perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK
SALAK DI KABUPATEN SLEMAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
OLEH :
GALUH PERWITA SARI
H 0808104
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK
SALAK DI KABUPATEN SLEMAN
SKRIPSI
Oleh :
Galuh Perwita Sari
H 0808104
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hortikultura merupakan kelompok komoditas yang penting dan
strategis karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Konsumsi hortikultura
dalam skala rumah tangga mencapai 16,1%. Hortikultura setiap saat harus
selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman
dikonsumsi dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pasar
hortikultura di Indonesia sangat besar dan menunjukkan kecenderungan yang
semakin meningkat sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk
Indonesia (Andayani, 2010). Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura dapat menjadi
sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah
maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi,
keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi
serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).
Pengembangan produk hortikultura merupakan salah satu aspek
pembangunan pertanian. Tanaman yang termasuk dalam tanaman hortikultura
yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan.
Fungsi tanaman hortikultura selain sebagai penghasil bahan pangan tetapi juga
memiliki fungsi yang lain. Secara sederhana fungsi lain tersebut dapat dibagi
menjadi empat, yaitu sebagai fungsi penyedia pangan, fungsi ekonomi, fungsi
kesehatan dan fungsi sosial budaya (Bahar, 2008). Salah satu produk tanaman
hortikultura yang dikembangkan di Indonesia yang memenuhi keempat
fungsidi atas dan diharapkan dapat mendukung sektor pertanian sebagai sektor
penyokong perekonomian di Indonesia adalah tanaman buah-buahan.
Pembangunan sektor industri yang telah dilakukan pemerintah sejak
program PELITA, telah membawa awal era industrialisasi bagi bangsa dan
negara Indonesia. Salah satunya yaitu dilakukan melalui pengembangan
agroindustri. Perkembangan kontribusi subsektor agroindustri terhadap PDB
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
selama 2004-2010 menunjukkan bahwa output subsektor ini memberikan
kontribusi yang pada umumnya selalu lebih besar dari pada subsektor
pengolahan non agroindustri. Rata-rata kontribusi subsektor agroindustri
selama tahun 2004-2010 mencapai 12,59% dari total PDB nasional.
Sementara subsektor pertanian memberikan kontribusi dengan rata-rata
mencapai 13,99%, non agroindustri (non migas) 12,13%, industri migas
2,47%, dan sektor lainnya 58,82% (Kementrian Perindustrian, 2011).
Pengembangan agroindustri sangat potensial mengingat Indonesia adalah
negara agraris. Pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan
petani dan merupakan sarana penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah.
Adanya kelemahan-kelemahan komparatif yang dikandung komoditi pertanian
primer, maka kestabilan dan peningkatan perolehan devisa melalui ekspor
komoditi-komoditi tersebut pada saat ini tidak dapat banyak diharapkan. Salah
satu alternatif yang memungkinkan bagi Indonesia adalah mengembangkan
agroindustri (Kusnandar et al, 2010).
Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis,
mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan
mampu mendorong munculnya industri yang lain. Dengan demikian, telah
banyak pula didiskusikan bahwa strategi pembangunan pertanian yang
berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah
bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting
untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya
industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang
tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan
penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian
pendapatan (Soekartawi, 2005).
Salak adalah salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia yang
banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Sebagai buah asli Indonesia, salak
memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.Masyarakat Indonesia
menyukai buah ini sehingga konsumsi salak untuk pasaran lokal cukup tinggi.
Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kabupaten dengan jumlah produksi salak terbesar dibandingkan dengan
kabupaten/kota yang lain. Secara rinci jumlah produksi tiap kabupaten/kota
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009
No. Kabupaten/ Kota
Luas Panen (Rumpun)
Produksi (Kuintal)
Produktivitas (Kg/Rumpun)
1 Kulonprogo 83.188 21.376 25,70 2 Bantul 2.902 450 15,51 3 Gunungkidul 1.273 100 7,85 4 Sleman 4.642.602 603.791 13,00 5 Yogyakarta 0 0 0
Jumlah 4.729.965 625.717 62,06
Sumber: BPS Daerah Istimewa Yogyakarta 2010
Permintaan buah salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak
hanya berasal dari pasar lokal, tetapi juga berasal dari pasar ekspor seperti,
China, Singapura, dan Amerika Serikat. Volume permintaan ekspor mencapai
angka lebih dari delapan ton per harinya. Hal ini mendorong perkembangan
budidaya salak terutama di Kabupaten Sleman. Perkembangan budidaya salak
di Kabupaten Sleman cukup pesat, tersebar di hampir semua kecamatan di
kabupaten tersebut. Usahatani salak di Kabupaten Sleman juga banyak yang
dikembangkan menjadi agrowisata salak. Sleman memiliki kondisi geografis
yang cocok untuk mengusahakan budidaya tanaman salak. Bahkan saat ini
sebagian besar petani di Kabupaten Sleman mengembangkan tanaman salak
dengan cara organik sehingga hasil panen salak menjadi aman dan sehat untuk
dikonsumsi. Selain bebas bahan kimia dari pupuk maupun pestisida, rasa
manis yang terkandung dalam salak adalah rasa alami dan tidak berasa kesat.
Melimpahnya produksi salak di Kabupaten Sleman menimbulkan
permasalahan pada saat panen raya tiba. Tidak sedikit petani salak yang
menjual produksi salaknya dengan harga rendah, bahkan terkadang banyak
yang tidak terjual dan akhirnya busuk. Akibatnya, para petani mengalami
kerugian. Hal ini membuat perlu adanya suatu usaha untuk mengatasi
permasalahan tersebut agar nilai ekonomis salak dapat dipertahankan. Sebagai
sentra produksi salak, di Kabupaten Sleman saat ini sudah banyak muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
beberapa industri pengolahan salak. Beberapa industri pengolahan salak yang
terdapat di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Salak di Kabupaten Sleman
No. Jenis Usaha Jumlah Usaha (Unit) Persentase (%) 1 Keripik Salak 5 33,33 2 Suwar-suwir Salak 1 6,67 3 Dodol salak 3 20,00 4 Wajik Salak 2 13,33 5 Aneka Olahan Salak 4 26,67
Jumlah 15 100
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman 2011.
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa industri pengolahan salak yang
paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman adalah industri pengolahan
keripik salak (33,33%). Sebagai kabupaten dengan produksi salak terbesar di
Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman saat ini terdapat 5 unit
industri pengolahan keripik salak. Pengolahan buah salak ini bertujuan agar
salak memiliki daya tahan yang lebih lama dan awet. Keripik salak yang
dikemas dan disimpan secara benar dan tepat, masa kadaluarsanya bisa
mencapai 1-2 tahun penyimpanan. Daya tahan keripik salak yang lebih awet
ini akan sangat menguntungkan juga jika ditinjau dari segi pemasarannya.
Keripik salak akan dapat lebih mudah dipasarkan ke wilayah yang
jangkauannya lebih luas, seperti luar pulau ataupun luar negeri.
Selain itu juga dengan adanya kegiatan pengolahan salak menjadi
keripik salak ini dapat menciptakan diversifikasi makanan dan meningkatkan
nilai ekonomis dari buah salak itu sendiri. Harga jual buah salak pada harga
normal yaitu berkisar Rp 3.000,00, akan tetapi jika diolah menjadi keripik
salak harganya bisa mencapai Rp 129.000,00/kg. Disamping itu banyak
wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Sleman untuk membeli salak
sebagai oleh-oleh, sehingga diharapkan keripik salak ini dapat menjadi icon
oleh-oleh khas Kabupaten Sleman. Hal ini yang menjadi pendorong bagi
produsen untuk mengolah salak menjadi keripik salak sehingga praktis
dijadikan sebagai oleh-oleh khas Kabupten Sleman. Keripik salak merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
makanan ringan yang menyehatkan karena kandungan seratnya tinggi. Industri
keripik salak mulai berkembang di Kabupaten Sleman sejak tahun 2002.
Pengembangan industri keripik salak dilakukan Pemerintah Kabupaten
Sleman pada beberapa kelompok tani di wilayahnya.
Dengan adanya kegiatan industri yang mengubah bahan primer menjadi
produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses
pengolahan, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkan
biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan
yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses pengolahan.
Pengembangan industri pengolahan salak perlu dikembangkan terutama di
sentra-sentra produksi salak. Dengan latar belakang tersebut, mendorong
peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai nilai tambah dari salak
sebagai bahan baku keripik salak di Kabupaten Sleman.
B. Perumusan Masalah
Produksi buah salak di Kabupaten Sleman dipasarkan ke berbagai
wilayah di Indonesia. Pemasaran salak tersebut melibatkan beberapa lembaga
pemasaran. Dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran buah salak, yaitu mulai dari petani salak hingga konsumen akhir,
dapat diketahui nilai tambah dari kegiatan tersebut. Menghitung nilai tambah
pada kegiatan pemasaran buah salak dapat dilakukan dengan analisis margin
pemasaran yang meliputi analisis biaya pemasaran, keuntungan pemasaran,
dan farmer’s share.
Salah satu kelemahan dari produk pertanian adalah sifatnya yang tidak
tahan lama sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya
tahannya. Sebagai salah satu produk pertanian salak adalah buah yang dapat
ditingkatkan nilai tambahnya. Nilai tambah merupakan penambahan nilai
suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan
proses produksi. Industri pengolahan salak menjadi keripik salak merupakan
jenis usaha yang memiliki prospek yang bagus. Industri ini dapat
memanfaatkan hasil dari usahatani salak sebagai bahan baku pembuatan
keripik salak, sehingga dapat menghindari rendahnya harga salak pada saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
panen raya. Keuntungan yang diperoleh dari industri ini juga cukup
menjanjikan mengingat harga keripik salak yang relatif stabil. Produk dari
industri pengolahan salak ini lebih luas jangkauan pemasarannya daripada
buah salak segar. Selain dipasarkan di wilayah lokal dan luar kota, keripik
salak juga telah diekspor ke berbagai negara.
Dengan adanya kegiatan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak
yang mengubah bentuk dari produk primer menjadi produk baru yang lebih
tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi, maka akan dapat
memberikan nilai tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk
harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila
dibandingkan tanpa melalui proses produksi. Untuk mengetahui besar nilai
tambah yang diberikan keripik salak pada buah salak sebagai bahan baku
maka diperlukan analisis nilai tambah (nilai tambah produk dan imbalan
tenaga kerja) dan analisis usaha (biaya, keuntungan, dan efisiensi) sehingga
bisa diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan
keuntungan.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan dari
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman ?
2. Berapa besarnya margin pemasaran dan farmer’s share buah salak di
Kabupaten Sleman ?
3. Apakah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman
menguntungkan?
4. Apakah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sudah efisien ?
5. Berapa besarnya nilai tambah keripik salak pada usaha industri keripik
salak di Kabupaten Sleman ?
6. Berapa besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik salak di
Kabupaten Sleman ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,
yaitu :
1. Mengetahui pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman.
2. Mengetahui besarnya biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, margin
pemasaran, dan farmer’s share buah salak di Kabupaten Sleman.
3. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha
industrikeripik salak di Kabupaten Sleman.
4. Mengetahui besarnya efisiensi dari usaha industri keripik salak di
Kabupaten Sleman.
5. Mengetahui nilai tambah keripik salak pada industri keripik salak di
Kabupaten Sleman.
6. Mengetahui besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik
salak di Kabupaten Sleman.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
pengalaman dan pengetahuan khususnya pada permasalahan dalam
penelitian ini, disamping untuk melengkapi salah satu persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bagi pemerintah daerah setempat, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam
menentukan kebijakan terutama dalam pengembangan usaha keripik
salak maupun usaha kecil dalam bidang pertanian.
3. Bagi petani salak dan produsen keripik salak, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan informasi mengenai nilai tambah yang
diperoleh dari usaha yang dijalankan.
4. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat berguna
sebagai tambahan informasi dan referensi dalam penyusunan penelitian
selanjutnya atau penelitian yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
I. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Menurut Yuhono dan Ermiati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul
Upaya Memperoleh Nilai Tambah Melalui Pembuatan Produk Instan
Purwoceng, analisis nilai tambah dalam industri instan purwoceng
menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku simplisia segar dari
tanaman purwoceng. Terdapat dua cara perhitungan nilai tambah, yaitu
perhitungan nilai tambah selama proses pengolahan dan nilai tambah selama
proses pemasaran. Dalam analisis instan purwoceng digunakan analisis nilai
tambah selama proses pengolahan. Nilai tambah diperoleh dari proses
pengolahan purwoceng segar menjadi instan dengan ditambahkan gula.
Penambahan gula dimaksudkan untuk memberi rasa manis, disamping itu
fungsi gula juga sebagai pengawet. Artinya instan tersebut bisa disimpan dan
tahan lama. Output produk berupa instan yang dikemas dalam kantong plastik.
Perlakuan-perlakuan yang dikerjakan dalam proses pengolahan purwoceng
adalah: pencucian bahan baku, penirisan, perebusan, dan pengemasan kantong
plastik. Dari perlakuan-perlakuan tersebut menimbulkan pengorbanan berupa
tambahan biaya. Apabila nilai tambah tersebut dikurangi tambahan biaya,
hasilnya merupakan insentif bagi pengrajin.
Hasil penelitian Syahza dan Caska (2007) yang berjudul Analisis Nilai
Tambah dan Peluang Pengembangan Bebuahan sebagai Komoditas Unggulan
Agribisnis di Kabupaten Karimun Propinsi Riau, menyatakan bahwa setiap
rantai perdagangan buah-buahan akan memberikan share yang berbeda-beda
dari total nilai tambah. Besarnya nilai tambah diperoleh dari besarnya nilai
produksi per unit bahan baku dikurangi besarnya harga bahan baku dan biaya
di luar bahan baku per unit bahan. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil
perkalian koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan
jumlah bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja. Dari hasil analisis data
di lapangan menunjukkan, nilai tambah yang besar diperoleh oleh pelaku
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
agroindutri. Besarnya nilai tambah tersebut dapat dijadikan acuan dalam
menentukan strategi pengembangan.
Supriyati dan Herlina (2008) dalam penelitiannya yang berjudul
Meningkatkan Nilai Tambah Melalui Agroindustri, menyatakan bahwa mutu
kopi harus terus ditingkatkan mengingat makin ketatnya persaingan pasar.
Agroindustri kopi arabika bertujuan meningkatkan nilai tambahproduk
sehingga petani memperoleh harga jual kopi lebih tinggi. Kegiatan yang
tercakup meliputi penyediaan bahan baku, pengolahan, penyediaan produk
akhir, dan pemasaran. Setiap mata rantai tersebut saling terkait dan
mempengaruhi. Agroindustri melibatkan petani, pedagang, subak pengolah,
koperasi, eksportir, mediator (Dinas Perkebunan dan PPKK), dan lembaga
permodalan. Dengan menerapkan inovasi petik merah, harga kopi meningkat
30% dibanding kopi petik asalan. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung
adalah meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM,
akses informasi harga, dan aset subak, terutama peralatan untuk mengolah
kopi.
Hasil penelitian Valentina (2009) yang berjudul Analisis Nilai Tambah
Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar
(Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur), menunjukkan bahwa pengolahan
ubi kayu mentah menjadi keripik singkong setengah jadi yang dilakukan pada
anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan sejumlah nilai tambah. Nilai
tambah per bahan baku diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto dengan
jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai ini menunjukkan produktivitas dari
bahan baku yang digunakan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai tambah per
bahan baku sebesar Rp 979,55/kg, yang artinya setiap bahan baku yang
digunakan akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 979,55/kg. Sedangkan
nilai tambah per tenaga kerja diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto
dengan jumlah jam kerja yang dicurahkan, yang artinya setiap satu jam kerja
yang dicurahkan memberikan nilai tambah sebesar Rp 3.097,84/JKO.
Budhisatyarini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Tambah
Diversifikasi Hasil Usahatani Bawang Merah Menjadi Bawang Goreng,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menyatakan bahwa untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang
diolah menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah
sebagai berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a,
dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah c,
maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per kilogram
diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang dibutuhkan tiap
kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai produknya adalah f = h
x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai tambah yang diperoleh
pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per kilogram bahan baku. Berdasarkan
analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa industri rumah tangga bawang
goreng memberikan nilai tambah cukup tinggi bagi bahan baku yaitu
bawang merah.
Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa nilai tambah
dapat diperoleh dari pengolahan bahan primer menjadi produk baru yang
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Dengan adanya agroindustri akan
memberikan nilai tambah pada produksi hasil pertanian. Penelitian-penelitian
tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan dalam menganalisis besarnya nilai
tambah pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, terutama sebagai
acuan dalam menentukan metode analisis data.
