AKUNTANSI BIAYA“ BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA ”
Oleh : Kelompok 5
Made Ayu Swari Oktarini 1406205098Ayu Indra Dewi 1406205113Made Ristia Sari 1406205139
Jurusan ManajemenFakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya suatu perusahaan memiliki target atau tujuan untuk dicapai,
salah satu tujuan tersebut adalah untuk mendapatkan laba yang tinggi dengan
meminimalkan pengeluaran biaya-biaya yang terjadi dalam proses produksi. Laba
atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai kinerja suatu perusahaan.
Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya.
Biaya merupakan salah satu sumber informasi yang paling penting dalam
analisis strategik perusahaan. Proses penentuan dan analisis biaya pada perusahaan
dapat menggambarkan suatu kinerja perusahaan pada masa yang akan datang. Oleh
sebab itu untuk dapat mencapai produksi yang efisien, maka diperlukan suatu
pengendalian terhadap biaya produksi yang akan dikeluarkan.
Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik. Dalam suatu kegiatan produksi perusahaan harus dapat
mempertimbangkan biaya yang terdapat didalamnya salah satunya adalah biaya bahan
baku. Biaya bahan baku harus dapat diefisienkan agar tidak terjadi pemborosan dalam
penggunaan bahan baku, cara yang digunakan yaitu dengan analisis selisih biaya
bahan baku.
Selain biaya bahan baku perusahaan memiliki faktor utama lain untuk
menjalankan kegiatan produksinya yaitu tenaga kerja. enaga kerja merupakan daya
fisik atau mental yang dikerahkan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam proses
produksi, tenaga kerja memerlukan biaya dalam menjalankan kegiatannya, dalam hal
ini digunakan untuk pemberian gaji, upah maupun bonus kepada tenaga kerja yang
ada dalam perusahaan. Efisiensi biaya tenaga kerja langsung dapat diketahui dengan
cara membandingkan antara hasil dari analisis selisih biaya tenaga kerja langsung
dengan biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah dapat menjelaskan manajemen biaya
bahan dan biaya tenaga kerja.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah menjelaskan manajemen biaya bahan dan
biaya tenaga kerja serta menjelaskan akuntansi untuk biaya bahan dan biaya tenaga
kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
(BIAYA BAHAN BAKU)
2.1 Unsur Biaya yang Membentuk harga Pokok Bahan Baku Yang Dibeli
Didalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan
biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya
pembelian, pergudangan, dan biaya-biaya perolehan lain. Beberapa unsur untuk
mengetahui biaya yang membentuk harga pokok bahan baku yang dibeli yaitu:
Sistem Pembelian
Dokumen sumber dan dokumen pendukung yang dibuat dalam transaksi
pembelian lokal bahan baku adalah surat permintaan pembelian, surat order
pembelian, laporan penerimaan barang dan faktur dari penjualan. Sistem pemebelian
lokal bahan baku terdiri dari prosedur permintaan pembelian, prosedur order
pembelian, prosedur penerimaan barang, prosedur pencatatan penerimaan barang
digudang, dan prosedur pencatatan utang. Berikut ini akan diuraikan :
Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku. Jika persediaan bahan baku yang
ada digudang sudah mencapai jumlah tingkat minimum pemesanan kembali, bagian
gudang kemudian membuat surat permintaan pembelian untuk dikirim ke bagian
pembelian. Contohnya adalah :
Prosedur Order Pembelian. Untuk pembelian pemasok, bagian pembelian
mengirimkan surat permintaan penawaran harga kepada para pemasok, yang berisi
permintaan informasi harga dan syarat-syarat pembelian dari masing-masing pemasok
tersebut. Setelah pemasok yang dianggap baik dipilih, bagian pembelian kemudian
membuat surat orderan pembelian untuk dikirimkan kepada pemasok yang dipilih.
