ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN “HANA NO WARUTSU” KARYA
KAWABATA YASUNARI
KAWABATA YASUNARI NO SAKUHIN NO “HANA NO WARUTSU” TO IU
TENPEN SHOUSETSU NI TAISHITE NO PURAGUMATIKU NO BUNSEKI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam
bidang ilmu Sastra Jepang
Oleh:
LISNA MALAWATI BR SITINJAK
110708012
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Maha Esa yang memberikan berkat dan
kesehatan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diselesaikan
sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN
"HANA NO WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik
moril maupun materi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yakni :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D, selaku ketua Program Studi
Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.
3. Bapak Mhd. Pujiono, M.Hum. Ph.D., selaku dosen pembimbing I, yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga. Sabar membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. .
4. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Sudi Sastra Jepang dan Bahasa
Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah mendidik
dan mengajarkan berbagai pengetahuan kepada penulis selama duduk dibangku
perkuliahan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Bang Joko dan Kak Putri, sebagai Administrasi Program Studi Sastra Jepang
Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu mengurus keperluaan
akademik dan surat-surat penulis.
7. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah
menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.
8. Teristimewa kepada kedua orang tuaku terkasih Ayahanda J. Sitinjak dan Ibunda
M. br. Pasaribu, yang selalu dengan penuh kasih sayang, semangat, nasihat serta
doa yang tiada henti-hentinya mendukung penulis, sehingga penulis selalu
terpacu dan termotivasi semangatnya untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada saudara/i penulis, Jisri A.F. Sitinjak, Rahmat S. Sitinjak, Lina F. Sitinjak,
Leni C. Sitinjak, kak Yonce Veronica, S.S, yang selalu mendukung dan
menyemangati penulis dengan doa, motivasi dan canda tawa. Teristimewa
terima kasih kepada abangnda kami tercinta, (Alm) Esron Sitinjak, S.T. semasa
hidupnya selalu memotivasi dan mendukung penulis.
10. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011 Sastra Jepang terutama Ovita
Septrianti Eftin dan Mediciata Farahdina, Aseng Supriadi Pasaribu, Betrik
Krisna Tarigan, Mike Meliala Sembiring, Fitri Anisa, Mitra Gunawan, Novita
Ester Manulang serta semua yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima
kasih atas kasih sayang, doa dan semangat serta canda tawa kebersamaan kita
dalam segala keadaan yang tidak hanya dibangku perkuliahaan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi
banyak baik secara langsung maupun tidak langsung, kalian adalah salah satu
motivasi yang menjadi sumber penyemangat bagi penulis. Hanya Allah Sang
Khalik yang dapat membalas kebaikan kalian semua.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan
dan menerima kritik serta saran yang membangun dari para pembaca juga pengguna
skripsi ini, sehingga nantinya bermanfaat sepenuhnya. Akhir kata, penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Medan, 02 Agustus 2018
Penulis,
Lisna Malawati Sitinjak
110708012
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ........................................... 6
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ............................. 7
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... 12
1.6 Metode Penelitian .......................................................... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN “ HANA
NO WARUTSU “ KONSEP KONFUSIUS, STUDI
PRAGMATIK DAN SEMIOTIK
2.1 Definisi Cerpen .............................................................. 15
2.2 Resensi Cerpen “ Hana no Warutsu “
2.2.1 Tema .................................................................. 17
2.2.2 Alur (Plot) ......................................................... 18
2.2.3 Latar (Setting) .................................................... 21
2.2.4 Penokohan (Perwatakan) ................................... 24
2.2.5 Sudut Pandang ................................................... 25
2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik Sastra
2.3.1 Studi Pragmatik Sastra ....................................... 26
2.3.2 Studi Semiotik Sastra......................................... 28
2.4 Konsep Konfusius ........................................................... 29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
2.5 Sekilas Tentang Biografi Pengarang ............................... 33
BAB III ANALISIS PRAGMATIK PADA NOVEL “HANA NO
WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI
3.1 Sinopsis Cerita Pendek “Hana no Warutsu” ................... 36
3.2 Analisis Nilai Pragmatik yang terdapat dalam Cerpen “
Hana no Warutsu ” Karya Kawabata Yasunari……….. 36
3.2.1 Kasih Sayang ..................................................... 38
3.2.2 Kebenaran ......................................................... 42
3.2.3 Sopan Santun .................................................... 45
3.2.4 Bijaksana .……………………………………. 48
3.2.5 Dapat Dipercaya …………………………...… 50
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan .................................................................... 53
4.2 Saran............................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan gambaran tentang kehidupan manusia dan aspek-
aspeknya, baik aspek adat-istiadat, pemikiran dan tindakan yang mempengaruhi
sisi-sisi kehidupan manusia, dari gambaran tersebut manusia dapat belajar guna
kebaikan ke depannya. Menurut Horatius dalam Endraswara, (2013:116) sastra
hendaknya memuat dulce (indah) dan utile (berguna). Sastra dimaksud tidak
hanya berpatokan pada kepuasan pengarang ataupun sastrawan semata tetapi lebih
mendominasi kepada fungsi dan manfaatnya bagi para pembaca melalui karya
sastra yang dihasilkan sastrawan, baik berdampak masa kini, masa depan maupun
memperbaiki yang lama untuk kebaikan ke depannya.
Menurut Luxemburg dkk (1989) sastra juga bermanfaat secara rohaniah.
Dengan membaca sastra, kita memperoleh wawasan yang dalam tentang
masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus.
Sejalan dengan pengertian karya sastra adalah dunia kata dan simbol yang
penuh makna juga merupakan fenomena yang banyak mengundang penafsiran
(Endraswara, 2013:5).
Menurut Damono (1984:1), karya sastra diciptakan untuk dinikmati,
dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan. Karya sastra
berarti menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi
pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian, karya sastra adalah karangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
yang mengandung nilai-nilai kebaikan dan pembelajaran secara tersurat
maupun tersirat serta berguna bagi pembaca atau penikmat karya sastra.
Karya sastra dibagi dua kelompok, yakni karya sastra imajinatif dan
non-imajinatif. Ciri karya sastra imajinatif adalah karya sastra yang lebih
menonjolkan sifat khayali, menggunakan bahasa konotatif dan memenuhi
syarat estetika seni. Genre yang termasuk karya sastra imajinatif yaitu puisi,
fiksi atau prosa naratif (novel, cerpen, roman) dan drama. Sedangkan ciri karya
sastra non-imajinatif adalah karya sastra yang lebih banyak unsur faktualnya
daripada khayalinya, cenderung menggunakan bahasa denotatif dan tetap
memenuhi syarat estetika seni. Genre yang termasuk karya sastra non-
imajinatif yaitu esai, kritik, biografi, autobiografi, sejarah, memoir, catatan
harian dan surat-surat.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik membahas cerpen “Hana no Warutsu”
karya Kawabata Yasunari yang mengandung nilai nilai positif dan berguna dilihat
dari sudut pandang pendekatan pragmatik. Cerpen ialah sebuah cerita pendek,
tulisan yang menginformasikan cerita atau kisah tentang individu dan seluk-beluk
mereka melalui sebuah konten tulisan pendek. Cerita pendek menurut Turayev
dalam Regina Bernadette adalah bentuk karya sastra naratif, yang menampilkan
cerminan sebuah episode dalam kehidupan seorang tokoh. Secara lebih luas dapat
dikatakan bahwa penulis cerpen menampilkan jumlah tokoh yang terbatas, tidak
ada perkembangan karakter tokoh dan tidak memiliki latar seperti yang terdapat
dalam novel (https://www .scribd.com/doc/155786780/DEFINISI-CERPEN).
Adapun pengertian pendekatan pragmatik dalam sastra yakni pendekatan
yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama, dan tujuan lainnya.
Pendekatan ini menitikberatkan kepada kesan pembaca terhadap karya sastra yang
dibacanya. Adapun kesan yang dimaksud yaitu mampu menghibur atau
memberikan kesenangan, mengharukan, memberikan pengajaran, meyakinkan,
dan memberikan informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Endraswara
(2013:117) bahwa karya sastra perlu diteliti tidak saja dari aspek retorik yang
mengakibatkan pembaca tertarik, tetapi pembaca cepat menikmati karya sastra
setelah membacanya.
Cerpen “Hana no Warutsu” karya KAWABATA YASUNARI adalah kisah
penari berbakat bernama Tomoda Hosie yang menari di bawah naungan Lembaga
Penelitian Tari milik Takeuchi. Hosie merasa kemampuannya menari sangat
buruk dalam penampilan terakhirnya di FESTIVAL TARI yang khusus
diselenggarakan Takeuchi untuk menampilkan Hosie dan Suzuko. Hosie
melakukan satu kesalahan gerakan tari yang tidak disadari oleh penonton, rekan
maupun pelatihnya. Hosie bersedih, putus asa dan mau berhenti menari untuk
selamanya saat itu juga meskipun penonton sudah meminta Ankoru. Hal tersebut
ditentang sahabat sekaligus rekan seperjuangannya, Hayakawa Suzuko. Suzuko
menarik dan memaksa Hosie untuk melanjutkan penampilannya. Suzuko
menegaskan pada Hosie bahwa tarian itu seperti hidup, mau atau tidak mau
menari, tapi Hosie pasti menari.Selain itu banyak orang yang bekerja untuk
penampilan mereka, rekan mereka yang lainnya, pelatih, juga penonton yang
gembira melihat penampilan mereka.Seburuk apapun perasaannya, menangis
dalam hati saja tapi harus tertawa juga dan menurut Suzuko kemampuan Hosie
sangat bagus sehingga cocok disandingkan dengan Nanjo. Nanjo adalah salah satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
murid terbaik di Lembaga, yang susah payah dikirim Takeuchi belajar keluar
negeri meski Lembaga dalam kesulitan keuangan dan Takeuchi sendiri rela
berjualan keliling. Takeuchi percaya kemampuan Nanjo kelak bisa
mempertahankan kelangsungan Lembaga Penelitian Tari.Tomoda Hosie adalah
pribadi keras kepala tetapi dia juga orang yang bijaksana. Hosie terlebih dahulu
mendengarkan pendapat orang lain, menyesuaikan dengan keadaan kemudian dia
melakukan keputusannya. Hosie banyak belajar dari orang disekitarnya, seperti
Suzuko yang tulus dan selalu berpikiran positif meskipun hidupnya sulit begitu
juga dengan gurunya Takeuchi yang bertanggung jawab serta Nanjo yang dapat
dipercaya. Hal tersebut menunjukkan karakter tokoh dalam cerpen ini dan
tindakannya yang mempengaruhi pembaca.
Cerpen ini sama dari kebanyakan cerpen Kawabata, mengandung banyak
pelajaran kehidupan yang bernilai positif dan berguna terutama untuk diri peneliti
sendiri. Nilai positif yang didapat peneliti seperti sikap kita dalam menghadapi
suatu masalah, sebaiknya jangan berputus asa ataupun melarikan diri tetapi harus
dihadapi dengan optimis karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Melihat
suatu masalah tidak cukup hanya dari satu sisi tetapi dari sisi lain juga sehingga
kita mengetahui kebenarannya. Menikmati apapun yang kita kerjakan tanpa
memandang wajib atau tidaknya. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan
dan wajib dipertanggung-jawabkan dan balas budi tidak ada batas pembayarannya.
Berdasarkan uraian singkat tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui
lebih dalam mengenai nilai-nilai positif yang terdapat didalam cerpen ini. Untuk
itu peneliti memberi judul “ANALISIS PRAGMATIK PADA CERPEN
“HANA NO WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI“.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari,
diketahui terkandung nilai positif yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
melalui karakteristik tokoh terutama Tomoda Hosie. Dia belajar dari kehidupan
orang-orang disekitarnya yang berbanding terbalik dengan kehidupannya.
Awalnya Hosie bersikap acuh terhadap orang disekitarnya dan menilai sesuatu
dari pandangannya saja. Semua sikap buruk dan cara pandangnya perlahan
berubah karena Hosie mulai memperhatikan orang-orang disekitarnya. Adapun
nilai positif yang didapat pembaca seperti nilai murah hati, kebenaran, sopan
santun, bijaksana dan dapat dipercaya. Nilai tersebut disampaikan pengarang
melalui kata-kata ataupun tindakan para tokoh secara langsung maupun secara
tersirat.
Berdasarkan hal-hal yang penulis jelaskan dan dikaitkan dengan
pendekatan pragmatik dalam menganalisis cerpen, penulis merumuskan
permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu :
1. Nilai-nilai pragmatik apa saja yang terkandung dalam cerita pendek “Hana
no Warutsu” karya Kawabata Yasunari ?