B. Tinjauan Pustaka
1. Salak
Menurut Nazaruddin dan Kristiawati (1992), tanaman salak
(Salacca edulis) termasuk dalam suku Palmae (Arecaceae) yang tumbuh
berumpun. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah
daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu
tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas dalam jumlah
yang banyak. Tanaman salak dapat hidup bertahun-tahun sehingga
ketinggiannya bisa mencapai tujuh meter, tetapi pada umumnya tidak
lebih dari 4,5 meter. Sebagai tanaman asli Indonesia salak mempunyai
masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi
pasaran lokal ataupun pasaran luar negeri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Buah salak kurang lebih berbentuk bulat dengan ukuran 2,5-10 cm
x 5-8 cm. Buah ini tumbuh rapat dalam tandan yang berbentuk bulat.
Kulit mereka ditutupi dengan sisik yang berasal dari kulit buah (pericarp)
yang menyebabkan penampilan kulit buah seperti kulit ular. Buah
salakterdiri dari 1 sampai 3 biji yang berwarna kehitaman (Susanne et al.,
2011).
Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesia. Salak
Pondoh dari Yogyakarta misalnya, salak ini terkenal karena sudah terasa
manis walaupun masih muda dan ukurannya kecil. Berbeda dengan Salak
Bali yang rasanya manis dan daging buahnya tebal. Sampai saat ini
banyak dijumpai jenis salak yang berkembang luas dan agak spesifik
dikaitkan dengan daerah pembudidayaannya, misalnya Salak Condet
(Jakarta), Salak Padang Sidempuan (Medan), Salak Pondoh
(Sleman/Yogyakarta), Salak Bongkok (Sumedang), Salak Monanjaya
(Tasikmalaya), Salak Suwaru (Malang), Salak Bali (Karangasem) dan
sebagainya. Banyaknya varietas salak tersebut disebabkan oleh pengaruh
iklim dan lingkungan yang berbeda-beda.Disamping itu, kemungkinan
juga karena adanya kawin silang antartanaman salak itu sendiri. Karena
masing-masing varietas salak mempunyai kualitas yang berbeda-beda,
maka harga dari masing-masing varietas tersebut juga berbeda. Tentunya
salak yang berkualitas terbaik akan paling mahal harganya. Untuk saat
ini, Salak Pondoh merupakan salak yang paling mahal di antara jenis
salak yang lain (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992)
Buah salak biasanya dimakan dalam bentuk segar, asinan atau
manisan di dalam kaleng. Bagian buah yang dapat dimakan setelah
dianalisis mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh
manusia, seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Tabel 3. Kandungan Zat Tiap 100 Gram Buah Salak dari Bagian yang Dapat Dimakan
Jenis Zat Gizi Jumlah Energi 77,0 kalori Protein 4,0 gram Hidrat arang 20,9 gram Kalsium 2,8 gram Fosfor 1,8 gram Besi 4,2 gram Vitamin B 0,004 gram Vitamin C 0,2 gram Air 69,696 gram
(Tjahjadi, 1989)
Buah salak pondoh juga dapat diolah menjadi keripik. Buah salak
disortasi, dikupas dan dibuang bijinya, lalu diiris-iris, dicuci pada air
mengalir yang bersih, dan ditiriskan. Irisan buah lalu digoreng dengan
mesin penggoreng vakum pada suhu 77,50°C dan tekanan 0,70 atm
kemudian ditiriskan dengan mesin peniris. Buah salak yang akan diolah
menjadi keripik hendaknya berasal dari jenis yang sama dan matangnya
seragam agar dihasilkan keripik yang berkualitas. Selain bahan baku,
untuk menghasilkan keripik yang berkualitas perlu diperhatikan lama
proses penggorengan dan kualitas minyak. Pengemasan keripik juga
harus rapat untuk meminimalkan produk yang rusak (Kamsiati, 2010).
2. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Saluran distribusi atau saluran pemasaran merupakan suatu alur
yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan
akhirnya sampai pada pemakai. Saluran pemasaran merupakan suatu
struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang
terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, pengecer, melalui mana sebuah
komoditi, produk atau jasa dipasarkan (Swastha dan Irawan, 1990).
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari
produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan
badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai
dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas
lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta
memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen
memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin
pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut
penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan (Sudiyono, 2002).
3. Biaya, Keuntungan, dan Margin Pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan,
penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama
lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam
lembaga pemasaran serta efektivitas pemasaran yang dilakukan
(Soekartawi, 1993).
Perbedaan harga di masing-masing lembaga pemasaran sangat
bervariasi tergantung dari besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh
masing-masing lembaga perantara pemasaran. Keuntungan pemasaran
merupakan penjumlahan keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga
perantara pemasaran (Soekartawi, 1991).
Menurut Swastha (1981), saluran pemasaran ditinjau sebagai satu
kelompok atau satu tim operasi, maka marjin dapat dinyatakan sebagai
suatu pembayaran yang diberikan kepada mereka atas jasa-jasanya. Jadi,
margin merupakan suatu imbalan, atau harga atas suatu hasil kerja.
Apabila ditinjau sebagai pembayaran atas jasa-jasa, margin menjadi suatu
elemen yang penting dalam strategi penyaluran. Konsep marjin sebagai
suatu pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep
tentang nilai tambah. Marjin didefinisikan sebagai perbedaan antara harga
beli dengan harga jual. Nilai tambah juga dapat diukur dengan mencari
perbedaan antara harga beli dengan harga jual.
Menurut Sudiyono (2002) marjin pemasaran didefinisikan dengan
dua cara yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang
dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, secara
sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
M = Pr – Pf
Keterangan :
M = Marjin
Pr = Harga di tingkat konsumen (Rp)
Pf = Harga di tingkat petani (Rp)
b. Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya
yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan
fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara
sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :
M = Bp + Kp
Keterangan :
M = Marjin (Rp/kg)
Bp = Biaya pemasaran (Rp/kg)
Kp = Keuntungan pemasaran (Rp/kg)
4. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dijelaskan bahwa :
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria jumlah kekayaan
bersih paling banyak lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau penjualan yang diperoleh paling banyak
tiga ratus juta rupiah.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Kriteria Usaha
Kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah
sampai dengan paling banyak dua milyar lima ratus juta rupiah.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar. Kriteria Usaha
Menengah adalah jumlah kekayaan bersih lebih dari lima ratus juta
rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar lima ratus juta
rupiah sampai dengan paling banyak dua lima puluh milyar rupiah.
Berdasarkan kriteria di atas, industri keripik salak di Kabupaten
Sleman dapat dikategorikan sebagai usaha kecil. Hal ini karena industri
keripik salak memiliki kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta rupiah,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Selain itu industri ini
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah,kurang
dari dua milyar lima ratus juta rupiah.
5. Industri Keripik Buah
Menurut Kamsiati (2010), salah satu industri produk olahan buah
yang dapat dikembangkan dan mempunyai pasar yang cukup baik adalah
industri keripik buah. Keripik buah lebih tahan disimpan dibandingkan
buah segarnya karena kadar airnya rendah dan tidak lagi terjadi proses
fisiologis seperti buah segarnya.
Berkembangnya teknologi penggorengan vakum (vacuum frying)
menciptakan peluang untuk menghasilkan keripik buah dan sayuran yang
memiliki rasa dan aroma seperti buah aslinya, tekstur renyah, serta nilai
gizinya relatif dapat dipertahankan karena suhu penggorengan relatif
rendah. Vacuum frying adalah sebuah proses yang bisa menjadi alternatif
yang layak untuk memproduksi keripik buah dan sayuran dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kandungan minyak yang lebih rendah serta warna dan tekstur yang
diinginkan (Garayo dan Moreira, 2002).
Menurut Kamsiati (2010), salah satu upaya mempertahankan mutu
dan daya simpan buah adalah mengolahnya menjadi makanan kering
(keripik buah). Pengolahan buah menjadi keripik perlu dukungan
teknologi sehingga kualitas keripik yang dihasilkan dapat diterima
konsumen. Salah satu cara untuk menghasilkan makanan sehat tanpa
mengubah bentuk aslinya adalah dengan menggunakan teknologi
penggorengan. Mesin penggoreng vakum (vacuum frying) dapat
mengolah komoditas peka panas seperti buah-buahan menjadi hasil
olahan berupa keripik (chips), seperti keripik nangka, keripik apel,
keripik salak, keripik pisang, keripik nenas, keripik melon, keripik salak,
dan keripik pepaya. Dibandingkan dengan penggorengan secara
konvensional, sistem vakum menghasilkan produk yang jauh lebih baik
dari segi penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah
aslinya.
6. Biaya
Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk
menghasilkan keluarannya. Biaya dalam proses produksi berdasarkan
jangka waktunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya jangka pendek
dan jangka panjang. Biaya jangka pendek berkaitan dengan penggunaan
biaya dalam waktu atau situasi yang tidak lama, jumlah masukan (input)
faktor produksi tidak sama, dapat berubah-ubah. Namun demikian biaya
produksi jangka pendek masih dapat dibedakan adanya biaya tetap dan
biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi
adalah biaya variabel (Lipsey et al, 1990). Menurut Soedarsono (1983),
dalam jangka pendek terdapat biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variable cost).
a. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak
tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan.
Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan biaya tetap ini harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini
adalah misalnya gaji tenaga administratif, penyusutan mesin, gedung,
dan alat-alat lain.
b. Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang jumlahnya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang
dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi makin besar pula jumlah
biaya variabel. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya
bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya eksploitasi
dalam rangka pemanfaatan faktor-faktor tetap, misalnya bahan bakar
minyak, kerusakan kecil-kecil dan biaya perawatan lain. Biaya ini
mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi.
7. Penerimaan
Menurut Soekartawi (1995) penerimaan adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi
berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika
produksi berlebihan. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut :
TR = Q x P
Dimana:
TR = Penerimaan total (total revenue)
Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)
P = Harga(price) / unit
Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin
tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total
yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang
dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang
diterima produsen semakin kecil.
8. Keuntungan
Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima dari
penjualan produk barang maupun produk jasa yang dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai produk barang maupun
produk jasa tersebut. Atau dengan kata lain, keuntungan adalah selisih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
antara penghasilan kotor dan biaya-biaya produksi. Laba ekonomis dari
barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan yang diterima dari
penjualan dan biaya peluang dari sumber yang digunakan untuk membuat
barang tersebut. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan yang berarti
labanya negatif, situasi ini disebut rugi (Lipsey et al, 1990).
9. Efisiensi Usaha
Efisiensi usaha mempunyai pengertian yang relatif. Suatu tingkat
pemakaian korbanan dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian
yanglain apabila ia memberikan output yang lebih besar. Apabila dalam
proses produksi yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan
maksimum makaperlu adanya tindakan yang mampu mempertinggi
output karena output yang tinggi akan membentuk total penerimaan yang
tinggi dan tentu saja laba yang besar. Efisiensi usaha dapat dihitung dari
perbandingan antara besarnya penerimaan dan biaya yang digunakan
untuk berproduksi yaitu dengan menggunakan R/C Ratio. R/C Ratio
adalah singkatan Return Cost Ratio atau dikenal dengan perbandingan
(nisbah) antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 1995).
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis
(efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan
produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi
alokatif kalau nilai dariproduk marginal sama dengan harga faktor
produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha
pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai
efisiensi harga (Soekartawi, 2003).
10. Nilai Tambah
Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input
fungsional yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input fungsional
tersebut adalah perlakuan atau kegiatan dan jasa yang menyebabkan
bertambahnya kegunaan dan nilai dari komoditas tersebut selama dalam
proses. Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan faktor-
faktor produksi (Yuhono dan Ermiati, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Pada sektor pertanian nilai tambah dapat memberikan kontribusi
bagi petani dengan memaksimalkan produk mereka, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, sementara itu secara komersial mereka juga
mendapatkan keuntungan. Selain itu juga dapat menghasilkan sesuatu
yang bernilai dari suatu barang yang tadinya tidak bernilai. Misalnya buah
persik yang cacat dan berukuran kecil, bisa diolah menjadi selai atau es
krim, sehingga dapat diperkenalkan pada segmen konsumen yang berbeda
dan dapat menambah strategi pemasaran petani (Alonso, 2011).
Sudiyono (2002) menyatakan bahwa nilai tambah bisa dinilai dari
dua sisi yakni nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk
pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis
yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan tenaga kerja,
serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah
tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses
pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input
lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga
kerja. Bisa dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan
bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.
Untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang diolah
menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah sebagai
berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a,
dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah
c, maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per
kilogram diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang
dibutuhkan tiap kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai
produknya adalah f = h x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai
tambah yang diperoleh pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per
kilogram bahan baku (Budhisatyarini, 2011)
Menurut Zakaria (2007), nilai tambah didapatkan dari besarnya
nilai produk dikurangi dengan besarnya harga bahan baku dan nilai
sumbangan bahan lain. Nilai produk sendiri diperoleh dari hasil perkalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
faktor konversi (perbandingan hasil produksi dengan jumlah bahan baku)
dengan harga produk. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian
koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan jumlah
bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input fungsional
yang diperlakukan pada suatu komoditas pertanian (Yuhono dan Ermiati,
2007). Melalui pengolahan salak menjadi keripik salak akan diperoleh nilai
tambah bagi salak itu sendiri daripada tidak dilakukan suatu pengolahan.
Salak yang biasanya bernilai rendah saat panen raya karena sifatnya yang
tidak tahan lama, akan memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi jika
diolah menjadi keripik salak karena sifatnya yang lebih tahan lama. Dengan
melakukan analisis nilai tambah maka akan diketahui seberapa besar nilai
tambah yang diberikan buah salak jika diolah menjadi keripik salak.
Penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi akan mempengaruhi besarnya
nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak.
Secara umum konsep nilai tambah diperoleh dari pengurangan nilai produk
akhir keripik salak dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain.
Selain itu juga dihitung nilai tambah per tenaga kerjayang digunakan.
Analisis usaha meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi
dari usaha pengolahan salak menjadi keripik salak. Penerimaan merupakan
perkalian antara jumlah produk keripik salak yang dihasilkan dengan harga
jual. Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk
menghasilkan keripik salak, terdiri dari biaya variabel dan biaya
tetap.Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha,
sesudah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Efisiensi usaha yaitu apabila
diperoleh keuntungan maksimal dari penggunaan korbanan (biaya) yang
sesuai. Disamping itu perlu dilakukan analisis margin pemasaran buah salak
untuk mengetahui besarnya margin yang diperoleh dari saluran pemasaran
buah salak yang ada. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara
harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Margin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga
pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan
lembaga pemasaran. Farmer share merupakan harga yang diterima petani
dibagi dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%. Dari
seluruh analisis yang dilakukan maka dapat diketahui apakah industri
pengolahan buah salak menjadi keripik salak tersebut efisien dan memberikan
keuntungan bagi produsen yang dibandingkan dengan besarnya margin dan
bagian yang diterima petani apabila menjual salaknya langsung dalam bentuk
segar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Adapun skema kerangka berpikir pendekatan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan masalah
Input: 1. Biaya Variabel
a. bahan baku (salak segar)
b. minyak goreng c. pengemasan d. gas elpigi e. biaya tenaga kerja f. biaya transportasi
2. Biaya Tetap: a. penyusutan alat b. bunga modal
sendiri c. sewa bangunan
Pengolahan Keripik Salak
Proses pengolahan Output
Penerimaan
a. Keuntungan b. Efisiensi c. Nilai tambah
Pemasaran Buah Salak
Saluran Pemasaran Salak
Biaya
pemasaran
Keuntungan
pemasaran
Marjin Pemasaran
Farmer’s Share
Petani Salak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
D. Pembatasan Masalah
1. Analisis nilai tambah dilakukan pada industri yang mengolah salak
menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman didasarkan pada perhitungan
biaya bahan baku, sumbangan input lain serta output selama satu bulan
proses produksi.
2. Analisis margin pemasaran dilakukan pada para petani, lembaga
pemasaran, dan konsumen akhir salak di Kabupaten Sleman.
3. Varietas salak yang diteliti adalah varietas salak pondoh yang diproduksi
dan dipasarkan di Kabupaten Sleman.
E. Asumsi
1. Seluruh input yang digunakan dalam proses produksi industri keripik salak
diperoleh dari pembelian.
2. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga dalam kegiatan, diasumsikan
menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar.
3. Seluruh produk keripik salak dan buah salak terjual.
F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Petani salak merupakan petani yang membudidayakan tanaman salak di
Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman.
2. Saluran pemasaran buah salak adalah rangkaian lembaga-lembaga
pemasaran buah salak dalam penyalurannya dari produsen sampai
konsumen.
