji serologis…………..…………………………... 15
2.6 Pencegahan PCP pada Bayi Terpajan HIV……………... 18
2.7 Anemia …………………………………………………. 20
2.8 Kotrimoksazol dan Anemia…………………………….. 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN……………………………………………………………. 34
3.1 Kerangka Berpikir…………………………………………. 34
3.2 Kerangka Konsep………………………………………….. 37
3.3 Hipotesis Penelitian……………………………………... 37
BAB IV METODE PENELITIAN……………………………………… 38
4.1 Rancangan Penelitian……………………………………… 38
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………… 38
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………. 39
4.3.1 Populasi target…………………………………….. 39
4.3.2 Populasi terjangkau………………………………… 39
v
4.3.3 Sampel penelitian………...………………………... 39
4.3.4 Kriteria eligibilitas………………….…………….. 39
4.3.5 Besar Sampel……..………………………………. 40
4.3.6 Teknik pengambilan sampel………..…………….. 40
4.4 Variabel Penelitian…...…………………………………. 41
4.4.1 Identifikasi variabel………………………...…….. 41
4.4.2 Definisi operasional variabel…………………….. 41
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian…………………...…… 44
4.6 Prosedur Penelitian……………………………………… 45
4.7 Alur penelitian …………………………………………... 47
4.8 Analisis Data ……………………………………………. 47
4.8 Etika peneltian…………………………………………. . 48
BAB V HASIL PENELITIAN ……..……………………………….. 49
5.1 Karakteristik subjek penelitian …………………………. 50
5.2 Perbandingan hemoglobin sebelum dan sesudah profilaksis
kotrimoksazol dan faktor yang berpengaruh..…………... 52
BAB VI PEMBAHASAN …………………………………………….. 54
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………..……………… 60
7.1 Simpulan……………..………………………………….. 60
7.2 Saran………………..……………………………………. 60
DAFTAR PUSTAKA………………………………….….……………… 61
LAMPIRAN…………………………………………..…………………… 66
vi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Pemberian kotrimiksazol pada bayi baru lahir dari ibu HIV (+)….… 19
2.2 Mekanisme kerja kotrimoksazol sebagai antimikroba ……...…….. 28
2.3 Sintesis timidilat, nukleotida DNA………………………………… 30
3.1 Bagan kerangka berpikir ……………………………………………. 36
3.2 Kerangka konsep penelitian …………………………………………. 37
4.1 Bagan rancangan penelitian …………………………………………. 38
4.2 Skema alur penelitian ………………………………………………… 47
5.1 Profil penelitian …………. ………………………………………….. 50
vii
DAFTAR TABEL
2.1 Waktu dan risiko penularan HIV dari ibu ke anak…………………... 13
2.2 Rekomendasi terapi HIV pada ibu hamil HIV (+) dan ARV profilaksis
pada bayi ……………………………………..……………………… 14
2.3 Skenario pemeriksaan HIV………………………………………….. 16
2.4 Kadar hemoglobin menurut umur …………..………………………… 21
2.5 Faktor risiko anemia ………………………………………………… 22
5.1 Gambaran karakteristik subjek penelitian……………………………. 52
5.2 Perbandingan hemoglobin sebelum dan sesudah profilaksis
kotrimoksazol ………………………………………………………… 53
5.3 Control by analysis faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan
hemoglobin ………….……………………………………………….. 53
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
AFASS = Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable and Safe
AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome
ART = Anti retroviral therapy
ARV = Anti retroviral
ASI = Air susu ibu
DBS = Dried blood spot
dL = desiliter
DNA/RNA = deoxyribonucleic acid /ribonucleic acid
HAART = Highly active anti retroviral therapy
Hb = Hemoglobin
HIV = Human immunodeficiency virus
IMS = Infeksi menular seksual
IQR = Interquartil range
Kemenkes RI = Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
kgBB = kilogram berat badan
KPAN = Komisi Perlindungan Anak Nasional
PCP = Pneumocystis carinii pneumonia
PPIA = Program Pelayanan Ibu dan Anak
RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
SB = Simpang baku
UNAIDS = United Nations AIDS
ix
UNICEF = United Nations International Chlidren’s Emergency Fund
WHO = World Health Organization
WHO SEARO = World Health Organization South-East Asia Region
LAMBANG
= : sama dengan
< : kurang dari
> : lebih dari
≥ : lebih dari sama dengan
≤ : kurang dari sama dengan
% : persen
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan dan Informasi.....………………………….. 60
Lampiran 2. Persetujuan Setelah Informasi....................................... 66
Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik ……………………..……..….. 69
Lampiran 4. Permohonan Ijin Penelitian ……………………………. 92
Lampiran 5. Ethical clearence............................................................. 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV. Bayi terpajan HIV (HIV exposed infant) adalah bayi
yang lahir dari ibu berstatus terinfeksi HIV (Matondang dan Kurniati, 2010).
Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun
1981 pada orang dewasa, dua tahun kemudian dilaporkan juga pada anak. Data
epidemiologi AIDS Global (UNAIDS, 2015) menyebutkan terdapat 36,9 juta
orang dengan HIV di seluruh dunia dengan 2 juta kasus baru terinfeksi HIV.
Sebanyak 50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang
dari 15 tahun. World Health Organization-SEARO (2014) melaporkan terdapat
kurang lebih 3,5 juta orang dengan HIV di Asia Tenggara, 35% di antaranya
adalah perempuan dan sebagian besar usia reproduktif.
Data UNAIDS (2008) menunjukkan Indonesia sebagai salah satu negara di
Asia dengan epidemi HIV/AIDS berkembang paling cepat dan tingkat infeksi
tertinggi. Sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 di Bali, jumlah kasus
HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Menurut Kemenkes RI (2014), jumlah
penderita HIV sampai September 2014 sebanyak 150.296 orang dan total kasus
AIDS sebanyak 55.799 orang. Persentase kumulatif tertinggi adalah pada
kelompok usia reproduktif yaitu sebanyak 61,4% dengan jumlah kasus terbanyak
ditemukan pada ibu rumah tangga. Peningkatan jumlah perempuan usia
2
reproduktif yang terinfeksi HIV/AIDS akan berdampak pada peningkatan jumlah
kasus bayi terpajan HIV dan kasus infeksi HIV/AIDS pada bayi dan anak
(Setiawan, 2009). Diketahui bahwa lebih dari 90% kasus HIV anak terjadi secara
vertikal (mother-to-child transmission) dimana 20% bayi terinfeksi selama
periode ante dan intra-partum dan 15% lainnya terifeksi melalui air susu ibu
(ASI) (Chetty, 2012; WHO, 2012; Kemenkes RI, 2014).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan high-burden penularan infeksi
HIV dari ibu ke anak selain India, Thailand dan Myanmar. Pada tahun 2015
diperkirakan lebih dari 38.500 anak Indonesia menjadi HIV positif akibat
transmisi dari ibu ke anak (Komisi Penanggulan AIDS Nasional, 2010). Estimasi
insidens HIV di antara ibu hamil cenderung tetap selama 5 tahun terakhir
sehingga infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah
satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak. Pada
tahun 2011, UNAIDS melaporkan 250.000 anak di bawah 15 tahun meninggal
karena AIDS dan penyakit yang berhubungan dengan AIDS (infeksi oportunistik).
Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) bertujuan
mengurangi risiko transmisi sampai kurang dari 2% (WHO, 2012). Untuk
mencapai target tersebut, WHO menganjurkan beberapa pendekatan meliputi
tindakan pencegahan primer HIV pada perempuan usia reproduktif dan
pasangannya, menyediakan tes HIV dan terapi anti retroviral (ART) pada ibu
hamil dengan HIV positif, pemberian ARV pada bayi terpajan HIV segera setelah
lahir serta pemberian kotrimoksazol sebagai pencegahan primer terhadap risiko
infeksi oportunistik.
3
Pneumocystis jiroveci yang dikenal sebelumnya sebagai pneumocystis carinii
pneumonia (PCP) telah dilaporkan sebagai infeksi oportunistik penyebab
kematian tersering pada bayi terinfeksi HIV. Insidens tertinggi terjadi pada bayi
usia < 1 tahun dengan puncak usia umur 3-6 bulan (Lowe dkk., 2013). Penentuan
status infeksi bayi terpajan HIV secara dini masih belum bisa dilakukan di semua
tingkat layanan kesehatan terutama di negara-negara miskin dan sedang
berkembang. Selain itu, pencegahan transmisi HIV dari ibu ke anak belum
dilakukan dengan baik di banyak negara berkembang dan negara miskin. Karena
kendala di atas, WHO dan UNAIDS (2004) merekomendasikan pemberian
profilaksis kotrimoksazol pada semua bayi terpajan HIV untuk mencegah PCP.
Profilaksis dimulai sejak usia 4-6 minggu dan diteruskan hingga bayi secara
definitif tereksklusi dari infeksi HIV dan tidak lagi berisiko tertular melalui ASI.
Di RSUP Sanglah, bayi terpajan HIV mendapat profilaksis ARV (zidovudin)
sejak 0 hari-6 minggu dan dilanjutkan profilaksis kotrimoksazol usia 6 minggu
hingga 6 bulan.