2. Bagaimana nilai-nilai pragmatik yang diungkapkan oleh Kawabata
Yasunari melalui tokoh dalam cerpen “Hana no Warutsu” yang dapat
dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca ?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Dari semua permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam
membatasi masalah. Hal ini bertujuan agar pembahasan yang dilakukan peneliti
tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang diteliti. Peneliti
menggunakan cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari (1940)
dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia yang terdiri dari 64 halaman oleh
Matsuoka Kunio dan Ajip Rosidi, yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh penerbit
Djambatan.
Penelitian ini memfokuskan pembahasannya mengenai nilai-nilai
pragmatik seperti nilai-nilai murah hati, kebenaran, sopan santun, bijaksana dan
dapat dipercaya, yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembaca dan
pengungkapan nilai-nilai pragmatik dalam cerpen “Hana no Warutsu”. Peneliti
menggunakan pendekatan pragmatik dan semiotik untuk menganalisis cuplikan
kalimat yang mengandung nilai-nilai pragmatik dan untuk melihat tanda-tanda
indeksikal cerita yang menggambarkan nilai konfusianisme di Jepang.
Agar pembahasan dalam penelitian ini memiliki akurasi data yang jelas,
maka dalam Bab II peneliti akan menjelaskan juga mengenai defenisi cerpen,
resensi cerpen “Hana no Warutsu”, studi pragmatik dan semiotik sastra, konsep
nilai konfusianisme serta sekilas tentang biografi pengarang Kawabata Yasunari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1. Tinjauan Pustaka
Sastra adalah pengungkapan diri dari fakta artistik dan imajinatif sebagai
manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium
dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia atau kemanusiaan
(Esten, 1978:9). Karya sastra diciptakan pengarang atau sastrawan untuk
dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
(Damono, 1984:1). Menurut Endraswara (2013:5), karya sastra adalah dunia kata
dan simbol yang penuh makna juga merupakan fenomena yang banyak
mengundang penafsiran. Karya sastra bukanlah rumus pasti yang dapat kita
pahami dengan jawaban pasti. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda
dalam menanggapi sastra karena perbedaan cara berpikir, bertindak, juga
termasuk cara menjalani hidup. Sastra menarik karena diciptakan dari kehidupan
manusia dan untuk kehidupan manusia juga.
Cerpen adalah salah satu karya sastra imajinatif berbentuk prosa naratif.
Menurut Kosasih dkk (2004:431), dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan
tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan,
dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan. Jadi, cerpen memiliki isi
cerita singkat, menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Dalam penelitian sastra tidak ada pendekatan yang lebih penting atau
kurang penting, tergantung tujuan penelitian sastra itu sendiri. Pendekatan yang
diterapkan sesuai dengan konsepnya masing-masing. Menurut Abrams dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Endraswara (2013 : 9) membagi pendekatan penelitian sastra menjadi 4 bagian,
yaitu :
1. Pendekatan Ekspresif, yaitu kajian yang menempatkan karya sastra
sebagai curahan, ucapan, dan proyeksi pikiran dan perasaan pengarang.
2. Pendekatan Objektif, yaitu kajian menitikberatkan pada teks sastra yang
disebut strukturalisme atau instrinsik.
3. Pendekatan Mimetik, yaitu kajian berhubungan dengan kesemestaan
(universe), yang memperhatikan bahwa karya sastra tidak bisa mewakili
kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan
kenyataan.
4. Pendekatan Pragmatik, yaitu kajian penelitian sastra yang berhubungan
dengan resepsi pembaca terhadap teks sastra, memberikan perhatian utama
terhadap peranan pembaca sebagai penyambut karya sastra.
Berdasarkan kajian yang diutarakan Abrams, peneliti menggunakan kajian
ke empat yaitu pendekatan pragmatik untuk menganalisis cerpen “Hana no
Warutsu” karya Kawabata Yasunari.
2. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan pragmatik sastra
sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita pendek “Hana no Warutsu”
karya Kawabata Yasunari.Menurut Endraswara (2013:115), Pragmatik sastra
adalah cabang penelitian ilmu sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan
penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Penelitian pragmatik sastra muncul
atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian struktural murni yang memandang
karya sastra hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianggap hanya mampu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja, yaitu sering melupakan
aspek pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya
sastra tersebut.
Menurut Endraswara (2013:117) untuk mengecek penerapan penelitian
pragmatik sastra adalah mana kala titik berat kritik berorientasi pembaca.
Sementara itu menurut Abrams dalam Endraswara (2013:6) berdasarkan teori
pragmatik, karya sastra dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan
tertentu, misalnya nilai-nilai atau ajaran kepada pembaca. Pembaca berperan
penting dalam menentukan nilai suatu karya sastra dan nilai suatu karya sastra
terlihat dari pembaca menerima, memahami, dan menghayati karya sastra.
Manfaat yang didapat pembaca dari pesan yang disampaikan oleh pengarang
melalui karyanya juga sangat penting karena semakin banyak nilai-nilai, ajaran-
ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut.
Menurut Horatius dalam Art poetica bahwa tujuan penyair ialah berguna
atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan
dan menurut Relix Vedika pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang
tidak ubahnya artefak (benda mati), pembacanyalah yang menghidupkan sebagai
proses konkritasi (http://robiramadhanpbsi.blogspot.co.id/2014/12/pendekatan-
pragmatik-a.html). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa sastra
bukan hanya sekedar untuk memperlihatkan bentuk karya sastra, tetapi lebih
kepada pengaruh karya sastra bagi pembaca karya sastra. Pembaca dalam
membaca karya sastra juga bukan hanya melihat sisi keindahan karya sastra, tetapi
nilai positif yang terkandung dalam karya sastra dan manfaatnya bagi pembaca
serta diharapkan dapat diterapkan oleh pembaca dalam kehidupannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan nilai konfusianisme. Menurut
Sahrul (2016:2) ajaran Konfusius menjadi dasar pembentukan sistem nilai dan
norma-norma sosial dalam kehidupan berkeluarga, berkelompok, berorganisasi,
ber-masyarakat maupun bernegara di Jepang. Ajaran konfusius (Konfusianisme)
masuk ke Jepang pada awal abad ke-6 M dan ajarannya mengutamakan masalah
moral dan pengendalian emosi dalam diri. Ajaran konfusius di Jepang tidak
sepenuhnya diterapkan hanya diambil nilai positifnya saja dan disesuaikan dengan
budaya asli karena Pangeran Shotoku berusaha menyeimbangkan 3 kepercayaan di
Jepang pada waktu itu (556M). Nilai- nilai positif tersebut yaitu Ren/Jin (cinta-
kasih), Yi/Gi (Kebenaran), Li/Rei (Kesusilaan), Zhi/Chi (Bijaksana), dan Xin/Shin
(dapat Dipercaya).
Menurut Konfusius, Ren/Jin merupakan pusat kualitas moral manusia
yaitu intisari dari cinta terhadap sesama dengan mengasihi sesama manusia seperti
diri sendiri atau disebut berhati manusiawi. Ren/Jin yang berarti sikap murah hati,
mencintai sesama dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.Yi/Gi (kebenaran)
diartikan Konfusius sebagai rasa solidaritas, rasa senasib dan sepenanggungan dan
mau membela kebenaran. Pengikut Konfusianisme mempunyai ajaran yang
memberi keyakinan kepada mereka untuk mengatakan yang benar itu benar, dan
yang tidak benar itu tidak benar. Li/Rei (kesusilaan) diartikan Konfusius sebagai
sopan santun, tata krama dan budi pekerti. Zhi/Chi (kebijaksanaan) dari perkataan
Konfusius dalam kitab Lun Gi yaitu: “Bila kita melihat orang bijaksana, kita
harus berusaha menyamainya. Bila kita melihat orang tidak bijaksana kita harus
memeriksa dan melihat kedalam diri kita sendiri”. Ajaran konfusianisme
mengajarkan kita untuk belajar memperbaiki diri kita dari orang lain. Xin/Shin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
(dapat Dipercaya) menurut Konfusius mempunyai peran penting dalam kehidupan
manusia, tanpa Xin/Shin seseorang tidak banyak mempunyai arti dalam
masyarakat karena dapat dipercaya artinya seseorang tidak hanya percaya pada
dirinya sendiri tetapi juga dapat dipercaya oleh orang lain
(http://www.academia.edu/9622390/Apakah_ajaran_utama_dalam_konfusianism
e).
Untuk menganalisis dan mengangkat nilai-nilai yang terkandung dalam
cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari, peneliti mengambil
beberapa cuplikan teks yang memiliki makna (tanda) dalam cerpen. Kemudian
untuk melihat makna (tanda) nilai-nilai dan manfaat cerpen tersebut bagi pembaca,
maka peneliti menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik berasal dari kata
Yunani semeion yang berarti “tanda”. Semiotik adalah ilmu yang secara
sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang
dan proses-proses perlambangan, (Luxemburg, 1989 : 44). Tanda-tanda tersebut
akan tampak pada tindak komunikasi manusia lewat bahasa, baik lisan maupun
dan juga bahasa isyarat (Endraswara, 2013:64). Pendekatan semiotik digunakan
peneliti untuk menunjukkan indeksikal adanya nilai konfusianisme yang
diungkapkan dalam bentuk nilai murah hati, kebenaran, sopan santun, bijaksana
dan dapat dipercaya yang disampaikan Kawabata melalui tokoh Tomoda Hosie
dalam cerpen berjudul “Hana no Warutsu” dengan cara mengambil cuplikan-
cuplikan teks yang menggambarkan tokoh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana telah dikemukakan
maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mendiskripsikan nilai – nilai pragmatik yang terkandung dalam
cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik yang diungkapkan oleh
Kawabata Yasunari melalui tokoh dalam cerpen “Hana no Warutsu”
yang dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca.
2. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi diri
peneliti sendiri, masyarakat pembaca dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Adapun manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan dapat menambah
informasi dan pengetahuan mengenai pragmatik sastra dalam karya fiksi
khususnya dalam cerpen “HANA NO WARUTSU” karya Kawabata
Yasunari.
2. Bagi peneliti dan masyarakat umum diharapkan menambah informasi
tentang nilai – nilai konfusianisme di Jepang, yang sampai saat ini masih
dijadikan pedoman oleh masyarakat Jepang sehingga dapat meningkatkan
apresiasi pembaca terhadap karya-karya sastra, terutama bagi karya sastra
Jepang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sastrawan – sastrawan
lainnya sebagai referensi dalam menciptakan karya sastra yang lebih baik
lagi.
1.6 Metode Penelitian
Sebuah penelitian pasti menggunakan metode sebagai media cara untuk
mempermudah dan memperlancar penelitian seorang peneliti dalam mencapai
tujuan. Menurut Siswantoro (2005:55) dikatakan bahwa metode dapat diartikan
sebagai prosedur atau tata cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti
dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan masalah atau menguak
kebenaran atas fenomena tertentu.
Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Koentjaraningrat (1976:30) mengatakan bahwa penelitian yang
bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu
individu, keadaan, atau kelompok tertentu.
Dalam mengumpulkan data-data penelitian, teknik yang digunakan adalah
studi kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data dengan
membaca buku-buku yang berhubungan dengan karya sastra, kritik sastra, buku-
buku panduan analisis pragmatik dalam karya sastra dan tambahan literature
lainnya. Selain memanfaatkan literature yang berupa buku, juga memanfaatkan
teknologi internet untuk mengumpulkan data dari berbagai website yang
berhubungan dengan materi penelitian ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Data yang diperoleh peneliti dari studi kepustakaan (Library Research)
dijadikan referensi oleh peneliti dalam menganalisa data untuk mencapai
kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir penelitian. Namun yang menjadi sumber
utama dalam penelitian ini adalah cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata
Yasunari. Buku-buku tersebut dibaca dan dicari teori yang berhubungan dengan
penelitian mengenai analisis cerita pedek “Hana no Warutsu” berdasarkan
pendekatan pragmatik sastra.
Maka berdasarkan hal yang telah penulis jelaskan, langkah-langkah yang
dilakukan peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah :
1. Membaca cerpen terjemahan “Hana no Warutsu” Karya Kawabata
Yasunari dan menentukan masalah.
2. Mencari data yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu data
tentang kajian pendekatan pragmatik sastra, semiotik dan teori-teori lain
yang diperlukan dalam melengkapi penelitian ini.
3. Mengumpulkan data-data tersebut kemudian menganalisis data
berdasarkan pendekatan pragmatik dan mendeskripsikan nilai-nilai yang
terkandung dalam cerpen “Hana no Warutsu”.