3. Lembaga pemasaran buah salak yaitu badan-badan atau lembaga-lembaga
yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari
produsen (petani) buah salak sampai konsumen melalui proses jual beli.
4. Biaya pemasaran buah salak adalah semua biaya yang timbul pada
berbagai saluran pemasaran buah salak untuk kegiatan pemasaran. Biaya-
biaya tersebut diantaranya biaya pengemasan, biaya resiko rusak, dan
biaya transportasi (Rp/kg).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5. Keuntungan pemasaran buah salak yaitu selisih dari marjin pemasaran
buah salak dengan biaya pemasaran buah salak yang diterima oleh
lembaga pemasaran (Rp/kg).
6. Marjin pemasaran buah salak adalah perbedaan harga yang dibayar oleh
konsumen terakhir dengan harga yang diterima produsen buah salak atau
total biaya pemasaran buah salak ditambah keuntungan pemasaran buah
salak (Rp/kg).
7. Bagian yang diterima petani (farmer’s share) adalah perbandingan antara
harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen dan
dinyatakan dalam persen (%).
8. Agroindustri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah industri yang
mengolah salak menjadi keripik salak.
9. Keripik salak merupakan sejenis makanan ringan yang berupa olahan buah
salak yang digoreng menggunakan mesin vacuum fryer.
10. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi.
Bahan baku yang digunakan adalah buah salak varietas salak pondoh.
11. Biaya total adalah total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
keripik salak, yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel (Rp).
12. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar
kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya
tetap dalam produksi keripik salak meliputi biaya penyusutan, sewa
bangunan, dan bunga modal sendiri (Rp).
13. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya
variabel ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya
pengemasan, biaya gas elpigi, biaya minyak goreng, dan biaya
transportasi (Rp).
14. Biaya penyusutan adalah pengurangan nilai barang-barang modal karena
barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu
(Rp). Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus
dalam satuan rupiah, yaitu barang modal yang digunakan diperkirakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
memiliki umur ekonomis berapa tahun, kemudian nilainya dibebankan
pada setiap tahun.
Penyusutan = EkonomisUmur
AkhirNilaiAwalNilai -
Keterangan :
Nilai awal : Harga beli peralatan produksi awal tahun usaha
Nilai akhir : Harga jual peralatan produksi akhir tahun
Umur ekonomi : Umur peralatan produksi digunakan.
15. Penerimaan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah produksi (kg)
keripik salak yang dihasilkan dengan harga persatuan (Rp).
16. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya
(Rp).
17. Efisiensi usaha diperoleh dengan cara membandingkan antara total
penerimaan dengan total biaya.
18. Kriteria efisiensi yaitu:
R/C rasio > 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak
efisien.
R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum
efisien atau usaha mencapai titik impas.
R/C rasio ˂ 1berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak
efisien.
19. Faktor konversi adalah hasil bagi dari nilai produksi dengan harga
produksi.
20. Nilai produk adalah hasil kali faktor konversi dengan hargap roduk
(Rp/kg).
21. Harga bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu
satuan bahan baku (Rp).
22. Sumbangan input lain adalah biaya input yang habis digunakan untuk
satu kali produksi dan jasa, meliputi biaya minyak goreng, biaya gas
elpigi, biaya pengemasan, dan biaya transportasi (Rp/kg).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
23. Nilai tambah adalah selisih antara nilai produk dikurangi dengan harga
bahan baku dan sumbangan input lain (Rp).
24. Rasio nilai tambah menunjukkan nilai tambah dari nilai produk (%).
25. Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara input tenaga kerja
dengan jumlah bahan baku.
26. Upah tenaga kerja adalah biaya yang dipergunakan untuk membayar
tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/HKO)
27. Imbalan tenaga kerja diperoleh dengan cara mengalikan antara koefisien
tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja (Rp).
28. Bagian tenaga kerja adalah perbandingan imbalan tenaga kerja dengan
nilai tambah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
I. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik, yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan
data sehingga kegiatannya tidak hanya mengumpulkan dan menyusun data
namun juga menganalisis dan menginterpretasikan arti data tersebut. Metode
deskriptif analitik mempunyai ciri bahwa metode ini memusatkan diri pada
pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah
yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan
kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994).
B. Metode Pengambilan Sampel Penelitian
1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
a. Marjin Pemasaran Salak
Pengambilan kecamatan sebagai daerah sampel dalam analisis
margin pemasaran buah salak pada penelitian ini dilakukan secara
purposive, yang artinya dipilih secara sengaja yang didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dipilih Kecamatan Turi sebagai
Kecamatan sampel dengan pertimbangan Kecamatan Turi merupakan
kecamatan dengan produksi buah salak terbesar di Kabupaten Sleman.
Para petani salak di Kecamatan Turi sangat antusias untuk
membudidayakan tanaman salak karena didukung pemasaran yang
lancar dan lebih luas jangkauan pemasarannya. Untuk itu, penelitian
ini dilakukan di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Data luas panen,
produksi dan produktivitas salak di Kabupaten Sleman pada tahun
2010 dapat ditunjukkan pada Tabel 4, dimana untuk data luas panen
didekati dengan satuan rumpun.
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 4. Luas Panen Produksi dan Rata-Rata Produksi Salak per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2010.
No. Kecamatan Luas Panen (Rumpun)
Produksi (Kuintal)
Produktivitas (Kg/Rumpun)
1 Moyudan 877 84,38 9,62 2 Minggir 1.925 160,75 8,35 3 Seyegan 3.970 472,10 11,89 4 Godean 1.195 122,63 10,26 5 Gamping 715 76,63 10,71 6 Mlati 1.456 209,00 14.35 7 Depok - - - 8 Berbah 69 5 7,2 9 Prambanan - - - 10 Kalasan 8.795 1.026 11,66 11 Ngemplak 1.252 127,23 10,16 12 Ngaglik 13.738 1.741,63 12,68 13 Sleman 78.917 6.231,13 7,89 14 Tempel 1.734.347 197.880,93 11,41 15 Turi 2.755.579 330.025,6 11,98 16 Pakem 248.391 23.961,13 9,65 17 Cangkringan 37600 2917,8 7,76
Jumlah 2010 4.874.347 565.541,50 11,6
Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2011
Penentuan desa sampel penelitian dipilih secara sengaja
(purporsive) yaitu dengan menggunakan dasar kriteria desa yang
menghasilkan salak dengan produksi terbesar di Kecamatan Turi yaitu
Desa Bangunkerto. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi Salak Pondoh per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2009
No. Desa Produksi (Kuintal) 1. Girikerto 89.170 2. Bangunkerto 122.000 3. Wonokerto 95.607 4. Donokerto 39.270
Jumlah 346.047
Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2010
b. Nilai Tambah Keripik Salak
Metode pengambilan daerah penelitian dalam analisis nilai
tambah keripik salak pada penelitian ini dilakukan secara purposive,
yaitu cara pengambilan sampel karena pertimbangan-pertimbangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan
Efendi, 2006). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, karena
Kabupaten Sleman merupakan sentra produksi salak. Di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, produksi salak di Kabupaten Sleman
adalah yang terbesar (Tabel 1).
2. Metode Pengambilan Responden
a. Marjin Pemasaran Salak
1) Petani
Singarimbun dan Effendi (2006) menyatakan data yang
dianalisis menggunakan analisa statistik parametrik maka harus
menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga distribusi
nilai atau skornya dapat mengikuti distribusi normal. Sampel
berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar 30.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah petani sampel
yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 petani
salak.
Dalam penelitian ini menggunakan metode convenience
sampling. Metode ini merupakan metode pengambilan sampel
dimana peneliti memilih anggota populasi yang paling mudah
ditemui untuk memperoleh informasi (Kotler, 1999). Sampel dari
metode ini merupakan anggota pupulasi yang tersedia, siap, dan
memiliki kemauan untuk diwawancarai sebagai sampel, dimana
peneliti dapat memperkirakan potensi dari sampel tersebut (Fink,
1995). Sampel dalam penelitian ini adalah petani salak yang
membudidayakan salak pondoh di Desa Bangunkerto.
2) Lembaga Pemasaran
Pengambilan responden lembaga pemasaran dilakukan
dengan menggunakan metode snowball sampling. Metode
snowball merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel disuruh memilih teman-
temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
jumlah sampel semakin banyak. Jadi penarikan sampel dilakukan
melalui beberapa tahap, ibarat bola salju (snowball) yang bila
menggelinding makin lama makin besar (Susanto, 2006). Pada
penelitian ini pengambilan responden yaitu dilakukan dengan
penelusuran saluran pemasaran salak yang ada di Kabupaten
Sleman, mulai dari petani salak sampai konsumen akhir
berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani dan pedagang.
3) Nilai Tambah Keripik Salak
Responden dalam analisis nilai tambah pada penelitian ini
adalah seluruh industri pengolahan keripik salak yang mengolah
salak menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Kabupaten Sleman, jumlah usaha industri keripik salak di
Kabupaten Sleman sebanyak lima unit usaha (Tabel 2). Metode
pengambilan responden dalam penelitian ini merupakan penelitian
populasi atau sensus, karena semua subjek penelitian diobservasi.
Metode sensus dikenal juga sebagai metode pencacahan lengkap,
artinya semua individu yang ada dalam populasi sebagai
responden, dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai
(Daniel, 2002).
C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari
responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan
instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data yang
diambil meliputi karakteristik responden, biaya pemasaran buah salak,
penerimaan pemasaran buah salak, pola saluran pemasaran buah salak,
penggunaan sarana produksi pengolahan keripik salak, penggunaan
tenaga kerjapengolahan keripik salak, besarnya produksi pengolahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
keripik salak, harga produksi pengolahan keripik salak, serta data-data
lain yang menunjang tujuan penelitian ini.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara
mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau
lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kabupaten Sleman, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Kabupaten Sleman, serta Kantor Kecamatan Turi.
Tabel 6. Spesifikasi Data Sekunder
No. Jenis Data Sumber Data 1. Produksi salak dan luas
panen salak BPS Daerah Istimewa Yogyakarta
2. Jumlah unit usaha pengolahan salak
Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman
3. Luas panen produksi dan rata-rata produksi salak
BPS Kabupaten Sleman
4. Produksi salak pondoh BPS Kabupaten Sleman
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang sistematis terhadap gejala-
gejala yang diteliti (Susanto, 2006). Teknik ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti
sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan
diteliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden (Singarimbun dan Effendi, 2006). Teknik ini dilakukan
untuk pengumpulan data primer menggunakan daftar pertanyaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c. Metode Angket
Angket (kuesioner) merupakan cara pengumpulan data dengan
memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Tujuan
pembuatan angket (kuesioner) adalah untuk memperoleh informasi
yang relevan dengan penelitian dengan kesahihan yang cukup tinggi
(Soeratno dan Lincolin, 1999).
d. Pencatatan
Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian, yaitu dengan mencatat data yang telah
ada pada instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian
(Singarimbun dan Effendi, 2006).
D. Metode Analisis Data
1. Menghitung Marjin Pemasaran
a. Biaya pemasaran
Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bpn
Keterangan :
Bp = Biaya pemasaran buah salak
Bp1 ... Bpn = Biaya pemasaran buah salak di tiap lembaga pemasaran
b. Keuntungan pemasaran
Kp = Kp1 + Kp2 + ... + Kpn
Keterangan :
Kp = Keuntungan pemasaran buah salak
Kp1 ... Kpn = Keuntungan pemasaran buah salak di tiap lembaga
pemasaran
c. Margin Pemasaran
Mp = Pr – Pf
Keterangan :
Mp = Marjin pemasaran buah salak
Pr = Harga buah salak ditingkat konsumen
Pf = Harga buah salak ditingkat petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Marjin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya pemasaran dan
keuntungan pemasaran.
Mp = Kp + Bp
Keterangan :
Mp = Marjin pemasaran buah salak
Kp = Keuntungan pemasaran buah salak
Bp = Biaya pemasaran buah salak
2. Bagian yang diterima produsen (farmer’s share)
F = (1 –PrMp
) x 100 %
Keterangan :
F = Bagian yang diterima petani buah salak
Mp = Marjin pemasaran buah salak
Pr = Harga buah salak di tingkat konsumen
Menurut Rasyaf (2000), semakin besar bagian yang diterima petani
maka pemasaran tersebut semakin efisien. Bila bagian yang diterima
petani < 50% berarti pemasaran belum efisien, dan bila bagian yang
diterima petani > 50% maka pemasaran dikatakan efisien.
3. Menghitung keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak.
Rumus : π = TR – TC
Keterangan :
π = Keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp)
TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)
TC = Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp)
Untuk biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagaiberikut :
Rumus : TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)
TFC = Biaya tetap usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp)
TVC = Biaya variabel usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Untuk menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Rumus : TR = Q x P
Keterangan :
TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)
P = Harga produk keripik salak (Rp/kg)
Q = Jumlah produk keripik salak (Kg)
4. Efisiensi usaha pengolahan salak menjadi keripik salak diketahui
dengan menggunakan rumus R/C rasio sebagai berikut :
R/C ratio: TotalBiaya
TotalPenerimaan
Kriteria :
R/C rasio >1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak efisien
R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum
efisien atau usaha mencapai titik impas
R/C rasio ˂ 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak
efisien.
5. Menghitung Nilai Tambah
(1) Hasil Produksi Keripik Salak (Kg/bulan)
(2) Bahan Baku Salak (Kg/bulan)
(3) Faktor Konversi
= )2(Baku Bahan
(1) Produksi Hasil
(4) Harga Produk (Rp)
(5) Nilai Produk (Rp)
= Faktor Konversi (3) x Harga Produk (4)
(6) Harga Bahan Baku (Rp/kg)
(7) Sumbangan Input Lain (Rp/kg)
(8) Nilai Tambah (Rp/kg)
= Nilai Produk (5) – Harga Bahan Baku (6) – Sumbangan Input
Lain (7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
(9) Rasio Nilai Tambah (%)
= %100 (5)Produk Nilai (8)Tambah Nilai
x
(10) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan)
(11) Koefisien Tenaga Kerja
= (2)Baku Bahan
(10) Kerja TenagaInput
(12) Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO)
(13) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg)
= Koefisien Tenaga Kerja (11) x Upah Rata-rata Tenaga Kerja (12)
(14) Bagian Tenaga Kerja (%)
= %100 (8)Tambah Nilai
(13) Kerja TenagaImbalan x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka
diperoleh kesimpulan:
1. Marjin Pemasaran Salak
a. Pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman terdapat 5 saluran
pemasaran yaitu :
i. Petani - pedagang pengecer – konsumen akhir.
ii. Petani - pedagang pengumpul – konsumen (pedagang luar kota).
iii. Petani - pedagang besar – konsumen (pedagang luar kota).
iv. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar – konsumen
(pedagang luar kota).
v. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang
pengecer - konsumen akhir.
b. Pada saluran pemasaran I total biaya pemasaran Rp 287,50/kg, total
keuntungan pemasaran Rp 1.212,50/kg dan marjin pemasaran Rp
1.500,00/kg. Untuk saluran pemasaran II total biaya pemasaran Rp
1.260,22/kg, total keuntungan pemasaran Rp 314,58/kg dan marjin
pemasaran Rp 1.550,00/kg. Pada saluran pemasaran III total biaya
pemasaran Rp 807,00/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp
365,00/kg dan marjin pemasaran Rp 1.172,00/kg. Saluran pemasaran
IV total biaya pemasaran sebesar Rp 720,59/kg, total keuntungan
pemasaran sebesar Rp 445,94/kg dan marjin pemasaran Rp
1.166,53/kg. Kemudian untuk saluran pemasaran V total biaya
pemasaran Rp 1.171,67/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp
1.878,33/kg dan marjin pemasaran Rp 3.050,00/kg.
c. Jika dilihat dari nilai farmer’s share, saluran pemasaran salak di
Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran I, II, III, dan IV sudah
efisien secara ekonomis. Nilai farmer’s share tertinggi yaitu terdapat
pada saluran IV sebesar 71,89%. Sedangkan yang nilainya paling kecil
92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
adalah saluran V yaitu sebesar 49,17%, artinya saluran pemasaran ini
secara ekonomis belum efisien.
2. Nilai Tambah Keripik Salak
a. Pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, biaya total rata-rata
yang dikeluarkan dalam satu bulan produksi adalah Rp 20.182.786,73
sedangkan penerimaannya sebesar Rp 26.295.000,00 sehingga rata-
rata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6.112.213,27. Artinya,
usaha industri keripik salak ini menguntungkan.
b. Efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah
sebesar 1,26. Hal ini menunjukkan bahwa usaha industri keripik salak
di Kabupaten Sleman sudah efisien.
c. Industri keripik salak di Kabupaten Sleman memberikan nilai tambah
sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dan imbalan tenaga kerja sebesar
Rp 1.750,00/kg bahan baku.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Perlunya pengembangan agroindustri yang mengolah salak menjadi
keripik salak terutama di daerah sentra produksi salak sehingga dapat
mengurangi resiko adanya ketidakstabilan harga salak terutama harga yang
sangat rendah pada saat panen raya. Pengembangan agroindustri ini salah
satunya dapat dilakukan dengan pengelolaan agroindustri melalui
kelompok tani.