Berikut adalah gambar surat tersebut :
Prosedur Penerimaan Bahan Baku. Bagian penerimaan yang bertugas menerima
barang, mencocokan kualitas, kuantitas, jenis serta spesifikasi bahan baku yang
diterima dari pemasok dengan tembusan surat order pembelian. Apabila bahan baku
yang diterima telah sesuai dengan surat order pembelian, bagian penerimaan membuat
laporan penerimaan barang untuk dikirimkan kepada bagian akuntansi. Berikut adalah
contoh gambar surat tersebut :
Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian Gudang. Bagian gudang
menyimpan bahan baku tersebut dan mencatat jumlah bahan baku yang diterima
dalam kartu gudang pada kolom “masuk”. Kartu gudang hanya berisi informasi
kuantitas tiap-tiap jenis barang yang disimpan digudang dan tidak berisi informasi
mengenai harga. Untuk mengawasi bagian akuntansi dilengkapi dengan Kartu
persediaan. Bagian gudang juga mencatat barng dalam kartu barang. Berikut adalah
contoh kartu-kartu tersebut:
Kartu Gudang
Kartu Barang
Kartu Persediaan :
Prosedur Pencatatan Utang yang Timbul dari Pemebelian Bahan Baku. Bagian
pembelian menerima faktur pembelian dari pemasok. Bagian pembelian memberikan
tanda tangan di atas faktur pembelian, sebagai tanda persetujuan bahwa faktur dapat
dibayar karena pemasok telah memenuhi syarat-syarat pembelian. Kemudian
diserahkan ke bagian akuntansi. Bagian akuntansi memerikasa dengan teliti
perhitungan dalam faktur pembelian. Setelah dicatat dalam jurnal pembelian, faktur
faktur pembelian serta dokumen pendukungnya dicatat dalam kartu persediaan.
Biaya yang Diperhitungkan Dalam Harga Pokok Bahan Baku yang Dibeli
Biaya-biaya pesanan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaa, asuransi,
pergudangan, dan biaya akuntansi bahan baku, merupakan unsur-unsur biaya yang
sulit diperhitungkan kepada harga pokok bahan baku yang dibeli. Apabila didalam
pembelian bahan baku, pemasok memberikan potongan tunai(cash discount), maka
potongan tunai ini diperlakukan sebagai unsur biaya over head.
Seringkali didalam pembelian bahan baku, perusahaan membayar biaya
angkutan untuk berbagai macam bahan baku yang dibeli. Hal ini menimbulkan
masalah mengenai pengalokasian biaya angkutan tersebut kepada masing-masing
jenis bahan baku yang diangkut. Perlakuan terhadap biaya angkutan ini dapat
dibedakan menjadi
1. Biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang
dibeli.
2. Biaya angkutan tidak diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku
yang dibeli, namun diperlakukan sebagai biaya over head pabrik.
Biaya Angkutan Diperlakukan Sebagai Tambahan Harga Pokok Bahan Baku
yang Dibeli. Apabila biaya angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok
bahan baku yang dibeli, maka alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis
bahan baku yang dibeli dapat didasarkan pada :
a. Perbandingan Kuantitas Tiap Jenis Bahan Baku yang Dibeli
Contoh 1 :
Perusahaan membeli 3 macam bahan baku dengan jumlah harga dalam faktur
sebesar Rp 500.000,-. Biaya angkutan yang dibayar untuk ketiga macam
bahan baku tersebut adalah sebesar Rp 300.000,-. Kuantitas masing-masing
jenis bahan baku yang tercantum dalam faktur adalah bahan A = 400kg; bahan
B = 350kg; bahan baku C = 50kg. pembagian biaya angkutan kepada tiap-tiap
jenis bahan baku disajikan dalam gambar berikut ini.
b. Perbandingan Harga Faktur Tiap Jenis Bahan Baku yang Dibeli
Contoh 2:
Dik: Bahan baku A = Rp 100.000,- bahan baku B = Rp 150.000,-
Bahan baku C = Rp 225.000,- bahan baku D = Rp 125.000,-
Biaya angkutan = Rp 48.000,-
Harga pokok dibebani tambahan biaya angkutan sebesar Rp 0,08(yaitu : Rp 48.000 : Rp 600.000). maka :
c. Biaya Angkutan Diperhitungkan Dalam Harga Pokok Bahan Baku yang
Dibeli Berdasarkan Tarif yang Ditentukan Dimuka
Contoh 3 :
Dik:
Biaya angkutan= Rp 2.500.00,- ; jumlah bahan baku= 50.000kg; jumlah tarif angkutan= Rp 50kg/bahan baku yangdiangkut; maka :
Biaya Unit Organisasi yang Terkait Dalam Perolehan Bahan Baku
Dalam pembelian bahan baku, unit organisasi yang terkait dalam pembelian
bahan baku adalah bagian pembelian, bagian penerimaan, bagian gudang, dan bagian
akuntansi persediaan. Oleh karena itu apabila biaya pembelian akan diperhitungkan
sebagai harga pokok bahan baku, maka biaya-biaya bagian pembelian, gudang, dan
akuntansi persediaan harus diperhitungkan.
Jika biaya pembelian dibebankan kepada bahan baku yang dibeli atas dasar
tarif, maka perhitungan tarif biaya pembelian dilakukan sebagai berikut:
1. Jumlah biaya tiap bagian yang terkait dalam transaksi pembelian bahan
baku tsb diperkirakan selama satu tahun anggaran.