4. Menyusun seluruh data tersebut menjadi sebuah laporan berbentuk skripsi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP CERPEN“HANA NO WARUTSU” KARYA
KAWABATA YASUNARI KONSEPKONFUSIUS, STUDI PRAGMATIK DAN
SEMIOTIK
2.1 Definisi Cerpen
Memberikan kesan dominan dan memusatkan hanya pada satu tokoh saja
dalam ceritanya serta tidak ada cerpen yang panjangnya sampai 100 halaman. (Priyanti,
2013:5) Cerita pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan ciri bahasa yang serba
pendek. Baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang
digunakan.
Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian,
peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak
mudah dilupakan (Kosasih dkk, 2004:431). Cerpen dapat dimaknai sebagai sebuah karya
prosa fiksi yang dapat selesai dibaca sekali duduk dan ceritanya membangkitkan efek
tertentu dalam diri pembacanya (Sayuti, 2000:8). Cerpen berarti sebuah karangan pendek
berbentuk prosa yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa yang berisikan
pesan/amanat dan ceritanya relatif singkat sehingga hanya membutuhkan waktu yang
singkat saja untuk membacanya. Berbeda dengan karya sastra lain, yang biasanya sulit
untuk dipahami, cerpen lebih mudah dimengerti karena alurnya juga relatif lebih
sederhana.
Dalam bahasa Inggris cerpen dikenal dengan short story dan merupakan
sebagai karya sastra yang sering dijumpai diberbagai media. Cerpen sangat sesuai dengan
perkembangan zaman sekarang yang serba cepat, karena cerpen mudah untuk dinikmati
dan lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Cerpen sebagai bagian dari sastra memiliki
lima fungsi sastra, yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
1. Fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para
penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu mengarahkan dan mendidik para penikmat atau
pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung
didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu memberikan keindahan bagi para penikmat atau para
pembacanya.
4. Fungsi moralitas, yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para
penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik
bagi dirinya.
5. Fungsi relegiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan
teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
Cerpen yang merupakan salah satu dari bagian karya sastra imajinatif
menawarkan keindahan dan mengandung makna yang bermanfaat bagi pembacanya
terutama nilai kehidupan. Menurut Sumardjo (1986: 3) yang dimaksud dengan nilai
kehidupan yang ditawarkan dapat berupa nilai keagamaan, budaya, moral, budi pekerti,
pendidikan maupun nilai sosial. Melalui cerpen yang diciptakan, pengarang berusaha
menyampaikan nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca atau penikmat cerpen.
Cerpen sebagai prosa fiksi juga memiliki nilai guna karena bertujuan
memberikan hiburan dan kepuasan batin serta manfaat bagi pembacanya. Melalui sarana
cerita, pembaca secara tidak langsung dapat belajar merasakan dan menghayati berbagai
permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang sehingga prosa fiksi dapat
membuat pembacanya menjadi manusia yang lebih arif dan dapat memanusiakan manusia
(Nurgiyantoro, 1995: 40).
Setiap karya sastra fiksi mempunyai unsur-unsur yang mendukung karya
sastra fiksi tersebut, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
unsur dari luar (unsur ekstrinsik) karya sastra itu yang secara tidak langsung
mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.
Berdasarkan penjelasan definisi cerpen diatas, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa cerpen yang menjadi objek kajian penelitian penulis adalah cerpen
yang memiliki fungsi moralitas. Dikatakan demikian karena cerpen “Hana no Warutsu”
ini merupakan prosa imajinatif yang tidak hanya memberikan cerita fiktif belaka, namun
melalui pelajaran kehidupan tokoh Tomoda Hosie. Pengarang juga mengangkat cerita
yang mengandung pelajaran bernilai positif serta berguna bagi masyarakat/pembaca.
2.2 Resensi Cerpen “Hana no Warutsu”
Setiap karya sastra fiksi mempunyai unsur-unsur yang mendukung karya fiksi
tersebut, baik unsur dari dalam sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun unsur dari luar
(unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya
sastra.
2.2.1 Tema
Menurut Kosasih (2003:223), Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah
cerita. Tema menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia.
Tema sebagai makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian
besar unsurnya dengan cara yang sederhana (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1994:70).
Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita yang bersifat menjiwai
seluruh bagian cerita, namun untuk menemukan tema suatu karya fiksi harus disimpulkan
dari keseluruhan cerita karena dengan sendirinya tema “tersembunyi” dibalik cerita yang
mendukungnya.
Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (1994:74), tema berisikan
penilaian (kembali) suatu moral (mungkin juga pandangan hidup) baik secara langsung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
maupun „tak langsung, moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud (dan atau bagian)
tema.
Tema selalu berkaitan dengan makna tertentu (pengalaman) kehidupan yang
dapat menyebabkan pembaca mengalami perubahan dalam menyikapi hidup dan
kehidupannya.
Berdasarkan pengertian Tema, cerpen “Hana no Warutsu“ mengangkat tema
pengalaman kehidupan gadis penari yaitu Tomoda Hosie. Awalnya,tarian yang dilakukan
Hosie kosong dan tidak memiliki jiwa kar‟na Hosie tidak suka menari. Dia melakukannya
untuk mengisi waktu luangnya, berbeda dengan rekannya yaitu Hayakawa Suzuko. Hosie
banyak belajar dari orang-orang sekitarnya sehingga secara perlahan sikapnya berubah
menjadi lebih baik dari sebelumnya, begitupun tariannya mengalami kemajuan. Pada
akhirnya tidak hanya kehidupan Hosie yang mengalami perubahan, tarian Hosiepun
menginspirasi rekan-rekannya di Lembaga Tari Takeuchi.
2.2.2 Alur (Plot)
Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian dan tiap kejadian
hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton(1965:14) dalam Nurgiyantoro
(1994:113)).
Menurut Kosasih (2003:225) Alur merupakan pola pengembangan cerita yang
terbentuk oleh hubungan sebab akibat.Tahapan-tahapan jalan cerita secara umum, yaitu:
1) Pengenalan situasi cerita (Exposition)
Pengarang memperkenalkan tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.
2) Pengungkapan peristiwa (Complication)
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai
masalah, pertentangan ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
3) Menuju pada adanya konflik (Rising action)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
Terjadi peningkatan peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan ataupun
keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran
tokoh.
4) Puncak konflik (Turning point)
Bagian ini disebut juga sebagai klimaks/ puncak cerita yaitu ditentukannya
perubahan nasib beberapa tokohnya.
5) Penyelesaian (Ending)
Akhir cerita yaitu berisi tentang penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami
tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak cerita.
Inti dari sebuah alur ialah konflik karena sebuah cerita sulit terbentuk jika
tanpa konflik atau pertentangan. Menurut Kosasih (2003:226), Konflik merupakan suatu
pertentangan kemudian diangkat kedalam karangan fiksi dan menggerakkan alur cerita
sehingga terbentuk suatu cerpen. Bentuk-bentuk pertentangan ada empat yaitu:
1) Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri (konflik batin)
2) Pertentangan manusia dengan sesamanya
3) Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi,
politik, sosial dan budaya
4) Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.
(Nurgiyantoro, 1995:153), Plot dibedakan berdasarkan kriteria urutan waktu,
yaitu waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi dan urutan
waktu berkaitan dengan logika cerita yang bersangkutan. Plot dibedakan kedalam dua
kategori :
1. Kronologis
Plot lurus, maju (Progresif) yaitu jika peristiwa-peristiwa diceritakan
secara runtut, dimulai dari dari tahap awal (penyituasian, pengenalan,
pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir
(penyelesaian).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
2. Tidak kronologis
Plot sorot-balik, mundur, flash-back (regresif) yaitu urutan kejadian
diceritakan tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal,
melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian
tahap awal diceritakan.
Plot campuran (progresif-regresif) yaitu secara keseluruhan berlangsung
progresif/regresif, didalamnya berkali-kali terdapat adegan sorot-balik yang
cukup panjang dan bersifat mendukung tema, tendens penokohan cerpen
tersebut.
Berdasarkan uraian konflik atau pertentangan dan alur tersebut maka cerpen
“Hana no Warutsu” mempunyai pertentangan berupa pertentangan dengan dirinya sendiri,
manusia dan lingkungannya, serta memiliki plot maju (progresif). Tomoda Hosie selalu
merasa kecewa dengan dirinya sendiri karena selalu melakukan kesalahan saat menari,
bahkan saat dia memikirkan ingin menari dengan baik namun pada kenyataannya Hosie
melakukan kesalahan. Salah satu pertentangan Tomoda Hosie yaitu saat Festival Tari
Hayakawa Suzuko-Tomoda yang Pertama, Hosie melakukan kesalahan yaitu tiba-tiba
merubah posisi tubuhnya saat menari, sehingga Suzuko hampir terjatuh di panggung.
Suzuko marah dan menampar Hosie. Hosie marah dan kecewa sehingga dia tidak ingin
menari lagi. Penonton meminta Ankoru tetapi Hosie mengatakan kepada Suzuko bahwa
dia tidak bisa menari dengan wajah kecewa.Hosie juga tidak mau menari karena Hosie
tidak merasa ada keinginan untuk menari. Hosie heran karena penonton gembira padahal
dia menari dengan perasaan buruk. Suzuko memaksa Hosie dan mengatakan bahwa mau
atau tidak mau menari, Hosie tetap menari sama seperti hidup. Pada akhirnya Hosie dan
Suzuko memenuhi Ankoru dengan tampil di tengah-tengah pentas. Suzuko menyemangati
Hosie sambil menari, sedangkan Hosie asyik akan tariannya dan lupa akan dirinya bahkan
menghiraukan perkataan Suzuko. Seusai menari, Hosie mengatakan bahwa dia belum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
pernah menari dengan perasaan nikmat, musik dan tari sesuai. Alur cerpen “Hana no
Warutsu” karya Kawabata Yasunari yaitu dimulai dari Tomoda Hosie yang hanya
sekedar menari, sekedar berteman dengan rekannya di Lembaga Tari Takeuchi, dan sibuk
memikirkan bahwa dirinya melakukan kesalahan saat menari. Tomoda Hosie tidak
menyadari bahwa dia mampu membuat iri orang-orang disekitarnya, dan berakhir
Tomoda Hosie tidak hanya merubah sikapnya sekaligus cara pandangnya, tetapi dia juga
melatih tariannya semakin bagus sehingga menginspirasi rekannya.
2.2.3 Latar (Setting)
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216), bahwa latar atau setting
merupakan landas tumpu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.Landas tumpu
yang dimaksud yaitu menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial.
Karya fiksi seperti sebuah dunia, membutuhkan tokoh,cerita, plot dan juga latar, sebab
tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya memerlukan ruang lingkup, tempat dan
waktu seperti kehidupan manusia di dunia nyata (Nurgiyantoro 1995:216).
1. Latar Tempat
Latar tempat yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya
fiksi. Tempat yang dipergunakan dengan nama tertentu, inisial tertentu dan lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas.Menurut kosasih (2003:228), pemilihan latar tidak
hanya didasari oleh unsur-unsur instrinsik cerita tetapi pengarang memberi kesan
menarik kepada pembacanya.
Latar tempat dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari,
adalah :
Tepat pada waktu itu layar pun menyentuh lantai.Begitu ujung layar jatuh
pada lantai panggung, tepuk tangan para penonoton yang tak kunjung berhenti
kian menjauh seperti angin sampai kemudian hening.Penerangan panggung agak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
menjadi gelap.Tapi itu persiapan untuk memberikan penerangan yang lebih
gemerlapan pada panggung ketika layar diangkat lagi menyambut tepuk tangan
penonton. Para penari juga mengharapkan hal itu dan mereka berlari-lari
dengan sikap seolah-olah meneruskan tariannya. Di pinggir panggung ada anak-
anak gadis yang menunggu sambil memegang karangan bunga. (Hal. 77, 78)
Bilik rias mereka lebih luas daripada kamar suzuko dan kawan-kawannya.
Para penari itu masing-masing bersiap-siap untuk pulang, ada yang membuka
pakaian, ada yang mandi, ada juga yang sedang berdandan danada juga yang
sedang mencari karangan bunga.(Hal. 90)
“… gedung lembaga kita ini, alat-alat musik atau barang-barang yang
berharga semuanya dijaminkan untuk pinjam uang”.(Hal.91)
... Di sebelah kiri jembatan shinko Nampak laut yang airnya kotor seperti
terusan, dan di depan gudang Mitsubishi, penuh dengan perahu-perahu khas
Jepang. Dan di atas perahu-perahi itu dijemur Koshimaki, tabi, momohiki,
hadajuban dan … (Hal. 95)
Dari cuplikan diatas dapat diketahui latar tempatnya adalah
Panggung ,Gedung Lembaga Tari Takeuchi, dan Yokohama.
2. Latar Waktu
Latar waktu adalah berhubungan dengan waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.Menurut Kosasih (2003:227) tempat
dan waktu yang dirujuk dalam sebuah cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual
atau bisa pula yang imajiner.