2. Perlunya peningkatan akses pembiayaan bagi para pelaku agroindustri,
baik yang berasal dari pemerintah, lembaga pembiayaan perbankan,
maupun non perbankan (Koperasi, LKM, BMT, dan lain-lain). Sehingga
dapat membantu para pelaku agroindustri dalam memperoleh modal usaha
untuk melakukan pengolahan salak menjadi keripik salak. Peningkatan
akses ini dapat dilakukan melalui pendampingan kredit usaha serta
sosialisasi kredit usaha untuk meningkatkan pemahaman bagi para pelaku
agroindustri dalam mengakses kredit usaha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Margin Pemasaran Salak
1. Karakteristik Responden Petani Salak
Karakteristik responden merupakan gambaran umum tentang
keadaan dan latar belakang responden yang berpengaruh terhadap kegiatan
usaha. Responden yang digunakan dalam analisis margin pemasaran salak
pada penelitian ini adalah petani salak di Desa Bangunkerto, Kecamatan
Turi, Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden petani salak
meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan
lama mengusahakan. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada
Tabel 18.
Tabel 18. Identitas Responden Petani Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata 1. Umur responden (tahun) 51 2. Lama pendidikan (tahun) 12 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 4 5. Lama mengusahakan (tahun) 17
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Menurut BPS, penduduk berumur ≤ 14 tahun termasuk golongan
penduduk yang belum produktif, umur 15 - 64 tahun termasuk golongan
penduduk yang produktif dan umur ≥ 65 tahun termasuk golongan
penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 18 dapat
diketahui bahwa rata-rata petani salak di Kabupaten Sleman termasuk
dalam umur produktif yaitu 51 tahun sehingga produktivitas kerja petani
salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi karena tergolong kategori
umur produktif. Semua responden petani salak di Kabupaten Sleman
pernah mengenyam pendidikan secara formal, meski pada tingkatan yang
berbeda-beda.
Pendidikan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam
penerapan teknologi baru pada suatu daerah yang berhubungan dengan
usahatani setempat. Tingkat pendidikan formal maupun non formal sangat
51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan mengenai
pelaksanaan usahatani. Rata-rata tingkat pendidikan formal yang telah
ditempuh oleh petani salak di Kabupaten Sleman adalah SMA atau
sederajat. Dengan demikian, wawasan ataupun pengetahuan yang dimiliki
oleh para petani salak tersebut dapat dikatakan sudah cukup memadai
dalam mendukung usahataninya.
Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden
petani salak adalah sebanyak empat orang. Jumlah anggota keluarga akan
mempengaruhi petani dalam menjual hasil panennya. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga akan semakin menuntut petani untuk
mendapatkan uang yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhannya.
Pengalaman mengusahakan salak oleh petani dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam usahatani yang dijalankan. Pengalaman ini akan
mempengaruhi keberhasilan dalam teknis budidaya salak maupun dalam
usaha pemasarannya, sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang
diterima oleh petani. Rata-rata lama mengusahakan budidaya tanaman
salak oleh petani salak adalah 17 tahun.
2. Karakteristik Responden Lembaga Pemasaran Salak
Lembaga pemasaran salak juga menjadi responden dalam penelitian
ini. Petani salak menjual salak ke pedagang lembaga pemasaran. Umur,
pendidikan, dan pengalaman berdagang salak sangat mempengaruhi
keberhasilan dalam berdagang. Yang termasuk dalam lembaga pemasaran
pada penelitian ini yaitu meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar,
dan pedagang pengecer.
a. Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul pada umumnya mendapatkan salak dari
para petani salak. Pedagang pengumpul membeli dari para petani
dengan mendatangi mereka maupun petani yang mendatangi pedagang
tersebut. Berikut adalah tabel identitas responden pedagang pengumpul
salak di Kabupaten Sleman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 19. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata 1. Umur Responden (tahun) 52 2. Lama Pendidikan (tahun) 12 3. Jumlah Anggota Keluarga (orang) 4 5. Lama Mengusahakan (tahun) 14
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa umur pedagang
pengumpul salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata
berumur 52 tahun. Pada usia ini umumnya pedagang pengumpul
mampu bekerja dengan baik karena fisik dan mental yang kuat dalam
melaksanakan pemasaran salak dari petani ke lembaga pemasaran
lainnya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh
responden pedagang pengumpul adalah sebanyak empat orang.
Tingkat pendidikan pedagang pengumpul rata-rata adalah SMA.
Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi
lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan
dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Pengalaman
usaha berpengaruh pada pengalaman lembaga pemasaran dalam
memasarkan salak. Lama usaha pada responden pedagang pengumpul
rata-rata adalah selama 14 tahun. Tingkat pendidikan dan pengalaman
yang dimiliki pedagang pengumpul saling mendukung keberhasilan
mereka dalam memasarkan salak.
b. Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari
pedagang pengumpul dengan cara didatangi pedagang pengumpul.
Berdasarkan hasil penelitian ada pula pedagang besar yang
memperoleh salak dari petani yang mendatanginya langsung. Berikut
adalah tabel identitas responden pedagang besarsalak di Kabupaten
Sleman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 20. Identitas Responden Pedagang Besar Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata 1. Umur Responden (tahun) 47 2. Lama Pendidikan (tahun) 12 3. Jumlah Anggota Keluarga (orang) 3 5. Lama Mengusahakan (tahun) 11
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Tabel 20 menunjukkan bahwa umur pedagang besarsalak
tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 47 tahun. Pada
usia ini pedagang besar masih mampu bekerja dengan baik, sehingga
pedagang yang usianya masih produktif dapat melakukan pengelolaan
dan pendistribusian salak dengan lebih mudah serta dapat menerima
pembaharuan mekanisme pemasaran yang dalam hal ini berguna untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemasaran salak. Rata-rata
jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang besar
adalah sebanyak tiga orang.
Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA.
Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi
lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan
dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Rata-rata lama
usaha pada responden pedagang besar adalah 11 tahun. Semakin lama
pengalaman berdagang semakin mudah bagi mereka untuk
memasarkan komoditas salak. Hal ini disebabkan karena mereka sudah
cukup dikenal oleh konsumen dan mempunyai pelanggan atau pembeli
tetap.
c. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli salak baik
langsung dari petani, pedagang pengumpul ataupun pedagang besar.
Biasanya pedagang pengecer membeli salak dalam jumlah yang relatif
lebih sedikit untuk dijual langsung kepada konsumen akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tabel 21. Identitas Responden Pedagang Pengecer Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata 1. Umur Responden (tahun) 59 2. Lama Pendidikan (tahun) 12 3. Jumlah Anggota Keluarga (orang) 4 5. Lama Mengusahakan (tahun) 23
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa umur pedagang
pengecer salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur
59 tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh
responden pedagang pengecer adalah sebanyak empat orang.
Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA. Rata-
rata lama usaha pada responden pedagang besar adalah 23 tahun.
Semakin lama pengalaman berdagang semakin mudahbagi mereka
untuk memasarkan salaknya kepada konsumen. Hal ini disebabkan
karena mereka sudah memiliki keterampilan yang baik untuk
memasarkan produknya kepada konsumen.
3. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari
produsen sampai kepada konsumen akhir. Serta mempunyai hubungan
dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran
adalah menjalankan fungsi pemasaran serta memenuhi kebutuhan
konsumen (Sudiyono, 2002).
Lembaga pemasaran salak memiliki arti penting dalam proses
penyampaian salak dari produsen hingga sampai ke konsumen. Lembaga
pemasaran mempunyai tugas dan fungsi masing-masing dalam
mengantarkan salak tersebut sampai ke konsumen. Berdasarkan hasil
penelitian maka tugas dan fungsi lembaga pemasaran salak di Kabupaten
Sleman adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a. Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul salak pada penelitian ini yaitu pedagang
yang membeli salak dari para petani salak. Pedagang ini mendapatkan
salak dengan didatangi para petani salak. Para petani salak ini biasanya
berada atau bertempat tinggal di dekat pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul menjual salak mereka kepada pedagang
besar ataupun konsumen dengan cara mendatangi ataupun didatangi
oleh keduanya. Pedagang ini melakukan fungsi penyortiran,
pengemasan, penyimpanan sementara, dan pengangkutan. Penyortiran
dilakukan dengan memisahkan salak yang cacat dengan salak yg
berkualitas baik. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan salak ke
dalam keranjang bambu kemudian ditutup dengan rajut. Satu keranjang
salak dapat menampung salak seberat 50 kg. Untuk pengiriman jarak
jauh dilakukan dengan mengemas dalam peti buah. Penyimpanan
sementara dilakukan selama 1-2 hari, mengingat buah memiliki sifat
yang tidak tahan lama sehingga harus segera dipasarkan. Pengangkutan
atau transportasi dilakukan dengan mengirim salak ke konsumen
menggunakan truk. Sekali pengiriman bisa mencapai antara 1-5 ton.
Selain itu juga melakukan fungsi pelancar yang meliputi
penanggungan penyusutan (resiko rusak), dan menyampaikan
informasi kepada pihak yang membutuhkan (pedagang besar dan
konsumen).
Biasanya pedagang pengumpul dalam membeli salak dari petani
menggunakan sistem pembayaran kontan atau langsung dibayar saat
transaksi. Akan tetapi untuk penjualan kepada konsumen dilakukan
secara kontan dan kredit (tempo).
b. Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari
pedagang pengumpul ataupun petani yang mendatangi mereka
langsung. Biasanya dalam jumlah yang relatif besar, dan melakukan
proses distribusi kepada konsumen ataupun pedagang pengecer. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Kabupaten Sleman pedagang besar melakukan transaksi di Pasar
Tempel.
Pedagang besar berfungsi menampung atau mengumpulkan dan
memasarkan salak kepada pedagang lain. Pedagang besar dalam
melakukan tugasnya melakukan beberapa kegiatan yaitu kegiatan
penyortiran, pengemasan, pengangkutan, dan pelancar. Pedagang besar
melakukan penyortiran berdasarkan kualitas salak, akan tetapi ada juga
pedagang yang tidak melakukannya. Pengemasan dilakukan dengan
memasukkan salak ke dalam keranjang bambu kemudian ditutup
dengan rajut. Pengangkutan atau transportasi dilakukan dengan
mengirim salak ke konsumen menggunakan truk. Pedagang besar
dalam membeli salak dari pedagang pengumpul menggunakan sistem
pembayaran kontan atau langsung dibayar saat transaksi. Tetapi untuk
penjualan kepada konsumen dilakukan secara kontan dan kredit
(tempo). Selain itu juga melakukan fungsi pelancar yang meliputi
penanggungan penyusutan(resiko rusak), dan menyampaikan informasi
kepada pihak yang membutuhkan (pedagang pengecer dan konsumen).
c. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer ini adalah pedagang salak yang membeli
salak dari pedagang besar ataupun langsung dari petani salak. Biasanya
jumlah pembelian relatif kecil dan langsung menjualnya kepada
konsumen akhir. Mereka membeli salak dari petani atau dari pedagang
besar. Pedagang pengecer ini menjual salak kepada konsumen dengan
mendirikan kios pinggir jalan. Biasanya konsumen membeli salak
sebagai oleh-oleh karena salak merupakan buah khas Kabupaten
Sleman. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi pengangkutan dan
penyimpanan sementara serta melakukan fungsi pelancar yang
meliputi penanggungan resiko rusak, dan menyampaikan informasi
kepada konsumen. Sistem pembayaran yang digunakan pedagang
pengecer adalah secara tunai atau kontan yaitu dengan cara langsung
dibayar saat transaksi jual beli salak berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4. Pola Pemasaran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat
diuraikan mengenai pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman.
Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai saluran pemasaran salak
yang digunakan, diperoleh dengan cara penelusuran saluran pemasaran
salak mulai dari petani sampai pada konsumen. Terdapat lima pola
pemasaran salak di Kabupaten Sleman, yaitu:
a. Saluran Pemasaran I
b. Saluran Pemasaran II
c. Saluran Pemasaran III
d. Saluran Pemasaran IV
e. Saluran Pemasaran V
Gambar 2. Bagan Saluran Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman
Petani Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
Petani Pedagang Pengumpul
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
Petani Pedagang Besar
Petani Pedagang Pengumpu
l
Pedagang Besar
Petani Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Konsumen Akhir
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Berdasarkan bagan di atas, pemasaran salak di Kabupaten Sleman
dilakukan melalui bebarapa saluran yaitu :
a. Saluran Pemasaran I
Pada saluran pemasaran I, petani menjual langsung salaknnya
kepada pedagang pengecer, kemudian dari pedagang pengecer dijual
kepada konsumen rumah tangga untuk dikonsumsi langsung.
Penjualan dilakukan petani dengan cara didatangi langsung oleh
pedagang pengecer. Kemudian pedagang pengecer menjual salak
tersebut kepada konsumen yang mendatangi kiosnya. Biasanya
pedagang pengecer menjual salaknya di kios pinggir jalan, sehingga
kebanyakan pembelinya adalah pengendara jalan yang membeli salak
sebagai oleh-oleh.
b. Saluran Pemasaran II
Pada saluran pemasaran II, petani menjual langsung salaknya
kepada pedagang pengumpul yang letaknya disekitar tempat tinggal
petani. Petani menjual salaknya dengan cara mendatangi pedagang
pengumpul. Kemudian dari pedagang pengumpul dijual kembali
kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah pedagang luar kota yang memasarkan salaknya di luar
Kabupaten Sleman. Oleh karena penelitian ini hanya dibatasi pada
lembaga pemasaran yang ada di Kabupaten Sleman. Pedagang luar
kotabertempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman, seperti
Aceh, Medan, Bali, Jakarta, Kediri, dll. Pedagang pengumpul
melakukan sortasi dan pengemasan menggunakan keranjang atau peti
buah tergantung tujuan pengiriman. Biasanya untuk pengiriman jarak
jauh dilakukan menggunakan truk yang disediakan oleh pedagang
pengumpul ataupun yang dikirim oleh konsumen (pedagang luar kota).
c. Saluran Pemasaran III
Pada saluran pemasaran III, petani menjual langsung salaknya
kepada pedagang besar. Petani mendatangi pedagang besar yang
berada di Pasar Tempel. Di Kabupaten Sleman, Pasar Tempel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
merupakan pusat penjualan salak sehingga terdapat banyak lembaga
pemasaran salak, mulai dari pedagang pengecer, pedagang pengumpul,
pedagang besar, maupun petani. Dari pedagang besar kemudian buah
salak dijual lagi kepada konsumen (pedagang luar kota). Sama seperti
halnya pada saluran II, pedagang luar kota bertempat tinggal di luar
wilayah Kabupaten Sleman.
d. Saluran Pemasaran IV
Pada saluran pemasaran IV, petani menjual salaknya kepada
pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada
pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Seperti halnya pedagang
pengumpul, pedagang besar juga melakukan kegiatan sortasi ataupun
pengemasan salak yang akan dijual ke konsumen (pedagang luar kota).
e. Saluran Pemasaran V
Di dalam penelitian ini, saluran V adalah saluran yang paling
banyak memiliki lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Petani
menjual salak kepada pedagang pengumpul yang berada di sekitar
tempat tinggalnya. Kemudian pedagang pengumpul menjualnya
kepada pedagang besar yang ada di Pasar Tempel. Dari pedagang besar
kemudian dijual kembali kepada pedagang pengecer. Dari pedagang
pengecer dijual kepada konsumen akhir.
Saluran pemasaran salak yang dipilih petani salak di Kabupaten
Sleman berbeda-beda. Berbagai pertimbangan mereka jadikan alasan
untuk memilih saluran pemasaran salak yang mereka gunakan. Untuk
mengetahui jumlah petani salak yang terlibat di tiap saluran pemasaran
salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 22. Jumlah Petani Salak yang Terlibat pada Tiap Saluran Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman
No. Jenis Saluran Pemasaran
Jumlah Petani Responden (orang)
Persentase (%)
1 Saluran Pemasaran I 2 6,67 2 Saluran Pemasaran II 13 43,33 3 Saluran Pemasaran III 5 16,67 4 5
Saluran Pemasaran IV Saluran Pemasaran V
9 1
30,00 3,33
Jumlah 30 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa saluran pemasaran
yang paling banyak digunakan petani salak di Kabupaten Sleman adalah
saluran pemasaran II, yaitu sebanyak 13 orang petani (43,33%). Saluran
ini paling banyak dipilih petani karena jarak kebun salak atau tempat
tinggal petani dekat dengan tempat tinggal pedagang pengumpul. Selain
itu juga antara petani dengan pedagang pengumpul biasanya merupakan
tetangga atau kerabat mereka sehingga sudah ada kepercayaan satu sama
lain.