Bukti keamanan profilaksis PCP dengan kotrimoksazol pada bayi masih
terbatas. Coutsoudis dkk. (2010) merekomendasikan untuk mengevaluasi ulang
pemberian profilaksis kotrimoksazol pada bayi terpajan HIV di negara
berkembang berdasarkan pertimbangan risiko dan manfaat. Hal ini didasarkan
pada hasil studi observasional di Afrika Selatan yang menunjukkan tidak ada
proteksi terhadap kejadian pneumonia dan terdapat peningkatan jumlah kasus
diare pada bayi terpajan HIV yang mendapat profilaksis kotrimoksazol hingga
usia 18 bulan. Sebuah uji klinis terhadap 541 anak terinfeksi HIV di Zambia
4
menunjukkan profilaksis kotrimoksazol berhubungan dengan kejadian anemia
pada 10% kasus (Chintu dkk., 2004). Peterson dkk. (2013), melaporkan kejadian
anemia berat sebanyak 87 (5,9%) dan neutropenia berat 164 (9,6%) pada bayi
terpajan HIV berumur 1 sampai 6 bulan yang mendapat profilaksis kotrimoksazol
namun pada analisis multivariabel tidak ditemukan hubungan anatara anemia
berat dengan kotrimoksazol (aRO 0,3; IK 95% 0,07-1,65). Penelitian Dow dkk.
(2014) terhadap bayi terpajan HIV berusia 6-36 minggu melaporkan anemia pada
166 bayi (13,4%) yang mendapat kotrimoksazol dan 49 bayi (17,3%) tanpa
kotrimoksazol (p=0,08) namun hasil analisis menunjukkan kotrimoksazol tidak
menyebabkan anemia (HR 0,78; KI 95% 0,58-1,05). Beberapa peneliti
melaporkan kejadian anemia pada bayi terpajan HIV yang berhubungan dengan
pemberian ARV dan terpajan HAART dalam jumlah dan derajat yang berbeda
(Beitune dan Duarte, 2006; Lahoz dkk., 2009; Briand dkk., 2010).
Kotrimoksazol sendiri diketahui dapat menekan sumsum tulang dan
menyebabkan anemia walaupun belum ada penelitian yang menyebutkan secara
pasti insidensnya pada bayi umur kurang dari 6 bulan (Rieder dkk., 1997; Ho dan
Juurlink, 2011; Church dkk, 2014; Hesdorffer dan Longo, 2015). Kadar
hemoglobin bayi menurun mencapai titik terendah pada umur 1-2 bulan sebelum
mencapai kadar stabil pada ± usia 5-6 bulan (O’Brien dan Pearson, 1971)
sehingga pemberian profilaksis kotrimoksazol pada bayi terpajan HIV yang juga
terpajan HAART dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia. Namun menurut
Ho dan Juurlink (2011), tidak diketahui pasti insidens dari toksisitas hematologis
5
berat, diperkirakan terjadi 1,7-5,5/100.000 resep dan tidak lazim terjadi pada dosis
terapi.
Berdasarkan uraian di atas, kami ingin melakukan penelitian untuk
mengetahui rerata kadar hemoglobin bayi terpajan HIV tiga bulan sesudah
mendapat profilaksis kotrimoksazol dibanding sebelumnya. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan data keamanan mengenai penggunaan profilaksis
kotrimoksazol pada bayi terpajan HIV di RSUP Sanglah Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian: Apakah
pemberian profilaksis kotrimoksazol selama tiga bulan pada bayi terpajan HIV
menurunkan kadar hemoglobin dibanding sebelumnya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui efek pemberian profilaksis kotrimoksazol selama tiga
bulan terhadap perubahan kadar hemoglobin pada bayi terpajan HIV.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui rerata kadar hemoglobin bayi terpajan HIV yang dirawat
di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah sesudah tiga bulan pemberian profilaksis
kotrimoksazol dibanding sebelumnya.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
1.4.1.1 Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi salah satu sumber informasi
ilmiah tentang keamanan profilaksis kotrimoksazol yang berhubungan dengan
kadar hemoglobin.
1.4.1.2 Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.3 Manfaat praktis
1.4.3.1 Sebagai sumber informasi ilmiah bagi dokter untuk menjelaskan
keamanan penggunaan profilaksis kotrimoksazol kepada orangtua atau
pengasuh bayi terpajan HIV yang menjalani perawatan di RSUP Sanglah,
Denpasar.
1.4.3.2 Sebagai masukan bagi penatalaksanaan profilaksis PCP pada bayi
terpajan HIV di RSUP Sanglah, Denpasar dengan memperhatikan
kemungkinan efek samping (adverse event) yang terjadi.