Latar waktu dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata Yasunari
adalah sebagai berikut :
… mungkin di luar sudah bertiup angin malam permulaan musim panas,
tetapi di dalam bilik rias itu udara masih diliputi wangi penghujung musim semi,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
karena karangan bunga dan pakaian panggung serta bedak para penari,
sehingga kulitnya yang muda terasa menjadi lembab.
… walaupun begitu menara atap Kantor Pabean berkilau-kilau seperti
pagi permulaan musim panas dan bayangan deretan pepohonan juga masih
memanjang. (Hal. 95)
Dari cuplikan diatas dapat diketahui latar waktunya adalah di penghujung
musim semi dan memasuki musim panas.
3. Latar Sosial
Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, seperti kebiasaan
hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan
bersikap, termasuk status sosial tokoh yang bersangkutan (Nurgiyantoro,
1998:233-234).
“Di sebelah kiri jembatan itu nampak laut yang airnya kotor seperti
terusan, dan di depan gudang Mitsubishi, penuh dengan perahu-perahu khas
Jepang. Dan di atas perahu-perahu itu dijemur koshimaki, tabi, momohiki,
hadajuban, dan oshime…menimbulkan kesan eksotik kepada pemandangan
pelabuhan yang modern…”(hal.95)
“Mereka tiba di dermaga. Sebuah kapal Inggris jalur Eropa merapat di
dermaga itu dan…”(hal.97)
“Ada juga penjemput yang menaikkan bendera kebangsaan tinggi-tinggi
seperti menyambut prajurit yang habis menunaikan tugas sebagai wajib militer.
Keluarga bangsa Barat berpelukan satu sama lain sambil melambaikan topi. Ada
seorang gadis Jepang yang membaca buku bahasa Barat…Bukan hanya yang
berpakaian bagus dan mewah saja yang datang menjemput orang-orang yang
baru kembali dari negeri Barat, namun ada juga orang kampungan yang
mungkin keluarga kaum imigran. Adajuga…”. (hal.99)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
“… dibalik shoji ada pengemis...”(hal.91)
“Tidak apa. Barangkali babuku sudah membawanya pulang”. (hal.94)
“…Tapi rupanya pembantumu tidak mengemas kaca rias…” (hal.94)
“Ketika Suzuko memberikan isyarat dengan wajahnya, Hosie dengan polos
mengangguk dan pergi keluar untuk melepas Takeuchi sampai pintu sambil
mengenakan mantel musim semi…” (hal.90)
Cerpen “Hana no Warutsu” berlatar di Jepang. Jepang dikenal sebagai negara
maju dan sukses dalam diplomasi publik, teknologi, pembangunan, dan ekonomi. Hal
menarik lainnya adalah budaya tradisional di Jepang mampu dipertahankan,
berdampingan dan berkembang dengan budaya modern, semua tidak terlepas dari
karakter masyarakat bangsa Jepang yang tidak hanya dipengaruhi oleh ajaran Shinto dan
Buddha, tetapi juga dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Bangsa Jepang menjaga nilai-nilai
yang baik seperti antara orangtua dengan anak, antara guru dengan murid meskipun
terdapat perbedaan status sosial yang jauh.
2.2.4 Penokohan
Menurut Kosasih (2003:228), penokohan adalah cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Menurut Abrams (via Nurgiyantoro, 2007:165) tokoh cerita adalah orang-
orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, ditafsirkan oleh pembaca memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam upacara
dan dilakukan dalam tindakan.
Tokoh yang ditampilkan dalam prosa fiksi berkaitan dengan persepsi
pembaca. Pemaknaan dari kepribadian yang dimunculkan oleh tokoh pada dasarnya
pembacalah yang memberi arti semuanya. Menurut Nurgiyantoro (:167) tokoh cerita
merupakan pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja
ingin disampaikan kepada pembaca. Pembaca juga dapat memahami watak tokoh-tokoh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
yang dimunculkan melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik tokoh, gambaran
yang diberikan pengarang lewat kehidupan maupun pakaian tokoh, melihat perilaku
tokoh, melihat tokoh menceritakan dirinya sendiri, memahami jalan pikiran tokoh,
melihat tokoh lain membicarakan tokoh yang dimaksud, melihat tokoh berbincang
dengan tokoh lain, melihat reaksi tokoh-tokoh lain terhadap tokoh yang dimaksud dan
reaksi tokoh terhadap tokoh-tokoh lain (Aminuddin dalam Capriella, 2014:24).
Penokohan dalam cerpen “Hana no Warutsu” adalah sebagai berikut:
1. Tomoda Hosie adalah tokoh utama dalam cerpen “Hana no Warutsu”
merupakan seorang penari. Ia memiliki sifat murah hati, sopan, bijaksana,
tulus, dan dapat dipercaya.
2. Hayakawa Suzuko adalah partnermenari Tomoda Hosie,sekaligus menjadi
sahabatnya dari kecil Suzuko dibesarkan dan dirawat oleh Takeuchi.
Suzuko memiliki sifat murah hati, tulus, bakti pada orangtua dan kasih
sayang.
3. Takeuchiadalah pelatih dan pemilik Lembaga Penelitian Tari Takeuchi.
Takeuchi memiliki sifat bertanggung jawab, adil dan memiliki empati yang
tinggi.
4. Nanjo ialah salah satu murid terbaik di Lembaga Tari Penelitian yang
dikirim Takeuchi belajar tari di Amerika. Takeuchi benar-benar berharap
pada kemampuan Nanjo untuk menggantikannya memimpin Lembaga Tari
Penelitian.
2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang (Point of view) berperan penting dalam sebuah cerita. Menurut
Kosasih (2004:229), sudut pandang (point of view) adalah posisi pengarang dalam
membawakan cerita. Posisi tersebut sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
1. Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang memposisikan dirinya
sebagai tokoh utama yang berbicara dalam cerita dan menggunakan kata
ganti; Aku, Saya, Kita, Kami.
2. Sudut pandang orang ketiga adalah pengarang memposisikan dirinya
sebagai pengamat yaitu seseorang yang berada diluar cerita yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata
gantinya; Ia, Dia, Mereka.
3. Sudut pandang campuran yaitu pengarang menggunakan sudut pandang
orang ketiga dan orang pertama. Pengarang berganti-ganti dari teknik yang
satu ke teknik yang lain, dengan mempertimbangkan kelebihan dan
keterbatasan masing-masing teknik. Pengarang menggunakan sudut
pandang campuran sesuai kemauan dan kreativitas pengarang untuk
mencapai efektivitas penceritaan, memberi kesan dari variasi penceritaan
maupun memberikan cerita secara lebih banyak kepada pembaca.
Dalam cerpen “Hana no Warutsu” sudut pandang pengarang Kawabata
Yasunari adalah sebagai orang ketiga yaitu pengamat.Kawabata Yasunari sebagai
pengarang cerpan “Hana no Warutsu”, menceritakan kisah tokoh utama yaitu Tomoda
Hosie.
2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik Sastra
2.3.1 Studi Pragmatik
Karya sastra berguna bagi sasarannya jika dapat dipahami oleh pembaca, dan
pembaca sebagai penikmat karya sastra memberikan tanggapan tertentu terhadap karya
sastra karena mendapat pengaruh tertentu dari karya sastra tersebut. Menurut Selden
(1985:106-107 via (Siswanto, 2008:92)) karya sastra tidak mempunyai keberadaan nyata
sampai karya sastra itu dibaca. Pembacalah yang menerapkan kode yang ditulis sastrawan
untuk menyampaikan pesan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Pembaca sastra adalah pemilih, penerima, penafsir, pemberi dan penyusun
makna karya sastra sehingga menghasilkan nilai-nilai tertentu (Aminuddin via
Siswantoro, 2008:96-97). Peranan pembaca penting dalam memberikan arti terhadap
karya sastra dengan melakukan penelitian sastra. Penelitian sastra perlu dilakukan untuk
memperjelas makna dan fungsi dalam karya sastra, sehingga pembaca tidak hanya
menikmati karya sastra tetapi mendapatkan manfaat. Menurut Soeratno, (via Endraswara
2013:117) manfaat yang ditawarkan dapat berupa pandangan, saran, harapan, dan
langkah-langkah untuk mengubah diri pembaca menjadi lebih “baik”. Kajian penelitian
yang berorentasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca disebut penelitian pragmatik
sastra (Endraswara, 2013:115).
Pendekatan pragmatik yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
teori Horatius. Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius yang senada dengan pendapat
Philip Sidney dalam Endraswara (2013:117) mengatakan bahwa sastra hendaknya
mempunyai fungsi to teach (memberikan ajaran) dan delight (memberikan kenikmatan).
Menurut Pradopo (1990:942), penelitan sastra bertujuan untuk memahami makna karya
sastra sedalam-dalamnya. Plato dalam Hardjana (:1) memandang karya sastra yang baik
yaitu memberikan ajaran moral yang lebih tinggi, memberikan kenikmatan, dan
memberikan ketepatan dalam ujud pengungkapannya. Penelitian pragmatik sastra secara
tidak langsung mengajak pembaca terlibat dalam karya sastra dengan memberikan
tanggapan atas karya sastra, serta mengungkap berbagai hal yang berpengaruh bagi
kehidupan pembaca. Karya sastra yang bermutu adalah karya sastra yang mampu
mencerminkan pesan positif bagi pembacanya (Endraswara, 20013:161).
Berdasarkan uraian di atas, pendekatan pragmatik dalam karya sastra tidak
hanya berorientasi pada karya sastra pengarang tetapi lebih menitikberatkan pembaca
sebagai penentu sekaligus penerima “guna” (nilai-nilai yang bermanfaat) dalam karya
sastra melalui pengalaman pembaca dan pengaruh karya sastra terhadap pembaca.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
2.3.2 Studi Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam karya
sastra.Semiotik berasal dari kata Yunani: semion yang berarti tanda. Menurut Peirce (via
Nurgiyantoro 1994:41) Sesuatu disebut sebagai tanda jika mewakili sesuatu yang
lain,dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain..
Menurut Pierce dalam Endraswara (2013:65) ada tiga faktor yang menetukan
adanya tanda, yaitu: tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang
terjadi dalam batin penerima tanda. Antara tanda dan yang ditandai ada kaitan
representasi (menghadirkan), kedua tanda tersebut akan melahirkan interpretasi di benak
penerima. Hasil interpretasi tersebut merupakan tanda baru yang diciptakan oleh
penerima pesan. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata,
mulut, bentuk tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian dan karya
seni yang ada di sekitar kehidupan kita.
Menurut Endraswara (2013:65) sastra merupakan wahana informasi berupa
tanda untuk menerima informasi, menyimpan dan mengalihkan. Karya sastra adalah
sebuah teks yang memuat tanda. Menurut Pierce berdasarkan hubungan antara tanda dan
yang ditandakan, ada tiga jenis tanda yaitu: (1) ikon, yaitu tanda yang secara inheren
memiliki kesamaan dengan arti yang ditunjuk. Misalnya, foto dengan orang yang difoto.
(2) indeks, yaitu tanda yang mengandung hubungan kausal dengan yang ditandakan.
Misalnya, asap menandakan adanya api. (3) simbol, yaitu tanda yang memiliki hubungan
makna dengan yang ditandakan bersifat arbriter, sesuai dengan konvensi suatu
lingkungan sosial tertentu. Misalnya, bendera merah sebagai simbol ada kematian.
Semiotik pragmatik, berkaitan dengan asal - usul tanda, kegunaan tanda dalam
penerapan, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikannya. Semiotik pragmatik ini
dalambatas perilaku objek (http://bastraindonesia.blogspot.co.id/2012/11/semiotik-
sastra_24.html).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-
simbol kemudian dijelaskan fungsi dan maknanya. Penulis menggunakan kajian semiotik
untuk dapat menjelaskan makna dalam cerpen “Hana no Warutsu”.
2.4 Konsep Konfusianisme
Ajaran konfusianisme merupakan ajaran yang berasal dari seorang filsuf dan
Menteri Dalam Negeri Kerajaan Lu (500-496 SM) pada masa Dinasti Zhou Timur (771-
256 SM) yang bernama Kong Qiu (lahir pada tanggal 27 September 551 SM dan wafat
pada tahun 479 SM), yang dikenal dengan namaKong Fu-zi (Konfusius). Menurut
McArtur dalam Sahrul (2013:52), konfusius dipandang sebagai seorang arif bijaksana
yang sangat terpelajar dan mau berbagi pengetahuan dengan orang lain, juga dikenal
memiliki integritas serta tidak mau mengompromikan niai-nilai yang diyakininya telah
dirusak oleh lingkungannya.