2. Ditentukan dasar pembebanan biaya tiap-tiap bagian tsb dan ditaksir
berapa jumlahnya dalam tahun anggaran.
3. Ditentukan tarif pembebanan biaya tiap-tiap bagian tsb dgn cara
membagi biaya tiap bagian dgn dasar pembebanan.
Unsur Biaya yang Diperhitungkan Dalam Harga Pokok Bahan Baku yang
Diimpor
Dalam perdagangan luar negeri, harga barang yang disetujui bersama antara
pembeli dan penjual akan mempengaruhi biaya-biaya yang menjadi tanggungan
pembeli. Bahan baku dapat diimpor dengan syarat harga :
- Free alongside ship (FAS) : yang memiliki kewajiban utama adalah pembeli
dengan memikul biaya pengangkutan barang dan risiko terhadap barang. Selain itu
pembeli memiliki kewajiban untuk mengurus formalitas ekspor. Penyerahan barang
oleh penjual kepada pembeli dilakukan di samping kapal pengangkutan. Free
Alongside Ship hanya dapat dipakai dalam pengangkutan laut atau pengangkutan
antara pulau saja.
- Free on board (FOB) : dilakukan di atas kapal yang akan melakukan
pengangkutan barang. Selain itu yang memiliki kewajiban untuk mengurus formalitas
ekspor adalah pihak penjual. Persyaratan dengan menggunakan FOB hanya dapat
dilakukan untuk pengangkutan laut dan antara pulau semata.
- Cost and freight (C & F) : pembeli hanya menanggung biaya-biaya untuk
mengeluarkan bahan baku dari pelabuhan pembeli dan biaya-biaya lain sampai
dengan barang tersebut di terima di gudang pembeli
- Cost , insurance, and freight (C.I&F) : biaya angkutan laut beserta asuransi
lautnya sudah di perhitungkan oleh penjual dalam harga barang
Harga pokok bahan baku yang diimpor terdiri dari :
Harga FOB Rp xxAngkutan laut (ocean freight) xx Harga C & F Rp xxBiaya asuransi (marine insurance) xx Harga C.I & F Rp xxbiaya-biaya bank xxbea masuk & biaya pabean lainnya xxpajak penjualan impor xxbiaya gudang xxbiaya expedisi muatan kapal laut (E.M.K.L) xxbiaya transport lokal xx harga pokok bahan baku Rp xx
2.2 Penentuan Harga Pokok Bahan Baku Yang Dipakai Dalam Produksi
Terdapat dua macam metode pencatatan biaya bahan baku yang dipakai dalam
produksi, yaitu metode mutasi persediaan (perpetual inventory method) dan metode
persediaan fisik (physical inventory method).
Dalam metode mutasi persediaan (perpetual), setiap mutasi bahan baku dicatat
dalam kartu persediaan, sedangkan dalam metode fisik, hanya tambahan persediaan
bahan baku dari pembelian saja yang dicatat dan mutasi berkurangnya bahan baku
karena pemakaian tidak dicatat dalam kartu persediaan. Metode persediaan fisik
sangat cocok digunakan dalam penentuan biaya bahan baku perusahaan yang harga
pokok produksinya dikumpulkan dengan metode harga pokok proses , sedangkan
metode persediaan digunakan dalam perusahaan yang harga pokok produksi nya
dikumpulkan dengan metode harga pokok pesanan.
Ada berbagai macam metode penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai
dalam produksi yaitu :
a) Metode Identifikasi Khusus
Setiap jenis bahan baku yang ada di gudang harus diberi tanda pada harga
pokok per satuan berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan
baku yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga per satuan bahan
baku yang ada di gudang harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda
pada harga bahan tersebut. Metode ini merupakan metode yang paling teliti
dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi,
namun sering kali tidak praktis.
Contoh:
Diperoleh informasi persediaan barang dagangan XY sebagai berikut:
--------------------------------------------------------------------------------Tanggal Pembelian Penjualan Saldo--------------------------------------------------------------------------------02 April 2011 2000 unit @ Rp 400 - 2000 unit12 April 2011 6000 unit @ Rp 440 - 8000 unit22 April 2011 - 5000 unit 3000 unit-------------------------------------------------------------------------------
Barang yang dibeli tanggal 02 April 2011 diberi kode XY-A.
Barang yang dibeli tanggal 12 April 2011 diberi kode XY-B.