Saluran pemasaran urutan kedua yang banyak digunakan oleh petani
adalah saluran pemasaran IV, yaitu sebanyak 9 orang petani (30,00%).
Sama seperti halnya pada saluran II, petani pada saluran pemasaran IV
menjual langsung salaknya kepada pedagang pengumpul yang letaknya
tidak jauh dari para petani salak.
Saluran pemasaran salak yang menempati urutan ketiga yaitu
saluran pemasaran III dengan jumlah petani yang terlibat sejumlah 5 orang
(16,67%). Saluran ini dipilih petani tidak sebanyak pada saluran II dan IV
karena petani menjual langsung kepada pedagang besar yang letaknya
berada di Pasar Tempel. Pada saluran III petani harus mengeluarkan biaya
transportasi yang lebih besar karena jaraknya lebih jauh dibandingkan
menjual kepada pedagang pengumpul. Petani menggunakan saluran ini
dengan alasan harga beli oleh pedagang besar lebih tinggi daripada
pedagang pengumpul. Selain itu juga ada petani yang karena sekalian ada
urusan di Pasar Tempel. Saluran yang paling sedikit digunakan oleh petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
adalah saluran V. Hanya terdapat 1 orang petani (3,33%) yang terlibat
dalam saluran ini.
5. Biaya Pemasaran, Keuntungan, Marjin Pemasaran, dan Farmer’s Share
Proses perpindahan salak dari petani sampai kepada konsumen
memerlukan biaya pemasaran dan membuat harga salak menjadi lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan setiap lembaga pemasaran salak mengambil
keuntungan. Besarnya biaya pemasaran, keuntungan, marjin pemasaran,
dan Farmer’s Share saluran I dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran I
No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani
a. Harga Jual dari Petani b. Biaya pemasaran c. Harga yang Diterima Petani
3.000,00
0 3.000,00
2 Pedagang Pengecer a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.000,00
287,50 25 0 0
50 172,5 62,5
1.212,50 1.500,00 4.500,00
3 Konsumen Harga Beli Konsumen
4.500,00
100,00
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
287,50 1.212,50 1.500,00
66,67
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Berdasarkan Tabel 23 di atas, diketahui bahwa harga yang diterima
petani sebesar Rp 3.000,00/kg. Total biaya pemasaran sebesar Rp
287,50/kg yang diperoleh dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh
pedagang pengecer. Pada saluran I ini petani tidak mengeluarkan biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
pemasaran, karena pedagang pengecer yang mendatangi petani, sehingga
petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi maupun biaya
pengemasan. Petani tidak perlu mengeluarkan biaya pengemasan untuk
membeli keranjang karena pedagang pengecer sudah menyediakan
keranjang sendiri. Selain untuk membeli keranjang, biaya pemasaran juga
dikeluarkan pedagang pengecer sebagai biaya penyusutan. Harga beli
konsumen sebesar Rp 4.500,00/kg dengan total keuntungan pada saluran
pemasaran I adalah sebesar Rp 1.212,50/kg, sedangkan untuk total marjin
pemasaran sebesar Rp 1.500,00/kg. Komponen marjin pemasaran terdiri
biaya-biaya pemasaran yang diperlukan oleh produsen untuk melakukan
fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga
pemasaran. Nilai Farmer’s share yang terjadi sebesar 66,67 %. Farmer’s
share adalah bagian yang diterima petani, semakin besar farmer’s share
dan semakin kecil marjin pemasaran maka dapat dikatakan suatu saluran
pemasaran berjalan secara efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berikut ini rata-rata biaya, keuntungan dan marjin pemasaran salak
di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran II.
Tabel 24. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran II
No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani
a. Harga Jual dari Petani b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi c. Harga yang Diterima Petani
3.000,00
24,81 24,81
2.975,19
2 Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.000,00 1.235,42 1.091,85
75,56 73,33 46,02
261,25 261,67 314,58
1.550,00 4.550,00
3 Konsumen Harga beli
4.550,00
100,00
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
1.260,22 314,58
1.550,00
65,93
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata harga yang diterima petani
sebesar Rp 2.975,19/kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 24,81/kg.
Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena biasanya
petani membawa salaknya ke pedagang pengumpul menggunakan sepeda
motor. Pedagang pengumpul juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu
sebesar Rp 1.235,42/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk
pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Besarnya biaya
yang dikeluarkan pedagang pengumpul biasanya yang paling besar adalah
untuk biaya transportasi pengiriman salak ke luar kota. Untuk biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pengemasan terdiri dari biaya pembelian keranjang, peti buah, dan tenaga
kerja. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran II ini sebesar Rp
1.260,22/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.550,00/kg dengan
total keuntungan pada saluran pemasaran II adalah sebesar Rp 314,58/kg,
sedangkan untuk total marjin pemasaran sebesar Rp 1.550,00/kg.
Komponen marjin pemasaran terdiri biaya-biaya pemasaran yang
diperlukan oleh produsen untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan
keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Nilai Farmer’s share
yang terjadi sebesar 65,93%.
Rata-rata biaya, keuntungan, marjin pemasaran, dan farmer’s share
salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran III disajikan pada
tabel di bawah ini.
Tabel 25. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran III
No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani
a. Harga Jual dari Petani b. Biaya Pemasaran c. Harga yang Diterima Petani
3.000,00
72,00 2.928,00
2 Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.000,00
735,00 387,50 22,50 25,00 70,00
210,00 20,00
365,00 1.100,00 3.850,00
3 Konsumen Harga beli
3.850,00
100,00
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
807,00 365,00
1.172,00
69,56
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa rata-rata harga yang
diterima petani sebesar Rp 2.928,00/kg dengan biaya pemasaran sebesar
Rp 72,00/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi,
karena petani harus membawa salaknya ke pedagang besaryang berada di
Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu
sebesar Rp 735,00/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang besar untuk
pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Untuk biaya
pengemasan terdiri dari biaya pembelian keranjang, peti buah, dan tenaga
kerja. Biaya transportasi dikeluarkan untuk pengiriman salak ke
konsumen. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran III ini sebesar
Rp 807,00/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 3.850,00/kg dengan
total keuntungan pada saluran pemasaran III adalah sebesar Rp 365,00/kg.
Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.100,00/kg, sehingga dapat diketahui
bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 69,56%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Berikut adalah rata-rata biaya pemasaran, keuntungan pemasaran,
marjin pemasaran, dan farmer’s share pemasaran salak di Kabupaten
Sleman pada saluran pemasaran IV.
Tabel 26. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran IV
No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani
a. Harga Jual dari Petani b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi c. Harga yang Diterima Petani
3.000,00
16,53 16,53
2.983,47
2
Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.000,00
336,00 52,73 48,05
0 73,89
205,31 0
164,00 500,00
3.500,00
3 Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.500,00
368,06 66,20 31,62 10,00 47,63
200,61 0
281,94 650,00
4.150,00
3 Konsumen Harga beli
4.150,00
100,00
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
720,59 445,94
1.166,53
71,89
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata harga yang diterima petani
sebesar Rp 2.983,47/kg, dengan biaya pemasaran sebesar Rp 16,53/kg.
Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena ada
yangmendatangi langsung pedagang pengumpul, tetapi ada pula petani
yang tidak mengeluarkan biaya transportasi karena jarak tempat tinggal
petani dengan pedagang dekat. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya
pemasaran yaitu sebesar Rp 164/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang
pengumpul untuk pengemasan, transportasi, tenaga bongkar muat, dan
penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada
pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga
mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 368,06. Biaya tersebut terdiri
dari biaya pengemasan, transportasi, tenaga kerja, dan penyusutan (resiko
rusak). Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran IV ini sebesar Rp
720,59/kg. Kemudian harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.150,00/kg
dengan total keuntungan pada saluran pemasaran IV adalah sebesar Rp
445,94/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga
dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar
71,89%.
Saluran pemasaran salak yang terakhir dalam penelitian ini yaitu
saluran pemasaran V. Berikut ini rata-rata biaya, keuntungan, dan marjin
pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran V :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 27. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran V
No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani
a. Harga Jual dari Petani b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi c. Harga yang Diterima Petani
3.000,00
50,00 50,00
2.950,00
2
Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.000,00
330,00 30,00 10,00
0 50,00
240,00 0
170,00 500,00
3.500,00
3
Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
3.500,00
391,67 16,67 16,67
0 83,33
291,67 0
308,33 700,00
4.200,00
4 Pedagang Pengecer a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain
c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual
4.200,00
400,00 50,00 10,00
0 0
315,00 0
1.400,00 1.800,00 6.000,00
3 Konsumen Harga beli
6.000,00
100,00
4 a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
1.171,67 1.878,33 3.050,00
49,17
Sumber : Analisis Data Primer, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata harga
yang diterima petani sebesar Rp 2.950/kg, dengan biaya pemasaran
sebesar Rp 50/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi,
karena petani mendatangi langsung pedagang pengumpul. Pada saluran V
ini pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp
330/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan,
transportasi, tenaga bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak).
Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada pedagang besar yang
berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya
pemasaran sebesar Rp 391,67/kg. Biaya tersebut terdiri dari biaya
pengemasan, transportasi, tenaga kerja bongkar muat, dan penyusutan
(resiko rusak). Pedagang pengecer memperoleh salak dari pedagang besar
kemudian menjualnya kepada konumen akhir dengan biaya pemasaran
yang dikeluarkan sebesar Rp 400,00/kg. Total biaya pemasaran pada
saluran pemasaran V ini sebesar Rp 1.171,67/kg. Total keuntungan pada
saluran pemasaran V adalah sebesar Rp 1.878,33/kg. Total marjin
pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang
diterima petani (farmer’s share) sebesar 49,17%. Hal ini menandakan
secara ekonomis saluran V belum efisien.
B. Nilai Tambah Keripik Salak
1. Karakteristik Responden Industri Keripik Salak
Responden pada analisis nilai tambah keripik salak adalah produsen
industri keripik salak yang pada masa penelitian masih aktif berproduksi
dan berdomisili di Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden
produsen industri keripik salak meliputi umur responden, lama pendidikan,
jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam
produksi, lama mengusahakan, status usaha, alasan usaha, dan sumber
modal. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 28
berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 28. Identitas Responden Produsen Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata 1. Umur responden (tahun) 46 2. Lama pendidikan (tahun) 15 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 4 4. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam
usaha (orang) 1
5. Lama mengusahakan (tahun) 5,6
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 28, dapat diketahui bahwa rata-rata produsen
keripik salak di Kabupaten Sleman termasuk dalam umur produktif yaitu
46 tahun sehingga produktivitas kerja produsen keripik salak di Kabupaten
Sleman masih cukup tinggi. Semua responden produsen industri keripik
salak di Kabupaten Sleman pernah mengenyam pendidikan secara formal,
meskipun pada tingkatan yang berbeda-beda. Rata-rata tingkat pendidikan
formal yang telah ditempuh oleh produsen keripik salak di Kabupaten
Sleman adalah Diploma. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki
produsen keripik salak maka mereka akan memiliki pengetahuan yang
lebih banyak mengenai cara menjalankan suata usaha. Meskipun
pendidikan formal tidak menjadi syarat yang diperlukan dalam usaha
industri keripik salak, namun hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir
sebagai produsen dalam setiap pengambilan keputusan usaha, misalnya
bagaimana dia harus menciptakan efisiensi dan efektivitas produksi atau
kemana dia harus memasarkan produk keripik salaknya.
Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden
produsen keripik salak adalah sebanyak empat orang dengan rata-rata
jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha industri keripik salak
sebanyak satu orang. Biasanya anggota keluarga yang aktif dalam industri
keripik salak adalah suami atau istri saja. Sedangkan anggota keluarga
yang lain bekerja pada sektor lain, masih menempuh pendidikan, berada di
luar kota atau termasuk usia non produktif (anak-anak dan manula). Dalam
usaha ini semua responden menggunakan tenaga kerja luar, karena usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ini tidak dapat dijalankan hanya dengan mengandalkan tenaga kerja
keluarga.
Rata-rata lama mengusahakan dari industri keripik salak adalah 5,60
tahun. Lama mengusahakan yang dimiliki oleh para produsen keripik salak
ini juga sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dari usahanya.
Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman
yang diperoleh para produsen dan banyaknya pengalaman yang dimiliki
oleh para produsen akan berguna untuk mengatasi berbagai kendala usaha
yang mereka hadapi.
2. Karakteristik Usaha Industri Keripik Salak
a. Alasan Mengusahakan Keripik Salak
Dalam melakukan kegiatan usahanya, para produsen industri
keripik salak mempunyai alasan tersendiri. Berikut ini beberapa alasan
memilih pengolahan keripik salak.
Tabel 29. Alasan Utama Mengusahakan Industri Keripik Salak Kabupaten Sleman
No. Alasan Jumlah (orang)
Persentase (%)
1. 2. 3.
Lebih Menguntungkan Tidak Mempunyai Pekerjaan Lain Lainnya
5 0 0
100 0 0
Total 5 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Seluruh produsen industri keripik salakmenjalankan usaha
keripik salak tersebut karena usaha ini dirasa lebih
menguntungkan.Dengan melakukan pengolahan buah salak menjadi
keripik salak menggunakan vacuum fryer, para pengusaha dapat
memperoleh nilai tambah baik secara fisik maupun ekonomi dari buah
salak. Pada saat panen raya tiba para produsen juga dapat
memanfaatkan keadaan dengan memproduksi sebanyak-banyaknya
keripik salak yang dapat dijadikan persediaan produk pada saat harga
salak tinggi. Karena pada saat panen raya harga buah salak sangat
rendah sehingga ketika produsen memproduksi dalam jumlah banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
maka produsen akan memperoleh keuntungan yang lebih besar karena
harga keripik salak relatif lebih stabil.
b. Status Usaha Industri Keripik Salak
Produsen dalam menjalankan usaha keripik salak ada yang
menjadikannya sebagai pekerjaan utama, tetapi ada pula yang sebagai
usaha sampingan. Status usaha industri keripik salak di Kabupaten
Sleman dapat dilihat pada Tabel 30 berikut ini.
Tabel 30. Status Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Status Usaha Jumlah (Responden)
Persentase (%)
1. Pekerjaan Utama 4 80 2. Pekerjaan Sampingan 1 20
Total 5 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Usaha industri keripik salak merupakan pekerjaan utama bagi
sebagian besar responden yaitu sebesar 80% dan sebagai pekerjaan
sampingan bagi 20% responden. Hal ini dikarenakan usaha industri
keripik salak ini dilakukan karena lebih menguntungkan dibandingkan
usaha yang lain sehingga lebih banyak waktu yang dicurahkan untuk
melakukan usaha ini dengan frekuensi produksi setiap hari. Adapun
produsen yang menjadikan usaha ini sebagai pekerjaan sampingan
dikarenakan dia memiliki pekerjaan utama yang lain yaitu sebagai
konsultan sehingga dia tidak dapat melakukan produksi keripik salak
setiap hari.
Kegiatan usaha industri keripik salak ini dilakukan hampir
setiap hari karena memang buah salak tersedia sepanjang tahun dan
biasanya usaha ini meningkat volume produksinya ketika musim panen
raya tiba. Hal ini disebabkan karena melimpahnya buah salak di
Kabupaten Sleman dan biasanya harganya sangat rendah.
c. Modal Usaha Industri Keripik Salak
Dalam menjalankan usaha industri keripik salak ini para
produsen membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sumber modal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
usaha industri keripik salak Kabupaten Sleman dapat dilihat padaTabel
31 berikut ini.
Tabel 31. Sumber Modal Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Sumber Modal Jumlah(Orang) Persentase
(%) 1. 2. 3.
Modal Sendiri Modal Pinjaman Bank Bantuan Pemerintah
3 0 2
60 0 40
Jumlah 5 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa sebanyak 3 orang
responden (60%) produsen keripik salak menggunakan modal sendiri
untuk menjalankan usahanya, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (40%)
menggunakan modal yang berasal dari bantuan pemerintah (Dinas
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan), hal ini dikarenakan alat vacuum
fryer yang digunakan dalam usaha pembuatan keripik salak ini
harganya relatif mahal bagi pelaku usaha industri skala rumah tangga.
d. Bahan Baku Industri Keripik Salak
Bahan baku utama dalam usaha industri keripik salak adalah
buah salak yang diperoleh baik dari hasil panen sendiri maupun
pembelian dari petani atau pedagang salak di Kabupaten Sleman.