Ajaran konfusius tidak hanya menyebar di China namun sampai juga ke
Jepang ketika wakil-wakil yang dikirim untuk belajar oleh pangeran Shotoku kembali dari
China membawa banyak buku ilmu pengetahuan termasuk buku mengenai ajaran
konfusius pada awal abad ke 6 M. Menurut Mauludi (2016:33) ajaran Konfusius dalam
proses perkembangannya menjadi sebuah sistem pemikiran yang dikembangkan oleh para
murid dan pengikutnya, kemudian disebut dengan Konfusianisme. Konfusianisme
mengutamakan cinta kasih dan sikap hormat pada semua level masyarakat dan
mendukung pendidikan sebagai jalan untuk mengembangkan pikiran dan membina
karakter (McArtur:1 (Mauludi, 2016:28-29)).
Berdasarkan kutipan titah kaisar (Kyougaku Seishi) Meiji 12 pada tahun 1879,
bahwa ajaran konfusius sebagai ilmu moral yang utama supaya masyarakat menjunjung
tinggi nilai-nilai kepercayaan dan nilai-nilai moral, dan menjadikan semua sebagai dasar
sebelum mereka belajar ilmu-ilmu yang lain semakin maju berdasar atas moral dan
masyarakat mampu menempatkan yang terpenting dari unsur-unsur pendidikan (moral
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
dan ilmu pengetahuan). Apabila hal ini telah menyebar ke seluruh Jepang, maka akan
muncul jiwa merdeka dalam diri bangsa Jepang, dan tidak akan mempermalukan Jepang
di hadapan dunia ((Matsumoto, 1988:78) via Andi Bangkit Setiawan 2010.pdf). Moral-
moral tersebut didasari pada 5 nilai utama yang disebut juga Lima Kebajikan atau Lima
Sifat Kekekalan (Wu Chang),
(http://kumpulan_tugas_asia_timur_kumpulan_tugas_asitimur.html). Nilai-nilai tersebut,
yaitu :
1. Ren/Jin (Cinta Kasih)
Ren/Jin menjadi salah satu dasar utama konfusianisme yaitu pangkal dari
kebajikan. Ren diterjemahkan Xinzhong Yao dengan berbagai pengertian seperti
kemanusiaan, cinta, kebaikan, belas kasih, kebaikan hati.Terjemahan-terjemahan
tersebut menunjukkan suatu makna yang kaya dan luas. Hsieh Liang-tso seorang
cendekiawan di masa Dinasti Sung, mengartikan ren dengan Chueh yaitu
kesadaran atau kepekaan (Selover (2005:48) via Mauludi 2016:57).
Menurut Rainey dalam Mauludi (2016:57-58) ren meliputi semua
kebajikan moral seperti kejujuran, ketulusan kebijaksanaan, keberanian, empati,
bakti pada orang tua. Dapat dikatakan bahwa konsep ren merupakan pusat
kualitas moral manusia, intisari dari cinta terhadap sesama, perikemanusiaan, hati
nurani, keadilan dan kasih sayang. Aksara tiongkok untuk ren dibentuk dari kata
ren/jin (manusia) dan er/ni (dua) yang artinya hubungan antara manusia
berdasarkan kemanusiaan atau cinta kasih. Cinta kasih yang dimaksud
berdasarkan pada kebaikan dan kebenaran, berarti mencintai kebaikan dan
membenci keburukan. Konfusius mengatakan (Mauludi 2016:60), “Balaslah
kebaikan dengan kebaikan; Balaslah kejahatan dengan kelurusan.”
2. Yi/Gi (Kebenaran)
Dalam pandangan konfusianismeYi/Gi (kebenaran) sangat penting bagi
hidup manusia, bahkan menjadi tujuan yang harus dicapainya. Untuk berpikir
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
benar diperlukan aturan berpikir, yang disebut logika.Untuk bertindak benar
diperlukan etika.
Menurut konfusius, orang yang berbudi hanya mengerti akan kebenaran
tetapi yang rendah budinya hanya mengerti tentang keuntungan. Fu Yu-lan
berpendapat bahwa Yi/Gi berarti keadaan yang seharusnya terjadi, yang harus
dilakukan oleh manusia dengan pertimbangan moral tanpa syarat ataupun
mengharapkan balasan karena dilakukan sebagai hal yang benar
(Apakah_ajaran_utama_dalam_Konfusianisme.pdf).
Untuk bertindak dengan benar, tepat dan sebagaimana mestinya, konfusius
menekankan pentingnya pengetahuan agar memiliki pengetahuan yang benar,
mengetahui kewajiban dan kebajikan yang harus dilakukan terhadap diri,
keluarga, dan masyarakat. Dalam Konfusianisme dikatakan bahwa kita harus
menjadi orang yang terdidik, bukan karena untuk mendapat pekerjaan tetapi agar
menjadi manusia yang lebih baik.Berdasarkan pendapat konfusius, dengan
belajarlah seseorang dapat mengembangkan pikiran dan karakternya, lalu
melakukan perbuatan yang benar.
3. Li/Rei (Susila)
Konfusius mengemukakan konsep Li/Rei merupakan salah satu unsur
penting yang harus ada dalam pendidikan, dan telah menjadi bagian yang sangat
penting dalam program karakteristik pendidikan konfusius untuk mencapai
harmoni dan keseimbangan antara intelektual dan moral (kesadaran moral/batin
dan praktik ritual/lahir), maka terwujud peserta didik yang memiliki kepribadian
yang seimbang.
Li/Rei memiliki arti yang luas meliputi semua nilai-nilai etika, tata karma,
budi pekerti, kesopanan, norma sosial, dan moral. Dalam konfusianisme
dilukiskan sebagai gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tata
krama dan sopan santun (Mauludi 2016:95).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
4. Zhi/Chi (Kebijaksanaan)
Zhi memiliki arti kearifan atau kebijaksanaan, kecerdasan/ kepandaian.
Kebijaksanaan merupakan proses yang panjang dalam perjalanan hidup manusia.
Konfusius mengatakan,”Kebijaksanaan adalah mengetahui manusia, sementara
mencintai manusia adalah kebajikan”. Socrates menolak di claim sebagai orang
bijak dan memilih disebut sebagai pencari dan pecinta kebijaksanaan karena
kebijaksanaan „tak mengenal batas. Dalam cultural China, sesuai konfusianisme
seseorang disebut memiliki kebijaksanaan bila terlepas dari kebingungan,
ketersesatan, mampu membedakan kebenaran dari kesalahan, rasional dan
menggunakan akal sehat. Menurut Hagen zhi juga berarti mengetahui, memahami
detail dari sesuatu, menghargai nilai sesuatu (Mauludi 2016:105).
5. Xin/Shin (Dapat Dipercaya)
Menurut konfusius Xin/Shin adalah landasan utama dari semua hubungan
manusia di dunia. Ajaran konfusius mengenai konsep Xin/Shin, yaitu: “Seorang
yang tidak layak dipercaya entah apa yang dapat dilakukan? Itu seumpama kereta
besar yang tidak memiliki sepasang gandaran, atau seumpama kereta kecil yang
tidak memiliki sebuah gandaran, entah bagaimana menjalankannya?”.Xin/Shin
terdiri dari gabungan kata Ren/Jin (manusia) dan Yan/Iu (kata/ucapan), yang
berarti manusia bersandar pada kata-katanya sehingga layak dipercaya
(Apakah_ajaran_utama_dalam_Konfusianisme.pdf).
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa konfusianisme merupakan
pengajaran falsafah untuk mempertingkatkan moral kebaikan dan menjaga etika manusia.
Jepang sebagai negara maju pertama di Asia Timur tidak meninggalkan tradisi lama,
termasuk Ajaran konfusianisme yang menjadi jiwa dan karakter Jepang hingga saat ini
karena merupakan salah satu cikal bakal kemajuan Jepang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
2.5 Biografi Pengarang
Kawabata Yasunari adalah Sastrawan pertama Jepang, juga orang Asia kedua
yang memperoleh hadiah terhormat Nobel Kesusasteraan pada tahun 1968 setelah
Rabindranath Tagore mendapatnya pada tahun 1913. Akademi Kesusasteraan Sweden
mengatakan bahwa Hadiah Nobel Sastera diberikan pada Kawabata “untuk
kepiawaiannya dalam mengarang dengan kepekaan luar biasa mengungkapkan tradisi
dan inti sari nurani pemikiran masyarakat Jepang”.
Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899.Kawabata
Yasunari lahir dari keluarga dokter yang serba berkecukupan namun beliau sudah
menjadi yatim piatu sejak usia 4 tahun karena kedua orangtuanya meninggal dunia. Pada
usia 7 tahun (September 1906), neneknya meninggal dan satu-satunya saudara
perempuannya yang diasuh oleh bibinyajuga meninggal pada usia 11 tahun, dia bertemu
kakak perempuannya hanya sekali (Juli 1909). Kematian keluarga dekatnya berlanjut,
kakeknya meninggal dunia pada bulan Mei tahun 1914 ketika usiaKawabata 15 tahun.
Kawabata pun tinggal bersama keluarga ibunya (keluarga Kuroda).
Pada bulan Januari 1916 Kawabata Yasunari pindah ke asrama dekat
sekolahnya sehingga tidak perlu naik kereta ke sekolah.Lulus sekolah (SMP) pada Mei
1917 dan pindah ke Tokyo juga melanjutkan sekolah. Pada bulan Juli 1920 Kawabata
lulus sekolah (SMA), juga lulus ujian Universitas Kekaisaran Tokyodi Fakultas Sastra
Inggris dan pada bulan yang sama tahun 1924 ia lulus kuliah.
Kawabata Yasunari mulai berkarya pada usia 15 tahun dan memuat
karangannya dalam majalah-majalah. Kemalangan yang dialaminya mempengaruhi
karya-karyanya.Kesepian, keheningan, dan juga suasana bau maut terkandung dalam
karyanya.Kawabata lebih dikenal sebagai pengarang roman meskipun beliau banyak
menulis cerpen, esai, sandiwara, sajak dan elegi. Sewaktu masih mahasiswa, Kawabata
menghidupkan kembali majalah sastra Universitas Kekaisaran Tokyo, しんしちょう,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
新市著 (Arus Pemikiran Baru) yang telah mati lebih dari 4 tahun.Kawabata
menerbitkan cerita pendeknya yang pertama (1921) dalam majalah tersebut dan mendapat
perhatian dari Kikuchi Kan (seorang pengarang roman dan sandiwara yang cukup
terkenal pada tahun 1888-1948).
Pada tahun 1923 Kikuchi Kan menerbitkan majalah Bungei Shunju, dan
Kawabata menjadi salah satu staf redaksinya. Kawabata juga mengenal Yokomitsu Riichi
melalui Kikuchi Kan. Pada tahun 1924, Kawabata dan Yokomitsu bersama dengan
Kataoka Teppei menerbitkan majalah Bungei Jidai yang menjadi wadah kelompok
pengarang muda yang menyebut dirinya Shinkankaku-ha (kaum Persepsionis Baru).
Mereka menjadi orang terkemuka dari gerakan tersebut yang banyak memberikan
harapan dengan sudut pandang baru melalui karya-karya kreatif yang gayanya bersifat
baru pula.
Keharuman nama Kawabata sebagai pengarang mudakian semerbak pada
tahun 1926 atas karyanya Izu no Odoriko (Penari Izu). Pada tahun 1944 Kawabata
mendapat Hadiah Kikuchi Kan untuk karyanya Yuuhi (Matahari Senja) dan pada tahun
1954 ia memperoleh Sastra Noma untuk karyanya Yama no Oto(Suara dari Gunung) dan
hadiah lain untuk romannya Senbazuru(Seribu Burung Bangau). Medali Kebudayaan
dari pemerintah Jepang dianugerahkan kepadanya pada tahun 1961, dan secara anumerta
Kawabata memperoleh tanda jasa Matahari Terbit Kelas Satu dari Kaisar Jenderal
Jepang.
Kawabata terpilih menjadi Ketua PEN Club Jepang pada tahun 1948 dan
ketika organisasi para penyair, penulis roman, penyunting dunia mengadakan kongresnya
yang pertama di Asia yaitu di Tokyo pada tahun 1957. Kawabata sebagai ketua PEN Club
yang menjadi penyelenggara kongres, ia diangkat sebagai Wakil Ketua PEN Club
Internasiaonal dan pergi ke Eropa sebagai utusan PEN Club bertemu dengan para
sastrawan terkenal seperti T.S. Elliot, Francois Mauriac dan lain-lain. Kawabata menjabat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
sebagai ketua PEN Club hingga akhir hidupnya.Kawabata meninggal di Zushi Kanagawa
pada tanggal 16 April 1972.