Sehingga komposisi persediaan barang dagangan sebagai berikut:
No Kode Nama Jumlah
1 A Barang XY 2000
2 B Barang XY 6000
b) Metode masuk pertama keluar pertama(MPKP)
Dalam metode ini, penentuan biaya bahan baku beranggapan bahwa harga
pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk gudang, digunakan untuk
menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai. Yang jadi perhatian
adalah anggapan aliran biaya tidak harus sesuai dengan aliran fisik bahan baku
dalam produksi.
Contoh:
Diperoleh informasi persediaan barang dagangan XY sebagai berikut:
--------------------------------------------------------------------------------
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo
--------------------------------------------------------------------------------
02 April 2011 2000 unit @ Rp 400 - 2000 unit
12 April 2011 6000 unit @ Rp 440 - 8000 unit
22 April 2011 - 5000 unit 3000 unit
----------------------------------------------------------------------------------
Saldo persediaan pada tanggal 12 April 2011 adalah:
2000 unit @ 400 = 800.000
6000 unit @ 440 = 2.640.000
------------------------------------------------------------
8000 = 3.440.000
Setiap penjualan akan diambil dari barang yang pertama dibeli. Jika
tidak mencukupi, akan diambil dari barang yang dibeli berikutnya. Begitu
seterusnya sampai jumlah penjualan tercapai. Dengan demikian, penjualan
5000 unit akan diambil dari barang dengan harga 400 sebanyak 2000 unit
(semuanya), kemudian ditambah dengan barang dengan harga 440 sebanyak
3000 unit.
Harga pokok penjualan senilai 1.120.000 dihitung sebagai berikut:
2000 unit @ 400 = 800.000
3000 unit @ 440 = 1.320.000
-------------------------------------------------------
5000 = 1.120.000
Persediaan akhir senilai 1.320.000 dihitung sebagai berikut:
3000 x 440 = 1.320.000
c) Metode masuk terahir keluar pertama(MTKP)
Dalam metode MTKP ini, penentuan harga pokok yang dipakai dalam
produksi beranggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang
terakhir masuk persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok
atas bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi.
Contoh:
Diperoleh informasi persediaan barang dagangan XY sebagai berikut:
------------------------------------------------------------------------------------
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo
------------------------------------------------------------------------------------
02 April 2011 2000 unit @ Rp 400 - 2000 unit
12 April 2011 6000 unit @ Rp 440 - 8000 unit
22 April 2011 - 5000 un 3000 unit
-----------------------------------------------------------------------------------
Saldo persediaan pada tanggal 12 April 2011 adalah:
2000 unit @ 400 = 800.000
6000 unit @ 440 = 2.640.000
-----------------------------------------------------------
8000 = 3.440.000
Setiap penjualan akan diambil dari barang yang terakhir dibeli. Jika
tidak mencukupi, akan diambil dari barang yang dibeli sebelumnya. Begitu
seterusnya sampai jumlah penjualan tercapai. Dengan demikian, penjualan
5000 unit akan diambil dari barang dengan harga 440 sebanyak 5000 unit dan
masih tersisa 1000 unit lagi.
Harga pokok penjualan senilai 2.200.000 dihitung sebagai berikut:
5000 unit @ 440 = 2.200.000
Persediaan akhir senilai 1.240.000 dihitung sebagai berikut:
2000 unit @ 400 = 800.000
1000 unit @ 440 = 440.000
-----------------------------------------------------------
3000 = 1.240.000
d) Metode rata-rata bergerak
Persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata – rata
nya, dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap
kali terjadi pembeliaan yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga
pokok rata – rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan
harga pokok rata – rata per satuan yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam
proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan
bahan baku yang dipakai dengan harga pokok rata – rata per satuan bahan
baku yang ada di gudang.
Contoh:
Diperoleh informasi persediaan barang dagangan XY sebagai berikut:
------------------------------------------------------------------------------
Tanggal Pembelian Penjualan Saldo
------------------------------------------------------------------------------
02 April 2011 2000 unit @ Rp 400 - 2000 unit
12 April 2011 6000 unit @ Rp 440 - 8000 unit
22 April 2011 - 5000 unit 3000 unit
------------------------------------------------------------------------------
Saldo persediaan pada tanggal 12 April 2011 adalah:
2000 unit @ 400 = 800.000
6000 unit @ 440 = 2.640.000
-----------------------------------------------------------
8000 unit @ 430 = 3.440.000
Rata-rata tertimbang dihitung dari 3.440.00 : 8000 = 430.000
Dengan demikian harga pokok penjualannya adalah 5000 x 430 =2.150.000.