Pengadaan bahan baku, cara pemesanan, dan cara pembayaran bahan
baku tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel 32. Pengadaan, Cara Pemesanan, dan Cara Pembayaran dalam Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Jumlah (orang)
Persentase (%)
1. Pengadaan Bahan Baku
a. Hasil panen sendiri b. Membeli dari petani/
pedagang c. Hasil panen sendiri dan membeli
dari petani/ pedagang
0 3 2
0 60 40
Jumlah 5 100 2. Cara Pemesanan
a. Pesan langsung kirim b. Pesan tidak langsung kirim
3 2
60 40
Jumlah 5 100 4. Cara Pembayaran
a. Kontan b. Kredit
5 0
100 0
Jumlah 5 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Bahan baku buah salak dalam usaha industri keripik salak yang
diperoleh dari membeli dari petani atau pedagang salak yaitu sebesar
60%, sedangkan yang berasal dari panen sendiri maupun membeli dari
petani/pedagang sebesar 40%. Bahan baku salak yang diperoleh dari
pembelian biasanya sebagian besar berasal dari pedagang. Jenis salak
yang digunakan yaitu salak pondoh dengan tingkat kemasakan 70-
80%. Salak pondoh dengan tingkat kemasakan tersebut adalah yang
paling baik untuk diolah menjadi keripik salak, karena salak pada
tingkat kemasakan tersebut tidak terlalu matang dan tidak terlalu
mentah sehingga tidak mudah hancur jika digoreng dengan mesin
vacuum fryer.
Cara pemesanan bahan baku dilakukan para produsen keripik
salak dengan pesan langsung dikirim ataupun pesan tidak langsung
dikirim (tempo). Pesan tidak langsung biasanya dilakukan sehari
sebelum pengiriman dengan memesan buah salak melalui telepon, baru
keesokan harinya pesanan salak dikirim oleh pedagang. Untuk cara
pembayarannya dilakukan semua responden secara kontan. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan pedagang sehingga
ketersediaan bahan baku dapat tersedia secara kontinyu.
e. Peralatan Pembuatan Keripik Salak
Disamping bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
keripik salak, produsen juga menggunakan berbagai peralatan dalam
proses produksinya. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi
keripik salak terbilang sudah canggih karena telah menggunakan
teknologi mesin vacuum dan berbagai peralatan pendukung lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam memproduksi keripik salak pada
industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu :
i. Vacuum fryer, yaitu alat berbasis mesin vakum yang digunakan
untuk menggoreng daging buah salak.
ii. Spiner, yaitu alat yang digunakan untuk mengurangi kadar panas
dan kadar minyak goreng yang terdapat pada keripik salak.
iii. Sealer, yaitu alat yang digunakan untuk menutup kemasan
aluminium foil.
iv. Ember, yaitu alat yang digunakan untuk mencuci daging salak.
v. Keranjang, yaitu alat yang digunakan untuk menampung buah salak.
vi. Pisau, yaitu alat yang digunakan produsen untuk membelah daging
buah salak.
vii. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang buah salak yang
akan diolah menjadi keripik salak.
viii. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang keripik salak.
Kebanyakan alat vacuum fryer yang dimiliki oleh para produsen
keripik salak diperoleh dari bantuan pemerintah yaitu dari Dinas
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan serta Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman, serta ada yang berasal
dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal ini dikarenakan harga
dari alat tersebut yang cukup mahal untuk dijangkau oleh para
produsen, tetapi ada pula produsen yang membeli sendiri peralatan
tersebut. Ada juga produsen yang melakukan modifikasi terhadap alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
vacuum fryer agar alat tersebut dapat berfungsi lebih efisien sehingga
dapat menghemat waktu produksi yang digunakan.
f. Proses Produksi Keripik Salak
Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :
i. Pengupasan buah salak, dilakukan dengan mengupas kulit luar dan
kulit ari buah salak.
ii. Pembelahan daging buah salak, dilakukan dengan menggunakan
pisau, yaitu dengan memotong bagian ujung terlebih dahulu
kemudian dibelah menjadi dua bagian serta dikeluarkan biji dan
anakannya.
iii. Pencucian, dilakukan dengan mencuci daging buah salak dengan
air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel
pada daging buah salak.
iv. Penirisan, dilakukan agar sisa air pencucian tidak terlalu banyak.
v. Penggorengan, dilakukan dengan memasukkan daging buah salak
ke dalam alat vacuum fryer yang sudah berisi minyak panas (70oC)
selama 1,5-2 jam dengan beberapa kali pengadukan.
vi. Pengeringan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak ke
dalam spiner untuk menghilangkan minyak goreng yang menempel
pada keripik salak.
vii. Pengemasan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak
kedalam kemasan aluminium foil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Gambar 7. Bagan Pembuatan Keripik Salak di Kabupaten Sleman
Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman sudah cukup
modern karena telah menggunakan alat vacuum fryer yang dapat
menggoreng keripik salak hingga kadar airnya menjadi sangat rendah
dalam waktu yang relatif lebih singkat. Tetapi untuk kegiatan
pengupasan dan pembelahan masih dilakukan secara tradisional yaitu
hanya menggunakan pisau dapur saja. Cara ini dilakukan karena buah
salak memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan buah
lainnya yaitu harus dikupas kulit luar dan kulit arinya secara manual
serta buah salak biasanya memiliki biji dan anakan yang harus
dipisahkan.
Pengeringan
Pengupasan
Pembelahan
Pencucian
Penirisan
Penggorengan
Pengemasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Dalam satu hari biasanya para produsen melakukan beberapa
kali proses produksi. Rata-rata produsen keripik salak di Kabupaten
Sleman dalam sehari dapat melakukan proses produksi sebanyak 6
kali. Rangkaian kegiatan produksi tersebut dilakukan secara
bergantian, sebab buah salak yang sudah dikupas tidak boleh dibiarkan
lama-lama terkena udara bebas. Oleh karena itu, biasanya para
produsen melakukan pengupasan dan pembelahan untuk produksi
selanjutnya pada saat berlangsung kegiatan penggorengan, sehingga
proses produksi dapat efisien.
g. Pemasaran Keripik Salak
Produk keripik salak di Kabupaten Sleman ini dipasarkan tidak
hanya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi ke berbagai
kota di Indonesia. Bahkan ada produsen yang telah mengekspor
produk keripik salaknya ke berbagai negara seperti Malaysia,
Singapura, Brunei Darussalam, dan Kuwait. Sebagai produk khas
Kabupaten Sleman, biasanya produk keripik salak dipasarkan di
berbagai pusat oleh-oleh yang terdapat di Daerah Istimewa
Yogyakarta.Semua produsen keripik salak di Kabupaten Sleman
memasarkan produknya melalui distributor. Ada yang diambil
langsung oleh distributor ada pula produsen yang mengantar keripik
salaknya kepada distributor. Selain menjual kepada distributor,
produsen juga melayani penjualan langsung kepada konsumen di
rumahnya, yaitu dengan membangun outlet sederhana di rumah
produsen.
3. Analisis Usaha Industri Keripik Salak
Pada penelitian ini dilakukan analisis usaha pada industri keripik
salak di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui besarnya analisis usaha ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
1. Analisis Biaya
Dalam usaha industri keripik salak pada penelitian ini
diperhitungkan dua macam biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal sendiri,
dan biaya sewa bangunan. Sedangkan yang termasuk biaya variabel
adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya minyak goreng,
biaya gas elpigi, biaya transportasi, dan biaya pengemasan.
a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses
pengolahan keripik salak yang besarnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah produk yang dihasilkan. Rata-rata biaya tetap pada usaha
industri keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 33. Rata-rata Biaya Tetap per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Macam Biaya Rata-rata (Rp) Persentase(%)
1. Penyusutan Peralatan 269.246,73 28,79 2. 3.
Bunga Modal Sendiri Sewa Bangunan
590.940,00 75.000,00
63,19 8,02
Jumlah 935.186,73 100,00
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata biaya tetap pada
industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp
935.186,73. Biaya bunga modal sendiri adalah yang terbesar yaitu
sebesar Rp 590.940,00 (63,19%). Untuk menghitung bunga modal
investasi menggunakan rumus :
Bunga modal sendiri = Nilai aset x suku bunga
Nilai suku bunga pada bulan Maret 2012 yang diperoleh dari
data Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 1,5% per tahun. Bunga
modal sendiri dihitung untuk mengetahui besarnya kesempatan
yang hilang jika produsen menginvestasikan uangnya dan tidak
menggunakannya sebagai modal.
Biaya penyusutan menempati urutan kedua dalam biaya
tetap industri keripik salak yaitu sebesar Rp 269.246,73 (28,79%).
Peralatan yang digunakan dalam industri pengolahan salak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
kebanyakan memiliki umur ekonomis yang besar. Besarnya biaya
penyusutan peralatan dapat dihitung dengan rumus :
Penyusutan per Bulan =EkonomisUmur
AkhirNilaiAwalNilai -
Biaya bunga modal sendiri dan biaya penyusutan sebenarnya
tidak benar-benar dikeluarkan oleh produsen, akan tetapi karena
dalam penelitian ini menggunakan konsep keuntungan maka,
kedua biaya tersebut tetap diperhitungkan. Besarnya biaya sewa
bangunan adalah yang terkecil dalam biaya tetap industri keripik
salak yaitu sebesar Rp 75.000,00 (8,02%) per bulannya.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses
pengolahan proses pengolahan keripik salak yang besarnya
berubah-ubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang
dihasilkan. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya
minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya transportasi, biaya tenaga
kerja, dan biaya pengemasan. Biaya variabel usaha pengolahan
keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat dari tabel
berikut ini:
Tabel 34. Rata-rata Biaya Variabel per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Macam Biaya Rata-rata (Rp) Persentase(%)
1. Bahan Baku 8.010.000 41,62 2. 3. 4.
Tenaga Kerja Minyak Goreng Gas Elpigi
3.780.000 2.729.600
900.000
19,64 14,18 4,68
5. 6.
Pengemasan Transportasi
3.738.000 90.000
19,42 0,47
Jumlah 19.247.600 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa jumlah rata-
rata biaya variabel dalam satu bulan produksi pada pengolahan
keripik salak di Kabupaten Sleman adalah sebesar Rp
19.247.600,00. Rata-rata biaya bahan baku merupakan biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
variabel terbesar dari pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp
8.010.000,00 (41,62%). Bahan baku keripik salak merupakan buah
salak pondoh dengan tingkat kematangan antara 70-80%. Besarnya
biaya bahan baku dipengaruhi oleh musim panen dan kualitas dari
salak pondoh itu sendiri. Biasanya harga salak pondoh rendah pada
saat panen raya, yaitu ketika awal musim penghujan antara bulan
November, Desember, dan Januari. Sedangkan harga salak tinggi
terjadi sekitar bulan Juni dan Juli. Semakin baik kualitas dari salak
pondoh maka harganya akan semakin tinggi. Biasanya ditentukan
dari segi ukuran buah salak, semakin besar ukurannya maka
harganya semakin tinggi. Rata-rata harga salak pondoh untuk
pengolahan keripik salak yaitu sekitar Rp 3.000,00/kg.
Biaya tenaga kerja menempati urutan kedua dalam biaya
variabel, yaitu sebesar Rp 3.780.000,00 (19,64%) dalam satu bulan
produksi. Rata-rata upah tenaga kerja per harinya sebesar Rp
30.000,00. Hampir semua produsen keripik salak melakukan
kegiatan produksinya setiap hari. Biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan oleh produsen dipengaruhi oleh jumlah bahan baku
yang digunakan serta lamanya proses produksi. Semakin banyak
bahan baku yang digunakan dan semakin lama proses produksi,
maka jam kerja yang dibutuhkan juga semakin banyak, sehingga
biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja juga semakin besar.
Besarnya biaya pengemasan sebesar Rp 3.738.000,00
(19,42%). Biaya pengemasan keripik salak digunakan untuk
membeli kemasan aluminium foil dan label. Aluminium foil dipilih
para produsen sebagai kemasan karena kemasan ini dapat
menyimpan keripik salak dalam waktu yang lebih lama, yaitu
selama 2 tahun. Kemasan aluminium foil yang digunakan yang
harganya relatif mahal. Untuk tiap kemasan yang berlabel harganya
berkisar antara Rp 1.300,00 - Rp 2.000,00.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Di dalam pengolahan keripik salak menggunakan minyak
goreng untuk menggoreng salak di dalam mesin vacuum fryer,
sehingga didapatkan keripik salak yang memiliki cita rasa yang
tidak berbeda jauh dengan buah salak pondoh segar. Besarnya
biaya minyak goreng dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar
Rp 2.729.600,00 (14,18%).
Gas elpigi digunakan sebagai bahan bakar untuk
menggoreng keripik salak. Besarnya biaya gas elpigi yang
digunakan yaitu sebesar Rp 900.000,00 (4,68%).
Biaya terkecil dalam biaya variabel yang digunakan pada
pengolahan keripik salak yaitu biaya transportasi. Biaya
transportasi biasanya dikeluarkan para produsen untuk membeli
bahan bakar kendaraan (bensin). Kendaraan tersebut mereka
gunakan untuk kegiatan transportasi dalam membeli bahan bahan
baku, bahan penolong, dan kegiatan pemasaran produk. Besarnya
rata-rata biaya transportasi yang dikeluarkan produsen keripik
salak yaitu sebesar Rp 90.000,00 (0,47%). Biaya ini kecil karena
biasanya untuk kegiatan pemasaran seringkali distributor yang
mengambil langsung ke rumah produsen sehingga biaya
transportasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar.
c. Biaya Total
Biaya total adalah hasil dari penjumlahan dari seluruh biaya
tetap dan biaya variabel, yang dinyatakan dalam rupiah. Biaya total
yang dikeluarkan oleh produsen keripik salak di Kabupaten Sleman
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 35. Rata-rata Biaya Total per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Macam Biaya Rata-rata (Rp) Persentase(%)
1. Biaya Tetap 935.186,73 4,63 2. Biaya Variabel 19.247.600,00 95,37 Jumlah 20.182.786,73 100,00
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Tabel 35 menunjukkan bahwa rata-rata biaya total yang
dikeluarkan dalam industri keripik salak di Kabupaten Sleman
dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp 20.182.786,73. Biaya
variabel industri tersebut lebih besar daripada biaya tetap, hal ini
dikarenakan biaya variabel berubah-ubah sesuai dengan jumlah
produksinya, sedangkan biaya tetap berubah dalam waktu yang
relatif lama. Komponen biaya variabel yang menyebabkan
jumlahnya lebih besar yaitu berupa biaya bahan baku. Harga bahan
baku berubah-ubah padahal untuk proses produksi dibutuhkan
dalam jumlah yang besar.
2. Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk
yang dihasilkan dengan harga persatuan produk yang dinyatakan
dalam satuan rupiah. Hasil produksi keripik salak dijual semua oleh
produsen. Penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman
berasal dari hasil penjualan keripik salak dan biji salak. Berikut adalah
tabel penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman :
Tabel 36. Rata-rata Produksi, Rata-rata Harga/kg, Rata-rata Penerimaan, dan Rata-rata Jumlah Penerimaan per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Produk Rata-rata Produksi
(Kg)
Rata-rata Harga/kg
(Rp)
Rata-rata Penerimaan
(Rp) 1. Keripik Salak 195 129.000 26.055.000 2. Biji Salak 480 500 240.000
Rata-rata jumlah penerimaan (Rp) 26.295.000
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan analisis Tabel 36 diketahui bahwa rata-rata jumlah
penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp
26.295.000,00. Jumlah keripik salak yang diproduksi oleh produsen
dalam satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg dengan harga rata-
rata per kg adalah Rp 129.000,00 sehingga rata-rata jumlah
penerimaannya sebesar Rp 26.055.000,00. Sedangkan untuk biji salak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
jumlah yang dihasilkan produsen dalam satu bulan produksi adalah
480 kg dengan harga rata-rata per kg adalah Rp 500,00 sehingga rata-
rata penerimaannya sebesar Rp 240.000,00. Biji salak merupakan
limbah dari produksi keripik salak. Akan tetapi, dapat memberikan
sejumlah penerimaan kepada produsen karena biji salak dapat dijual ke
pedagang untuk dikirim ke luar Pulau Jawa yang berguna sebagai
pagar perkebunan.
Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah keripik salak dan
biji salak yang diproduksi oleh setiap produsen. Semakin banyak
jumlah keripik salak dan biji salak yang diproduksi, maka akan
semakin besar juga penerimaannya. Selain itu, harga jual dipasaran
juga mempengaruhi penerimaan, yaitu semakin tinggi harga jual
keripik salak dan biji salak, maka semakin tinggi pula penerimaan
yang diperoleh produsen keripik salak.