Pada tahun 1948 mulai diterbitkan kumpulan lengkap karyanya Kawabata
Yasunari Zenshu yang baru selesai enam tahun kemudian (1954) sebanyak 16
jilid.Sekarang karya lengkap Kawabata terdiri atas 35 jilid yang masing-masing tebalnya
500-600 halaman, ditambah dengan dua jilid catatan harian dan surat-suratnya.Beberapa
dari karya-karya Kawabata Yasunari, yaitu Izu no Odoriko (1962), Niwari to Odoriko
(1930), Niji (1934), Hana no Warutsu (1936), Yoru no Saikoro (1940), Yuki Guni (1948).
Karya Kawabata Yasunari masih banyak diminati para pembaca, dan masih
dibaca di panggung internasional, bahkan semakin banyak para kiritikus maupun peneliti
sastra yang masih membahas karya-karya Kawabata.Salah satu karya Kawabata yang
dibahas peneliti yaitu Hana no Warutsu (Walsa Bunga) dari buku Penari-Penari Jepang
diterjemahkan oleh Matsuoka Kunio dan Ajib Rosidi, Penerbit Djambatan Cetakan kedua
(2003). Pertama kali dimuat dalam majalah kaizo (1936). Diterbitkan berupa buku
bersama “Niji” dan cerita lain dalam Hana no Warutsu (1936). Diterjemahkan dari
terbitan Shinchosha (1983).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
BAB III
ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA PENDEK “HANA NO
WARUTSU” KARYA KAWABATA YASUNARI
3.1 Sinopsis Cerita Pendek “Hana no Warutsu”
Tomoda Hosie adalah seorang penari di Lembaga Penelitian Tari milik
Takeuchi. Hosie terlahir sebagai putri tunggal dari keluarga yang kaya, bahkan dia
memiliki pembantu dan supir pribadi. Ayah Hosie adalah seorang pengusaha dan
berteman baik dengan almarhum Katsumi seorang pengusaha Pembibitan Ulat Sutra.
Ayah Hosie bahkan berencana membangun kembali usaha Pembibitan Ulat Sutra
Katsumi yang sengaja ditutup oleh anak dan istri Katsumi untuk mempertahankan
kepercayaan orang terhadap bibit Katsumi daripada kelak menjatuhkan nama Katsumi
karena Katsumi sudah meninggal dunia.
Katsumi memiliki seorang putra yang dijodohkan dengan Hosie, ibunya Hosie
menyetujui perjodohan tersebut dan mendukung putra Katsumi untuk menikah dengan
Hosie. Ayah Hosie berbeda dengan ibunya, ayahnya tidak memaksakan kehendaknya
tetapi menyerahkan pilihan pada Hosie dan mendukungnya. Ayah Hosie menegaskan
kepada Hosie bahwa daripada mengatakan tetek-bengek seperti anak-anak yang mudah
sakit, lebih baik berjuang hingga akhir. Hal tersebut berlaku tidak hanya untuk
permasalahan pasangan hidup tetapi juga untuk kehidupan Hosie.
Hosie dan partnernya Suzuko merupakan penari berbakat dan pandai di
Lembaga Tari Takeuchi. Hosie dan suzuko tidak hanya partner menari di panggung
tetapi bersahabat baik juga. Meskipun dari keluarga kaya, Hosie tidak memilih-milih
dalam berteman. Hosie dan Suzuko saling memperhatikan satu sama lain meski sering
terjadi salah paham diantara mereka. Suzuko menjadi murid Takeuchi sejak berumur
empat belas tahun.Takeuchi memperlakukan Suzuko seperti anaknya sendiri bahkan
membiayai Suzuko sekolah ke Sekolah Gadis. Suzuko bukanlah seorang yang egois,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
tetap bekerja bersama pembantu di dapur karena Suzuko sadar dia menumpang di rumah
orang dan dia terbiasa memikirkan perasaan orang lain daripada perasaan sendiri.
Takeuchi sebagai pemilik sekaligus yang menaungi Lembaga Penelitian Tari
tempat Hosie menari, tidak hanya memikirkan lembaga tetapi juga perkembangan
kemampuan tari para murid-muridnya. Takeuchi juga membantu murid-muridnya dengan
segenap kemampuannya. Nanjo adalah murid Takeuchi yang dianggapnya seperti anak
kandung sendiri. Tidak hanya Takeuchi bahkan ketika istri Takeuchi masih hidup, istri
Takeuchi lebih menyanyangi Nanjo daripada ibu kandungnya sendiri
Nanjo juga murid berbakat yang menjadi andalan Takeuchi. Kemampuan
Nanjo yang bagus dibidang menari membuat Takeuchi berharap banyak kelak Nanjo
melanjutkan perjuangan Takeuchi memimpin di Lembaga Penelitian Tari. Takeuchi
bahkan mengirim Nanjo belajar ke negeri Barat untuk meningkatkan kemampuan tari dan
pengetahuan Nanjo, meskipun Takeuchi terlilit hutang dan harus berjualan sekaligus
melakukan pertunjukan rombongan keliling. Takeuchi juga berencana akan membuat
pertunjukan khusus untuk menampilkan Nanjo menari sepulang dari Amerika, dan
Takeuchi meminta Hosie sebagai partner Nanjo menari untuk meningkatkan kemampuan
tari Hosie.
3.2 Analisis Pragmatik dalam Cerita Pendek “Hana no Warutsu” karya
Kawabata Yasunari
Untuk dapat mengetahui nilai pragmatik yang terdapat dalam cerpen “Hana
no Warutsu”, maka penulis menganalisis terhadap cuplikan teks cerpen yang diprediksi
mengandung nilai-nilai konfusianisme. Berikut adalah cuplikan teks yang akan dianalisis:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
3.2.1 Murah Hati (Ren/Jen)
1. Cuplikan halaman 107
“Bukankah rumah Tomoda-san disekitar sini?”
“Ya, tapi apakah Hosie-san sudah pulang?”
“Bagaimana kita singgah?”
…… Hosie masih bersandar pada pintu bilik Nanjo dan terus berdiri disitu. Ia
berwajah seperti topeng dingin.
Sebentar kemudian terdengar bunyi anak kunci menyentuh kamarnya.
Hosie diam-diam mengundurkan diri. Pintu dibuka orang perlahan-lahan.
Kebetulan tubuh Hosie di belakang pintu itu. Dari pintu seorang wanita
mengulurkan kepala dan melihat-lihat keadaan gang, lalu Nanjo keluar menyusul
wanita itu.
Nanjo memakai tongkat ketiak.
….. Ketika melihat Hosie di situ, Nanjo dan wanita itu tertegun dan
terpaku. Tetapi Nanjo dan Hosie, tidak kenal satu sama lain. Hosie sambil
bersandar pada pintu tidak mau bergerak, dengan kepala tertunduk. Apa boleh
buat, Nanjo berdua terpaksa lewat di depan Hosie. Dengan jarak beberapa
langkah Hosie mengikuti di belakang. Wanita itu menoleh ke belakang…
(Hal.107)
Analisis :
Dari cuplikan di atas adanya tindakan Hosie menunjukkan indeksikal bahwa
Hosie memiliki solidaritas terhadap sesama yaitu kepedulian terhadap sesama. Pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
cuplikan tersebut dari komunikasi Suzuko dan sensei-nya terlihat hubungan Hosie dan
sensei-nya dekat. Takeuchi mengajak Suzuko singgah kerumah Hosie. Kedekatan
tersebut juga terlihat dari kepeduliaan Hosie ketika senseinya Takeuchi dikecewakan oleh
salah seorang murid yang diperjuangkannya yaitu Nanjo. Hosie memilih tinggal. Dan
kembali ke bilik kapal Nanjo, menunggu pintu bilik terbuka Karena Hosie begitu yakin
Nanjo bersembunyi di dalam bilik tersebut. Hosie juga tidak tega melihat senseinya yang
sedih karena kecewa tidak bertemu dengan Nanjo.
Hosie yang tersentuh/ simpatik dengan keadaan Taekuchi tidak membuat
Hosie bertindak gegabah. Hosie yang berusaha mencari kepastian tentang kepulangan
Nanjo tidak sia-sia, justru dia mendapat fakta alasan Nanjo bertindak tidak sopan
terhadap senseinya yaitu Nanjo bertongkat ketiak.
Jika dilihat dari nilai konfusianisme, sifat Hosie mengandung nilai
Ren/Jin.Ren/Jin adalah nilai dasar utama ajaran konfusius yang diartikan sebagai
kemanusiaan yaitu hubungan antara manusia dengan manusia berdasarkan cinta kasih
universal yang tulus sesuai kebaikan dan kebenaran.Ujud kemanusiaan dapat diketahui
dalam perilaku keseharian dari ucapan ataupun tindakan seperti sabar, solidaritas terhadap
sesama, tidak egois, menghormati orang lain tanpa syarat, keberanian, empati, bakti pada
orangtua. Terlihat pada cuplikan diatas Hosie ber-empati terhadap Takeuchi sensei atas
perlakuan yang didapat dari murid yang dibanggakan dan diperjuangkannya. Hosie
dengan berani mencari kebenarannya meskipun ia dan Nanjo tidak saling mengenal,
dengan sabar dia menunggu pintu bilik Nanjo terbuka. Dia tidak melakukan tindakan
gegabah meskipun dalam kondisi emosi yang tidak baik. Hosie mampu mengatasi
emosinya, Hosie tetap bersikap hormat terhadap Nanjo meskipun tindakan Nanjo
terhadap Takeuchi sensei salah. Sikap hormat yang dimiliki Hosie yaitu tidak perduli
seberapa besar kekecewaannya tehadap Nanjo, siapa Nanjo dan bagaimana
kepribadiannya, Hosie tetap tidak melakukan tindak kejahatan yang merugikan Nanjo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
Nilai positif yang diajarkan melalui tokoh Tomoda Hosie adalah ketika ada
yang melakukan kesalahan, kurang tepat jika kita men-judge orang tersebut apalagi
dengan tidak hormat karena setiap orang memiliki kebenaran masing-masing berdasarkan
hati nuraninya pula. Lebih baik kita mendapati orang yang melakukan kesalahan dan
secara langsung untuk mengetahui yang sebenarnya tanpa bertindak gegabah, karena
setiap orang pantas untuk dihormati tanpa memandang siapa dirinya dan bagaimana
karakter orang tersebut. Jangan membiarkan mereka dengan kesalahannya sekalipun kita
tidak mengenalnya tetapi kita pun harus bersabar untuk mendapatkan kebenaran ataupun
jalan keluar dari setiap masalah. Pentingnya kita bersabar dalam segala hal agar tidak
melukai sesama baik secara fisik maupun perasaan (batin) dan mendahulukan
kepentingan orang lain atas diri sendiri bahkan ketika mereka melakukan kejahatan maka
balaslah dengan kelurusan.
2. Cuplikan halaman 94
“Waktu itu aku tidak mau menari. Ketika mau tampil ke pentas kulihat wajah
ibu di tempat penonton. Ketika itu aku merasa enggan dan tiba-tiba saja langkahku salah,
sehingga aku tak dapat menyelesaikan diri dengan musik.Iringan musik juga kurang baik.”
“oh, ibumu datang?”
“Dia diam-diam saja membawa calon suamiku. Lebih baik ibu jangan
membiarkannya melihat aku menari hampir telanjang.”
Suzuko tercengang dan melihat wajah Hosie.
Analisis :
Dari cuplikan di atas tersebut terlihat tindakan yang dilakukan Hosie
menunjukkan adanya indeksikal pesan moral bakti pada orangtua yaitu menghormati
keputusan orangtuanya yang menjodohkannya dengan Katsumi. Hosie justru tidak ingin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
mempermalukan orangtuanya karena ia dilihat menari oleh calon suaminya dengan
pakaian hampir telanjang. Pada cuplikan di atas, tindakan Hosie yang tidak menentang
ataupun berontak terhadap keputusan orangtuanya dan justru ia merasa malu ditonton
oleh calon suaminya menari dengan pakaian terbuka. menunjukkan nilai kasih sayang
dan menghormati orangtua.
Jika dikaitkan dengan nilai konfusianisme, Hosie menerima perjodohan dari
orangtuanya dan tidak mempermalukan orangtuanya termasuk nilai Ren/Jen. Menurut
Konfusius, penting menciptakan hubungan yang kuat, seimbang dan bermakna dalam
keluarga dan semua level masyarakat. Perwujudan paling dasar hubungan sosial di antara
manusia dengan manusia adalah dimulai dari keluarga kemudian orang lain.