Dan nilai persediaan akhir adalah (8000 – 5000) x 430 = 1.290.000.
e) Metode biaya standar
Bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebesar harga standar
(standard price), yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang
diharapkan akan terjadi pada masa yang akan datang. Harga standar
merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Jurnal
yang dibuat saat pembelian bahan baku sebagai berikut:
Persediaan Bahan Baku xxx
Selisih Harga xxx
Untuk mencatat bahan baku yang dibeli sebesar harga standar
Selisih Harga xxx
Utang Dagang xxx
Selisih harga standar dengan harga sesungguhnya tampak dalam rekening
Selisih Harga. Setiap akhir bulan saldo rekening Selisih Harga dibiarkan tetap
terbuka, dan disajikan dalam laporan keuangan bulanan. Hal ini dilakukan
karena saldo rekening Selisih Harga setiap akhir bulan mungkin saling
mengkompensasi, sehingga pada akhir tahun saldo rekening Selisih harga
perlu ditutup ke rekening lain. Pemakaian bahan baku dalam produksi dicatat
sebesar hasil kali kuantitas bahan baku sesungguhnya yang dipakai dengan
harga standarnya.
f) Metode rata-rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan
Dalam metode ini, pada akhir bulan dilakukan penghitungan harga pokok rata
– rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku yang ada di gudang. Harga
pokok per satuan ini kemudian akan digunakan untuk menghitung harga
pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi di bulan selanjutnya.
2.3 Masalah-Masalah Khusus yang Berhubungan Dengan Bahan Baku
SISA BAHAN (SCRAP MATERIALS)
Hasil penjualan sisa bahan dapat diperlakuakan sebagai :
1) Pengurangan biaya bahan baku yang dipakai dalam pesanan yang
menghasilkan sisa bahan tersebut.
2) Pengurangan terhadap biaya overhead pabrik yang sesungguhnya
terjadi.
3) Penghasilan di luar usaha (other income)
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang
Biaya Bahan Baku yang Dipakai Dalam Pesanan yang Menghasilkan Sisa bahan
Tersebut.
Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut :
Kas/piutang dagang xxx
Barang Dalam proses-biaya bahan baku xxx
Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat dalam kartu pokok pesanan yang
bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan baku
pesanan tersebut.
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Terhadap Biaya
Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi. Jika sisa bahan tidak dapat
diidentifikasikan dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan merupakan hal yang bisa
terjadi dalam proses pengerjaan produk, maka hasil penjualanya dapat diperlakukan
sebagai pengurang biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi. Jurnal yang
dibuat pada saat penjualan sisa bahan adalah sebagai berikut :
Kas/Piutang Dagang xxx
Biaya Overhead pabrik sesungguhnya xxx
Hasil Penjualan Sisa bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Diluar Usaha
(Other Income). Dalam dua perlakauan terhadap sisa bahan tersebut diatas, hasil
penjualan sisa bahan digunakan untuk mengurangi biaya produksi. Hasil penjualan
sisa bahan dapat pula diperlakuakan sebagai penghasilan diluar usaha dan tidak
sebagai pengurang biaya produksi. Jurnal yang dibuat pada saat penjualan sisa bahan
adalah sebagai berikut :
Kas/Piutang Dagang xxx
Hasil Penjualan Sisa bahan xxx
Hasil penjualan sisa bahan disajikan dalam laporan rugi laba dalam kelompok
penghasilan Di Luar Usaha (Other Income).
PRODUK RUSAK (SPOILED GOODS)
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik.
Produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa bahan merupakan bahan yang
mengalami kerusakan dalam proses produksi, sehingga belum sempat menjadi
produk, sedangkan produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya
bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhed pabrik.
Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab
terjadinya.
Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau
faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan
sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang
bersangkutan.
Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses
pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya
produk rusak dibebankan kepada produksi secara keseluruhan, dengan cara
memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhed pabrik. Oleh
karena itu, anggaran biaya overhead pabrik yang akan digunakan untuk
menentukan tarif biaya overhead pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut
ini:
Biaya bahan penolong xxx
Biaya tenaga kerja tak langsung xxx
Biaya reparasi dan pemeliharaan xxx
Biaya asuransi xxx
Biaya Overhead pabrik lain xxx
Rugi produk rusak (hasil penjualan – hpp rusak) xxx
Biaya overhead pabrik yang dibebankan xxx
Dan tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus berikut ini :
BOP yang dianggarkan
Tarif biaya overhead pabrik =
Dasar pembebanan
Jika terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi didebitkan dalam
rekening BOP Sesungguhnya,
PRODUK CACAT (DEFECTIVE GOODS)
Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah
ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk
memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomi dapat disempurnakan lagi menjadi
produk jadi yang baik.
Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan
biaya tambahan untuk pengerjaan kembali (works cost) produk tersebut. Perlakuan
terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan yang telah
dibicarakan dalam produk rusak (spoiled goods).
Jika produk cacat merupakan hal yang biasa terjadi dalam proses pengerjaan
produk, maka biaya pengerjaan kembali dapat dibebankan kepada seluruh produksi
dengan cara memperhitungkan biaya pengerjaan kembali tersebut ke dalam tarif biaya
overhead pabrik. Biaya pengerjaaan kembali produk cacat yang sesungguhnya terjadi
didebitkan dalam rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
(BIAYA TENAGA KERJA)
2.4 Pengertian Biaya Tenaga Kerja dan Cara Penggolongannya.
Definisi Biaya Tenaga Kerja.
Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan
untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk
penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Dan pengertian selain itu yaitu biaya
tenaga kerja merupakan salah satu biaya konversi, di samping biaya overhead pabrik,
yang merupakan salah satu biaya untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi.
Penggolongan Kegiatan dan Biaya Tenaga Kerja.
Dalam perusahaan manufaktur penggolongan kegiatan tenaga kerja dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan.
2. Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam
perusahaan.
3. Penggolongan menurut jenis pekerjaannya.
4. Penggolongan menurut hubungan nya dengan produk.
Penggolongan menurut fungsi pokok dalam organisasi perusahaan.
Organisasi dalam perusahaan manufaktur dibagi kedalam 3 fungsi
pokok ; produksi, pemasaran, dan administrasi. Oleh karena itu perlu ada
penggolongan dan pembedaan antara tenaga kerja pabrik dengan tenaga kerja
non pabrik. Pembagian ini bertujuan untuk membedakan biaya tenaga kerja
yang merupakan unsur harga pokok produk dari biaya tenaga kerja nonpabrik,
yang bukan merupakan unsur harga pokok produksi, melainkan merupakan
unsur biaya usaha. Dengan demikian biaya tenaga kerja perusahaan
manuafaktur digolongkan menjadi ; biaya tenaga produksi, biaya tenaga
pemasaran, dan biaya tenaga administrasi&umum. Berikut ini merupakan
contoh biaya tenaga kerja yang termasuk dalam tiap golongan, yaitu :
a. Biaya Tenaga Kerja Produksi :
Gaji karyawan pabrik
Biaya kesejahteraan karyawan pabrik
Upah lembur karyawan pabrik
Upah mandor pabrik
Gaji manajer pabrik
b. Biaya Tenaga Kerja Pemasaran :
Upah karyawan pemasaran
Biaya kesejahteraan karyawan pemasaran
Biaya komisi pramuniaga
Gaji manajer pemasaran
c. Biaya Tenaga Kerja Administrasi & Umum :
Gaji karyawan bagian Akuntansi
Gaji karyawan bagian Personalia
Gaji karyawan bagian Sekretariat
Biaya kesejahteraan karyawan bagian Akuntansi
Biaya kesejahteraan karyawan bagian Personalia
Biaya kesejahteraan karyawan bagian Sekretariat
Penggolongan menurut kegiatan departemen-departemen dalam
perusahaan.
Misalnya departemen produksi suatu perusahaan kertas terdiri dari 3
departemen; Bagian Pulp, Bagian Kertas, Bagian Penyempurnaan. Biaya
tenaga kerja dalam departemen produksi tersebut digolongkan sesuai dengan
bagian-bagian yang dibentukdalam perusahaan tersebut. Tenaga kerja yang
bekerja di departemen-departemen nonproduksi digolongkan pula menurut
departemen yang menjadi tempat kerja mereka.Penggolongan di bagi menjadi
biaya tenaga kerja bagian Akuntansi, Bagian Personalia dan lainnya.
Penggolongan semacam ini dilakukan untuk lebih memudahkan pengendalian
terhadap biaya tenaga kerja yang terjadi dalam tiap departemen yang di bentuk
dalam perusahaan. Kepala departemen yang bersangkutan bertanggung jawab
atas pelaksanaan kerja karyawan dan biaya tenaga kerja yang terjadi dalam
departemennya.
Penggolongan menurut jenis pekerjaan.
Dalam suatu departemen, tenaga kerja dapat digolongkan menurut sifat
pekerjaannya. Misalnya dalam suatu departemen produksi, tenaga kerja
digolongkan sebagai berikut : operator, mandor, dan penyelia(superintendant).
Dengan demikian biaya tenaga kerja digolongkan menjadi : upah operator,
upah mandor dan upah penyelia. Penggolongan biaya tenaga kerja seperti ini
digunakan sebagai dasar penetapan deferensiasi upah standar kerja.
Penggolongan menurut hubungannya dengan produk.