3. Keuntungan
Keuntungan yang diperoleh dari industri keripik salak
merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Untuk
mengetahui keuntungan yang diperoleh industri keripik salak di
Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini.
Tabel 37. Rata-rata Keuntungan per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Macam Biaya Rata-rata per Produsen (Rp)
1. Penerimaan Total 26.295.000,00 2. Biaya Total 20.182.786,73 Keuntungan 6.112.213,27
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Dari Tabel 37 dapat diketahui bahwa penerimaan rata-rata
masing-masing produsen keripik salak dalam satu bulan produksi
adalah sebesar Rp 26.295.000,00 dengan total biaya yang dikeluarkan
rata-rata Rp 20.182.786,73 sehingga jika dilihat dengan konsep
keuntungan maka dalam satu bulan produksi, produksi rata-rata
produsen memperoleh keuntungan sebesar Rp 6.112.213,27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Keuntungan yang diperoleh produsen dipengaruhi oleh perbedaan
jumlah produk yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Semakin banyak produk yang dihasilkan dengan biaya yang rendah
dan semakin tinggi harga produk, maka keuntungan yang akan
diperoleh semakin besar.
4. Efisiensi
Untuk mengetahui besarnya efisiensi usaha industri keripik
salak adalah dengan cara membandingkan antara penerimaan dan
biaya yang dikeluarkan. Besarnya efisiensi usaha dari industri keripik
salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 38. Efisiensi Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Macam Biaya Rata-rata per Produsen (Rp)
1. Penerimaan Total 26.295.000,00 2. Biaya Total 20.182.786,73 Efisiensi 1,26
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Tabel 38 menunjukkan bahwa efisiensi usaha industri keripik
salak di Kabupaten Sleman dalam satu bulan produksi adalah sebesar
1,26. Artinya usaha industri keripik salak yang telah dijalankan ini
termasuk kategori efisien karena nilai R/C rasionya > 1.R/C rasio
menunjukkan penerimaan yang diterima untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Nilai 1,26 berarti bahwa setiap
Rp 1,00 yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar 1,26 kali
dari biaya yang telah dikeluarkan.
5. Nilai Tambah
Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya
nilai tambah yang terdapat pada salak yang diolah menjadi keripik
salak. Besarnya analisis nilai tambah pada industri keripik salak di
Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 39.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tabel 39. Anlisis Nilai Tambah Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata per Produsen
1. Hasil Produksi Keripik Salak (kg/bulan) 195,00 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Bahan Baku Salak (kg/bulan) Faktor Konversi Harga Bahan Baku (Rp) Nilai Produk (Rp) Harga Produk (Rp/kg) Sumbangan Input Lain (Rp) Nilai Tambah (Rp/kg) Rasio Nilai Tambah (%) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan) Koefisien Tenaga Kerja Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg) Bagian Tenaga Kerja (%)
2.160,00 0,09
3.600,00 11.645,83
129.000,00 3.452,59 4.593,24
39,44 216,00
0,06 30.000,00 1.750,00
38,10
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 39 dapat
diketahui bahwa rata-rata hasil produksi (output) industri keripik salak
di Kabupaten Sleman untuk satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg.
Dengan penggunaan bahan baku (input) salak rata-rata sebesar 2.160
kg. Faktor konversi merupakan hasil bagi antara hasil produksi dengan
jumlah bahan baku yang digunakan. Besarnya faktor konversi pada
perhitungan di atas adalah sebesar 0,09 yang berarti 1 kg bahan baku
dapat menghasilkan 0,09 kg keripik salak.
Nilai produk diperoleh dengan cara mengalikan faktor konversi
dengan harga produk rata-rata. Besarnya nilai produk pada perhitungan
nilai tambah adalah sebesar Rp 11.645,83/kg produk keripik salak.
Rata-rata harga produk keripik salak yaitu sebesar Rp 129.000,00.
Semakin besar besar faktor konversi dan harga produk keripik salak,
maka nilai produknya akan semakin besar pula.
Hasil dari nilai produk tersebut dikurangi biaya dari sumbangan
input lain dan harga dari bahan baku maka diperoleh besarnya nilai
tambah. Nilai ini dapat berfungsi untuk mengetahui produktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk
keripik salak. Besarnya nilai tambah pada industri keripik salak yaitu
Rp 4.593,24/kg bahan baku. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1 kg
buah salak yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri keripik
salak akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 4.593,24. Apabila
nilai tambah tersebut dibagi dengan nilai produk maka akan diperoleh
rasio nilai tambah sebesar 39,44%. Rata-rata sumbangan bahan lain
yaitu sebesar Rp 3.452,59. Biaya ini terdiri dari biaya input yang
digunakan dalam proses produksi keripik salak, kecuali biaya bahan
baku, yaitu biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya pengemasan,
dan biaya transportasi. Untuk rata-rata harga bahan baku yaitu sebesar
Rp 3.600,00/kg.
Untuk meningkatkan nilai tambah produk keripik salak dapat
dilakukan dengan cara menggunakan bahan baku salak pondoh dengan
tingkat kematangan 70-80%. Karena pada tingkat kematangan tersebut
kadar air yang dikandung dalam buah salak tidak terlalu banyak dan
tidak mudah hancur apabila diolah, sehingga dapat menghasilkan
keripik salak yang berkualitas baik. Selama ini terkadang masih ada
produsen yang menggunakan bahan baku salak pondoh dengan tingkat
kematangan > 80% sehingga kualitas keripik salak yang diperoleh
menjadi kurang baik. Karena kadar airnya semakin tinggi dan tekstur
buahnya semakin lunak.
Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antar koefesien
tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Pada perhitungan nilai
tambah di atas, imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap 1 Kg
bahan baku salak yang diolah menjadi kripik salak adalah Rp 1.750,00.
Dengan demikian bagian tenaga kerja dalam pengolahan keripik salak
sebesar 38,10%. Persentase ini didapat dari bagian tenaga kerja dibagi
dengan nilai tambah. Besarnya upah rata-rata per tenaga kerja yaitu
sebesar Rp 30.000,00.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
6. Kendala yang Dihadapi
Seperti halnya usaha pada umumnya, industri keripik salak juga
memiliki beberapa kendala yang dihadapi produsen. Kendala tersebut
yaitu masalah pemasaran dan modal. Para produsen kebanyakan masih
memasarkan produknya di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa
kota besar di Indonesia saja. Baru ada satu produsen yang telah mampu
memasarkan produknya ke luar negeri. Padahal sebenarnya pasar di
luar wilayah Indonesia sangat potensial. Hal ini dikarenakan produsen
masih kesulitan untuk mengakses penjualan ke luar negeri, sehingga
hanya dijual di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa kota besar di
Indonesia. Masalah lain dalam kegiatan pemasaran yaitu promosi. Para
produsen masih kesulitan dalam mempromosikan produk keripik
salaknya kepada masyarakat, sehingga produk keripik salak belum
dikenal secara luas oleh masyarakat.
Kendala lain yang dihadapi produsen yaitu masalah modal untuk
pengembangan usaha. Industri keripik salak membutuhkan modal yang
tidak sedikit untuk membeli peralatan yang digunakan. Akan tetapi,
para produsen tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli
peralatan yang memadai. Padahal apabila ada modal yang cukup
mereka berkeinginan untuk memodifikasi peralatan vacuum fryer
sehingga waktu produksi bisa menjadi lebih efisien. Selain itu juga
karena mahalnya biaya untuk membeli kemasan aluminium foil.
Berdasarkan pembahasan analisis usaha di atas, maka maka
keseluruhan analisis usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman
dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tabel 40. Analisis Usaha per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
No. Uraian Rata-rata per Produsen
1. Biaya Total (Rp) 20.182.786,73 a. Biaya Tetap (Rp)
1) Penyusutan Peralatan (Rp) 2) Bunga Modal Sendiri (Rp) 3) Sewa Bangunan (Rp)
b. Biaya Variabel (Rp) 1) Bahan Baku (Rp) 2) Tenaga Kerja (Rp) 3) Minyak Goreng (Rp) 4) Gas Elpigi (Rp) 5) Pengemasan (Rp) 6) Transportasi (Rp)
935.186,73 269.246,73 590.940,00 75.000,00
19.247.600,00 8.010.000,00 3.780.000,00 2.729.600,00
900.000,00 3.738.000,00
90.000,00 2. Produksi
a. Keripik Salak (Kg) b. Biji Salak (Kg)
195 480
3. Penerimaan Total (Rp) a. Keripik Salak (Rp) b. Biji Salak (Rp)
26.295.000,00 26.055.000,00
240.000,00
4. Keuntungan (Rp) 6.112.213,27
5. Efisiensi 1,26
6.
a. Nilai Tambah (Rp) b. Rasio Nilai Tambah(%)
4.593,24 39,44
7. a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp) b. Rasio Imbalan Tenaga Kerja (%)
1.750,00 38,10
Sumber : Analisis Data Primer (2012)
Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui besarnya biaya total per bulan
pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 20.182.786,73,
yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 935.186,73 dan biaya variabel Rp
19.247.600,00. Dalam satu bulan jumlah produksi keripik salak yang
dihasilkan sebesar 195 kg dengan biji salak yang dihasilkan sebesar 480 Kg.
Penerimaan total per bulan sebesar Rp 26.295.000,00, sehingga keuntungan
yang diperoleh tiap bulannya sebesar Rp 6.112.213,27. Industri keripik salak
ini mencapai nilai efisiensi sebesar 1,26. Nilai tambah yang diperoleh dari
pengolahan keripik salak ini sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dengan rasio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
nilai tambahnya sebesar 39,44%. Sedangkan imbalan tenaga kerjanya sebesar
Rp 1.750,00 dengan rasio imbalan tenaga kerja sebesar 38,10%.
C. Analisis Komparatif Nilai Tambah Industri Keripik Salak dengan Marjin
Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman
Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum
dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan proses produksi. Nilai ini
merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang
dikorbankan dalam suatu proses produksi. Konsep marjin sebagai suatu
pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep tentang nilai
tambah. Marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan antara harga beli
dengan harga jual. Oleh karena itu dalam penelitian ini nilai tambah salak
sebagai bahan baku keripik salak dengan buah salak segar dapat dibandingkan
dengan pendekatan konsep nilai tambah produk dengan marjin pemasaran.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai tambah bersih (dikurangi biaya
tenaga kerja per kg bahan baku) keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar
Rp 2.843,24/kg bahan baku, sedangkan untuk marjin pemasaran salak di
Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.690,00/kg. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak lebih
besar daripada nilai tambah dari yang diperoleh dari kegiatan pemasaran buah
salak segar. Artinya usaha pengolahan keripik salak lebih menguntungkan
daripada hanya menjual buah salak segar tanpa ada kegiatan pengolahan.
Untuk itu, bagi sektor agroindustri akan lebih menguntungkan apabila
dilakukan pengolahan buah salak menjadi produk olahan keripik salak
daripada buah salak hanya dijual dalam bentuk segar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota
yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di
wilayah paling utara. Luas wilayah Kabupaten Sleman yaitu 574,82 km2
atau seluas 18% dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
dengan ketinggian antara 100-2500 m dpl. Secara geografis Kabupaten
Sleman terletak antara110o13’00” sampai 110o33’00” Bujur Timur (BT)
dan 7o34’51” sampai 7o47’03” Lintang Selatan (LS). Jarak terjauh utara-
selatan wilayah Kabupaten Sleman adalah 32 km, sedangkan jarak terjauh
timur-barat yaitu sejauh 35 km. Berdasarkan jalur lalu lintas antar daerah,
kondisi wilayah Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan negara yang
merupakan jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota-kota
pelabuhan utama (Semarang, Surabaya, dan Jakarta).
Secara administratif Kabupaten Sleman terbagi dalam 17 kecamatan
dengan 86 desa dan 1.212 dusun. Kecamatan tersebut yaitu meliputi
Moyudan, Minggir, Seyegan, Godean, Gamping, Mlati, Depok Berbah,
Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Sleman, Tempel, Turi, Pakem,
dan Cangkringan. Adapun batas wilayah Kabupaten Sleman adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta
Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progodan Kabupaten Magelang
Sebelah Timur : Kabupaten Klaten
2. Topografi Daerah
Secara umum gambaran dari hamparan wilayah Kabupaten Sleman
adalah dataran rendah subur yang terletak di wilayah bagian selatan,
sedangkan di bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering yang
berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.
Apabila dilihat bentang alamnya, wilayah Kabupaten Sleman ketinggian
wilayahnya berkisar antara 100-2.500 m dpl. Ketinggian tanahnya dapat
dibagi menjadi empat kelas yaitu ketinggian < 100 m, 100-499 m, 500-999
m dan > 1000 m dari permukaan laut. Ketinggian < 100 m dpl seluas
6.203 Ha atau 10,79 % dari luas wilayah terdapat di Kecamatan Moyudan,
Minggir, Godean, Prambanan, Gamping dan Berbah. Ketinggian > 100-
499 m dari permukaan laut seluas 43.246 ha atau 75,32 % dari luas
wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian > 500 – 999 m dari
permukaan laut meliputi luas 6.538 Ha atau 11,38 % dari luas wilayah,
meliputi Kecamatan Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Ketinggian >
1000 m dari permukaan laut seluas 1.495 Ha atau 2,60 % dari luas wilayah
meliputi Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
Kabupaten Sleman memiliki mata air sejumlah 54 buah yang
tersebar di Kecamatan Cangkringan, Depok, Kaliurang, Mlati, Pakem,
Seyegan, Sleman dan Kecamatan Turi. Dari 54 mata air tersebut, 21 mata
air mempunyai debit musim penghujan lebih besar dari 10 l/dt. Mata air
yang mempunyai debit musim penghujan terbesar adalah mata air Umbul
Wadon dengan debit 170 l/dt. Namun pada musim kemarau, mata air yang
mempunyai debit lebih besar dari 10 l/dt hanya 11 mata air. Mata air yang
mempunyai debit terbesar di musim kemarau adalah mata air Jangkang
dengan debit sebesar 29 l/dt. Kabupaten Sleman juga memiliki air tanah
Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak
menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi. Di Kabupaten
Sleman terdapat empat jalur mata air (springbelt) yaitu jalur mata air
Bebeng, jalur mata air Sleman-Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan
jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk
sumber air bersih maupun irigasi.
Keadaan geografis di Kabupaten Sleman cocok untuk
pengembangan sektor pertanian, mulai dari subsektor tanaman pangan
maupun subsektor pertanian lainnya. Banyak komoditi tanaman pangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
yang dibudidayakan di Kabupaten Sleman yang meliputi tanaman bahan
pangan utama, sayur-sayuran dan buah-buahan. Di wilayah Kabupaten
Sleman bagian utara yang merupakan daerah lereng Gunung Merapi
merupakan wilayah yang banyak dibudidayakan tanaman salak pondoh.
Tanaman salak pondoh tumbuh subur di wilayah tersebut karena kondisi
geografis yang sangat mendukung sehingga salak pondoh menjadi buah
khas Kabupaten Sleman.
3. Jenis Tanah
Wilayah Kabupaten Sleman merupakan tanah endapan/aluvial yang
merupakan lapukan dari batuan induk. Daerah lereng dan kaki gunung
merupakan tanah endapan vulkanis. Tanah vulkanis merupakan tanah yang
berasal dari pelapukan batuan vulkanik, baik dari lava/batu yang yang
telah membeku maupun dari abu vulkanik yang telah membeku. Contoh
tanah vulkanik yaitu tanah tuff yang terbentuk dari abu gunung api, yang
bersifat sangat subur karena mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah
akan berpengaruh terhadap keragaman komoditi pertanian yang
diusahakan. Suatu komoditi pertanian tertentu hanya dapat tumbuh dengan
baik pada jenis dan kondisi tanah tertentu pula. Tanah endapan vulkanis
yang mengandung zat hara tinggi ini sangat berpotensi digunakan untuk
lahan pertanian. Oleh karena itu wilayah Kabupaten Sleman banyak
menghasilkan komoditi pertanian, termasuk tanaman salak pondoh yang
merupakan tanaman khas dari Kabupaten Sleman.
4. Keadaan Iklim
Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani.
Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan,
suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Keadaan iklim
Kabupaten Sleman termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan
kemarau silih berganti sepanjang tahun. Musim kemarau di Kabupaten
Sleman biasanya pada bulan Mei sampai Oktober sedangkan musim hujan
terjadi bulan November sampai April. Di Kabupaten Sleman rata-rata
curah hujan per bulan adalah 512,3 mm dan hari hujan 17 hari perbulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 658 mm dan
terendah pada bulan Agustus yaitu 12 mm. Kecepatan angin maksimum 47
knots dan minimum 0 knots. Kelembaban nisbi udara tertinggi 97% dan
terendah 41%, sementara temperatur udara tertinggi 24% dan yang
terendah 21,8%.
B. Keadaan Penduduk
1. Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk di suatu daerah sangat penting untuk diketahui,
karena berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi,
dan dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan saat ini dan saat
mendatang. Perkembangan penduduk di Kabupaten Sleman selama lima
tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah, Kepadatan, dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten SlemanTahun 2006-2010
Tahun Luas (Km2)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan penduduk
(Jiwa/Km2)
Pertumbuhan Penduduk
(%) 2006 2007 2008 2009 2010
574,82 574,82 574,82 574,82 574,82
915.416 928.471
1.040.220 1.066.673 1.093.110
1.593 1.615 1.809 1.856 1.902
1,14 1,43 12,04 2,54 2,48
Rata-rata 574,82 933.072 1.755 3,96
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun selalu meningkat. Peningkatan
jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang lahir atau
masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang mati atau
pindah keluar dari Kabupaten Sleman. Pada tahun 2010 jumlah penduduk
di Kabupaten Sleman berjumlah 1.093.110 jiwa, yaitu mengalami
kenaikan sebesar 26.437 jiwa dari tahun 2009 yang berjumlah 1.066.673
jiwa. Rata-rata jumlah penduduk di Kabupaten Sleman pada kurun waktu
lima tahun terakhir (2006-2010) yaitu sebesar 933.072 jiwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Seiiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka meningkat
pula kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman pada kurun waktu lima
tahun terakhir. Kepadatan penduduk terus meningkat dari tahun 2006
sebesar 1.593 jiwa/km2 dan pada tahun 2010 kepadatannya menjadi 1.902
jiwa/km2. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata kepadatan
penduduk yaitu sebesar 1.755 jiwa/km2, artinya setiap 1 km2 luas wilayah
Kabupaten Sleman terdapat 1.755 penduduk. Pada tahun 2010
pertumbuhan penduduk mencapai angka 2,48% dengan rata-rata
pertumbuhan penduduk sebesar 3,96%. Pertumbuhan penduduk di
Kabupaten Sleman yang fluktuatif namun cenderung mengalami
peningkatan ini dikarenakan jumlah penduduk yang terus meningkat dari
tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang besar dalam suatu daerah dapat
menjadi kekuatan sekaligus dapat menjadi beban dalam menunjang
pembangunan di suatu daerah.
2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitupenduduk usia belum produktif, usia produktif, dan
usia non produktif. Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang
berusia ≤ 14 tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk
dengan usia 15-64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk
yang memiliki usia ≥ 65 tahun. Keadaan penduduk pada tahun 2010
berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif dengan usia 15-64
tahun yakni sebesar 738.911 orang atau 67,60%, sedangkan usia belum
produktif 0-14 tahun sebanyak 238.732 orang (21,84%) dan yang
minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 64 tahun keatas sebanyak
115.467 orang (10,56%). Komposisi penduduk yang didominasi oleh
kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas penduduk yang tinggi.
Hal tersebut dilihat pada Tabel 8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umurdi Kabupaten Sleman Tahun 2010
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 83.575 7,65 2. 5 – 9 79.378 7,26 3. 10 – 14 75.779 6,93 4. 15 – 19 97.350 8,91 5. 20 – 24 119.819 10,96 6. 25 – 29 96.794 8,85 7. 30 – 34 89.485 8,19 8. 35 – 39 83.452 7,63 9. 40 – 44 81.105 7,42
10. 45 – 49 67.177 6,15 11. 50 – 54 59.200 5,42 12. 55 – 59 44.592 4,07 13. >60 115.467 10,56
Jumlah 1.093.110 100
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 8, keadaan kependudukan di Kabupaten Sleman
didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif sejumlah 738.911 jiwa
(67,60 %), yaitu penduduk usia produktif dengan umur 15-64tahun.
Penduduk dengan usia produktif mempunyai lebih banyak peluang untuk
bekerja. Untuk penduduk usia belum produktifyaitu sejumlah 238.732 jiwa
(21,84%). Sedangkan penduduk usia tidak produktif yaitu sejumlah
115.467 jiwa (10,56%).
Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT)
dapat digunakan perumusan sebagai berikut:
=ABT %100Produktif siaPenduduk UJumlah
ProduktifNon siaPenduduk UJumlah X
=ABT %100738.911354.199
X
= 47,93 %
Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Sleman diketahui
bahwa nilai ABT di Kabupaten Sleman sebesar 47,93 %, artinya setiap
100 orang usia produktif menanggung 48 orang usia non produktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin berguna untuk melihat
peranannya dalam kegiatan ekonomi pada daerah tersebut. Data mengenai
jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Sleman Tahun 2006-2010
Tahun Jenis Kelamin
Laki –Laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Sex Ratio (%) 2006 2007 2008 2009 2010
453.805 460.541 524.725 534.018 547.885
461.611 467.930 515.495 532.655 545.225
98,31 98,42
101,79 100,26 100,49
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman dari tahun 2006-2010 terus
mengalami pengingkatan.Pada tahun 2010 berjumlah 1.093.110 orang
terdiri dari laki – laki sebanyak 547.885 orang dan perempuan sebanyak
545.225 orang. Apabila dilihat dari jenis kelaminnya, pada tahun 2006-
2007 jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-
laki, tetapi mulai tahun 2008-2010 jumlah penduduk laki-laki lebih banyak
daripada jumlah penduduk perempuan.
Angka sex ratio menunjukkan jumlah penduduk laki-laki tiap 100
orang penduduk perempuan. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa
angka sex ratio penduduk Kabupaten Sleman selama tahun 2006-2010
bersifat fluktuatif. Untuk mengetahui besarnya sex ratio atau perbandingan
antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan
digunakan perumusan sebagai berikut:
%100xwanitapenduduk
priapendudukSexRatio
åå
=
=SexRatio %100545.225547.885
X
= 100,49 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya
nilai sex ratio di Kabupaten Slemanpada tahun 2010 adalah 100,49 %,
artinya dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 100 orang
penduduk laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk
perempuan dan jumlah penduduk laki-laki adalah sama banyak.
3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang
pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan
dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang
berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan
dalam suatu masyarakat. Banyaknya jumlah penganggur menunjukkan
pula banyaknya jumlah pencari kerja dengan tingkat pendidikan yang
dimiliki di suatu wilayah. Jumlah penganggur menurut pendidikan di
Kabupaten Sleman ditunjukkan pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel10. Jumlah Penganggur Kabupaten Sleman Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah(Jiwa) Persentase(%) 1. Tidak tamat SD 4.405 10,68 2. SD 6.091 14,76 3. SMP 8.746 21,20 4. SMA 15.599 37,81 5. Diploma 3.113 7,54 6. Sarjana 3.306 8,01 Jumlah Total 41.260 100
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011
Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya
manusia yang sangat dibutuhkan dalam berbagai hal pembangunan
sehingga untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil sangat terkait
dengan pendidikan. Pada tahun 2010 jumlah penganggur di Kabupaten
Sleman yang terbesar adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SMA.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sudah sadar akan pentingnya
pendidikan untuk masa depan. Penduduk dengan sumberdaya manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
yang berkualitas ini sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan
daerah di Kabupaten Sleman.
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi
oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti
ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan
modal yang ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di
Kabupaten Sleman ditunjukkan Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri dan Pengolahan Gas, Air, dan Listrik Konstruksi dan Bangunan Perdagangan dan Hotel Transportasi Komunikasi Keuangan dan Persewaan Jasa Lainnya
117.592 10.450 70.306 7.548
47.264 83.411 18.940 18.404
139.566
22,90 2,03
13,69 1,47 9,20
16,24 3,69 3,58
27,18 Jumlah 513.481 100
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Sleman mempunyai mata pencaharian di sektor jasa
yaitu sebanyak 139.566 jiwa (27,18%). Sektor pertanian menempati urutan
kedua sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Sleman,
yaitu sebanyak 117.592 jiwa (22,90%), sedangkan sektor perdagangan dan
hotel menempati urutan ketiga yaitu sebanyak 83.411 jiwa (16,24%).
Sektor industri menempati urutan keempat sebagai lapangan pekerjaan
utama penduduk Kabupaten Sleman yaitu sebanyak 70.306 jiwa (13,69%).
C. Keadaan Pertanian
1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan Kabupaten Sleman secara umum terbagi menjadi
dua macam, yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Berikut disajikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
data penggunaan lahan di Kabupaten Sleman Secara terperinci
penggunaan lahan di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No Jenis Penggunaan Luas (Ha) 1. 2.
Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana d. Irigasi Non PU e. Tadah Hujan f. Lebak/Polder Lahan Bukan Sawah a. Bangunan dan Pekarangan b. Tegal/Ladang/Kebun c. Hutan d. Tanah Tandus e. Semak f. Lainnya
21.819 8.845 8.441 3.942
0 571
0 32.590
18.429 4.202
52 844 85
8.978 Jumlah Total 54.409
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011
Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan
lahan di Kabupaten Sleman meliputi 21.819 Ha lahan sawah dan32.590 Ha
lahan bukan sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan di
Kabupaten Sleman lebih besar digunakan sebagai lahan bukan sawah yaitu
sebesar 35.060 Ha. Penggunaan lahan bukan sawah paling besar
dimanfaatkan untuk bangunan dan pekarangan yaitu sebesar 18.429 Ha.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan
pertambahan rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Sleman,
dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan
penggunaan lahan pertanian sawah menjadi bangunan. Penggunaan lahan
pertanian untuk keperluan lainnya secara berlebihan akan berdampak pada
semakin berkurangnya lahan sawah.
Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Slemancukup besar
juga, yaitu sebesar 21.819 Ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan
sawah yang memiliki luas terbesar di Kabupaten Slemanyaitu 8.845 Ha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dan sawah irigasi setengah teknis yang merupakan sawah terluas kedua
setelah sawah irigasi teknis dengan luas 8.441 ha.
2. Produksi Tanaman Buah-buahan
Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh
faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga
jenis tanaman yang diusahakan oleh tiap daerah berbeda-beda. Luas
panen, produksi, dan produktivitas dari tanaman buah-buahan Kabupaten
Sleman dapat diketahui pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha)
Produksi (ton)
Rata-rata Produksi (ton/Ha)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Alpukat Belimbing Duku Durian Jambu Biji Jambu Air Jeruk Mangga Manggis Nangka Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Sukun Melon Semangka
44.020 5.655
11.099 58.438 36.241 16.396 9.271
186.708 6.613
84.877 73.331 68.778
272.451 215.832
4.874.347 18.317 7.378
16.389 9.537
51
26.238 1.849 8.325
24.032 11.020 12.943 4.697 4.856 4.110
87.844 1.624
33.271 98.697
161.320 565.541 18.222 2.832
15.819 9.537
10.541
59,60 32,69 75,01 41,12 30,41 78,94 50,66 2,60
62,16 103,54
2,21 48,37 42,87 74,74 11,6
100,47 38,26 96,52
162 199
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011
Kabupaten Sleman memiliki kondisi geografis yang sangat cocok
untuk pengembangan sektor pertanian, salah satunya buah-buahan.
Adanya Gunung Merapi memberikan banyak keuntungan bagi sektor
pertanian karena kondisi tanahnya yang subur akibat adanya abu vulkanik.
Berbagai macam buah-buahan dibudiyakan di Kabupaten Sleman. Sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
buah khas Kabupaten Sleman, salak pondoh memiliki produksi terbesar
diantara buah-buahan lainnya yaitu sebesar 565.541ton dengan
produktivitas sebesar 11,6 ton/Ha.
D. Keadaan Perekonomian
Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu usaha
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di suatu daerah
berbeda-beda tergantung dari potensi daerah, peran pemerintah, dan juga
masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga faktor tersebut harus dapat
berjalan secara berkesinambungan sehingga tujuan pembangunan yang telah
ditetapkan dapat dicapai. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jenis dan
banyaknya sarana perekonomian di Kabupaten Sleman.
Tabel 14. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No Sarana Perekonomian Jumlah (unit) 1.
2.
Koperasi a. KUD b. Non KUD Pasar Tradisional
17
584 65
Jumlah 666
Sumber : BPS Kabupaten Sleman 2010
Sarana perekonomian yang terdapat di Kabupaten Sleman sudah
memadai sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
mudah. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Sleman
sarana perekonomian yang berbentuk koperasi lebih banyak daripada pasar
tradisional. Koperasi sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu Koperasi Unit
Desa (KUD) dan Non Koperasi Unit Desa yang meliputi Koperasi Simpan
Pinjam, Veteran, Pepabri, Kepolisian, KJKS, Kerajinan, Pontren, dan koperasi
lainnya. Koperasi yang masih bertahan dan terus berkembang juga terhitung
masih banyak. Koperasi merupakan sarana perekonomian yang non profit dan
sebuah lembaga yang bertujuan menyejahterakan anggotanya.
Dengan adanya sarana perekonomian yang memadai ini, masyarakat
Kabupaten Sleman akan mudah dalam menjalankan roda perekonomiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Hal ini terlihat dengan adanya pasar sebanyak 65 buah dan di setiap
kecamatan pasti mempunyai pasar sebagai sarana perekonomian. Dengan
adanya pasar di Kabupaten Sleman maka kegiatan jual beli dapat dengan
mudah dilakukan. Dimana produsen dapat bertemu dengan konsumen untuk
melakukan transaksi, sehingga produsen dapat menjual produksinya dan
kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Selain kelima sarana perekonomian di
atas, terdapat juga sarana perhubungan sebagai penunjang dalam kegiatan
perekonomian. Berikut ini merupakan sarana perhubungan kendaraan
bermotor di Kabupaten Sleman:
Tabel 15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Sleman Tahun 2011
No. Jenis Sarana Perhubungan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5.
Mobil Penumpang Umum Mobil Bus Mobil Barang Sepeda Motor Kendaraan Khusus
45.627 6.918
11.165 460.666
81
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa jenis sarana perhubungan yang
terbanyak di Kabupaten Sleman adalah sepeda motor yaitu sebanyak 460.666
buah. Dengan banyaknya kendaraan yang terdapat di Kabupaten Sleman maka
masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan mobilitas. Dimana mobilitas
penduduk tidak hanya dilakukan dengan kendaraan pribadi tetapi juga dengan
kendaraan umum yang ada. Dengan banyaknya kendaraaan umum yang
terdapat di Kabupaten Sleman, berarti masyarakat tidak akan mengalami
kesulitan dalam melakukan mobilitas untuk melakukan kegiatan
perekonomian. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan
adanya sarana yang lain, yaitu tersedianya jalan. Pada Tabel 16 menunjukkan
panjang jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Sleman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No. Jenis Sarana Perhubungan Panjang Jalan (km) Persentase (%) 1. 2.
Jenis Permukaan a. Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak Dirinci Jumlah Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat Jumlah
1057,78
15,45 183,85
0 1.257.08
436,79 469,98 312.87 37,44
1257.08
84,15 1,22
14,63 0
100,00
34,75 37,39 24,89 2,98
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten
Slemandapat dikatakan baik, dilihat dari jenis permukaan jalan yang sebagian
besar sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan di
Kabupaten Sleman semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan yang
sebagian besar sudah dapat dikatakan baik. Sehingga dengan makin lancarnya
sarana perhubungan di Kabupaten Sleman maka masyarakat akan lebih mudah
melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan perekonomian.
E. Keadaan Perindustrian
Sektor industri menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi
bagi pembangunan suatu wilayah. Sektor industri mampu menciptakan nilai
tambah dan menyerap tenaga kerja yang ada di suatu wilayah. Menurut BPS
Kabupaten Sleman (2011), terdapat dua jenis industri di Kabupaten Sleman,
yaitu Industri Kecil (IK) dan Industri Besar-Menengah (IBM). Yang disebut
Industri Kecil (IK) yaitu industri yang memiliki aset kurang dari Rp
200.000.000,00 per tahun sedangkan Industri Besar-Menengah (IBM) yaitu
industri dengan aset lebih dari Rp 200.000.000,00 per tahun. Keadaan industri
di Kabupaten Sleman ditunjukkan pada Tabel 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 17. Banyaknya Industri Kecil dan Industri Besar-Menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2010
No Jenis Industri Jumlah (Unit) Persentase (%) 1. 2.
Industri Kecil (IK) Industri Besar-Menengah (IBM)
15.289 107
99,30 0,70
Jumlah 15.396 100
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa Industri Kecil (IK)
mendominasi sektor industri di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 15.289 unit
(99,30%). Sedangkan untuk Industri Besar-Menengah (IBM) sebanyak 107
unit (0,70%).Angka ini menunjukkan bahwa Industri Kecil (IK) di Kabupaten
Sleman memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi Industri
Besar-Menengah (IBM).