Hosie memiliki sifat hormat dan berbakti pada orang tua, karena Hosie juga
berbakti pada orangtuanya dan menghormati orangtuanya. Hal tersebut ditunjukkan pada
cuplikan diatas yaitu Hosie menghormati keputusan orangtuanya yang menjodohkan
dirinya dengan putra pengusaha Pembibitan Ulat Sutra yaitu Katsumi. Hosie tidak
menentang orangtuanya secara frontal, terbukti pada pertunjukan Hosie. Ibunya
membawa tunangan Hosie. Kekesalan Hosie bukan karena tindakan ibunya yang
membawa Katsumi dan juga bukan karena ia tidak menyukai Katsumi tetapi Hosie
merasa enggan bila ditonton oleh Katsumi, sementara itu Hosie menari dengan pakaian
yang menurutnya hampir telanjang. Hosie tetap menghormati ibunya, ia tidak langsung
marah ataupun berontak kepada ibunya. Justru merasa enggan dan berusaha sopan
dihadapan calon suaminya.
Hosie menuruti tindakan orangtuanya dan berusaha menyenangkan
orangtuanya dengan tidak menentang justru berusaha bertindak sopan dihadapan Katsumi.
Tindakan tersebut menunjukkan bakti pada orang tua. Berbakti kepada orangtua
merupakan hal dasar yang paling penting untuk kehidupan sosial. Seseorang yang
terbiasa berbakti pada orangtuanya akan berdampak pada sikapnya dalam kehidupan
sosialnya. Menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang lain. Hal tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
juga akan berdampak terhadap lingkungan kerjanya yaitu menghormati atasan dan
mematuhi pimpinan serta memiliki loyalitas.
Sikap positif yang dapat kita pelajari dari Tomoda Hosie yaitu bersikap
Hormat dan berbakti pada orang tua. Tindakan tersebut dapat kita terapkan mulai dari
keluarga sendiri lalu pada orang lain. Kita dapat memulainya dari hal kecil seperti tidak
menentang orangtua kita, memberikan sedikit waktu luang dari kesibukan kita untuk
menemani ataupun membantu orangtua kita melakukan hal-hal rutin yang dilakukan
orang tua kita, misalnya berolah raga ataupu berjalan-jalan sore sambil mendengarkan
cerita mereka.
3.2.2 Kebenaran (Yi/Xhi)
1. Cuplikan halaman 87-89
Ketika itu Takeuchi kembali dari panggung, karena acara untuk malam
itu selesai, setelah tarian Takeuchi sehabis Walsa Bunga. Suzuko berlari
menjemputnya dengan lincah.
“ Terima kasih atas segalanya malam ini.”
Ia menyapu dengan handuk keringat pada leher dan bahu Takeuchi.
Hosie…
“ Sensei, banyak terima kasih.”
“Selamat! Sukses besar segalanya.”
Takeuchi berkata seraya membiarkan tubuhnya dikeringkan oleh
Suzuko. Ia menghapus rias pada wajahnya.
“Semua ini berkat sensei semata,” kata Suzuko sambil menanggalkan
pakaian Takeuchi dan mengeringkan punggung Takeuchi yang telanjang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
“Suzuko-san! Suzuko-san!”
Hosie memanggil dengan nada tajam. Ia memukul-mukul kaca rias
dengan sikat rias. Tetapi Suzuko pura-pura tidak mendengar dan pergi memeras
handuk di tempat cuci muka, dan mengeringkan dada serta punggung Takeuchi
sambil membicarakan tari malam itu dan lain-lain. Akhirnya ia membersihkan
telapak kaki Takeuchi sampai ujung jarinya dengan memegang kaki Takeuchi
dengan sebelah tangan seakan memeluknya. Lalu dipijitnya buah betis Takeuchi.
Suzuko bertindak gembira dan dari hati yang tulus, karena itu kelihatan
mereka berada dalam hubungan guru dengan murid yang indah. Kelihatan juga
kebaikan hatinya yang jujur. Tak ada sama sekali yang menjengkelkan.
Tetapi perbuatan Suzuko itu agaknya terlalu lazim. Dan ia juga masih
berpakaian panggung dan nampak kulit tubuhnya bagian atas. Orang yang
menyaksikannya akan merasa seolah-olah mengintip laki-laki dan perempuan di
dalam kamar tertutup.
“Suzuko-san!” panggil Hosie sekali lagi. Suaranya yang tajam penuh
dengan kepekaan dan kebencian. Mendadak dia bangkit dan pergi ke luar.
Takeuchi diam-diam mengikutinya dengan pandangan dan berkata:
“ Sudah, sudahlah. Sudah cukup.Terima kasih.”
Ia pergi mencuci muka di tempatnya yang terpasang disudut kamar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Analisis :
Dari cuplikan diatas dapat diketahui adanya komunikasi antara Suzuko dan
Hosie. Dari komunikasi tersebut dapat dilihat bahwa Hosie menentang hal yang
dilakukan Suzuko membantu sensei-nya Takeuchi dalam hal sehari-hari karena kurang
tepat, menolong tanpa mempertimbangkan keadaan.
Dari segi pragmatik dan jika dikaitkan dengan Konfusianisme, tindakan yang
dilakukan Hosie termasuk Yi (Kebenaran). Hal tersebut dapat terlihat bahwa Hosie tidak
hanya seseorang yang peduli namun juga seorang yang rasional sehingga dia dapat
bertindak benar. Benar dimaksud yaitu dia melakukan hal yang menurutnya penting
untuk dilakukan meski apapun yang terjadi dan menjadi keharusan memenuhi dengan
tepat sebagaimana mestinya, dan moral sebagai pertimbangannya.
Dari cuplikan di atas dapat diketahui Hosie menentang tindakan Suzuko
membersihkan dan mengeringkan tubuh juga memijat kaki Takeuchi, bukan karena Hosie
berpikir bahwa Suzuko bermaksud sedang mencari muka di depan Takeuchi. Hosie juga
tidak melarang Suzuko ber-empati dengan membantu Takeuchi termasuk dalam
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut wajar dilakukan apalagi dalam hubungan antara guru
dan murid, karena termasuk bakti terhadap orang tua. Hal yang menjadi perhatian Hosie
ialah pandangan orang-orang terkait tindakan Suzuko membantu Takeuchi, tentu dengan
kondisi Suzuko dan Takeuchi masih berpakaian panggung sehingga mereka terlihat
telanjang.Seperti diketahui juga, Takeuchi sudah lama hidup seorang diri karena istrinya
meninggal. Orang-orang akan membicarakannya sesuai dengan yang mereka lihat tanpa
memastikan lebih dahulu mengenai keadaan yang sebenarnya.
Yi dalam Konfusianisme memiliki arti kemampuan merasakan dalam situasi
tertentu, juga hal ataupun tindakan benar dan tepat untuk dilakukan dengan pertimbangan
seperti moral dan kewajiban berdasarkan kebenaran itu sendiri. Bukan karena motif-motif
tertentu berdasarkan hasrat dan kepentingan pribadi atau keuntungan diri sendiri. Hosie
tidak tahan melihat Suzuko, membantu Takeuchi tanpa memikirkan diri sendiri. Hosie
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
mengingatkan Suzuko bahwa membantu sesama adalah hal yang baik dan wajar
dilakukan, tetapi membantu sesama juga jangan berlebihan hingga tidak memperhatikan
hal yang pantas ataupun tabu karena berutang budi. Hosie juga etis yaitu Hosie tidak
langsung mempermalukan Suzuko maupun Takeuchi di depan para penari dengan emosi
yang meluap-luap. Hosie memiliki etika, yang menjadi hal utama untuk bertindak benar.
Nilai moral yang diajarkan melalui tokoh Tomoda Hosie adalah bertindak
benar-sesuai dengan seharusnya, yaitu situasi dan kondisi yang bersangkutan. Dalam
bertindak maupun menolong, kita juga perlu mengedepankan etika sehingga oranglain
tidak tersinggung maupun semakin memperumit situasi. Dalam melakukan satu tindakan
baik, jangan sampai kita melalaikan satu tindakan baik lainnya. Akan lebih tepat jika kita
mempertimbangkannya dan jika kita tetap mau melakukan tindakan baik alangkah
baiknya jika kita mempertimbangkan juga bertindak secara cepat dan tepat tanpa
menyalahi nilai moral lingkungan sekitar maupun menyinggung oranglain. Dalam
menegakkan keadilan maupun memperjuangkan nilai-nilai kebaikan maupun kebenaran,
janganlah sampai bertindak anarkis maupun egois tanpa mempertimbangkan hal yang
menjadi pemahaman oranglain. Kebenaran, moral atau nilai-nilai kebaikan yang
diperjuangkan akan benar-benar tercapai jika kita mampu memandang dari setiap sudut
pandang kebaikan setiap orang tanpa memihak maupun menghakimi secara tidak adil.
Dalam menjunjung nilai kebenaran, moral ataupun nilai-nilai kebaikan, tidak ada yang
diuntungkan maupun dirugikan, tetapi mendapat bagiannya masing-masing sesuai dengan
nurani masing-masing pula.
3.2.3 Sopan Santun (Li/Ri)
1. Cuplikan halaman 80-81
Suzuko yang melihat hal itu agak jauh, berkata:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
“Kalau kau tak suka bunga itu karena sudah layu kasihkan saja padaku.
Apakah engakau kesal karena saya salah menerima bunga itu?”
Hosie dengan diam-diam saja melemparkan karangan bunga itu. Bunga itu
bisa sampai ditangan Suzuko, …
Tetapi Hosie setelah melemparkan karangan bunga itu segera berlalu
diantara para penari dan duduk di depan gadis kecil yang memberi bunga tersebut.
“Maafkan saya, saya yang salah.Maafkan saya.”
Lalu dengan cepat dia mengangkat dan memeluk gadis kecil itu bersama
dengan karangan bunga di dadanya.
Analisis :
Dari cuplikan sebelumnya dapat dilihat sikap Hosie menunjukkan pentingnya
etika, tata krama, budi pekerti, kesopanan, norma sosial juga moral bukan untuk
keuntungannya ataupun status keluarganya tetapi merupakan bagian dari Ren yaitu
kesadaran moral dan menjadi kebiasaan sehingga ada keseimbangan antara
tindakan/sikap dengan kemurnian hati. Sikap dan tindakan Hosie yang langsung meminta
maaf kepada seorang anak kecil, menunjukkan bahwa setiap orang memiliki hak asasi
yang sama tanpa berat sebelah. Hosie bersikap dan bertindak tidak mengacu berdasarkan
fisik, materi maupun karakter seseorang.
Dari segi pragmatik jika dikaitkan dengan konfusianisme dapat terlihat bahwa
Hosie tidak hanya bermoral namun memiliki kesadaran moral. Pada cuplikan halaman
sebelumnya, Hosie merasa enggan menari karena pakaian panggung Hosie yang hampir
telanjang sehingga menurut Hosie lebih baik jika ibunya tidak membiarkan Katsumi
calon suami Hosie tidak melihat Hosie dengan pakaian tari terbuka. Namun Hosie tetap
tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap ibunya meskipun ia kesal dengan tindakan
ibunya, ia tunjukkan dengan tetap menari menyelesaikan festival tari yang diadakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Takeuchi khusus untuk menampilkan Hosie dan Suzuko. Selain hal tersebut Hosie juga
tidak egois, dia tidak malu meminta maaf kepada anak kecil. Hosie justru meminta maaf
sambil memeluk anak kecil yang memberinya bunga. Etika yang ditunjukkan Hosie
bukanlah hanya pencitraan didepan umum.Tindakan Hosie sudah menjadi kepribadiannya
sangatlah berpengaruh baik bagi dirinya sendiri maupun oranglain, termasuk anak kecil
yang melihat tindakan Hosie yang langsung meminta maaf saat melakukan kesalahan
akan menjadi panutan bagi anak kecil tersebut karena anak kecil juga cenderung meniru
tindakan orang yang lebih tua.
Jika dikaitkan dengan Konfusianisme, tindakan-tindakan sederhana yang
dilakukan Hosie menunjukkan indeksikal nilai Li yaitu perilaku yang benar, tradisi dalam
masyarakat, etiket yang baik dan kode moral. Hosie banyak menerapkan sikap baik dalam
keluarganya dan begitu juga sikapnya terhadap sesama dilingkungan sekitarnya. Adapun
kebiasaan baik dan kesadaran moral haruslah berimbang, maka tindakan baik tidak hanya
sekedar dilakukan namun benar-benar hal yang dilakukan dari hati dan kita benar-benar
sadar pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan sekitar kita.
Dari tindakan dan sikap Hosie, kita diajarkan dan diingatkan untuk memulai
tindakan baik haruslah dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar kita,
tanpa unsur paksaan tetapi kesadaran moral kita. Usia terkadang tidak menentukan sikap
dan tindakan kita sematang usia kita. Kedudukan maupun kekayaan yang dimiliki juga
terkadang tidak menunjukkan kebesaran hati kita. Saat kita tersinggung maupun terluka,
egois kita lebih besar dari tubuh kita dan lebih banyak dari kekayaan kita ataupun lebih
tinggi dari kedudukan kita sehingga enggan mengakui kesalahan kita dan dengan rendah
hati meminta maaf.