Dalam hubungannya dengan produk, tenaga kerja dibagi menjadi:
tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Tenaga kerja langsung adalah
semua karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produksi jadi,
yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk, dan yang upahnya
merupaka bagian yang besar dalam memproduksi produk. Tenaga kerja yang
jasanya secara tidak langsung dapat diusut pada produk disebut tenaga kerja
tak langsung. Upah tenaga kerja tak langsung imi disebut biaya tenaga kerja
tak langsung dan merupakan unsur biaya overhead pabrik. Upah tenaga kerja
tak langsung dibebankan pada produk tidak secara langsung, tetapi melalui
tarif biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka.
Akuntansi Biaya Tenaga Kerja.
Biaya tenaga kerja dibagi menjadi 3 golongan besar sebagai berikut :
(1) gaji dan upah regular yaitu jumlah gaji dan upah bruto dikurangi dengan
potongan-potongan seperti pajak penghasilan karyawan dan biaya asuransi
hari tua; (2) premi lembur; (3) biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga
kerja (labor related costs)
Gaji dan Upah
1. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja
Kartu hadir karyawan
Daftar gaji & upah
Rekapitulasi gaji & upah
Bagian pabrik
Bagian administrasi &umum
Bagian pemasaran
Upah langsung
Upah tak langsung
Daftar gaji dan upah
Pencairan dana untuk pembayaran gaji & upah
Gaji siap dibayarkan
Pembayaran gaji & upah karyawan
Jurnal:
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja xxx
Biaya Overhead Pabrik xxx
Biaya Administrasi & Umum xxx
Biaya Pemasaran xxx
Gaji dan Upah xxx
2. Pencatatan utang upah dan gaji karyawan
Jurnal:
Gaji dan upah xxx
Utang PPh Karyawan xxx
Utang gaji dan upah xxx
3. Pencatatan pembayaran upah kepada karyawan
Jurnal:
Utang gaji dan upah xxx
Kas xxx
4. Penyetoran pajak penghasilan ke kas Negara
Pajak Penghasilan (PPh) karyawan kemudian disetor ke kas Negara.
Jurnal:
Utang PPh Karyawan xxx
Kas xxx
CONTOH :
Misalkan perusahaan X memperkerjakan 2 orang karyawan; Risa dan Eliona.
Berdasarkan kartu hadir minggu pertama bulan April 19XI, bagian pembuat daftar
gaji dan upah membuat daftar gaji dan upah untuk periode yang bersangkutan.
Menurut kartu kehadiran, karyawan Risa bekerja selama seminggu sebanyak 40jam,
dengan upah perjam Rp 1.000, sedangkan karyawan Elionaselama peroide yang sama
bekerja 40 jam, dengan tarif upah rp 750 per jam. Menurut kartu jam kerja,
penggunaan jam hadir masing-masing karyawan tersebut disajikan dalam gambar 10.1
10.1
Penggunaan waktu kerja Risa Eliona
Untuk pesanan #103 15 jam 20 jam
Untuk pesanan #188 20 jam 10jam
Untuk menunggu persiapan
pekerjaan
5jam 10jam
Distirbusi biaya tenaga kerja Risa Eliona
Dibebankan sebagai biaya tenaga
kerja langsung :
Pesanan #103 Rp. 15.000 Rp. 15.000
Pesanan #188 20.000 7.500
Dibebankan sebagai biaya overhead
pabrik
5.000 7.500
Jumlah upah minggu pertama bulan
April 19X1
Rp. 40.000 Rp. 30.000
PPh yang dipotong oleh perusahaan
15% dari upah minggu pertama
Bulan April 19X1 6.000 4.500
Jumlah upah bersih yang diterima
karyawan
Rp 34.000 Rp 25.500
Akuntansi biaya gaji dan upah atas dasar data tersebut diatas dilakukan sebagai
berikut :
Tahap 1
Berdasarkan atas rekapitulasi gaji dan upah, bagian akuntansi kemudian
membuat jurnal distribusi gaji dan upah sbb:
Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp 57.500
Biaya overhead Pabrik Rp 12.500
Gaji dan upah Rp 70.000
Tahap 2
Atas dasar bukti kas keluar, bagian akuntansi membuat jurnal sbb:
Gaji dan upah Rp 70.000
Utang PPh Karyawan Rp 10.500
Utang Gaji dan upah Rp 59.500
Tahap 3
Atas dasar daftar gaji dan upah yg telah ditandatangani karyawan (sbg bukti telah
dibayarkannya upah karyawan), Bagian Akuntansi membuat jurnal sbb :
Utang Gaji dan upah Rp 59.500
Kas Rp 59.500
Tahap 4
Penyetoran PPh karyawan ke Kas negara di jurnal oleh bagian Akuntansi sbb:
Utang PPh karyawan Rp 10.500
Kas Rp 10.500
Insentif
Untuk meningkatkan produktifitas karyawan perusahaan biasanya memberikan
insentif kepada karyawan. Insentif dapat didasarkan atas waktu kerja, hasil
produksi atau kombinasi keduanya.
Cara-cara pemberian insentif:
a. Insentif satuan dengan jam minimum
Karyawan dibayar atas dasar tarif per-jam untuk menghasilkan jumlah satuan standar.
Untuk hasil produksi yang melebihi standar, karyawan diberikan upah tambahan
sebesar jumlah kelebihan satuan produk x tarif upah per satuan.
CONTOH:
Waktu untuk menghasilkan 1 satuan produk = 5 menit
Standar per jam = 12 satuan
Upah pokok per jam = Rp 600
Tarif upah per satuan = Rp 50
Jika karyawan menghasilkan kurang atau sama dengan 12 = Upah yang diterima = Rp
600
Jika karyawan menghasilkan 14 Upah yang diterima = Rp 600+ (2 x Rp 50)
= Rp 600+Rp 100 = Rp 700
b. Taylor differential piece rate plan
Cara pemberian insentif ini adalah semacam straight piece rate plan yang
menggunakan
tarif tiap potong untuk jumlah keluaran rendah per jam dan tarif tiap potong yang
lain
untuk jumlah keluaran tinggi per jam.
CONTOH :
Upah karyawan = Rp 4.200 per hari
Waktu kerja = 7 jam per hari
rata-rata hasil per jam = 12 satuan
Upah per satuan = Rp 50 = (4.200/(7x12))
Upah taylor plan = Rp 45 / satuan ( < 14 satuan per jam)
Rp 65 / satuan ( > =16 satuan per jam)
Jika hasil = 16 satuan Rp 1.040 ( Rp 65 x 16)
Jika hasil = 12 satuan Rp 540 ( Rp 45 x 12)
Premi Lembur
Jika karyawan sebuah perusahaan bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu,
maka mereka berhak menerima uang lembur dan premi lembur. Perlakuan
terhadap premi lembur tergantung alasan-alasan terjadinya lembur tersebut dan dapat
dibenarkan apabila pabrik telah bekerja pada kapasitas penuh dan
pelanggan/pemesan bersedia menerima beban tambahan karena lembur tersebut.
Dalam perusahaan, jika karyawan bekerja lebih dari 40 jam satu minggu,
maka mereka berhak menerima uang lembur dan premilembur . Misalnya selama satu
minggu seorang karyawan bekerjaselama 44 jam dengan tarif upah (dalam jam kerja
biasa maupun lembur) Rp 600 per jam. Premi lembur dihitung sebesar 50 % dari tarif
upah. Upah karyawan tersebut dihitung sbb:
Jam biasa 40 x Rp 600 = Rp 24.000
Lembur 4 x Rp 600 = Rp 2.400
Premi lembur 4 x Rp 300 = Rp 1.200
Jumlah upah karyawan = Rp 27.600
Biaya-Biaya Yang Berhubungan Dengan Tenaga Kerja (Labor Related
Costs)
Setup time
adalah biaya yg dikeluarkan untuk memulai produksi
Ada tiga perlakuan :
– Dimasukkan ke dalam kelompok biaya tenaga kerja langsung
– Dimasukkan sebagai unsur BOP
– Dibebankan kepada pemesan yg bersangkutan
Waktu menganggur
Misalkan seorang karyawan harus bekerja 40 jam per minggu dengan upah
Rp 600 per jam. Dari 40 jam kerja tersebut, 10 jam waktu menganggur ,
dan sisanya digunakan untuk mengerjakan pesanan tertentu. Jurnal untuk
mencatat biaya tenaga kerja tersebut adalah :
Barang dlm proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp 18.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 6.000
Gaji dan upah Rp 24.000
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Di dalam proses produksi agar bisa berjalan sesuai yang diingikan perusahaan,
maka perusahaan dalam hal ini harus memperhatikan apa saja yang dibutuhkan seperti
elemen – elemen biaya, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overead pabrik didalam pelaksanaannya. Biaya Bahan Baku didalam suatu perusahaan
merupakan harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang
didalam suatu perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung, biaya ini timbul karena
pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan menjadi barang
jadi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi, “Akuntansi Biaya”, Edisi ke-5(cetakan ke-12), Sekolah Tinggi Ilmu
Manajmen, Yogyakarta, 2014.