Kita juga harus membiasakan diri melakukan tindakan benar dengan cara yang
benar yaitu memikirkan hal-hal yang sederhana seperti perasaan orang lain dari pada
keuntungan sendiri karena tanpa memikirkan yang dialami orang lain maka keegoisan
terjadi.Bersikap ramah, tersenyum, menyapa bila bertemu atau berpapasan, menghormati
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
orang yang lebih tua dan menyanyangi yang lebih muda dengan tidak merendahkan. Hal
yang paling utama bukanlah mendahulukan dipandang tinggi orang lain tetapi justru
mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya, juga turut serta merasakan hal yang dialami
sesama kita sehingga memberikan pengaruh positif bagi pengembangan diri kita maupun
bagi orang lain.
3.2.4 Bijaksana
1. Cuplikan halaman 140-141
Tiba-tiba saja Takeuchi bangkit, … karena kelihatan olehnya Nanjo berdiri
terlengah di pintu masuk bilik rias. Nanjo menunduk sambil bersandar pada tongkat
ketiaknya. Tubuhnya seakan-akan terjatuh kalau tidak ditopang oleh tongkat ketiak.
….
Diluar dugaan mendadak Hosie bangkit seolah-olah menghalangi Takeuchi
yang hendak melompat lantaran marah.
“Sensei, jangan!”
“Minggir! Makhluk apa seperti ini!’ Takeuchi mendekati Nanjo dan tiba-tiba
menamparnya.
….
Nanjo tanpa sadar mengangkat tongkat ketiak seperti membela diri.
…. Suzuko diam-diam saja menyaksikan sambil bertopang sebelah tangan.
Hosie masuk lagi diantara mereka berdua.
“Sensei, jangan! Tongkat ketiak itu palsu,” kata Hosie membujuk Takeuchi…
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Tongkat itu mengenai bahu Hosie…. Dia terjatuh kearah dada Takeuchi.
Takeuchi dibawa ke rumah sakit karena bagian belakang kepalanya kena benturan keras
dan pula siku tangan kanannya sakit sehingga tidak bisa digerakkan lagi.
….
Lalu dengan segera Hosie kembali ke rumah sakit untuk merawat Takeuchi.
Analisis :
Dari cuplikan diatas dapat dilihat bahwa Hosie adalah orang yang bijaksana.
Hal tersebut dapat diketahui dari tindakan Hosie yang sigap menengahi antara Takeuchi
yang marah melihat Nanjo datang dengan tongkat ketiak dan menampar Nanjo, sementara
Nanjo berusaha membela diri justru tanpa sadar mengangkat tongkatnya, justru mengenai
Hosie dan menyebabkan Takeuchi terluka.
Jika dikaitkan dengan nilai konfusianisme, maka sikap Hosie termasuk Zhi
yaitu nilai kebijaksanaan. Kebijaksanaan Hosie yaitu berusaha menengahi Takeuchi dan
Nanjo. Tidak ikut-ikutan memperkeruh suasana ataupu berdiam diri menyaksikannya
seperti yang dilakukan Suzuko. Melihat Nanjo yang datang meminta maaf kepada
Takeuchi meskipun beresiko tanpa memikirkan kakinya yang harus ditopang tongkat,
Hosie berusaha membantu memperbaiki hubungan Nanjo dan Takeuchi. Hosie bahkan
merawat takeuchi di rumah sakit meskipun berlatar belakang keluarga kaya, saat yang
lain pergi ikut rombongan tari keliling. Seperti ajaran konfusius yaitu bila melihat seorang
yang bijaksana, berusahalah menyamainya dan bila melihat seorang yang tidak bijaksana,
periksalah dirimu sendiri.
Nilai kebaikan yang didapat penulis dari tokoh Hosie yaitu kita harus mampu
mengendalikan emosi kita dengan berpikiran terbuka dan bersikap jujur. Keadaan yang
sulit ataupun tidak baik harus diperbaiki bukan ikut larut dan semakin terpuruk maupun
memperkeruh. Untuk itu perlu berjiwa besar dalam menerima kesalahan kita dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
menerima nasihat maupun saran dari orang-orang disekitar kita yang mengarahkan kita
menjadi pribadi yang bersikap positif. Alangkah lebih baiknya juga jika kita terlebih
dahulu mengoreksi diri kita sendiri saat mendapati kesalahan, dan memperbaiki kesalahan
kita. Begitu juga jika kita melihat oranglain melakukan kesalahan, daripada kita sibuk
membahas kesalahannya alangkah lebih bijak lagi jika kita berusaha belajar dari
kesalahan oranglain. Hidup adalah suatu proses pembelajaran untuk menjadi lebih baik
dari diri kita sendiri bukan dari oranglain. Menemukan jalan keluar dari permasalahan
kita dan mampu memperbaiki kesalahan, untuk itu diperlukan kerendahan hati, mengenali
diri kita sendiri, memahami hal kecil, menghargai tanpa syarat dan tanpa merendahkan
diri sendiri apalagi oranglain dihadapan sesama. Jika kita mampu maka kita akan
membuat keputusan yang tepat.
3.2.5 Dapat Dipercaya
1. Cuplikan halaman 130-131
“saya akan pulang dan berlatih menembakkan pistol saja.”
“Ini mesti dirahasiakan kepada ibumu. Mungkin juga gudang ini pun
akan hidup kembali. Ada tukang-tukang yang dulu bekerja, walaupun disebut
tukang tapi pekerjaannya menjadi pembantu Katsumi, sudah ahli dalam
bidangnya, datang berunding dengan aku karena ingin membangun kembali
perusahaan Penghasil Bibit Ulat Sutra Katsumi. Mereka memang sungguh-
sungguh giat mengadakan penyelidikan karena dulu murid Katsumi, tetapi kurang
pandai berdagang sebagai pengusaha bibit ulat sutra.”
“Jadi ayah yang mengurus semua?”
……
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
“Apakah hal itu ada hubungannya dengan cerita itu?”(Hal. 130)
“Cerita itu? Cerita perjodohanmu itu?Engkau jangan bicara yang bukan-bukan.
Yang curiga karena hal seremeh itu sama juga dengan anak yang mudah sakit.
Hanya anak laki-laki Katsumi itu saja yang jatuh cinta padamu. Kasihan dia.
Tapi dia pun bukan orang tolol.”(Hal.130).
…
“Bagaimana kalau kita mampir sebentar di sini? …
Hosie menggelengkan kepala dengan lemah. Ia berkata sambil melihat wajah
ayahnya:
“Saya harap diputuskan saja cerita itu.”
“Hmh,” ayahnya memandang kepadanya dan dengan sikap mengajak berpisah ia
masuk ke dalam pintu gerbang rumah Katsumi.
Analisis :
Cuplikan diatas terlihat adanya komunikasi antara Hosie dan ayahnya yang
menunjukkan indeksikal bahwa Hosie dapat dipercaya sehingga ayahnya mengatakan
kepada Hosie supaya merahasiakan kepada ibunya bahwa ayah Hosie hendak membuka
kembali usaha Pembibitan Ulat Sutra Katsumi.
Jika dilihat dari Pragmatik dan dikaitkan dengan konfusianisme, Tindakan
Hosie menunjukkan indeksikal adanya nilai Xin yaitu dapat dipercaya. Menurut
konfusius seseorang dengan sifat Xin adalah mereka yang perbuatannya sesuai dengan
perkataannya, sedangkan kepercayaan tidak dapat lahir begitu saja dengan sendirinya
melainkan melalui kebajikan moral seperti ren, yi dan li.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Kepercayaan penting dalam segala hubungan. Untuk membangun kepercayaan
yaitu dengan tidak mengkhianti kepercayaan itu sendiri, kita harus percaya pada diri kita
sendirisehingga kita dapat dipercaya orang lain. Seperti Hosie yang saling percaya
dengan ayahnya, membuat hubungannya dengan ayahnya baik juga. Kepercayaan tidak
tumbuh begitu saja namun saat kepercayaan itu dijaga sebaik-baiknya sehingga memberi
ruang bagi pondasi hubungan semakin kuat. Kepercayaan ayah Hosie membuat Hosie
juga mampu mempercayai dirinya sendiri sehingga Hosie bersifat terbuka dan jujur
terhadap ayahnya. Hosie mempertanyakan mengenai hubungan pekerjaan ayahnya
dengan perjodohannya. Hosie juga meminta ayahnya untuk mengakhiri perjodohan
tersebut. Ayah Hosie juga percaya jika dia jujur kepada Hosie bahwa perjodohan tersebut
tidak berhubungan, maka akan dapat dipercayai oleh putrinya. Ayah Hosie hanya
berusaha menyakinkan Hosie bahwa Katsumi benar-benar jatuh cinta kepada Hosie.
Nilai positif yang peneliti dapat dari tokoh Tomoda Hosie yaitu pentingnya
menepati janji dalam hal kecil sekalipun, dan berusaha membangun kepercayaan
dilandasi kejujuran. Ketika mempercayai seseorang berarti kita sedang membangun
kepercayaan kita terdahap diri kita sendiri. Jika kita tidak dapat mempercayai oranglain
ataupun diri kita sendiri, bagaimana mungkin kita dapat dipercaya oleh oranglain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Cerita pendek (Cerpen) “Hana no Warutsu” merupakan cerpen imajinatif yang
menceritakan tentang kehidupan penari waltz bernama Tomoda Hosie.
Dalam cerpen “Hana no Warutsu” terdapat beberapa nilai konfusianisme.Nilai
konfusianisme adalah nilai-nilai dasar kehidupan yang mampu menjadi acuan dalam
bersikap, berpikir maupun bertindak dalam segala aspek sosial kita manusia.Nilai
Konfusianisme yang terdapat dalam cerpen “Hana no Warutsu” adalah:
Ren/Ai (Murah Hati) : Jalan utama menuju kebajikan untuk menjadi manusia
yang baik dan berbudi.
Yi/Gi (Kebenaran) : Kemampuan membedakan dan berkomitmen terhadap yang
baik dan benar, menjadi orang yang terdidik sehingga lebih baik kepribadiannya.
Li/Rei (Sopan Santun) : Keseimbangan antara intelektual dan moral, antara
intelegensi dan emosi, antara kognitif dan afektif, kesadaran moral (batin) dan lahiriah
(praktik ritual).
Zhi/Chi (Bijaksana) : Kemampuan membedakan kebenaran dari kesalahan
sehingga terlepas dari kebingungan dan ketersesatan, menggunakan akal sehat secara
rasional.
Xin/Shin (Dapat Dipercaya) : Kemampuan membangun kepercayaan terhadap
diri sendiri sehingga dapat dipercaya orang lain.
Nilai Pragmatik yang paling dominan dalam cerpen “Hana no Warutsu” karya
Kawabata Yasunari adalah kebijaksanaan dan kebenaran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
2. Karakteristik Tomoda Hosie didalam cerpen “Hana no Warutsu” karya Kawabata
Yasunari yang dapat dijadikan cerminan bagi pembaca adalah kasih sayang, kejujuran,
kesopanan, dapat dipercaya dan kebijaksanaannya.
4.2 Saran
Melalui skripsi ini penulis berharap agar minat pembaca menjadi lebih
meningkat terhadap karya sastra, khususnya cerpen.Selain mendapat cerita yang menarik,
juga dapat mengetahui tentang kehidupan ini yang sebelumnya yang belum kita ketahui.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bahasa.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Jakarta : Medpress.
_________________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta : CAPS (Center
for Academic Publishing Service).
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung :
PT.Angkasa
Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kosasih, Engkos. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusasteraan; Cermat
Berbahasa Indonesia. Bandung : Yrama Widya.
Luxemburg, Van, dkk. 1989. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia
Mauludi, Sahrul. 2016. KONFUSIUS Inspirasi dan Pencerahan untuk Hidup Lebih
Bermakna. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Yasunari, Kawabata. 2003. Penari – penari Jepang. Jakarta : Penerbit Djambatan.
Internet :
http://www.academia.edu/9622390/Apakah_ajaran_utama_dalam_konfusianisme Diakses
26 Oktober 2016.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
http://plato.stanford.edu/entries/japanese-confucian/ Diakses 7 April 2016.
http://robiramadhanpbsi.blogspot.co.id/2014/12/pendekatan-pragmatik-a.html Diakses
18 Oktober 2016.
https://www .scribd.com/doc/155786780/DEFINISI-CERPEN Diakses 7 April 2016.
Jurnal :
Melda Hutabarat 2007 Tokugawa dan Konfusianisme. Diakses 25 September 2016.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA